I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang
(NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) semata. Pertumbuhan PDB yang tinggi tidak bisa
menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bahkan terkadang peningkatan
PDB hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Tetapi keberhasilan
pembangunan ekonomi juga harus disertai dengan menurunnya tingkat
pengangguran, pemerataan distribusi pendapatan antar golongan masyarakat dan
menurunnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengukur kemiskinan
menggunakan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, angka
kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,13 juta orang (0,13 %)
dari 30,02 juta orang penduduk miskin (12,49 % dari total penduduk) pada Maret
2011 menjadi 29,89 juta jiwa (12,36 % dari total penduduk) pada September 2011
dengan garis kemiskinan sebesar Rp 211.726 per kapita perbulan (BPS, 2012).
Hal ini disebabkan adanya peningkatan produksi industri manufaktur mikro dan
kecil pada Triwulan I sebesar 1,26 persen menjadi 2,21 persen pada Triwulan III.
Berdasarkan data BPS jumlah penduduk miskin perdesaan di Provinsi Banten
pada September 2011 mencapai 355.750 jiwa (BPS, 2012). Konsekuensi dari
kemiskinan adalah tidak adanya kesempatan bagi penduduk miskin untuk
mengakses kebutuhan pendidikan, kesehatan, penguasaan teknologi, dan
Di Indonesia Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki
peranan penting terhadap perekonomian nasional terutama sebagai sumber
pertumbuhan kesempatan kerja atau pendapatan dan penanggulangan kemiskinan.
UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 99,40 juta orang pada tahun 2010
atau 99,72 persen tenaga kerja bergerak pada sektor UMKM (Kemenkop, 2011).
UMKM mampu membuktikan ketahanan sebagai landasan perekonomian
Indonesia dengan memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan
kondisi pasar yang cepat baik pada masa krisis ekonomi tahun 1997/1998 maupun
pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan UMKM berlandaskan pada pemberdayaan
ekonomi lokal sehingga tidak terpengaruh dengan adanya krisis.
Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha Tahun 2009 – 2010
Skala Usaha
Tahun 2009 Tahun 2010
Unit Usaha (unit)
Tenaga Kerja (orang)
Unit Usaha (unit)
Tenaga Kerja (orang) Usaha Mikro 52.176.795 90.012.694 53.207.500 93.014.759
Usaha Kecil 546.675 3.521.073 573.601 3.627.164
Usaha Menengah 41.133 2.677.565 42.631 2.759.852
Total UMKM 52.764.603 96.211.332 53.823.732 99.401.775
Usaha Besar 4.677 2.674.671 4.838 2.839.711
Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM 2011
Jumlah unit UMKM pada tahun 2010 mencapai 53,82 juta unit usaha dan
didominasi oleh skala usaha mikro sebesar 98,85 persen yang merupakan usaha
rumah tangga, pedagang kaki lima dan jenis usaha mikro lain yang bersifat
informal. Pada skala usaha mikro inilah paling banyak menyerap tenaga kerja (pro
job) dan mampu menopang peningkatan taraf hidup masyarakat (pro poor).
membantu dalam mengatasi kemiskinan. Namun yang telah memperoleh kredit
dari perbankan hanya sekitar 37,36 persen atau 19,1 juta unit usaha (Kemenkop,
2011). Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan adalah
memberdayakan UMKM melalui akses pembiayaan yang mudah dan tanpa
jaminan. Hal ini karena permasalahan utama yang dihadapi UMKM adalah
permodalan (Kusmuljono, 2009).
Pada awalnya program pembangunan orientasinya tidak bersamaan dengan
program penanggulangan kemiskinan. Tetapi saat ini program-program
pembangunan yang dilakukan pemerintah orientasinya sudah bersamaan dengan
penanggulangan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan Millenium Development Goals
(MDGs) di Indonesia yaitu penanggulangan kemiskinan. Prioritas untuk
mengatasi kemiskinan yaitu dengan memperluas kesempatan kerja melalui
pendekatan pemberdayaan, meningkatkan infrastruktur, dan memperkuat sektor
pertanian. Tindakan khusus yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan
fasilitas kredit untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini dikarenakan permasalahan utama yang
dihadapi UMKM yaitu mengenai kesulitan permodalan. Proses pembangunan
akan berjalan optimal jika berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat dengan
memperhatikan kesetaraan gender. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan
pembangunan milenium (MDGs) di Indonesia yakni mendorong kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan.
Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu Sulawesi.
Perkotaan dan PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Berdasarkan
Kebijakan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2008, PNPM merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mendorong akselerasi penurunan kemiskinan dan
pengangguran yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM bertujuan
meningkatkan kualitas dan kapasitas masyarakat menuju kemandirian dalam
pembangunan dengan pelaksanaannya dari, oleh dan untuk rakyat. Alokasi dana
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM 80 persen bersumber dari APBN
dan 20 persen dari APBD.
PNPM Mandiri Perdesaan merupakan program percepatan
penanggulangan kemiskinan di perdesaan secara terpadu dan berkelanjutan
melalui pemberdayaan masyarakat yang merupakan pengembangan dari Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah berlangsung pada tahun 1998
(PNPM Mandiri Perdesaan, 2007). Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan secara
garis besar terbagi dalam lima jenis kegiatan, yaitu kegiatan infrastruktur,
pendidikan, kesehatan, Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) dan kegiatan
peningkatan kapasitas Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Salah satu program
kegiatan pada PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan fasilitas kredit yang
mudah untuk perkembangan UMKM dengan memfokuskan pada pemberdayaan
Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2011 Periode Desember 2011
Jenis Kegiatan Jumlah Usulan
Sumber Dana Asal Usulan Kegiatan BLM
(Rp.Milyar)
Swadaya (Rp.Milyar)
Campuran (Orang)
Perempuan (Orang)
Infrastruktur 36.892 5.460,66 175,06 23.841 10.839
Pendidikan 2.521 104,71 2,52 579 1.819
Kesehatan 1.074 32,14 1,29 61 965
Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
24.582 960,45 3,46 211 23.206
Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
147 6,41 0,17 20 118
Jumlah Total 65.216 6.564,39 182,51 24.712 36.947
Sumber : PNPM Mandiri Perdesaan 2012
Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) merupakan pinjaman modal
usaha tanpa agunan dalam bentuk perguliran dengan kegiatan pengelolaan
simpanan dan pinjaman melalui pembentukan kelompok perempuan. Kegiatan
SPP mendapatkan alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kedua
terbesar setelah kegiatan infrastruktur yaitu sebesar 960,45 milyar rupiah.
Keharusan individu berkelompok dengan individu yang lainnya dalam
memperoleh pinjaman SPP menyebabkan terciptanya mekanisme kontrol antara
anggota satu dengan anggota lainnya dalam sebuah kelompok. Besarnya pinjaman
disesuaikan dengan permintaan yang diajukan dalam proposal. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan SPP ini tidak boleh hanya kegiatan meminjam, tetapi
didalamnya harus ada kegiatan menabung. Hal ini dikarenakan pada dasarnya SPP
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kaum perempuan. Kontribusi
perempuan sebagai pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) mencapai 60% - 80%
1.2 Perumusan Masalah
Pemerintah Indonesia sudah banyak menjalankan berbagai program dalam
memperkuat pendanaan UMKM melalui pemberian kredit untuk mendorong
perkembangan UMKM. Namun, masih sedikit skim kredit program pemerintah
yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan. Kelompok usaha di
perdesaan pada umumnya merupakan UMKM yang tidak memiliki aset yang
cukup dan memiliki status tidak berbadan hukum. Hal inilah yang menyebabkan
sulitnya UMKM untuk memperoleh akses kredit perbankan. Oleh karena itu,
pemerintah memberikan fasilitas kredit Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang
merupakan kegiatan pengembangan ekonomi PNPM Mandiri Perdesaan. SPP
merupakan pinjaman yang mudah dan tanpa agunan bagi Rumah Tangga Miskin
(RTM) untuk pengembangan usahanya.
SPP memperoleh alokasi dana 25 persen dari total dana BLM dalam
PNPM Mandiri Perdesaan. Alokasi dana SPP di provinsi Banten sebesar 1-3
miliar rupiah per kecamatan dengan jumlah pemanfaat dana SPP tahun anggaran
2010 mencapai 928 ribu orang perempuan dengan sebanyak 711 ribu orang
berasal dari RTM atau sebesar 77 persen. Kabupaten Lebak memperoleh dana
BLM PNPM tahun 2011 sebesar 69 miliar rupiah yang disalurkan pada 27
kecamatan dan 329 desa (PNPM Lebak, 2011). Deputi Bidang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Kemenko Kesra, menyatakan bahwa anggaran
PNPM Mandiri pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 9,9 triliun, mengalami
peningkatan pada tahun 2010 sebesar Rp 12 triliun dan pada tahun 2011
Tabel 1.3 Perkembangan Pembiayaan Mikro Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Provinsi Banten Tahun Anggaran 2008-2009
Periode Alokasi Pinjaman
(Rp.Juta)
Realisasi Pengembalian Persentase (%) Pokok
(Rp.Juta)
Bunga (Rp.Juta)
Desember 2009 116.654,45 65.047,76 13.282,79 88
Maret 2009 63,35 40,64 8,35 87,48
Desember 2008 54,37 33,91 6,96 86,94
Maret 2008 33,57 19,56 4,06 85,76
Sumber : PNPM Mandiri Persesaan 2010
Berdasarkan Tabel 1.3 pembiayaan mikro kegiatan SPP di provinsi Banten
mengalami peningkatan dari periode Maret 2008 hingga Desember 2009. Hal ini
terlihat dari alokasi jumlah pinjaman tiap periode yang mengalami peningkatan.
Selain peningkatan jumlah pinjaman, tingkat pengembalian dana SPP pun
mengalami peningkatan dari 85,76 persen pada periode Maret 2008 menjadi 88
persen pada Desember 2009. Hal ini menunjukkan kelancaran pengembalian
pinjaman bergulir SPP di provinsi Banten tergolong cukup lancar dan terus
meningkat. Pemilihan Kecamatan Cimarga sebagai lokasi penelitian dilandaskan
pada tingkat pengembalian SPP selama kurun waktu 2011 tergolong relatif lancar
yaitu mencapai 90 persen dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di
Kabupaten Lebak. Tingkat pengembalian SPP yang cukup tinggi ini didorong
oleh meningkatnya kesadaran masyarakat khususnya penerima dana pinjaman
SPP.
Peningkatan alokasi jumlah pinjaman dan kelancaran tingkat
pengembalian diharapkan dapat memberikan dampak terhadap perkembangan
UMKM. Skim kredit program pemerintah untuk mendorong perkembangan
UMKM yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan masih relatif sedikit.
masyarakat yang memandang SPP sebagai dana pemberian pemerintah seperti
halnya Bantuan Langsung Tunai (BLT). Oleh karena itu, ada beberapa
permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana keragaan penyaluran pinjaman bergulir program SPP bagi
UMKM di Kecamatan Cimarga ?
2. Bagaimana dampak perguliran dana SPP PNPM Mandiri Perdesaan terhadap
perkembangan UMKM di Kecamatan Cimarga ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi keragaan penyaluran pinjaman bergulir program SPP bagi
UMKM di Kecamatan Cimarga dilihat dari tingkat pengembalian pinjaman.
2. Menganalisis dampak perguliran dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap
perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator omset usaha,
keuntungan dan penyerapan tenaga kerja.
1.4 Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan program Simpan Pinjam Perempuan (SPP), yaitu :
1. Bagi masyarakat khususnya kaum perempuan diharapkan dapat memberikan
pemahaman mengenai manfaat adanya perguliran dana SPP sebagai langkah
2. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijakan untuk
pengembangan atau penyaluran modal program simpan pinjam kelompok
perempuan dalam mengatasi kemiskinan dan perkembangan UMKM.
3. Bagi Fasilitator Desa dapat dijadikan sebagai masukan dalam
memaksimalkan pengelolaan perguliran dana SPP.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mengenai upaya penanggulangan kemiskinan melalui perguliran
dana SPP yang berdampak pada perkembangan UMKM.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji dampak perguliran dana dari pelaksanaan salah
satu program kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu kegiatan Simpan Pinjam
khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Penelitian ini
dilakukan di Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Jumlah
anggota kelompok SPP yang dijadikan sebagai sampel sebanyak 30 orang
berdasarkan proporsi jumlah kelompok pada tiga desa yaitu Desa Margajaya,
Desa Cimarga dan Desa Girimukti. Pemilihan ketiga desa ini berdasarkan
keragaman jenis usaha yang dijalankan sehingga jenis usaha yang ada dapat
terwakili semua. Anggota yang menjadi sampel/responden adalah anggota
kelompok SPP yang menerima dana pinjaman SPP pada dua tahun terakhir yaitu
tahun 2010 dan 2011. Pengkajian dilakukan dengan analisis data menggunakan
analisis regresi linear berganda yaitu persamaan simultan dengan metode Two
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Konsep Kredit
Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.
Secara umum memiliki arti kreditur (pihak yang memiliki modal/dana)
memberikan kepercayaan (kredit/credere) kepada debitur (pihak yang meminjam
dana) untuk mengelola sejumlah dana untuk diputarkan agar dapat menghasilkan.
Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang
(atau penundaan pembayaran) (Suyatno et.al, 2007). Menurut Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan.
Untung (2000) mengatakan bahwa kredit memiliki empat unsur yaitu
kepercayaan, tenggang waktu, tingkat resiko dan objek kredit (uang atau modal).
Kepercayaan berarti pemberi kredit yakin bahwa dana yang diberikan kepada
penerima kredit akan kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan
datang. Kredit dalam perekonomian mempunyai fungsi diantaranya untuk
meningkatkan daya guna uang, meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang,
meningkatkan perkembangan usaha dan meningkatkan pemerataan pendapatan.
Kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu diantaranya dari segi
tujuan penggunaannya dan skala sektor usaha yang dijalani. Berdasarkan tujuan
penggunaannya, kredit dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada perseorangan untuk
2. Kredit produktif, baik kredit investasi maupun kredit modal kerja. Kredit
investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap,
yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin. Sedangkan kredit
modal kerja adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan
dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku,
persediaan produk akhir dalam proses produksi.
3. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif
dan semi produktif).
Berdasarkan besar-kecilnya skala sektor usaha yang dijalani, kredit dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu :
1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha
mikro yang dimiliki dan dijalankan dengan plafon kredit maksimal sebesar
Rp 50 juta.
2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang
digolongkan sebagai pengusaha kecil dengan plafon kredit maksimum
sebesar Rp 500 juta.
3. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha
skala usaha menengah dengan plafon kredit diatas Rp 500 juta sampai
dengan Rp 5 miliar.
4. Kredit usaha besar, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang
asetnya lebih besar daripada pengusaha skala menengah.
2.1.1 Kredit Mikro
Berdasarkan kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah No.
11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 dan No. 4/2/KEP/GBI/2002 Tanggal 22 April
2002, definisi kredit mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha
mikro baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh
penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut BPS yaitu
berdasarkan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, dengan
plafon kredit maksimal Rp 50 juta (Adi, 2007).
Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit
mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil kepada warga miskin
untuk membiayai kegiatan produktif yang dikerjakan sendiri agar menghasilkan
pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan
keluarganya. Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro sebagai
kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan
maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta
per tahun (Ashari, 2006).
Pembiayaan mikro merupakan hal yang penting dalam perkembangan
UMKM khususnya dalam meningkatkan jumlah produksi. UMKM merupakan
jenis skala usaha dengan karakteristik modal yang relatif kecil, sehingga dengan
adanya penambahan modal dari pembiayaan mikro akan menyebabkan
peningkatkan output dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah
penambahan modalnya. Penambahan modal sebesar ΔC dari pembiayaan mikro
akan meningkatkan jumlah output sebesar ΔQ. Dalam istilah ekonomi hal ini
disebut increasing return to scale. Prinsip peningkatan jumlah output yang besar
produksi, seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1. Selain itu dalam ekonomi
terdapat prinsip pengurangan margin laba dari modal (diminishing marginal
return of capital) yaitu perusahaan dengan modal relatif kecil yakni UMKM
seharusnya memperoleh laba yang lebih tinggi pada investasi modal mereka
daripada perusahaan dengan modal besar. Ketika perusahaan menginvestasikan
lebih banyak modal, maka setiap unit tambahan modal akan menghasilkan
tambahan laba yang terus berkurang. UMKM memiliki margin laba yang lebih
besar (MRi) daripada usaha skala besar (MRt) (Kusmuljono, 2009).
Sumber : Kusmuljono (2009)
Gambar 2.1 Dampak Penambahan Modal terhadap Output pada Fungsi Produksi
2.1.2 Teori Permintaan dan Penawaran Kredit
Menurut Stiglitz dalam (Zeller, 2006) credit crunch merupakan suatu
kondisi terjadi penurunan penawaran kredit perbankan akibat menurunnya
keinginan bank dalam menyalurkan kredit pada suku bunga yang berlaku. Hal ini
terlihat dari meningkatnya spread yaitu selisih suku bunga pinjaman dan suku
bunga dana dan semakin sulitnya persyaratan untuk memperoleh kredit. Dalam Capital
MRi Output
MRt MRi : Marginal Return for poorer entrepreneur.
kondisi terparah, credit crunch terjadi dalam bentuk credit rationing yaitu suatu
kondisi nasabah tidak mendapatkan kredit dari bank pada suku bunga berapapun.
Faktor yang menyebabkan penurunan penawaran kredit yaitu menurunnya
tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) dari debitur akibat melemahnya
kondisi keuangan perusahaan. Hal ini menyebabkan debitur dengan tingkat
kelayakan kredit yang sama akan terkena credit rationing yaitu pembatasan
terhadap kredit untuk sektor tertentu (kredit konsumsi) atau kelompok debitur
tertentu (usaha kecil). Selain itu, debitur yang layak memperoleh kredit juga akan
ditolak karena bank tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai data
keuangan calon debitur. Penurunan penawaran kredit mendorong kenaikan suku
bunga pinjaman dan ketatnya persyaratan kredit. Hal ini diakibatkan persoalan
informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur mengenai
tingkat resiko kredit sehingga bank cenderung lebih berhati-hati dalam
menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan pertimbangan utama dalam
memberikan kredit. Meskipun suku bunga kredit tinggi karena adanya penurunan
penawaran kredit, akan tetapi permintaan terhadap kredit tetap tinggi.
Gambar 2.2 Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran Kredit
Suku bunga kredit
Kuantitas Kredit r2
r1
S2
S1
D
2.1.3 Asymmetry Information di Pasar Kredit
Pendekatan new-Keynesian mengemukakan bahwa pada dasarnya pasar
kredit berjalan tidak sempurna (imperfect market) terutama dengan adanya
informasi yang asimetri antar pelaku pasar. Informasi yang asimetri menyebabkan
terjadinya tindakan moral hazard yaitu penggunaan kredit untuk tujuan lain yang
berisiko tinggi. Selain itu juga, timbul persoalan adverse selection yaitu
menurunnya kualitas kelayakan kredit debitur. Gambar 2.3 mengilustrasikan
hubungan antara permintaan dan penawaran kredit. Pada pasar kredit yang
sempurna, dimana tidak adanya informasi yang asimetri maka debitur dapat
memperoleh kredit berapapun yang diperlukan pada suku bunga riil r sehingga
kurva penawaran merupakan garis horizontal r. Pada kondisi ini, keseimbangan
kredit berada pada perpotongan kurva permintaan dan penawaran kredit yaitu K1.
Sumber : Kusmiarso, et.al (2001)
Gambar 2.3 Pasar Kredit dalam Kondisi Informasi yang Asimetri
Dalam kondisi pasar kredit yang tidak sempurna, kebutuhan modal dapat
dipenuhi dari modal sendiri yaitu sebesar F. Akan tetapi ketika kebutuhan modal
S
D Biaya dana (bunga kredit)
Jumlah kredit r + p
r
sudah tidak dapat dipenuhi dari modal sendiri, maka diperlukan tambahan modal
eksternal yang lebih besar (kredit) sehingga kurva S menjadi berslope positif.
Semakin besar modal eksternal yang diperlukan, semakin besar peluang terjadi
moral hazard sehingga premi yang dikenakan makin besar (r + p). dalam kondisi
tersebut, keseimbangan kredit menjadi K2 yang lebih rendah dari kondisi pasar
kredit yang sempurna dimana informasi sempurna antar dua belah pihak (K1).
Apabila permasalahan adverse selection tidak dapat diatasi akibat
informasi yang asimetri atau tidak sempurna, maka bank tidak lagi dapat
membedakan kualitas debitur mengenai kelayakan kredit sehingga kurva
penawaran kredit menjadi condong kebelakang (backward bending) sebelum
memotong kurva permintaan kredit. Hal ini menyebabkan debitur terkena credit
rationing yaitu tidak terjadinya keseimbangan antara permintaan dan penawaran
kredit pada suku bunga yang berlaku.
Sumber : Kusmiarso, et.al (2001)
Gambar 2.4 Credit Rationing dalam Pasar Kredit
Biaya dana (bunga)
Jumlah kredit D
r S
2.1.4 Teori Group Lending
Kredit berbasis kelompok atau dikenal dengan group lending merupakan
pemberian kredit kepada individu-individu yang tergabung dalam sebuah
kelompok sehingga dapat memiliki akses terhadap permodalan dalam sebuah
program. Program yang dilaksanakan biasanya ditujukkan bagi masyarakat miskin
yang tidak memiliki agunan untuk memperoleh kredit. Menurut Zeller dan
Simtowe (2006) kredit berbasis kelompok ini dibuat untuk individu tetapi semua
anggota kelompok bertanggungjawab terhadap pembayaran kredit tersebut (joint
liability lending). Berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab pinjaman bersama
maka setiap anggota yang tidak mengalami kesulitan dapat membantu membayar
anggota lain yang mengalami kegagalan bayar (intra-group asuransi). Ukuran
keberhasilan program pinjaman kelompok dapat dilihat dari tingkat pengembalian.
Manfat positif yang dapat diperoleh jika menggunakan sistem kredit
berbasis kelompok (group lending) dengan skema pembiayaan joint liability
lending diantaranya mengurangi masalah adverse selection, dimana pada saat
pembentukan kelompok memperhatikan mengenai kelayakan kredit sehingga
dapat mencegah kredit yang beresiko tinggi. Selain itu, dapat mengurangi masalah
moral hazard, yaitu masing-masing anggota saling mengawasi dan memantau satu
sama lain untuk memastikan bahwa anggota menggunakan dana kredit untuk
kegiatan produktif sehingga akan menjamin pembayaran kredit. Anggota
diwajibkan untuk saling memantau untuk menjamin akses kredit di masa
mendatang. Apabila terdapat anggota yang tidak bersedia membayar pinjaman
maka anggota lain dapat mengenakan sanksi sosial dan tekanan dari semua
2.1.5 Skim Kredit Program Pemerintah
Keberhasilan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran
pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berdasarkan
Info UMKM dalam website resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id), berbagai skim
kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas
dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya
ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam
skim-skim kredit UMKM ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi
bunga skim kredit tersebut, sedangkan dana kredit/pembiayaan seluruhnya berasal
dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu
pemerintah berperan dalam mempersiapkan UMKM agar dapat dibiayai dengan
skim tersebut, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima
kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan
memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain.
Skim kredit program pemerintah yang terkenal di masyarakat yaitu Kredit
Usaha Rakyat (KUR) yang diperuntukkan bagi UMKM yang layak mendapatkan
fasilitas kredit, namun tidak mempunyai agunan yang cukup untuk persyaratan
kredit perbankan. Tujuan akhir diluncurkan program KUR adalah pengentasan
kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Selain KUR, skim kredit program
pemerintah yang lainnya yaitu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dan
Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Pemerintah juga melakukan program
pembiayaan untuk usaha produktif yaitu Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP)
2.1.6 Konsep Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan alat atau wadah untuk
pemberdayaan potensi rakyat yang berbasis pada kemampuan ekonomi rakyat
dengan pendekatan kebersamaan sebagai bagian integral dalam memperkuat
perekonomian nasional (Adi, 2007). LKM berfungsi sebagai penyedia jasa
keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro. Oleh karena itu keberadaan LKM
menjadi sangat penting sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan permodalan
UMKM dalam mengakses kredit di lembaga formal. LKM merupakan lembaga
yang mampu memenuhi kebutuhan modal UMKM karena mampu menyesuaikan
dengan karakteristik UMKM yang cenderung dianggap tidak bankable oleh sektor
perbankan komersial. Kinerja LKM dapat dilihat dari tiga aspek yang saling
berkaitan yaitu keberlanjutan dari pelaksanaan pemberian kredit yang dilihat
secara jangka panjang, keterjangkauan dan dampak dari keberadaan LKM dengan
melihat dampak dari program yang sedang dijalankan oleh LKM terhadap kualitas
kehidupan masyarakat. (Zeller dan Meyer, 2002).
Secara umum LKM di Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis
berdasarkan sifatnya yaitu LKM formal dan LKM informal. LKM formal terdiri
dari bank dan non bank. LKM informal dikelompokkan menjadi tiga, yaitu LKM
yang dibentuk oleh pemerintah, seperti Badan Kredit Desa (BKD), LKM yang
dibentuk berdasarkan inisiatif masyarakat, seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan LKM pendukung program
pemerintah, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program
Sumber : Adi (2007)
Gambar 2.5 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia
2.2 Konsep Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Sebagian besar dari jumlah UMKM di Indonesia terdapat di perdesaan
sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak pembangunan ekonomi perdesaan
untuk menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pembangunan
antara perkotaan dan perdesaan. Selain itu, UMKM berperan penting dalam
menyerap kelebihan tenaga kerja di perdesaan karena bersifat padat karya. Oleh
karena itu, kemajuan pembangunan ekonomi perdesaan sangat ditentukan oleh
kemajuan pembangunan UMKM. Pemberdayaan UMKM dalam konteks
pembangunan ekonomi kerakyatan tidak terlepas dari peran semua pihak baik
pengusaha, pendamping (fasilitator), pemerintah dan lembaga keuangan (Adi,
2007). Sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia berusaha karena ingin
memperoleh perbaikan penghasilan bukan karena peluang bisnis dan pangsa pasar
yang besar. Hal ini karena tidak adanya kesempatan berkarier di bidang lain. LKM
Formal
Non Formal
Bank
Non Bank
BPR, BRI unit, Mandiri Unit Mikro
KUD, KSP, Perum Pegadaian LKM yang dibentuk
pemerintah, yaitu BKD
Definisi UMKM diatur dalam UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM
menggunakan kriteria nilai kekayaan atau aset bersih tanpa tanah dan bangunan
atau hasil penjualan tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut, usaha mikro
merupakan unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp 50 juta atau
dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta. Usaha kecil dengan nilai
aset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar. Sedangkan usaha
menengah adalah unit usaha dengan nilai aset bersih lebih dari Rp 500 juta hingga
Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan diatas Rp 2,5 miliar hingga Rp
50 miliar. Selain itu, definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
dengan berdasarkan pada kriteria jumlah pekerja. Menurut BPS, Usaha mikro
adalah unit usaha dengan jumlah pekerja tetap hingga 4 orang. Usaha kecil
merupakan unit usaha dengan jumlah pekerja antara 5 hingga 19 pekerja.
Sedangkan usaha menengah mempunyai pekerja dari 20 hingga 99 orang pekerja.
Di Indonesia banyak ragam jenis sektor usaha pada skala UMKM. Secara
garis besar jenis sektor usaha pada UMKM dikelompokkan dalam empat jenis,
yaitu sebagai berikut :
1. Usaha Perdagangan. Meliputi keagenan, pengecer, ekspor/impor, dan
sektor informal.
2. Usaha Pertanian. Meliputi usaha perkebunan, peternakan dan perikanan.
3. Usaha Industri. Meliputi industri makanan/minuman, pertambangan,
pengrajin dan konveksi.
4. Usaha Jasa. Meliputi jasa konsultan, perbengkelan, rumah makan, jasa
2.2.1 Perkembangan UMKM
Di Indonesia UMKM lebih didominasi oleh usaha mikro yang sebagian
besar berlokasi di perdesaan. Kegiatan produksi di usaha mikro khususnya pada
produksi makanan, minuman dan kerajinan relatif mudah dilakukan. Hal ini
karena kebutuhan modal awal yang sedikit, tidak membutuhkan pendidikan
formal yang tinggi, dan tidak memerlukan tempat khusus untuk kegiatan produksi.
Oleh karena itu, kegiatan produksi usaha mikro lebih banyak dilakukan oleh
perempuan. Pendapatan dari kegiatan usaha mikro sangat penting baik sebagai
sumber pendapatan utama maupun sebagai sumber pendapatan tambahan
keluarga. Usaha mikro pada umumnya merupakan unit usaha sendiri tanpa pekerja
(self-employment) atau pemilik usaha melakukan semua pekerjaan sendiri
(Tambunan, 2009).
Sektor UMKM akan dapat berkembang lebih baik apabila tersedianya
sumber permodalan dan pembiayaan yang mudah dijangkau dan adanya
pendampingan untuk pembangunan kapasitas pengusaha (Kusmuljono, 2009).
UMKM yang dapat menghasilkan produk berdaya saing adalah UMKM yang
melakukan suatu strategi inovasi sehingga dapat berkembang dengan pesat. Tetapi
pada umumnya UMKM di Indonesia mempunyai kelemahan dalam penguasaan
teknologi, informasi dan kualitas SDM yang menyebabkan rendahnya
produktivitas UMKM dan menghambat kemampuan berinovasi. Hal ini
disebabkan tingkat pendidikan formal pengusaha yang rendah dan keterbatasan
modal untuk melakukan inovasi. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan formal
pengusaha di UMKM menyebabkan rendahnya tingkat keuntungan rata-rata usaha
UMKM dapat diukur dengan menghitung tingkat produktivitas unit usaha yaitu
rata-rata nilai penjualan atau omset per hari per unit usaha. Nilai omset merupakan
nilai keseluruhan atas barang dan jasa yang diperdagangkan. Unit usaha yang
memiliki nilai omset terus meningkat setiap tahunnya berarti permintaan pasar
terhadap produknya terus meningkat. Ini menunjukkan unit usaha tersebut
berdaya saing tinggi.
2.2.2 Permasalahan UMKM
Bantuan finansial yang dilakukan pemerintah secara langsung dalam
bentuk pemberian skim kredit untuk UMKM dengan diikuti kebijakan publik
yang tepat untuk memperbaiki fasilitas umum dan infrastruktur pada akhirnya
akan mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini karena
UMKM mampu menciptakan kesempatan kerja lebih banyak daripada usaha
besar. UMKM perdesaan memiliki kekuatan dalam menghadapi persaingan
barang impor karena jaringan distribusi yang terjadi antara penjual dan
masyarakat perdesaan (pembeli) dilandasi oleh hubungan sosial yang kuat.
Hambatan yang umum dihadapi UMKM di perdesaan yaitu keterbatasan
modal, kesulitan pemasaran, distribusi, kesulitan pengadaan bahan baku, dan
keterbatasan akses informasi mengenai peluang pasar. Rumitnya persyaratan
kredit dan tingginya suku bunga kredit menjadi penyebab utama kesulitan UMKM
mengakses kredit ke perbankan. Akibatnya modal yang digunakan oleh sebagian
besar UMKM di perdesaan berasal dari uang/tabungan sendiri, bantuan dari
saudara atau dari sumber informal. Keberhasilan pengusaha UMKM dalam
mengelola dana secara efektif belum tentu berhasil mengelola uang dalam skala
jumlah besar karena kesalahan dalam mengalokasikan dana pinjaman. Kredit yang
seharusnya digunakan untuk usaha produktif justru dimanfaatkan untuk keperluan
konsumtif. Hal ini disebabkan rendahnya kemampuan pengusah UMKM dalam
berwirausaha sehingga terjadi kekeliruan alokasi dana pinjaman (Ismawan, 2001).
2.3 Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan merupakan upaya meningkatkan kemampuan
perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi,
politik, sosial dan budaya agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan
rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam
memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep
diri. Salah satu penyebab ketidakberdayaan perempuan adalah ketidakadilan
gender yang mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan UU No. 25/2000 tentang Program
Pembangunan Nasional yang didalamnya termasuk program-program di bidang
pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan. Pembangunan nasional di bidang
pemberdayaan perempuan diwujudkan melalui peningkatan kualitas hidup
perempuan, penggalakkan sosialisasi kesataraan dan keadilan gender dan
penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi perempuan. Berkaitan dengan
program pembangunan untuk perempuan, terdapat tiga program utama yang
dilaksanakan secara sektoral oleh departemen dan lembaga, yang dikoordinasikan
oleh Menteri Urusan Wanita yaitu Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju
Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Program Bina Keluarga dan Balita
(BKB) dan Program Peningkatan Pendapatan Bagi Perempuan melalui Industri
yaitu program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) pada program PNPM Mandiri
Perdesaan (SMERU, 2003).
2.3.1 Pengusaha Perempuan di UMKM
Perkembangan kewirausahaan perempuan sangat berpotensi sebagai
pendorong proses pemberdayaan prempuan dan transformasi sosial.
Perkembangan kewirausahaan perempuan dipengaruhi oleh tekanan ekonomi
(keuangan), lokasi geografi dan latar belakang sosial dan budaya. Semakin besar
tekanan-tekanan ekonomi yang dihadapi seorang perempuan dalam kehidupannya,
semakin besar kemungkinan perempuan untuk mencari pekerjaan atau membuka
usaha sendiri. Di Indonesia pada umumnya perempuan perdesaan lebih sulit untuk
mengembangkan jiwa kewirausahaannya dibandingkan perempuan di perkotaan.
Hal ini karena perempuan di perdesaan menghadapi hambatan struktural dan
kultural seperti kesulitan untuk mendapatkan pendidikan.
UMKM mempunyai peran yang lebih penting bagi pengusaha perempuan
karena pada usaha mikro lebih banyak pengusaha perempuan dibandingkan
jumlah pengusaha lelaki. Hal ini disebabkan di negara berkembang lebih banyak
perempuan daripada lelaki yang terlibat di dalam kegiatan ekonomi informal.
Perkembangan kewirausahaan perempuan khususnya di perdesaan berperan dalam
pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial di perdesaan. Perempuan pengusaha
UMKM pada umumnya terdapat pada industri makanan dan minuman, tekstil dan
pakaian jadi. Hal ini menandakan bahwa perempuan pengusaha cenderung
melakukan bisnis yang tidak memerlukan pendidikan tinggi atau keahlian khusus
Karakteristik kewirausahaan perempuan di UMKM di Indonesia yaitu
skala usaha yang kecil baik dalam volume produksi, modal, dan jumlah pekerja.
Selain itu usaha yang dijalankan merupakan usaha atau kegiatan paruh waktu
sehingga tetap dapat melakukan kewajiban utama untuk mengurus keluarga.
Rintangan yang umum dihadapi pengusaha perempuan UMKM yaitu kesulitan
mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan formal lainnya yang
disebabkan rendahnya pendidikan perempuan terutama yang berlokasi di
perdesaan. Sulitnya akses kredit berkaitan dengan hak kepemilikan aset sehingga
pengusaha perempuan tidak mampu memenuhi persyaratan bank terkait jaminan
atas pinjaman.
2.3.2 Pembiayaan Bagi Pengusaha UMKM Perempuan
Grameen Bank merupakan salah satu program kredit mikro yang khusus
bagi kaum perempuan. Muhammad Yunus sebagai pendiri dan direktur pengelola
Grameen Bank berhasil dalam menyalurkan kredit mikro tersebut. Sistem
Grameen Bank menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian dan tidak ada sanksi
sehingga kepercayaan merupakan modal utama dalam pelaksanaannya. Sistem
Grameen Bank menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat miskin dengan
memberikan kepercayaan penuh sehingga memiliki tanggung jawab yang kuat
untuk menjadi nasabah yang baik. Grameen Bank bertujuan untuk mengentaskan
kemiskinan dengan berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat miskin
khususnya kaum perempuan (Yunus, 2007).
Grameen Bank menerapkan dua hal agar mencapai keberhasilan sebagai
bank dalam program pengentasan kemiskinan yaitu menjangkau orang miskin dan
“jaminan sosial”. Para peminjam adalah perempuan yang tidak punya tanah dan
membentuk kelompok lima orang. Dua diantara yang termiskin mendapat
pinjaman pertama. Sedangkan sisanya tiga orang baru akan mendapatkan
pinjaman setelah dua orang pertama tadi mengembalikan pinjaman tersebut.
Metode seperti ini menjadikan anggota kelompok saling membantu apabila ada
anggota yang mengalami kesulitan.
Strategi yang diterapkan Grameen Bank yaitu memberikan pinjaman tanpa
jaminan dan bunga rendah kepada masyarakat miskin. Selain itu, pembayaran
cicilan dilakukan setiap hari agar tidak memberatkan anggota pada saat jatuh
tempo. Nasabah Grameen Bank dikhususkan pada kaum perempuan. Hal ini
karena pemberian pinjaman kepada kaum perempuan di Bangladesh ternyata
memberikan dampak yang sangat besar terhadap peningkatan ekonomi keluarga
dibandingkan kepada kaum laki-laki. Pembentukan kelompok dalam pemberian
pinjaman juga merupakan faktor keberhasilan program kredit Grameen Bank.
2.4 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
merupakan program pembangunan berbasis masyarakat atau Community Driven
Development (CDD) sebagai upaya pemerintah dalam membangun kemandirian
masyarakat dan mendorong percepatan penurunan kemiskinan. PNPM Mandiri
merupakan integrasi dan bertujuan untuk mengkoordinasikan program-program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yang sudah
dan sedang berjalan. Integrasi dilakukan dengan menggabungkan program yang
telah terbukti efektif, yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di wilayah
Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri
Perdesaan Tahun 2008 (Peraturan Departemen Dalam Negeri Nomor : 414.2/ 316/
PMD), tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja
masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Meningkatkan partisipasi
seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan
dalam keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian
pembangunan. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan
memanfaatkan sumber daya lokal. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal
dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. Menyediakan
prasarana dan sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh
masyarakat, dan melembagakan pengelolaan dana bergulir melalui Simpan Pinjam
khusus Perempuan (SPP). Selain itu, mengembangkan kerja sama antar pemangku
kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan.
PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan
prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan
sejak tahun 1998-2007. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota
masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara
partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam
penggunaan dan pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan yang paling prioritas
di desanya, hingga pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan
PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan
didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), partisipasi dari Corporante Social Responsibility (CSR), dana hibah,
swadaya masyarakat dan pinjaman dari sejumlah lembaga.
2.4.1 Prinsip PNPM Mandiri Perdesaan
Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu sebagai berikut :
a. Bertumpu pada pembangunan manusia. PNPM Mandiri Perdesaan
memiliki prinsip bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
b. Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk
berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan
secara mandiri.
c. Desentralisasi. PNPM Mandiri Perdesaan memberikan kewenangan
pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan mengenai kewilayahan
dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat sesuai dengan
kapasitasnya.
d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilakukan
harus mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin serta
kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
e. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat. masyarakat terlibat secara aktif
dalam setiap proses pengambilan keputusan prencanaan, pemantauan, dan
pelaksanaan pembangunan serta secara gotong royong melaksanakan
f. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai
kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam
menikmati manfaat kegiatan pembangunan secara adil.
g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan di dalam semua
kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan secara musyawarah dan
mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.
h. Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses atas
segala informasi proses pengambilan keputusan pembangunan, sehingga
pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara moral, legal, teknis dan administratif.
i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan untuk
pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak, dan yang memberikan
manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat dengan
mendayagunakan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas.
j. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan
kemiskinan diarahkan untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar
pelaku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.
k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan pembangunan harus
mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat,
yang tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan.
2.4.2 Konsep Pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) sebagai instansi pelaksana.
PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di tingkat kecamatan. Dalam membantu
pengelolaan program secara nasional, dibentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari
Menko Kesra, Bappenas, Depdagri, Departemen Keuangan, dan Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah di berbagai level pemerintahan. Sedangkan
untuk di tingkat Kecamatan, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
(PMD) bertindak sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) atau sebagai Penanggung
Jawab Operasional Kegiatan (PjOK).
[image:31.595.107.539.279.724.2]Sumber : PNPM Mandiri Perdesaan
Gambar 2.6 Struktur Manajemen PNPM Mandiri Perdesaan
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah Kabupaten/Kota
Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Departemen
APBN
Satuan Kerja Perangkat
Daerah Pelaksana
APBD
Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD)
Lembaga Keswadayaan Masyarakat
Masyarakat Penerima Manfaat Konsultan Nasional
Konsultan Provinsi
Konsultan Kabupaten/Kota
2.4.3 Konsep Cara Kerja PNPM Mandiri Perdesaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perdesaan memiliki tujuan, yakni meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan dalam sebuah siklus kegiatan.
Tahap-tahapan tersebut adalah:
a. Informasi dan sosialisasi. Tahapan ini dilakukan dalam beberapa cara,
diantaranya lokakarya di berbagai tingkat pemerintahan, dan forum-forum
musyawarah masyarakat. Setiap desa dilengkapi papan informasi
sebagai salah satu media penyebaran informasi dan membuka kerjasama
dengan berbagai pihak (media massa, akademisi, dan anggota dewan).
b. Proses Perencanaan Partisipatif. Dilaksanakan mulai dari tingkat dusun,
desa dan kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa (FD) untuk
mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. FD mengatur pertemuan
kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan untuk kegiatan Simpan
Pinjam Perempuan (SPP), untuk membahas kebutuhan dan prioritas
usulan desa.
c. Seleksi Proyek di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan
musyawarah di tingkat desa dan antardesa (kecamatan) untuk memutuskan
usulan prioritas dan layak didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap
anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan.
d. Masyarakat Melaksanakan Proyek. Dalam forum musyawarah, masyarakat
memilih anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di
desa-desa yang terdanai. Fasilitator teknis program akan mendampingi
2.4.4 Konsep Perguliran Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
Tingkat keberdayaan kaum perempuan harus dipertimbangkan dalam
upaya mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan (Suman, 2007). Hal ini
disebabkan karena kaum perempuan dari sudut pandang budaya lokal dalam
masyarakat pertanian, lebih banyak tinggal di rumah dan memiliki banyak waktu
luang. Keterlibatan perempuan di dalam sektor pertanian hanya pada waktu
tertentu, yaitu seperti masa tanam dan masa panen.
Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu kegiatan program
dari PNPM Mandiri Perdesaan yang berupa kegiatan perguliran dana untuk
menjadikan masyarakat miskin perdesaan khususnya kaum perempuan lebih
berdaya. Pemberdayaan yang dimaksud merupakan ketersediaan pilihan bagi
masyarakat miskin untuk memanfaatkan peluang usaha sehingga mendapatkan
tambahan pendapatan. Pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah alokasi
dana untuk SPP dikendalai oleh jumlah alokasi dana untuk pembangunan sarana /
prasarana. Semakin besar proporsi dana untuk fasilitas sarana dan prasarana, maka
semakin kecil ketersediaan dana untuk kegiatan SPP. Sedangkan keputusan
pembiayaan kegiatan SPP ditentukan oleh kelayakan proposal yang diajukan oleh
kelompok SPP.
Pengorganisasian kelompok SPP dapat dilakukan dengan memanfaatkan
organisasi-organisasi lokal baik formal maupu informal yang sudah ada dalam
lingkungan masyarakat, seperti kelompok dasa wisma atau kelompok pengajian.
Kelompok SPP dapat mengakses dana untuk usaha produktif maupun untuk
keperluan keluarga, seperti untuk biaya pendidikan. Kredit yang disalurkan
yang mampu memberikan nilai tambah bagi anggota kelompok. Kredit
berkelompok memiliki akses yang relatif lebih besar dibandingkan kredit individu
karena berkaitan dengan besarnya posisi tawar kelompok (Ismawan, 2001).
Penyaluran kredit kepada pelaku UMKM secara kelompok merupakan salah satu
cara untuk mengurangi kesalahan penggunaan dana kredit (moral hazard) dan
mengurangi resiko kredit bermasalah.
2.4.5 Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris yaitu empowerment.
Pemberdayaan merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada manusia
dengan mengedepankan asas partisipasi. Menurut Kusmuljono (2009)
Pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan,
menswadayakan, dan memperkuat bargaining position masyarakat lapisan bawah
terhadap kekuatan penekan di segala bidang kehidupan. memberdayakan
masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat yang tidak mampu melalui pengembangan kemampuan masyarakat
agar memiliki keterampilan dalam mengatasi masalah. Pemberdayaan masyarakat
dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan masyarakat dan sinkronisasi
antara pendampingan, penyuluhan dan pelayanan.
Pemberdayaan masyarakat mengacu pada kemampuan masyarakat untuk
mendapatkan dan memanfaatkan akses atas sumber daya yang penting.
Masyarakat miskin dianggap berdaya apabila mampu meningkatkan kesejahteraan
sosial-ekonominya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM),
partisipasi merupakan proses aktif dimana masyarakat miskin relatif lebih
diuntungkan oleh keberlangsungan proyek pembangunan (Ismawan, 2001).
Pendekataan utama dalam konsep pemberdayaan masyarakat adalah
bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan,
tetapi menjadi subjek dari upaya pembangunan. Berdasarkan konsep tersebut
dikembangkan berbagai pendekatan :
a. Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah. Program yang dijalankan
harus langsung mengikutsertakan masyarakat yang menjadi sasaran,
sehingga bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan masyarakat.
b. Menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri
masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memcahkan masalah yang
dihadapinya. Selain itu, pendekatan kelompok juga lebih efisien dilihat
dari sumber penggunaan sumberdaya.
c. Adanya pendampingan, karena penduduk miskin umumnya mempunyai
keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, diperlukan
pendamping untuk membimbing dalam upaya memperbaiki
kesejahteraannya. Pendampingan dalam konsep pemberdayaan berfungsi
membantu mencari solusi pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan
oleh masyarakat itu sendiri.
2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual
UMKM berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan penyerapan
tenaga kerja. Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan dari program
sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan dapat
tercapai. Program pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Program pembangunan dengan
menjadikan masyarakat sebagai pelaku dalam proses pembangunan khususnya
masyarakat desa yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan. Perguliran dana kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
merupakan salah satu program PNPM Mandiri Perdesaan dalam rangka
meningkatkan pemberdayaan ekonomi kaum perempuan. Program SPP ini tidak
hanya memberikan penyaluran yang mudah, ringan dan tanpa jaminan kepada
kelompok perempuan, tetapi juga pengawasan, pendampingan dan pembinaan
terhadap kelompok perempuan oleh Fasilitator Desa (FD) atau Kader. Dengan
demikian, perguliran dana SPP diharapkan dapat meningkatkan perkembangan
usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan sehingga dapat mendorong
Keterangan : Bagian yang dianalisis
Gambar 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran
UMKM
Potensi Permasalahan
Penyerapan tenaga kerja
Pengentasan kemiskinan
Akses informasi Keterbatasan
modal Kesulitan
Pemasaran
Sumber permodalan
Kredit program pemerintah
Lembaga keuangan formal Pembangunan berbasis
pemberdayaan masyarakat
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
Pembangunan fisik
Kegiatan pengembangan ekonomi melalui permodalan UMKM
Simpan Pinjam Perempuan
(SPP)
Dampak terhadap perkembangan UMKM
Keberlanjutan Jangkauan
Keuntungan Usaha
Nilai Penjualan (Omset Usaha)
Penyerapan Tenaga Kerja
2.6 Penelitian Terdahulu
Wiasti (2008) fokus terhadap efektivitas penyaluran kredit pada wanita
pedesaan melalui pendekatan berkelompok dengan mengambil kasus pada Karya
Usaha Mandiri (KUM) cabang Nanggung Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh kredit untuk perempuan dengan berbasis kelompok
terhadap perkembangan usaha dan terhadap peningkatan kesejahteraan rumah
tangga nasabah KUM . Data primer diperoleh dari wawancara dengan 40
responden nasabah cabang Nanggung dengan jenis usaha mayoritas berdagang.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode
Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan adanya pemberian
kredit KUM berpengaruh nyata terhadap perkembangan usaha yaitu
mempengaruhi jumlah produksi, pendapatan dan keuntungan usaha responden.
Suman (2007) penelitian mengenai evaluasi terhadap program
pemberdayaan masyarakat yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
dengan fokus program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang diselenggarakan di
Provinsi Jawa Timur dengan mengacu pada pemberdayaan perempuan, kredit
mikro, dan kemiskinan. Data diperoleh dari wawancara dan kuesioner dari 274
responden penerima SPP yang tersebar di 27 kabupaten di Jawa Timur. Analisis
data yang digunakan yaitu metode regresi dengan menggunakan OLS. Penelitian
ini mengkaji keberhasilan perempuan dalam memanfaatkan kredit mikro dan
menunjukkan adanya pengaruh positif pemberian pinjaman SPP terhadap tingkat
Osa (2010) melakukan penelitian mengenai analisis dampak keberadaan
LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM
terhadap lembaga keuangan formal dengan mengambil kasus BRI Unit Kramat
Jati Induk di Jakarta. Jumlah responden yang menjadi sampel yaitu sebanyak 120
dengan 60 responden merupakan pelaku UMKM yang menerima pinjaman dari
BRI Unit dan dan 60 responden pelaku UMKM yang tidak menerima pinjaman
untuk melihat faktor penyebab kendala akses UMKM pada lembaga keuangan
formal. Analisis dilakukan dengan menggunakan model persamaan simultan
dengan tujuan untuk menganalisis dampak pinjaman yang diberikan BRI terhadap
perkembangan UMKM. Hasil menunjukkan LKM memberikan dampak positif
kepada UMKM dengan adanya pemberian kredit yaitu berpengaruh positif
terhadap nilai omset dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga.
Respita (2010) fokus pada analisis dampak penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM
dalam mengakses KUR dengan studi kasus pada BRI Unit Margonda Depok.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penyaluran KUR terhadap
perkembangan UMKM dengan menggunakan model persamaan simultan.
Responden yang menjadi fokus penelitian berjumlah 60 responden pelaku
UMKM yang menerima pinjaman KUR. Hasil penelitian menunjukkan
penyaluran KUR berdampak positif terhadap perkembangan UMKM yaitu
terhadap peningkatan omset usaha. Adapun dalam hal penyerapan tenaga kerja
penyaluran KUR belum berdampak signifikan.
Lembaga Pengkajian Koperasi dan UKM (2006) mengkaji faktor-faktor
menggunakan metode studi kasus di kabupaten Deli Serdang dan kabupaten
Tapanuli Selatan. Data yang digunakan yaitu data primer dengan teknik
pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Variabel kajian yang digunakan
yaitu kemampuan internal UMKM dilihat dari karakteristik usia, pendidikan dan
perkembangan usaha yang meliputi kepemilikan aset, tingkat produksi,
pertumbuhan tenaga kerja, perkembangan volume penjualan (omset),
perkembangan modal dan biaya transportasi. Teknik analisis menggunakan
analisis statistik sederhana. Berdasarkan hasil kajian, faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan UMKM di provinsi Sumatera Utara meliputi
pengadaan bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, stabilitas harga
aset, jumlah produksi dan lama usaha.
Ramadhini (2008) studi mengenai efektivitas penyaluran Kredit Usaha
Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian bagi pendapatan usaha mikro kaum
perempuan dengan metode studi kasus pada nasabah Perum Pegadaian cabang
Bogor. Tujuan penelitian ini salah satunya untuk menganalisis pemanfaatan
KRISTA dan dampak Krista terhadap peningkatan pendapatan usaha debiturnya.
Sampel penelitian yaitu pengusaha perempuan mikro dan sangat mikro yang
merupakan debitur KRISTA. Jenis usaha yang ditekuni responden yaitu dagang
sembako dan dagang makanan olahan. Untuk melihat dampak kredit terhadap
perubahan pendapatan usaha responden digunakan analisis regresi sederhana.
Hasil penelitian, responden memanfaatkan dana KRISTA untuk menambah modal
usaha dan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan usaha mikro secara keseluruhan
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Studi Model Hasil
Ika Anggie Wiasti (2008)
Keandalan prosedur dan efektivitas penyaluran kredit pada wanita pedesaan melalui pendekatan
berkelompok (Studi Kasus KUM cabang Nanggung Bogor)
Y1 = a0 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a4W + a5G
Y2 = a0 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a4W + a5G
Kredit berpengaruh nyata terhadap perkembangan usaha yaitu terhadap produksi, pendapatan dan keuntungan Agus Suman (2007) Pemberdayaan Perempuan, Kredit Mikro, dan Kemiskinan : Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Sebuah Studi empiris di Jawa Timur.
MISKIN = a0 - a1PINJAMAN
Adanya pengaruh positif pemberian pinjaman terhadap kemiskinan dengan peningkatan pendapatan. Irfan Karunia Osa (2010) Analisi dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal (Studi Kasus BRI Unit Kramat Jati Provinsi DKI Jakarta).
BK = a0 + a1BB + a2ASET sebelum kredit + a3LK + a4DJJ + U1
NO = b0 + b1TKT b2BK + b3PU + U2 NK = c0 + c1NO + c2PPU+ c3PU + U3 ASET = d0 + d1NO +d2NK+ d3PU + U4 TKDK = e0 + e1TKLK + e2JAK + e3PPU + U5
TKLK = f0 + f1BK + f2BU +f3NK+ U6 TKT = TKDK + TKLK
LKM berdampak positif terhadap nilai omset UMKM dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga dengan adanya pemberian kredit. Elsha Surya Respita (2010) Analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM dalam mengakses KUR (Studi Kasus BRI Unit
Margonda Depok).
BK = a0 + a1OU1 + a2DSN + a3DKA + U1
OU2 = b0 + b1TKT b2BK + b3PU + b4DSU + U2
KU = c0 + c1OU2 + c2LPPU+ c3PU + + c4DSU + U3
TKD = d0 + d1TKL + d2BK + d3JAK + d4DSU+ d5KU+ U4 TKL = e0 + e1TKD
+ e2BK +e3KU+ U5 TKT = TKDK + TKLK Lembag a Pengkaji an Koperasi dan UKM (2006) Kajian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di Provinsi Sumatera Utara. Analisis Statistik Sederhana Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM yaitu bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, stabilitas harga aset, jumlah
produksi dan lama usaha Suci Meisakh Ramadhi ni (2008) Efektivitas penyaluran Kredit Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian bagi
pendapatan usaha mikro kaum perempuan (Studi Kasus nasabah Perum Pegadaian Bogor).
t-hit : d¯ - d0 Sd / √
Pendapatan usaha mikro responden secara keseluruhan mengalami peningkatan setelah menerima dana KRISTA.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini akan
mengkaji dampak perguliran dana salah satu program pemerintah yaitu PNPM
dengan fokus kegiatan pada program SPP terhadap perkembangan UMKM di
Kecamatan Cimarga. Pada umumnya penelitian mengenai skim kredit program
pemerintah khusunya SPP hanya melihat dampaknya pada pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat, belum ada yang melihat terhadap perkembangan
UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis regresi linear berganda
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Cimarga Kabupaten
Lebak yang merupakan wilayah pelaksana Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Program yang dilaksanakan oleh
Kecamatan Cimarga tersebut khususnya yaitu kegiatan Simpan Pinjam kelompok
Perempuan (SPP) yang menjadi fokus penelitian ini. Pemilihan Kecamatan
Cimarga sebagai lokasi penelitian dikarenakan wilayah ini cukup bisa mewakili
sampel yang dibutuhkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga
April 2012.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan suatu studi kasus dengan jenis data yang
digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data
yang dikumpulkan atau diperoleh dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
penelitian yang sedang dijalani. Sedangkan data sekunder adalah data yang
memiliki tujuan awal saat mengumpulkan data, bukan untuk memenuhi kebutuhan
penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti. Data primer penelitian ini
diperoleh dari wawancara dengan masyarakat khususnya kaum perempuan yang
tergabung dalam kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Selain itu juga,
data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak Unit Pengelola Kegiatan
untuk data sekunder diambil dari laporan-laporan PNPM Mandiri Perdesaan, arsip
dan laporan UPK, BPS Kabupaten Lebak dan BPS Kecamatan Cimarga.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang bertujuan untuk
mengetahui lebih dalam mengenai sifat-sifat, dan karakteristik dari
masing-masing individu, kelompok, maupun masyarakat yang ada di suatu wilayah.
Untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif digunakan pemberian
kuesioner kepada para responden yaitu kaum perempuan anggota kelompok
pengguna SPP yang memperoleh dana pinjaman bergulir dua tahun terakhir yaitu
tahun 2010 dan 2011 yang memiliki usaha produktif. Data primer yang diperoleh
menggunakan kuesioner ini merupakan persepsi anggota kelompok terhadap
kondisi perkembangan usaha mereka setelah adanya PNPM Mandiri Perdesaan
program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP). Hal ini dapat dilihat dari
usaha produktif yang dimiliki setiap kelompok perguliran dana SPP dan dapat
berkembang menjadi unit-unit usaha membentuk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM).
Metode wawancara dilakukan dengan bertanya jawab secara langsung
kepada ketua kelompok dan anggota kelompok pemanfaat perguliran dana SPP.
Penelitian ini juga melakukan observasi yang bertujuan untuk melengkapi data
yang diperoleh melalui metode wawancara dan kuesioner. Observasi dilakukan
selama pengumpulan data di daerah penelitian, khususnya pada waktu melakukan
wawancara dengan responden. Hal-hal yang diobservasi yaitu yang berhubungan
dan keadaan umum Kecamatan Cimarga. Hasil-hasil informasi yang diperoleh
dapat digunakan dalam mengkaji dampak dari program Simpan Pinjam kelompok
Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Sedangkan data sekunder
mencakup semua data yang berhubungan dengan petunjuk pelaksanaan program
Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP).
3.4 Metode Pengambilan Data
Pengambilan contoh yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
teknik nonprobability sampling, yaitu teknik penarikan contoh dengan setiap
anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan anggota
sampel. Teknik pengambilan datanya dilakukan dengan purposive sampling, yaitu
prosedur memilih sampel berdasarkan pertimbangan karakteristik yang cocok
berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan
penelitian (Juanda, 2009). Pertimbangan dalam pengambilan sampel yaitu
berdasarkan tahun penerimaan dana SPP. Sampel yang diambil yaitu 30
responden anggota kelompok SPP yang menerima dana pinjaman SPP pada dua
tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011 di Kecamatan Cimarga.
3.5 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif yaitu untuk menentukan suatu besaran atau frekuensi dari suatu
kejadian. Metode deskriptif yang dilakukan menggunakan dua bentuk pendekatan,
yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara mengumpulkan data
fakta-fakta yang terjadi dilapangan hasil wawancara dengan narasumber.
Pendeskripsian hasil penelitian dijelaskan dengan berdasarkan pada
persepsi dari responden sebagai pemanfaat dana bergulir Simpan Pinjam
kelompok Perempuan (SPP) terhadap perubahan kondisi perkembangan usaha
yang dijalankan. Rancangan penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini
adalah causal research atau penelitian hubungan sebab akibat. Hal ini
dikarenakan penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dampak perguliran dana
Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM.
Dampak perguliran dana SPP dilihat dengan cara membandingkan omset dan
keuntungan usaha rata-rata per tahun antara sebelum dengan sesudah memperoleh
pinjaman dana bergulir SPP.
Analisis data yang digunakan adalah metode regresi linear berganda
(multiple linear regression) dengan menggunakan persamaan simultan untuk
mengukur dampak perguliran dana SPP terhadap perkembangan UMKM yang
dilihat berdasarkan indikator perolehan omset usaha (nilai penjualan), laba usaha,
dan penyerapan tenaga kerja. Metode yang digunakan untuk menduga parameter
regresi yaitu Two-Stage Least Squares (2SLS) dengan pengujian signifikansi
menggunakan aplikasi software SAS 9.1.
3.5.1 Besar Pinjaman UMKM
Besar pinjaman UMKM merupakan besarnya jumlah pinjaman 2 tahun
terakhir yang diperoleh UMKM dari Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP).
UMKM, omset sebelum memperoleh pinjaman, jumlah guliran pinjaman dan
lama usaha. Persamaan besar pinjaman UMKM dirumuskan sebagai berikut :
BP = a0 + a1ASET + a2NP1 + a3JUG + a4LU + U1 ………...…(3.1)
Tanda parameter yang diharapkan : a1, a2, a3, a4 > 0 , dimana :
BP = Besar Pinjaman yang diterima pemilik UM