• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Industri Pengolahan Kayu terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Industri Pengolahan Kayu terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

SILVY PUSPITA

097003061/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

ANALISIS PENGARUH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SILVY PUSPITA

097003061/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH INDUSTRI PENGOLAHAN

KAYU TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa :

Silvy Puspita

Nomor Pokok :

097003061

Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Dr. Rujiman, SE, MA

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof.Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

Anggota : 1. Dr. Rujiman, SE, MA

2. Prof. Erlina, SE, M.Si. Ph.D, Ak

3. Dr. HB. Tarmizi, SU

(5)

ANALISIS PENGARUH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Industri Pengolahan Kayu Terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor produksi terhadap produksi industri pengolahan kayu serta untuk menganalisis pengaruh industri pengolahan kayu terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian ini menggunakan metode regresi berganda dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel investasi dan bahan baku berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi industri pengolahan kayu, sedangkan variabel tenaga kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan. Kemudian variabel investasi juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan wilayah, namun variabel produksi tidak memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengembangan wilayah. Hasil produksi yang tidak dipasarkan di daerah serta keterbatasan SDM tenaga kerja menjadikan kedua variabel tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

(6)

ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF INDUSTRY OF WOOD TO REGIONAL

DEVELOPMENT IN SERDANG BEDAGAI REGENCY

ABSTRACT

This research was entitled the Analysis of the Influence of Industry of Wood To Regional Development in Serdang Bedagai Regency. This research aimed at analysing the influence of the production factor on the production of the processing industry of wood as well as to analyse the influence of the processing industry of wood on the development of the territory in the Serdang Bedagai Regency. This research method used the multiplied regression method with results of the research showing that the investment variable and the raw material were influential positive and significant towards the production of the processing industry of wood, whereas the manpower variable was not influential positive and significant. Afterwards the investment variable also was influential positive and significant towards the regional development, but the production variable did not give the influence that was positive and significant towards regional development. The results of the production that was not marketed in the area as well as the limitations of manpower human resources made the two variables did not give the influence on the regional development of the Serdang Bedagai Regency.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah S.W.T atas rahmat, hidayah dan lindungan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian berjudul “Analisis

Pengaruh Industri Pengolahan Kayu terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten

Serdang Bedagai” merupakan penelitian untuk mengetahui pengaruh Industri

pengolahan kayu terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai.

Penulis secara tulus menyampaikan terima kasih kepada Bapak

Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing tesis dan Bapak

Dr. Rujiman, SE, M.A selaku Anggota Komisi Pembimbing tesis yang telah ikhlas

membimbing dan banyak mengorbankan waktu dalam membimbing penulis

menyelesaikan karya ilmiah ini.

Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM) Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi

Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Medan.

4. Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan

dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan

(8)

6. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai khususnya Bupati Serdang Bedagai

H.T.Erry Nuradi dan Wakil Bupati H.Soekirman yang telah memberikan ijin

belajar.

7. Kedua orangtuaku tercinta ayahanda Suaripin, S.Sos dan ibunda Henny

Yuspita atas doa, kesabaran dan tanpa lelah mendukung penulis juga

adik-adikku terkasih Arief Hidayat, Tresyagati dan Fachrina Zahra yang selalu

memberi semangat kepada penulis dalam mencapai tahap pendidikan sampai

Strata 2 (S-2) ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa PWD Angkatan 2010 khususnya sahabatku Ade

Faradilla Nasution, Winda Cattleya, Muhammad Kennedy, Bobby Batubara,

Fitri Yusmawita, Bg Ega dan Bg Diego yang telah memberikan semangat dan

dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya

pengambil kebijakan di Kabupaten Serdang Bedagai. Akhirnya penulis menyadari

bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis masih membutuhkan

kritik dan masukan yang membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini.

Medan, Pebruari 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Paya Pasir pada tanggal 19 April 1988 dari

pasangan Ayahanda Suaripin, S.Sos dan Ibunda Henny Yuspita. Penulis merupakan

putri pertama dari empat bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan TK & Sekolah Dasar di Perguruan R.A.

Kartini Tebing Tinggi, tamat dan lulus tahun 2000. Melanjutkan pendidikan SMP di

Ponpes AR-Rhaudhatul Hasanah Medan, tamat dan lulus tahun 2003. Kemudian lulus

dari SMA Negeri 1 Matauli Pandan Tapanuli Tengah pada Tahun 2006 dan pada

tahun yang sama penulis diterima di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor

dengan status ikatan dinas. Penulis memilih Jurusan Kebijakan Pemerintah di

Fakultas Politik Pemerintah. Penulis menyelesaikan pendidikan Program Strata I (S1)

pada Tahun 2009 dengan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.IP).

Tahun 2009 penulis bekerja sebagai Staf Badan Pemberdayaan Masyarakat

dan Pemerintahan Desa Kabupaten Serdang Bedagai dan di Tahun 2010 mutasi ke

Kantor Camat Tebing Syahbandar menjabat Kepala Sub Bagian Pelayanan Umum.

Tahun 2010 juga penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana

pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah

(10)

DAFTAR ISI

2.2. Industri Pengolahan Kayu ... 18

2.3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembangunan Industri ... 20

2.4. Dampak Pembangunan Industri ... 21

2.5. Faktor Produksi dan Pembangunan Ekonomi ... 21

2.5.1. Tanah ... 21

2.5.2. Modal ... 21

2.5.3. Tenaga Kerja ... 23

2.5.4. Bahan Baku ... 25

(11)

2.6. Pengembangan Wilayah ...…. 27

2.7. Penelitian Sebelumnya ... 31

2.8. Kerangka Pemikiran ...… 33

2.9. Hipotesis Penelitian ...… 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 35

3.3. Populasi ... 35

3.4. Metode Analisis Data ... 36

3.5. Metode Pemecahan Data Insukrindo ... 36

3.6. Definisi Operasional Penelitian ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ………... 41

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai ……… 41

4.1.1 Sejarah Kabupaten Serdang Bedagai……….. 41

4.1.2 Visi dan Misi ………..……… 45

4.1.2.1. Visi ……… 45

4.1.2.2. Misi ……… 45

4.1.3. Kabupaten Serdang Bedagai secara Geografis ……… 46

4.1.4. Penduduk dan Tenaga Kerja ……… 48

4.2. Produksi Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai ……… 49

4.3. Pengaruh Investasi, Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Bahan Baku terhadap Industri Pengolahan Kayu ………. 50

4.4. Pengaruh Industri Pengolahan Kayu terhadap Pengembangan Wilayah ………... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 68

5.1. Kesimpulan ……….. 68

5.2. Saran ……… 68

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Produksi Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai ... 48

4.2. PDRB Sektor Industri di Kabupaten Serdang Bedagai ... 48

4.3. Hasil Uji Statistik Pengaruh Variabel Investasi, Tenaga Kerja dan

Bahan Baku terhadap Produksi Industri Pengolahan Kayu ... 49

4.4. Hasil Uji Statistik Pengaruh Variabel Produksi dan Investasi terhadap

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Pikir Penelitian ... 33

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Halaman

1. Data Hasil Olahan dengan Metode Insukrindo ... 72

2. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Analisis Pertama ... 73

3. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Analisis Kedua ..………... 76

(15)

ANALISIS PENGARUH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Industri Pengolahan Kayu Terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor produksi terhadap produksi industri pengolahan kayu serta untuk menganalisis pengaruh industri pengolahan kayu terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian ini menggunakan metode regresi berganda dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel investasi dan bahan baku berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi industri pengolahan kayu, sedangkan variabel tenaga kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan. Kemudian variabel investasi juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan wilayah, namun variabel produksi tidak memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengembangan wilayah. Hasil produksi yang tidak dipasarkan di daerah serta keterbatasan SDM tenaga kerja menjadikan kedua variabel tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

(16)

ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF INDUSTRY OF WOOD TO REGIONAL

DEVELOPMENT IN SERDANG BEDAGAI REGENCY

ABSTRACT

This research was entitled the Analysis of the Influence of Industry of Wood To Regional Development in Serdang Bedagai Regency. This research aimed at analysing the influence of the production factor on the production of the processing industry of wood as well as to analyse the influence of the processing industry of wood on the development of the territory in the Serdang Bedagai Regency. This research method used the multiplied regression method with results of the research showing that the investment variable and the raw material were influential positive and significant towards the production of the processing industry of wood, whereas the manpower variable was not influential positive and significant. Afterwards the investment variable also was influential positive and significant towards the regional development, but the production variable did not give the influence that was positive and significant towards regional development. The results of the production that was not marketed in the area as well as the limitations of manpower human resources made the two variables did not give the influence on the regional development of the Serdang Bedagai Regency.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

melimpah. Salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam berupa hutan. Sebagian

dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan

tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi

Kongo (dulunya Zaire). Indonesia juga memiliki hutan hujan terluas di Asia. Luas

hutan di Indonesia adalah sekitar 137 juta hektar.

Indonesia adalah negara terpenting penghasil berbagai kayu bulat tropis dan

kayu gergajian, kayu lapis dan hasil kayu lainnya, serta pulp untuk pembuatan kertas.

Lebih dari setengah hutan di negara ini, sekitar 54 juta hektar, dialokasikan untuk

produksi kayu dan ada 2 juta ha lagi hutan tanaman industri yang telah didirikan,

yaitu untuk memasok kayu pulp. Produksi hutan selain menghasilkan kayu sebagai

hasil utama, juga menghasilkan produk lainnya dari hutan seperti arang, tengkawang,

kopul, minyak atsiri kayu gaharu dsb. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan

produk unggulan komparataif terhadap negara-negara lain dan sebagian dari hasil

produksi produk hutan diekspor ke negara lain dan produk kayu merupakan penghasil

(18)

Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang

mengeras karena mengalami lignifikasi. Kayu digunakan untuk berbagai keperluan,

mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela,

rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai

hiasan-hiasan rumah tangga dan sebagainya.

Kebutuhan manusia akan kayu dari tahun ke tahun terus meningkat seiring

dengan laju pertumbuhan penduduk dan rumah tangga yang membutuhkan rumah

sebagai tempat tinggalnya. Kebutuhan kayu tersebut selama ini diperoleh dari

penebangan pohon di hutan alam dan sebagian lagi dipenuhi dari hutan tanaman. Saat

ini kebutuhan masyarakat akan kayu semakin sulit dipenuhi karena di satu pihak

potensi dan volume tebangan di hutan alam semakin berkurang dan di lain pihak

keberhasilan pengelolan hutan tanaman belum tampak menggembirakan, walaupun

sudah banyak HPHTI yang diberikan konsesi dalam kawasan hutan. Dampak yang

dirasakan dengan menurunnya jumlah pasokan kayu adalah industri kayu mengalami

kesulitan untuk memperoleh bahan baku sehingga menyebabkan naiknya harga bahan

baku serta harga jual dari produk kayu tersebut.

Ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh industri kayu untuk

mengurangi dan melakukan efisiensi pengunaan bahan bakunya, yaitu: (i)

menggunakan mesin-mesin dengan presisi tinggi sehingga limbah kayu yang

dihasilkan seminimal mungkin, (ii) menggunakan kayu-kayu yang kurang dikenal

(less known species-LKS), (iii) mengintegrasikan proses produksinya dalam upaya

(19)

lebih tahan lama dalam pemakaiannya. Upaya pengawetan kayu sebenarnya sudah

lama dilaksanakan, namun dalam perjalannya banyak menghadapi hambatan dan

kendala sehingga industri pengawetan kayu yang ada baik berskala usaha kecil,

menengah, dan besar tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan.

Kendala-kendala tersebut meliputi: biaya pengawetan yang relatif tinggi, kayu yang sudah

diawetkan mempunyai harga yang relatif tinggi dan tidak terjangkau oleh daya beli

masyarakat, kebijakan dan perundangan yang ada belum mendukung

berkembangannya penggunaan kayu yang diawetkan sehingga industri-industri

pengewatan kayu tidak berkembang bahkan banyak yang bangkrut.

Industri untuk kayu olahan mulai dikembangkan dan di ekspor oleh

pabrik-pabrik di wilayah Indonesia yaitu sekitar tahun 1986 mengikuti kebijaksanaan yang

dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya “melarang untuk ekspor kayu bulat dan

hanya memperrbolehkan mengekspor kayu gergajian maupun kayu olahan sejenisnya,

seperti lemari, kursi, laminating board, wood panel dan kebutuhan furniture lainnya.

Perkembangan industri khususnya di bidang mebel dapat kita lihat dari jumlah

ekspor barang jadi kayu yang pada tahun 1986 berjumlah 99 juta dollar amerika dan

pada setiap tahun selanjutnya baik menjadi 527 juta dollar amerika pada tahun 1997.

Konsumen industri kayu gergajian di indonesia yang terbesar adalah pada sektor

perumahan dan sektor kostruksi. Selanjutnya mulai tahun 1986 industri hilir baru

mulai didirikan, misalnya industri perabot rumah dari kayu moulding dan laminating

dsb. Konsumsi kayu olahan di indonesia sendiri lebih besar dibandingkan dengan

(20)

Permintaan di luar negeri atas perabot rumah tangga maupun barang

komponen dari kayu, cukup mantap dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada periode

krisis ekonomi yang melanda Indonesia masa kini, peningkatan ekspor barang-barang

dengan nilai tambah tinggi adalah salah satu langkah untuk mengatasi krisis. Industri

kayu olahan yang padat tenaga kerja dapat menciptakan peluang kerja dan dapat pula

menahan daya beli (konsumsi) di daerah di mana perusahaan ekspor tersebut berada.

Subsektor industri kayu olahan yang memproduksi perabot maupun

komponen kayu untuk pasar ekspor mempunyai prospek bisnis yang sangat baik,

karena bahan baku, tenaga kerja maupun sebagian besar dari faktor produksi lain

berasal dari dalam negeri.

Permasalahan umum yang paling menonjol dihadapi industri perkayuan

dewasa ini adalah berkaitan dengan besarnya celah antara kebutuhan (sekitar 60 juta

m /tahun) 3 dan pasokan kayu (sekitar 24-25 juta m /tahun) (Purwanto, 2007).

Kerisauan atas kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan kayu dewasa ini

hendaknya menjadikan hikmah, yaitu menyadarkan semua pihak betapa pentingnya

pemanfaatan kayu secara optimal dan rasional. Kondisi itu juga seharusnya memacu

upaya kreatif dan inovatif untuk mengantisipasinya agar kebutuhan akan kayu dapat

terpenuhi. Beberapa upaya untuk mengatasi hal tersebut sudah dilakukan, yaitu

dengan memanfaatkan kayu yang berasal dari Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan

Rakyat (HR), kayu perkebunan karet dan randu serta bahan berlignoselulosa lain

(21)

Menurut Departemen Perindustrian RI (2005), bahwa permasalahan pokok

yang dihadapi dalam pembangunan industri adalah: pertama, ketergantungan yang

tinggi terhadap impor baik berupa bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi

dan komponen, kedua: keterkaitan antara sektor industri dan sektor induftri dengan

sektor ekonomi lainnya masih relatif lemah, ketiga: struktur industri yang hanya

didominasi oleh beberapa cabang industri, keempat: ekspor produk industri dikuasai

oleh beberapa cabang industri, dan kelima: masih lemahnya kemampuan kelompok

industri kecil dan menegah.

Sumberdaya yang potensinya tinggi dan sudah diakui keberadaannya namun

pemanfaatannya yang tidak optimal adalah sumberdaya hutan. Sedemikian besarnya

peranan sumberdaya hutan tersebut sehingga Indonesia menjadi suatu negara yang

disebut sebagai paru-paru dunia. Produk-produk yang dihasilkan dari sektor ini pun

mempunyai kontribusi yang penting dalam perolehan devisa negara. Faktor-faktor

tersebut yakni sumberdaya hutan yang banyak tersedia dan besarnya permintaan

pasar mendorong bermunculannya industri-industri pengolahan kayu, mulai dari

industri penggergajian, plywood, pulp dan kertas, furniture serta industri pengolahan

lainnya.

Industri pengolahan kayu di Sumatera Utara mencakup industri kayu

gergajian (sawmill), kayu lapis (plywood), pulp, moulding, korek api dan chopstik.

Industri sawmill, plywood dan pulp merupakan industr kayu hulu. Industri-industri

tersebut tidak hanya mengolah produk-produk yang siap dipasarkan, tetapi juga

(22)

industri-industri hilir seperti moulding dan mebel. Di mana industri hilir ini mengolah

bahan baku tersebut menjadi barang jadi.

Industri pengolahan kayu yang membutuhkan pasokan kayu bulat adalah

industri yang langsung mengolah kayu (industri pengolahan kayu hulu) seperti

industri kayu gergajian, pulp dan kayu lapis. Di Sumatera Utara industri korek api

dan chopstick juga langsung memasok kayu bulat. Sedangkan industri pengolahan

kayu hilir seperti moulding dan mebel (furniture) mengolah bahan baku yang berasal

dari industri kayu gergajian. Dengan demikian berkembangnya industri hilir sangat

ditentukan oleh industri pengolahan kayu hulu sebagai pemasok bahan baku. Jenis

kayu yang banyak digunakan adalah kayu Meranti, Pinus dan Karet. Kebutuhan

industri terhadap kayu bulat ditentukan oleh kapasitas terpasang dari industri serta

efisiensi penggunaan bahan baku. Selama ini kapasitas terpasang industri pengolahan

kayu di Sumatera Utara cenderung jauh melebihi kemampuan produksi kayu bulat.

Hal tersebut otomatis menyebabkan industri kesulitan dalam mendapatkan bahan

baku. Secara umum di Propinsi Sumatera Utara, kekurangan bahan baku untuk

mencukupi kebutuhan.

Industri pengolahan kayu yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah

industri kayu lapis. Hal ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah tentang

peningkatan industri terpadu, yang berintikan industri kayu lapis. Hal ini dilakukan

dengan tujuan untuk mendorong berkembangnya industri kayu lapis. Dengan adanya

kebijakan tersebut maka sebagian investasi dialokasikan ke industri kayu lapis. Pada

(23)

karena adanya penurunan produksi. Untuk industri moulding dan komponen bahan

bangunan serta industri perabotan dan kelengkapan rumah tangga menunjukkan

adanya peningkatan jumlah tenaga kerja. Namun kualitas sumber daya manusia pada

pekerja masihlah kurang. Ini menyebabkan kurang berkembangnya industri

pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai.

Investasi di Kabupaten Serdang Bedagai cukup baik, banyak investor yang

datang dari luar daerah baik dalam negeri maupun luar negeri. Ini dikarenakan

melihat kondisi daerah yang cukup kondusif dan memang sedang dalam tahap

pengembangan diri. Proses pengurusan izin usaha pun tergolong tidak sulit karena

pelayanannya sudah menggunakan sistem pelayanan terpadu sehingga memudahkan

investor serta pengusaha dalam mengembangkan usahanya. Penanaman modal pada

Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai cukuplah tinggi walaupun

jumlah industri masih sedikit. Pengembangan pembangunan ekonomi akan terlaksana

bila pembentukan modal berjalan baik. Oleh sebab itu pembangunan yang berhasil

akan tetap berusaha meningkatkan modalnya. Dengan begitu akan tercipta

pembangunan yang diidamkan masyarakat serta pemerintah.

Adapun nilai produksi Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang

Bedagai cukuplah tinggi, yaitu tertinggi kedua setelah industri pati ubi. Hasil

produksi yang beragam seperti kayu lapis, gergajian, pengawetan, moulding dan

lainnya ternyata lebih banyak dipasok ke luar daerah berdasarkan permintaan pasar.

Namun kurang dipasarkan di daerah sendiri. Beberapa alasannya adalah perusahaan

(24)

barang ke perusahaan tersebut. Karena beberapa barang merupakan barang setengah

jadi (hulu) maka dipasok ke perusahaan hilir.

Di Kabupaten Serdang Bedagai Industri Pengolahan Kayu mulai berkembang

sejak sebelum dimekarkannya Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2004, hingga

saat ini terdapat 15 industri pengolahan kayu yang mana memiliki nilai produksi

tertinggi kedua setelah industri pati ubi kayu. Oleh karena hal tersebut saya mencoba

meneliti industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka sebagai perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

a. Apakah investasi, jumlah tenaga kerja dan nilai bahan baku berpengaruh terhadap

nilai produksi industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai ?

b. Apakah nilai produksi dan investasi berpengaruh terhadap pengembangan wilayah

di Kabupaten Serdang Bedagai ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pengaruh investasi, jumlah tenaga kerja dan nilai bahan baku

terhadap nilai produksi industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai.

b. Untuk menganalisis pengaruh nilai produksi dan investasi terhadap pengembangan

(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat

sebagai berikut:

a. Bagi instansi terkait, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan

rujukan/informasi dalam mengembangkan dan meningkatkan potensi usaha lokal.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk melakukan penelitian

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Industri

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,

barang setengah jadi dan atau barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangunan dan perekayasaan industri

yakni kelompok industri hulu (kelompok industri dasar), kelompok industri hilir, dan

kelompok industri kecil. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang

bersangkutan dengan cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan

atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi (UU RI No.5 Tahun 1984 tentang

Perindustrian).

Istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing).

Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan

manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena

merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri

berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat

perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan

macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara

penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada

dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan

(27)

Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara

juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan

kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam

jenis industrinya.

Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah

sebagai berikut:

1. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku

Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung pada apa

yang akan dihasilkan dari proses industri tersebut. Berdasarkan bahan baku yang

digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari

alam. Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan industri

hasil kehutanan.

b. Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil

industri lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan, dan industri

kain.

c. Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya adalah

dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan,

perdagangan, angkutan, dan pariwisata.

2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan

(28)

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang

dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga

kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri

biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya:

industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan

ringan.

b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19

orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative kecil, tenaga

kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara.

Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20

sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar,

tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki

kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan

industri keramik.

d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang.

Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif

dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan

khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan

kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil,

(29)

3. Klasifikasi industri berdasarkan produksi yang dihasilkan

Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak

perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat

dinikmati atau digunakan secara langsung. Misalnya: industri anyaman, industri

konveksi, industri makanan dan minuman.

b. Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang

membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan.

Misalnya: industri pemintalan benang, industri ban, industri baja, dan industri

tekstil.

c. Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang

dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung,

melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu

kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri perbankan,

industri perdagangan, dan industri pariwisata.

4. Klasifikasi industri berdasarkan bahan mentah

Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh

dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak goreng, industri gula,

(30)

b. Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang

berasal dari hasil pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja,

industri BBM (bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.

c. Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat

mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan.

Misalnya: industri perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata, industri

transportasi, industri seni dan hiburan.

5. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usaha

Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan

industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri), yaitu industri yang

didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.

b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri), yaitu

industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah

yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.

c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industri), yaitu industri

yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri semen di

Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di

Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di

(31)

d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat

tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan

industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan.

e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri), yaitu

industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat

didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat

luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri

otomotif, dan industri transportasi.

6. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi

Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang

setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk

kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium,

industri pemintalan, dan industri baja.

b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang

jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati

oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri

otomotif, dan industri meubeler.

7. Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan

(32)

a. Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi

lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri

percetakan.

b. Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk

dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri

minuman.

8. Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan

Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu industri yang

memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam

negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata, dan industri makanan

dan minuman.

b. Industri dengan Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu industri yang modalnya

berasal dari penanaman modal asing. Misalnya: industri komunikasi, industri

perminyakan, dan industri pertambangan.

c. Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang modalnya

berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya: industri

otomotif, industri transportasi, dan industri kertas.

9. Klasifikasi industri berdasarkan subjek pengelola

Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat,

(33)

b. Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang

dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri pupuk,

industri baja, industri pertambangan, industri perminyakan, dan industri

transportasi.

10. Klasifikasi industri berdasarkan cara pengorganisasian

Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:

modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan

cara pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil,

teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan

keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya masih

terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri makanan

ringan.

b. Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar,

teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200 orang,

tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala

regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri mainan

anak-anak.

c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar,

teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah

(34)

Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri otomotif, industri

transportasi, dan industri persenjataan.

2.2. Industri Pengolahan Kayu

Sektor industri pengolahan terbagi menjadi beberapa golongan yakni industri

makanan dan minuman, pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kulit, kayu,

percetakan, pengilangan minyak, dll.

Industri Pengolahan Kayu mencakup industri kayu gergajian (sawmill), kayu

lapis (plywood), bubur kertas (pulp), moulding, korek api dan chopstick. Industri

sawmill, plywood dan pulp merupakan industri kayu hulu. Industri-industri tersebut

tidak hanya mengolah produk-produk yang siap dipasarkan, tetapi juga mengolah

kayu bulat menjadi produk-produk yang dibutuhkan sebagai bahan baku bagi

industri-industri hilir seperti moulding dan mebel. Di mana industri hilir ini mengolah

bahan baku tersebut menjadi barang jadi.

Industri pengolahan kayu yang membutuhkan pasokan kayu bulat adalah

industri yang langsung mengolah kayu (industri pengolahan kayu hulu) seperti

industri kayu gergajian, pulp dan kayu lapis. Di Sumatera Utara industri korek api

dan chopstick juga langsung memasok kayu bulat. Sedangkan industri pengolahan

kayu hilir seperti moulding dan mebel (furniture) mengolah bahan baku yang berasal

dari industri kayu gergajian. Dengan demikian berkembangnya industri hilir sangat

ditentukan oleh industri pengolahan kayu hulu sebagai pemasok bahan baku. Jenis

(35)

Indonesia seringkali disebut sebagai negara “mega-biodiversity” karena

memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, di antaranya 25.000 jenis

tumbuhan termasuk 4000 jenis pohon. Dari 4000 jenis sekitar 400 jenis dianggap

sebagai kayu perdagangan, namun yang sudah teridentifikasi dengan baik sebanyak

365 jenis yang kemudian dikelompokkan menjadi 120 kelompok jenis kayu

perdagangan (Kartasujana dan Martawijaya,1979). Kerusakan akan lebih cepat lagi

jika dipakai atau dipasang di tempat terbuka tanpa naungan, terutama jika

berhubungan dengan tanah lembab. Sebab pada dasarnya kayu dan bahan

berlignoselulosa lainnya tidak tahan terhadap perubahan suhu, udara, kelembaban,

dan air. Di pihak lain, kayu juga dihadapkan pada beragam jenis jasad atau

Organisme Perusak Kayu (OPK) yang siap mengancam, seperti bakteri, jamur

pewarna dan buluk, jamur pelapuk (brown rots dan white rots), jamur pelunak (soft

rot), rayap kayu kering, rayap tanah, bubuk kayu kering dan binatang laut penggerek

kayu (Wilkinson,1979). Ancaman OPK ada di mana-mana, sejak pohon masih dalam

status tegakan, angkutan, proses pengolahan sampai produk kayu dalam pemakaian.

Ancaman tersebut bisa disebabkan oleh salah satu atau kombinasi diantara OPK

tersebut di atas. Misalnya, kayu yang tahan terhadap jamur, belum tentu tahan

terhadap serangga atau sebaliknya.

Daya tahan terhadap OPK inilah yang dimaksud dengan keawetan kayu.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keawetan kayu, antara lain zat ekstaktif

yang terdapat dalam kayu, umur pohon, posisi pada bagian batang, tempat di mana

(36)

Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan (preventive),

berperan untuk meminimalkan atau meniadakan kemungkinan terjadi cacat yang

disebabkan OPK, bukan pengobatan (curative) yang diilakukan dalam rangka

pengendalian mutu atau kualitas, mencakup kualitas bahan baku dan produk serta

memperpanjang umur pakai kayu. Biasanya penggunaan pengawet kayu mengacu

pada penggunaan pestisida (bahan kimia pengawet) yang dimasukkan ke dalam kayu

(Barly,1990). Dalam hal ini, persyaratan bagi bahan pengawet kayu antara lain harus

memiliki sifat efikasi terhadap OPK, mampu menembus ke dalam kayu dan tidak

mudah luntur atau terikat di dalam kayu, tetapi beberapa jenis bahan pengawet larut

air bersifat korosif (Kadir dan Barly, 1974). Istilah bahan pengawet kayu sekarang

termasuk bahan kimia atau kombinasi bahan yang dapat mencegah kerusakan kayu

terhadap satu atau kombinasi antara; pelapukan (decay), serangga (termite), binatang

laut (marine borer), api (fire), cuaca (weathering), penyerapan air dan reaksi kimia

(Anonim, 1976).

2.3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembangunan Industri

Menurut beberapa ahli geografi ekonomi seperti Renner, Alexander, dan

Robinson perkembangan suatu industri ditentukan oleh faktor pokok dan faktor

tambahan. Yang termasuk faktor pokok adalah bahan mentah modal, tenaga kerja,

(37)

Berikut adalah faktor pokok yang menetukan perkembangan industri.

1. Faktor – faktor pendukung pembangunan industri.

Apabila semua faktor tersebut dapat terpenuhi, kegiatan industri dapat berjalan

lancar tanpa hambatan. Bagi Indonesia, terdapat banyak faktor yang dapat

mendukung pembangunan industri. Faktor-faktor berupa kekayaan negara, antara

lain sebagai berikut:

(a) Bahan mentah (bahan baku), (b) modal, (c) tenaga kerja, (d) sumber tenaga,

(e) transformasi, (f) pemasaran hasil industri, (g) pemerintahan yang stabil,

(h) kondisi perekonomian: 1. pendapatan perkapita, 2. saluran distribusi,

(i) kemajuan teknologi, (j) semangat rakyat untuk membangun, (k) iklim yang baik

dan (l) kebudayaan.

2. Faktor – faktor penghambat pembangunan industri.

a. Modal yang kurang.

b. Terbatasnya tenaga ahli dan tenaga terampil.

c. Pemasaran yang kurang lancar.

d. Kualitas barang.

2.4. Dampak Pembangunan Industri

1. Dampak Positif

a. Mengurangi ketergantungan akan hasil industri dari negara lain.

b. Menambah pemasukan devisa negara

(38)

d. Perbaikan dan pengembangan sarana umum

e. Berkembangnya sektor informal

2. Dampak Negatif

a. Berkurangnya lahan pertanian

b. Pencemaran lingkungan

c. Perubahan cara hidup

2.5. Faktor Produksi dalam Pembangunan Ekonomi

2.5.1. Tanah

Tanah sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabriknya

hasil-hasil pertanian yaitu tempat di mana produksi berjalan dan darimana hasil-hasil produksi

itu keluar. Oleh sebab itu tanah sebagai unsur produksi mempunyai kedudukan paling

penting dewasa ini, hal ini terbukti bahwa besarnya balas jasa yang diterima oleh

tanah masih lebih besar dibandingkan dengan faktor produksi lainnya.

Tanah sebagai unsur produksi biasanya terdiri dari barang ekonomi yang

diberikan oleh alam yang meliputi permukaan tanah, air dan segala yang terkandung

berada di dalamnya.

Menurut David Ricardo menunjukkan bahwa tinggi rendahnya sewa tanah

adalah disebabkan perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah makin tinggi sewa

tanah. Dengan berkembangnya penduduk maka nilai tanah akan terus naik karena

tanah adalah satu-satunya faktor produksi yang tidak dapat dibuat oleh manusia

(39)

2.5.2. Modal

Pengertian modal diartikan sebagai tabungan masyarakat yang setiap saat

dapat digunakan untuk membeli saham perusahaan atau obligasi pemerintah ataupun

yang dipinjamkan kepada orang lain. Modal dinyatakan nilainya dalam bentuk uang

yang merupakan sebagai alat pengukur nilai dari modal tersebut.

Pengertian ekonomi modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor

produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Karena modal

menghasilkan barang-barang baru atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan

maka akan menciptakan dorongan dan minat untuk menyisihkan kekayaannya

maupun hasil produksi dengan maksud yang produktif dan tidak untuk maksud

keperluan yang konsumtif.

Modal dapat diciptakan untuk menahan diri dalam bentuk konsumsi, dengan

tujuan pendapatannya akan dapat lebih besar lagi di masa yang akan datang.

Pengembangan pembangunan ekonomi akan terlaksana bila pembentukan modal

berjalan baik. Oleh sebab itu pembangunan yang berhasil akan tetap berusaha

meningkatkan modalnya.

2.5.3. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan resources, tepatnya human resources atau sumber

daya manusia yang berperan dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan

(40)

ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi kepada sektor

padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.

Pengertian tenaga kerja dalam

yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja

guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU

Pokok Ketenagakerjaan No.14 Tahun 1969). Dalam hubungan ini maka pembinaan

tenaga kerja merupakan peningkatan kemampuan efektivitas tenaga kerja untuk

melakukan pekerjaan.

Pengertian bekerja menurut indikator ketenagakerjaan adalah: “Jika telah

melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh pendapatan atau

keuntungan paling sedikit satu jam secara tidak terputus selama satu minggu yang

lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja yang tak dibayar yang

membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi”.

Menurut BPS (2001) membagi tenaga kerja (employed) atas 3 (tiga) macam,

yaitu:

a. Tenaga kerja penuh (full employed), adalah tenaga kerja yang mempunyai jumlah

jam kerja ≥ 35 jam dalam seminggu dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan

uraian tugas.

b. Tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran (under employed), adalah

tenaga kerja dengan jam kerja < 35 jam dalam seminggu.

c. Tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed),

(41)

Simanjuntak (1998) menyatakan tenaga kerja atau manpower terdiri dari

angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari

dan: (1) golongan yang bekerja, (2) golongan yang menganggur atau mencari

pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari: (1) golongan bersekolah,

(2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan lain-lain atau penerima

pendapatan. Ketiga kelompok dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu

dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu kelompok ini sering juga

dinamakan potential labor force.

Menurut Sukirno (2000), golongan penduduk yang tergolong sebagai

angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15-64 tahun.

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja di

Indonesia adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang ikut berpartisipasi dalam proses

produksi untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

2.5.4. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan dasar yang dibutuhkan dalam proses

pengolahan/industri. Dalam industri pengolahan kayu, bahan baku yang dipakai

tentunya adalah kayu. Kayu yang merupakan hasil hutan dari kekayaan alam

merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang jadi dengan

menggunakan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus maupun

kayu yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pengertian kayu disini ialah

(42)

merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana

yang lebih banyak dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk

kayu pertukangan, kayu industrI bakar (Dumanauw J.F, 1990).

Produk paling penting dari pengolahan kayu secara kimia adalah pulp. Kimia

kayu dan komponen-komponennya tidak dapat dipisahkan dari strukturnya. Kayu

tidak hanya merupakan senyawa kimia, atau jaringan anatomi, atau bahan tetapi

merupakan gabungan dari ketiganya. Kesemuanya ini merupakan hasil hubungan

yang erat dari komponen-komponen kimia yang membentuk unsur-unsur ultra

struktur, yang kemudian bergabung menjadi suatu sistem yang berderajat tinggi yang

membentuk dinding sel yang akhirnya membentuk jaringan kayu (Fengel. D, 1995)

Selama periode prasejarah dan sesudahnya kayu tidak hanya digunakan untuk

bahan bangunan tetapi juga semakin penting sebagai bahan mentah kimia untuk

pembuatan arang (digunakan dalam peleburan besi), getah (digunakan untuk

mengawetkan dan melapisi lambung kapal), dan kalium (digunakan dalam pembuatan

gelas dan sebagai bahan pemucat kain dan tekstil kapas). Namun di sisi lain kayu

merupakan bahan dasar yang sangat modern. Kubah-kubah kayu yang besar dan

perabot rumah yang indah membuktikan kegunaan dan keindahannya. Bahkan dalam

bentuk alih seperti kayu lapis, papan partikel dan papan serat, kayu telah menjadi

bahan bangunan yang berharga. Disamping itu, kayu merupakan bahan dasar pulp

(43)

Kayu dikategorikan ke dalam beberapa kelas awet:

1. Kelas awet I (sangat awet), missal: kayu sonokeling dan jati.

2. Kelas awet II (awet), missal: kayu merbau dan mahoni.

3. Kelas awet III (kurang awet), missal: kayu karet dan pinus.

4. Kelas awet IV (tidak awet), missal: kayu sengon.

5. Kelas V (sangat tidak awet).

2.5.5. Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja dapat diartikan sebagai kesempatan berusaha atas semua

pekerjaan yang tersedia pada lapangan kerja di mana tenaga kerja tersebut dapat

memenuhi kebutuhannya.

Dengan keterbatasan penambahan jumlah kesempatan kerja akibat

keterbatasan peningkatan jumlah investasi dan penempatan tenaga kerja yang

diciptakan, maka akan menimbulkan kerawanan pertumbuhan ekonomi. Sehubungan

dengan hal tersebut, maka langkah-langkah untuk memperluas kesempatan kerja

adalah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, untuk itu diambil kebijaksanaan

menyeluruh dan terpadu dalam memperluas kesempatan kerja yang menyangkut

kepada pengarahan investasi dan pembangunan yang berorientasi kepada perluasan

kesempatan kerja, pendidikan dan ketarmpilan yang menunjang pembangunan dan

(44)

2.6. Pengembangan Wilayah

Pengertian pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis

kegiatan, baik yang tercakup dalam sektor pemerintah maupun dalam masyarakat,

dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha-usaha untuk memperbaiki tingkat

kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha tersebut pada dasarnya adalah bersifat

meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan, baik melalui

produk-produk maupun melalui berbagai jenis kegiatan yang membawa pengaruh

peningkatan kawasan.

Peningkatan pada kawasan dapat pula diartikan sebaga peristiwa

pengembangan wilayah pada wilayah yang bersangkutan sehingga keseluruhan usaha

yang menjurus pada perbaikan dalam tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, dapat

dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses berkembangnya wilayah

(Purnomosidi, 1981 dalam Parluhutan, 2001).

Hartshone dalam Hanafiah (1992) memformulasikan pengertian wilayah

sebagai berikut:” Suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu

berbeda dengan area lain”. Unit area ini adalah merupakan objek konkrit dengan

karakteristik yang unik. Struktur wilayah akan mempunyai watak dari pada “mosaik”

dari tiap-tiap bagian yang memiliki kesamaan.

Wilayah merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu unit kesatuan.

Pengertian unit geografi adalah ruang, sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah

saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek lain seperti aspek biologi, ekonomi, sosial

(45)

Menurut Miraza (2005), pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi

wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully

dan effeciency agar potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan

masyarakat secara maksimal.

Sasaran pembangunan harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan

nasional. Di mana tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan

pembangunan nasional yang umumnya terdiri atas:

a. Mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat.

b. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup.

c. Pemerataan pendapatan.

d. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan

serta kemampuan antar daerah.

e. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso,1994).

Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan untuk meningkatkan

taraf hidup masyarakat, di mana pembangunan tersebut berlandaskan pada pengertian

sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh elemen

masyarakat Indonesia.

Suryana (2000) mengatakan bahwa pembangunan diartikan sebagai suatu

proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur

sosial, sikap mental yang sudah terbiasa, dan lembaga-lembaga nasional termasuk

(46)

kemiskinan. Oleh sebab itu pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis dan

bukan sebagai konsep statis, di mana pembangunan adalah suatu orientasi-orientasi

dan kegiatan usaha tanpa akhir.

Berdasarkan uraian diatas, maka wilayah pembangunan hendaknya sesuai

dengan wilayah administratif dan juga mempunyai ciri wilayah modal. Dalam

praktek, apabila membahas mengenai perencanaan pembangunan daerah, pengertian

daerah administratif paling banyak digunakan karena alasan kemudahan koordinasi

dan tersedianya data untuk perencanaan. Wilayah pengembangan dipakai untuk

wilayah yang berdasarkan homogneity dan bertujuan lebih banyak untuk analisis

informasi dalam wilayah itu guna keperluan pengembangan. Batas wilayah tidak

terikat pada batas administratif dan tidak perlu mempunyai pusat. Misalnya satu

propinsi mungkin mempunyai wilayah pengembangan seperti wilayah pantai timur,

wilayah pantai barat, wilayah pegunungan dan wilayah kepulauan yang

masing-masing mempunyai ciri geografis, fauna dan flora yang sama.

Jadi dapat dilihat bahwa pembangunan ekonomi adalah merupakan suatu

proses, di mana dengan proses itu akan terlihat adanya perubahan yang besar dalam

struktur sosial, sikap mental yang telah terbiasa, pertumbuhan ekonomi serta

pemberantasan kemiskinan dan pengangguran, pemberantasan letimpangan dalam

pendapatan perkapita melalui perluasan kesempatan kerja yang memadai, pendidikan

dan juga dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap ketergantungan terhadap

(47)

Menurut Sirojuzilam (2005), kenyataannya banyak fenomena yang timbul

dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi wilayah. Masalah utama dalam

pembangunan wilayah adalah ketimpangan ruang (wilayah). Artinya ketimpangan

juga terjadi antar daerah, karena itu pemerataan pembangunan berarti juga suatu

usaha dalam menyeimbangkan kemampuan wilayah untuk berkembang.

Mengurangi kesenjangan wilayah (Regional Imbalances) adalah salah satu

tema pokok dalam pembangunan wilayah (Regional Development). Masalah pokok

yang dihadapi sekarang adalah bukan ada atau tidaknya kesenjangan wilayah, namun

bagaimana pembangunan wilayah dapat dikonsepsikan dalam perspektif jangka

panjang. Dalam konteks perkembangan sosial ekonomi dunia dewasa ini, maka arah

yang dituju dalam pembangunan wilayah jangka panjang adalah wilayah harus

mandiri dan cukup memiliki daya saing sehingga mampu berintegrasi ke dalam

sistem perekonomian nasional maupun global. Salah satu upaya yang sangat strategis

adalah memobilisasi seluruh kelembagaan pembangunan di wilayah serta

menciptakan interaksi yang erat melalui networking diantara kelembagaan tersebut

dengan tujuan menciptakan kemampuan dan kemandirian ekonomi wilayah (lokal).

Unsur-unsur strategis dalam networking untuk pembangunan ekonomi wilayah

meliputi perguruan tinggi setempat, asosiasi industri, lembaga peneliti, pengusaha

menengah dan kecil, lembaga keuangan dan perbankan, serta tentu saja pemerintah

daerah sendiri. Kegiatan riset terapan dalam teknologi untuk meningkatkan kualitas

(48)

lokal (Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah Direktorat Jenderal

Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah).

2.7. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan Julius Eben Ezer Ginting (2006) tentang pengaruh

Industri Produk Turunan Crude Palm Oil (CPO) terhadap Pengembangan Wilayah

Propinsi Sumatera Utara menghasilkan beberapa kesimpulan: (1) Industri Pengolahan

produk turunan CPO di Propinsi Sumatera Utara ada sebnayak 34 industri dengan

kapasitas terpasang 5.440.000 kg/jam dan menggunakan teknologi mesin, (2)

Variabel jumlah bahan baku, investasi, kapasitas produksi dan teknologi berpengaruh

signifikan terhadap tingkat produksi produk turunan CPO, namun variabel tenaga

kerja tidak emmberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat produksi produk

turunan CPO, (3) Variabel bahan baku berpengaruh signifikan positif namun variabel

investasi dan biaya tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap kapasitas produksi

industri turunan CPO, (4) Variabel investasi berpengaruh signifikan positif namun

variabel produksi produk turunan CPO tidak berpengaruh terhadap Pengembangan

Wilayah Sumatera Utara.

Sedangkan Penelitian yang dilakukan Immanuel (2007) tentang Analisis Peran

Industri Pertenunan terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Pematang Siantar,

menghasilkan beberapa kesimpulan: (1) Bahwa ternyata hasil uji statistik

menunjukkan bahwa variabel modal investasi, variabel tenaga kerja dan variabel

(49)

pengusaha industri pertenunan di Kota Pematang Siantar, (2) Bahwa Industri

Pertenunan di Kota Pematang Siantar berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga

kerja, nilai investasi dan mampu menggerakkan kegiatan ekonomi (multiplier effect)

seperti menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan

ekonomi lainnya.

Penelitian yang dilakukan Bangun (2008) tentang Peranan dan Pengaruh

Industri Tikar Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai – Sumatera Utara menghasilkan kesimpulan sebagai

berikut: (1) Faktor Produksi yang berperan dalam peningkatan produksi adalah

modal, sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi, (2)

Bahwa korelasi antara lama usaha dan tingkat pendidikan dengan pendapatan

pengrajin tidak berpengaruh signifikan, sedangkan modal berpengaruh signifikan

terhadap pendapatan pengrajin, (3) Sumber bahan baku dan meningkatnya

pendapatan masyarakat menjadi indikator penting dalam pengembangan wilayah di

Kecamatan Pantai Cermin.

2.8. Kerangka Pemikiran

Pada hakikatnya pembangunan industri merupakan bagian dari usaha

pembangunan jangka panjang untuk merubah struktur ekonomi yang tidak seimbang.

Pembangunan sektor industri diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja,

(50)

untuk melihat pengaruh industri pengolahan kayu terhadap pengembangan wilayah di

Kabupaten Serdang Bedagai.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

2.9.Hipotesis Penelitian

a. Investasi, jumlah tenaga dan nilai bahan baku berpengaruh positif terhadap nilai

produksi industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai. Inve sta si

Jum la h

Te na g a Ke rja

Nila i

Pro duksi

Industri

Pe ng o la ha n Ka yu

Pe ng e m b a ng a n

Wila ya h

Inve sta si

Nila i

(51)

b. Nilai produksi dan investasi berpengaruh positif terhadap pengembangan wilayah

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai, mulai bulan

September sampai dengan Desember Tahun 2011 dengan mengambil objek industri

pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai sebagai salah satu industri dengan

nilai produksi yang cukup tinggi di Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari sumber-sumber yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian yaitu seperti:

Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Serdang yaitu time series dari tahun 2005 sampai dengan

tahun 2010.

3.3. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh industri pengolahan kayu di

Kabupaten Serdang Bedagai dari tahun 2005 sampai tahun 2010 yang berjumlah 15

Industri. Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling karena populasi relatif

(53)

kemudian data dipecah menjadi pertriwulan tiap tahunnya dengan menggunakan

metode pemecahan data Insukrindo.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk melihat profil/karakteristik industri pengolahan kayu di Kabupaten

Serdang Bedagai dianalisis secara deskriptif.

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh investasi, jumlah tenaga kerja dan

nilai bahan baku dianalisa dengan menggunakan analisis regresi berganda (multiple

regression) dengan model persamaan:

Y1 = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + e

Di mana:

1

Y1

a

= Nilai Produksi (Rp/tahun)

0

= Tenaga Kerja (Org/tahun)

3

a

= Bahan Baku(Rp/tahun)

1- a3

e

= Koefisien Regresi

1

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh nilai produksi dan investasi terhadap

pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai dianalisa dengan

menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression) dengan model

persamaan:

(54)

Y2 = b0 +b1X1 + b2X4 + e

Di mana:

2

Y = Pengembangan Wilayah (PDRB Sektor Industri/tahun)

βo = Intercept

X4

X

= Nilai Produksi(Rp/tahun)

1

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh industri pengolahan kayu terhadap

pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai dianalisis secara dekriptif. = Error term

3.5. Metode Pemecahan Data Insukrindo

Adapun data yang diambil merupakan time series dari tahun 2005 – tahun

2010, namun untuk memenuhi jumlah observasinya maka data pertahun diubah

menjadi pertriwulan dengan menggunakan metode pemecahan data menurut

Insukrindo dengan rumus sebagai berikut:

Y1

(55)

Y2

Y

= Nilai triwulan kedua

3

Y

= Nilai triwulan ketiga

4

Yt = Nilai pada tahun yang dihitung = Nilai triwulan keempat

Yt-1 = Nilai pada tahun sebelumnya

Contoh:

Investasi Tahun 2006 adalah Rp. 750.000.000 dan di Tahun 2007 adalah

Rp. 1.050.000.000. Maka untuk memecah data di tahun 2007 adalah sebagai berikut:

Y2007a = ¼ {Y2007 + (-4,5/12 <Y2007 – Y2007-1

= ¼ {Y

>)}

2007 + (-4,5/12 <Y2007 – Y2006

=¼ {1.050.000.000 + (-4,5/12 <1.050.000.000 – 750.000.000>)} >)}

= ¼ {1.050.000.000 + (-4,5/12 <300.000.000>)}

= ¼ {1.050.000.000 – 112.500.000}

= ¼ x 937.500.000

=¼ {1.050.000.000 + (-1,5/12 <1.050.000.000 – 750.000.000>)} >)}

= ¼ {1.050.000.000 + (-1,5/12 <300.000.000>)}

= ¼ {1.050.000.000 – 37.500.000}

= ¼ x 1.012.500.000

(56)

Y2007c = ¼ {Y2007 + (1,5/12 <Y2007 – Y2007-1

= ¼ {Y

>)}

2007 + (1,5/12 <Y2007 – Y2006

=¼ {1.050.000.000 + (1,5/12 <1.050.000.000 – 750.000.000>)} >)}

= ¼ {1.050.000.000 + (1,5/12 <300.000.000>)}

= ¼ {1.050.000.000 + 37.500.000}

= ¼ x 1.087.500.000

=¼ {1.050.000.000 + (4,5/12 <1.050.000.000 – 750.000.000>)} >)}

= ¼ {1.050.000.000 + (4,5/12 <300.000.000>)}

= ¼ {1.050.000.000 + 112.500.000 }

: Nilai Investasi Tahun 2007 Triwulan Pertama

2007b

Y

: Nilai Investasi Tahun 2007 Triwulan Kedua

2007c

Y

: Nilai Investasi Tahun 2007 Triwulan Ketiga

2007d

Dengan menggunakan metode ini maka didapat data triwulanan dari tahun

(57)

3.6. Definisi Operasional Penelitian

1. Bahan baku adalah kayu dalam rangka untuk diolah/digergaji/diawetkan

(Rp/Tahun).

2. Investasi adalah dana yang dikeluarkan untuk membiayai operasional usaha untuk

kelangsungan hidup usaha melalui kemampuannya mendatangkan keuntungan

(Rp/tahun).

3. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam rangka

menjalankan operasional usaha dalam rangka menghasilkan produk pengawetan

kayu (Org/tahun).

4. Kapasitas produksi terealisasi adalah kemampuan suatu pabrik/industri dalam

rangka menghasilkan output dengan menggunakan mesin (Rp/tahun).

5. Nilai produksi adalah jumlah output/hasil produksi yang dihasilkan (Rp/Tahun).

6. Pengembangan wilayah adalah suatu tindakan pengembangan wilayah atau

membangun daerah/.kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat

kesejahteraan hidup masyarakat di mana sebagai indikator adalah PDRB sektor

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai

4.1.1. Sejarah Kabupaten Serdang Bedagai

Lahirnya Kabupaten Serdang Bedagai tidak terlepas dari keberadaan

Kabupaten Deli Serdang yang artinya Kabupaten Serdang Bedagai adalah pemekaran

dari Kabupaten Deli Serdang itu sendiri. Dasar pertimbangan untuk pemekaran

Kabupaten Deli Serdang dikarenakan begitu luasnya wilayah dan jumlah

penduduknya yang begitu besar. Di Tahun 1992 kajian ini semakin menguat dan

sampai dikeluarkannya Keputusan DPRD Kabupaten Deli Serdang Nomor

02/DPRD/1992 tanggal 17 Februari 1992 tentang Persetujuan Pemekaran Wilayah

Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang menjadi 2 (dua) wilayah yaitu Kabupaten

Deli Serdang dan Kabupaten Serdang. Namun selanjutnya terjadi kevakuman rencana

ini hingga memasuki masa tahun reformasi 1998.

Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan

Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah,

memberikan ruang yang semakin terbuka terhadap keinginan masyarakat untuk

melakukan pemekaran.

Beberapa kelompok masyarakat yang terbentuk dalam upaya pemekaran

Gambar

Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai …………………
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Serdang Bedagai (BPS Kab. Serdang Bedagai)
Tabel 4.1. Produksi Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas filter serpihan batu marmer dalam penurunan kadar besi, mangan dan magnesium pada air sumur gali di Desa

Tahapan penelitian pada Gambar 6, dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap identifikasi masalah merupakan tahapan dimana dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada

Pada tahun pertama penelitian ini akan menghasilkan model pendidikan karakter yang dilengkapi dengan 5 karya sastra anak berupa Buku Cerita Bergambar (BCB) sebagai media

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kelayakan modul berbasis e-learning dengan mengunakan CMS joomla sebagai media pembelajaran, respon peserta didik terhadap modul

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan teknis penyelenggaraan usaha peternakan puyuh di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dan desa

Dalam penyusunan penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari DPPKAD Kabupaten Belitung, berupa data target

bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk.. simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Semua kegiatan di atas adalah berkembang melalui proses perjuangan, mulai dari pengenalan makna ekonomi Islam, penerapan sebagian dari ekonomi tersebut