• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efektivitas Subsidi Pupuk dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi (Studi Kasus Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efektivitas Subsidi Pupuk dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi (Studi Kasus Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFEKTIVITAS SUBSIDI PUPUK DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI

(Studi Kasus Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

TINA RAKHMAWATI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efektivitas Subsidi Pupuk dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi (Studi Kasus Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(4)

ABSTRAK

TINA RAKHMAWATI. Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi (Studi Kasus Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Pertanian merupakan aspek penting dalam mendukung keberlangsungan hidup suatu negara.Indonesia sebagai negara agraris, menempatkan pertanian sebagai sektor utama dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, terdapat berbagai kebijakan pemerintah yang mendukung produksi sektor pertanian.Salah satu kebijakan ini adalah kebijakan subsidi pupuk. Kebijakan subsidi pupuk merupakan salah satu kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendukung sektor pertanian dengan memberikan subsidi input berupa penetapan HET pupuk. Kebijakan ini dilaksanakan berdasarkan enam indikator keberhasilan yaitu tepat jenis, jumlah, harga, mutu, tempat, dan waktu.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas kebijakan subsidi pupuk dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi. Pengamatan dan wawancara di lakukan di daerah penghasil padi yaitu Desa Hambaro-Bogor yang di ambil dengan metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif, serta metode regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan untuk efektivitas kebijakan subsidi pupuk berdasarkan empat indikator, yaitu tepat tempat, tepat harga, tepat waktu, dan tepat jumlah menjelaskan kebijkan subsidi pupuk masih belum dapat dikategorikan efektif. Ketidakefektifan subsidi pupuk ternyata berpengaruh terhadap produksi padi seperti yang ditunjukkan pada hasil regresi. Variable harga pupuk urea mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan pupuk urea. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan harga pupuk urea akan menurunkan permintaan terhadap pupuk urea. Selain itu variabel harga padi dan luas lahan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap permintaan pupk urea. Variabel jumlah tenaga kerja, luas lahan dan dummy benih mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap produksi padi. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan terhadap faktor-faktor tersebut maka akan berpengaruh terhadap produksi padi.

Kata kunci: Kebijakan Subsidi Pupuk, Efektivitas, Regresi Linear Berganda

ABSTRACT

TINA RAKHMAWATI. Analysis of the Effectiveness of the Fertilizer Subsidy Policy and the Factors that Affect the Production of Rice (Study Case: Hambaro Village, Nanggung District, Bogor Regency). Supervised by ADI HADIANTO

(5)

analyse the effectiveness of the fertilizer subsidy policy and to determine the factors that affect the production of rice. Observations and interviews in the rice-producing regions had done in the Hambaro-Bogor village which were taken through purposive sampling method. Analytical method used is descriptive quantitative and qualitative methods, and multiple linear regression methods. The results show that the effectiveness of the fertilizer subsidy policy isbased on four indicators, those are names, right place, right price, and punctuality. However, the right amount of fertilizer subsidy policy approves thatit is still not categorized as effective yet. The ineffectiveness of the subsidy of fertilizer effect on rice production turns out as shown on the results of the regression. Variable rates of fertilizer urea have a negative and significant effect on the demand for urea fertilizer. It means that if the urea fertilizer prices increased,the demand for urea fertilizer would be lower. In addition, variable price of rice and land area have a positive and significant impact on the demand for urea fertilizer. Variable amount of price of urea, price of npk, labor, land area of seed and dummy has a positive and significant impact on the production of rice. In other words, the event of changes toward these factors will have an effect on the production of rice.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS EFEKTIVITAS SUBSIDI PUPUK DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI

(Studi Kasus Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

TINA RAKHMAWATI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Efektivitas Subsidi Pupuk dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi (Studi Kasus Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

Nama : Tina Rakhmawati NIM : H44070083

Disetujui oleh

Adi Hadianto, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.Bidang penelitian yang menjadi fokus penulis adalah kebijakan subsidi pupuk yang berjudul Analisis Efektivitas Subsidi Pupuk dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi (Studi Kasus Desa Hambaro,Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor). Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

 Kedua orang tua tercinta yaitu Ibu Siti Hasanah dan Bapak Endang Ahdad Rahman, SPbeserta kedua saudara tercinta yaitu Dina Sari Utami dan Ari dian Nugraha yang selalu memberikan didikan, doa, kasih sayang, dan perhatiannya.

 Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikanbimbingan serta Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Rizal Bahtiar, Spi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

 APPI, BPS, Kelurahan, Kepala RT/RW dan Kelompok Tani yang telah membantu selama pengumpulan data.

 Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 44 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.

 Sahabat terdekat, Hera, Nasya, Devina, Erlinda, Indah, Juwita, Elis, Ali, Tania, Tesna, Titi, Erlin, Fiti, Riani, Intan dan teman-teman satu bimbingan yang selalu memberikan bantuan dan semangat.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PRAKATA... ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR . ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 7

1.4 Manfaat Penelitian... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian Subsidi ... 8

2.2 Subsidi Pupuk ... 8

2.3 Pengertian Efektivitas ... 10

2.4 Analisis Regresi... 10

2.5 Penyaluran, Pengadaan, dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi ... 11

2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

3.1 Kerangka Teoritis... 16

3.1.1 Indikator Tingkat Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk... 16

3.1.2 Teori Produksi... 16

3.1.3 Teori Kebijakan Pemerintah dalam Perpupukan... 19

3.1.4 Subsidi dan Elastis... 19

3.1.5 Teori Permintaan... 21

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 24

(13)

4.2 Jenis dan Sumber Data... 24

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 24

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data ... 24

4.4.1 Metode Deskriptif Kuantitatif dan Kualitatif ... 25

4.4.2 Metode Regresi Linear ... 27

4.4.2.1 Goodness of Fit... 29

4.4.2.2 Uji F... . 29

4.4.2.3 Uji t ... 30

4.4.2.4 Uji Kenormalan ... 30

4.4.2.5 Uji Multikolinearitas ... 30

4.4.2.6 Uji Heteroskedastisitas ... 31

4.4.2.7 Uji Autokorelasi ... 31

V. GAMBARAN UMUM ... 32

5.1 Kondisi Umum Desa Hambaro ... 32

5.1.1 Goegrafi ... 32

5.1.2 Kependudukan ... 33

5.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 33

5.2 Karakteristik Responden ... 34

5.2.1 Jenis Kelamin ... 34

5.2.2 Usia ... 35

5.2.3 Pendidikan Formal ... 35

5.2.4 Luas Lahan ... 36

5.2.5 Rata-Rata Produksi Padi Responden ... 37

5.2.6 Pengeluaran Input produksi Padi Responden ... 37

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN… ... 41

6.1 Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk ... 41

6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk Urea ... 50

6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi... 53

VII. SIMPULANDAN SARAN ... 57

7.1 Simpulan ... 57

7.2 Saran ... 57

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 2005-2009

(dalam %) ... 2

1.2 Konsumsi pupuk Bersubsidi sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2003- 2009 (Ton/Tahun). ... 4

1.3 PerkembanganAnggaranSubsidiPupuk di Indonesia Tahun 2004- 2010... ... 4

1.4 Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Indonesia Tahun 2003- 2012... 5

1.5 Luas Panen, Hasil Per Hektar, dan Produksi Padi Jawa Barat Tahun 2006–2010... 6

4.1 Matriks Metode Analisis Data ... 25

4.2 Tabel Kriteria Indikator Empat Tepat ... 26

4.3 Uji Autokorelasi ... 31

5.1Luas Wilayah Desa Hambaro Menurut Penggunaan ... 33

5.2 Jumlah Penduduk Desa Hambaro Menurut Golongan Umur Tahun 2010 ... 33

5.3 Struktur Mata Pencaharian Desa Hambaro Tahun 2011 ... 34

5.4 Komposisi Penduduk Desa Hambaro Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011... 34

5.5 Karakteristik Jenis Kelamin Responden Petani Padi ... 35

5.6 Kelompok Usia Responden Petani Padi ... 35

5.7 Penggolongan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 36

5.8 Penggolongan Responden Berdasarkan Luas Lahan ... 36

5.9 Penggolongan Rata – Rata Produksi Padi Musim Tanam Tahun 2011 37 6.1Rata-Rata Harga Pupuk Bersubsidi yang Diterima Responden ... 41

6.2Persentasi Tingkat Ketepatan Harga Pupuk Bersubsidi ... 42

6.3Persentase Tingkat Ketepatan Tempat Pupuk Bersubsidi ... 44

6.4Persentase Tingkat KetepatanWaktu Pupuk Bersubsidi ... 46

6.5Persentase Ketepatan Jumlah Pupuk Bersubsidi ... 47

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

3.1Kurva Hubungan antara Input (Pupuk) dan Output Total ... 18

3.2 Mekanisme Pembentukan Harga Pupuk Setelah Adanya Kebijakan Subsidi. ... 19

3.3Pengaruh Konsumsi Bersubsidi ... 20

3.4Pengaruh Produksi Bersubsidi ... 21

3.5Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

5.1 Rincian Pengeluaran Input Produksi per Musim Tanam Responden ... 38

6.1 Alasan Responden tentang Perlunya Subsidi Pupuk ... 48

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Peta Lokasi dan Gambar Lokasi... 61

2. Kuesioner ... 62

3. Model Regresi Persamaan 1 ... 72

4. Asumsi Normalitas ... 73

5. Asumsi Autokorelasi ... 73

6. Uji kehomogenan data ... 74

7. Asumsi Multikolinearitas ... 74

8. Model Regresi Persamaan 2 ... 74

9. Asumsi Normalitas ... 75

10.Asumsi Autokorelasi ... 76

11.Asumsi Homoskedastisitas ... 76

12.Asumsi Multikolinearitas ... 77

(18)

1

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia.Bagi negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebesar 237 juta jiwa (BPS, 2010), masalah pangan bukan hanya merupakan masalah ekonomi tetapi juga masalah stabilitas dan keamanan. Disamping itu pertanian pun memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia.

Peranan pertanian tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana tertuang pada Tabel 1.1 di bawah ini.

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 8,3 8,1 7,7 7,4 7,2

9. Jasa-Jasa 10,0 10,1 10,1 9,7 10,2

PDB 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

Dalam Tabel 1.1 di atas, terlihat secara nyata peranan penting sektor pertanian terhadap pembangunan perekonomian Indonesia, dimana kontribusi sektor pertanian relatif masih lebih besar dari pada sektor-sektor lainnya dan terus meningkat dari tahun ke tahun.

(19)

2

untuk dapat hidup sejahtera. Namun, kenyataannya justru bagian terbesar penduduk yang miskin adalah yang bekerja di sektor pertanian.

Banyak faktor yang menyebabkan petani sulit untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraannya, antara lain: 1) rendahnya penerapan teknologi modern; 2) rendahnya tingkat pendidikan; 3) rendahnya pendapatan petani; dan 4) ketersediaan lahan garapan di bawah skala usaha tani.

Cara untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan petani berdasarkan faktor-faktor di atas adalah dengan membantu petani agar dapat meningkatkan pendapatannya dengan cara meningkatkan produktivitas dan produksi usaha taninya. Dengan mengabaikan bahwa faktor-faktor kendala dalam sektor pertanian, seperti: cuaca dan curah hujan, maka salah satu caranya adalah memperbaiki teknologi pertanian, seperti penggunaan pupuk sebagai saranaproduksi. Oleh karena itu pupuk memiliki peranan strategis dalam memperbaiki kesejahteraan petani.

Menurut Rachman (2009), pemerintah terus mendorong penggunaan pupuk yang efisien melalui berbagai kebijakan meliputi aspek teknis penyediaan dan distribusi maupun harga melalui subsidi. Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk yang telah diterapkan mulai dari tahap perencanaan kebutuhan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), besaran subsidi hingga sistem distribusi ke pengguna pupuk sudah cukup komprehensif. Namun demikian, berbagai kebijakan tersebut belum mampu menjamin ketersediaan pupuk yang memadai dengan HET yang telah ditetapkan. Secara lebih spesifik, masih sering terjadi berbagai kasus antara lain: (a) kelangkaan pasokan pupuk yang menyebabkan harga aktual melebihi HET, dan (b) marjin pemasaran lebih tinggi dari yang telah ditetapkan pemerintah. Selain itu, perencanaan alokasi kebutuhan pupuk yang belum sepenuhnya tepat, pengawasan yang belum maksimal, disparitas harga pupuk bersubsidi dan nonsubsidi yang cukup besar menyebabkan penyaluran pupuk bersubsidi masih belum tepat sasaran. Kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi ke luar petani sasaran masih sering ditemukan, sehingga menimbulkan kelangkaan dan harga pupuk melebihi HET.

(20)

3 penggunaan pupuk oleh petani dan meningkatkan ketidaktepatan sasaran subsidi pupuk yang seharusnya dinikmati oleh petani kecil tetapi dinikmati pula oleh pihak lain (World Bank,2008a; 2008b).

Kebutuhan pupuk dalam negeri mengalami peningkatan sekitar 4,6 persen per tahun, seiring dengan masifnya program intensifikasi dan peningkatan produktivitas komoditas pangan yang dicanangkan pemerintah (Feryanto, 2010). Sebagaimana disebutkan diatas Bogor merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat yang membutuhkan pupuk subsidi tersebut karena Bogor merupakan salah satu produsen padi di Indonesia dengan jumlah produksi sebesar 538.804 ton pada tahun 2010. Salah satu produsen padi di kabupaten Bogor adalah Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Oleh karena itu sebagai salah satu kebijakan utama pertanian yang membutuhkan dukungan anggaran pemerintah yang amat besar sudah semestinya subsidi pupuk dievaluasi agar senantiasa efektif dan efisian. Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting karena kebijakan subsidi pupuk yang sangat berperan dalam kesejahteraan petani.

Sehingga diperlukan adanya penelitian mengenai “Analisis Efektivitas Subsidi

Pupuk dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi (Studi Kasus Desa

Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)”.

1.2Perumusan Masalah

(21)

4

Tabel 1.2. Konsumsi pupuk Bersubsidi sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2003-2009 (Ton/Tahun).

2009 4.444.776 688.784 847.422 1.354.961

Sumber : Deptan 2010

Berdasarkan data Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan konsumsi pupuk bersubsidi. Hal ini menyebabkan kebutuhan petani akan adanya subsidi pupuk yang terus meningkat. Berdasarkan Surat Keputusan Menperindag No: 70/MPP/Kep/2/2003 pasal 3 ayat 1 dijelaskan bahwa jenis pupuk yang di subsidi oleh pemerintah adalah Urea, ZA, NPK, dan SP36.

Besarnya dana yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk subsidi pupuk dalam negeri punyang terus meningkat dari tahun 2004 hingga tahun 2010 dpat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3.Perkembangan Anggaran Subsidi Pupuk di Indonesia Tahun 2004-2010.

Tahun Subsidi (Rp

(22)

5 pupuk bersubsidi yang ada, dikarenakan banyak pupuk bersubsidi yang tidak sampai pada petani. Padahal pemberian subsidi pupuk di Indonesia mempunyai tujuan untuk mempertahankan harga eceran tinggi (HET) pupuk agar tidak mengalami kenaikan, sehingga harga jual pupuk di pasaran masin terjangkau oleh petani. Adapun HET untuk pupuk bersubsidi dapat dilihat pada Tabel 1.4 berikut. Tabel 1.4.Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Indonesia Tahun

2003-2012. meningkat. Kebijakan pemerintah untuk mengontrol harga pupuk bersubsidi dapat dilihat dari kenaikan HET dari tahun ke tahun yang hanya berkisar dari Rp. 150-200. Mengingat peranan subsidi pupuk, maka kebijakan penyediaan pupuk wajib memenuhi prinsip enam tepat, yaitu: tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.1Namun mengingat keterbatasan pemerintah dalam kemampuan keuangan, maka pupuk bersubsidi hanya diperuntukkan bagi usaha pertanian yang meliputi Petani Tanaman Pangan, Peternakan, dan Perkebunan Rakyat.2Lebih lanjut subsidi pupuk diadakan dan disalurkan untuk kegiatan usaha budidaya tanaman oleh petani, pekebun, dan peternak, bukan untuk perusahaan perkebunan, perusahaan tanaman pangan, perusahaan

1 Konsideran dari Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.

70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Pebruari 2003 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk

Bersubsidi untu Sektor Pertanian.

2 Konsideran dari Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.

(23)

6

holtikultura. Sedangkan pupuk yang diberi subsidi hanya pupuk Urea, ZA, NPK, dan SP36 yang disediakan oleh produsen pupuk untuk pertanian yang meliputi tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, dan hijauan pakan ternak.

Jawa Barat mmerupakan salah satu produsen padi dengan produksi yang terus meningkat. Hal tersebut bisa dilihat pada tabel 1.5.

Tabel 1.5. Luas Panen, Hasil Per Hektar, dan Produksi Padi Jawa Barat Tahun 2006 –2010.

Tahun Luas Panen (Ha) Hasil Per Hektar

(Kw/Ha) Produksi (Ton)

Dilihat dari data Tabel 1.5 di atas kebutuhan petani padi di Jawa Barat akan pupuk pun terus meningkat, karena petani padi di wilayah Jawa Barat pada umumnya masih banyak menggunakan sistem pertanian anorganik. Petani padi anorganik yang masih sangat bergatung pada sarana produksi seperti penggunaan benih yang tinggi, pupuk kimia pabrik, dan pestisida kimia.

Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen padi yang menggunakan sistem anorganik. Dimana pada kondisi saat ini ketergantungan petani di kecamatan tersebut terhadap pupuk kimia yang bersubsidi cukup besar. Namun pada kenyataan terkadang harga pupuk tersebut tidak sesuai dengan HET yang ditentukan pemerintah. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, permasalahan yang akan dikaji adalah :

1. Bagaimana efektivitas kebijakan subsidi pupuk terhadap empat indikator keberhasilan subsidi pupuk?

2. Apafaktor–faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea di Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor?

(24)

7 1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis efektivitas kebijakan subsidi pupuk terhadap empat indikator keberhasilan subsidi pupuk.

2. Menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea di Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor?

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan akan diperoleh temuan-temuan tentang informasi mengenai kemampuan membayar HET pupuk bersubsidi , sehingga dapat menjadi masukkan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam menerapkan kebijkan subsidi pupuk di masa yang akan datang dalam usaha untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini juga berguna untuk meningkatkan wawasan penulis serta bagi akademisi diharapkan menjadi salah satu rujukan pustaka dalam membuat penulisan-penulisan ilmiah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(25)

8

II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Subsidi

Subsidi adalah cadangan keuangan dan sumberdaya lainnya untuk mendukung sesuatu kegiatan usaha atau perorangan oleh pemerintah.Subsidi dapat bersifat langsung (dalam bentuk uang tunai, pinjaman bebas bunga, dan sebagainya), atau tidak langsung (pembebasan penyusutan, potongansewa dan semacamnya). Subsidi dapat bertujuan untuk: (1) subsidi produksi dimana pemerintah menutup sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan output produk tertentu dan dimaksudkan untuk menekan harga dan memperluas penggunaan produk tersebut, (2) subsidi ekspor, yang diberikan pada produk ekspor yang dianggap dapat membantu neraca perdagangan Negara, (3) subsidi pekerjaan, yang diberikan untuk membayar sebagian dari beban upah perusahaan agar dapat diserap lebih banyak pekerjaan dan mengurangi pengangguran, dan (4) subsidi pendapatan, yang diberikan melalui sistem pembayaran transfer pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok tertentu seperti tunjangan hari tua dan lainnya (Pass, 1997). Mengacu pada uraian diatas yang dimaksud dengan subsidi pupuk dalam penelitian ini adalah subsidi produksi yang diberikan oleh pemerintah untuk menanggung sebagian besar biaya produksi pupuk agar bisa dicapai harga jual yang diinginkan.

2.2 Subsidi Pupuk

(26)

9 Pupuk bersubsidi diadakan dan didistribusikan untuk kegiatan usaha budidaya tanaman yang dikerjakan oleh petani pekebun dan peternak, bukan untuk perusahaan perkebunan, perusahaan tanaman pangan, perusahaan holtikultura atau perusahaan peternakan.

Jenis pupuk bersubsidi yaitu, pupuk (Urea, Superphos, ZA, NPK) dan pupuk Organik. Pupuk bersubsidi ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2005. Lingkup pengawasan mencakup pengadaan dan penyaluran, termasuk jenis, jumlah mutu, wilayah tanggung jawab, harga eceran tertinggi (HET) dan waktu pengadaan dan penyaluran.

(27)

10

2.3 Pengertian Efektivitas

Efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya dengan output realisasi atau sesungguhnya, dikatakan efektif jika output seharusnya lebih besar daripada sesungguhnya (Schemerhon John R. Jr, 1986). Menurut Hidayat (1986) efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai.Semakin besar persentase yang dicapai, maka semakin tinggi efektivitasnya. Menurut Gibson (2002), efektivitas adalah sasaran telah disepakati atas usaha bersama. Pengertian efektivitas yang digunakan penelitian mengacu pada pengertian di atas, yaitu suatu ukuran pencapaian target yang menunjukkan output realisasi dari yang seharusnya tercapai.

2.4 Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan suatu analisis yang digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan variabel tidak bebas (Soekartawi, 2002). Dalam model regresi faktor-faktor yang mempengaruhivariabel tak bebasnya harus diketahui terlebih dahulu.Menurut Juanda (2009) untuk menduga parameter dari persamaan regresi digunakan metode kuadrat terkecil atau metode OLS (Ordinary Least Square). Prinsip dasar dari terkecil adalah meminimumkan jumlah kuadrat simpangan antara data aktual dengan data dugaannya.

(28)

11 Data untuk variabel X (independen) pada regresi linier dapat berupa data pengamatan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti (experimental of fixed data) maupun data yang belum ditetapkan sebelumnya oleh peneliti (observational data). Perbedaan pada kedua data ini adalah jika menggunaakan fixed data (data yang telah ditetapkan) maka informasi yang diperoleh lebih kuat dalam menjelaskan hubungan sebab akibat antara variabel X dan variabel Y. Namun, jika menggunakan observational data, informasi yang diperoleh belum tentu merupakan hubungan sebab akibat. Fixed data biasanya diperoleh melalui percobaan laboratorium dimana peneliti telah memilki beberapa nilai variabel X yang ingin diteliti. Pada observational data variabel X yang diamati tergantung keadaan di lapangan dimana biasanya data ini diperoleh dengan menggunakan kuisioner. Pada penelitian ini menggunakan data berupa observational data. Variabel-variabel ini akan dibentuk persamaan regresi untuk dapat merepresentasikan hubungan dari data-data yang diperoleh.

2.5 Penyaluran, Pengadaan, dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi

Alokasi pupuk bersubsidi menurut Peraturan Bupati Bogor Nomor 13 Tahun 2010 dihitung berdasarkan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan Pemerintah Daerah, serta alokasi anggaran subsidi pupuk tahunan. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalm Peraturan menteri Pertanian No: 40/Permentan/OT.140/4/2007.

(29)

12

perundang-undangan.Produsen, penyalur Lini III dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai prinsip empat tepat (tepat jenis, jumlah, mutu, tempat, waktu, dan harga sesuai HET).Produsen wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini IV di wilayah tanggungjawabnya.Distributor wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III sampai dengan Lini IV di wilayah tanggungjawabnya.Pengecer resmi melaksanakan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani atau kelompok tani sesuai dengan peruntukannya di Lini IV wilayah tanggungjawabnya.

(30)

13 2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelummya dalampenelitian oleh Sudjono (2011) mengenai kebijakan subsidi pupuk masih merupakan kebutuhan pada tingkat petani untuk menopang produktivitas dan perbaikan kesejahteraan petani, sekaligus mempertahankan stabilitas ketahanan pangan nasional. Sistem penyaluran pupuk bersubsidi telah beberapa kali mengalami perbaikan, antara lain dengan uji coba sistem Kartu Kredit dan uji coba Sistem Subsidi Pupuk Langsung ke Petani. Untuk mengembangkan penyaluran pupuk bersubsidi di masa yang akan datang, salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah sistem distribusi pupuk bersubsidi berbasis relationship marketing. Pendekatan ini menyarankan pembinaan hubungan jangka-panjang antara produsen dan distributor, dengan mengedepankan mata rantai distribusi dan hubungan interpersonal pada setiap titik pupuk bersubsidi.

Penelitian oleh Darwis (2010) menjelaskan tentang padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan produktivitasnya ditentukan antara lain oleh tingkat pemakaian pupuk. Namun ironisnya kelangkaan pupuk masih sering terjadi, maka diadakannya kajian tentang penyebab kelangkaan pupuk dari sisi penggunanya. Salah satu penyebab kelangkaan ini adalah pemakaian pupuk di tingkat petani yang melebihi dosis yang dianjurkan. Sementara itu pemerintah telah mengeluarkan beberapa teknologi penentuan dosisi pupuk tepat guna spesifiklokasi yaitu dengan cara mempergunakan Bagan Warna Daun (BWD), Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Agar bisa mengubah perilaku petani dalam pemakaian pupuk, maka dibutuhkan suatu kebijakan holistik dan terpadu antar berbagai stakeholders yang tercakup. Rekontruksi kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong rasionalisasi dan efektivitas penggunaan pupuk oleh petani, sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk dan meningkatkan produktivitas pertanian.

(31)

14

Penelitian oleh Ardi (2005) mengenaianalisis pencabutan subsidi pupuk terhadap sektor pertanian di Indonesia menyimpulkan bahwa pencabutan subsidi pupuk di sektor industri pupuk dapat mempengaruhi penurunan pembentukan output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor pertanian secara signifikan. Sektor padi merupakan sektor penerima dampak terbesar dan ternyata subsidi pupuk lebih baik tetap diberikan melalui sektor industri pupuk.

Penelitian oleh Andari (2001) secara umum menganalisis tentang dampak kebijakan penghapusan subsidi pupuk yang dikeluarkan oleh pemerintah pada Desember 1998 terhadap keragaan usahatani padi di Jawa Barat dan secara khusus menganalisis dampak kebijakan penghapusan subsidi pupuk terhadap permintaan pupuk, produksi padi, dan pendapatan petani di Jawa Barat. Kesimpulan utama dari hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Handari (2001) adalah dampak penghapusan subsidi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi.

Penelitian mengenai subsidi pupuk juga dilakukan oleh Manaf (2000). Penelitian oleh Manaf (2000) menyajikan analisis pengaruh subsidi harga pupuk dalam jangka panjang terhadap kontinuitas peningkatan produksi sektor pertanian. Penelitian di atas juga menganalisis apakah kebijakan-kebijakan yang menyangkut subsidi harga pupuk, secara tidak langsung juga mempengaruhi distribusi pendapatan. Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian yang dilakukan Manaf (2000) antara lain:

a. Penghapusan subsidi secara langsung menyebabkan peningkatan beban ongkos produksi yang cukup besar bagi petani kecil yang merupakan produsen pangan tersebar.

b. Peningkatan beban ongkos produksi tersebut pada gilirannya akan menurunkan produksi secara umum.

c. Subsidi harga pupuk memiliki dampak yang mengarah (bisa) pada pengusaha menengah besar dibandingkanpada pendapatan petani dan pengusaha pertanian kecil.

(32)
(33)

16

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Indikator Tingkat Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk

Tingkat efektivitas kebijakan subsidi pupuk diukur berdasarkan enam indikator. Menurut Peraturan Bupati Nomor 13 Tahun 2010 indikator-indikator subsidi pupuk adalah tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, dan tepat mutu. Indikator yang digunakan dalam penelitianini terfokus pada empat indikator tepat yaitu harga, tempat, waktu, dan jumlah.Pemilihan empat indikator ini disebabkan oleh empat indikator tersebut dapat dikuantifikasikan sehingga dapat diinterpretasikan.

Pengertian tepat harga adalah suatu kondisi dimana harga pembelian pupuk oleh petani secara kontan di tingkat pengecer atau kios resmi per saknya sama

dengan harga eceran tertinggi (Syafa’at, et al 2007). Pengertian tepat tempat berdasarkan sumber yang sama adalah suatu kondisi dimana pupuk tersedia di dekat atau di sekitar rumah atau lahan petani yang diindikasikan dengan pembelian pupuk oleh petani dilakukan di kios di dalam desa. Pengertian tepat waktu berdasarkan sumber yang sama adalah suatu kondisi pupuk secara fisik tersedia pada saat dibutuhkan oleh petani. Pengertian tepat jumlah menurut Rachman (2009) adalah jumlah pemupukan yang dilakukan sesuai dengan desa atau jumlah berdasarkan analisa status hara tanah dan kebutuhan tanaman.Menurut Purwono dan Heni (2009), jumlah pupuk yang tepat berdasarkan status hara dan kebutuhan tanaman yang dianjurkan adalah kombinasi antara urea 200 kg/ha, TSP/SP-36 sebanyak 100 kg/ha, dan KCL sebanyak 75-100 kg/ha.

3.1.2 Teori Produksi

(34)

17 dihasilkan oleh perubahan dalam satu masukan produksi. Teori ini sering disebut dengan Marginal Physical Product (Produk Fisik Marginal) yang pengertiannya adalah keluaran tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan yang dapat di produksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari masukan tersebut dengan mempertahankan semua masukan lain tetap konstan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

Produk fisik Marginal dari modal :

... (3.1) Produk fisik marginal dari tenaga kerja :

(35)

18

Jumlah Per Periode (Q)

3.1.3Teori Kebijakan Pemerintah dalam Perpupukan

Kebijakan pemerintah dalam perpupukan yaitu mengenai kebijakan harga eceran tertinggi. Menurut Manaf (2000), kebijakan ini dilatarbelakangi oleh fungsi pupuk sebagai kebutuhan yang esensial dalam meningkatkan produksi pertanian terutama tanaman bahan makanan. Oleh karena itu pemerintah merasa perlu menetapkan harga eceran tertinggi pupuk untuk melindungi petani sebagai konsumen pupuk. Dalam penetapan harga tersebut, pemerintah mempertimbangkan agar harga pupuk tetap berada dalam kisaran kemampuan petani untuk membeli pupuk dalam dosis yang optimal.

Mekanisme pembentukan harga pupuk setelah adanya kebijakan subsidi diperlihatkan oleh gambar berikut ini.

Masukan Pupuk Per Periode (x) P* P** P***

(a) Produk Total Kurva Pupuk MPP, APP

MPP

APP

Masukan Pupuk Per Periode (x) P* P** P***

(b) Kurva Produk Rata-Rata dan Marginal untuk Pupuk Sumber : Nicholson, 2011

(36)

19

Harga (P)

Sumber : Manaf (2000)

Gambar 3.2 Mekanisme Pembentukan Harga Pupuk Setelah Adanya Kebijakan Subsidi.

Pada Gambar 3.2, keseimbangan awal (sebelum ada kebijakan pemerintah mengenai harga eceran tertinggi) berada pada titik E dengan tingkat harga sebesar PE dan jumlah pupuk sebesar QE. Saat pemerintah melakukan kebijakan dengan menetapkan harga tertinggi, maka harga yang efektif adalah bila ditetapkan sebesar PS, yaitu dibawah harga keseimbangan. Pada tingkat harga PS produsen hanya mau menawarkan sebesar QS, sementara yang diminta konsumen adalah sebesar QD, sehingga terjadi excess demand sebesar QSQD.Sementara itu titik C menunjukkan keadaan tingkatharga dan jumlah yang seharusnya terjadi dipasar. Campur tangan pemerintah tersebut mendorong peningkatan jumlah penawaran pupuk ke QD pada tingkat harga sebesar PS dengan membiayainya melalui pemberian subsidi kepada produsen pupuk.

3.1.4 Subsidi dan Elastisitas

Subsidi akan menggeser kurva permintaan ke atas untuk konsumsi bersubsidi (subsidized consumption) atau kurva penawaran ke bawah untuk produksi bersubsidi (subsidized production). Pengaruh kedua jenis subsidi ini

PE PS

0

C

E

S

D

QE

QS QD

Harga Tertinggi

(37)

20

pada kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.

Sumber : Spencer dan Amos (1993)

Gambar 3.3 Pengaruh Konsumsi Bersubsidi

Pada Gambar 3.3 konsumsi bersubsidi menggeser kurva permintaan D ke

atas menjadi kurva permintaan D’. Di mana semakin banyak barang atau jasa

dijual dengan harga subsidi akan semakin banyak jumlah permintaan konsumen terhadap barang atau jasa tersebut. Permintaan akan barang bersubsidi bergeser ke kanan atas karena daya beli masyarakat akan barang tersebut menjadi menguat. Harga barang tersebut menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan harga tanpa disubsidi. Kecenderungan masyarakat untuk membeli barang tersebut juga meningkat karena harganya yang lebih terjangkau dan ketersediaan barang tersebut di masyarakat.

Sumber : Spencer dan Amos (1993) P

D’

D

S

Q

P

S’

D S

(38)

21 Dimana :

P = Harga

Q = Permintaan untuk produk tertentu S = Kurva penawaran awal

bersubsidi semakin banyak jumlah barang atau jasa tersebut yang ditawarkan. 3.1.5 Teori Permintaan

Fungsi permintaan menurut Nicholson (1999) adalah hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta konsumen per unit waktu, ceteris paribus. Harga dan kuantitas permintaan berbanding terbalik sehingga kurva permintaan berslope negatif. Pada prinsipnya, untuk mencapai utilitas maksimum pada tingkat optimal X1, X2, …, Xn (dan λ, pengali Lagrangian) sebagai fungsi dari semua harga dan pendapatan. Secara matematis fungsi permintaan dinyatakan sebagai berikut :

X1* = D1 (P1, P2, …, Pn, I) ... (3.3) X2* = D2 (P1, P2, …, Pn, I) ... (3.4) Xn* = Dn (P1, P2, …, Pn, I)... (3.5)

(39)

22

produksi timbul karena adanya permintaan output (produk pertanian) sehingga besarnya pupuk yang diminta berdasarkan permintaan output (produk pertanian) yang dibutuhkan oleh masyarakat.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini ingin menunjukkan apakah yang akan terjadi pada sektor pertanian khususnya untuk produktivitas petani padi dengan adanya kebijakan mengenai subsidi pupuk. Agar memudahkan pemahaman kerangka berpikir dari permasalahan yang akan dipecahkan melalui penelitian ini, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran (Gambar 3.5).

(40)

23

Dimana:=Ruang lingkup penelitian

Gambar 3.5.Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Input Produksi Padi

Penetapan HET Pupuk Bersubsidi

Efektivitas Kebijakan

Jumlah

Kebijakan Subsidi Pupuk

Harga Waktu

Tempat Efektif/Tidak Efektif

Respon Produksi Padi terhadap Penggunaan Pupuk Respon Harga terhadap

Permintaan Pupuk

- Peningkatan Efektivitas - Rekomendasi Kebijakan

(41)

24

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemiihan lokasi diakukan secara sengaja (purpossive) yaitu Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan merupakan salah satu produsen padi di Kabupaten Bogor. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan April – Juni 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan dan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, dan Dinas Pertanian Kabupaten Bogor.Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani padi di Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Teknik penentuan responden dalam penelitian ini dengan menggunakan metode pengambilan sampel disengaja dengan kriteria responden yang merasakan dampak (purposive sampling). Purposive sampling digunakan dalam memilih responden key person dan responden pada penentuan sampling ini berdasarkan luas tanam padi di Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.Banyaknya sampel yang digunakan adalah 60 orang. 60 responden diambil dari 3 kelompok tani masing-masing sebanyak 20 orang.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data

(42)

25 jumlah.Regresi linear digunakan untuk mengukur respon dari kebijakan subsidi pupuk terhadap produksi padi.Pengolahan data menggunakan bantuan perangkat keras komputer dan perangkat lunak Minitab. Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan matriks metode analisis data.

Tabel 4.1 Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Jenis Data Alat Analisis Sumber Data

1 Menganalisis

4.4.1 Metode Deskriptif Kuantitatif dan Kualitatif

Metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk mengukur efektifitas kebijakan subsidi pupuk dilihat dari empat indikator utama. Untuk menghitung ketepatan indikator-indikator ini akan dihitung menggunakan rumus berikut ini.

(43)

26

∆Q = Qr – Qp ... (4.2) Dimana :

ΔQ = perbedaan jumlah (kg/ha)

Qr = jumlah pupuk yang digunakan responden (kg/ha) Qp = jumlah pupuk yang disarankan oleh pemerintah (kg/ha)

Ketepatan harga dalam indikator efektivitas subsidi pupuk diukur berdasarkan rumus (4.1). Berdasarkan rumus tersebut dilihat selisih antara harga aktual dengan HET. Setelah itu dilakukan perbandingan antara responden yang memperoleh harga aktual sama dengan HET dengan responden yang memperoleh harga aktual tidak sama dengan HET. Hasil dari perbandingan responden tersebut ditransformasi dalam bentuk persen. Adapun Tabel Indikator Empat tepat untuk mengukur efektivitas subsidi pupuk disa dilihat di bawah ini.

Tabel 4.2. Tabel Kriteria Indikator Empat Tepat

No Indikator Kriteria

1. Tepat Harga - Harus sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

2. Tepat Jumlah

- Harus sesuai dengan anjuran penggunaan pupuk oleh pemerintah.

- Urea sebanyak 200 kg/ha, SP36 sebanyak 75-100 kg/ha, dan KCL sebanayak 75-100 kg/ha.

3. Tepat Tempat

- Responden harus membeli di tempat pengecer resmi.

- Pengecer resmi adalah perseorangan, kelompok tani, dan badan usaha baik yang berbentuk badan

hukum atau bukan badan hukum yang

berkedudukan di Kecamatan dan/atau Desa, yang ditunjuk oleh Distributor dengan kegiatan pokok melakukan penjualan pupuk bersubsidi di wilayah tanggungjawabnya secara langsung.

4. Tepat Waktu - Selalu ada setiap petani membutuhkannya.

Sumber : Deptan 2010

(44)

27 membeli pupuk di pengecer resmi sama dengan atau lebih besar dari 80 persen maka dapat dikategorikan efektif pada indikator tepat tempat.

Indikator selanjutnya pada kebijakan subsidi pupuk adalah indikator tepat waktu. Indikator ini diukur berdasarkan pendapat responden tentang tersedia atau tidaknya pupuk ketika dibutuhkan oleh responden atau dapat dikatakan bahwa ada atau tidaknya kelangkaan pupuk. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara responden yang berpendapat bahwa pupuk selalu ada setiap dibutuhkan dengan responden yang berpendapat bahwa masih ada kelangkaan pupuk dalam bentuk persen. Apabila presentase tingkat ketepatan atau persentase responden yang menyatakan bahwa pupuk selalu ada ketika dibutuhkan sama dengan atau lebih besar dari 80 persen maka dapat dikategorikan bahwa tepat waktu sudah efektif.

Indikator terakhir dalam penentuan efektivitas kebijakan subsidi pupuk adalah indikator tepat jumlah. Pengukuran tepat jumlah ini berdasarkan selisih antara jumlah aktual dengan jumlah seharusnya yang dijelaskan pada rumus (4.2). Selanjutnya dilakukan perbandingan antara responden yang menggunakan pupuk sesuai dengan anjuran dengan responden yang menggunakan pupuk tidak sesuai anjuran dalam bentuk persen. Apabila persentase responden yang menggunakan pupuk sesuai anjuran sama dengan atau lebih besar dari 80 persen maka dapat dikategorikan efektif pada indikator tepat jumlah. Dari keseluruhan persentase indikator dibuat rata-ratanya dalam bentuk persen. Apabila rata-rata tingkat ketepatan sama dengan atau lebih dari 80 persen maka dapat dikategorikan bahwa kebijakan subsidi pupuk sudah efektif.

4.4.2 Metode Regresi Linear

Model regresi linear berganda menurut Juanda (2009) adalah fungsi linear dari beberapa peubah bebas X1, X2,..., Xk dan komponen sisaan error. Analisis data menurut Kurniawan (2008) mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan kontrol, dan untuk tujuan prediksi.

(45)

28

menjelaskan hubungan antar variabel penjelas dan variabel respon. Model regresi yang digunakan adalah regresi berganda dengan model double log. Parameter regresi diduga dengan metode pendugaan OLS (Ordinary Least Square). Adapun sifat-sifat OLS menurut Gujarati (2003), penaksiran OLS tidak bias, penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, konsisten, efisien dan linier. Metode double log dengan metode pendugaan OLS, dimaksudkan untuk melihat model pendugaan secara statistik. Salah satu ciri dari model double log yaitu koefisien kemiringan nilai koefisien dugaan mengukur elastisitas variabel tak bebas dengan variabel bebas.

Persamaan double log untuk persamaan permintaan Urea dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut:

Persamaan untuk produksi padi dapat ditulis sebagai berikut:

LnPPi = β0 + β1LnPPKUi + β2LnPPKNi + β3LnTTKi + β4LnLLH + β5LnBBTi

+β6LnD1ei ... (4.4)

Hipotesis: β1, β2,β3, β4, β5 dan β6> 0 Dimana:

PPi : total produksi padi pada penggunaan pupuk dengan jumlah-i PPKUi : harga pupuk urea-i

PPKNi : harga pupuk NPK-i

TTKi : penggunaan tenaga kerja dengan jumlah-i LLHi : penggunaan lahan dengan jumlah-i

BBTi : penggunaan bibit atau benih dengan jumlah-i

D1i : penggunaan dummy bibit dengan jumlah-i (1=ciherang, 0=non ciherang)

(46)

29 (R-squared), nilai probabilitas F-statisik, serta uji t yang berdasarkan nilai probabilitas masing- masing variabel indenpendennya yang dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen. Pengujian terhadap kriteria ekonometrika adalah berdasarkan pada pelanggaran asumsi dalam metode OLS. Penyimpangan yang terjadi terhadap asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) akan menyebabkan estimasi terhadap nilai yang diukur menjadi tidak valid. Pada kriteria ekonometrika yang digunakan ialah dengan melihat adanya multikolinieritas dan heteroskedastisitas. Gujarati (2006) menjelaskan serangkaian evaluasi model dapat dilakukan sebagai berikut:

4.4.2.1 Goodness of Fit

Besranya nilai koefisien determinasi (R2) dihitung untuk mengetahui seberapa jauh keragaman permintaan urea dan produksi padi yang dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Jika nilai R2 semakin tinggi, maka akan semakin baik model karena semakin besar keragaman permintaan urea dan produksi padi yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelas. Rumus koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut:

4.4.2.2 Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara serempak berpengaruh nyata pada variabel tidak bebasnya.Fhit dalam uji F dihitung dengan menggunakan Minitab 14. Sedangkan Ftabel dihitung dengan menggunakan rumus Ftabel = Fk, n-k-i, α.

Kriteria uji F adalah sebagai berikut:

Tolak H0 jika Fhit> Ftabel atau p-value< α (taraf nyata). Hal ini berarti terdapat minimal satu parameter tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel tak bebas.

(47)

30

4.2.2.3 Uji-t

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji ini juga dilakukan untuk mengetahui keabsahan dari hipotesis dan membuktikan apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara statistik.

b = koefisien regresi parsial sampel

β = koefisien regresi parsial populasi

Sb = simpangan baku koefisien dugaan Teknik pengambilan kesimpulan:

Tolak H0 jika thit > ttabel atau p-value< α (taraf nyata). Hal ini berarti variabel bebas

yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

Terima H0 jika thit < ttabel atau p-value> α (taraf nyata). Hal ini berarti variabel bebas

yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya.

4.2.2.4 Uji Kenormalan

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data atau observasi dalam penelitian ini jumlahnya lebih dari 30, oleh karena itu data mendekati sebaran normal sehingga diketahui bahwa statistik t dapat dikatakan sah. Namun, untuk meyakinkan data mendekati sebaran normal perlu dilakukan sebuah uji. Salah satu uji yang dapat dilakukan adalah dengan metode grafik yaitu dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik probabiliy plot of residual.

4.2.2.5 Uji Multikolinearitas

(48)

31 bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinieritas ganda sempurna sehingga tidak mungkin diperoleh dugaan parameter koefisiennya. Pengujian terhadap ada tidaknya hubungan multikolinieritas dalam sebuah model dapat diketahui melalui uji Marquardt dan dapat dilihat dari nilai VIF (Varian Inflation Factor) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari 10 menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak mengalami multikolinieritas.

4.2.2.6 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah terjadi pelanggaran terhadap asumsi homoskedastisitas atau varians yang sama. Jika varians tidak sama, maka dapat disimpulkan terdapat masalah heteroskedastisitas. Jika terjadi heteroskedastisitas akibatnya pendugaan OLS tidak efisien lagi.Uji yg digunakan yaitu dengan uji Glejser. Jika nilai p-value> alpha maka terima H0 yang artinya ragam homogen (homoskedastisitas).

4.2.2.7 Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi di antara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya maslah autokorelasi pada suatu model regresi. Tetapi uji ada tidaknya autokorelasi yang paling banyak digunakan adalah Uji Durbin-Watson (Uji D-W). Uji ini dapat digunakan bagi sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linear order pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh kepada faktor pengganggu et-1. Untuk itu melihat ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut (Firdaus, 2004).

Tabel 4.3. Uji Autokorelasi

D-W Kesimpulan

Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi

1,10 dan 1,54 Tanpa kesimpulan

1,55 dan 2,46 Tidak ada autokorelasi

2,46 dan 2,90 Tanpa kesimpulan

Lebih daro 2,91 Ada autokorelasi

(49)

32

V GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Desa Hambaro

Gambaran umum lokasi penelitian yang dibahas pada penelitian ini meliputi letak geografis dan pembagian administrasi, kependudukan, serta sarana dan prasarana.Secara rinci penjelasan gambaran umum lokasi penelitian dapat dilihat dibawah ini.

5.1.1 Geografi

Desa Hambaro adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 355,778 ha, yang terdiri dari 4 Dusun, 10 Rukun Warga (RW), dan 28 Rukun Tetangga (RT). Desa ini terletak kurang lebih 5 km dari kantor Kecamatan Nanggung dan 60 km dari kantor Kabupaten Bogor.Dengan batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kalong Liud

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukaluyu

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pangkal Jaya / Kehutanan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kalong Liud dan Desa Pangkal Jaya

Secara umum Desa Hambaro Beriklim sedang dengan temperatur rata-rata 340C pada siang hari 320C pada malam hari, dengan ketinggian 400 mdl sampai dengan 700 mdl di atas permukaan laut dan curah hujan rata-rata pertahunnya adalah 300 mm sampai dengan 400 mm. Kondisi lahan di Desa Hambaro tergolong subur dengan warna tanah yang merah dan tekstur tanah lampungan, sehingga Desa Hambaro sangat cocok untuk pengembangan budidaya padi. Berdasarkan data profil Desa Hambaro (2011), lahan yang berfungsi sebagai lahan pertanian seluas 225 ha atau sebesar 63, 24 persen dari total luas lahan. Namun lahan yang ditanami padi seluas 214, 3 ha atau sebesar 60, 23 persen. Penggunaan lahan lainnya adalah untuk pemukiman seluas 44, 322 ha atau sebesar 12,46 persen dan perkebunan seluas 23.399 ha atau sebesar 6,6 persen. Secara rinci luas wilayah menurut penggunaan Desa hambaro dapat dilihat pada Tabel 5.1.

(50)

33

No Keterangan Luas Lahan (ha) Persentase (%)

1. Pemukiman 44,322 12,46

8. Prasaranaumum lainnya 49,267 13,84

Total 355,778 100

Sumber : Profil Desa Hambaro, 2011

5.1.2Kependudukan

Jumlah penduduk di Desa Hambaro pad tahun 2011 adalah sebanyak 6730 orang yang terdiri dari 3494 orang laki-laki dan 3236 orang perempuan denganjumlah kepala keluarga sebanyak 1650 kepala keluarga. Berdasarkan golongan umur golongan terbanyak berada pada golongan 10-19 tahun sebanyak 1432 orang atau sebesar 21,26 persen dan golongan 20-29 sebanyak 1307 orang atau sebesar 19,42 persen dari penduduk total. Sedangakan untuk golongan umur paling sedikit terdapat pada golongan umur> 70 tahun yaitu sebanyak 102 orang atau sebesar 1,50 persen. Secara rinci jumlah penduduk Desa Hambaro menurut golongan umur pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2Jumlah Penduduk Desa Hambaro Menurut Golongan Umur Tahun 2010

No Golongan Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 0 – 9 1259 18,70

Sumber : Sumber : Profil Desa Hambaro, 2011

5.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

(51)

34

berprofesi sebagai PNS dan TNI/POLRI hanya sebanyak 10 orang. Struktur Mata Pencaharian penduduk Desa Hambaro dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Struktur Mata Pencaharian Desa Hambaro Tahun 2011

No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Petani 152 5,37

Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Hambaro pun tergolong masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tamatan SD di Desa Hambaro sebanyak 3711 orang. Sedangkan jumlah tamatan perguruan tinggi sebanyak 7 orang. Komposisi penduduk Desa Hambaro menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Komposisi Penduduk Desa Hambaro Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tamat SD 3711 83,26

Karakteristik petani responden yang dibahas pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, luas lahan, dan status pengusahaan lahan. 5.2.1 Jenis Kelamin

(52)

35 29 orang atau 48% dari jumlah responden. Secara rinci jenis jenis kelamin responden dapat diliat pada Tabel 5.5 di bawah ini.

Tabel 5.5 Karakteristik Jenis Kelamin Responden Petani Padi

No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Perempuan 31 52

2. Laki-laki 29 48

Total 60 100

Sumber : Data Primer, 2012

5.2.2 Usia

Usia petani padi yang menjadi responden pada penelitian ini berkisar antara 28 sampai 66 tahun. Rata-rata usia responden petani padi adalah 45 tahun. Sebagian besar usia petani padi yang menjadi responden adalah kelompok umur 40 sampai 49 tahun sebanyak 20 orang atau sebesar 33,33 persen. Kemudian disusul oleh kelompok umur 30 sampai 39 tahun sebanyak 19 orang atau sebesar 31,67 persen. Secara rinci kelompok usia responden petani padi dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Kelompok Usia Responden Petani Padi

No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

(53)

36

penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Penggolongan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. SD/MI 43 71,67

Responden memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Luas lahan padi rata-rata yang diusahakan petani padi adalah seluas 4766,67 m2. Besaran pengelompokan luas lahan yang paling mayoritas dimiliki oleh responden petani adalah seluas 1000 m2 sampai 4999 m2 sebanyak 35 orang atau sebesar 58,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden merupakan petani kecil dengan luas lahan yang sedikit. Hal ini didukung dengan data dimana petani padi dengan total di bawah satu hektar adalah sebesar 81,67 persen, sedangkan petani dengan luas lahan lebih dari satu hektar adalah sebesar 18, 33 persen. Keadaan luas lahan tersebut yang sebagian besar dimiliki oleh petani kecil juga akan berpengaruh pada penerimaan pendapatan petani dan tingkat kesejahteraan petani. Olah karena itu, dibutuhkan berbagai kebijakan yang memihak kepada petani untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Secara rinci penggolongan responden petani padi berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Penggolongan Responden Berdasarkan Luas Lahan

(54)

37 5.2.5 Rata – Rata Produksi Padi Responden

Dari data luas lahan di atas dimana luas lahan mayoritas sebesar 1000-4999 m2 mempengaruhi produksi padi yang pada penelitian ini dilihat rata-rata produksi padi setiap musim tanam yang disajikan pada Tabel 17. Bisa dilihat bahwa rata-rata produksi padi setiap musim tanam periode 2011 terbanyak yaitu kurang dari 2000 kg sebesar 80 persen. Produksi terbesar kedua yaitu antara 6000-7999 kg per musim tanam sebesar 10 persen. Data lebih rinci untuk produksi padi di bawah 2000 kg adalah antara 100 – 999 kg sebanyak 33 orang atau sebesar 55 persen, sedangkan produksi antara 1000 – 1999 adalah sebanyak 15 orang atau sebesar 25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa produksi padi setiap musim tanam masih rendah yang didukung dengan luas lahan yang juga masih rendah. Oleh karena itu diperlukan teknik produksi, bibit, pupuk, tenaga kerja yang lebih bagus dan terampil tentunya dengan bantuan berbagai kebijakan dari pemerintah. Adapun secara rinci penggolongan rata-rata produksi padi musim tanam tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Penggolongan Rata – Rata Produksi Padi Musim Tanam Tahun 2011.

No. Produksi (kg) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. < 2000 48 80

5.2.6 Pengeluaran Input Produksi Padi Responden

(55)

38

Gambar 5.1. Rincian Pengeluaran Input Produksi per Musim Tanam Responden Berdasarkan Gambar 6 diatas terlihat bahwa pengeluaran input produksi terdiri dari bibit, pupuk, tenaga kerja, sewa alat pertanian, pengairan, pemeliharaan alat/sarana, dan biaya pengangkutan. Dari tujuh input produksi tersebut dapat dilihat bahwa pengeluaran input paling besar yaitu biaya untuk upah tenaga kerja sebesar 39 persen. Biaya tenaga kerja menjadi pengeluaran petani yang terbesar karena sistem bagi hasil upah tenaga kerja dengan pemilik lahan adalah 1:5. Tenaga kerja mendapatkan bagian satu dari seluruh produksi,sedangkan pemilik lahan mendapatkan bagian lima dari seluruh produksi padi. Pengeluaran bagi hasil ini belum termasuk biaya tenaga kerja setiap harinya yang mencapai 20000-30000 untuk setiap hari pada tahap-tahap produksi tertentu seperti pada saat tahap penyiapan lahan, penanaman, dan panen yang membutuhkan lebih banyak tenaga kerja.Selain itu banyaknya masyarakat Desa Hambaro yang lebih memilih bekerja di luar pertanian membuat harga upah tinggi. Adapun besaran upah untuk buruh tani perempuan sebesar Rp 20000/hari dan untuk laki-laki sebesar Rp 30000/hari.

Biaya terbesar kedua adalah pupuk yaitu sebesar 26 persen kemudian diikuti oleh biaya sewa alat pertanian sebanyak 14 persen dan biaya untuk bibit sebesar 8 persen. Pupuk menjadi biaya terbesar kedua dikarenakan petani di Desa Hambaro masih mengunakan pupuk kimia .Pupuk kimia yang masih digunakan oleh petani antara lain Urea, TSP/SP-36, dan NPK. Masih terbiasanya petani menggunakan pupuk kimia membuat petani sulit untuk beralih menggunakan

8%

26%

39% 14%

3% 5% 5%

Rincian Pengeluaran Input Per Musim Tanam (Rp/m2)

(56)

39 pupuk organik yang sebenarnya salah satu alternatif agar biaya produksi untuk pupuk menjadi berkurang. Adanya anjuran pemerintah mengenai penggunaan pupuk yang baik seperti Urea sebanyak 200 kg, TSP/SP-36 sebanyak 100 kg, dan KCL sebanyak 100 kg pun menjadi salah satu alasan mengapa petani masih menggunakan pupuk kimia. Alasan lainnya adalah masih banyaknya petani yang belum mengetahui bagaimana pembuatan pupuk organik dan mereka masih beranggapan membuat pupuk organik akan memakan banyak tenaga kerja sehingga kan meningkatkan biaya tenaga kerja.

Biaya terbesar ketiga adalah sewa alat pertanian. Kebanyakan petani di Desa Hambaro tidak memiliki alat pertanian untuk membajak sawahnya sehingga sebagian besar responden yang merupakan petani kecil masih membutuhkan kerbau dan traktor. Sewa untuk kerbau dan traktor terbilang cukup mahal, untuk sewa kerbau perharinya antara 50000 – 60000 rupiah, sedangkan untuk sewa traktor sebesar Rp 500000 untuk satu musim tanam. Lamanya pembajakan sawah oleh traktor dan kerbau sangat jauh berbeda untuk kerbau biasanya bisa sampai 5 hari atau lebih sesuai dengan luas lahannya sedangkan untuk traktor biasanya hanya membutuhkan waktu 1 – 2 hari saja.

Biaya untuk bibit yang merupakan biaya terbesar keempat merupakan salah satu input penting dalam produksi padi, karena kualitas bibit akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi padi. Benih yang banyak digunakan oleh responden adalah bibit jenis Ciherang yang harganya sekitar Rp 7500/kg. Namun ada jenis bibit lain yang digunakan oleh responden yaitu Inpari 16 dengan harga sekitar Rp 6500/kg. Menurut responden saat ini bibit padi sudah tidak di subdisi kembali karena pada tahun 2010 pernah ada subsidi bibit yaitu bibit Inpari 10 dengan harga sekitar Rp 1000/kg namun bibit tersebut terbilang bibit yang berkualitas buruk karena hasil panen padinya mengalami pengurangan kuantitas karena kebanyakan padinya hampa atau kosong. Oleh karena itu petani beralih kepada bibit Ciherang karena kualitas yang cukup baik, walaupun biaya produksi pun akan meningkat.

(57)

40

produksi padi terutama untuk pengairan.Desa Hambaro masih tergolong memiliki pengairan irigasi yang cukup baik sehingga musim tanam untuk satu tahun berkisar dua sampai tiga musim tanam.

(58)

41

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk

Pupuk merupakan komponen yang cukup penting dalam produksi padi. Seperti halnya telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai karakteristik petani responden bahwa pengeluaran terbesar kedua pada biaya produksi adalah pupuk. Sehingga program kebijakan fiskal sangat diperlukan dalam rangka agar terpenuhinya kebutuhan pupuk petani dengan harga murah dan mudah didapat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kebijakan pupuk yang saat ini diterapkan oleh pemerintah adalah kebijakan subsidi pupuk. Kebijakan subsidi pupuk yang diterapkan saat ini adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang diterima oleh petani pada setiap jenis pupuk.

Adapun penyaluran subsidi pupuk diatur oleh pemerintah yaitu dengan sistem terbuka, dimana petani dapat langsung membeli pupuk ke pengecer resmi. Pengawasan dilakukan untuk mengetahui efektivitas kebijakan subsidi pupuk.Efektivitas tersebut dapat diketahui melali enam prinsip tepat yaitu harga, jumlah, waktu, tempat, jenis, dan mutu. Pada penelitian iniuntuk mengukur efektivitas kebijakan subsidi pupuk menggunakan empat dari enam indikator dengan studi kasus di Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Indikator pertama yang digunakan untuk mengetahui efektivitas subsidi pupuk adalah tepat harga. Indikator ini dapat diperoleh berdasarkan selisih antara harga yang diterima responden dengan harga yang seharusnya diterima responden. Secara rinci rata-rata harga pada setiap jenis pupuk yang diterima responden dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Rata-Rata Harga Pupuk Bersubsidi yang Diterima Responden

Uraian Urea TSP/SP-36 NPK

Harga rata-rata pembelian (Rp/kg) 2150 2450 2600

Harga eceran tertinggi (Rp/kg) 1800 2000 2300

Deviasi Absolut (Rp/kg) 350 450 300

Deviasi Relatif (%) 19,44 22,5 13,04

Sumber : Data primer, 2012 dan Deptan, 2012

(59)

42

yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar Rp 1800/kg. Namun pada kenyataannya harga pupuk Urea yang diterima responden rata-rata sebesar Rp 2150/kg. Sehingga selisih antara harga aktual dan harga yang harusnya diterima responden yaitu sebesar RP 350/kg. Dengan kata lain responden telah membeli pupuk dengan harga yang seharusnya diterima responden adalah sebesar Rp 300/kg. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden membeli pupuk NPK dengan harga 13,04 persen lebih mahal untuk setiap satu kilogram dari harga sesungguhnya.

Selain jenis pupuk Urea dan NPK jenis pupuk lain yang digunakan responden adalah jenis pupuk TSP atau SP-36. Harga Eceran Tertinggi untuk pupuk jenis ini adalah Rp 2000/kg.Rata-rata harga responden memperoleh pupuk tersebut adalah sebesar Rp 2450/kg sehingga selisih antara harga aktual dan harga yang seharusnya diterima responden adalah sebesar Rp 450/kg. Berdasarkan data tersebut maka responden memebeli pupuk TSP atau SP-36 sebsar 22,5 persen untuk setiap satu kilogram dari harga sesungguhnya. Dari ketiga jenis pupuk tersebut maka dapat dikategorikan bahwa harga pembelian setiap pupuk lebih tinggi dari harga eceran tertingginya. Hal ini akan mempengaruhi tingkat efektivitas dari kebijakan subsidi pupuk. Secara lebih rinci jumlah responden yang memperoleh harga yang tepat dan tidak tepat dalam memperoleh subsidi pupuk dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Persentase Tingkat Ketepatan Harga Pupuk Bersubsidi

No. Jenis Pupuk Kesesuaian dengan HET Jumlah Persentase (%)

Gambar

Tabel 1.2. Konsumsi pupuk Bersubsidi sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2003-
Gambar 3.1 Kurva Hubungan antara Input (Pupuk) dan Output Total
Gambar 3.2 Mekanisme Pembentukan Harga Pupuk Setelah Adanya Kebijakan
Gambar 3.3 Pengaruh Konsumsi Bersubsidi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji coaba lapangan pengembangan media audio visual menggunakan macromedia flash untuk siswa kelas V sekolah dasar pada mata pelajaran IPS diperoleh

Untuk tujuan analisis, isu sentral yang harus diperhatikan dalam penyusunan struktur data adalah: (1) Apakah data disimpan dalam bentuk yang konsisten dengan

Prosentase kepuasan pasien dinas terhadap layanan Rumah Sakit, rencana capaian 80% realisasi 75% sehingga capaian kinerja mencapai 94%, jika dibandingkan dengan

Tetapi pada tahap pilihan juga terdapat perubahan yang negatif yaitu pada pernyataan ‟memilih sabun mandi merek Citra karena memiliki desain kemasan yang praktis, mudah dibawa

Bagi tujuan perbincangan artikel ini, empati sejarah dilihat sebagai kesungguhan individu untuk meningkatkan pemikirannya supaya secocok dengan individu atau kumpulan masyarakat

Masih terkait dengan penelitian otoritas perempuan, peneliti juga menggunakan penelitian yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPIM IAIN Syarif Hidayatullah

Perlindungan lain: Guna apron tahan kimia atau pakaian kedap lain untuk mengelakkan sentuhan kulit yang berpanjangan atau berulang.. Perlindungan Pernafasan: Program

Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kebersihan, Ketertiban, dan Keindahan diharapkan mampu menjadi payung hukum terkait masalah kebersihan