• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Kimia Kerupuk Goreng yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan TBA Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Kimia Kerupuk Goreng yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan TBA Selama Penyimpanan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI

PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN

PERUBAHAN BILANGAN TBA

SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI ARI NURHAYATI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

ARI NURHAYATI. D14204056. Sifat Kimia Kerupuk Goreng yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan TBA Selama Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat luas. Komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga kerupuk mempunyai kandungan protein yang rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha penganekaragaman makanan (diversifikasi pangan) yang bertujuan meningkatkan kandungan gizi kerupuk terutama kandungan protein dan Fe, mengingat kedua zat tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Pembuatan kerupuk halus atau kerupuk sumber protein dapat dilakukan dengan penambahan tepung daging sapi. Tepung daging sapi mengandung protein sekitar 80% (bk) (Anggoro, 2007). Penggunaan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan pada pembuatan kerupuk diharapkan dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang berimbas pada peningkatan nilai ekonomi produk kerupuk.

Penyimpanan kerupuk pada suhu ruang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kerupuk yang diakibatkan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Perubahan yang sangat nyata adalah ketengikan yang diakibatkan oleh proses oksidasi lemak. Adanya masalah ketengikan ini akan berdampak perubahan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan oleh konsumen. Selain ketengikan penyimpanan yang salah pada kerupuk akan menyebabkan penyerapan uap air dari lingkungan. Khususnya pada lingkungan yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi kerupuk akan mudah sekali menyerap uap air dari lingkungan sehingga kerupuk akan mengalami penurunan kerenyahan atau melempem.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat kimia dan perubahan bilangan TBA selama penyimpanan kerupuk tapioka goreng dengan penambahan tepung daging sapi. Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Bagian Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Laboratorium Pilot Plan, PAU-IPB dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Maret 2008.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Penelitian tahap pertama meliputi pembuatan tepung daging sapi dan penelitian tahap kedua adalah mengaplikasikan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan ke produk yaitu kerupuk.

(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu, kadar karbohidrat, kandungan Fe, dan kadar protein kerupuk goreng. Kadar lemak kerupuk goreng dan kadar air kerupuk mentah tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Semakin tinggi penambahan tepung daging akan menurunkan kadar karbohidrat dan kadar abu kerupuk goreng serta menaikkan kadar protein kerupuk goreng dan kandungan Fe kerupuk goreng.

Kerusakan yang biasa terjadi pada kerupuk yang disimpan pada suhu ruang adalah penurunan kerenyahan dan timbulnya flavor tengik. Penurunan kerenyahan ditandai dengan kenaikan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan kadar air kerupuk goreng selama penyimpanan dipengaruhi oleh penyimpanan (P<0,05). Bilangan TBA meningkat selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan Bilangan TBA dipengaruhi oleh lama penyimpanan (P<0,05) dari kerupuk daging sapi.

(4)

ABSTRACT

Chemical Characteristic of Fried Kerupuk With Added by Beff Meal and Change of TBA Value During Storage.

Nurhayati, A., Z. Wulandari., B. N, Polii

Kerupuk is a popular snack which is usually uses as a complement food. The purpose of this study were to know the effect of addition beef meal in better of “kerupuk” on chemical characteristic and TBA value of fried “kerupuk” during storage. The level of addition of meat meal were 0%, 10%, 20%, and 30% of total meal or similar with treatment of mixed beef meal in better (0%, 8.6%, 15.9%, and 22.1%, respectively). Variables observed in this study were water content of raw “kerupuk”, and water content, protein content, fat content, ash content, carbohydrate content, Fe content of fried kerupuk, water content and TBA value of fried “kerupuk” during storage. The result showed that treatment with mixed beef meal in “kerupuk” was significantly different on protein content, ash content, carbohydrate content and Fe content of fried “kerupuk”, but was not significantly different on, fat content of fried “kerupuk”and water content of raw “kerupuk” .Water content during storage influenced by time of storage. Increasing water content caused decreasing crispiness of kerupuk. TBA value of fried kerupuk during storage influenced by time storage.

(5)

SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI

PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN

PERUBAHAN BILANGAN TBA

SELAMA PENYIMPANAN

ARI NURHAYATI D14204056

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI

PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN

PERUBAHAN BILANGAN TBA

SELAMA PENYIMPANAN

Oleh ARI NURHAYATI

D14204056

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 15 September 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Zakiah Wulandari, S. TP.,M.Si. Ir. B. N. Polii, SU

NIP. 132 206 246 NIP. 130 816 350

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(7)

DAFTAR ISI

Bahan Utama Pembuatan Kerupuk ... 4

Tepung Tapioka ... 4

Air ... 5

Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk ... 6

Bahan Pengembang... 6

Faktor Penyebab Kerusakan Kerupuk ... 9

Penurunan Kerenyahan ... 10

Kapang ... 10

Oksidasi Lemak dan Ketengikan ... 11

Bilangan Peroksida ... 12

Bilangan TBA ... 13

METODE ... 14

(8)

Materi ... 14

Penelitian Tahap Pertama ... 24

Pembuatan Tepung daging Sapi ... 24

Penelitian Tahap Kedua ... 26

Analisis Proksimat ... 27

Kadar Air Kerupuk Mentah ... 27

Kadar Protein Kerupuk Goreng ... 28

Kadar Lemak Kerupuk Goreng... 29

Kadar Abu Kerupuk Goreng ... 30

Kadar Karbohidrat Kerupuk Goreng ... 30

Kandungan Zat Besi Kerupuk Goreng... 31

Mutu Kerupuk Goreng Selama Penyimpanan ... 32

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Gizi Daging Sapi ... 3

2. Kandungan Kimia Tepung Tapioka ... 5

3. Komposisi Bahan untuk Pembuatan Kerupuk Daging Sapi ... 22

4. Komposisi Kimia Tepung Daging dan Tepung Tapioka ... 24

5. Kandungan Kimia Kerupuk Daging Sapi yang Diberi Perlakuan Penambahan Tepung Daging Sapi dengan Konsentrasi yang Berbeda ... 27

7. Kadar Air Selama Penyimpanan Kerupuk Daging sapi Goreng... 32

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Adona Kerupuk yang Siap Dicetak ... 8

2. Cara Pengukusan Adonan Kerupuk ... 8

3. Mekanisme Oksidasi Lemak ... 11

4. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daging Sapi ... 17

5. Diagram Alir Proses Penelitian Pembuatan Kerupuk Daging Sapi ... 19

6. Kerupuk dengan Campuran Tepung Daging pada Taraf yang Berbeda ... 26

(11)

SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI

PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN

PERUBAHAN BILANGAN TBA

SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI ARI NURHAYATI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

ARI NURHAYATI. D14204056. Sifat Kimia Kerupuk Goreng yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan TBA Selama Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat luas. Komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga kerupuk mempunyai kandungan protein yang rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha penganekaragaman makanan (diversifikasi pangan) yang bertujuan meningkatkan kandungan gizi kerupuk terutama kandungan protein dan Fe, mengingat kedua zat tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Pembuatan kerupuk halus atau kerupuk sumber protein dapat dilakukan dengan penambahan tepung daging sapi. Tepung daging sapi mengandung protein sekitar 80% (bk) (Anggoro, 2007). Penggunaan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan pada pembuatan kerupuk diharapkan dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang berimbas pada peningkatan nilai ekonomi produk kerupuk.

Penyimpanan kerupuk pada suhu ruang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kerupuk yang diakibatkan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Perubahan yang sangat nyata adalah ketengikan yang diakibatkan oleh proses oksidasi lemak. Adanya masalah ketengikan ini akan berdampak perubahan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan oleh konsumen. Selain ketengikan penyimpanan yang salah pada kerupuk akan menyebabkan penyerapan uap air dari lingkungan. Khususnya pada lingkungan yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi kerupuk akan mudah sekali menyerap uap air dari lingkungan sehingga kerupuk akan mengalami penurunan kerenyahan atau melempem.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat kimia dan perubahan bilangan TBA selama penyimpanan kerupuk tapioka goreng dengan penambahan tepung daging sapi. Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Bagian Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Laboratorium Pilot Plan, PAU-IPB dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Maret 2008.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Penelitian tahap pertama meliputi pembuatan tepung daging sapi dan penelitian tahap kedua adalah mengaplikasikan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan ke produk yaitu kerupuk.

(13)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu, kadar karbohidrat, kandungan Fe, dan kadar protein kerupuk goreng. Kadar lemak kerupuk goreng dan kadar air kerupuk mentah tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Semakin tinggi penambahan tepung daging akan menurunkan kadar karbohidrat dan kadar abu kerupuk goreng serta menaikkan kadar protein kerupuk goreng dan kandungan Fe kerupuk goreng.

Kerusakan yang biasa terjadi pada kerupuk yang disimpan pada suhu ruang adalah penurunan kerenyahan dan timbulnya flavor tengik. Penurunan kerenyahan ditandai dengan kenaikan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan kadar air kerupuk goreng selama penyimpanan dipengaruhi oleh penyimpanan (P<0,05). Bilangan TBA meningkat selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan Bilangan TBA dipengaruhi oleh lama penyimpanan (P<0,05) dari kerupuk daging sapi.

(14)

ABSTRACT

Chemical Characteristic of Fried Kerupuk With Added by Beff Meal and Change of TBA Value During Storage.

Nurhayati, A., Z. Wulandari., B. N, Polii

Kerupuk is a popular snack which is usually uses as a complement food. The purpose of this study were to know the effect of addition beef meal in better of “kerupuk” on chemical characteristic and TBA value of fried “kerupuk” during storage. The level of addition of meat meal were 0%, 10%, 20%, and 30% of total meal or similar with treatment of mixed beef meal in better (0%, 8.6%, 15.9%, and 22.1%, respectively). Variables observed in this study were water content of raw “kerupuk”, and water content, protein content, fat content, ash content, carbohydrate content, Fe content of fried kerupuk, water content and TBA value of fried “kerupuk” during storage. The result showed that treatment with mixed beef meal in “kerupuk” was significantly different on protein content, ash content, carbohydrate content and Fe content of fried “kerupuk”, but was not significantly different on, fat content of fried “kerupuk”and water content of raw “kerupuk” .Water content during storage influenced by time of storage. Increasing water content caused decreasing crispiness of kerupuk. TBA value of fried kerupuk during storage influenced by time storage.

(15)

SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI

PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN

PERUBAHAN BILANGAN TBA

SELAMA PENYIMPANAN

ARI NURHAYATI D14204056

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(16)

SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI

PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN

PERUBAHAN BILANGAN TBA

SELAMA PENYIMPANAN

Oleh ARI NURHAYATI

D14204056

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 15 September 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Zakiah Wulandari, S. TP.,M.Si. Ir. B. N. Polii, SU

NIP. 132 206 246 NIP. 130 816 350

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(17)

DAFTAR ISI

Bahan Utama Pembuatan Kerupuk ... 4

Tepung Tapioka ... 4

Air ... 5

Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk ... 6

Bahan Pengembang... 6

Faktor Penyebab Kerusakan Kerupuk ... 9

Penurunan Kerenyahan ... 10

Kapang ... 10

Oksidasi Lemak dan Ketengikan ... 11

Bilangan Peroksida ... 12

Bilangan TBA ... 13

METODE ... 14

(18)

Materi ... 14

Penelitian Tahap Pertama ... 24

Pembuatan Tepung daging Sapi ... 24

Penelitian Tahap Kedua ... 26

Analisis Proksimat ... 27

Kadar Air Kerupuk Mentah ... 27

Kadar Protein Kerupuk Goreng ... 28

Kadar Lemak Kerupuk Goreng... 29

Kadar Abu Kerupuk Goreng ... 30

Kadar Karbohidrat Kerupuk Goreng ... 30

Kandungan Zat Besi Kerupuk Goreng... 31

Mutu Kerupuk Goreng Selama Penyimpanan ... 32

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Gizi Daging Sapi ... 3

2. Kandungan Kimia Tepung Tapioka ... 5

3. Komposisi Bahan untuk Pembuatan Kerupuk Daging Sapi ... 22

4. Komposisi Kimia Tepung Daging dan Tepung Tapioka ... 24

5. Kandungan Kimia Kerupuk Daging Sapi yang Diberi Perlakuan Penambahan Tepung Daging Sapi dengan Konsentrasi yang Berbeda ... 27

7. Kadar Air Selama Penyimpanan Kerupuk Daging sapi Goreng... 32

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Adona Kerupuk yang Siap Dicetak ... 8

2. Cara Pengukusan Adonan Kerupuk ... 8

3. Mekanisme Oksidasi Lemak ... 11

4. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daging Sapi ... 17

5. Diagram Alir Proses Penelitian Pembuatan Kerupuk Daging Sapi ... 19

6. Kerupuk dengan Campuran Tepung Daging pada Taraf yang Berbeda ... 26

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Syarat Mutu Kerupuk Sesuai dengan Badan Standarisasi

Nasional Indonesia (1999) ... 42

2. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Kerupuk Daging Sapi

Mentah ... 43

3. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Kerupuk Daging Sapi

Goreng ... 43

4. Hasil Uji Lanjut Tukey pada Kadar Air Kerupuk Daging

Sapi Goreng ... 43

5. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Kerupuk Daging

Sapi Goreng ... 44

6. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Protein Kerupuk

Daging Sapi Goreng ... 44

7. Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking Kadar Protein

Kerupuk Daging sapi Goreng ... 44

8. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Kerupuk Daging

Sapi Goreng ... 45

9. Hasil Uji Lanjut Tukey pada Kadar Abu Kerupuk

Daging Sapi Goreng... 45

10. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Kerupuk Daging

Sapi Goreng ... 45

11. Uji Lanjut Tukey pada Kadar Karbohidrat Kerupuk Daging

Sapi Goreng ... 46

12. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Fe Kerupuk Daging

Sapi Goreng ... 46

13. . Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Kadungan Fe

Kerupuk Daging Sapi Goreng... 46

14. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penambahan Tepung Daging

Sapi ebagai Perlakuan ... 47

15. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Air Kerupuk Daging

Sapi Goreng dengan Penyimpanan sebagai Perlakuan ... 47

16. . Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penyimpanan

(22)

17. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Bilangan TBA Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penambahan Tepung Daging

Sapi sebagai Perlakuan ... 48

18. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Bilangan TBA Kerupuk Daging

Sapi Goreng dengan Penyimpanan sebagai Perlakuan ... 49

(23)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama

dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan sebagai makanan

utama melainkan sebagai makanan kecil, makanan ringan atau sebagai pelengkap

hidangan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil. Kerupuk yang biasanya

beredar di pasaran hanya dibuat dari tepung terigu dan tepung tapioka yang diberi

bumbu-bumbu dan digoreng. Komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga

kerupuk mempunyai kandungan protein yang rendah. Perlu dilakukan usaha

penganekaragaman makanan (diversifikasi pangan) yang bertujuan meningkatkan

kandungan gizi kerupuk terutama kandungan protein dan Fe, mengingat kedua zat

tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh. Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh

berkaitan dengan fungsinya sebagai zat pembangun dan Fe sangat diperlukan untuk

pembentukan sel-sel darah merah sehingga tubuh terhindar dari penyakit anemia.

Pembuatan kerupuk sumber protein dapat dilakukan dengan penambahan

tepung daging sapi. Tepung daging sapi mengandung protein sekitar 80%(bk)

(Anggoro, 2007). Penggunaan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan pada

pembuatan kerupuk diharapkan dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang

berimbas pada peningkatan nilai ekonomi produk kerupuk.

Prinsip pembuatan tepung daging sapi adalah dengan cara mengeringkan

daging sapi, dihaluskan kemudian dilakukan pengayakan. Pembuatan tepung daging

sapi dilakukan sebagai usaha pengawetan daging sapi dengan cara pengeringan.

Prinsip dari metode pengeringan ini adalah menurunkan kadar air sampai di bawah

12% dari daging sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk

berkembang biak. Selain untuk pengawetan, pembuatan tepung daging juga

memudahkan dalam pengemasan dan penyimpanan.

Penyimpanan kerupuk pada suhu ruang akan menyebabkan terjadinya

perubahan pada kerupuk yang diakibatkan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan.

Perubahan yang sangat nyata adalah ketengikan yang diakibatkan oleh proses

oksidasi lemak. Adanya masalah ketengikan ini akan berdampak perubahan bau dan

cita rasa yang tidak diinginkan oleh konsumen. Selain ketengikan penyimpanan yang

(24)

lingkungan yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi sehingga menyebabkan

kerupuk mengalami penurunan kerenyahan atau melempem.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis sifat kimia dan

perubahan bilangan TBA selama penyimpanan kerupuk tapioka goreng dengan

(25)

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi

Daging didefinisikan sebagai daging mentah dari hewan yang digunakan

sebagai makanan (Lawrie, 1998). Daging sapi merupakan daging merah yang sering

dikonsumsi oleh rakyat Indonesia. Komponen bahan kering yang terbesar dari daging

adalah protein sehingga nilai nutrisi dagingnya pun tinggi (Muchtadi dan Sugiyono,

1992). Kandungan gizi yang terdapat dalam daging sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

Menurut Soeparno (1992) setiap 100 gram daging dapat memenuhi kebutuhan gizi

orang dewasa setiap hari sekitar 10% kalori, 50% protein 35% zat besi (Fe) dan

sekitar 25-60% kebutuhan vitamin B komplek.

Tabel 1. Kandungan Gizi Daging Sapi

Komponen Kadar (per 100 gram daging sapi)

---%---Pengeringan adalah salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang

dikandung melalui penguapan energi panas. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan

pangan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan

mineral-mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan

zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 1993)

Pengeringan daging dalam udara sudah dikenal oleh masyarakat purba yang

berawal dari bagaimana mencari cara sederhana untuk mengawetkan daging jika

mempunyai persediaan daging yang berlebihan. Seiring dengan perkembangan

zaman pengeringan daging yang telah dimasak banyak menggunakan alat pengering.

(26)

1. Pengeringan dari daging cacah yang telah dimasak (cooked minced meat)

atau daging irisan yang telah dimasak dengan menggunakan berbagai alat

pengering.

2. Daging beku kering (freeze dried meat), baik mentah maupun yang telah

dimasak diproduksi dalam jumlah kecil dengan cara membekukan produk

tersebut dalam keadaan hampa udara yang tinggi dan sedikit panas supaya

dapat terjadi sublimasi es menjadi uap air untuk kemudian dikeluarkan dari

sistem dengan menggunakan kondensor bersuhu rendah (Buckle et al.,1985). Kerupuk

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), kerupuk diartikan sebagai

makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan,

setelah dikukus dan disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak, kemudian

sebagai jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume dan

membentuk produk yang berongga setelah mengalami proses penggorengan.

Menurut Siaw et al., (1985) kerupuk merupakan salah satu jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang porus serta

mempunyai densitas rendah selama penggorengan. Pada dasarnya kerupuk

diproduksi melalui proses gelatinisasi pati pada tahap pengukusan, selanjutnya

dicetak dan dikeringkan. Kerupuk didefinisikan sebagai jenis makanan kering yang

terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi (Wiriano, 1984).

Bahan Baku Pembuatan Kerupuk

Lavlinesia (1995) menyatakan bahwa bahan baku yang digunakan dalam

pembuatan kerupuk dibagi atas dua kelompok, yaitu bahan utama dan bahan

tambahan. Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan dalam jumlah yang besar

dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan yang lain seperti contohnya adalah

tepung tapioka dan air.

Tepung Tapioka

(27)

senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga modifikasi tepung tapioka

mudah dilakukan (Rusmono, 1983).

Pati (starch) mempunyai dua komponen utama, yaituamilosa (fraksi terlarut)

dan amilopektin (fraksi tidak terlarut). Menurut Tahir (1985), amilopektin

merupakan salah satu komponen pati yang dapat mempengaruhi daya kembang

kerupuk. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memberikan kecenderungan

pengembangan kerupuk yang lebih besar dibanding dengan kandungan amilosa

tinggi. Kandungan kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.

Daya kembang dan tekstur akhir dari produk dipengaruhi oleh ratio amilosa

dan amilopektin dari pati (Yu et, al., 1993). Amilosa cenderung mengurangi daya kembang dan meningkatkan densitas kerupuk, sedangkan amilopektin berfungsi

sebaliknya, yaitu meningkatkan daya kembang dan menurunkan densitas kerupuk

(Setiawan, 1988).

Tabel 2. Kandungan Kimia Tepung Tapioka

Parameter Komposisi

---%---

Kadar Air 12,00

Kadar Lemak 0,30

Kadar Abu 0,30

Kadar Protein 0,50

Karbohidrat 86,90

Sumber. Departemen Kesehatan RI (1981)

Air

Jumlah air yang digunakan dalam adonan kerupuk akan mempengaruhi

tingkat adonan kerupuk, penyerapan minyak dan kerenyahan produk akhir. Bila

jumlah air kurang, tidak terjadi gelatinisasi sempurna selama pengukusan sehingga

kerupuk tidak dapat mengembang dengan baik. Apabila jumlah air yang digunakan

berlebih, adonan menjadi lembek sehingga adonan sulit dibentuk dan kerupuk sulit

diiris (Mohammed et al., 1988). Fungsi air dalam adonan kerupuk adalah untuk melarutkan garam, gula dan bumbu-bumbu, juga untuk menyebarkan bahan-bahan

secara merata dalam pembuatan adonan. Perbandingan air dan tepung untuk

(28)

Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk

Bahan tambahan adalah bahan yang diperlukan untuk melengkapi bahan baku

dalam proses pembuatan kerupuk. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam

pembuatan kerupuk adalah garam, gula, bumbu, dan bahan pengembang. Ikan,

udang, dan telur dapat dikategorikan sebagai bahan tambahan (Suarman, 1996).

Bumbu yang digunakan dalam pembuatan kerupuk berfungsi untuk memperbaiki

dan menambah cita rasa kerupuk (Djumali et al., 1982).

Bahan Pengembang

Pengembang adonan dapat berasal dari uap air, udara dan gas CO2, tetapi

yang utama adalah pengembang CO2 yang berasal dari pereaksi kimia atau hasil

fermentasi mikroorganisme. Menurut Lavlinesia (1995), pereaksi kimia yang umum

digunakan merupakan kumpulan garam anorganik yang ditambahkan ke dalam bahan

pangan atau gabungan dengan pereaksi lainnya. Tepung soda kue merupakan bahan

pengembang adonan yang terdiri dari NaHCO3 dan tepung (Winarno, 1997)

Bahan pengembang yang biasa digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah

soda kue atau natrium bikarbonat (NaHCO3) karena harganya relatif murah,

kemurnian tinggi, cepat larut dalam air pada suhu kamar dan toksisitasnya rendah.

Penggunaan bahan pengembang natrium bikarbonat (NaHCO3) pada prinsipnya

menghasilkan gas CO2 sehingga kerupuk menjadi mekar ketika kerupuk digoreng

(Wiriano 1984). Natrium bikarbonat (NaHCO3) apabila mengalami pemanasan akan

menghasilkan natrium karbonat, karbondioksida dan air. Reaksi adalah sebagai

berikut:

2 NaHCO3 NaCO3 + H2O + CO2

Bawang Putih (Allium sativum L).

Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan

cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa

ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang

khas guna meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budhiarti, 1995). Bawang

putih harus digunakan dengan hati-hati karena adanya bau yang kuat dan rasa yang

kurang disukai bila digunakan secara berlebih.

(29)

Garam merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam proses

pembuatan kerupuk. Fungsi penambahan garam dalam adonan yang adalah sebagai

penambah cita rasa dan mempertahankan struktur adonan yang akan menentukan

kualitas produk. Penambahan garam pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai

penambah cita rasa pada pangan (Soeparno, 1992).

Gula

Gula berperan penting dalam memberikan rasa manis pada kerupuk.

Pemakaian gula biasanya 2-2,5%, pemakaian gula berlebih menyebabkan makin

sedikit air terserap tepung dalam adonan sehingga pengembangan dapat berkurang

(Wiriano, 1984).

Pengolahan Kerupuk

Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki

mutu bahan pangan baik dari nilai gizi maupun daya cerna, memberikan kemudahan

dalam penanganan, mereduksi biaya, memperbaiki cita rasa dan aroma, dan

memperpanjang masa simpan (Damayanthi, 1998). Pembuatan kerupuk meliputi tujuh tahap proses, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan,

pengirisan, pengeringan dan penggorengan.

Pembuatan Adonan

Faktor terpenting dalam pembuatan adonan adalah homogenitas adonan,

karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang dihasilkan.

Pembuatan adonan kerupuk ada dua jenis proses yang dilakukan oleh masyarakat

Jawa Timur yaitu proses panas dan proses dingin. Proses panas pada pembuatan

adonan kerupuk yaitu pemasakan terlebih dahulu bahan tambahan kemudian

dicampur dengan bahan utama. Proses dingin pada pembuatan adonan kerupuk yaitu

mencampurkan semua bahan dan diaduk sampai homogen tanpa melalui pemasakan

pendahuluan (Wiriano, 1984). Adonan kerupuk yang baik adalah homogen dan tidak

(30)

Gambar 1. Adonan Kerupuk Siap Dicetak

Pencetakan

Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan

ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan

dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan

menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam (Muchtadi et al., 1988) Pengukusan

Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan melalui

media uap panas dengan suhu pemanasan sekitar 1000C. Selama proses pengukusan

panas dipindahkan ke produk melalui konveksi. Pengukusan merupakan tahap

penting karena pada tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat

dengan pengembangan kerupuk saat digoreng (Suarman, 1996). Pengukusan yang

terlalu lama akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak,

sehingga proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan

yang setengah matang menyebabkan pati tidak tergelatinisasi dengan sempurna dan

akan menghambat pengembangan kerupuk. Menurut Djumali et al. (1982), adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya

kenyal.

(31)

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air melalui

penggunaan energi panas. Pengurangan kadar air menyebabkan kandungan

senyawa-senyawa bahan pangan seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam

konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada

umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 1993). Keuntungan pengeringan

adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume yang lebih kecil sehingga

mempermudah dan menghemat ruang dan distribusi. Pengeringan dapat dilakukan

dengan menggunakan artificial dryer (alat pengering) atau dengan sun drying

(penjemuran) yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.

Penggorengan

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan

menggunakan lemak atau minyak pangan. Secara komersial bahan pangan yang

digoreng atau (fried food) digoreng dengan menggunakan sistem deep frying. Pada proses penggorengan dengan menggunakan sistem deep drying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak mencapai 200-205°C (Ketaren,

1986). Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat

menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan

suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan

(Ketaren, 1986).

Secara umum penggorengan kerupuk dilakukan dengan menggoreng kerupuk

langsung di dalam minyak panas dengan menggunakan minyak yang banyak

sehingga kerupuk terendam (Wiriano, 1984). Pada proses penggorengan kerupuk

mentah, kerupuk akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi sehingga molekul air

yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap

yang mengembangkan struktur kerupuk (Lavlinesia,1995).

Faktor Penyebab Kerusakan Kerupuk Goreng

Kerusakan bahan pangan dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada

pangan (mentah atau olahan) dimana sifat-sifat kimiawi, fisik dan organoleptik bahan

pangan tersebut yang telah ditolak oleh konsumen. Faktor penyebab kerusakan

(32)

sudah terdapat di dalam produk pangan dan tidak dapat dicegah hanya dengan

pengemasan saja dan kerusakan yang tergantung dari lingkungan sekitar yang

kemungkinan dapat dikendalikan dengan adanya pengemasan (Buckle et al.,1985). Beberapa kerusakan yang dapat terjadi pada kerupuk selama penyimpanan antara

lain penurunan kerenyahan, tumbuhnya kapang dan munculnya flavor tengik.

Penurunan Kerenyahan

Kerupuk merupakan bahan pangan berongga yang memiliki kadar air yang

rendah (kurang dari 3%). Penyimpanan kerupuk yang dikemas polietilen pada suhu

ruang biasanya mengalami perubahan fisik yaitu terjadinya penyerapan air. Tingkat

penyerapan air tergantung pada kondisi lingkungan. Lingkungan yang memiliki RH

tinggi, mengakibatkan kerupuk akan lebih cepat menyerap air dari lingkungannya

sebagai reaksi untuk menuju kondisi keseimbangan yang akan menyebabkan

kerupuk menjadi melempem.Katz dan Labuza (1981) menduga air akan melarutkan

dan melunakkan matriks pati dan protein yang ada pada sebagian bahan pangan yang

mengakibatkan perubahan kekuatan mekanik termasuk kerenyahan. Laju penyerapan

air juga dipengaruhi oleh kemampuan air menembus kemasan plastik. Makin besar

pori-pori plastik maka laju penyerapan air akan makin cepat. Laju penyerapan air

akan semakin kecil pada saat kerupuk hampir mencapai kondisi keseimbangan

terhadap lingkungan.

Kapang

Beberapa jenis kapang seperti Mucor, Neurospora dan Rhizopus yang tumbuh cepat pada bahan pangan yang berkadar air tinggi, tidak menjadi masalah

bila nilai aw bahan pangan tersebut ditentukan jauh dibawah 0,09. Hanya jenis

xerofilik yang dapat tumbuh pada nilai Aw dibawah 0,85 (Purnomo, 1995)

Jenis xerofilik yang banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah

Aspergillus conicus, eremascus albus, eurotium asmtelodam dan Eurotium rubrum, sedangkan Chrysosporium fasttidium psds nilai aw 0,61. Semua jenis kapang xerofilik bersifat mikrotoksik, racun ini diproduksi pada nilai aw 0,75 (Purnomo,

(33)

Oksidasi Lemak dan Ketengikan

Lemak merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain

karbohidrat dan protein, oleh karena itu peranan lemak dalam menentukan

karakteristik bahan pangan cukup besar (Apriyantono, 2001). Reaksi yang penting

pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisis, oksidasi dan hidrogenasi, dimana

reaksi ini akan menurunkan mutu dari minyak atau lemak. Kerusakan lemak yang

paling utama adalah terjadinya reaksi ketengikan yang ditandai dengan timbulnya

bau dan rasa tengik. Reaksi ketengikan terjadi oleh adanya reaksi outooksidasi dari

radikal asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 1986). Reaksi

outooksidasi diawali dengan periode induksi dimana sebelum tengik, minyak atau

lemak akan mengikat oksigen dari udara secara perlahan-lahan. Autooksidasi radikal

bebas dari lipid ditandai oleh empat tahapan utama yaitu inisiasi (initation),

perambatan (propagation), pembentukan cabang (branching) dan penghentian

(termination) (Purnomo, 1995). Keempat tahap mekanisme oksidasi lipid dapat

digambarkan sebagai berikut: Cabang (Dekomposisi monomolekuler)

: 2 ROOH ROO● + RO● + H2O (Dekomposisi bimolekuler)

Penghentian : ROO● + ROO● ROOR + O2 R● + R● R – R

R● + ROO● ROOR Gambar 3. Mekanisme Oksidasi Lemak

Tahap awal reaksi oksidasi (inisiasi) dimulai dengan terjadi pelepasan

hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal

alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya).

Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal

(34)

jenuh membentuk hidroproksida dan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang

terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Laju oksidasi meningkat dengan

meningkatnya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, sebagai contoh, asam

linoleat (18:2) dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada asam oleat (18:1).

Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi sangat tidak

stabil dan mudah mengalami pemecahan dan membentuk berbagai senyawa flavor

dan juga produk nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida melibatkan pemutusan

gugus-OOH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan radikal hidroksi. Radikal alkoksi

kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C sehingga terbentuk aldehid

dan radikal alkil. Berbagai senyawa yang dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya

hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol dan heterosiklik. Oksidasi

lipid disamping dapat menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna dan tersedia

sebagai sumber energi juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal.

Senyawa-senyawa radikal dalam bahan pangan dapat terserap ke dalam tubuh kemudian dapat

memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh.

Uji ketengikan dilakukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan

mengukur senyawa-senyawa hasil oksidasi. Pengukuran yang dapat dilakukan adalah

dengan menentukan bilangan peroksida, jumlah karbonil, oksigen aktif, uji asam

thiobarbiturat, dan uji oven Schaal (Winarno, 1997).

Bilangan Peroksida. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat

oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Cara yang sering

digunakan untuk menentukan bilangan peroksida adalah berdasarkan pada reaksi

antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang

dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Penentuan

peroksida ini kurang baik apabila dibandingkan dengan cara iodometri meskipun

peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida

jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Disamping itu dapat terjadi kesalahan yang

disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren,1986)

Bilangan TBA. Ketengikan dalam bahan pangan dapat diukur menggunakan uji thiobarbiturat (TBA). Uji ini berdasarkan atas terbentuknya pigmen berwarna merah

(35)

malonaldehid, intensitas warna merah tersebut menunjukkan tingkat ketengikan

makanan yang diperiksa, yang ditentukan dengan alat pengukur intensitas warna

(spektofotometer) pada panjang gelombang 528 nm (Syarief dan Halid, 1993).

Persenyawaan malonaldehida secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan

di-peroksida pada gugus pentadehida yang disusul dengan pemutusan rantai molekul

atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari penguraian

monohidro peroksida.

Uji TBA ini merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak

jenuh (P.U.F.A), dan baik diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang

mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi. Hal tersebut

terjadi pada kasus bahan pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat

ketidakjenuhan yang lebih tinggi dari asam linoleat, yang dapat mempengaruhi

stabilitas flavour (Ketaren, 1986).

Keuntungan dari uji ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk

menguji lemak dalam suatu bahan tanpa mengekstrasi fraksi lemaknya. Kelemahan

uji TBA adalah terdapatnya beberapa persenyawaan selain hasil oksidasi lemak

berupa asam yang ikut tersuling bersama uap dan selanjutnya terhadap destilat saat

(36)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Bagian Pengolahan Pangan Hasil

Ternak, Fakultas Peternakan, Laboratorium Pilot Plan, PAU-IPB dan Laboratorium

Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari

bulan Februari sampai Maret 2008.

Materi

Alat yang digunakan pada pembuatan kerupuk daging sapi meliputi oven,

blender, food prosessor, timbangan, panci, kompor, loyang, pisau, wajan dan kantong platik Polypropilen (PP). Alat yang digunakan untuk uji kimia meliputi, cawan alumunium, labu kjeldahl, bunsen, labu Elenmeyer, labu penyulingan, labu

destruksi, buret, desikator, kondensor, ekstrasi Soxhlet, kertas saring, cawan porselin,

AAS, labu volumetrik, stomacer dan pipet.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk daging adalah daging

sapi segar, tepung tapioka, garam, air, gula, bawang putih, dan soda kue. Bahan yang

digunakan untuk uji kimia adalah H2SO4, NaOH, pelarut hexana, larutan asam

HClO4, HNO3, H2SO4, akuades, antifoam, pereaksi TBA.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan dua rancangan percobaan. Rancangan pertama

adalah Rancangan Acak Lengkap (untuk kerupuk mentah dan kerupuk yang baru

digoreng sebelum penyimpanan). Perlakuan yang digunakan sebanyak empat jenis

yaitu persentase penambahan tepung daging yang berbeda (0%, 10%, 20%, 30%) dan

ulangan dilakukan tiga kali. Peubah yang dianalisis meliputi kadar air kerupuk

mentah serta kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat dan

kandungan Fe kerupuk goreng

Rancangan kedua adalah Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial (untuk

kerupuk goreng selama penyimpanan). Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial ini

menggunakan empat perlakuan yaitu persentase penambahan tepung daging yang

berbeda (0%, 10%, 20%, 30%) serta empat periode penyimpanan (H-0, H-14, H-28,

H-42) dan ulangan dilakukan tiga kali. Peubah yang dianalisis meliputi perubahan

(37)

Model matematika untuk rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut:

Model matematika untuk rancangan acak lengkap pola faktorial adalah

sebagai berikut:

(αβ)ij = Pengaruh interaksi pada taraf penambahan tepung daging sapi ke-i dengan lama penyimpanan pada taraf ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan kombinasi konsentrasi tepung daging sapi ke-i dan lama penyimpanan hari ke-j

Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dilakukan uji asumsi yang meliputi

kehomogenan ragam, kenormalan data, keaditifan data dan kebebasan galat

menggunakan software Minitab 14. Data yang memenuhi asumsi diolah menggunakan uji parametrik yaitu analisis keragaman (ANOVA). Perlakuan yang

menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey

untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh yang berbeda dengan

menggunakan software Statistix 8. Data yang tidak lolos uji asumsi, dianalisis dengan menggunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Persamaan statistik non

(38)

H= 12/N(N+1) x ∑ Ri2 / Ni - 3 (N+1) Keterangan :

Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i

Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i

N = Jumlah total pengamatan

Perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut

menggunakan uji beda rataan ranking menurut Hollander dan Wolfe (1973). Rumus

yang digunakan yaitu:

|Ri-Rj| ≤ Zα (K(N+1) / 6)0,5 Keterangan :

Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i

Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i

Zα = Nilai Z untuk pembanding lebih dari 2 rata-rata (0,05 dan 0,01) N = Jumlah total pengamatan

K = Jumlah taraf dalam perlakuan

Jika nilai |Ri-Rj| ≤ Zα (K(N+1) / 6)0,5 maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan berbeda pada taraf α.

Metode

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap penelitian. Penelitian tahap pertama

adalah pembuatan tepung daging menggunakan oven dengan pemanasan 600C

selama 24 jam. Penelitian tahap kedua adalah aplikasi penggunaan tepung daging

dalam pembuatan produk olahan kerupuk dan penyimpanan kerupuk selama enam

minggu.

Penelitian Tahap Pertama

Pembuatantepung daging dilakukan dengan pengeringan menggunakan oven

pada suhu 600C selama 24 jam. Tepung daging yang dihasilkan pada penelitian tahap

pertama dianalisis proksimat untuk mengetahui kandungan kimia dari tepung daging.

Setelah itu tepung daging digunakan sebagai bahan tambahan pembuatan kerupuk.

(39)

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daging Sapi

Penelitian Tahap Kedua

Tepung daging yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan diaplikasikan

pada pembuatan produk olahan berupa kerupuk (sebagai bahan tambahan dalam

adonan). Pembuatan kerupuk dengan bahan dasar 100 gram tepung tapioka dan

campuran tepung daging dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

sebagian tepung tapioka (25 gram), sebagian air (± 40 gram), soda kue, garam, gula,

bawang putih dipanaskan sampai terbentuk biang. Selanjutnya ditambahkan dengan

tepung daging dan diaduk sampai homogen. Sisa tepung tapioka dicampurkan sambil

ditambahkan sedikit demi sedikit air yang telah dihangatkan (70-80ºC) sambil diaduk

dengan tangan sampai adonan homogen dan kalis.

Dicuci dan dilakukan pembuangan lemak

Dikeringkan dalam oven pada suhu 600C selama 24 jam

Digiling menggunakan blender sampai halus 

Diayak dengan ayakan 40 mesh

Tepung daging Sapi Daging sapi beku

Dilakukan thawing dalam refrigerator

Daging sapi segar

(40)

Setelah kalis, adonan kerupuk tersebut diletakkan dalam loyang cetakan

alumunium dan dikukus sampai matang (± 120 menit). Tanda adonan telah matang

yaitu tidak lengket pada garpu atau lidi yang ditusuk ke dalam adonan. Setelah

matang kemudian diangin-anginkan pada suhu ruang (± 2 jam). Selanjutnya

didinginkan dalam refrigerator selama 18 jam. Tujuan penyimpanan adonan kerupuk

dalam refrigerator setelah pengukusan agar diperoleh adonan kerupuk dengan tekstur yang agak kenyal, kompak, dan mudah diiris. Adonan selanjutnya diiris

tipis-tipis dengan ketebalan maksimal 3 mm dan dikeringkan dalam oven bersuhu 500C

selama 18 jam. Penggorengan kerupuk dilakukan secara deep frying pada suhu 180-2000C selama 10-20 detik. Setelah kerupuk mengembang diangkat dari wajan dan

ditiriskan. Kerupuk dibungkus dengan plastik Polypropilen (PP) dan disimpan pada suhu ruang. Skema pembuatan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 5. Komposisi

bahan-bahan yang digunakan dalam membuat kerupuk daging sapi dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Bahan untuk Pembuatan Kerupuk Daging Sapi

Komposisi

Bahan 1 2 3 4

gram % gram % gram % gram %

Tepung tapioka 100 94,34 100 86,2 100 79,4 100 73,5

Tepung daging 0 0 10 8,6 20 15,9 30 22,1

Garam 3 2,8 3 2,6 3 2,3 3 2,2

Gula 1,5 1,4 1,5 1,3 1,5 1,2 1,5 1,1

Bawang putih 1 0,86 1 0,86 1 0,79 1 0,73

Soda kue 0,5 0,4 0,5 0,43 0,5 0,39 0,5 0,36

Total 106 116 126 136

Keterangan :

(41)

Gambar 5. Diagram Alir Proses Penelitian Pembuatan Kerupuk Daging Sapi (Modifikasi Dari Wiriano 1984)

Dihomogenkan

Pembuatan adonan dengan penambahan sisa tapioka sambil ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai adonan kalis

Adonan kerupuk dicetak dalam loyang dan dikukus selama 120 menit

Didinginan dalam refrigerator 18 jam

Diiris dengan ketebalan 3 mm

Dikeringkan pada oven dengan suhu 500C selama 18 jam

Dilakukan penggorengan (180-2000C, 10-20 detik)

Dilakukan penyimpanan sesuai perlakuan (0, 14, 28, 42 hari)

Dipanaskan sampai terjadi gelatinisasi sebagian

Diangin-anginkan pada suhu ruang selama 2 jam Tepung daging

Air 40%, gula, garam, bawang putih, soda kue dan ¼ bagian tapioka

Adonan matang

Kerupuk goreng Kerupuk mentah kering

Dikemas dalam plastik PP

Pengukuran kadar air kerupuk mentah

Pengukuran kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat dan kandungan Fe kerupuk goreng

(42)

Pengukuran Peubah

Peubah yang diukur adalah sifat kimia kerupuk goreng. Pengujian terhadap

sifat kimia meliputi kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat dan

kandungan Fe kerupuk goreng. Pengukuran kadar air dilakukan pada kerupuk

mentah. Penurunan mutu pada kerupuk diketahui dengan melakukan pengukuran

terhadap kadar air dan bilangan TBA kerupuk goreng selama penyimpanan. Sebagai

data tambahan dilakukan pengukuran terhadap bilangan peroksida kerupuk goreng

secara komposit

Kadar Air. Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC, 1984). Pengujian terhadap kadar air dilakukan pada kerupuk mentah

sebelum digoreng dan kerupuk setelah digoreng. Sebanyak satu gram sampel

kerupuk ditimbang dalam cawan alumunium yang berat keringnya telah diketahui

sebelumnya. Wadah beserta isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 105oC

selama 8 jam. Kemudian didiamkan dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar air

dihitung dengan persamaan dibawah ini.

Berat sampel (segar-kering) (gram)

Kadar Air (%BB) = X 100%

Berat sampel segar (gram)

Kadar Protein. Kadar protein diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl (AOAC, 1984). Sampel kerupuk sebanyak 0,25 gram, dimasukkan ke dalam labu

kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 0,25 gram Selenium dan 3 ml H2SO4 pekat.

Kemudian di lakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama satu

jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin ditambahkan 50 ml

akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu

Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom

Cresol Green- Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau biruan, destilasi dihentikan dan

dilakukan titrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang

sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus dibawah

ini.

(S-B) x 0,014 x N HCl x 6,25

Kadar Protein Kasar = X 100%

(43)

Keterangan :

S : volume titran sampel (ml)

B : volume titran blanko (ml)

w : bobot sampel kering (mg)

Kadar Lemak. Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan metode Soxhlet (AOAC 1984). Labu yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak dua gram sampel

kerupuk disebar diatas kapas yang beralaskan kertas saring dan digulung membentuk

thimble, lalu dimasukkan ke dalam alat ekstrasi Soxhlet. Kemudian dilakukan ekstrasi selama 6 jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak

150 ml. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C

selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya

ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan persamaan di bawah ini.

Berat lemak (gram)

Kadar Lemak (% BB) = X 100% Berat sampel (gram)

Kadar Abu. Sampel kerupuk sebanyak satu gram ditempatkan dalam cawan porselin dan dibakar sampai tidak berasap kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 6000C

selama 1 jam. Kadar abu di hitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

Berat abu (g)

Kadar Abu (% BB) = X 100% Berat sampel (g)

Kadar Karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kadar karbohidrat (%) = 100% - % (protein + lemak + air +abu)

Kadar Zat Besi (Apriyantono et al., 1989). Pengukuran kadar besi dilakukan dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometry (AAS). Sampel sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam labu destruksi kemudian diuapkan.

Sebanyak 10 ml larutan asam HClO4 + HNO3 + H2SO4 dengan perbandingan (6 : 6 :

1) ditambahkan kedalam labu destruksi berisi sampel tersebut. Sampel didestruksi

(44)

diencerkan dalam labu volumetrik 50 ml. Absorban sampel kemudian diukur dengan

menggunakan AAS pada panjang gelombang 256. Kadar zat besi ditentukan dengan

menggunakan kurva standar yang diperoleh melalui pengukuran larutan standar.

Analisis Bilangan TBA (Tarladgis et al., 1960). Pengukuran bilangan TBA dilakukan untuk mengetahui terjadinya ketengikan melalui pengukuran kadar

malonildehida yang terbentuk. Sampel kerupuk ditimbang sebanyak tiga gram, lalu

dimasukkan ke dalam waring blender kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan selama dua menit. Larutan dipindahkan ke dalam labu destilasi 1000 ml

sambil dicuci dengan 48,5 ml akuades. Larutan ditambahkan 1,5 ml HCl (4 mol)

sampai pH menjadi 1,5 lalu tambahkan batu didih dan sedikit bahan pencegah buih

(antifoam) ke dalam labu destilat. Dilakukan destilasi dengan pemanasan selama 10

menit hingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat yang diperoleh disaring

kemudian diambil 5 ml lalu dipindahkan dalam labu erlenmeyer berukuran 50 ml.

Tambahkan 5 ml reagen TBA lalu ditutup (reagen TBA terdiri dari 0,02 M

thiobarbituric-acid dalam 90% asam asetat glasial). Tabung ditutup dan dipanaskan

selama 35 menit dalam air mendidih, selanjutnya didinginkan. Absorbansi destilat

diukur pada panjang gelombang pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan

blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dari campuran 5 ml air suling

ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bilangan TBA (mg malonaldehida /kg) = 7.8 x absorbansi

Bilangan Peroksida. Kerupuk ditimbang sebanyak lima gram lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer berukuran 250 ml. Kemudian ditambahkan 30 ml larutan

asam asetat dan kloroform dengan perbandingan (3 : 2). Larutan digoyangkan sampai

bahan terlarut semua, lalu ditambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI, didiamkan satu

menit kemudian tambahkan 30 ml akuades. Setelah itu dititrasi dengan 0,1 N

Na2S2O3 sampai warna kuning hilang lalu ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1%.

Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Bilangan peroksida dinyatakan dalam

mili-ekiuvalen dari peroksida dalam setiap 1000 g contoh.

ml Na2S2O3 x N thiosulfat x 1000 Bilangan Peroksida (meq/kg) =

berat sampel (g)

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Pembuatan Tepung Daging Sapi

Dalam penelitian tahap pertama dilakukan pembuatan tepung daging sapi

yang digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan kerupuk. Pengeringan

dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 600C. Daging sapi yang telah kering

digiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Analisis proksimat dilakukan untuk

mengetahui kandungan gizi tepung daging. Komposisi kimia tepung daging sapi

yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Daging Sapi dan Tepung Tapioka

Parameter Tepung Daging

Tepung Tapioka * SNI Tepung Ikan**

Kadar Air (%) 5,98 12,00 Maks 10

Sumber * = Departemen Kesehatan RI (1981) ** = SNI 01-2715-1992

Kadar air merupakan faktor penting dalam menentukan mutu tepung daging

sapi. Kadar air pada produk tepung sangat erat hubungannya dengan stabilitas

produk dan umur simpannya. Kadar air dari produk tepung daging sapi adalah

sebesar 5,98%. Pengeringan daging bertujuan untuk menurunkan kadar air dari

produk, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang

biak. Pengeringan daging juga bertujuan untuk mempermudah penyimpanan.

Ketentuan untuk standar maksimal kadar air pada tepung ikan yang digunakan

sebagai pembanding yang tercantum pada SNI 01-2715-1992 adalah sebesar 10%.

Kadar air pada tepung daging sapi yang dihasilkan dari penelitian ini sudah

memenuhi syarat mutu produk tepung.

Kadar lemak pada tepung daging adalah sebesar 6,30% (bb), sedangkan

(46)

(triming) terlebih dahulu dilakukan sebelum daging dikeringkan hal ini dilakukan

untuk mencegah ketengikan pada saat pengeringan berlangsung, selain itu triming

juga bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak pada tepung daging sapi.

Ketentuan untuk standar maksimal kadar lemak pada tepung ikan yang digunakan

sebagai pembanding yang tercantum pada SNI 01-2715-1992 adalah sebesar 8%

(bb). Kadar lemak pada tepung daging sapi yang dihasilkan dari penelitian ini sudah

memenuhi syarat mutu tepung sumber protein.

Abu adalah sisa yang tertinggal bila suatu bahan makanan dibakar dengan

sempurna di dalam suatu tungku pengabuan. Kadar abu menggambarkan banyaknya

mineral yang tidak dapat terbakar dari zat yang dapat menguap (Sediaoetama, 1996).

Kandungan abu pada tepung tapioka sangat rendah hanya sebesar 0,05% (bb)

sedangkan pada tepung daging sapi mencapai 3,98% (bb). Hal ini disebabkan karena

kandungan mineral pada tepung daging lebih tinggi daripada tepung tapioka.

Natrium, kalium, dan fosfor terdapat pada jumlah yang besar dalam jaringan otot

(deMan, 1997). Ketentuan standar maksimal untuk kadar abu pada tepung ikan yang

digunakan sebagai pembanding yang tercantum pada SNI 01-2715-1992 adalah

sebesar 20% (bb). Kadar abu pada tepung daging sapi yang dihasilkan dari penelitian

ini sudah memenuhi syarat mutu tepung sumber protein.

Protein merupakan komponen terbesar dari tepung daging sapi yaitu sebesar

81,62% (bb), sedangkan protein yang terdapat dalam tapioka hanya 0,30% (bb).

Kandungan protein tepung daging sapi meningkat secara signifikan apabila

dibandingkan dengan protein daging segar yaitu sekitar 18% (bb), hal ini disebabkan

oleh adanya penurunan kadar air yang diakibatkan pengeringan. Tepung daging sapi

dapat digunakan sebagai bahan tambahan sumber protein. Menurut SNI

01-2715-1992 standar minimal kadar protein pada tepung ikan yang digunakan sebagai

pembanding adalah sebesar 65% (bb). Kadar air pada tepung daging sapi yang

dihasilkan dari penelitian ini sudah memenuhi syarat mutu tepung sumber protein.

Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam tepung daging sapi adalah

sebesar 2,14% (bb). Karbohidrat yang menyusun daging berupa glikogen.

Karbohidrat adalah penyusun terbesar dari tepung tapioka yaitu sebesar 86,9% (bb).

Karbohidrat dalam tepung tapioka terdiri dari amilosa dan amilopektin. Tahir (1985)

(47)

mempengaruhi daya kembang kerupuk. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi

dari kandungan amilosanya akan memberikan kecenderungan pengembangan

kerupuk yang lebih besar dibandingkan dengan kandungan amilosa tinggi.

Zat besi (Fe) merupakan mineral mikro penting bagi tubuh yang banyak

terdapat dalam hemoglobin dan sel-sel otot khususnya mioglobin. Sumber zat besi

bahan pangan yang berasal dari hewani adalah hati, daging, dan kuning telur. Zat

besi yang berasal dari hasil ternak lebih mudah diserap dibandingkan dari hasil

nabati. Kandungan zat besi pada tepung daging sapi adalah sebesar 64,41 ppm.

Penelitian Tahap Kedua

Penelitian tahap kedua dilakukan pembuatan kerupuk menggunakan proses

panas yang dimodifikasi dari metode Wiriano (1984) dan penyimpanan kerupuk

selama 6 minggu. Proses ini terlebih dahulu diawali dengan pembuatan biang untuk

adonan kerupuk dengan memanaskan ¼ bagian tepung tapioka. Penambahan tepung

daging yang digunakan adalah masing-masing 0%, 10%, 20%, dan 30% dari total

tepung tapioka. Analisis yang dilakukan terhadap kerupuk mentah berupa kadar air.

Analisis yang dilakukan terhadap kerupuk goreng meliputi kadar air, kadar protein,

kadar lemak, kadar abu, kadar Fe, dan kadar karbohidrat. Untuk mengetahui adanya

indikasi penurunan mutu dari kerupuk, dilakukan analisis terhadap kadar air,

bilangan TBA dan bilangan peroksida kerupuk goreng selama penyimpanan.

Penyimpanan kerupuk dilakukan selama 42 hari. Gambar 6 menunjukkan kerupuk

dengan campuran tepung daging sapi pada taraf yang berbeda.

(48)

Analisis Proksimat

Nilai gizi dari suatu produk merupakan parameter yang sangat penting

karena dapat menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihan

terhadap makanan. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu produk,

adalah dengan analisis proksimat. Kandungan kimia kerupuk daging sapi yang diberi

perlakuan penambahan tepung daging sapi dengan konsentrasi yang berbeda dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Kimia Kerupuk Daging Sapi yang Diberi Perlakuan Penambahan Tepung Daging Sapi dengan Konsentrasi yang Berbeda

Paremeter Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan

Umum 0 10 20 30

Kadar Air Kerupuk Mentah (%)

8,30±0,46 8,67±0,94 8,39±1,38 7,91±0,25 8,32±

0.31

32,09±3,43 25,79±1,47 36,54±7,79 29,05±4,56 30,87± 4,57

Keterangan: Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan pengaruh yang berbeda (P<0,05)

Kadar Air Kerupuk Mentah

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air

mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kadar air dalam bahan

makanan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan makanan tersebut

(Winarno 1997). Kadar air dalam bahan adalah jumlah air bebas yang terikat secara

(49)

kerupuk sebelum digoreng sangat menentukan volume pengembangan kerupuk

matang. Hasil analisis kadar air kerupuk mentah dapat dilihat pada Tabel 5.

Penambahan tepung daging sapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

kadar air kerupuk mentah. Kadar air kerupuk daging memiliki nilai rata-rata 8,32%.

Pengamatan Muliawan (1991) terhadap kerupuk sagu, menunjukkan bahwa

pengembangan maksimal kerupuk sagu terjadi pada kadar air 9%. Kadar air kerupuk

daging sapi mentah berasal dari air yang terkandung dalam bahan-bahan yang

digunakan dalam pembuatan kerupuk seperti tepung tapioka, tepung daging sapi dan

air. Pengeringan kerupuk dilakukan dengan oven pada suhu 500C selama 18 jam,

pada saat proses pengeringan akan terjadi pelepasan air dalam produk menjadi uap

air.Pengeringan dilakukan menggunakan oven listrik sehingga memungkinkan panas

yang dihasilkan konstan dan menyebar pada produk. Apabila dilihat dari kadar airnya, kerupuk daging sapi mentah masih memenuhi SNI 01-2713-1999. Dalam SNI

01-2713-1999 mensyaratkan kadar air maksimal pada kerupuk mentah adalah 12%.

Kadar Protein Kerupuk Goreng

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting dalam tubuh bagi

setiap sel yang hidup. Selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga

berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Masalah utama

pada produk kerupuk yang ada di pasaran adalah rendahnya kandungan protein.

Penambahan tepung daging diharapkan mampu meningkatkan kandungan gizi

khususnya protein. Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Tabel 5.

Kadar protein pada kerupuk matang berkisar 0,39-13,55% (bk) (Tabel 5).

Kerupuk tanpa penambahan tepung daging memiliki kandungan protein terendah

yaitu sekitar 0,39% (bk), sedangkan kerupuk dengan penambahan 30% tepung

daging sapi memiliki kandungan protein paling tinggi yaitu sekitar 13,55% (bk).

Lavlenisa (1995) menyatakan kandungan protein pada kerupuk dapat menurunkan

volume pengembangan pada kerupuk saat digoreng.

Penambahan tepung daging sapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar

protein kerupuk daging sapi. Kadar protein kerupuk daging sapi meningkat seiring

dengan peningkatan konsentrasi penambahan tepung daging sapi. Pada kerupuk

tanpa penambahan tepung daging sapi protein hanya berasal dari tepung tapioka yang

(50)

Uji lanjut beda rataan ranking menunjukkan bahwa kerupuk tanpa

penambahan tepung daging sapi berbeda nyata dengan kerupuk dengan penambahan

30% tepung daging sapi. Untuk kerupuk dengan penambahan tepung daging sapi

10% tidak berbeda nyata dengan kerupuk dengan penambahan 20% tepung daging

sapi. Tepung daging sapi memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sekitar

81,62% (bb) sehingga mengakibatkan perbedaan kandungan protein antara kerupuk

tanpa penambahan tepung daging sapi dengan kerupuk dengan penambahan tepung

daging sapi.

Ketentuan untuk standar minimal kandungan protein pada kerupuk ikan yang

digunakan sebagai pembanding yang tercantum pada SNI. 01-2713-1999 adalah

minimal 6%. Kadar protein kerupuk daging sapi yang dihasilkan dari penelitian ini

sudah memenuhi syarat mutu kerupuk sumber protein hewani terutama kerupuk

dengan campuran 20% tepung daging sapi dan kerupuk campuran tepung daging sapi

30%.

Kadar Lemak Kerupuk Goreng.

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif apabila

dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat

menghasilkan 9 Kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4

Kkal/gram. Hasil analisis kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 5.

Penambahan tepung daging sapi tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar

lemak kerupuk daging sapi. Kadar lemak kerupuk daging sapi memiliki rata-rata

30,87% (bk). Kadar lemak dari tepung daging sendiri sebesar 6,30% (bb). Kadar

lemak pada produk-produk deep-fried sangat ditentukan oleh penyerapan minyak selama penggorengan (Pinthus et al., 1993). Robertson (1967) menyatakan selama proses penggorengan minyak meresap ke dalam permukaan bahan yang digoreng dan

mengisi sebagian ruang kosong akibat hilangnya air. Proses penggorengan

memberikan kontribusi besar dalam kandungan lemak pada produk akhir kerupuk.

Menurut Ketaren (1986) aktivitas penggorengan akan mempengaruhi penampakan,

flavor, citarasa, banyaknya lemak yang terserap dan stabilitas penyimpanan serta

faktor ekonominya. Tingginya kadar lemak pada kerupuk akan menyebabkan produk

(51)

Ketentuan untuk standar maksimal kandungan lemak pada kerupuk ikan yang

digunakan sebagai pembanding yang tercantum pada SNI. 01-2713-1999 adalah

sebesar 0,5% (bb) untuk kerupuk mentah. Pengukuran kadar lemak pada penelitian

ini dilakukan pada kerupuk daging sapi goreng, sehingga perlu dilakukan penelitan

lebih lanjut untuk menentukan kadar lemak kerupuk daging sapi mentah.

Kadar Abu Kerupuk Goreng.

Abu adalah sisa yang tertinggal bila suatu bahan makanan dibakar dengan

sempurna di dalam suatu tungku pengabuan. Kadar abu menggambarkan banyaknya

mineral yang tidak dapat terbakar dari zat yang dapat menguap (Sediaoetama, 1996).

Umumnya komponen-komponen abu terdiri dari kalium, natrium, besi, mangan, dan

magnesium (Desrosier 1988). Hasil analisis kadar abu dapat dilihat pada Tabel 5.

Penambahan tepung daging sapi memberikan pengaruh nyata(P<0,05)

terhadap kadar abu dari kerupuk daging sapi. Peningkatan konsentrasi penambahan

tepung daging sapi akan menurunkan kadar abu dari kerupuk. Hal ini disebabkan

oleh penurunan konsentrasi garam dalam adonan dengan meningkatnya konsentrasi

penambahan tepung daging. Garam memberikan kontribusi yang besar pada kadar

abu kerupuk. Garam yang digunakan dalam adonan adalah 3 g.

Uji Lanjut Tukey menunjukkan bahwa kerupuk dengan penambahan 0% dan 10% tepung daging sapi berbeda dengan kerupuk yang ditambahkan 20% dan 30%

tepung daging sapi. Garam yang digunakan dalam adonan adalah sekitar 2,8% pada

adonan, sehingga peningkatan konsentrasi penambahan tepung daging akan

menurunkan konsentrasi garam dalam adonan kerupuk.

Kerupuk yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki kadar abu berkisar

1,17% (bk) -2,57% (bk), sedangkan SNI. 01-2713-1999 mensyaratkan kadar abu

tanpa garam yang diijinkan adalah sebesar 1%. Kadar abu dari kerupuk yang

dihasilkan dalam penelitian ini belum menggambarkan kadar abu tanpa garam

sehingga belum dapat dipastikan apakah kerupuk-kerupuk tersebut telah memenuhi

persyaratan SNI.

Kadar Karbohidrat Kerupuk Goreng.

Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat organik yang

mempunyai struktur molekul yang berbeda, meskipun terdapat persamaan dari sudut

Gambar

Tabel 1. Kandungan Gizi Daging Sapi
Tabel 2. Kandungan Kimia Tepung Tapioka
Gambar 1. Adonan Kerupuk Siap Dicetak
Gambar 3. Mekanisme Oksidasi Lemak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekstrak Daun Bambu Tali ( Gigantochloa apus ) sebagai Pengawet Daging Sapi Iris selama Penyimpanan Dingin adalah benar

lapangan bahan utama untuk pembuatan bakso terdiri dari daging segar, es batu, garam dapur (NaCl) dan tepung tapioka. Perbedaan perbandingan bahan dasar dan bahan tambahan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Bakso Daging Sapi dengan Penamabahan Tepung Porang ( Amorpophallus oncophyllus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan protein dan kualitas organoleptik pada bakso goreng ikan lele dengan penambahan tepung ubi jalar oranye dan tepung

Selama penyimpanan daging sapi kontrol (tanpa perlakuan kitosan) memiliki nilai TPC yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TPC daging sapi yang diberi perlakuan

Penelitian mengenai pengaruh penambahan tepung tapioka terhadap daya simpan dan akseptabilitas bakso sapi pada penyimpanan suhu ruang dan lemari es, telah

penelitian ini antara lain penambahan madu pada daging sapi giling berpengaruh terhadap nilai Total Mikroba, TBA, TVB, aw, pH dan warna, semakin tinggi konsentrasi madu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar protein, kadar lemak, kadar air, dan jumlah total mikroba bakso daging sapi yang diolah dengan pengenyal tepung tapioka yang disubstitusi dengan tepung