GAMBARAN KADAR GULA DARAH
PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN
TAHUN 2009
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
TUAN NORHANANI BINTI TUAN AHMAD
070100429
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
GAMBARAN KADAR GULA DARAH
PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN
TAHUN 2009
Oleh :
TUAN NORHANANI BINTI TUAN AHMAD
070100429
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran kadar gula darah pada penderita Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit
Haji Adam Malik, Medan Tahun 2009.
Nama : Tuan Norhanani Bt. Tuan Ahmad Nim : 070100429
Pembimbing Penguji
... ...
( dr. Almaycano Ginting, M.Kes ) (dr. Juliandi Harahap, MA)
...
(Prof. Harun Alrasyid, SpPD)
Medan, 24 November 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
...
ABSTRAK
Tuberkulosis sering ditemukan menyertai DM dan menyebabkan resistensi insulin dan diabetes. Didaerah dimana tuberkulosis masih bersifat endemik maka insiden
tuberkulosis pada DM masih tinggi. Perlangsungan TB paru pada DM lebih berat dan kronis dibanding non diabetes. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar gula darah pada penderita TB paru di RSU HAM, Medan pada tahun 2009. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 96 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai November 2010. Data penelitian diambil dari rekam medik di RSU Haji Adam Malik, Medan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan dilakukan pengambilan data medis dari Departemen Paru RSUP H. Adam Malik. Populasi penelitian ini adalah pasien yang menderita TB paru dan sampel yang digunakan adalah simple random sampling.
Sebanyak 15 orang (15.6%) dari 464 orang pasien TB paru pada tahun 2009 mempunyai kadar gula darah ≥200 g/dl di RSUP H. Adam Malik dan sebanyak 2 orang (2.1%) pula dengan kadar gula darah antara 141-199 g/dl. Manakala seramai 79 orang (82.3%) mempunyai kadar gula darah antara 100-140 g/dl.
PenderitaTB paru di RSUP HAM hanya sebagian kecil yang menderita Diabetes.
ABSTRACT
Tuberculosis is a common disease found in DM patient and causes insulin
resistance and diabetes. In certain TB endemic regions, TB incidence is still high in DM. Progression of pulmonary tuberculosis is much more severe and chronic in DM patient compared to non DM patient.This study objective is to observed the blood sugar levels in pulmonary tuberculosis patients in RSU HAM, Medan in 2009. This research is the descriptive method with a sample size of 96 people. This research was conducted from February to November 2010. The research data were drawn from medical records at Haji Adam Malik Hospital, Medan.
The study was a descriptive study of medical data from the Department of Pulmonary RSUP H. Adam Malik. The study population was patients who suffer from pulmonary tuberculosis and the sample used was simple random sampling.
There were 15 people (15.6%) of 464 pulmonary tuberculosis patients in 2009 had a blood glucose level ≥200 g/dl in RSUP H, Adam Malik and 2 people (2.1%) were having blood glucose level between 141-199 g/dl. Other 79 people (82.3%) had normal blood sugar levels between 100-140g/dl.
Only a small number of tuberculosis patients who suffer from diabetes in RSUP HAM, Medan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat
kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Laporan
Hasil Penelitian ini tepat pada waktunya. Judul yang dipilih adalah Gambaran Kadar
Gula Darah pada Penderita Tuberkulosis Paru. Penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada dr. Almaycano Ginting, M.Kes yang telah membimbing dan memberi
masukan-masukan pada penulis dalam menyempurnakan Laporan Hasil Penelitian ini. Penulis juga
tidak lupa berterima kasih kepada orangtua penulis serta teman-teman yang telah
mendukung dalam penulisan Laporan Hasil Penelitian ini.
Penulisan Laporan Hasil Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
syarat untuk menyelesaikan pembelajaran semester VII di FK USU dengan beban kredit
2 SKS.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Hasil Penelitian ini masih
memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis bersedia
menerima kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan Laporan Hasil
Penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap agar Laporan Hasil Penelitian ini memberi
manfaat kepada semua orang.
Medan, 24 November 2010
Tuan Norhanani Bt. Tuan Ahmad
2.2.4. Reaksi tubuh terhadap infeksi primer dan post primer ... 13
2.2.5. Diagnosa ... 15
2.2.6. Penatalaksanaan ... 15
2.3. Infeksi TB pada penderita DM ... 17
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 18
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 18
3.2. Definisi Operasional ... 18
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20
4.1. Jenis Penelitian ... 20
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 22
4.5. Metode Analisis Data ... 22
BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 23
5.1. Hasil Penelitian ... 23
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 23
5.1.3. Hasil Analisa Data ... 24
5.2. Pembahasan ... 25
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
6.1. Kesimpulan ... 28
6.2. Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi pada DM ... 5
Tabel 2.2. Rekomendasi Komposisi Diet pada Penderita DM ... 10
Tabel 2.3. Durasi Kerja (dalam jam) Preparat Insulin ... 10
Tabel 2.4. Jenis, Sifat dan Dosis OAT ... 15
Tabel 3.2. Definisi Operasional ... 18
Tabel 5.1. Deskripsi karakteristik responden berdasarkan usia ... 23
Tabel 5.2. Deskripsi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 24
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR SINGKATAN
ADA American Diabetes Association
AIDS acquired immune deficiency syndrome
BTA basil tahan asam
cfu colony-forming unit
DM Diabetes Melitus
FFA free fatty acid
HNF hepatocyte nuclear factor
IFN-γ interferon-gamma IPF-1 insulin promoter factor-1
KGD kadar gula darah
MODY maturity-onset diabetes of the young
Neuro D1 neurogenic diffrentiation factor 1
OAT obat antituberkulosis
OGTT oral glucose tolerance test
TB Tuberkulosis
TH
TNF tumor necrosis factor 1 T helper 1
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Data Induk dan Hasil Output
ABSTRAK
Tuberkulosis sering ditemukan menyertai DM dan menyebabkan resistensi insulin dan diabetes. Didaerah dimana tuberkulosis masih bersifat endemik maka insiden
tuberkulosis pada DM masih tinggi. Perlangsungan TB paru pada DM lebih berat dan kronis dibanding non diabetes. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar gula darah pada penderita TB paru di RSU HAM, Medan pada tahun 2009. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 96 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai November 2010. Data penelitian diambil dari rekam medik di RSU Haji Adam Malik, Medan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan dilakukan pengambilan data medis dari Departemen Paru RSUP H. Adam Malik. Populasi penelitian ini adalah pasien yang menderita TB paru dan sampel yang digunakan adalah simple random sampling.
Sebanyak 15 orang (15.6%) dari 464 orang pasien TB paru pada tahun 2009 mempunyai kadar gula darah ≥200 g/dl di RSUP H. Adam Malik dan sebanyak 2 orang (2.1%) pula dengan kadar gula darah antara 141-199 g/dl. Manakala seramai 79 orang (82.3%) mempunyai kadar gula darah antara 100-140 g/dl.
PenderitaTB paru di RSUP HAM hanya sebagian kecil yang menderita Diabetes.
ABSTRACT
Tuberculosis is a common disease found in DM patient and causes insulin
resistance and diabetes. In certain TB endemic regions, TB incidence is still high in DM. Progression of pulmonary tuberculosis is much more severe and chronic in DM patient compared to non DM patient.This study objective is to observed the blood sugar levels in pulmonary tuberculosis patients in RSU HAM, Medan in 2009. This research is the descriptive method with a sample size of 96 people. This research was conducted from February to November 2010. The research data were drawn from medical records at Haji Adam Malik Hospital, Medan.
The study was a descriptive study of medical data from the Department of Pulmonary RSUP H. Adam Malik. The study population was patients who suffer from pulmonary tuberculosis and the sample used was simple random sampling.
There were 15 people (15.6%) of 464 pulmonary tuberculosis patients in 2009 had a blood glucose level ≥200 g/dl in RSUP H, Adam Malik and 2 people (2.1%) were having blood glucose level between 141-199 g/dl. Other 79 people (82.3%) had normal blood sugar levels between 100-140g/dl.
Only a small number of tuberculosis patients who suffer from diabetes in RSUP HAM, Medan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dari tahun 1997 hingga 2003, semua kasus penderita DM yang juga menderita TB
dan kasus TB sahaja di Esrefpasa Tuberculosis Dispensary dianalisa secara retrospektif.
Sejumlah 78 (7,3%) kasus TB pada penderita DM dijumpai dari 1.063 kasus TB.
Pembentukan kavitas dan lokalisasi atipikal lebih banyak dijumpai pada penderita DM
(Tatar,et al, 2009)
Terdapat 203 pasien DM dengan TB (DM tipe 1, 7 [3.4%]; DM tipe 2, 196
[96.6%]). Kadar kekambuhan jangka panjang TB (2 tahun setelah keluar rumah sakit)
lebih tinggi pada penderita DM berbanding non-DM (20% banding 5.3%).
( Zhang, Xiao, & Sugawara, 2009 ). Satu studi yang dilakukan di Regional Institute of
Medical Sciences, Imphal menemukan prevalensi TB paru pada penderita DM adalah
27% yang didiagnosa secara radiologi dan 6% secara pemeriksaan sputum yang dijumpai
basil tahan asam (BTA) positif.
Pada studi otopsi sebelum tahun 1900, sebanyak 50% kasus diabetes juga
mempunyai TB paru (1,37). Insidens diabetes di kalangan penderita TB paru lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi normal. ( Ljubic, et al, 2004 )
Menurut Litonjua (1999) dalam Sanusi (2006), ”prevalensi TB paru pada DM
meningkat 20 kali dibanding non DM, aktifitas kuman tuberkulosis meningkat 3 kali
pada DM berat dibanding DM ringan.”
Menurut Pickup JC dan William G (1997) dalam Sanusi (2006), ”penelitian TB
paru pada DM di Indonesia masih cukup tinggi yaitu antara 12,8-42% dan bila dibanding
dengan luar negeri maka prevalensi di Indonesia masih tinggi.
Stevenson et al (2007) dalam Young, et al (2009) melakukan systematic review
dan menemukan diabetes dapat meningkatkan resiko infeksi TB sebanyak 1,5 kali lipat
pada satu studi dan 7,8 kali lipat pada studi yang lain.
Meta analisis dari studi kohort menunjukkan bahwa DM berhubungan dengan
( Jeon, & Murray, 2008 ). Diabetes terdapat pada 14,8% TB paru dan 20,2% pada TB
dengan BTA positif di India. ( Stevenson, et al, 2007 )
1.2.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perlu dilakukan penelitian ini untuk melihat
“Bagaimana gambaran kadar gula darah pada penderita TB paru di RSU HAM,Medan”?.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran
kadar gula darah pada penderita TB paru di RSU HAM, Medan.
.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan gambaran karakteristik penderita TB yang menderita DM
seperti usia, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Mendapatkan gambaran kadar gula darah pada penderita TB yang menderita
DM dan non DM.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Memberi informasi kepada masyarakat umum bahwa kadar gula darah itu
penting untuk diperhatikan terutama pada keadaa hiperglikemi lebih rentan
terjadi infeksi termasuk infeksi TB.
2. Panduan kepada petugas kesehatan tentang gambaran kadar gula darah pada
penderita TB paru
3. Memberi informasi pada dunia pendidikan bahwa kadar gula darah yang tinggi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes mellitus
2.1.1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat defek sekresi insulin , kerja
insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik berhubungan dengan kerusakan, disfungsi
dan gangguan berbagai-bagai organ khususnya mata, ginjal, syaraf, jantung dan
pembuluh darah. ( Sanusi, H; 2006 )
2.1.2. Klasifikasi
Walaupun semua penyakit DM berkongsi hiperglikemi sebagai karakteristik utama,
namun terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi hiperglikemi. Majoriti
dari kasus diabetes digolongkan dalam 2 kelompok utama yaitu :
• Diabetes tipe 1 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin yang absolut. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi destruksi pada sel β pankreas yang umumnya terjadi akibat autoimun. Diabetes tipe 1 terjadi kurang lebih 10% dari keseluruhan
kasus diabetes.
• Diabetes tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resistensi perifer terhadap kerja insulin dan respon kompensasi yang tidak adekuat terhadap sekresi insulin oleh sel β pankreas ( “kekurangan insulin relatif” ). Dianggarkan 80% hingga 90% pasien
menderita diabetes tipe 2.
Terdapat berbagai penyebab sekunder dan monogenik yang menyumbang kepada
terjadinya kasus-kasus diabetes yang lain ( Tabel 2.1. ). Perlu ditekankan bahwa majoriti
dari tipe diabetes mempunyai mekanisme patogenik yang berbeda, begitu juga dengan
komplikasi jangka panjang pada ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah serta penyebab
utama morbiditas dan kematian.
Tabel 2.1. : Klasifikasi Berdasarkan Etiologi pada DM
Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 2
Resistensi insulin dengan defisiensi insulin yang relatif Defek genetik pada fungsi sel β
Defek genetik pada proses insulin atau kerja insulin
Defek pada konversi proinsulin, mutasi gen insulin, mutasi reseptor insulin Defek pada eksokrin pankreas
Pankreatitis kronis, pankreatektomi, neoplasia, kista fibrosis, hemokromatosis, fibrocalculous pancreatopathy
Endokrinopati
Kelebihan hormon pertumbuhan (akromegali), sindroma Cushing, hipertiroidisme,
Pheochromocytoma, glukagonoma
Infeksi
Cytomegalovirus, coxsackievirus B
Obat-obatan
Glukokortikoid, hormon tiroid, agonis β-adrenergik Sindroma genetik berhubungan dengan diabetes
Sindroma Down, sindroma Kleinfelter, sindroma Turner
Gestational diabetes mellitus
(Adapted from the Report of the ADA Expert Committee on the Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Diabetic Care 25 (Suppl.1), 2002.)
( Robbins, Basic Pathology, 8th edition )
Diabetes tipe 1 merupakan satu penyakit autoimun di mana destruksi sel-sel
pankreas disebabkan terutamanya oleh limfosit T breaksi terhadap antigen sel β,
menyebabkan terjadi reduksi massa sel β. Tetapi masih belum jelas bagaimana autoimun
ini bisa terjadi pada diabetes tipe ini. Seperti pada semua penyakit autoimun yang lain,
kecenderungan genetik dan faktor lingkungan berperan penting dalam patogenesanya.
Diabetes tipe 1 kebanyakannya bermula pada usia anak-anak, bermanifestasi pada usia
pubertas, dan berkembang seiring peningkatan usia. Kebanyakan individu dengan DM
tipe 1 bergantung dengan suplemen insulin eksogen untuk meneruskan kehidupan, dan
tanpa insulin, dapat terjadi komplikasi metabolik yang berat seperti ketoasidosis akut dan
koma.
Walaupun gejala klinis DM tipe 1 muncul secara tiba-tiba, namun penyakit ini
terjadi akibat daripada serangan autoimun yang kronik terhadap sel β yang umumnya bermula beberapa tahun sebelum penyakit ini menimbulkan sebarang gejala. Manifestasi
klasik dari penyakit ini (hiperglikemi dan ketosis) terjadi lebih lambat, selepas lebih dari
90% sel β rusak. Terdapat beberapa mekanisme yang menyumbang kepada terjadinya
destruksi sel β, dan mekanisme imun ini bekerjasama dalam merusakkan sel β, sehingga
menimbulkan manifestasi klinis :
Limfosit T bereaksi terhadap antigen sel β dan menyebabkan kerusakan sel. Sel T ini termasuklah sel T CD4+ dari subset TH
Sitokin yang diproduksi secara lokal merusakkan sel β. Antara sitokin yang dapat
menyebabkan kerusakan sel adalah seperti IFN-γ, yang dihasilkan oleh sel T, dan TNF dan interleukin-1, yang diproduksi oleh makrofag yang diaktivasi sewaktu
reaksi imun.
1, yang mana menyebabkan kerusakan
jaringan dengan cara aktivasi makrofag, dan limfosit T sitotoksik CD8+ yang
merusakkan sel β secara direk dan juga sekresi sitokin yang mengaktivasi
makrofag. Pada kasus yang jarang, dijumpai lesi pada pankreas pada awal
stadium aktif penyakit ini di mana terjadi nekrosis sel pankreas dan infiltrasi
limfosit. Lesi ini dipanggil insulitis.
Autoantibodi terhadap berbagai antigen sel β, termasuk insulin dan glutamic acid decarboxylase, juga dideteksi dalam darah 70% hingga 80% pasien dan mungkin
2.1.4. Patogenesis DM tipe 2
Sementara telah banyak yang dipelajari bebrapa tahun yang lalu, namun
patogenesis DM tipe 2 masih belum jelas. Pengaruh lingkungan, seperti gaya hidup dan
tabiat pemakanan, memainkan peran dan berhubungan dengan obesitas.
Walaubagaimanapun, faktor genetik memainkan peran penting berbanding pada DM tipe
1. Pada kembar monozigot, resikonya sebesar 50% hingga 90%, sementara di kalangan
first degree relatives yang mempunyai DM tipe 2, resikonya sebesar 20% hingga 40%.
Tidak seperti DM tipe 1, DM tipe 2 tidak berhubungan dengan gen yang terlibat dalam
regulasi dan toleransi imun, dan tidak ada bukti yang mendukung autoimun pada
penyakit ini. Terdapat 2 defek metabolik sebagai karakteristik DM tipe 2 seperti (1)
penurunan kebolehan jaringan perifer untuk berespon terhadap terhadap insulin
(resistensi insulin) dan (2) disfungsi sel β yang bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat. Pada kebanyakan kasus, resistensi insulin merupakan penyebab
utama diikuti oleh disfungsi sel β.
Resistensi Insulin
Resistensi insulin didefinisikan sebagai resistensi terhadap efek dari insulin pada
pengambilan, metabolisme, atau penyimpanan glukosa. Resistensi insulin merupakan
karakteristik utama pada kebanyakan individu dengan DM tipe 2 dan juga merupakan
temuan universal pada pasien diabetes yang obesitas.Bukti yang mengatakan bahwa
resistensi insulin berperan penting dalam patogenesis DM tipe 2 boleh diambil dari
temuan (1) resistensi insulin sering terdeteksi 10 hingga 20 tahun sebelum gejala diabetes
muncul, dan (2) pada penelitian prospektif, resistensi insulin merupakan prediktor terbaik
untuk melihat progresi terjadinya diabetes. Resistensi insulin merupakan satu fenomena
yang kompleks, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan dan genetik.
Disfungsi sel β
Disfungsi sel β pada DM tipe 2 merujuk kepada hilangnya kebolehan sel-sel ini untuk beradaptasi terhadap resistensi insulin perifer dan peningkatan sekresi insulin untuk
jangka masa yang panjang. Pada keadaan resistensi insulin, sekresi insulin pada mulanya
tinggi untuk setiap kadar glukosa. Keadaan hiperinsulinemi ini merupakan mekanisme
darah normal selama beberapa tahun. Penyebab utama kegagalan adaptasi sel β masih belum jelas. Tetapi ada anggapan bahwa beberapa mekanisme yang mungkin berperan
termasuk efek samping daripada FFA yang banyak dalam sirkulasi (lipotoksisitas) atau
hiperglikemi kronik (glukotoksisitas). Disfungsi sel β pada DM tipe 2 merangkumi aspek kualitatif dan kuantitatif.
• Disfungsi sel β kualitatif pada mulanya bermanifestasi sebagai abnormalitas yang
kurang jelas, seperti hilangnya pulsasi normal, gangguan sekresi insulin, dan
berkurangnya sekresi insulin yang tinggi yang biasanya dipicu oleh peningkatan
glukosa dalam darah. Semakin lama, defek pada sekresi insulin ini berkembang
dan walaupun masih ada sekresi insulin basal, namun ianya tidak adekuat untuk
mengatasi resistensi insulin.
• Disfungsi sel β kuantitatif pula bermanifestasi sebagai penurunan massa sel β, degenerasi sel-sel pankreas, dan penumpukan amiloid pankreas. Protein amiloid
pankreas (amilin) merupakan karakteristik utama pada penderita DM tipe 2 dan
ditemukan pada lebih 90% pada pankreas penderita DM yang diperiksa.
Amiloidosis pankreas berhubungan dengan penurunan massa sel β, walupun masih belum dapat dipastikan sama ada amiloid adalah penyebab ataupun akibat
daripada kerusakan sel pada DM tipe 2. Dalam konteks ini, penting untuk
perhatikan bahwa walaupun massa sel β ”normal” pada pasien diabetes, tetapi sebenarnya masih menunjukkan reduksi relatif karena pada keadaan normal,
seharusnya terjadi hiperplasia sebagai kompensasi terhadap resistensi insulin.
2.1.5. Kriteria diagnostik DM tipe 2
American Diabetes Association telah menetapkan beberapa kriteria untuk
menegakkan diagnosa DM tipe 2. Antaranya adalah seperti terdapat simptom-simptom
klasik DM seperti poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan dan kadar glukosa
plasma sewaktu adalah ≥ 200 mg/dL, kadar gula darah puasa adalah ≥ 126 mg/dL, dan kadar gula darah selepas 2 jam pengambilan glukosa ( 75 g ) adalah ≥ 200 mg/dL, dan dipastikan setelah melakukan tes ulang. Puasa di sini membawa maksud tidak mengambil
kalori untuk sekurang-kurangnya 8 jam. Individu dengan kadar gula darah puasa < 110
kadar gula darah puasa >110 mg/dL tetapi < 126 mg/dL, atau nilai OGTT > 140 mg/dL
tetapi < 200 mg/dL, dikira mengalami gangguan toleransi glukosa. Individu dengan
gangguan toleransi glukosa mempunyai resiko yang besar untuk diabetes, dimana 5%
hingga 10% berkembang menjadi DM per tahun. Selain itu, individu dengan gangguan
toleransi glukosa juga beresiko untuk mendapat gangguan kardiovaskular, akibat dari
abnormalitas metabolisme karbohidrat dan ditambah dengan faktor-faktor yang lain.
( Robbins, Basic Pathology, 8th edition )
2.1.6. Penatalaksanaan DM
Metode penatalaksanaan pada DM meliputi modifikasi gaya hidup, obat
antidiabetik oral dan injeksi insulin
Tabel 2.2. Rekomendasi Komposisi Diet pada Penderita DM
Persentase masukan energi
Makan ikan 1 atau 2 kali seminggu
10-20 %
< 10 %
Protein 10-15 % (tidak melebihi 1g/kg
beratbadan)
Berbagai obat efektif dalam menurunkan hiperglikemi pada penderita DM. Antara
obat-obat yang digunakan adalah seperti sulfonilurea, biguanid, alpha-glucosidase inhibitors,
tiazolidinedion (TZD), meglitinid dan derivat asam amino.
Insulin Onset Peak Durasi
Rapid-acting(lispro,aspart,glulisine) < 0,5 0,5 – 2,5 3 – 4,5
Short-acting (soluble (reguler)) 0,5 -1 1 - 4 4 - 8
Intermediate-acting(isophane,lente) 1 - 3 3 - 8 7 - 14
Long-acting(bovine ultralente) 2 - 4 6 - 12 12 - 30
Long-acting(glargine,detemir) 1 - 2 Tiada 18 - 24
( Davidson’s, 2006 )
2.2. Tuberkulosis Paru 2.2.1. Definisi
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium
tuberkulosa Tipe Humanus (jarang oleh Tipe M.Bovinus). TB paru merupakan penyakit
infeksi penting saluran napas bagian bawah setelah eradikasi penyakit malaria. Basil
mikobakterium tuberkulosa tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (Ghon). Selanjutnya,
menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah Primer Kompleks (Ranke);
infeksi primer (Ghon) dan Primer Kompleks (Ranke) dinamakan TB primer, yang dalam
perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
TB paru primer, keradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium tuberkulosa, yang kebanyakan didapat pada usia anak 1-3
tahun. Sedangkan yang disebut Tuberkulosa Post Primer (reinfection) adalah keradangan
jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil TB tersebut.
( Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, 1989 )
2.2.2. Epidemiologi
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dan menurut regional WHO jumlah terbesar
kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
2 kali lebih besar dai Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Indonesia masih
menempati urutan ke 3 dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap
tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di
Indonesia, TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut
pada seluruh kalangan usia.
( Tuberkulosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, 2002)
Profil epidemiologi TB di Indonesia
TB Unit of the WHO Regional Office for South-East Asia
2.2.3. Faktor resiko infeksi TB
Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil TB adalah: • Harus ada sumber penularan (kasus terbuka dengan dahak menunjukkan adanya
basil TB atau binatang yang menderita TB (jarang).
daripada peningkatan resiko infeksi apabila seseorang individu meningkat dewasa
menjadi lebih independen, banyak aktiviti diluar rumah dan lebih bergaul dalam
masyarakat (P.D.O Davis, 2005)
• Jumlah basil yang mempunyai kemampuan mengadakan terjadinya infeksi, cukup banyak dan terus-menerus.
• Virulensi (keganasan) basil
• Daya tahan tubuh yang menurun yang memungkinkan basil TB berkembang biak. Keadaan ini sangat berhubungan erat dengan faktor genetika, faktor faali, jenis
kelamin, usia, faktor lingkungan seperti nutrisi, perumahan, dan pekerjaan.
• Jenis kelamin - Pada abad pertengahan, kasus TB lebih tinggi pada perempuan berbanding laki-laki pada usia muda manakala pada kelompok usia yang lebih tua
laki-laki menunujukkan kasus TB paru yang lebih tingi berbanding perempuan.
Ini karena laki-laki banyak yang merokok dimana faktor ini merupakan resiko
untuk infeksi TB paru. Manakala di UK pula menunjukkan kasus TB pada
laki-laki pada usia yang lebih tua adalah 3 kali lipat berbanding pada perempuan.
(P.D.O Davis, 2005)
2.2.4. Reaksi tubuh terhadap infeksi primer dan post primer
A. Pada infeksi primer (keradangan permulaan), gambaran patologi, berupa gambaran
bronkopneumonia yang dikelilingi oleh sel-sel radang fokal. Pada tahap permulaan
tersebut fokus infeksi primer dapat menimbulkan keluhan (terutama pada anak-anak) : • Suhu badan meningkat sedikit (subfebril)
• Tampak sakit
• Nyeri persendian (anak cerewet) • Malaise (anak tidak mau makan)
• Uji kulit dengan tuberkulin menunjukkan reaksi negatif
Setelah infeksi primer ini berjalan kurang lebih 12 minggu, yakni setelah timbulnya
kekebalan spesifik terhadap basil TB, maka terjadilah pembesaran kelenjar limfe regional
yang sering dinamakan penyebaran limfogen dan pada saat ini reaksi tubuh masih seperti
di atas ditambah dengan uji kulit tuberkulin yang semula negatif menjadi positif,
udara (bronkus), pada foto toraks tampak adanya pembesaran kelenjar limfe daerah hilus,
pada trakea dan daerah leher. Di samping itu juga dapat tampak adanya infiltrat halus
yang tersebar luas pada seluruh lapangan paru yang dikenal sebagai TB paru milier.
Panas badan juga menjadi lebih tinggi, sering terjadi kejang-kejang oleh karena adnya
meningitis. Infeksi primer tersebut setelah terbentuknya kekebalan tubuh yang spesifik,
dapat sembuh dengan sendirinya, dengan meninggalkan atau tanpa meninggalkan bekas.
Yang dimaksud bekas pada penyembuhan primer infeksi tersebut dapat berupa fibrotik
dan kalsifikasi, sangat jarang dalam bentuk lainnya (pada foto toraks).
B. Reaksi tubuh terhadap tuberkulosa paru post primer
• Keradangan endogen : fokus lama (dorman) mengalami kekambuhan • Infeksi baru dari luar
Sebagai catatan, bahwa TB paru post primer sebagian besar berasal dari infeksi ulang,
ditunjukkan adanya permulaan keradangan pada gambaran foto roentgen di daerah di
bawah klavikula bukan pada puncak paru (apek pulmonum).
Pada gambaran patologi didapatkan (1) lobuler pneumonia, yang dalam perjalanan lebih
lanjut dapat mengalami nekrosis dengan terbungkus kapsul dan sembuh dengan
perkapuran, dapat juga sembuh sendiri sacara sempurna, dan dapat mengalami pengejuan
perlunakan dan berakhir dengan pembentukan rongga (cavity yang berdinding tebal =
kaverne). Bentuk kaverne tersebut yang sering menimbulkan aneurisma (Rasmussen) dari
cabang arteri pulmonari dan sering pecah menimbulkan batuk darah. Dapat juga
menimbulkan bronkopleural fistel yang dapat terbuka atau tertutup sebelum ada
pengobatan kemoterapi, (2) foki asinus, keadaan yang terjadi akibat penyebaran
bronkogen dari kaverne tersebut atau karena proses penyembuhan yang menimbulkan
jaringan ikat (fibrosis).
( Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, 1989 )
2.2.5. Diagnosa
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
- pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Pembacaan hasil preparat BTA (skala IUATLD) :
Negatif : tidak ditemukan per 100 lapangan pandang (LP)
Ditulis jumlah kuman : ditemuka n 1-9 BTA per 100 LP
(1+) : ditemukan 10-99 BTA per 100 LP, (2+) : ditemukan 1-10 BTA per 1 LP,
(3+) : ditemukan > 10 BTA per 1 LP
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
( Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2006 )
2.2.6. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan TB adalah untuk menghalang penularan,
mencegah kekambuhan dan untuk mengurangkan morbiditas dan kematian penderita TB.
Empat obat utama yang digunakan sebagai first-line agents pada pengobatan TB adalah
isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Obat-obat ini diabsorpsi dengan baik
secara oral, mencapai kadar puncak dalam plasma dalam masa 2-4 jam dan dieliminasi
secara komplit dalam 24 jam. Obat-obat ini direkomendasi karena mempunyai aktivitas
bakterisidal, sterilisasi, dan kadar resistensi obat yang rendah. Second-line agents yang
digunakan adalah seperti Kanamisin, Tioacetazon, Quinolon, Makrolide dan lain-lain.
( Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th edition
Tabel 2.4. Jenis, Sifat dan Dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6)
10 (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 (20-30)
35 (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15 (12-18)
15 (12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20)
30 (20-35)
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia
• Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
• Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
• Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
o Pasien baru TB paru BTA positif.
o Pasien TB ekstra paru
o Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
o Pasien kambuh
o Pasien gagal
o Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
( Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2006 )
2.3. Infeksi TB pada DM
Tuberkulosis sering ditemukan menyertai DM dan menyebabkan resistensi insulin
dan diabetes. Di negara-negara barat insidens tuberkulosis sudah menurun walaupun
insidensnya masih tinggi pada populasi imigran dan terutama pada pasien dengan
AIDS.Didaerah dimana tuberkulosis masih bersifat endemik maka insiden tuberkulosis
pada DM masih tinggi. Perlangsungan TB paru pada DM lebih berat dan kronis
meningkat, reaktivasi fokus infeksi lama, mempunyai kecenderungan lebih banyak
kavitas dan pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak positif, keluhan dan
tanda-tanda klinis TB paru toksik tersamar sehingga tidak pernah didiagnosis atau dianggap
TB paru ringan oleh karena gangguan syaraf otonom dan pada keadaan hiperglikemia
pemberian obat kemoterapi pada umumnya tidak efektif. Pada pemeriksaan radiologis
biasanya yang terkena infeksi adalah lobus bawah paru-paru kadang-kadang lebih dari
satu lobus dan tidak segmental.
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep
3.2. Definisi Operasional
Istilah Deskripsi Alat ukur Cara ukur Skala
ukur
DM Kelompok kelainan metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemi ( KGD
sewaktu ≥200mg/dL, KGD puasa
≥126 mg/dL, KGD post prandial ≥200mg/dL )
TB paru Penyakit menular yang disebabkan
oleh basil Mikobakterium
Jenis kelamin Pembagian kelompok manusia
kepada perempuan dan laki-laki
berdasarkan fungsi reproduksinya
Anamnesis Ordinal
Kadar gula darah Infeksi TB
Usia Tempoh masa hidup manusia yang diukur dengan bilangan tahun sejak
lahir, sering ditandai dengan stadium
perkembangan psikologis dan
biologis yang tertentu
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dimana
penelitian ini mendeskripsikan gambaran kadar gula darah pada pasien TB paru yang
diambil dari rekam medik di RSU Haji Adam Malik, Medan
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan kira-kira selama 10 bulan ( Februari – November 2010 ) dengan
penelusuran daftar pustaka yang meliputi sumber dari buku, jurnal serta artikel dari
internet, pembuatan serta penyusunan proposal penelitian yang diikuti dengan konsultasi
dengan dosen pembimbing serta pengumpulan data menerusi rekam medik dan
dilanjutkan dengan penelitian.
4.2.2. Tempat Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah di Rumah Sakit Umum Haji
Adam Malik, Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dan banyak
kasus dilaporkan di rumah sakit ini.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua penderita TB paru yang datang berobat ke RSU
HAM antara Januari hingga Desember 2009. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di
RSU HAM, ternyata jumlah populasi penderita TB paru adalah seramai 464 orang.
4.3.2. Sampel
Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling
Bagi mendapatkan besar sampel penelitian yang representatif, penarikan sampel dari
populasi dilakukan dengan menggunakan rumus :
N = ( Zα )2 d
pq
Maka, besar sampel yang diinginkan adalah :
2
Kriteria inklusi pada sampel adalah :
semua penderita TB paru di RSU HAM dari Januari hingga Desember 2009 yang rawat jalan.
DM tipe 2
Kriteria eksklusi pada sampel adalah :
penderita TB paru di RSU HAM pada tahun 2009 yang rawat inap
penderita TB paru yang didiagnosa secara radiologi sahaja
semua kasus penderita TB paru di luar tahun 2009
usia penderita TB paru ≤ 20 tahun
4.4. Metode Pengumpulan Data
RSUP HAM,Medan
Bagian rekam medik
Mencatat kadar gula darah pasien dari rekam medik
4.5. Metode Analisis Data
Pada penelitian ini, data diolah dengan menggunakan software SPSS versi 13.0 dan data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik
pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di Jln. Bunga Lau No. 17, lahan yang
luas di pinggiran kota
Data untuk penelitian ini diambil dari rekam medik Departemen Paru, RSUP HAM.
5.1.2. Deskripsi karakteristik responden
Dalam penelitian, karateristik responden yang diteliti adalah usia dan jenis kelamin
seperti yang terdapat dalam tabel 5.1 dan tabel 5.2.
Tabel 5.1. Deskripsi karakteristik responden berdasarkan usia
Usia frekuensi (f) persen (%)
21 - 30 tahun 24 25.0
31 - 40 tahun 21 21.9
41 - 50 tahun 13 13.5
51 - 60 tahun 26 27.1
61 - 70 tahun 12 12.5
Berdasarkan tabel 5.1, didapati pasien yang menderita TB paru dari kelompok
usia 21-30 tahun adalah sebanyak 24 orang (25.0%), usia 31-40 tahun adalah sebanyak
21 orang (21.9%), usia 41-50 tahun sebanyak 13 orang (13.5%), usia 51-60 tahun
sebanyak 26 orang (27.1%) dan usia 61-70 tahun sebanyak 12 orang (12.5%).
Tabel 5.2. Deskripsi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin frekuensi (f) persen (%)
Perempuan 37 38.5
Berdasarkan tabel 5.2, didapati pasien yang menderita TB paru dari jenis kelamin
laki-laki lebih tinggi yaitu sebanyak 59 orang (61.5%) berbanding perempuan sebanyak
37 orang (38.5%).
5.1.3. Hasil Analisa Data
Pada tahun 2009 dicatatkan secara keseluruhan penderita Tuberkulosis Paru dari
Departemen Paru RSUP H. Adam Malik, Medan adalah sebanyak 464 orang. Di bawah
adalah gambaran kadar gula darah pada penderita TB paru pada tahun 2009.
Tabel 5.3. Gambaran kadar gula darah pada penderita TB paru tahun 2009
Kadar gula
Dari jumlah keseluruhan tersebut, seramai 15 orang dicantumkan mempunyai
kadar gula darah ≥200 yaitu sebanyak 15.6%. 2 orang (2.1%) adalah merupakan pasien yang mempunyai gangguan toleransi glukosa dimana kadar gula darahnya antara 141
hingga 199 g/dl. Manakala 79 orang (82.3%) lagi mempunyai kadar gula darah dalam
batas normal (100-140 g/dl). Pasien yang kadar gula darahnya antara 100-140 g/dl
menunjukkan bilangan tertinggi pada tahun 2009 berbanding pasien dengan kadar gula
darah antara 140-200 g/dl dan kadar gula darah ≥200 g/dl.
5.2 Pembahasan
Dari tabel 5.1. didapati penderita TB paru terbanyak adalah dari golongan
kelompok yang berusia 51-60 tahun yaitu sebanyak 26 orang (27.1%). Bilangan ini tidak
dari kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 24 orang (25.0%) dan 31-40 tahun yaitu
sebanyak 21 orang (21.9%). Hasil ini dapat didukung oleh data epidemiologi TB paru di
Indonesia oleh WHO dimana kasus tertinggi TB per 100,000 populasi pada tahun 2007
adalah pada kelompok usia 55-64 tahun (310 orang), diikuti dengan kelompok usia 45-54
tahun (250 orang) dan seterusnya 35-44 tahun (190 orang) dan 25-34 tahun (200 orang).
Resiko infeksi TB rendah pada anak-anak namun meningkat secara mendadak dan paling
tinggi pada usia 25-35 tahun. Hal ini karena kombinasi daripada peningkatan resiko
infeksi apabila seseorang individu meningkat dewasa menjadi lebih independen, banyak
kegiatan diluar rumah dan lebih bergaul dalam masyarakat (P.D.O Davis, 2005).
Dari tabel 5.2. didapati kasus TB paru lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 59 orang (61.5%) berbanding perempuan yaitu sebanyak 37 orang
(38.5%). Hasil ini juga dapat didukung oleh data epidemiologi TB paru di Indonesia oleh
WHO dimana pada kasus TB per 100,000 populasi pada tahun 2007 didapati laki-laki
lebih tinggi terinfeksi TB paru berbanding perempuan. Perbedaan ini dapat dilihat mulai
usia 15-24 tahun dan seterusnya. Pada kelompok usia 0-14 tahun kasus TB pada laki-laki
dan perempuan adalah sama. Hal ini karena pada abad pertengahan, kasus TB lebih tinggi
pada perempuan berbanding laki-laki pada usia muda manakala pada kelompok usia yang
lebih tua laki-laki menunujukkan kasus TB paru yang lebih tingi berbanding perempuan.
Ini karena laki-laki banyak yang merokok dimana faktor ini merupakan resiko untuk
infeksi TB paru. Manakala di UK pula menunjukkan kasus TB pada laki-laki pada usia
yang lebih tua adalah 3 kali lipat berbanding pada perempuan. (P.D.O Davis, 2005).
Dari tabel 5.3. didapati sebanyak 15 orang dicantumkan mempunyai kadar gula
darah ≥200 g/dl yaitu sebanyak 15.6%. 2 orang (2.1%) adalah merupakan pasien yang dengan kadar gula darah antara 141-199 g/dl. Sejumlah 79 orang (82.3%) lagi
mempunyai kadar gula darah dalam batas normal yaitu antara 100-140 g/dl. Berdasarkan
data yang didapat, terdapat perbedaan jumlah persentase di antara jenis kelamin lelaki
(6.25%) dan perempuan (9.38%) pada penderita TB paru dengan kadar gula darah ≥200 g/dl. Walaupun perbedaan yang dicatatkan tidak menunjukkan nilai yang jauh atau nyata,
perbedaan ini dapat dikaitkan dengan jumlah penderita perempuan lebih tinggi
berbanding pasien laki-laki dan teori ini tergantung kepada faktor lain seperti kelompok
Jumlah pasien yang didiagnosa penyakit Tuberkulosis paru setiap tahun adalah
sangat tinggi, di RSUP H. Adam Malik, Medan, pada tahun 2009 dicatatkan sebanyak
464 orang. Antara faktor-faktor yang dapat menyumbang kepada infeksi TB paru adalah
seperti usia, daya tahan tubuh yang menurun, negara dengan kasus TB tinggi dan
sebagainya. Indonesia sendiri boleh dikatakan salah satu antara negara-negara yang kasus
TB masih tinggi. Menurut Pickup JC dan William G (1997) dalam Sanusi (2006),
”penelitian TB paru pada DM di Indonesia masih cukup tinggi yaitu antara 12,8-42%
dan bila dibanding dengan luar negeri maka prevalensi di Indonesia masih tinggi.
Pada tahun 2009 seramai 15 orang (15.6%) daripada 464 orang pasien dicatatkan
mempunyai kadar gula darah ≥200 g/dl. Jumlah ini walaupun kecil, ianya memainkan peranan dan menunjukkan adanya hubungan antara infeksi TB paru dengan riwayat
menderita diabetes melitus. Stevenson et al (2007) dalam Young, et al (2009) melakukan
systematic review dan menemukan diabetes dapat meningkatkan resiko infeksi TB
sebanyak 1,5 kali lipat pada satu studi dan 7,8 kali lipat pada studi yang lain.
Salah satu faktor resiko utama terkena infeksi TB paru seperti yang disebut di
atas adalah daya tahan tubuh yang menurun seperti pada penyakit diabetes. Hal ini
disebabkan pada DM, kepekaan terhadap kuman TB meningkat, reaktivasi fokus
infeksi lama, mempunyai kecenderungan lebih banyak kavitas dan pada hapusan serta
kultur sputum lebih banyak positif, keluhan dan tanda-tanda klinis TB paru toksik
tersamar sehingga tidak pernah didiagnosis atau dianggap TB paru ringan oleh karena
gangguan syaraf otonom dan pada keadaan hiperglikemia pemberian obat kemoterapi
pada umumnya tidak efektif.
Jumlah pasien yang menderita TB paru yang mempunyai riwayat DM dalam
penelitian ini pada kadar yang rendah mungkin disebabkan banyak pasien DM memakan
obat dengan teratur, jadi kadar gula darah mereka tetap dalam batas normal. Maka
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Gambaran kadar gula darah pada penderita TB paru di RSUP H.Adam Malik,
Medan tahun 2009, pasien dengan kadar gula darah ≥200 adalah sebanyak 15.6%. Dua orang (2.1%) adalah merupakan pasien yang mempunyai gangguan toleransi
glukosa dimana kadar gula darahnya antara 141 hingga 199 g/dl. Manakala 79
orang (82.3%) lagi mempunyai kadar gula darah dalam batas normal (100-140
g/dl).
2. Penderita TB paru terbanyak adalah dari golongan kelompok yang berusia 51-60
tahun yaitu sebanyak 26 orang (27.1%). Kelompok kedua dan ketiga tertinggi
yang menderita TB paru yaitu dari kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 24
orang (25.0%) dan 31-40 tahun yaitu sebanyak 21 orang (21.9%).
3. Kasus TB paru lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 59 orang
(61.5%) berbanding perempuan yaitu sebanyak 37 orang (38.5%).
6.2 Saran
Antara saran bagi penelitian selanjutnya adalah:
a) Mengkaji faktor-faktor lain yang menjadi penyebab kepada terjadinya penyakit
TB paru seperti pekerjaan, tempat tinggal, ras dan sebagainya.
b) Mengkaji karakteristik pasien yang berkait rapat dengan hubungan antara kadar
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y., Kamso, S., Basri, C., & Surya, A., 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. edisi 2. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 14 & 19-21.
Amin, M., Alsagaff, H., & Saleh, T., 1989. Bab 2 : Infeksi. In : Pengantar Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya : Airlangga University Press, 13-15.
Dahlan, M.S., 2008. Bab V : Menentukan besar sampel. In : Langkah-Langkah Membuat
Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto,
63-64.
Frier, B.M., & Fisher, M., 2006. Chapter 21: Diabetes Mellitus. In : Hunter.J.A.A,
Davidson’s Principles & Practice of Medicine. 20th ed. China : Churchill
Livingstone, 829-834
Jeon, C,Y., & Murray, M,B., 2008. Diabetes mellitus increases the risk of active
tuberculosis : a systematic review of 13 observational studies, USA. Available from
10 May 2010]
Ljubic, S., Balachandran, A., Renar-Pavlic, I., Barada, A., & Metelko, Z., 2004.
Pulmonary Infection in Diabetes Mellitus. Available from :
Maitra, A., 2007. Chapter 20 : The Endocrine System. In : Kumar, V., Abbas, A.K.,
Fausto, N., & Mitchell, R.N.ed., Robbins Basic Pathology. 8th ed. Philadelphia:
Mario, R,C., & Richard, O,J., 2008. Section 8 : Mycobacterial Disease. In : Fauci,
Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, & Loscalzo, ed., Harrison’s
Principle of Internal Medicine, 17th ed. US : Mc Graw Hill, 106.
Mims, C., Dockrell, M.H., Goering, V.R., Roitt, I., Wakelin, D., & Zuckerman, M., 2004.
Chapter 32: Diagnosis of infection and assessment of host defense mechanisms. In :
Medical Microbiology, 3rd ed. Spain : Elsevier Limited, 456.
Notoatmodjo, S., 2005. Bab 8 : Teknik Pengambilan Sampel. In : Metodologi Penelitian
Kesehatan, edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta, 79.
P.D.O. Davies, 2005. Risk factors for Tuberculosis, UK. Available from :
2010]
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia.
Sanusi, H., 2006. Diabetes Melitus dan Tuberkulosis Paru, Makassar. Available from
Stevenson, C,R., Forouhi, N,G., Roglic, G., Williams, B,G., Lauer, J,A., Dye, C, et al.,
2007. Diabetes and tuberculosis : the impact of the diabetes epidemic on
tuberculosis incidence, UK. Available from :
[Accesed 10 May 2010]
Tatar, D., Senol, G., Alptekin, S., Karakurum, C., Aydin, M., & Coskunol, I., 2009.
Tuberculosis in Diabetics : Features in an Endemic Area, Turkey. Available from:
WHO, Tuberculosis, TB in South-East Asia, 2009. Available from :
[Accesed 13 November 2010]
Young, F., Critchley, J,A., Johnstone, L,K., & Unwin, N,C., 2009. A review of
co-morbidity between infectious and chronic disease in Sub Saharan Africa : TB and Diabetes Mellitus, HIV and Metabolic Syndrome, and the impact of globalization,
University of Newcastle. Available from :
Young, F., Critchley, J., & Unwin, N., 2009. Diabetes & Tuberculosis : a dangerous
liaison & no white tiger, University of Newcastle. Available from :
Zhang, Q., Xiao, H., & Sugawara, I., 2009. Tuberculosis Complicated by Diabetes
Mellitus at Shanghai Pulmonary Hospital, China. Available from :
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tuan Norhanani Binti Tuan Ahmad
Tempat/Tanggal Lahir : Kelantan, Malaysia / 25 Desember 1988
Agama : Islam
Alamat : Lot 2260, Kg. Gelong Machang, Sering,
16150 Kota Bharu, Kelantan.
Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Beris Panchor
2. Sekolah Menengah Sains Pasir Puteh
3. Koleh Matrikulasi Perak
Riwayat Pelatihan : Seminar and Training in Presentation of Research Proposal
Riwayat Organisasi : 1. Persatuan Mahasiswa Malaysia USU (PM-USU)
2. Pertubuhan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia di
LAMPIRAN 3
DATA INDUK DAN HASIL OUTPUT
Statistics
jenkel
kadar gula darah
N Valid 96 96
Missing 0 0
jenkel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 59 61.5 61.5 61.5
perempuan 37 38.5 38.5 100.0
Total 96 100.0 100.0
kadar gula darah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid DM 15 15.6 15.6 15.6
hiperglikemi 2 2.1 2.1 17.7
normal 79 82.3 82.3 100.0
LAMPIRAN 4
Time table ( Tahun 2010 )
Aktifitas
Februari Maret April Me
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Penyusunan proposal
Ujian proposal
Revisi proposal
Pengambilan data
Aktifitas
Juli Agustus September Okt
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Pengambilan data
Laporan Hasil Penelitian