• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Cendawan Entomophthorales pada Beberapa Spesies Kutuputih dan Kutukapuk pada Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Cendawan Entomophthorales pada Beberapa Spesies Kutuputih dan Kutukapuk pada Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA

BEBERAPA SPESIES KUTUPUTIH DAN KUTUKAPUK PADA

BERBAGAI TANAMAN HIAS DI BOGOR DAN CIANJUR

FILDZAH JAMALINA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksplorasi Cendawan Entomophtorales pada beberapa spesies kutuputih dan kutukapuk diberbagai tanaman hias di Bogor dan Cianjur adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Fildzah Jamalina

(4)
(5)

ABSTRAK

FILDZAH JAMALINA. Eksplorasi Cendawan Entomophthorales pada Beberapa Spesies Kutuputih dan Kutukapuk pada Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur. Dibimbing oleh RULY ANWAR.

Tanaman hias merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki keindahan serta daya tarik tertentu. Namun, upaya budidaya tanaman tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen menghadapi berbagai masalah, terutama organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti serangga hama, cendawan, jamur, bakteri, virus, dan nematoda. Salah satu OPT yang sering menimbulkan masalah pada pertanaman hias adalah kutuputih (Hemiptera: Pseudococcidae) dan kutukapuk (Hemiptera: Margarodidae). Pene-litian ini bertujuan untuk mengeksplorasi cendawan Entomophthorales yang ber-asosiasi dengan beberapa spesies kutuputih dan kutukapuk yang menjadi hama pada berbagai tanaman hias. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2012 sampai bulan Febuari 2013. Pengambilan sampel kutuputih dari berbagai tanaman hias dilakukan di Bogor, yaitu Kelurahan Babakan Raya (Kecamatan Darmaga) dan Kecamatan Cibeber, Cianjur. Pengambilan sampel dilakukan pada lima jenis tanaman hias, dengan masing-masing tanaman hias diambil 50 individu kutu sejenis. Sampel kutu yang diperoleh dari lapang dimasukkan dalam alkohol 70% untuk digunakan pada pengujian selanjutnya. Preparat slide dibuat untuk serangga uji dengan menggunakan larutan lactophenol-cotton blue. Stadia cendawan yang teridentifikasi adalah hyphal bodies, primary conidia, secondary conidia,

saprophytic fungi. Infeksi kutuputih dan kutukapuk sangat berbeda, kutukapuk pada tanaman puring sendok, melati dan kuping gajah tidak terinfeksi oleh cendawan Entomophthorales sedangkan kutuputih pada tanaman puring norma kuning, aspar dan agav memiliki tingkat infeksi yang tinggi.

Kata kunci: kutuputih, kutu kapuk, tanaman hias, Cendawan Entomophthorales

ABSTRACT

FILDZAH JAMALINA. Exploration of Entomophthorales fungus for some Mealybug and Ground pearls species on Several Ornamental Plants in Bogor and Cianjur. Under Supervision RULY ANWAR.

(6)

species of mealybugs and ground pearls. The insects were sampled from September 2012 until February 2013, at the Village Babakan raya (District Darmaga) and Cibeber District, Cianjur. There were five sampled ornamental plants. Fifty insects were sampled from each plant. The samples were preserved in 30 ml screw cup vials filled with 70% alcohol. These were later processed in the laboratory to confirm presence of entomophthorealan fungus. Microscope slide squash mounts in lactophenol cotton blue were made for the insects on each plant. Each insect was examined with a microscope to determine if secondary conidia, hyphal bodies, conidiophores, primary conidia, and resting spores were present. Developmental stages of the fungus founded were hyphal bodies, primary conidia, secondary conidia, and saprophytic fungi. The fungus infection in mealybug and ground pearls was very different. There was no fungus infection on the ground pearls scoop in ornamental plant, jasmine and anthurium. The entomophthoralean fungus occurred on mealybug in the garden croton, Aspar and Agave with high levels of fungus infection.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Petanian

pada

Departemen Ptoteksi Tanaman

EKSPLORASI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA

BEBERAPA SPESIES KUTUPUTIH DAN KUTUKAPUK PADA

BERBAGAI TANAMAN HIAS DI BOGOR DAN CIANJUR

FILDZAH JAMALINA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Eksplorasi Cendawan Entomophthorales pada Beberapa Spesies Kutuputih dan Kutukapuk pada Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur.

Nama : Fildzah Jamalina NIM : A34080059

Disetujui oleh

Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul: “Eksplorasi Cendawan Entomophthorales pada Beberapa Spesies Kutuputih dan Kutukapuk pada Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur”. Penelitian ini akan dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Maret 2013.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan sejak awal sampai akhir penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. sebagai Kepala Laboratorium Patologi Serangga dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si. sebagai dosen penguji tamu.

Terimakasih penulis ucapkan kepada ayahanda Drs. Jamaludin, ibunda Nunung Rohaeti dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk kelancaran peneliti dan kasih sayangnya.Terimakasih tidak lupa juga peneliti ucapkan kepada sahabat M Yasin Farid SP., Yuke Nur Aprilianti SP., Arif Marwanto. SP, Novita Hidayat, Maharani Rahman, SP, Maeni Rahmawati dan Rado Puji Santoso, SP yang selalu memberikan motivasi dan semangat. Rekan kerja di Laboratorium Patologi Serangga, Prasasti Dwi Phrameswani, SP., Sherly Vonia Ismy, SP., yang telah banyak membantu dalam penelitian dan memberikan dukungan semangat dalam mengerjakan penelitian.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan agar dapat menyempurnakan skipsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Maret 2013

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Lokasi Pengamatan 4

Gambaran Umum Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur 4

Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih 6

Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutukapuk 8

Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis pada Kutuputih 8

Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih 9

Infeksi Cendawan Entomophtorales pada Kutuputih dan Kutukapuk pada

Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur 11

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(15)
(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Kutukapuk dan kutuputih yang menyerang tanaman hias 5 2 Tanaman hias yang terserang kutuputih dan kutukapuk di Bogor dan

Cianjur 6

3 Fase cendawan Entomophthorales pada kutuputih 7 4 Makroskopis dan mikroskopis kutuputih pada tanaman puring norma

kuning, aspar dan agavError! Bookmark not defined. 8 5 Cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuputih pada

tanaman puring norma kuning, aspar, dan agav di Bogor 10 6 Proporsi fase cendawan yang menginfeksi kutuputih pada tanaman

puring norma kuning, aspar dan agaError! Bookmark not defined. 13

DAFTAR LAMPIRAN

1

Jumlah fase cendawan Entomophthorales yang kutuputih dan

kutukapuk 17

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman hias merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki keindahan serta daya tarik tertentu. Tanaman hias yang termasuk salah satu komoditaas yang mengandung arti ekonomi tinggi tersebut, seringkali digunakan untuk keperluan hiasan, baik di dalam maupun di luar ruangan. Tanaman hias dapat diusahakan menjadi suatu usaha yang menjanjikan keuntungan yang besar (Kusumah 1998). Di Indonesia, tanaman hias telah melengkapi bahkan memenuhi salah satu fungsi pekarangan, yaitu fungsi estetika, di samping fungsi lain pekarangan seperti sosial, produksi, subsistem, produksi komersial dan pengawetan tanah dan air (Naiola 1996).

Tanaman hias yang memiliki keindahan dan daya tarik memberikan peran dan manfaat bagi kehidupan manusia. Tanaman hias dapat memberikan kesejukan dan kenyamanan karena mampu menurunkan suhu udara serta memproduksi oksigen yang diperlukan mahluk hidup untuk bernafas. Fungsi tanaman hias lainnya meliputi keindahan, stabilisator atau pemelihara lingkungan, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, ekonomi dan sosial, serta fungsi sebagai tanaman obat (Krisantini, 2007).

Tanaman hias yang memiliki penampilan cantik, unik, dan menarik dengan kualitas yang prima senantiasa di tuntut oleh konsumen. Namun, upaya memenuhi keinginan konsumen tersebut seringkali menghadapi berbagai masalah, terutama organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti serangga hama, cendawan, jamur, bakteri, virus, dan nematoda. Hama dan penyakit dapat merusak tanaman secara langsung dan mengganggu penampilan tanaman sehingga kualitasnya menurun atau bahkan tidak layak jual (Balai Penelitian Tanaman Hias tahun 2009).

Salah satu serangga hama yang menjadi masalah pada pertanaman hias adalah serangga kutu-kutuan. Selain secara langsung menyerang tanaman, beberapa jenis kutu tanaman dapat berperan sebagai vektor virus dan dapat juga secara langsung menimbulkan klorosis (Williams & Willink 1992). Kutuputih (Pseudococcidae) merupakan salah satu ordo serangga hama yang mempunyai kisaran inang yang luas (polifag). Beberapa diantaranya berukuran cukup besar, panjangnya dapat mencapai 4 mm dan merupakan hama tanaman hias dan buah-buahan. Serangga tersebut dinamai kutuputih karena terdapat serbuk lilin warna putih yang menyelubunngi seluruh tubuhnya. Serbuk lilin itu melindunginya dari serangan predator. Serangga ini menyukai bagian tanaman di sekitar buku-buku batang dan permukaan daun muda (Widodo dan Sutiyoso 2008).

(19)

2

Salah satu musuh alami dari serangga hama adalah cendawan entomopato-gen. Kelompok cendawan Hyphomycetes merupakan entomopatogen yang paling dieksploitasi secara komersial untuk tujuan pengendalian biologis pada hama tanaman. Selain itu, salah satu kelompok cendawan lain, yaitu Entomophthorales dilaporkan menyebakan epizootik pada beberapa serangga, terutama serangga menusuk menghisap (Hajek & Leger1994).

Cendawan entomophthorales merupakan salah satu golongan entomopato-gen yang berperan sebagai musuh alami pada serangga dan tungau. Beberapa penelitian melaporkan bahwa cendawan entomophthorales telah menginfeksi

Paracoccus marginatus di wilayah bogor, Jawa Barat. Nurhayati dan Anwar (2012) melaporkan bahwa genus Neozygites telah menginfeksi P. marginatus

pada tanaman singkong di Wilayah Kecamatan Rancabungur dan Bubulak, Bogor, Jawa Barat. Menurut Ismy (2012), cendawan Entomophthorales genus Neozygites

dari famili Naeozygitaceae telah menginfeksi Phenacoccus manihoti di Desa Sukaraja Kaum dan Desa Kebon Awi. Keller (1997) menemukan Neozygites fumosa (Zygomycetes: Entomophthorales) menginfeksi kutuputih singkong,

Phenacoccus herreni (Hemiptera : Pseudococcidae) di Brazil. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengeksplorasi dan menghitung tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada beberapa spesies kutu-kutuan (Pesodococcidae dan Margarodidae) pada berbagai tanaman hias di Daerah Bogor dan Cianjur.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memberikan informasi tentang cendawan Entomophthorales dapat dijadikan sebagai pengendalian hayati pada beberapa hama tanaman.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2012 sampai Februari 2013. Pengambilan sampel kutu dari berbagai tanaman hias dilakukan di Bogor, yaitu Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor dan di Desa Cisalak, Ke-camatan Cibeber, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Identifikasi cendawan Ento-mophthorales dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

.

Bahan dan Alat

(20)

3 gunting, pipet tetes, tisu, kertas label, preparat slide beserta kaca penutup, botol bervolume 30 ml, dan mikroskop cahaya.

Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutu

Sampel diambil pada beberapa tanaman hias dilakukan dengan cara memo-tong bagian tanaman yang terserang kutu. Sampel kemudian dimasukkan kedalam botol bervolume 30 ml yang telah berisi alkohol 70%. Pengambilan sampel dilakukan 1 kali dalam seminggu sebanyak 5 kali pengamatan pada tanaman yang sama. Jumlah kutu yang diambil sebanyak 50-100 kutu per botol. Kutu yang berbeda jenis pada tanaman hias yang sama disimpan dalam botol yang berbeda untuk mempermudah pengamatan.

Pembuatan Preparat

Sampel kutu yang telah diperoleh dari lapang dibawa ke Laboratorium Patologi Serangga kemudian dibuat preparat slide. Sepuluh ekor kutu per preparat yang ditata secara diagonal dengan ukuran kutu yang relatif sama dan sejenis sedangkan kutu (Margarodidae) dibuat preparat slide berjumlah 4 kutu ditata secara sejajar. Pembuatan preparat kutu dilakukan dengan menggunakan pewarna

lactophenol-cotton blue. Setelah itu ditutup menggunakan kaca penutup secara perlahan-lahan dengan sedikit menekan tubuh kutu untuk mempermudah pengamatan. Preparat yang dibuat diolesi dengan menggunakan pewarna kuku bening pada bagian pinggir kaca penutup agar preparat tidak mudah rusak. Preparat kemudian diberi label yang berisi lokasi pengambilan tanaman sampel, tanggal pengambilan sampel, dan waktu pengambilan sampel (hujan atau kemarau).

Identifikasi Fase Cendawan Entomophthorales

Preparat kutu diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk mengidentifikasi stadia cendawan Entomophthorales pada perbesaran 400 kali. Kutu yang diidentifikasi diklasifikasikan ke dalam enam kategori (Steinkraus etal. 1995), yaitu serangga sehat, terserang secondary conidia (tungkai, antena, tubuh kutu putih), hypal bodies, konidiofor dan primary conidia, resting spores, dan

saprophytic fungi.

Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales

Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutu dihitung menggu-nakan rumus :

(21)

4 Klimatologi Darmaga, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), temperatur rata-rata di Kecamatan Darmaga pada bulan september 26oC dan bulan Oktober 26.3oC. Kelembaban rata-rata pada bulan September adalah 76% dan bulan Oktober 81%. Curah hujan pada bulan September adalah 270.5 mm/hari dan Oktober 540 mm/hari. Rata-rata curah hujan di Cianjur pada bulan September adalah 260.5 mm/hari sedangkan pada Oktober adalah 130.5 mm/hari.

Gambaran Umum Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur

Pengambilan sampel kutuputih dan kutukapuk diambil dari tempat yang berbeda. Kutuputih yang didapat berasal dari Tanaman hias yang terdapat di Bogor yaitu jenis tanaman puring norma kuning (Codiaeum variegatum), aspar (Furcraea foetida L. Haw var. mediopicta) dan agav (Agave americana L var.

Marginata aurea), sedangkan sampel kutukapuk berasal dari tanaman hias yang terdapat di Cianjur yaitu tanaman puring sendok (Codiaeum variegatum), melati (Jasminum sambac) dan kuping gajah(Anthurium crystallinum). Tanaman hias yang terdapat di Cianjur ditanam didepan pekarangan rumah warga, untuk tanaman yang terdapat di bogor yaitu agav dan aspar ditanam sebagai penghias taman. Tanaman puring yang terdapat di Bogor ditanam dipinggir jalan dengan populasi tanaman cukup banyak.

Hasil identifikasi yang dilakukan berdasarkan Sartiami et al. (2011), spesies kutuputih yang diperoleh dari lapang yang menyerang pada tanaman puring norma kuning yaitu spesies Planacoccus minor, sedangkan pada tanaman agav dan aspar yaitu spesies Dymicoccus neobrevipes. Spesies kutukapuk yang didapat pada tanaman melati dan kuping gajah yaitu spesies Icerya seychellarum, sedangkan pada tanaman puring sendok yaitu Icerya aegyptiaca (Gambar 1).

Populasi kutuputih pada tanaman yang terdapat di Bogor cukup tinggi baik pada puring norma kuning, aspar maupun agav, terlihat bahwa gejala yang ditimbulkan cukup parah (Gambar 2a, 2b, 2c). Daun pada tanaman puring yang terserang kutuputih berwarna coklat dan layu, begitupun pada tanaman aspar dan agav. Menurut Widodo dan Sutiyoso (2008), gejala yang ditimbulkan oleh kutuputih menyebabkan tunas baru gagal tumbuh, daun tua menguning dan layu, akar menjadi kurus dengan permukaan mengempis. Tanaman menguning layu kehitaman. Daun menguning layu dan rontok.

(22)

5

Gambar 1 Kutukapuk dan kutuputih yang menyerang tanaman hias (a) puring sendok (Icerya aegyptiaca) , (b) kuping gajah (Icerya seychellarum), (c) melati (Icerya seychellarum), (d) agav (Dymicoccus neobrevipes), (e) puring norma kuning (Planacoccus minor), (f) aspar (Dymicoccus neobrevipes)

(23)

6

Gambar 2 Tanaman hias yang terserang kutuputih dan kutukapuk di Bogor dan Cianjur (a) daun agav berwarna coklat dan layu, (b) pinggir daun berwarna coklat pada tanaman aspar (c) daun berwarna coklat, layu dan kutuputih menyerang batang pada tanaman puring norma kuning, (d) bercak coklat pada batang melati, (e) bercak coklat pada kuping gajah, (f) bercak coklat pada puring sendok

Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih

Eksplorasi cendawan Entomophthorales pada kutuputih diamati dari 90 preparat (600 kutuputih) pada tanaman puring norma kuning, agav, dan aspar. Hasil pengamatan mikroskopis, fase cendawan yang ditemukan menginfeksi adalah konidia sekunder, konidia primer, badan hifa, dan cendawan saprofit.

(24)

7

Gambar 3 Stadia cendawan Entomophthorales pada kutuputih (a) badan hifa berbentuk bulat, (b) konidia sekunder pada tungkai, (c) konidia primer didekat tungkai, (d) cendawan saprofitik

Konidia primer ditemukan pada tubuh kutuputih yang masih utuh. Konidia primer berbentuk oval menyerupai buah pir dan memiliki papilla (Gambar 3c). Konidia terbentuk secara aktif dari bagian ujung konidiofor atau kapilokonidia (Keller 2007). Konidia primer dihasilkan pada konidiofor tidak bercabang mengandung dua atau lebih nukleus, sedangkan yang dihasilkan pada konidiofor bercabang mengandung satu nukleus. Badan hifa merupakan fase yang hampir ditemukan disemua contoh kutuputih yang terinfeksi. Fase ini merupakan perkembangan vegetatif. Badan hifa berkembang dari protoplas dan merupakan proses awal yang terjadi pada inang yang terinfeksi (Keller 2007). Bentuk yang spesifik menjadikan badan hifa sebagai suatu ciri penting dalam penggolongan cendawan (Keller 1987).

Spora istirahat tidak ditemukan pada kutuputih dari ketiga tanaman contoh. Spora tersebut merupakan struktur dinding berukuran tebal yang berfungsi untuk bertahan hidup pada kondisi yang kurang menguntungkan seperti ketiadaan inang dan lingkungan yang ekstrim. Spora istirahat secara spesifik hanya dapat ditemukan pada Neozygites. Spora ini pada Neozygites berwarna coklat gelap menuju hitam, berbentuk bola atau elips, berstruktur halus, dan mempunyai dua asam nukleat. Spora istirahat tidak cepat menyebar (Keller 1987).

(25)

8

cendawan Entomophthorales adalah cendawan Saprofitik (Gamar 2d). Cendawan saprofitik akan muncul setelah serangga mati atau buduk (Keller 1987).

FaseCendawan Entomophthorales pada Kutukapuk

Eksplorasi cendawan Entomophthorales pada kutukapuk diamati dari 90 preparat (600 kutukapuk) pada tanaman puring, melati, dan kuping gajah. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukan bahwa tidak ada kutukapuk yang terinfeksi cendawan Entomophthorales. Sebelumnya belum ada penelitian yang menya-takan bahwa cendawan Entomophthorales menginfeksi kutukapuk (Famili Margarodidae).

Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis pada Kutuputih

(26)

9 Pengamatan dilakukan secara makroskopis yaitu dengan cara mengklasifikasikan kutuputih sesuai dengan warna tubuhnya, warna tubuh serangga yang ditemukan yaitu hitam, coklat dan putih. Tubuh kutuputih yang berwarna hitam dan sudah mati menunjukan adanya infeksi cendawan Entomophthorales. Hal tersebut terlihat pada saat pengamatan mikroskopis. Fase cendawan yang ditemukan adalah konidia primer dan konidiofor (Gambar 4e, 4f). Badan kutuputih yang berwarna coklatpun terlihat terinfeksi oleh cendawan Ento-mophthorales, karena pada saat pengamatan secara mikroskopis terlihat bahwa seluruh tubuh kutuputih dipenuhi oleh konidia primer (Gambar 4b, 4c). Se-dangkan tubuh kutuputih berwarna putih terlihat tidak terinfeksi cendawan Entomophthorales (Gambar 4h). Cendawan saprofit dapat menginfeksi kutuputih yang telah mati akibat infeksi cendawan Entomphthorales. Cendawan saprofit akan berkembang pada tubuh serangga yag sudah mati dan mendapat sumber makanan dari serangga yang sudah mati tersebut.

Konidia merupakan struktur yang berperan dalam proses infeksi. Puluhan ribu konidia dapat diproduksi dari satu tubuh inang (Pell et al. 2001). Pada kondisi yang tidak menguntungkan atau saat populasi inang rendah, cendawan dapat bertahan lama dengan membentuk fase spora istirahat yang dapat bertahan di permukaan tanah. Spora istirahat memiliki struktur yang kuat dengan dindingsel ganda.

Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih

Eksplorasi cendawan Entomophthorales pada kutuputih diamati dari 60 preparat (900 kutuputih) pada tiga macam tanaman hias puring agav, dan aspar. Pengamatan fase cendawan yang menginfeksi kutuputih dibagi menjadi 5 kategori menurut klasifikasi yang dilaporkan Steinkraus et al. (1995), yaitu, secondary conidia (konidia sekunder), hyphal bodies (badan hifa), primary conidia (konidia primer), resting spores (spora istirahat), dan kategori saprophytic fungi (cendawan saprofit) serta serangga sehat. Berdasarkan pengamatan preparat sampel kutuputih pada ketiga jenis tanaman tersebut, fase cendawan yang ditemukan adalah

secondary conidia, hyphal bodies, primary conidia, dan saprophytic fungi.

Konidia primer yang ditemukan pada kutuputih di tanaman puring, aspar, dan agav berbentuk oval menyerupai buah pir (Gambar 5b). Konidia primer tersebut ditemukan pada kutuputih yang utuh dan yang telah rusak. Konidia sekunder tidak ditemukan pada semua sampel kutuputih yang diamati hanya ditemukan pada kutuputih yang menyerang tanaman puring dan aspar. Konidia sekunder terlihat menyerupai biji almond (Gambar 5c). Konidia tersebut bersifat infektif dan mampu berkecambah dan menembus tubuh seranga. Badan hifa hampir ditemukan pada semua sempel kutuputih bentuk tidak rata (Gambar 5a), berjumlah banyak yang mengisi seluruh bagian tubuh kutuputih. Cendawan saprofitik ditemukan pada sempel kutuputih yang menyerang tanaman aspar dan agav (Gambar 5d). Cendawan saprofitik akan muncul setelah serangga mati (Keller 1987).

Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan di atas, cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuputih yang menyerang ketiga tanaman hias tersebut termasuk dalam genus Neozygites, famili Neozygitaceae. Cendawan genus

(27)

10

diperpanjang dengan papila diujungnya. Dengan hyphal bodies berbentuk bola atau berbentuk tidak rata, secondary konidia berbentuk menyerupai biji almond,

Gambar 5 Cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuputih pada tanaman puring norma kuning, aspar, dan agav di Bogor (a) badan hifa yang berbentuk bulat, (b) konidia primer, (c) konidia sekunder pada tungkai, (d) cendawan saprofitik, (e) konidia cendawan saprofitik seperti bulan sabit, (f) konidia cendawan saprofitik

sedangkan primary conidia berbentuk seperti bulat telur dan memiliki papila serta capilliconidia dapat terbentuk secara pasif dari kapiler konidiofor (Humber & Steinkraus 1998). Cendawan Neozygites fumosa merupakan patogen pada beberapa kutuputih dari family Pseudococcidae (Keller 2007).

Cendawan famili Neozygitaceae mampu menghasilkan 3000 konidia primer per individu inang dalam waktu 3-4 hari siap menginfeksi inang. Cendawan ini hanya memerlukan waktu 3 hari untuk menginfeksi inangnya kemudian ber-sporulasi. Selain kemampuan berkembang yang pesat dan dapat menghasilkan konidia dalam jumlah yang sangat banyak, cendawan dari famili Neozygitaceae juga mampu menginfeksi hampir semua stadia serangga inang kecuali telur. Hal ini berbeda dengan cendawan dari ordo Entomophthorales lainnya yang umumnya hanya menginfeksi inang pada stadia imago (Pell et al. 2001). Sebagai cendawan obligat, patogen akan memanfaatkan semaksimal mungkin sumberdaya yang ada pada serangga inang sampai serangga mati. Setelah serangga mati cendawan akan bersporulasi kemudian menginfeksi serangga sehat lainnya.

(28)

11 melaporkan bahwa, cendawan Entomophthorales genus Neozygites telah meng-infeksi P. manihoti di Desa Sukaraja Kaum dan Desa Kebon Awi. Fase cendawan yang ditemukan adalah konidia sekunder, konidia primer, badan hifa, dan cendawan saprofitik. Menurut Nurhayati dan Anwar (2012), genus Neozygites

telah menginfeksi P. marginatus pada tanaman singkong di Wilayah Kecamatan Rancabungur dan Bubulak, Bogor, Jawa Barat.

Speare (1922 dalam Delalibera et al. 1997) melaporkan bahwa N. fumosa

menginfeksi Planococcus citri (Risso) (Hemiptera: Pseudococcidae) yang meru-pakan hama pada tanaman jeruk di Florida dan Ficus di Lousiana. N. fumosa juga telah dilaporkan menginfeksi Phenacoccus sp. pada tanaman Hibiscus di Lousiana dan dilaporkan juga dapat menginfeksi Phenacoccus manihoti pada tanaman singkong di Kongo (Le Rü et al. 1985 dalam Delalibera et al. 1997).

Infeksi Cendawan Entomophtorales pada Kutuputih dan Kutukapuk pada Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur

Presentase badan hifa pada kutuputih di tanaman puring norma kuning sebanyak 5% pada pengamatan 17, 24, 31 Oktober 2012. Fase konidia primer yang paling tinggi ditemukan pada tanggal 17/10/2012 (43.33%) dan terdapat konidia sekunder (3.33%) pada tanggal 31/10/2012. Fase badan hifa pada kutu-putih di tanaman aspar terlihat pada 5 kali pengamatan. Fase badan hifa paling tinggi ditemukan pada tanggal 31/10/2012 (68.33%). Persentase yang cukup tinggi ini diduga adanya faktor pengaruh lingkungan. Menurut BMKG 2012, kelembaban rata-rata di daerah Darmaga Bogor bulan Oktober sekitar 81% dengan suhu rata-rata 26oC. Di Afrika Barat, kondisi kelembaban relatif 90% untuk minimal 5 jam per hari dan suhu 20oC paling menguntungkan untuk pengembangan N. Fumosa (Le Ru dan Izequel 1990). Cendawan Entomoph-thorales memiliki inang yang lebih spesifik dan berpotensi dalam membatasi tingkat infeksi serangga hama seperti musuh alami lainnya. Infeksi konidia primer dan sekunder tidak ditemukan pada kutuputih di tanaman agav, tetapi infeksi cendawan saprofitik ditemukan pada tanggal 31/10/2012 sebesar 3.33%.

Populasi kutuputih dan kutuputih di kedua tempat pada berbagai jenis tana-man tidak dihitung, pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 50 jenis kutuputih dan kutukapuk selama 5 kali pengamatan. Metode tersebut dilakukan karena hanya ingin mencari informasi mengenai keberadaan cendawan Ento-mophthorales yang menginfeksi kutuputih dan kutukapuk pada tanaman hias di Bogor dan Cianjur.

(29)

menye-12

babkan menurunnya infeksi cendawan tersebut pada kutuputih di tanaman aspar dan agav. Konidia primer dan konidia sekunder hanya ditemukan pada tanggal 31/10/2012 berturut-turut (3.33%) dan (1.67%). Infeksi cendawan sekunder dite-mukan pada tanggal 3/10/2012 sebesar 1.67%.

Proporsi Cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuputih di dominasi oleh fase badan hifa (Gambar 6), sedangkan pada kutukapuk berbanding terbalik, tidak ada kutukapuk yang terinfeksi oleh cendawan Entomophthorales. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Keller dan Wegensteiner (2007) terhadap cendawan Entomophthorales menunjukkan bahwa 176 spesiesnya menyerang serangga. Sembilan spesies diketahui bersifat patogenik pada Arachnida, 7 spesies ditemukan pada Acari dan 2 spesies pada Phalangiidae. Sebagian besar spesies (34% atau sekitar 68 spesies) ditemukan pada Diptera dan 23% pada Homoptera, dan kurang dari 10% ditemukan pada inang lainnya, seperti spesies yang menyerang Trichoptera, Collembola, Dictyoptera (Blattaria) dan Rhaphidoptera a. Puring norma kuning

(30)

13 c. Agav

Gambar 6 Proporsi fase cendawan yang menginfeksi kutuputih pada tanaman puring norma kuning, aspar dan agav

Rata-rata infeksi kutuputih dan kutukapuk sangat berbeda, pada kutukapuk tidak ada kutu yang terinfeksi oleh cendawan Entomophtholares. Hal ini diduga kutukapuk tidak cocok sebagai inang dari cendawan Entomophthorales. Berbeda dengan rata-rata infeksi kutuputih, terlihat bahwa kutuputih yang terinfeksi sudah ditemukan dari awal pengamatan pada tanaman aspar dan agav, sedangkan pada puring norma kuning infeksi ditemukan pada pengamatan ke-3 (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata infeksi cendawan Entomophthorales terhadap kutuputih dan kutukapuk pada beberapa jenis tanaman hias di Bogor dan Cianjur

a

Puring sendok, bPuring norma kuning

Rata-rata infeksi kutuputih yang paling tinggi dari ketiga tanaman tersebut yaitu terdapat pada tanaman aspar (Tabel 1). Hal ini diduga karena kutuputih yang terdapat pada tanaman aspar mendapatkan nutrisi cukup baik dari inangnya, sehingga cendawan Entomophthorales semaksimal mungkin memanfaatkan sum-Waktu

pengamatan

Tanaman

Kutukapuk Kutuputih

Puringa Melati Kuping

gajah Puring

b

Aspar Agav

1 0 0 0 0 76.67 43

2 0 0 0 0 78.33 36.67

3 0 0 0 62 76.67 13.33

4 0 0 0 48 81.67 61.67

5 0 0 0 51.67 65 71.67

(31)

14

berdaya yang ada pada serangga inang tersebut. Perbedaan kandungan senyawa kimia pada tanaman diduga dapat mempengaruhi perilaku makan serangga dan perilaku kopulasi serta tingkat reproduksinya. Kelimpahan populasi yang tinggi menyebabkan infeksi cendawan Entomophthorales lebih tinggi. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi kutuputih yang lebih tinggi terdapat pada tanaman agav dibandingkan populasi pada tanaman aspar, namun tidak diiukuti oleh tingginya tingkat infeksi (Tabel 1). Walaupun, populasi pada kutuputih tidak dihitung tetapi pada saat pengamatan pengambilan sampel pada minggu terakhir terlihat bahwa populasi kutuputih pada tanaman agav masih cukup banyak dibandingkan pada tanaman aspar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hanya kutuputih pada tanaman puring norma kuning, aspar dan agav yang terinfeksi oleh cendawan Entomophthorales dengan tingkat infeksi yang tinggi. Tingkat infeksi kutuputih paling tinggi terjadi di tanaman aspar. Cendawan yang menginfeksi kutuputih di Bogor adalah Neozygites fumosa. Serangga yang terinfeksi cendawan Entomophthorales mengalami perubahan warna hitam, kelabu atau coklat. Stadia cendawan yang ditemukan adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder, cendawan saprofitik.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada musim kemarau untuk menemukan fase resting spores pada cendawan Entomophthorales. Penelitian lebih lanjut terhadap kutukapuk untuk mengetahui penyebab kenapa tidak adanya infeksi cendawan Entomophthorales.

DAFTAR PUSTAKA

[BPTH] Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Biopestisida pengendalian hama dan penyakit. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 3(3):6-8. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation:

Division of Entomology. 1991. The Insects of Australia. Volume 1. Canberra (AU): Melbourne University Press.

Delibera Jr, Humber R, Bento JMS, De Matos AP. 1997. First record of the entomopathogenic fungus Neozygites fumosa on cassava mealybag

Phenacoccus herreni. Journal of Invertebrate Pathology 69:279-278.

(32)

15 Ismy SV. 2012. Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuputih (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman singkong di wilayah Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven, LG.E. 1981. The Pets of Crops in Indonesia, Jakarta : Ichtiar Baru. Keller S. 1987. Obsevations on the overwintering of Enthomophtora

planchoniana. Journal of Invertebrate Pathology. 50(3):333-335.

Keller S. 1997. The genus Neozygites (Zygomycetes, Entomophthorales) with special reference to spesies found in tropical regions. Sydowia 49:118-146. Keller S. 2007. Fungal struktur and biology.Di dalam: Keller S, editor.

Arthropod-pathogenic Entomophthorales: Biology, Ecology, Identification. Brussels (BE): COST Office. hlm 27-54.

Keller S, Wegensteiner R. 2007. Introduction. In: Keller S (Ed.), Anthropod-patogenicEntomphthorales: Biology, Ecology,Indentification. pp. 1-6. Brussels: COST Office.

Krisantini. 2007. Galeri Tanaman Hias Bunga. Jakarta (ID): Penerbit Penebar Swadaya.

Kusumah E. 1998. Referensi konsumen dan nilai komersial varietas baru mawar. Di dalam: Kusumah E, Komar D, editor. Balai Penelitian Tanaman Hias,

Risalah Seminar Nasional Tanaman Hias. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Jakarta (ID). hlm 172-179.

Le Ru, B. Iziquel, Y. 1990. [New observationson theepizootiologyof Neozygites fumosainpopulationsofthecassava mealybug Phenacoccus manihoti.]Nouvelles donnees sur le deroulement de la mycose a Neozygites fumosa sur la cochenille du manioc Phenacoccus manihoti(In French). Entomaphaga35(2): 173-183.

Naiolo BP. 1996. Potensi tanaman hias di pedesaan dan kemungkinan pekarangan Desa sebagai sumber materi penunjang agribisnis tanaman hias. Di dalam: Nailo BP, Danimihardjo S, editor. Puslitbang Biologi-LIPI, Prosiding Seminar Tanaman Hias [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID). hlm 96-100; [diunduh 2013 Mar 17]. Tersedia pada:

http://pustaka.litbang.deptan. go.id/ publikasi/ wr313094.pdf

Nurhayati A, R Anwar. 2012. Prevalensi cendawan entomopatogenik, Neozygites fumosa (Speare) Remaudie’re & Keller (Zygomycetes: Entomophthorales)

pada populasi kutuputih, Paracoccus marginatus Williams and Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) di wilayah Bogor. Jurnal Entomologi Indonesia (92-2): 71-80

Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, ecology and pest management potential of Entomophthorales. In; Butt TM, C Jackson CW, Magan N (eds.), Fungi as biocontrol Agents:Progress, Problems and Potential. Pp. 71-153. Waliingford (GB). CABI Publishing.

Speare, A. T. (1922). Natural control of the citrus mealybug in Florida. USDABull. 1117.

(33)

16

Sosromarsono S, Wardojo S, Adisoemarto S, Suhardjono YR. 2007. Nama Umum Serangga. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia.

Steinkraus DC, Geden JG, Ruzt DA. 1995. Prevalence of Entomophthorales muscae (Cohn) Fresenius (Zygomycetes: Entomophthoraceae) in house flies (Diptera: Muscidae) on diary farms in New York and induction of epizootics. Biologycal Control 3:93-100.

Steyenoff JL. 2001

.

Plant washing as a pest management technique for countol of aphid (Homoptera: Aphididae). Journal of Economic Entomology 94:1492-1499.

Widodo, Sutioso Y. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Volume ke-9. Bogor (ID): Penerbit PT Trubus Swadaya.

Williams DJ, Watson W. 1990. The Scale Insects of the Tropical South Pacific Region Part 3: The Soft Scale (Coccidae) and Other Families. Wallingford (GB): CAB International Intitute of Entomology.

(34)
(35)
(36)

19 Lampiran 2 Infeksi Cendawan Entomophthorales pada kutuputih

(37)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandung pada 9 Juli 1990 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Drs. Jamaludin dan Nunung Rohaeti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cibeber pada tahun 2008, kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.

Gambar

Gambar 3 Stadia cendawan Entomophthorales pada kutuputih (a) badan hifa
Gambar 4 Makroskopis dan mikroskopis kutuputih pada tanaman puring norma kuning (a) tubuh kutuputih berwarna coklat, (b) konidia primer (c) tubuh kutuputih berwarna putih, (d) serangga sehat, (e) tubuh kutuputih berwarna hitam dan mati (f) konidiofor, (g) konidia primer
Gambar 6  Proporsi fase cendawan yang menginfeksi kutuputih pada tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah seluruh anggota tim yang terlibat adalah 16 orang. Dalam setiap kegiatan yang sifatnya kelompok, seluruh anggota tim diharapkan ikut serta dalam seluruh

Simpulan hasil penelitian motivasi peserta ekstrakurikuler taekwondo di SMA/SMK Negeri se-Kota Kendal tahun 2015 tergolong sedang dengan hasil persentase 73,24% dan

Penelitian ini bertujuan Meningkatkan Motivasi Belajar Tematik Tema Peristiwa Standar Kompetensi Bahasa Indonesia melalui Belajar Kelompok pada Siswa Kelas I SD Negeri

sudah membuatku belajar banyak hal tentang kehidupan dunia maupun akhirat.. Pengaruh Tingkat Pendapatan Dan Latar Belakang Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap

Bagaiamanakah keterampilan anda dalam pembelajaran setelah dilakukan supervisi klinis berbasis kelas oleh Kepala Sekolah SDN Kalirejo

dalam pembelajaran matematika pada materi trigonometri di kelas X.3 SMA Negeri 10 Banjarmasin, kemandirian belajar matematika siswa kelas X.3 sudah mulai meningkat, hal

dilakukan dengan menyusun peringkat nilai total dari NUN dengan bobot 40% dan Nilai Tes Potensi Akademik dengan bobot 60%. 2) Calon peserta didik baru SMPN dari Luar

What are the translation techniques applied in the translation of English novel Coco Simon’s Cupcake Diaries 2: Mia in the Mix into its translation in bahasa Indonesia