PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA
B-SPLINE HIRARKI
TESIS
SURIATI 117038082
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA
B-SPLINE HIRARKI
TESIS
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Magister Teknik Informatika
SURIATI 117038082
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
PERSETUJUAN
Judul Tesis : Penghalusan Citra Lokal Adaptif Pada B-Spline Hirarki
Kategori : Tesis
Nama Mahasiswa : Suriati
N I M : 117038082
Program Studi : Magister Teknik Informatika
Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2 Pembimbing 1
(Dr. Syahril Efendi, MIT) (Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Diketahui/disetujui oleh
Program Studi S2 Teknik Informatika Ketua,
(Prof. Dr. Muhammad Zarlis) NIP. 19570701 198601 1003
PERNYATAAN
PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI
TESIS
Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, 3 Januari 2014
Suriati 117038082
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Suriati
N I M : 117038082
Program Studi : Magister Teknik Informatika Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Uni-versitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:
PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, mem-format, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan/atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 3 Januari 2014
Suriati 117038082
Telah diuji pada
Tanggal: 3 Januari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang
Anggota : 1. Dr. Syahril Efendi, M.IT
2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis
3. Dr. Mahyuddin K.M. Nasution, M.IT
4. Dr. Zakarias Situmorang, M.Kom.
ABSTRAK
Pengolahan citra digital merupakan bagian penting dalam bidang Informatika, khusus-nya di bidang multimedia. Citra digital yang diperoleh melalui proses pembesaran citra perlu dihaluskan dengan cara yang sesuai, sehingga hasil perbesaran merupakan citra yang menghampiri keadaan citra asal. Penelitian ini bertujuan untuk mengem-bangkan metode penghalusan citra akibat proses pembesaran dengan memperhatikan keadaan lokal untuk citra gambar alamiah. Metode B-Spline dengan interpolasi kua-dratik dalam dimensi dua dikombinasikan dengan proses hirarkhi dengan memper-hatikan daerah yang perubahannya cepat. Prosedur dilakukan menentukan terlebih dahulu lokasi citra yang perubahan warnanya cepat, kemudian pada kawasan yang ditemukan dilakukan transformasi terhadap setiap 3×3 titik di permukaan citra yang membentuk bujur sangkar. Fungsi Kuadratik digunakan sebagai transformasi. Pem-rograman menggunakan Matlab dikembangkan dan dikenakan kepada citra berukuran bervariasi menurut perubahan warna dan ukuran gambar yang diperbesar dua kali de-ngan jenis jpeg. Hasil proses penghalusan dianalisis dede-ngan menunjukkan grafik nilai warna. Dengan implementasi menggunakan tiga citra yang mempunyai karakteristik yang berbeda, diperoleh bahwa hasil penghalusan menuju kepada gambar aslinya.
Kata kunci : Citra, B-Spline, Adaptif.
i
ABSTRACT
LOCAL ADAFTIVE IMAGE REFINEMENT ON HIERARCHICAL B-SPLINE
Digital image processing is an important part in the field of Information Technology, especially in the field of multimedia. Digital image is obtained through the process of enlargement of the image needs to be smoothed in an appropriate manner, so that the magnification of an image over to the state of the original image. This research aims to develop a method of smoothing the image due to the enlargement process with regard to local circumstances natural picture images. B - Spline method with quadratic interpolation in two dimensions combined with hierarchy process with attention to areas that change rapidly. The procedure was performed to determine beforehand the location of the image which changes color rapidly, then the transformation region found on every 3 × 3 a point on the surface to form a square image. Quadratic functions are used as transformation. Programming using MATLAB developed and applied to the image size varies according to changes in the color and size of the image is enlarged twice with jpeg types. Results were analyzed with the smoothing process chart shows the color value. In the implementation using three images that have different characteristics, the results obtained that leads to smoothing the original image.
Keywords : Image, B-Spline
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih atas segala karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyediakan tesis sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tesis ini berjudul ”PENGHALU-SAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI”. Tesis ini merupakan persyaratan tugas akhir pada Program Studi Magister Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM &H, M.Sc. (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi In-formasi Universitas Sumatera Utara dan juga Ketua Program Studi Magister Teknik Informatika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Pro-gram Studi Magister Teknik Informatika di Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penulisan tesis ini
Seluruh Staf Pengajar pada Fasilkom-TI USU yang dengan sungguh-sungguh telah berusaha memberikan ilmunya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Seluruh Staf Administrasi Program Studi Magister Teknik Informatika USU yang telah memberikan bantuan dan pelayanan yang baik kepada penulis.
Rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa angkatan 2011/2012 atas kerja sama, ke-bersamaan dan bantuannya dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan berlangsung. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, 3 Januari 2014 Penulis,
Suriati
iii
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap (berikut gelar) : Dra. Suriati
Tempat dan Tanggal Lahir : Sungai Basa, 19 Agustus 1962 Alamat Rumah : Jl. Air Bersih Ujung 229,
: Kompleks Residence No.12, Medan
Telepon/Faks/HP : 081396861961
Email : suriati 19@yahoo.com
Instansi Tempat Bekerja : Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan
Alamat Kantor : Jl. HM Joni 70, Medan
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Neg. Sungai Basa TAMAT: tahun 1974 SLTP : SMP Neg. 2 Medan TAMAT: tahun 1979 SLTA : SMA Hang Tuah Belawan TAMAT: tahun 1982
S1 : Matematika USU TAMAT: tahun 1988
S2 : Teknik Informatika USU TAMAT: tahun 2014
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
RIWAYAT HIDUP v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR x
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Kontribusi Penelitian 3
BAB 2 LANDASAN TEORI 4
2.1 Citra digital 4
2.1.1 Ukuran File Citra 7
2.1.2 Ruang Warna 8
2.2 Sistem Pengolahan Citra 8
2.2.1 Definisi Pengolahan Citra 10
2.2.2 Operasi Pengolahan Citra 11
2.2.3 Pembagian permukaan 12
2.3 Formulasi B-spline kuadratik 13
2.3.1 Persamaan matriks untuk permukaan spline bikuadratik 13
2.4 Interpolasi Warna 14
2.5 Spline 16
vi
2.6 Spline hirarki 17
2.6.1 Ruang B-Spline produk tensor 17
2.6.2 Ruang dan domain tersarang 18
2.6.3 B-spline basis hirarkis 18
2.7 Penghalusan Hirarki Adaptif 19
2.8 Matlab untuk pengolahan citra 20
2.8.1 Jenis data dan konversi 20
2.8.2 Perintah di Matlab untuk pengelolaan citra 21
BAB 3 METODE PENELITIAN 23
3.1 Langkah-Langkah Penelitian 23
3.1.1 Proses Perbesaran citra 23
3.1.2 Proses pembagian permukaan 24
3.2 Formulasi B-spline kuadratik 26
3.2.1 Penentuan persamaan matriks spline bikuadratik 26 3.2.2 Pengembangan Program Proses Interpolasi dengan Matlab 27
3.2.3 Analisis hasil proses dengan Matlab 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 31
4.1 Hasil penghalusan 31
4.1.1 Proses penghalusan untuk citra pemotretan yang homogen 31 4.1.2 Proses penghalusan untuk citra hasil lukisan 31 4.1.3 Proses penghalusan untuk citra pemotretan yang heterogen 32
4.1.4 Analisis terhadap penghalusan 33
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 39
5.1 Kesimpulan 39
5.2 Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Jenis Data dalam Matlab 20
2.2 Konversi citra dalam Matlab 21
4.1 Sampel nilai komponen warna merahRed dari gambar lukisan 37 4.2 Nilai komponen warna merah Reddari hasil pembesaran sebelum
di-haluskan 37
4.3 Nilai komponen warna merah Red setelah penghalusan pertama 37 4.4 Nilai komponen warna merah Red setelah penghalusan kedua 38
viii
DAFTAR GAMBAR
Judul Halaman
2.1 Array dari piksel keabuan dalam baris dan kolom 4
2.2 Array dari piksel dalam koordinat (x, y) 5
2.3 Array dari piksel dengan nilai antara 0 (hitam) - 255 (putih) 6 2.4 Array dari piksel warna dalam baris dan kolom 6
2.5 Citra bunga 7
2.6 Model penjumlahan dari RGB 8
2.7 Matriks representasi citra dalam RGB 9
2.8 Model sistem pengolahan citra 10
2.9 Proses dalam pengolahan citra 11
2.10 Bikubik 14
2.11 Citra RGB dengan kanal Merah, Hijau dan Biru 15
2.12 Daerah interpolasi 15
2.13 Langkah-langkah interpolasi 16
2.14 Mekanisme Model Spline 16
2.15 Spline kuadratik di setiap sub interval 17
2.16 Domain tersarang untuk hirarki spline 19
2.17 Pemilihan fungsi basis dengan prosedur iterasi 20 3.1 Skema pixel citra sebelum dan setelah perbesaran 24
3.2 Diagram alir proses penghalusan 25
3.3 Pengembangan Bikubik 27
4.1 Citra berukuran 30×30, 75×98 dan 205×154 32
4.2 Citra berukuran 30×30 dan 60×60 33
4.3 Citra berukuran 60×60 dari penghalusan pertama dan kedua 34 4.4 Citra berukuran 75×98 dan perbesarannya 150×196 35 4.5 Citra berukuran 150×196 dari penghalusan pertama dan kedua 35 4.6 Citra berukuran 205×154 dan perbesarannya 410×308 36
4.7 Citra berukuran 410×308 dari penghalusan pertama dan kedua 36 4.8 Sampel citra asli, perbesaran dua kali dan hasil pemrosesan pertama
dan kedua 38
x
ABSTRAK
Pengolahan citra digital merupakan bagian penting dalam bidang Informatika, khusus-nya di bidang multimedia. Citra digital yang diperoleh melalui proses pembesaran citra perlu dihaluskan dengan cara yang sesuai, sehingga hasil perbesaran merupakan citra yang menghampiri keadaan citra asal. Penelitian ini bertujuan untuk mengem-bangkan metode penghalusan citra akibat proses pembesaran dengan memperhatikan keadaan lokal untuk citra gambar alamiah. Metode B-Spline dengan interpolasi kua-dratik dalam dimensi dua dikombinasikan dengan proses hirarkhi dengan memper-hatikan daerah yang perubahannya cepat. Prosedur dilakukan menentukan terlebih dahulu lokasi citra yang perubahan warnanya cepat, kemudian pada kawasan yang ditemukan dilakukan transformasi terhadap setiap 3×3 titik di permukaan citra yang membentuk bujur sangkar. Fungsi Kuadratik digunakan sebagai transformasi. Pem-rograman menggunakan Matlab dikembangkan dan dikenakan kepada citra berukuran bervariasi menurut perubahan warna dan ukuran gambar yang diperbesar dua kali de-ngan jenis jpeg. Hasil proses penghalusan dianalisis dede-ngan menunjukkan grafik nilai warna. Dengan implementasi menggunakan tiga citra yang mempunyai karakteristik yang berbeda, diperoleh bahwa hasil penghalusan menuju kepada gambar aslinya.
Kata kunci : Citra, B-Spline, Adaptif.
ABSTRACT
LOCAL ADAFTIVE IMAGE REFINEMENT ON HIERARCHICAL B-SPLINE
Digital image processing is an important part in the field of Information Technology, especially in the field of multimedia. Digital image is obtained through the process of enlargement of the image needs to be smoothed in an appropriate manner, so that the magnification of an image over to the state of the original image. This research aims to develop a method of smoothing the image due to the enlargement process with regard to local circumstances natural picture images. B - Spline method with quadratic interpolation in two dimensions combined with hierarchy process with attention to areas that change rapidly. The procedure was performed to determine beforehand the location of the image which changes color rapidly, then the transformation region found on every 3 × 3 a point on the surface to form a square image. Quadratic functions are used as transformation. Programming using MATLAB developed and applied to the image size varies according to changes in the color and size of the image is enlarged twice with jpeg types. Results were analyzed with the smoothing process chart shows the color value. In the implementation using three images that have different characteristics, the results obtained that leads to smoothing the original image.
Keywords : Image, B-Spline
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan pengolahan citra (yang biasanya diketahui sebagai citra digital) meru-pakan salah satu bagian dari kajian di Informatika yang masih dikaji oleh banyak peneliti. Sasaran dari penelitian-penelitian di bidang ini umumnya untuk memper-baiki mutu citra, atau juga untuk memberikan tambahan-tambahan efek gambar se-hingga menjadi lebih menarik. Metode-metode yang telah dikembangkan di dalam pengolahan citra juga cukup banyak, seperti deteksi tepi yang dilakukan oleh Jas-mani (2012). Selain itu juga ada peneliti yang melakukan pengolahan citra dengan menggabungkannya dengan pencarian pengetahuan dari citra (Lu & Yang, 2009). Sementara Chen et al. (2007) menyajikan struktur data grid-bilateral baru, yang memungkinkan pengolahan citra edge-awareyang cepat, dan dapat diaplikasikan un-tuk image editing, transfer dari tampilan fotografi, dan peningkatan kontras gambar medis.
Di dalam pemakaiannya, masih cukup banyak citra berbasis bitmap yang di dalam prosesnya menggunakan cara raster dengan memperhatikan letak kedudukan koordinat berdasar kordinat kartesian (x, y). Sementara dalam pemakaian tersebut masih selalu juga dilakukan proses perbesaran, sebut saja di dalam laman web, atau juga di dalam dokumen word processing yang selalu menggunakan file bitmap, seperti misalnya yang berekstensi JPG, atau juga BMG. Proses perbesaran terhadap file bitmap biasanya memberikan efek tidak halus. Hasil dari perbesaran citra akan lebih buruk ketika perbesaran dilakukan sampai lebih dari 200%.
Aokage et al. (2005) telah memperkenalkan metode interpolasi yang menggu-nakan jaringan syaraf tiruan untuk menentukan nilai optimal dari pixel yang diin-terpolasi. Sementara, Debral et al. (2011) telah menggunakan B-spline kubik di dalam penyelesaian persoalan menggunakan metode elemen hingga. B-spline (bell shaped spline) merupakan sebuah kelas khusus dari spline, yang merupakan fungsi suku banyak potong demi potong yang terhubung secara kontinu oleh segmen kurva yang lebih kecil yang memperhatikan kekontinuan yang mempunyai akibat langsung pada fungsi basis.
Pada penelitian terkait dengan pendekatan hirarkhi, Vuong et al. (2011) telah
2
melakukan penghalusan lokal untuk analisis isogeometrik, yang dilakukan berdasar perluasan B-Spline hirarki. Pada penelitian tersebut diamati sifat teoritis dari ruang spline untuk menjamin sifat fundamental. Selain itu pada penelitian ini digunakan konsep analisis elemen hingga untuk mengintegrasikan ruang spline hirarki.
Pada kajian awal yang pernah dilakukan, Suriati dan Tulus (2011) telah mela-kukan proses pembesaran citra digital dengan mengulang tiga kali proses B-Spline. Dalam kajian tersebut dilakukan percobaan terhadap Citra digital yang diperbesar dua kali dengan jenis jpeg. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengulangan dengan menggeser proses B-Spline dapat memproduksi citra digital baru yang lebih halus. Namun demikian, proses B-Spline dilakukan tanpa memperhatikan keberaga-man perubahan warna di dalam Citra. Sehingga proses belum dilakukan secara efisien. Dengan memperhatikan kajian yang dilakukan oleh Voung et al. (2011), perlu juga dipertimbangkan perlakuan penghalusan pada bagian citra dengan memperhatikan perlakuan secara lokal pada bagian yang mempunyai perubahan warna yang lebih cepat.
1.2 Perumusan Masalah
Citra digital yang diperoleh melalui proses pembesaran citra perlu dihaluskan de-ngan cara yang sesuai, sehingga hasil perbesaran yang lebih dari 200% merupakan citra yang menghampiri keadaan citra asal. Urutan proses penghalusan yang pernah dilakukan untuk metode penghalusan lokal baru dikenakan kepada citra yang meru-pakan hasil analisis isogeometrik. Oleh karenanya untuk citra yang dihasilkan dari suatu pemotretan dikaji tersendiri.
1.3 Batasan Masalah
Di dalam penelitian ini ada beberapa pembatasan masalah, yaitu
1) Citra yang diperhatikan adalah yang berjenis JPEG.
2) Software yang digunakan untuk pemrograman adalah Matlab. 3) Perbesaran yang digunakan adalah 200%.
3
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan metode penghalusan citra akibat proses pembesaran dengan memperhatikan keadaan lokal untuk citra gambar alamiah.
1.5 Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teknik penghalusan untuk perbe-saran citra digital.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Di bidang komputer, citra merupakan salah satu komponen dari multimedia yang berperan penting sebagai bentuk inforasi visual. Dengan perkembangan teknologi in-formasi masa sekarang ini, kebanyakan inin-formasi disampaikan dalam bentuk gambar (citra), berbanding dalam bentuk teks. Pada sisi lain, pengolahan citra juga tidak kalah pentingnya dengan beberapa tujuan, di antaranya untuk kepentingan kerahasi-aan informasi, perbaikan mutu citra, dan juga untuk keperluan variasi citra sebagai visual seni.
2.1 Citra digital
Secara sederhana, citra adalah gambar pada bidang dua dimensional. McAndrew (2004) menyatakan, citra merupakan sebuah gambar yang merepresentasikan sesu-atu benda. Ia bisa saja merupakan sebuah gambar seseorang, kumpulan orang-orang ataupun hewan, atau suatu adegan di luar, atau suatu microphotograph dari suatu komponen elektronik, atau hasil dari pencitraan medis. Sebuah citra juga dapat di-pandang sebagai sebuah array, atau matriks, piksel persegi (elemen gambar) yang diatur dalam kolom dan baris. Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 masing-masing me-nunjukkan array dari piksel dalam baris dan kolom dan dalam koordinat (x, y). Se-mentara apabila dipandang dari sisi matematis, citra merupakan fungsi yang kontinu dari kumpulan intensitas cahaya pada bidang dua dimensional.
Gambar 2.1 : Array dari piksel keabuan dalam baris dan kolom Sumber: (ESA, 2012)
Petrou dan Bosdogianni (1999) menyatakan, bahwa array yang menggambarkan
4
5
Gambar 2.2 : Array dari piksel dalam koordinat (x, y) Sumber: (ESA, 2012)
suatu citra dapat merupakan formulasi berikut.
f(x, y) =
Dalam (8-bit) citra skala abu-abu setiap elemen memiliki intensitas yang dite-tapkan berkisar dari 0 sampai 255, seperti terlihat pada Gambar 2.3 . Sebuah citra skala abu-abu adalah apa yang biasanya disebut orang citra hitam dan putih, tapi nama tersebut menekankan bahwa gambar tersebut juga akan mencakup banyak nu-ansa abu-abu. Suatu citra dengan warna yang benar mempunyai 24 bit kedalaman warna = 8×8×8bits= 256×256×256 warna∼16 juta warna. Gambar 2.4 menun-jukkan contoh citra dengan warna benar. Beberapa gambar skala abu-abu memiliki lebih jumlah keabuan, misalnya 16 bit = 65536 jumlah keabuan. Pada prinsipnya tiga citra skala abu-abu dapat dikombinasikan untuk membentuk sebuah gambar dengan 281.474.976.710.656 jumlah keabuan.
Terdapat dua kelompok umum dari citra, yaitu grafik vektor dan bitmaps (pixel-based atau citra). Beberapa format file yang paling umum adalah:
1) GIF suatu format bitmap terkompres non-destruktif 8-bit (256 warna). Ke-banyakan jenis citra GIF untuk web. Format ini mempunyai berbagai sub-standard yang merupakan GIF animasi.
6
Gambar 2.3 : Array dari piksel dengan nilai antara 0 (hitam) - 255 (putih) Sumber: (ESA, 2012)
2) JPEG suatu format bitmap yang sangat efisien (yaitu banyak informasi per-byte) terkompres destruktif 24 bit (16 juta warna). Cukup luas digunakan, khususnya untuk web dan internet (dengan bandwidth terbatas).
3) TIFF format bitmap standard 24 bit publikasi. Pengkompresan non-destruktif, misalnya dengan kompresi Lempel-Ziv-Welch (LZW).
4) PS Postscript, suatu format vektor standard. Format ini mempunyai banyak sub-standards dan dapat menjadi sulit memindahkan ke flatform dan sistem operasi yang berbeda.
5) PSD suatu format yang disarankan Photoshop yang menjaga semua informasi di dalam citra yang memuat semua lapisan.
Gambar 2.4 : Array dari piksel warna dalam baris dan kolom Sumber: (ESA, 2012)
7
Pembuatan sebuah citra dapat dipandang sebagai sebuah proses berikut. Sum-ber cahaya menerangi sebuah objek tertentu. Kemudian objek tersebut akan meman-tulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut, yang kemudian ditangkap oleh alat optik sebagai sebuah gambar. Sebagai contoh, Gambar 2.5 menunjukkan citra bunga hasil pemotretan.
Gambar 2.5 : Citra bunga
Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (con-tinue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pe-mindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra terse-but terekam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat (Murni, 1992):
1. optik berupa foto,
2. analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, 3. digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.
2.1.1 Ukuran File Citra Ukuran file suatu citra bergantung kepada ukuran dan tipe citranya. MacAndrew (2004) telah menemukan besar informasi yang di-gunakan di dalam tipe citra yang berbeda dengan ukuran yang bervariasi. Untuk
8
citra biner berukuran 512×512, jumlah bit yang digunakan adalah 512×512×1 = 262.144 = 32768 bytes. Pada sisi lain, suatu citra keabuanmembutuhkan ukuran yang sama, yaitu 512×512×1 = 262.144 bytes. Sementara untuk citra warna setiap piksel dikaitkan dengan 3 bytes informasi warna. Suatu citra berukuran 512×512 membutuhkan 512×512×3 = 786.432 bytes. 2.1.2 Ruang Warna
Untuk komunikasi sains, dua ruang warna utama adalah RGB dan CMYK. Model warna RGB berkaitan sangat erat dengan cara kita memandang warna de-ngan r, g dan b reseptor di retina mata. RGB menggunakan jumlahan pencampuran warna dan merupakan model warna dasar yang digunakan dalam televisi atau media lainnya yang memproyeksikan warna dengan cahaya. Ini adalah model warna dasar yang digunakan dalam komputer dan untuk grafik web, tetapi tidak dapat digunakan untuk produksi cetak. Warnawarna sekunder RGB cyan, magenta, dan kuning -yang dibentuk dengan mencampur dua warna primer (merah, hijau atau biru) dan mengecualikan warna ketiga. Merah dan hijau menggabungkan untuk membuat kun-ing, hijau dan biru untuk membuat cyan, dan biru dan merah membentuk magenta. Kombinasi merah, hijau, dan biru dalam intensitas penuh membuat putih, seperti terlihat pada Gambar 2.6 . Sebuah citra dalam gabungan warna RGB dapat direp-resentasikan kepada tiga matriks yang masing-masing mewakili R, G dan B, seperti pada Gambar 2.7 .
Gambar 2.6 : Model penjumlahan dari RGB
2.2 Sistem Pengolahan Citra
Suatu sistem pengolahan citra terdiri dari suatu sumber cahaya untuk mengiluminasi adegan, suatu sistem sensor dan suatu interface antara sistem sensor dan komputer. Di antara masing-masing perangkat ini, antar muka mengkonversi informasi analog ke dalam data digital yang dapat difahami oleh komputer (Erhardt-Ferron, 2000). Kesemuanya ini terjadi pada bagian khusus dari piranti keras, frame grabber, yang
9
Gambar 2.7 : Matriks representasi citra dalam RGB Sumber: (McAndrew, 2004)
juga menyimpan citra. Banyak tipe dari piranti keras frame grabber yang dipasok dengan prosesor sinyal, demikian sehingga bagian penghitungan yang sangat intensif dari program pemngolahan citra dapat dilakukan dalam waktu yang efisien. Biasanya paket frame grabber berisi siatu library dari routine yang dapat disambungkan ke dalam program pengguna. Hasil dari suatu pengolahan citra akan ditransfer ke dunia luar dengan satu atau lebih antar muka I/O, layar monitor dan peralatanoutpusyang normal seperti printer, harddisk, dan lain-lain. Gambar 2.8 menunjukkan sistem pengolahan citra.
10
Gambar 2.8 : Model sistem pengolahan citra
2.2.1 Definisi Pengolahan Citra
Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image pro-cessing). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.
Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpre-tasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (im-age compression). Pemrosesan citra mencakup pengubahan alamiah suatu citra yang terkait dengan salah satu yang berikut:
1) Memperbaiki informasi berbasis gambarnya untuk tujuan interpretasi manusia, 2) Mengubah citra sehingga lebih sesuai untuk persepsi mesin otonom.
Penting sekali merealisasikan bahwa kedua aspek ini merepresentasikan hal yang ter-pisah tetapi merupakan hal yang serupa di dalam pengolahan citra. Suatu prosedur yang memenuhi kondisi pertama (prosedur yang membuat siatu citra terlihat lebih baik) bisa saja merupakan prosedur yang paling buruk untuk memenuhi yang kedua.
11
Manusia menyukai citra yang tajam, bersih dan rinci, sementara mesin citranya yang sederhana dan rapi (McAndrew, 2004).
Citra ✲ Pengolahan Citra ✲ Citra
Gambar 2.9 : Proses dalam pengolahan citra
2.2.2 Operasi Pengolahan Citra
Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila (Jain, 1989):
1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkan-dung di dalam citra. Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara lain: perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek (edge enhancement), penajaman (sharpening), pemberian warna semu (pseudocoloring), penapisan derau (noise filtering).
2. Pemugaran citra (image restoration). Operasi ini bertujuan menghilangkan/ meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra, yaitu: penghilangan kesamaran (deblurring), dan penghilangan derau (noise).
3. Pemampatan citra (image compression). Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemam-patan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.
4. Segmentasi citra (image segmentation). Jenis operasi ini bertujuan untuk me-mecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.
12
5. Analisis citra (image analysis). Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekalilingnya.
6. Rekonstrusi citra (image reconstruction). Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.
Menurut Petrou dan Bosdogianni (1999), operator didefinisikan dalam bentuk fungsi penyebaran titik. Fungsi penyebaran titik merupakan operator yang diperoleh ketika operator dikenakan kepada suatu titik sumber, yaitu
O[sumber titik] = fungsi penyebaran titik, (2.1) atau
O[δ(x−α, y−β)] =h(x, α, y, β). (2.2) denganδ(x−α, y−β) adalah sumber titik dari kecerahan 1 yang berpusat pada titik (α, β). Jika operator pada Persamaan 2.2 adalah linear, yaitu ika sumber titik adalah a kali kecerahan, maka hasilnya akan a kali lebih besar, yaitu
O[aδ(x−α, y−β)] =ah(x, α, y, β). (2.3)
2.2.3 Pembagian permukaan
Tempelan ini dapat dibagi ke dalam empat sub-tempelan, yang dapat dibangkitkan dari 16 titik sub-kendali yang tunggal. Di sini difokuskan pada skema subdivisi hanya untuk satu dari empat (sub tempelan yang sesuai dengan 0≤u, v ≤ 1
2), sebagaimana
yang lainnya secara simetri. Gambar berikut mengilustrasikan 16 titik yang dihasilkan oleh sub pembagian ke dalam empat sub tempelan. Kenneth (2000) telah menurunkan rumusan transformasi terkait dengan ini, seperti berikut.
13
2.3 Formulasi B-spline kuadratik
Andaikan terdapat suatu fungsi dengan dua variabel bebas yang dinyatakan dalam bentuk tabulasi sejumlah berhingga titik, yang akan diinterpolasi untuk semua vari-abelnya. Interpolasi dua-dimensi adalah masalah interpolasi dalam array nilai tabular dua-dimensi. Nilai fungsif(a1,i, a2,j) diketahui untuki= 1,· · · , n1 danj = 1,· · · , n2,
dan akan dicari nilai f(x1, x2) pada suatu titik sembarang (x1, x2) di dalam daerah
yang ditutupi oleh tabel. Jika titik-titik tabular diplot pada suatu bidang, maka akan terbentuk verteks-verteks grid segi empat.
Suatu spline adalah sebuah suku banyak berorderkpotong demi potong (paling tinggi derajatk−1) yang didefinisikan pada interval [a, b]; a=x0 < x1,· · · , < xN−1
dengan h = xi+1 −xi, i = 0,· · · , N −1. Spline u(x) biasanya dideskripsikan di
dalam representasi B-spline sebagai u(x) = PN
i=1αiβik(x) dengan βik adalah fungsi
spline khusus berorder k yang disebut B-spline, yang mempunyai sifat khusus yang mempunyai pendukung kompak (Fletcher, 1988).
2.3.1 Persamaan matriks untuk permukaan spline bikuadratik
Untuk pelaksanaan secara teknis, perlu diformulasikan permukaan spline dalam ben-tuk matriks. Perhatikan permukaan diskrit yang dinyatakan seperti pada Gambar
14
2.10 . Permukaan tersebut dapat dipandang sebagai B-spline seragam bikuadratik P(u, v) yang didefinisikan oleh array 3×3 dari titik-titik kendali seperti pada per-samaan 3.2.
Gambar 2.10 : Bikubik
Dalam bentuk matriks, persamaan 3.3 berikut dapat digunakan, yaitu
P(u, v) = h 1 u u2 iM P MT
Neagoe et al. (2012) telah memperkenalkan algoritma interpolasi warna yang berdasar RGB (Red, Green, Blue), seperti ditunjukkan di dalam Gambar 2.11 . Suatu daerah yang dibangun oleh pixel 2×2 dikenakan pada setiap tiga kanal tersebut. Dengan memaksakan daerah 2×2 atas citra sumber, terdapat empat nilai input yang diek-strak untuk mesin statistik yang melakukan interpolasi, seperti pada Gambar 2.12 . Kelima nilai output yang dihasilkan digunakan untuk membangun citra dengan skema seperti pada Gambar 2.13 . Suatu citra berukuranw dan h menghasilkan se-jumlah (w−1)×(h−1) vektor input untuk daerah interpolasi dan citra terinterpolasi yang dihasilkan mempunyai (2w−1)×(2h−1) pixel. Citra yang diinterpolasikan
15
terhadap warnadibangkitkan dengan memadukan tiga kanal fundamental monokrom yang direkonstruksi menggunakan algoritmayang diperhatikan ke dalam sebuah citra.
CitraRGB
Kanal Merah (R) Kanal Hijau (G) Kanal Biru (B)
Gambar 2.11 : Citra RGB dengan kanal Merah, Hijau dan Biru Sumber: (Vuong, 2011)
Pixel Input Pixel Input
Gambar 2.12 : Daerah interpolasi
16
Kanal Monokrom Citra Sampel
Daerah Interpolasi Citra Terinterpolasi
Gambar 2.13 : Langkah-langkah interpolasi
2.5 Spline
Suatu spline dapat digunakan untuk menanggulangi masalah yang muncul ketika su-atu taksiran dilakukan menggunakan polinomial berderajat tinggi yang diakibatkan oleh banyaknya titik data yang diberikan (Yang et al., 2005). Spline digambarkan se-bagai pelat lentur tipis yang dilekatkan pada setiap titik-titik data yang digambarkan sebagai pin. Dengan lekatnya pelat tersebut pada setiap pin yang diberikan, dapat diasumsikan bahwa kedudukan bagian pelat pada setiap pin adalah sama dengan ke-dudukan pin. Dengan asumsi bahwa pelat tidak patah pada setiap posisi pin, maka kemiringan dari suatu bagian pelat dan bagian lain di setiap posisi pin adalah sama. Selain itu juga lengkungan mereka di setiap posisi pin adalah sama. Gambar 2.14 mengilustrasikan mekanisme ini.
Gambar 2.14 : Mekanisme Model Spline Sumber: (Vuong, 2011)
Secara matematik, spline kuadratik dapat dibangun oleh sejumlah kurva kua-dratik yang didefinisikan pada setiap interval yang berjumlah n−1 interval. Gam-bar 2.15 menunjukkan kurvafi,i+1(x) yang didefinisikan pada sub interval [xi, xi+1].
Sehubungan dengan spline kuadratik, dapat dipandang bahwa spline tersebut meru-pakan kuadratik potong demi potong. Dengan penamaan kurva di atas, kita
17
punyai sebanyakn−1 kurva, yaituf1,2(x), f2,3(x),· · · , fn−1,n(x) yang masing-masing
bentuk kuadratik dengan koefisien-koefisien yang tidak sama.
Gambar 2.15 : Spline kuadratik di setiap sub interval Sumber: (Vuong, 2011)
2.6 Spline hirarki
Satu-satunya persyaratan filosofis yang mencirikan pendekatan hirarkis adalah sifat daya halus dari fungsi basis yang mendasari yang didefinisikan pada ruang pendekatan bersarang. Kontrol lokal penghalusan ini dicapai melalui prosedur adaptif yang secara eksklusif didasarkan pada perbaikan. Voung et al. (2011) dalam karyanya memper-timbangkan ruang B-spline hirarki, tetapi keluarga fungsi dasar yang lain yang me-nunjukkan sifat analog dan juga memungkinkan penghalusan adaptif juga dapat di-gunakan untuk menentukan hirarki spline yang cocok untuk analisis. Voung juga me-nunjukkan bagaimana membangun sebuah polinomial basis tak-negatif potong demi potong yang disusun dari yang didukung secara lokal yang juga dapat dimodifikasi untuk membentuk partisi dari unit. Selain itu, telah diuraikan bahwa pembangunan hirarkis spline basis langsung mengakibatkan sifat bersarang dari hirarki ruang yang sesuai.
2.6.1 Ruang B-Spline produk tensor
Suatu ruang B-spline produk tensorBdidefinisikan dengan menentukan derajat poli-nomial (p, q) dan vektor simpul horizontal dan vertikal
U ={u0 ≤u1 ≤ · · · ≤un+p+1}, V ={v0 ≤v1 ≤ · · · ≤vm+q+1},
yang memuat nilai real parametrik tak negatif sedemikian sehingga 0≤µ(U, u)≤p+ 1, dan 0≤µ(V, v)≤q+ 1
merupakan multipisiti dari nilai parameter di dalam vektor simpul. Dalam hal ini multiplisiti µ(X, x) adalah nol jika nilaix yang diberikan bukan simpul diX. Ruang
18
B direntang oleh produk tensor B-spline
Ni,j(u, v) =Ni,p,U(u)Nj,q,V(v), Sembarang fungsi B-spline f(u, v)∈ B dapat digambarkan sebagai
f(u, v) =
2.6.2 Ruang dan domain tersarang
Perhatikan barisan berhingga dari N ruang B-spline bivariat (B)l=0,···,N−1 yang
di-anggap tersarang,
B0
⊂ B1
⊂ · · · ⊂ BN−1
,
bersama dengan barisan berhinggaN himpunan buka terbatas (Ωl)
l=0,···,N−1 dengan
ΩN−1
⊆ΩN−2
⊆ · · · ⊆Ω0
=∅,
yang mendefinisikan domain tersarang untuk hiraiki spline, seperti terlihat pada Gam-bar 2.16 .
2.6.3 B-spline basis hirarkis
Perhatikan support dari setiap fungsif yang dibatasi pada domain Ω0
dengan men-definisikan
supp f ={(x, y) :f(x, y)6= 0∧(x, y)∈Ω0
}.
Basis K dari ruang spline hirarkis secara rekursif dibentuk seperti berikut.
(i) Inisialisasi: K0
={τ ∈ N0
: supp τ 6=∅}
19
Gambar 2.16 : Domain tersarang untuk hirarki spline Sumber: (Vuong, 2011)
(ii) Konstruksi Kl+1
dari Kl: secara rekursif.
Kl+1 =KAl+1∪KBl+1, l= 0,· · ·, N −2, dengan
Kl+1
A ={τ ∈K l
: supp τ *Ωl+1
}
dan
KBl+1 ={τ ∈ Nl+1
: supp τ ⊆Ωl+1
}
(iii) K=KN−1
.
Gambar 2.17 menunjukkan langkah inisialisasi semua fungsi basis dari basis B-spline dasarN yang supportnya memotong Ω0
, sementara di dalam langkah rekursif, pertama diperhatikanKAl+1, dan ditambahkan semua fungsi basisτ dari level sebelum-nya yang supportsebelum-nya tidak keseluruhansebelum-nya termuat di dalam Ωl+1
. Kemudian Ωl+1
ditutupi oleh fungsi basis yang telah halus dalamNl+1
yang termuat di dalam KBl+1.
2.7 Penghalusan Hirarki Adaptif
Dengan memperhatikan ruang spline yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam pendekatan hirarki yang digabungkan kepada penghalusan lokal dimisalkan asumsi berikut.
20
(a) Langkah 0 (b) Langkah 1 (c) Langkah 2
Gambar 2.17 : Pemilihan fungsi basis dengan prosedur iterasi
1. Domain parameter adalah suatu domain empat persegi atau tanpa mengurangi keumuman merupakan bujur sangkar satuan,
Ω0
= [0,1]2
. (2.9)
2. Batas daerah yang dihaluskan selalu dicocokkan dengan garis simpul dariBl−1
3. Derajat (p, q) tidak berubah selama penghalusan hiraiki.
2.8 Matlab untuk pengolahan citra
Matlab merupakan satu perangkat lunak yang di dalamnya pengguna dapat menuliskan program sesuai keperluannya. Kemampuan Matlab dalam menghitung persoalan nu-merik telah dinyatakan baik oleh penggunanya. Dengan perkembangan kemampuan Matlab, software ini juga banyak digunakan untuk pengolahan citra. Cukup banyak fungsi-fungsi yang telah disediakan di dalam software ini.
2.8.1 Jenis data dan konversi
Elemen-elemen di dalam matriks Matlab bisa mempunyai jenis data yang berbeda. Tabel 2.1 merupakan jenis data yang paling umum.
Tabel 2.1 : Jenis Data dalam Matlab
Jenis Data Deskripsi Range
int8 8-bit integer -128 - 127
uint8 8-bit unsigned integer 0 - 255
int16 16-bit integer -32768 - 32768
uint16 16-bit unsigned integer 0 - 65535 double Double precision real number Machine specific
21
Meskipun variabel a dan b memiliki nilai numerik yang sama, mereka adalah tipe data
berbeda-beda. Satu pertimbangan penting adalah bahwa operasi aritmatika tidak diizinkan
dengan tipe data int8, int16, uint8 dan uint16.
Sebuah citra keabuan dapat terdiri dari piksel yang nilainya adalah tipe data uint8.
Citra-citra ini karenanya cukup efisien dalam hal ruang penyimpanan, karena setiap
pik-sel hanya membutuhkan satu byte. Namun, operasi aritmatika tidak diizinkan pada tipe
data citra uint8 dan harus dikonversi ke double sebelum aritmatika dicoba. Tabel 2.2
menunjujkan konversi jenis data yang dapat digunakan.
Tabel 2.2 : Konversi citra dalam Matlab
Fungsi PEnggunaan Format
ind2gray Indexed to Greyscale y=ind2gray(x,map); gray2ind Greyscale to indexed [y,map]=gray2ind(x); rgb2gray RGB to greyscale y=rgb2gray(x); gray2rgb Greyscale to RGB y=gray2rgb(x); rgb2ind RGB to indexed [y,map]=rgb2ind; ind2rgb Indexed to RGB y=ind2rgb(x,map);
2.8.2 Perintah di Matlab untuk pengelolaan citra
Di dalam pengelolaan citra perlu beberapa perintah Matlab, seperti misalnya pembacaan
citra, menampilkan citra, dan menyimpan citra. Citra dibaca dalam lingkungan Matlab
menggunakan fungsi imread dengan sintaks seperti berikut
imread(’namafile’)
Parameter nama file adalah string yang berisi nama lengkap file dari file citra
(terma-suk ekstensi dari file juga harus disertakan). Berikut adalah contoh perintah imread dalam
Matlab.
>> i = imread(’bungamawar.jpg’);
Perintah di atas merupakan pembacaan file dengan nama bungamawar dan berekstensi jpg,
dan kemudian disimpan ke dalam variabel i dengan jenis matriks.
Citra ditampilkan di desktop Matlab dengan menggunakan fungsi imshow, yang
mem-punyai sintaks seperti berikut.
imshow(f, G)
22
dengan f adalah array citra dan G adalah jumlah level intensitas yang digunakan untuk
menampilkannya. JikaGdiabaikan, maka akan digunakan intensitas default, yaitu 256.
Menyimpan citra ke dalam temat penyimpanan digunakan perintah imwrite, yang
sintaks dasarnya sepaerti berikut:
imwrite(f, ’namafile’)
String yang digunakan untuk nama file haruslah nama yang mudah dikenali.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan pengembangan metode penghalusan yang telah dilakukan
oleh Voung et al. (2011) dengan mempertimbangkan kepada citra hasil pembesaran yang
pernah dikaji oleh penulis sebelumnya dalam (Suriati dan Tulus, 2011).
3.1 Langkah-Langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:
1) Penelitian diawali dengan mengumpulkan referensi yang terkait dengan permasalahan
yang diangkat, yaitu interpolasi yang dikaitkan dengan warna citra, penentuan daerah
yang akan dilakukan interpolasi untuk setiap tingkat penghalusan, dan pemrograman
yang sesuai untuk menghitung nilai-nilai warna.
2) Rumus B-spline diturunkan untuk hampiran kuadratik dan kubik. Rumus ini
ditu-runkan dengan memperhatikan spline untuk daerah dua dimensional, dan dinyatakan
dalam bentuk matriks yang setiap elemennya merupakan nilai piksel-piksel yang
diper-hatikan.
3) Program menggunakan piranti lunak MATLAB dibangun untuk menghitung
nilai-nilai piksel dengan menggunakan B-spline yang diaplikasikan kepada setiap daerah
terpilih pada setiap tingkat kekasaran.
3.1.1 Proses Perbesaran citra
Setelah program dibangun, maka proses penghitungan dilakukan dengan langkah-langkah
seperti berikut:
1) Disiapkan citra dengan ukuran w×h.
2) Citra asal diperbesar dengan variasi perbesaran (s), sehingga ukuran file hasil adalah
sw×sh.
3) Untuk contoh perbesaran 200%, setiap nilai titik asal (x, y) kepada titik baru (2x− 1,2y−1), denganx= 1,· · · , wdany = 1,· · · , h. Dengan demikian masih ada tersisa tiga titik yang belum diketahui nilainya, yaitu (2x−1,2y), (2x,2y−1), dan (2x,2y). Gambar 3.1 merupakan contoh perbesaran citra berukuran 4×5 menjadi 8×10 dan letak titik-titik yang sesuai akibat perbesaran.
24
Gambar 3.1 : Skema pixel citra sebelum dan setelah perbesaran
4) Dilakukan tiga perlakuan antara lain:
a. Interpolasi dilakukan dengan menggunakan rata-rata,
b. Interpolasi dilakukan dengan menggunakan B-spline,
c. Interpolasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi rata-rata dan B-spline
derajat. Dicari daerah dengan perubahan yang cukup besar, yaitu dengan
pe-rubahan dengan gradien lebih besar dari 1, kemudian dikelompokkan ke dalam
interpolasi derajat tiga. Untuk daerah dengan perubahan dengan gradien
ku-rang dari 1 digunakan interpolasi derajat dua.
5) Percobaan dilakukan untuk sebanyak lima citra dengan ukuran yang berbeda, dan
variasi yang berbeda.
6) Analisis dilakukan terhadap waktu proses terhadap ketiga perlakuan.
Untuk lebih lengkapnya, langkah-langkah pengerjaannya dilakukan seperti pada
dia-gram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.2
Formulasi B-Spline yang digunakan dalam penepitian ini merujuk kepada fungsi
trans-formasi yang telah diurai di Bab 2, seperti berikut.
3.1.2 Proses pembagian permukaan
Ketika sistem membaca input berupa citra, maka dihitung terlebih dahulu ukuran citra
oleh sistem. Kemudian dilakukan iterasi untuk membangun tempelan yang dapat dibagi
ke dalam empat tempelan. Dari 16 titik kendali yang tunggal dibangkitkan
sub-tempelan tersebut. Skema subdivisi hanya untuk satu dari empat (sub sub-tempelan yang sesuai
dengan 0≤u, v≤ 1
2), sebagaimana yang lainnya secara simetri.
25
Input Citra dengan ukuranw×h
❄
Baca pixelp(i, j),i= 1,· · · , w,j= 1,· · ·, h
❄
Citra diperbesar skali,s≥2
❄
Sediakan Citra dengan ukuransw×sh
Isi pixel pada posisi (s(i−1) + 1, s(j−1) + 1)
P Selisi nilai pixel
<10 ?
Gambar 3.2 : Diagram alir proses penghalusan
Dengan merujuk kepada (Kenneth, 2000), diturunkan rumusan transformasi terkait
dengan ini, seperti berikut.
26
3.2 Formulasi B-spline kuadratik
Formulasi fungsi dengan dua variabel bebas dinyatakan dalam bentuk tabulasi sejumlah
berhingga titik, yang akan diinterpolasi untuk semua variabelnya. Nilai fungsif(a1,i, a2,j)
diketahui untuki= 1,· · · , n1 dan j= 1,· · ·, n2, dan akan dicari nilaif(x1, x2) pada suatu
titik sembarang (x1, x2) di dalam daerah yang ditutupi oleh tabel. Jika titik-titik tabular
diplot pada suatu bidang, maka akan terbentuk verteks-verteks grid segi empat.
Pada penelitian ini spline u(x) dideskripsikan di dalam representasi B-spline sebagai
u(x) = PN
i=1αiβik(x) dengan βik adalah fungsi spline khusus berorder k yang disebut
B-spline, yang mempunyai sifat khusus yang mempunyai pendukung kompak.
3.2.1 Penentuan persamaan matriks spline bikuadratik
Untuk pelaksanaan secara teknis, perlu diformulasikan permukaan spline dalam bentuk
ma-triks. Perhatikan permukaan diskrit yang dinyatakan seperti pada Gambar 3.3 . Permukaan
tersebut dapat dipandang sebagai B-spline seragam bikuadratikP(u, v) yang didefinisikan
oleh array 3×3 dari titik-titik kendali seperti pada persamaan 3.2.
27
Gambar 3.3 : Pengembangan Bikubik
Dalam bentuk matriks, persamaan 3.3 berikut dapat digunakan, yaitu
P(u, v) =h 1 u u2 iM P MT
3.2.2 Pengembangan Program Proses Interpolasi dengan Matlab
Program menggunakan Matlab dikembangkan dengan menggunakan merujuk kepada
alur proses yang telah ditentukan di atas. Pertama, citra dibaca ke dalam variabel dalam
bentuk Array. Kemudian dilakukan proses pembesaran, dan hasilnya disimpan ke dalam
variabel baru bertipe array dengan ukuran sebanyak perbesaran. Selanjutnya dilakukan
proses interpolasi dengan B-Spline. Hasil dari proses interpolasi disimpan ke dalam variabel
baru. Proses interpolasi dilakukan dua kali untuk melihat afek dari interpolasi. Adapun
algoritma program seperti berikut.
28
Gambar(’Units’,’pixels’,’Position’, [100 100 ukuran(2) ukuran(1)]); Citra(a);
duaukuran(1) = 2*ukuran(1); duaukuran(2) = 2*ukuran(2);
for k2 = 1:3
for i1 = 1:ukuran(1) for j1 = 1:ukuran(2)
duaikurang1=2*i1-1; duai=2*i1;duajkurang1=2*j1-1;duaj=2*j1;
for i = 1:duaukuran(1)-2 for j = 1:duaukuran(2)-2
P1(i,j,k)=a2(i,j,k);
for i = 1:duaukuran(1)-2 for j = 1:duaukuran(2)-2
P2(i,j,k) = round((3*(3*P(i,j,k)+P(i+1,j,k)) + (3*P(i,j+1,k) + P(i+1,j+1,k)))/16);
P2(i,j+1,k) = round(((3*P(i,j,k)+P(i+1,j,k)) + 3*(3*P(i,j+1,k) + P(i+1,j+1,k)))/16);
P2(i,j+2,k) = round((3*(3*P(i,j+1,k)+P(i+1,j+1,k)) + (3*P(i+1,j+2,k) + P(i+1,j+2,k)))/16);
P2(i+1,j,k) = round((3*(P(i,j,k)+3*P(i+1,j,k)) + (P(i,j+1,k) + 3*P(i+1,j+1,k)))/16);
P2(i+1,j+1,k) = round(((P(i,j,k)+3*P(i+1,j,k)) + 3*(P(i,j+1,k) + 3*P(i+1,j+1,k)))/16);
P2(i+1,j+2,k) = round((3*(P(i,j+1,k)+3*P(i+1,j+1,k))
+ (P(i,j+2,k) + 3*P(i+1,j+2,k)))/16);
P2(i+2,j,k) = round((3*(3*P(i+2,j,k)+P(i+2,j,k)) + (3*P(i+1,j+1,k) + P(i+2,j+1,k)))/16);
29
P2(i+2,j+1,k) = round(((3*P(i+1,j,k)+P(i+2,j,k)) + 3*(3*P(i+1,j+1,k) + P(i+2,j+1,k)))/16);
P2(i+2,j+2,k) = round((3*(3*P(i+1,j+1,k)+P(i+2,j+1,k)) + (3*P(i+1,j+2,k) + P(i+2,j+2,k)))/16);
end end end
%P2
figure(’Units’,’pixels’,’Position’, [300 100 duaukuran(2) duaukuran(1)]); image(a2);
figure(’Units’,’pixels’,’Position’, [300 100 duaukuran(2) duaukuran(1)]); image(P2);
for k = 1:3
for i = 1:duaukuran(1)-2 for j = 1:duaukuran(2)-2
P(i,j,k) = P2(i,j,k);
P3(i,j,k) = round((3*(3*P(i,j,k)+P(i+1,j,k)) + (3*P(i,j+1,k) + P(i+1,j+1,k)))/16);
P3(i,j+1,k) = round(((3*P(i,j,k)+P(i+1,j,k)) + 3*(3*P(i,j+1,k) + P(i+1,j+1,k)))/16);
P3(i,j+2,k) = round((3*(3*P(i,j+1,k)+P(i+1,j+1,k)) + (3*P(i+1,j+2,k) + P(i+1,j+2,k)))/16);
P3(i+1,j,k) = round((3*(P(i,j,k)+3*P(i+1,j,k)) + (P(i,j+1,k) + 3*P(i+1,j+1,k)))/16);
P3(i+1,j+1,k) = round(((P(i,j,k)+3*P(i+1,j,k)) + 3*(P(i,j+1,k) + 3*P(i+1,j+1,k)))/16);
P3(i+1,j+2,k) = round((3*(P(i,j+1,k)+3*P(i+1,j+1,k)) + (P(i,j+2,k) + 3*P(i+1,j+2,k)))/16);
P3(i+2,j,k) = round((3*(3*P(i+2,j,k)+P(i+2,j,k)) + (3*P(i+1,j+1,k) + P(i+2,j+1,k)))/16);
P3(i+2,j+1,k) = round(((3*P(i+1,j,k)+P(i+2,j,k)) + 3*(3*P(i+1,j+1,k) + P(i+2,j+1,k)))/16);
P3(i+2,j+2,k) = round((3*(3*P(i+1,j+1,k)+P(i+2,j+1,k))
+ (3*P(i+1,j+2,k) + P(i+2,j+2,k)))/16); end
end end
figure(’Units’,’pixels’,’Position’, [500 100 duaukuran(2) duaukuran(1)]); image(P3);
30
3.2.3 Analisis hasil proses dengan Matlab
Untuk mengetahui kehalusan dari Citra hasil perbesaran, dilakukan suatu proses
anali-sis menggunakan grafik perubahan nilai dari satu titik dengan titik lain. Proses ini dilakukan
dengan algoritma seperti berikut.
A <-- Matriks Citra awal A2 <-- Matriks Citra Perbesaran
P2 <-- Matriks Citra hasil Interpolasi Pertama P3 <-- Matriks Citra hasil Interpolasi Kedua
clf
x = 6:10; y = 7:10; [X,Y] = meshgrid(x,y);
x2 = 11:20; y2 = 13:20; [X2,Y2] = meshgrid(x2,y2);
subplot(221), mesh(X,Y,A) subplot(222), mesh(X2,Y2,A2) subplot(223), mesh(X2,Y2,P2) subplot(224), mesh(X2,Y2,P3)
Proses dilakukan terhadap beberapa file citra bertipe JPEG yang berbeda ukurannya.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini dibahas hasil dari penghitungan yang dilakukan terhadap tiga file
citra, yaitu citra dari gambar bagian buah apel, citra dari gambar daun dan bunga
de-ngan jumlah banyak, dan citra dari gambar lukisan monalisa. Ketiga gambar mempunyai
karakteristik yang berbeda, yaitu gambar bagian buah apel relatif tidak banyak perubahan
kontur, gambar bunga cukup banyak perubahan, dan gambar monalisa merupakan hasil
lukisan yang teksturnya cenderung tidak halus.
4.1 Hasil penghalusan
Program yang sesuai untuk penghalusan telah ditulis di dalam perangkat lunak Matlab.
Proses penghitungan dikenakan kepada tiga buah citra, yaitu gambar potongan buah dengan
ukuran 30×30, gambar lukisan monalisa dengan ukuran 75×98, dan gambar bunga dengan ukuran 205×154. Ketiga citra ini berjenis JPEG, seperti pada Gambar 4.1 . Terhadap ketiga citra ini dilakukan prosedur yang sama, yaitu proses perbesaran citra dan interpolasi
menggunakan B-Spline.
4.1.1 Proses penghalusan untuk citra pemotretan yang homogen
Gambar 4.2 menunjukkan citra berukuran 30×30 hasil dari kamera foto dengan karakteristik gambar yang homogen dan diperbesar menjadi 60×60. Dari gambar terse-but terlihat bahwa pembesaran ukuran citra menyebabkan resolusi gambar menjadi pecah,
karena ukuran bagian citra 1×1 berubah menjadis×sdengan warna yang sama. Citra asli yang dibangun oleh pembentuk pixel 1×1 berubah menjadi 2×2. Sementara Gambar 4.3 menunjukkan hasil penghalusan menggunakan B-Spline, yang sebelah kiri merupakan hasil
penghalusan sekali, dan yang kanan hasil penghalusan dua kali. Dari gambar tersebut
terli-hat secara visual bahwa setelah proses penghalusan kualitas citra menjadi lebih mendekati
aslinya.
4.1.2 Proses penghalusan untuk citra hasil lukisan
Pada bagian lain, Gambar 4.4 menunjukkan citra berukuran 75×98 hasil dari luk-isan yang diperbesar menjadi 150×196 yang merupakan gambar lukisan yang cenderung tidak alamiah. Diketahui, gambar hasil lukisan cenderung tidak homogen, sehingga
peruba-han pada suatu daerah dapat berubah secara drastis. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
akibat pembesaran ukuran citra menyebabkan resolusi gambar menjadi kurang baik.
32
Gambar 4.1 : Citra berukuran 30×30, 75×98 dan 205×154
menjadi lebih mendekati aslinya.
4.1.3 Proses penghalusan untuk citra pemotretan yang heterogen
Gambar 4.6 menunjukkan citra berukuran 205×154 hasil dari kamera foto dengan karakteristik gambar yang tidak homogen dan diperbesar menjadi 410×308. Dari gambar
33
Gambar 4.2 : Citra berukuran 30×30 dan 60×60
tersebut terlihat bahwa akibat pembesaran ukuran citra menyebabkan resolusi gambar
men-jadi kurang baik. Citra asli yang dibangun oleh pembentuk pixel 1×1 berubah menjadi 2×2. Sementara Gambar 4.7 menunjukkan hasil penghalusan menggunakan B-Spline, yang sebelah kiri merupakan hasil penghalusan sekali, dan yang kanan hasil penghalusan
dua kali. Dari gambar tersebut terlihat secara visual bahwa setelah proses penghalusan
kualitas citra menjadi lebih baik.
4.1.4 Analisis terhadap penghalusan
Untuk melihat perubahan dari gambar dilakukan pengambilan nilai sampel dari
Gam-bar 4.8 . Diambil matriks berukuran 4×5 dari posisi koordinat 7 ≤ i ≤ 10,6 ≤ j ≤ 10 untuk komponen warna merah dari RGB, seperti terlihat pada Tabel 4.1 . Setelah proses
34
Gambar 4.3 : Citra berukuran 60×60 dari penghalusan pertama dan kedua
pembesaran citra, diperoleh matriks komponen warna berukuran 8×10 dengan posisi di dalam citra yang baru adalah 13 ≤ i ≤ 20,11 ≤ j ≤ 20, seperti pada Tabel 4.2 . Pada tabel ini terlihat bahwa nilai komponen matriks warna sama untuk setiap ukuran 2×2 yang merupakan salinan dari matriks pada tabel sebelumnya. Ini menggambarkan bahwa citra
35
Gambar 4.4 : Citra berukuran 75×98 dan perbesarannya 150×196
Gambar 4.5 : Citra berukuran 150×196 dari penghalusan pertama dan kedua
menjadi tidak halus.
36
Gambar 4.6 : Citra berukuran 205×154 dan perbesarannya 410×308
Gambar 4.7 : Citra berukuran 410×308 dari penghalusan pertama dan kedua
didapat dari hasil interpolasi dengan B-spline. Dari interpolasi yang dilakukan diperoleh
perubahan terhadap nilai warna yang dinyatakan di dalam komponen matriks. Terlihat
bahwa nilai warna pada piksel (13, 12) yang sebelumnya adalah 189 yang sama dengan nilai
pada piksel (13, 11) berubah menjadi 186. Nilai ini merupakan hasil dari B-spline yang
37
Tabel 4.1 : Sampel nilai komponen warna merah Red dari gambar lukisan
i \ j 6 7 8 9 10
7 189 175 203 199 181 8 199 191 191 192 197 9 191 182 183 184 180 10 200 178 191 200 185
Tabel 4.2 : Nilai komponen warna merah Red dari hasil pembesaran sebelum di-haluskan
dihitung dari nilai dari komponen piksel sekitarnya, dimana terdapat nilai 175 pada piksel
(13, 13). Hal yang sama terjadi pada piksel lain yang dilakukan dengan cara yang sama.
Penghalusan lebih lanjut diperoleh dari penghalusan sebeumnya seperti pada Tabel 4.4 .
Tabel 4.3 : Nilai komponen warna merah Red setelah penghalusan pertama
i \j 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nilai komponen matriks piksel yang dinyatakan di dalam Tabel 4.1 - 4.4 dapat
dinyatakan dalammeshuntuk melihat kehalusan secara grafik. Gambar 4.8 menunjukkan
perubahan nilai citra akibat perbesaran dan setelahnya dihaluskan. Dari gambar ini
ter-lihat bahwa citra menjadi lebih halus setelah dilakukan proses penghalusan menggunakan
interpolasi.
Dari analisis terhadap nilai komponen matriks warna dapat disimpulkan bahwa
38
Tabel 4.4 : Nilai komponen warna merah Red setelah penghalusan kedua
i \j 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
13 189 184 178 187 202 201 198 192 182 185 14 193 188 183 189 198 197 195 192 188 188 15 198 195 191 191 191 191 192 193 195 192 16 195 192 187 187 188 188 189 189 190 188 17 191 187 182 182 184 184 185 183 181 184 18 194 189 181 183 187 189 190 187 183 187 19 198 191 180 184 192 195 199 193 186 191 20 194 190 186 189 193 195 196 192 188 191
Gambar 4.8 : Sampel citra asli, perbesaran dua kali dan hasil pemrosesan pertama dan kedua
halusan dapat dilakukan menggunakan interpolasi ini.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penghalusan merupakan salah satu proses yang dilakukan dalam bidang pengolahan citra.
Tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas gambar. Dari pembahasan yang dilakukan
di dalam bab-bab sebelumnya, dapat ditari kesimpulan seperti berikut.
1. B-Spline dapat digunakan untuk menghaluskan citra yang rusak akibat proses
perbe-saran.
2. Proses penghalusan yang dilakukan secara bertahap dapat menghasilkan kualitas
gambar yang lebih mendekati citra aslinya.
5.2 Saran
Pada penelitian ini citra yang diperhatikan baru dibatasi pada jenis citra JPEG. Untuk
penelitian selanjutnya perlu juga dilakukan terhadap citra berbasis bitmap dengan jenis
yang lain, seperti GIF, BMP dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aokage, H., Kameyama, K. & Wada, K. 2005. Image Interpolation Using Feedforward Neural NetworkProc. IASTED International Conference on Artificial Intelligence and Appli-cations (AIA)2005, pp.861-866.
Blundell, B.G. 2008.An Introduction to Computer Graphics and Creative 3-D Environments London: Springer-Verlag.
Chen, J., Paris, S & Durand, F. 2007. Real-time Edge-Aware Image Processing with the Bilateral Grid.Proceedings of ACM SIGGRAPH Article No. 103.
Debral, V., Kapoor, S. & Dhawan, S. 2011. Numerical Simulation of one dimensional Heat Equation: B-Spline Finite Element Method.Indian Journal of Computer Science and Engineering (IJCSE). Vol. 2 No. 2, 222–235.
Erhardt-Ferron, A. 2000. Theory and Applications of Digital Image Processing. Offenburg: University of Applied Sciences.
ESA. 2012. A short introduction to astronomical image processing. Munich: ESA/Hubble Public Information Officer. (Online) https://www.spacetelescope.org/contact/ (17 De-sember 2013).
Fletcher,C.A.J. 1988. Computational Techniquess for Fluid Dynamics. Berlin: Springer-Verlag.
Jain, Anil K. 1989. Fundamentals of Digital Image Processing. New york: Prentice-Hall International.
Jasmani. 2012. Investigasi Algoritma Deteksi Tepi Sobel Dalam XILINX FPGA Dengan Deskripsi VHDL.Journal Basic Science And Technology, 1(4), 24-26, 2012
Joy, K.I. 2000. Biquadratic uniform B-spline surface refinement. On-line Geometric Modeling Notes. Davis: University of California. (On-line) http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.132.7463 &rep=rep1&type=pdf (12 September 2013)
Lu, K.C & Yang, D.L. 2009. Image Processing and Image Mining using Decision Trees. Journal of Information Science and Engineering, 25, pp. 989-1003.
McAndrew, A. 2004. An Introduction to Digital Image Processing with Matlab. Victoria: Victoria University of Technology.
Murni, Aniati. 1992. Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Neagoe, V.E., B˘arar, A.P., & Ciotec, A.D. 2012. Statistical and Neural Models for Color Image Interpolation. Recent Advances in Information Science. Editor: Sergio Lopez. Proceedings of the 3rd European Conference of Computer Science (ECCS ’12), pp. 154-159.
Petrou, M & Bosdogianni, P. 1999. Image Processing: The Fundamentals. Chichester: John Willey & Sons, LTD.
Suriati dan Tulus. 2011. Penghalusan Citra Menggunakan B-Spline. Prosiding Seminar Na-sional Matematika dan Terapannya, Bireuen, 28-29 Nopember 2011, pp. 271-275.
Vuong, A-V., Giannelli, C., Juttler, B., & Simeon, B. 2011. A hierarchical approach to adap-tive local refinement in isogeometric analysis.Computer Methods in Applied Mechanics and Engineering. Vol. 200 Issues 49-52, 3554–3567.
Yang, W.Y., Cao, W., Chung, T-S & Morris, J. 2005. Applied numerical methods using MATLAB. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
40