Judul : Respon Ibu yang Mengalami Seksio Sesarea Setelah Persalinan Normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011
Nama : Rinci Pardede
NIM : 115102003
Jurusan : D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2012
Abstrak
Latar belakang : Saat ini kejadian seksio sesarea meningkat. WHO memperkirakan bahwa kejadian seksio sesarea adalah sekitar 10-15% dari semua persalinan disetiap negara. Tingginya angka seksio sesarea diperkirakan karena riwayat seksio, distress janin dan presentase bokong.
Tujuan penelitian : untuk mengeksplorasi bagaimana respon ibu yang mengalami seksio sesarea setelah persalinan normal di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011.
Metodologi : Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Waktu penelitian Februari-April 2012. Jumlah partisipan sebanyak 6 orang. Sampel yang diambil adalah ibu yang pernah mengalami persalinan normal, ibu yang mengalami seksio sesarea setelah persalinan normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011 dan ibu yang bersedia untuk diwawancarai.
Hasil penelitian : Dari penelitian diperoleh respon yang berkaitan dengan alasan ibu melahirkan secara seksio sesarea setelah persalinan normal adalah karena rasa sakit yang hilang timbul, kelainan letak pada janin disertai ketuban pecah sebelum waktunya, kehamilan kembar dan peningkatan tekanan darah pada ibu. Respon ibu pre operasi adalah merasa takut, pasrah, tenang dan perasaan biasa saja. Mayoritas bayi yang lahir dengan seksio sesarea adalah segera menangis. Respon ibu saat melihat bayi adalah merasa senang, bahagia dan haru. Respon terhadap perawatan dua jam post operasi, ada partisipan belum merasakan sakit dan ada juga yang sudah merasa nyeri pada bekas operasi. Proses mobilisasi yang dilakukan ibu post operasi adalah miring ke kiri dan miring ke kanan. Lama perawatan post operasi di rumah sakit empat sampai lima hari. Aktivitas ibu dalam merawat bayi masih terbatas seperti memangku bayi, memberi ASI, memandikan bayi dan tetap dibantu keluarga. Mayoritas partisipan terkesan dengan persalinan normal karena pemulihan yang lebih cepat dari pada operasi. Mayoritas partisipan memilih melahirkan normal jika hamil kembali.
Kesimpulan : Diharapkan agar petugas kesehatan dapat mendukung ibu menyangkut pilihannya untuk melakukan persalinan normal.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
yang berjudul “Respon Ibu yang Mengalami Seksio Sesarea Setelah Persalinan
Normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011”. Adapun tujuan penulisan karya
tulis ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan
pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Medan.
Dalam penyusunan penelitian ini penulis mendapatkan bimbingan, masukan dan
arahan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat membuat karya tulis ilmiah ini
tepat pada waktunya. Sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Ibu Nur Afidarti, SKep, MKep selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah ini
yang dengan penuh keihklasan dan kesabaran telah memberikan arahan,
bimbingan, serta ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Program D-IV Bidan
Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Direktur Utama RSUD Dr. Pirngadi Medan beserta Staf pegawai yang telah
memberikan izin peneliti untuk mengadakan penelitian di RSUD Dr. Pirngadi
Medan.
4. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan
5. Kedua Orang Tua yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta
doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis hingga membuat semangat penulis
terus terpacu dalam membuat proposal penelitian. Serta kakak dan adik-adik
tercinta yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis.
6. Kepada seluruh teman-teman di Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yang tak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberi banyak bantuan dan semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
masih memerlukan perbaikan untuk kesempurnaan hasil penelitian, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi sempurnanya
penelitian ini sekian dan terimakasih.
Medan, Juni 2012
Penulis
(Rinci Pardede)
DAFTAR ISI
E. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Partisipan ……….. 35
B. Respon Ibu yang Mengalami Seksio Sesarea Setelah Persalinan Normal ……… 36
1. Alasan ibu melahirkan dengan seksio sesarea setelah persalin normal ... 37
2. Respon pre operasi ... 39
3. Respon tentang keadaan bayi saat lahir ... 41
4. Respon ibu saat melihat bayi ... 42
5. Respon ibu tentang perawatan post operasi di rumah sakit ... 43
6. Respon terhadap lama waktu perawatan post operasi di rumah sakit ... 44
7. Respon ibu terhadap aktivitas dalam merawat bayi setelah pulang dari rumah sakit ... 45
9. Respon ibu tentang pengalaman melahirkan yang paling
berkesan ... 46
10. Jenis persalinan yang dipilih ibu jika ibu hamil
kembali ... 48
C. Interprestasi dan Diskusi Hasil ……….... 50
D. Keterbatasan Penelitian ………... 57
E. Implikasi Untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan
Kebidanan ………... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Lampiran 1 : Formulir Persetujuan Menjadi Partisipan Penelitian
Lampiran 2 : Kuesioner Data Demografi
Lampiran 3 : Panduan Wawancara
Lampiran 4 : Surat Izin Pengambilan Data Penelitian
Lampiran 5 : Surat Selesai Meneliti
Lampiran 6 : Daftar Riwayat Hidup
Judul : Respon Ibu yang Mengalami Seksio Sesarea Setelah Persalinan Normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011
Nama : Rinci Pardede
NIM : 115102003
Jurusan : D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2012
Abstrak
Latar belakang : Saat ini kejadian seksio sesarea meningkat. WHO memperkirakan bahwa kejadian seksio sesarea adalah sekitar 10-15% dari semua persalinan disetiap negara. Tingginya angka seksio sesarea diperkirakan karena riwayat seksio, distress janin dan presentase bokong.
Tujuan penelitian : untuk mengeksplorasi bagaimana respon ibu yang mengalami seksio sesarea setelah persalinan normal di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011.
Metodologi : Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Waktu penelitian Februari-April 2012. Jumlah partisipan sebanyak 6 orang. Sampel yang diambil adalah ibu yang pernah mengalami persalinan normal, ibu yang mengalami seksio sesarea setelah persalinan normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011 dan ibu yang bersedia untuk diwawancarai.
Hasil penelitian : Dari penelitian diperoleh respon yang berkaitan dengan alasan ibu melahirkan secara seksio sesarea setelah persalinan normal adalah karena rasa sakit yang hilang timbul, kelainan letak pada janin disertai ketuban pecah sebelum waktunya, kehamilan kembar dan peningkatan tekanan darah pada ibu. Respon ibu pre operasi adalah merasa takut, pasrah, tenang dan perasaan biasa saja. Mayoritas bayi yang lahir dengan seksio sesarea adalah segera menangis. Respon ibu saat melihat bayi adalah merasa senang, bahagia dan haru. Respon terhadap perawatan dua jam post operasi, ada partisipan belum merasakan sakit dan ada juga yang sudah merasa nyeri pada bekas operasi. Proses mobilisasi yang dilakukan ibu post operasi adalah miring ke kiri dan miring ke kanan. Lama perawatan post operasi di rumah sakit empat sampai lima hari. Aktivitas ibu dalam merawat bayi masih terbatas seperti memangku bayi, memberi ASI, memandikan bayi dan tetap dibantu keluarga. Mayoritas partisipan terkesan dengan persalinan normal karena pemulihan yang lebih cepat dari pada operasi. Mayoritas partisipan memilih melahirkan normal jika hamil kembali.
Kesimpulan : Diharapkan agar petugas kesehatan dapat mendukung ibu menyangkut pilihannya untuk melakukan persalinan normal.
A.Latar Belakang
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan
normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak
lebih 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin yang terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (Yeyeh dkk, 2009).
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
servik dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Namun ada kalanya
persalinan itu terganggu sehingga kehamilan harus diakhiri dengan tindakan operasi
caesar (seksio sesarea) dengan segala pertimbangan dan risikonya (Manuaba, 2007).
Persalinan seksio sesarea didefenisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi di
dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Semula operasi sesar
merupakan tindakan darurat, yaitu dilakukan karena terpaksa yaitu untuk
menyelamatkan nyawa ibu maupun janin. Keadaan darurat yang memerlukan tindakan
operasi sesar ini pada dasarnya jika ada ancaman akan terjadi pada ibu atau bayi dan
jika bayi menunjukkan adanya tanda-tanda bahaya (Musbikin, 2005).
Seiring dengan perkembangan bidang ilmu kedokteran kebidanan, kini seksio
sesarea menjadi alternatif persalinan tanpa pertimbangan medis. Masyarakat semakin
mengerti akan hak diri untuk meminta bentuk pertolongan medis teknik yang
alasannya adalah demi keharmonisan keluarga dalam kehidupan seksual (Manuaba,
2007).
Sebagian besar indikasi seksio sesarea bersifat relatif dan bergantung pada
penilaian penolong persalinan. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir
tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolut untuk melakukan seksio
abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma
yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana
tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat seksio sesarea akan
lebih aman bagi ibu dan bayi. Angka seksio sesarea terus meningkat dari insidensi 3
hingga 4 persen hingga 15 tahun yang lalu sampai insidensi 10 hingga 15 persen
sekarang ini (Oxorn, 2010).
Kejadian seksio sesarea lebih dari 85% dilakukan karena riwayat seksio, distosia
persalinan, distres janin dan presentasi bokong. Selain itu operasi seksio sesarea
dilakukan untuk mengatasi disproporsi sefalo-pelvik dan aktivitas uterus yang abnormal
sehingga operasi mempercepat kelahiran untuk keselamatan ibu dan janin. Keuntungan
persalinan seksio sesarea selain dapat mengurangi trauma pada janin, juga
memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginannya (Liu, 2007).
Insiden kelahiran seksio sesarea meningkat secara dramatis dalam 25 tahun
terakhir. Angka kelahiran seksio sesarea di Amerika Serikat telah meningkat kurang dari
5% sampai 24%. Alasan peningkatan ini yang tercatat adalah peningkatan pemantauan
janin secara elektronik, peningkatan kehamilan pertama kali, peningkatan kehamilan
pada usia lebih tua dan insiden kelahiran seksio sesarea berulang yang tinggi (Bobak,
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti di RSUD Dr. Pirngadi Medan,
jumlah orang yang mengalami persalinan seksio sesarea pada tahun 2011 sebanyak 365
orang.
Komplikasi anastesi memberi sumbangan 10% dari keseluruhan kematian ibu.
Karena itu anastesi tetap merupakan penyebab kelima atau keenam kematian ibu. Angka
kematian ibu pada seksio sesarea adalah 40-80/100.000, lebih besar 25 kali angka
kematian ibu pada persalinan per vaginam. Angka kesakitan dan kematian karena infeksi
80 kali lebih tinggi pada seksio sesarea dibanding persalinan per vaginam (Benson,
2009).
Mortalitas janin pada seksio sesarea angkanya masih dua kali lipat dari angka
mortalitas pada persalinan per vaginam yaitu sekitar 5,5%. Di satu pihak seksio sesarea
telah mengurangi jumlah bayi yang cedera akibat prosedur vaginal yang traumatik. Di
lain pihak sejumlah bayi yang memiliki defek kongenital yang tidak mungkin atau layak
bertahan hidup dilahirkan dalam keadaan hidup. Angka mortalitas kasar yang belum
dikoreksi di negara Kanada dan Amerika Serikat kira-kira 30:10.000 seksio sesarea.
Namun demikian Evrard dan Gold mendapatkan risiko kematian ibu yang menyertai
seksio sesarea adalah 26 kali lebih besar dari pada persalinan per vaginam. Dicatat
peningkatan risiko kematian ibu pada pembedahannya sendiri sebanyak sepuluh kali
lipat. Bertambahnya penggunaan seksio sesarea untuk melindungi bayi dapat
menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi ibu (Oxorn, 2010).
Morbiditas ibu meningkat secara drastis pada sesar dibanding dengan persalinan
kemih dan tromboembolisme. Infeksi panggul dan infeksi luka operasi meningkat dan
meskipun jarang dapat menyebabkan fasitis nekrotikans. Beberapa peneliti telah
membuktikan adanya kemungkinan untuk menurunkan angka seksio sesarea secara
bermakna di institusi kesehatan tanpa meningkatkan morbiditas atau mortalitas perinatal.
Program-program yang ditujukan untuk mengurangi seksio sesarea yang tidak
diperlukan umunya difokuskan pada upaya pendidikan dan pengawasan oleh sesama
kolega, mendorong percobaan persalinan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea
transversal, dan membatasi seksio sesarea atas indikasi distosia persalinan pada wanita
yang memenuhi kriteria yang ditentukan secara ketat (Chapman, 2006).
Tindakan operasi seksio sesarea merupakan salah satu bentuk intervensi medis.
Pembedahan dapat menimbulkan respon stress psikologis yang tinggi. Ibu merasa cemas
tentang pembedahan dan implikasinya, operasi yang ditunggu pelaksanaannya akan
menyebabkan rasa takut dan ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan
dengan rasa yeri, kemungkinan cacat dan mungkin kematian (Poter dan Perry, 2006).
Pada ibu yang mengalami kecemasan berat dapat mengakibatkan terhambatnya proses
pembedahan, menghambat bayi untuk mendapatkan asi ekslusif, bonding attactmen dan
memperlambat pemulihan pasca operasi, bahkan pada ibu yang menghadapi
pembedahan dapat menimbulkan kecemasan, rasa takut, nyeri dan ketidak nyamanan
(Ester, 2005). Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian ini ”bagaimanakah
Respon Ibu yang Mengalami Seksio Sesarea Setelah Persalinan Normal?”. Beberapa
pertanyaan yang muncul sehubungan dengan keadaan ini ialah mengapa para ibu
karena alasan medis atau bukan. Dengan alasan yang tepat tindakan sesarea dapat
dilakukan dan mengurangi angka kejadian seksio sesarea yang tidak perlu.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana respon ibu yang mengalami
seksio sesarea setelah persalinan normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011?”.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengeksplorasi bagaimana respon ibu yang mengalami seksio sesarea
setelah persalinan normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi tenaga kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada tenaga
kesehatan tentang pengalaman seksio sesarea yang dilakukan karena ada indikasi
maupun tanpa indikasi medis melalui respon ibu yang mengalami seksio sesarea
setelah persalinan normal.
2. Bagi pendidikan
Manfaat penelitian ini bagi pendidikan adalah untuk menjadi tambahan
pengetahuan mengenai respon ibu yang mengalami seksio sesarea setelah
persalinan normal.
3. Bagi para ibu
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kesehatan kepada
para ibu tentang respon ibu yang mengalami seksio sesarea setelah persalinan
normal, sehingga para ibu dapat lebih cerdas dalam menentukan pilihan untuk
4. Bagi peneliti lanjut
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan informasi
tentang penelitian fenomenologi atau bahan perbandingan terhadap penelitian yang
akan dilakukan.
BAB II
A. Respon
Respon adalah tanggapan, reaksi atau jawaban terhadap sesuatu rangsangan baik
dari dalam maupun dari luar dirinya sendiri. Sedangkan respon psikologis adalah
tanggapan atau reaksi seseorang yang bersifat kejiwaan terhadap sesuatu (Chandra,
2010). Respon psikologis didefenisikan sebagai derajat afek (penilaian) positif atau
negatif terhadap suatu subyek psikologis. Manusia akan selalu menerima rangsangan
atau stimulus baik dari lingkungan maupun dari dalam dirinya sendiri yang dapat
menyebabkan manusia mengadakan respon terhadap stimulus yang mengenainya
(Setiawati, 2009).
B. Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan yang tergeneralisasikan atas kecemasan dan
kekhawatiran yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk dan segera terjadi (Tarwoto,
2010). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah:
a. Dukungan Keluarga. Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan
seorang lebih siap dalam menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh
Kasdu (2002).
b.Kondisi Lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan
seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya
lingkungan pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita
negatif tentang efek negatif suatu permasalahan menyebabkan seseorang
lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh (Baso,
C. Persalinan
1. Defenisi Persalinan
Setelah ibu menjalani proses kehamilan, maka ibu akan mengalami
proses yang kedua yaitu melahirkan. Pada proses persalinan ibu akan
mengeluarkan bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan
hidup. Persalinan merupakan rangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu (Varney, 2008).
Pada persalinan ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan
penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Ibu
merasakan mules yang menjalar dari perut sampai ke pinggang. Respon tubuh
tidak akan sama dirasakan pada setiap ibu, karena diakhir kehamilan terjadi
peningkatan hormone oksitosin yang menyebabkan respon aktif his pada rahim
ibu (Sarwono, 2008).
Persalinan adalah proses yang diawali dengan membuka dan menipisnya
serviks, dan janin akan turun kedalam jalan lahir. Bayi akan melalui jalan lahir
lunak dan jalan lahir keras. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban
didorong keluar melalui jalan lahir (Saifuddin, 2006).
2. Jenis persalinan
Kehamilan dan persalinan merupakan proses yang normal dan alamiah,
yang akan dialami oleh setiap wanita sepanjang siklus kehidupannya. Namun,
dalam beberapa kasus kehamilan yang tadinya berjalan normal dan fisiologis,
bisa berubah menjadi kehamilan yang patologis dan harus mendapatkan
Demikian juga dengan proses persalinan, pada awalnya kita hanya mengenal
proses persalinan yang normal melalui jalan lahir normal yaitu persalinan
pervaginam, tetapi karena ada masalah yang menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan normal, maka dokter akan menganjurkan persalinan melalui proses
pembedahan di bagian perut ibu (Musbikin, 2005).
Saifuddin (2006) jenis persalinan ada dua, yaitu persalinan melalui jalan
lahir (persalinan per vaginam) dan persalinan melalui jalan lain (persalinan
perabdominal).
2.1 Persalinan melalui jalan lahir (persalinan per vaginam)
Menurut Yeyeh, dkk (2009) persalinan berdasarkan proses terjadinya
terbagi menjadi tiga yaitu persalinan spontan, persalinan buatan dan persalinan
anjuran. Persalinan spontan yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu
sendiri dan melalui jalan lahir. Persalinan buatan adalah persalinan dengan
tenaga dari luar dengann ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan seksio
sesarea.Persalinan anjuran dimana persalinan tidak dimulai dengan sendirinya
tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin
aprostaglandin.
2.2 Persalinan melalui jalan lain (persalinan perabdominal)
Menurut Saifuddin (2006) persalinan melalui jalan lain (persalinan
perabdominal) yang juga disebut dengan seksio sesarea adalah suatu tindakan
untuk melahirkan bayi, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
dikeluarkan terlebih dahulu ibu dibius, sehingga ibu tidak merasa sakit saat
dokter melakukan pembedahan pada dinding perut ibu.
3.Proses persalinan melalui jalan lahir (persalinan pervaginam)
Pada proses persalinan normal, ibu akan mengalami berbagai tahapan
sebelum janin benar-benar keluar ke dunia. Menurut Yeyeh (2009), partus
(persalinan) dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I seviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula
kala pengeluaran, oleh karena his yang adekuat dan kekuatan mengedan ibu
janin didorong ke luar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta
dan lamanya 1 jam. Pada kala IV ibu akan lebih diawasi dan dipantau, apakah
ada ancaman terjadi perdarahan postpartum atau tidak.
a. Kala I
Secara klinis dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita
tersebut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir yang
bercampur darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai
membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari
pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks
sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten : berlangsung selama 8
jam. Pembukaan berlangsung sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter
3 cm, fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi, yakni fase akselerasi, dalam waktu 2
jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm, fase
deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan
dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase ini dijumpai pada primigravida. Pada
multigravida pun terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase
deselerasi terjadi lebih pendek dan lebih cepat.
b. Kala II
Kala II disebut juga kala pengeluaran, pada kala II merupakan tahap
dimana bayi akan dilahirkan sehingga kondisi yang terjadi pada kala II ini his
akan menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk diruang panggul, maka
pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan, semakin kuat dan teraturnya his, maka akan
mendorong janin untuk dilahirkan dengan pimpinan persalinan oleh bidan atau
dokter kebidanan. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multigravida kala II berlangsung rata-rata 0,5 jam.
c. Kala III
Kala III merupakan kala pengeluaran uri atau plasenta. Setelah bayi lahir,
maka pada perabaan uterus akan terasa keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian uterus akan berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta atau uri, yang ditandai dengan tersemburnya darah
tiba-tiba dan pada saat dilakukan peregangan tali pusat akan bertambah panjang,
tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasentadisertai dengan pengeluaran
darah.
d. Kala IV
Pada kala ini perlu diamati apakah ada perdarahan postpartum, sehingga
kala IV disebut juga kala pengawasan, ibu akan diobservasi selama 2 jam
memperbaiki keadaan umum ibu dengan pemberian cairan yang cukup,
pemeriksaan vital sign dan pengawasan kontraksi uterus dan ibu juga bisa
memberikan ASI pertamanya bagi bayi (Sarwono, 2008).
D. Persalinan Seksio Sesarea
1. Indikasi persalinan seksio sesarea
Banyak indikasi yang dapat menyebabkan seorang ibu harus melahirkan
secara seksio sesarea. Untuk itu, perlu adanya pengawasan dan pemeriksaan
yang lengkap selama kehamilan. Menurut Liu (2007), seksio sesarea dilakukan
untuk mengatasi disproporsi sefalo-pelvik dan aktifitas uterus yang abnormal,
mempercepat kelahiran untuk keselamatan ibu atau janin. Beberapa indikasi
seksio sesarea sebagai berikut:
a. Menghindari janin dari resiko tertular infeksi herpetik atau HIV
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Ruptur uteri mengancam
d. Partus tak maju
e. Distosia servik
f. Malpresentase janin
h. Mengurangi resiko pada ibu (misalnya hipertensi akibat kehamilan,
gangguan jantung tertentu, lesi intrakranial atau keganasan pada
serviks). Selain itu seksio sesarea juga memungkinkan ibu untuk
menjalankan pilihan sesuai keinginannya (Musbikin, 2005).
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seksio sesarea
Agar proses persalinan secara seksio sesarea dapat berjalan dengan baik,
perlu adanya kerjasama yang baik antara ibu dan petugas kesehatan. Menurut
Benson (2009) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam seksio sesarea,
antara lain :
2.1 Seksio elektif
Pertimbangkan dengan cermat tindakan-tindakan elektif yang dapat
dilakukan bersama dengan seksio sesarea. Hal ini meliputi lama operasi,
kebutuhan transfusi dan kemungkinan infeksi. Seksio sesarea ini direncanakan
lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan
cara operasi, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan selama kehamilan minimal
empat kali, sehingga akan dapat diketahui apakah kehamilan ibu nantinya dapat
diakhiri dengan normal tanpa komplikasi atau harus melalui persalinan seksio,
keuntungannya seksio elektif adalah waktu pembedahan dapat ditentukan dan
direncanakan oleh dokter yang akan menolongnya dan dapat dilakukan persiapan
yang lebih baik. Kerugiannya ialah oleh karena persalinan belum mulai, segmen
bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan,
dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum
2.2 Anestesia
Menurut Mundy (2005), sebelum dilakukan proses operasi ibu terlebih
dahulu dibius.
a. Bius Total (Bius Umum)
Bius total membuat ibu akan tertidur dan tidak akan mengetahui
apapun yang terjadi. Bius total biasanya digunakan dalam kondisi
darurat. Bius ini juga dilakukan pada saat dokter harus memasukkan
tangannya untuk memutar posisi bayi ditahap kedua persalinan, pada
persalinan sungsang, untuk mengambil sisa plasenta dalam rahim, atau
untuk memperbaiki vagina yang robek pada saat persalinan. Anastesi ini
diberikan lewat suntikan penthotal intravena dan dilanjutkan dengan
campuran nitro oksida dan oksigen.
Anestesia atau pembiusan total mempunyai pengaruh depresif
pada pusat pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Selain itu ada
pengaruh terhadap tonus uterus sehingga kadang-kadang timbul
perdarahan postpartum karena atonia uteri. Akan tetapi, bahaya terbesar
pada pemberian anestesia umum pada lambung penderita tidak kosong.
Pada wanita yang tidak sadar karena anestesia ada kemungkinan isi
lambung masuk kedalam jalan pernapasan, dan ini merupakan hal yang
berbahaya. Anestesia spinal aman untuk janin, akan tetapi selalu ada
kemungkinan tekanan darah penderita turun dengan akibat yang buruk
b. Bius Lokal
Bius lokal merupakan alternatif yang paling aman. Anastesi ini
dilakukan jika fasilitas anastesi lain tidak mungkin dilaksanakan.
Misalnya, pada keadaan gawat ibu hamil karena edema paru, gagal ginjal,
jantung, atau gawat janin. Anastesi ini tidak dianjurkan dilakukan pada
ibu hamil yang menderita eklampsia, preeklampsia berat, obesitas, atau
alergi terhadap lignokain (obat bius lokal). Pembiusan dilakukan dengan
cara penyuntikan dibagian perut ibu yang akan dibedah (Mundy, 2004).
2.3 Transfusi darah
Pada umumnya perdarahan pada seksio sesarea lebih banyak dari pada
persalinan pervaginam. Perdarahan tersebut akibat insisi pada uterus, ketika
pelepasan plasenta, mungkin juga karena terjadinya atonia uteri postpartum. Oleh
sebab itu pada setiap akan dilakukan tindakan seksio sesarea perlu diadakan
persediaan darah dan sebelumnya dilakukan pemeriksaan golongan darah pasien.
Transfusi diperlukan apabila Hb di bawah 8 g%.
2.4 Pemberian antibiotika
Pemberian antibiotik sudah umum dilakukan dokter. Apabila ada tanda
infeksi atau pasien mengalami demam, antibiotik diberikan sampai demam
menghilang selama 48 jam. Antibiotika profilaksis pada semua seksio sesarea
dapat menurunkan angka kesakitan karena infeksi.
Menurut Cunningham (2005) berdasarkan jenis insisi pada perut dan
rahim, maka seksio sesarea dibagi 2 yaitu insisi abdominal dan insisi uterus.
3.1 Insisi Horizontal (SC Profunda)
Insisi ini adalah sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir
selangkangan (simpisis) diatas batas rambut kemaluan. Keuntungan insisi
ini lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran insisi uterus ke rongga peritoneum, tidak menyebabkan
perlekatan usus pada garis insisi, risiko perdarahan dan infeksi yang
sedikit. Memiliki kemungkinan besar untuk dapat menjalani proses
persalinan normal pada kehamilan berikutnya (karena terletak pada lokasi
yang sangat kecil kemungkinannya mengalami rupture uteri ).
3.2 Insisi Vertikal (SC Corvora)
Sayatan dibuat secara vertikal (median) tegak lurus mulai dari
bawah pusar sampai tulang kemaluan skitar 12 cm. Pembedahan ini
dilakukan lapis demi lapis, mulai dari kulit perut sampai rahim. Risiko
dari insisi ini 4 kali lebih besar terkena rupture uteri pada kehamilan
selanjutnya, otot-otot rahim lebih tebal dan lebih banyak pembuluh
darahnya shingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah, infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonialisasi yang baik dan harus menjalani seksio sesarea berulang
pada kehamilan berikutnya (Mundy, 2004).
Menurut Liu (2007), perawatan praoperasi yang harus dikerjakan sebelum
tindakan bedah dimulai terdiri atas : pastikan alasan untuk pembedahan adalah
valid dan tepat. Dokter, bidan atau perawat yang bersangkutan harus
mengemukakan alasan ini dan mendiskusikannya secara jelas dengan ibu dan
pasangannya. Riwayat obstetri dan riwayat medis harus ditinjau ulang.
Diskusikan jenis anestesia dengan dokter anesthesia dan ibu, beritahu dokter
pediatri pada saat yang tepat, pemeriksaan laboratorium darah, tersedianya 2
unit darah untuk keadaan darurat, berikan antasida, dapatkan persetujuan
tertulis, berikan antibiotika profilaksis. Ibu dianjurkan untuk puasa, perawat
akan melakukan persiapan pada ibu, seperti pemasangan kateter, pemasangan
infus, pemeriksaan vital sign yang lengkap. Kesemua hal tersebut sangat
penting diperhatikan, agar proses operasi dapat berjalan dengan baik.
5. Perawatan pascaoperasi
Menurut Kasdu (2003) ibu yang mengalami komplikasi obstetri atau
medis memerlukan observasi ketat setelah seksio sesarea, perawatan umum
untuk semua ibu meliputi : kaji tanda-tanda vital baik tekanan darah,
pernapasan, frekuensi jantung maupun suhu tubuh, dengan interval teratur (15
menit), pastikan kondisinya stabil. Lihat tinggi fundus pastikan rahim
berkontraksi dengan baik, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokia,
pertahankan keseimbangan cairan, pastikan analgesia yang adekuat, tangani
kebutuhan khusus dengan indikasi langsung untuk seksio sesarea, misalnya
Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan sesuai dengan keadaan
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perawatan luka seksio dan lainnya, jadwalkan untuk
melakukan pengkajian ulang pasca melahirkan guna memastikan
penyembuhan total, mendiskusikan kehamilan berikutnya dan pemakain alat
kontrasepsi, dan memastikan tindak lanjut perawatan untuk kondisi
medisnya.
6. Risiko operasi seksio sesarea
Operasi seksio sesarea sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis,
bukan karena keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit, hal ini
karena risiko operasi sesarea lebih besar dari pada persalinan alami. Menurut
Benson, 2009) dalam kondisi ibu dan bayi yang sehat dan tidak ada kesulitan,
bedah sesarea memiliki risiko. Indikasi untuk melakukan operasi dengan
berbagai penyebabnya mengakibatkan angka kesakitan ibu 15%, dan sekitar
90%nya disebabkan infeksi. Risiko pada janin yaitu lahir prematur jika usia
gestasi tidak dikaji dengan akurat dan risiko cedera janin dapat terjadi selama
pembedahan.. Pada 774 persalinan berikutnya, terjadi 1,03% rupture uteri
(rahim yang robek). Risiko ini bisa menimpa ibu maupun bayinya.
Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih
besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling
banyak dari operasi sesarea adalah akibat dari tindakan anestesi, jumlah darah
yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit,
pembuluh balik), embolisme (penyumbatan pembuluh darah), paru-paru, dan
pemulihan bentuk serta letak rahim menjadi tidak sempurna.
Berikut ini adalah risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang
melahirkan dengan operasi seksio sesarea yang dapat mengakibatkan cedera
pada ibu maupun bayi, dan risiko ini bersifat individual, yaitu tidak terjadi
pada semua orang.
a. Alergi
Biasanya risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat
tertentu, seperti antibiotik, oleh sebab itu perlu dilakukan skin tes.
Pada awalnya, yaitu pada saat pembedahan, segalanya bisa berjalan
lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam
kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang diberikan baru
bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu
diketahui, penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi
sesarea lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami.
Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari antibiotik, obat untuk
pembiusan, penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus. Oleh
karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien
apakah mempunyai alergi tertentu (Kasdu, 2003).
b. Perdarahan
Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan
darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh
pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah
pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada
waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri uteri ikut terbuka atau
karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat
menyebabkan syok secara mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat
diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi atau pengangkatan rahim,
terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut (Oxorn, 2010).
c. Cedera pada organ lain
Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan
dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rektum atau
kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah sesarea yang tidak
sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung
kemih (Benson, 2009).
d. Parut dalam rahim
Seorang wanita yang sudah pernah mengalami pembedahan akan
memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan dan
persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat
sehubungan dengan bahaya rupture uteri, meskipun jika opersai
dilakukan secara sempurna risiko ini sangat kecil terjadi. Sekitar
1-3% angka kejadian akibat operasi menyebabkan rupture uteri.
Biasanya, kondisi ini terjadi apabila menggunakan sayatan klasik atau
e. Demam
Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan
penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.
Komplikasi ringan yang sering terjadi adalah kenaikan suhu tubuh
selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat,
seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis (reaksi umum disertai
demam karena kegiatan bakteri), atau disebut juga terjadi infeksi
puerperal. Infeksi pascaoperasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor
yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Misalnya,
persalinannya berlangsung lama, khususnya setelah ketuban pecah,
telah diupayakan tindakan vaginal sebelumnya (Sarwono, 2008).
7. Menghindarkan bedah sesarea yang tidak perlu
Beberapa peneliti telah membuktikan adanya kemungkinan utuk
menurunkan angka seksio sesarea secara bermakna di institusi kesehatan
tanpa meningkatkan morbiditas atau mortalitas perinatal. Program-program
yang ditujukan untuk mengurangi seksio sesarea yang tidak diperlukan
umumnya difokuskan pada upaya pendidikan dan pengawasan sesama
kolega. Mendorong percobaan persalinan pada wanita dengan riwayat seksio
sesarea transversal dan membatasi seksio sesarea atas indikasi distosia
persalinan pada wanita yang memenuhi kriteria yang ditentukan secara ketat
8. Partisipasi pasien untuk pengendalian angka bedah seksio sesarea
8.1.Sebelum persalinan
Para ibu harus dianjurkan untuk banyak membaca dan
mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan, kalau perlu ikut mendengarkan penjelasan yang disampaikan
oleh bidan, dokter, ataupun Rumah Sakit. Selain itu disarankan pula
(bila memungkinkan) untuk melihat fasilitas empatnya bersalin kelak,
lalu bertanya kepada lebih dari satu orang tenaga kesehatan yang
mengetahui mengenai persalinan. Jika direncanakan untuk bedah
sesarea, mintalah dokter untuk menjelaskan dan membuktikan indikasi
medisnya.
8.2.Dalam persalinan
Diusahakan untuk dapat tinggal selama mungkin dirumah, sampai
dirasakan bahwa kontraksi rahim sudah sedemikian sering dan kuat
sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan-jalan atau melakukan
aktivitas. Kedatangan yang terlalu dini ke tempat bersalin seringkali
justru menimbulkan stres. Para ibu akan mengalami nyeri atau rasa sakit,
tetapi sebaiknya tidak meminta untuk dibius (regional maupun umum).
Dalam kaitan ini, dukungan dari suami menjadi salah satu faktor
penting. Dukungan tersebut harus diarahkan kepada dorongan agar sang
istri yang sedang bersalin itu berusaha sekuat tenaga untuk menghindari
kelahiran yang alamiah adalah yang terbaik, sedangkan bedah sesarea
sebenarnya merupakan alternatif (Dewi dkk, 2007).
E. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, laporan terinci dari pandangan partisipan, dan melakukan studi pada situasi
yang alami (Bungin, 2007).
Bogdan dan Taylor (1975, dalam Moleong, 2006) mengemukakan bahwa
metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah dan bersifat
penemuan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pengalaman, perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.
Menurut Denzin dan Lincoln (1987 dalam Moleong, 2006) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
hasilnya dapat digunakan untuk dapat menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan
untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian, dalam penelitian
kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan
pemanfaatan dokumen.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai intrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif,
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi
(Sugiono, 2009).
Bogdan dan Biklen (1982) dalam Sugiyono, 2009) mengemukakan bahwa
penelitian kualitatif memiliki karakteristik, yaitu : dilakukan pada kondisi yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti
adalah instrumen kunci, penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang
terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome.
Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif lebih
menekankan makna (data dibalik yang teramati).
F. Respon Ibu Terhadap Seksio Sesarea
sebelumnya. Seperti yang dialami oleh seorang ibu yang akan melahirkan anak
pertamanya, berikut ini kisahnya:
“Bedah cesar datang begitu mengejutkan. Maksud saya, walaupun persalinan
saya perlu waktu yang panjang untuk dimulai, saya terus berusaha ketika persalinan
saya mulai terasa sulit. Lalu, ketika tiba saatnya mendorong, saya merasa senang
karena saya piker saya akan segera bertemu Tommy kecil. Yah,saya mendorong dan
mendorong untuk sekian lama, saya tidak tahu berapa lama. Perawat terus memeriksa
saya sementara saya mengejan-memasukkan jarinya kedalam tubuh saya untuk
merasakan kepala bayi. Tak lama kemudian, dokter melakukan hal yang sama. Ia
berkata bayi saya terjepit dan tidak turun. Ia sangat baik ketika berkata, “Anda telah
bekerja dengan sangat keras dan melakukannya dengan sangat baik. Tetapi kami
harus melakukan sesuatu tindakan yang lain, demi keselamatan bayi anda, kami
sebaiknya akan melakukan bedah cesar.” Saya sulit mempercayainya!, bagaimana
bisa?saya sudah begitu dekat dengan bayi, kenapa malah tidak bisa keluar? Saya
menangis, namun saya tahu mereka benar, jadi saya berkata, “Baiklah, setidaknya
persalinan akan segera berakhir.”
Dari kisah pengalaman ibu tersebut, dapat dinilai bahwa persalinan yang awalnya
fisiologis dapat berubah menjadi persalinan yang patologis dan membutuhkan
penanganan segera yaitu dengan cara seksio sesarea ( Keppler, 2009). Hal ini bisa
menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita yang menjalani operasi seksio
sesarea dengan tiba-tiba biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak
merasa takut terhadap kondisi ibu dan bayinya, tingkat kecemasan ibu dan keluarga
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain fenomenologi, yaitu penelitian
yang digunakan untuk mengidentifikasi respon ibu yang mengalami seksio sesarea
setelah persalinan normal.
Menurut (Creswell, 1998) penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau
mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran
yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,
sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji.
Menurut Moleong (2006) penelitian fenomenologi diartikan sebagai : 1) Pengalaman
subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari
perspektif pokok dari seseorang. Ada beberapa ciri pokok fenomenologi yang dilakukan
oleh peneliti fenomenologis, yaitu: fenomenologis cenderung mempertentangkannya
dengan naturalisme yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme. Secara pasti,
fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan
kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang melahirkan dengan seksio
sesarea setelah persalinan normal di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun
2011.
2. Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purpossive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan
memperhitungkan dan memperhatikan hubungan antara waktu, biaya dan tenaga
yang akan digunakan peneliti sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
(Sugiyono, 2011). Dengan metode ini partisipan yang memiliki kriteria yang
sesuai selama pengambilan data akan dilibatkan sebagai subjek penelitian.
Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 6 orang. Adapun sampel
yang diambil memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Ibu yang pernah mengalami persalinan normal .
b. Ibu yang pernah mengalami seksio sesarea setelah persalinan normal di RSUD
Dr. Pirngadi Medan tahun 2011.
C. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan mengambil
data dan sampel, yang mana di rumah sakit tersebut dilakukan persalinan pada ibu
secara seksio sesarea yang sebelumnya ibu telah mengalami persalinan normal dan
memiliki catatan rekam medik.
D. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2012.
E. Etika Penelitian
Peneliti lapangan adalah mereka yang banyak berjumpa dengan masyarakat.
Dalam proses penelitian peneliti terjun langsung ke lapangan, peneliti berinteraksi
langsung dengan masyarakat. Menurut Nurchasanah (2007) agar proses penelitian dapat
berjalan dengan baik, maka peneliti harus berpegang teguh dengan etika penelitian yang
ditegakkan dengan cara sebagai berikut : setelah peneliti mengajukan surat permohonan
izin kepada pihak rumah sakit barulah peneliti mengajukan surat persetujuan penelitian
yang dibagikan pada setiap partisipan dengan tetap menghormati hak setiap partisipan
kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada semua partisipan bahwa maksud dan
tujuan penelitian kepada setiap partisipan adalah untuk memperoleh informasi tentang
bagaimana respon ibu yang mengalami persalinan seksio sesarea setelah persalinan
normal .
Peneliti telah menjelaskan kepada setiap partisipan bahwa tidak akan ada efek
dan setelah selesai proses penelitian, semua data yang diberikan oleh partisipan dijaga
kerahasiaan identitasnya dengan cara tidak menuliskan nama maupun alamat partisipan.
Semua informasi yang diberikan akan diberi kode atau penomoran dan data tersebut
hanya digunakan dengan semestinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
menghargai setiap jawaban yang diberikan oleh partisipan dengan cara tidak memotong
pembicaraan dan tidak menyalahkan pendapat dari partisipan yang tidak sesuai.
F. Alat Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data di lapangan peneliti sendiri merupakan alat
atau pengumpul data utama, yang berjumpa langsung dengan masyarakat yang menjadi
sampel penelitian. Agar peneliti dapat menjalankan perannya sebagai instrumen
penelitian, peneliti bersikap menjaga hubungan baik dengan setiap partisipan,
menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi pada saat pengumpulan data. Peneliti
menemukan kondisi partisipan yang tidak memungkinkan untuk diwawancarai, maka
peneliti tidak melanjutkan wawancara dan menggantinya dengan waktu yang lain sesuai
dengan kesepakatan bersama (Nurchasanah, 2007).
Peneliti mampu memperoleh informasi yang sangat luas dari setiap partisipan
dengan melakukan wawancara mendalam dengan cara bertatap muka langsung dengan
setiap partisipan dan dilakukan dengan berulang-ulang. Dengan menggunakan
kuesioner yang berisi data demografi, peneliti mengetahui identitas secara umum setiap
partisipan yang meliputi, umur, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat
pertanyaan yang diajukan mengenai respon ibu yang mengalami seksio sesarea setelah
persalinan normal.
G. Pengumpulan Data
1. Setelah mendapatkan izin dari Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik
Fakultas Keperawatan USU Medan dan izin dari Direktur RSUD Dr. Pirngadi
Medan, peneliti mengambil data melalui rekam medik untuk memperoleh data
calon partisipan.
2. Setelah data diperoleh, peneliti melakukan wawancara awal sebagai pilot study
dimana hasil wawancara tersebut diperiksa oleh pembimbing untuk melihat
proses wawancara yang dimulai dengan probing sampai menganalisis data
sudah benar serta melanjutkan penelitian selanjutnya.
3. Setelah pilot study dilakukan, peneliti melakukan pendekatan kepada calon
partisipan untuk mendapat persetujuan sebagai sampel penelitian.
4. Untuk setiap partisipan yang diperoleh dari RSUD Dr. Pirngadi Medan,
peneliti melakukan prolonged engangement kepada partisipan sebanyak 2
kali, ada yang dekat kunjungan dilakukan lebih dari 2 kali (setiap kunjungan
lamanya 30-45 menit) kunjungan ke rumah sakit tempat ibu dirawat dan
kunjungan ke rumah masing-masing partisipan, setelah kunjungan awal
tersebut peneliti merasa cukup dekat dengan partisipan, kemudian peneliti
membuat janji dengan partisipan mengenai waktu wawancara, maka
5. Peneliti memberikan kuesioner data demografi untuk diisi oleh partisipan dan
panduan wawancara yang berisi beberapa pertanyaan untuk terlebih dahulu
dipahami oleh partisipan. Partisipan diberi waktu untuk memahami
pertanyaan dan mengingat kembali peristiwa yang dialaminya sehingga pada
waktu wawancara partisipan dapat mengungkapkan hal-hal yang dialaminya
secara jelas.
6. Dalam melakukan wawancara, peneliti merekam hasil wawancara dengan
menggunakan alat perekam suara.
7. Setelah selesai wawancara yang pertama kemudian wawancara dilakukan
kembali, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan data yang dikumpul pada setiap
partisipan lamanya 30-45 menit, peneliti langsung membuat transkrip hasil
wawancara, tanpa harus menunggu wawancara berikutnya kemudian
melakukan analisis data.
8. Peneliti mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.
9. Setelah diperoleh saturasi data, maka peneliti melakukan member check .
H. Analisis Data
Analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah metode analisis menurut
Giorgi (1985). Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan peneliti adalah :
mulai mengelompokkan semua data hasil dari wawancara mengenai respon ibu yang
mengalami seksio sesarea setelah persalinan normal dan dibuat dalam sebuah transkrip
untuk memilih pernyataan-pernyataan penting yang diungkapkan oleh setiap partisipan
dengan menggunakan pengkodean, mengelompokkan pernyataan-pernyataan penting
yang sejenis sehingga diperoleh beberapa kelompok yang memiliki pernyataan sejenis,
membaca kembali pernyataan-pernyataan sejenis setiap kelompok sehingga dapat
ditentukan kesimpulan yang menjadi tema dari kelompok pernyataan-pernyataan itu.
Setelah diperoleh beberapa tema dari tiap-tiap kelompok, baru kemudian ditulis dan
disajikan dalam bentuk narasi.
- Tingkat Keabsahan Data
Untuk memperoleh tingkat keabsahan atau kepercayaan data hasil penelitian
kualitatif, maka harus memenuhi beberapa kriteria, menurut Lincoln dan Guba
(1985) dalam Danim (2003) tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai
jika peneliti berpegang pada empat prinsip yaitu : credibility, dependability,
confirmability dan transferability.
Tingkat kepercayaan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini hanya
menggunakan tiga prinsip yaitu :
1. Kredibilitas
Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian adalah : peneliti
melakukan wawancara dan prolonged engagement yaitu pendekatan yang lebih
mendalam kepada partisipan sehingga partisipan dan peneliti saling mengenal
dan mempercayai. Pendekatan dilakukan sebanyak 2 kali (setiap kunjungan
sehingga dilakukan lebih dari 2 kali kunjungan ke rumah masing-masing
partisipan. Hal ini dilakukan agar peneliti dan partisipan dapat menjalin
hubungan yang baik, sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan.
Kemudian dilakukan member check yaitu mengevaluasi kembali hasil dari
seluruh wawancara yang telah dilakukan, dengan cara menanyakan kembali
kepada partisipan apakah sudah sesuai hasil penelitian yang dilakukan peneliti
dengan yang dialami oleh partisipan.
2. Dependability
Dependability direncanakan oleh peneliti yaitu dengan membuat catatan
lengkap yang berisi keseluruhan aktivitas peneliti selama proses penelitian,
mulai dari awal penelitian, proses pengumpulan data, turun ke lapangan, proses
wawancara, proses analisis data, proses pengujian keabsahan data, sampai proses
membuat kesimpulan dari data yang diperoleh. Semua proses tersebut harus
dapat ditunjukkan peneliti sebagai bukti bahwa hasil penelitian tersebut memiliki
keandalan atau reliabilitas.
3. Konfirmabilitas
Agar hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil
penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan
lapangan, dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Untuk itu penelitian ini
selalu dibicarakan kepada orang yang berkompeten yaitu dosen pembimbing
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang
pengalaman ibu yang melahirkan secara seksio sesarea setelah persalinan normal.
Adapun partisipan dalam penelitian ini adalah sebanyak enam orang. Semua partisipan
melahirkan seksio sesarea di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011. Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara secara mendalam dengan menggunakan alat perekam
suara.
A. Karakteristik Partisipan
Enam partisipan yang menjadi sampel penelitian ini adalah partisipan yang
memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai. Dari kuesioner data demografi
diperoleh bahwa lima partisipan berusia reproduktif, yaitu 19-35 tahun dan seorang
partisipan dengan resiko tinggi berusia 35 tahun keatas. Semua partisipan mengalami
secsio sesarea pada bulan Oktober-Desember 2011.
Partisipan pertama berusia 28 tahun beragama Islam, pendidikan terakhir
diploma tiga dan pekerjaanya sebagai PNS. Mengalami persalinan normal pada tahun
2010. Dilakukan persalinan seksio sesarea dengan alasan rasa sakit yang hilang timbul
disertai air ketuban yang sudah berkurang.
Partisipan kedua berusia 34 tahun beragama Islam, pendidikan terakhir
tahun 2002. Dilakukan persalinan seksio sesarea dengan alasan kelainan letak pada
janin.
Partisipan ketiga berusia 31 tahun beragama Kristen, pendidikan terakhir
SMA dan pekerjaannya sebagai wiraswasta. Mengalami persalinan normal pada tahun
2011. Dilakukan persalinan seksio sesarea dengan alasan janin kembar dengan posisi
letak sungsang pada salah satu janin.
Partisipan keempat berusia 31 tahun beragama Kristen, pendidikan terakhir
SMA dan pakerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Mengalami persalinan normal pada
tahun 2007. Dilakukan persalinan seksio sesarea dengan alasan janin kembar dengan
posisi melintang pada salah satu janin.
Partisipan kelima berusia 40 tahun beragama Kristen, pendidikan terakhir
SMA dan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Mengalami persalinan normal pada
tahun 2010. Dilakukan persalinan seksio sesarea dengan alasan peningkatan tekanan
darah pada ibu.
Partisipan keenam berusia 33 tahun beragama Kristen, pendidikan terakhir
Diploma satu dan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Mengalami persalinan normal
pada tahun 2009. Dilakukan persalinan seksio sesarea dengan alasan kelainan letak pada
janin disertai ketuban pecah sebelum waktunya.
B. Respon Ibu yang Mengalami Seksio Sesarea Setelah Persalinan Normal
Dari hasil wawancara dengan enam partisipan telah ditemukan respon
alasan dilakukannya operasi seksio sesarea setelah persalinan normal, respon pre
operasi, respon terhadap keadaan bayi saat lahir, respon saat melihat bayi, respon
tentang perawatan post operasi di rumah sakit, respon terhadap lama waktu perawatan
post operasi di rumah sakit, respon terhadap aktivitas dalam merawat bayi setelah pulang
dari rumah sakit, respon terhadap proses pemulihan setelah melahirkan normal dan
seksio sesarea, respon terhadap proses melahirkan yang paling berkesan yang telah
dialami ibu dan jenis persalinan yang akan dipilih ibu jika ibu hamil kembali.
1. Alasan ibu melahirkan secara seksio sesarea setelah persalinan normal
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh partisipan berkaitan dengan pilihan
dalam melahirkan anaknya secara seksio sesarea setelah persalinan normal, yakni rasa
sakit yang hilang timbul, kelainan letak pada janin, ketuban pecah sebelum waktunya,
kehamilan kembar, peningkatan tekanan darah pada ibu .
a. Rasa sakit yang hilang timbul
Satu dari enam partisipan menyatakan bahwa mereka melahirkan anak
secara seksio sesarea karena rasa sakit yang hilang timbul, yaitu kurangnya kontraksi
pada rahim ibu, yang bisa disebabkan karena kurangnya produksi hormon oksitosin yang
berfungsi untuk merangsang kontraksi. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan
berikut :
“ ..Sakitnya sebentar-sebentar aja, lima menit sekali, gitu-gitu aja,
hilang-hilang!…”
b. Kelainan letak pada janin dan ketuban pecah sebelum waktunya
Dua dari enam partisipan menyatakan bahwa mereka melahirkan secara
seksio sesarea setelah persalinan normal karena kelainan letak janin. Dan satu orang
diantaranya menyatakan bahwa kelainan letak pada janin disertai dengan ketubannya
pecah sebelum waktunya, sehingga cairan yang ada dalam rahim berkurang. Hal ini
dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :
“..Bidannya bilang: anaknya sungsang, tapi agak mereng, pinggulnya
yang dijalan lahirnya itu!…”
(Partisipan 2)
“..Pas diperiksa dokternya wajahnya ini yang ada di jalan lahir, jadi susahlah keluarnya.Trus kata dokternya , ini udah kering air ketubannya, katanya gitu. Makanya itu harus operasi..!”
(Partisipan 6)
c. Dua dari enam orang partisipan menyatakan bahwa secsio sesarea
dilakukan karena janin kembar, dengan kelainan letak pada salah satu janin. Hal ini
dapat dilihat dari pernyataan berikut:
“..Karena aku takut melahirkan normal, anakku kembar kan, posisinya pun satu sungsang pantatnya dibawah, trus satu lagi posisinya normal kepala yang di bawah. Makanya operasi ajalah!..”
(Partisipan 3)
“..Dokter bilang: anakku kembar di dalam. Posisinya satu kepalanya di bawah, yang satunya lagi melintang jadi tertutuplah jalan lahirnya itu,
ya,, harus dioperasilah!..”
d. Satu dari enam partisipan menyatakan bahwa seksio sesarea dilakukan
karena partisipan yang mengalami peningkatan tekanan darah. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan berikut:
“..Kata bidannya tensiku tinggi, sebelum dioperasi tensinya sampe 270
waktu itu!..”
(Partisipan 5)
2. Respon pre operasi
Sebelum proses persalinan secara seksio sesarea berlangsung, semua partisipan
mengalami respon psikologis yakni perasaan takut, pasrah, tenang dan biasa saja.
a. Perasaan takut
Dua dari enam partisipan merasa takut sewaktu melahirkan secara seksio sesarea
setelah persalinan normal. Ketakutan yang dirasakan ibu bisa berasal dari ketakutan
akan kondisi anaknya yang akan dilahirkan, takut kalau terjadi sesuatu yang tidak di
inginkan. Bisa juga rasa takut itu muncul karena yang ada dalam benak ibu jika
dilakukan operasi maka perutnya akan dibelah sehingga takut akan rasa sakit dan
ketakutan lainnya yang dapat membuat ibu stres sebelum menjalani proses operasi
terutama bagi ibu yang belum punya pengalaman tentang proses persalinan secara seksio
sesarea. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :
“…takutlah,, cemas, gimanalah antara hidup dan mati yang operasi ini, takut terjadi sesuatu yang gak diinginkan,..”
(Partisipan 4)
“..sedikit takut sih,, selamat gak aku nanti pas operasi, kan dibelah
gitu…”
b. Pasrah
Satu dari enam partisipan merasa pasrah sebelum seksio sesarea, tidak merasa
takut dan cemas. Ibu merasa siap dengan segala resiko yang akan terjadi, walaupun
kondisi yang terjadi tidak sesuai dengan yang ibu harapkan. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan partisipan berikut :
“ ..Pas mau dioperasi pasrah lah,,terserah Allah mau kasih apa yang penting aku sama bayiku selamat. Kalau apa yang terjadi terjadilah,
cemas dan takut itu tidak ada..”
(Partisipan 1)
c. Perasaan tenang
Satu dari enam partisipan merasa tenang sebelum menjalani proses persalinan
secara seksio sesarea, ibu merasa lebih tenang disebabkan karena ibu sudah
mempersiapkan diri sebelumnya dan sudah mendapat dukungan dari keluarga. Hal ini
dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :
“…Aku gak ada ngerasa takut, karena semenjak aku tau anakku kembar di dalam aku sudah berprinsip harus operasi aku takut melahirkan
normal, jadi tenang aja rasaku…”
(Partisipan 3)
d. Perasaan biasa saja
Tiga dari enam partisipan merasa biasa saja sebelum menjalani proses persalinan
secara seksio sesarea, ibu akan merasa lebih santai karena sudah mempersiapkan diri
secara matang sebelum ia menjalani proses persalinan. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan partisipan berikut:
“..Gak ada apa-apa,,, aku gak pernah takut untuk melahirkan jadi biasa aja, yang kupikirkan gimanalah anakku ini biar cepat keluar,,,” (Partisipan 2)
“…Aku sih biasa aja, karena udah sering dengar-dengar tentang operasi melahirkan ini! Sehat-sehat kok semua yang udah pernah operasi itu.
Jadi biasa aja..”
(Partisipan 6)
3. Respon tentang keadaan bayi saat lahir
a. Lima dari enam partisipan yang melahirkan secara seksio sesarea keadaan
bayi saat lahir adalah segera menangis, karena kelima dari partisipan tersebut proses
operasi yang dialaminya menggunakan anastesi lokal. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan berikut:
“…anaknya sehat,, waktu operasi kan saya sadar.Udah anaknya
dibersihkan barulah anaknya menangis…”
(partisipan 1)
“…Sadar kali pun, selama operasi ngomong terus. Aku dengar waktu itu suaranya nangis,…”
(Partisipan 2)
“…Sehat, sampai sekarang sehat. Waktu operasi itu aku dengar suara
tangisannya...”
(Partisipan 3)
“…Sadar, aku liat pun anakku udah lahir , langsung nangis anakku
waktu itu. .
(Partisipan 5)
“..Sehat juga, sehat-sehat sampai sekarang!!!. Disitu diangkat,
dibersihkan, langsung nangis anakku…”
(Partisipan 6)
b. Satu dari enam partisipan menggunakan anastesi umum. Sehingga ibu tidak
mengetahui keadaan bayi saat lahir segera menangis atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari
“…Gak ada ditanya, soalnya aku gak sadar waktu dioperasi, dibius total. (Partisipan 4)
4. Respon ibu saat melihat bayi
Perasaan keenam partisipan saat mendengar bayinya telah lahir partisipan
merasa senang, bahagia dan haru pada saat mendengar bahwa bayi mereka yang telah
ditunggu selama sembilan bulan telah lahir dengan selamat. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan partisipan berikut:
“…Saya tanya dokternya: sehat dok?, sehat bu, kata dokternya…senang
kali rasanya waktu itu..”
(Partisipan 1)
“…Soalnya anak yang kami tunggu-tunggu kan laki-laki, lahirlah
anaknya laki-laki, senang kalilah rasaku…”
(Partisipan 2)
“…Udah dibilang susternya anakku sehat, senang kali rasaku…” (Partisipan 3)
“...Tapi waktu anakku sama aku,anaknya laki-laki, yang kami harapkan kan anak laki-laki. Bahagia kalilah rasanya, sehat lagi anaknya…” (Partisipan 4)
“…Terharu kali rasaku waktu itu, ternyata kami berdua selamat…” (Partisipan 5)
“…Gitu lihat anakku, macam merasa terharu gitu!!..” (Partisipan 6)
5. Respon ibu tentang perawatan post operasi di rumah sakit
Ada beberapa respon yang disampaikan partisipan dari yang dialaminya setelah
menjalani proses operasi seksio sesarea selama ibu dirawat di rumah sakit, yakni kondisi
a. Kondisi ibu post operasi selama 2 jam
Dua dari enam partisipan mengalami beberapa kondisi setelah selesai
operasi sampai dua jam seperti belum bisa bergerak, ada yang sudah merasakan respon
reflex nyeri atau denyut pada bagian bekas operasi, ada juga yang belum merasakan
apa-apa karena respon tubuh terhadap obat bius berbeda-beda. Hal ini dapa-apat dilihat dari
pernyataan partisipan berikut:
“..gak ada terasa sakit, sampai di ruang perawatan pun, tapiudah mulai terasa dingin kurasa waktu itu, kan dah agak hilang biusnya…”
(Partisipan 3)
“…Siap operasi terasa sakit kalilah bekas operasinya itu. Gak bisa bergerak waktu itu, macam berdenyut-denyut gitu…”
(Partisipan 5)
b. Respon ibu tentang mobilisasi dini yang dilakukan ibu post operasi
Semua partisipan yang melahirkan secara seksio sesarea melakukan
mobilisasi dini post operasi, selama dirawat di rumah sakit ibu dianjurkan untuk
melakukan mobilisasi dini agar proses penyembuhan dapat berlangsung dengan baik.
Proses mobilisasi yang dapat ibu lakukan setelah operasi antara lain, miring ke kiri dan
ke kanan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :
“…Siap operasi besoknya dah bisalah miring kiri-miring kanan, itu pun payah merengnya gitu!!!!! Blom bisa turun dari tempat tidur, hari ketiga
baru bisa…”
(Partisipan 1)
“…Bayangkanlah hari pertama cuma bisa miring kanan, miring kiri,
gitu-gitu aja, sakit kalau banyak bergerak….”
(Partisipan 5)
“…Hari pertama setelah operasi itu, aku sudah disuruh mereng-mereng, biar gak kaku biar elastis kata dokter lukanya,!