PENGUKURAN VOLUME SALIVA PADA PENERIMA
RADIOTERAPI DAERAH KEPALA DAN LEHER
DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
FRANSISKA NINA ARDHANI BANUREAH NIM : 080600081
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai
disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi berjudul: Pengukuran Volume Saliva pada Penerima
Radioterapi Daerah Kepala dan Leher di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
Rehulina Ginting., drg., M.Si selaku Ketua Departemen Biologi Oral FKG USU
yang telah memberikan arahan dan masukan yang banyak dalam skripsi ini. Minasari
Nasution., drg, selaku dosen pembimbing skripsi, Lisna Unita R, drg., M.Kes,
Yendriwati., drg M.Kes, Dr. Ameta Primasari, drg., M.DSc., M.Kes, Yumi Lindawati.,
drg, selaku staf pengajar yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini
dan staf pegawai di Biologi Oral, serta Indra Basar Siregar, drg., M.Kes selaku
pembimbing akademik,
Ayahanda (Erison Banureah., dr) dan ibu (Tidour Shinta Padang) yang telah
memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat, kesabaran, dan semua dukungan
moral dan materil, kedua abang saya (Rheinold dan Ayakhi). Prof. Dr. Sutomo Kasiman,
SpPD., SpJP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian bidang kesehatan Fakultas
Kedokteran USU, Direktur Utama, Direktur SDM dan Pendidikan, Kepala Instalasi
Litbang beserta staf, Kepala Instalasi Radiologi beserta staf, khususnya bagian
Radioterapi RSUP Haji Adam Malik yang telah memberikan izin serta membantu dan
memberikan saran dalam penelitian ini. Semua Pasien kanker kepala dan leher di RSUP
Tarigan,.drg., Sp.PM atas masukan, saran serta perhatiannya yang sangat membantu
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini., Isfayanti, Arini, Arigato, Dharma, Zovi,
Hanum, Runggu, Bernike, Yudha, Illice, Marlina, Hana, dan teman-teman angkatan 2008
yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, terutama menambah ilmu pada penerima
radioterapi daerah kepala dan leher supaya menjaga kesehatan rongga mulut.
Medan, 31 Januari 2013 Penulis,
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral
Tahun 2013
Fransiska Nina Ardhani Banureah
Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2012.
xii+55 halaman
Radioterapi pada daerah kepala dan leher dapat menghancurkan sel kanker, tetapi memiliki efek samping merusak jaringan sehat, termasuk kelenjar saliva, sehingga dapat menyebabkan penurunan volume saliva. Saliva adalah cairan yang kompleks, terdiri dari sekresi dan cairan sulkus gingiva, saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor dan minor. Nilai normal rata-rata volume saliva yang tidak distimulasi pada individu yang sehat dalam semenit berkisar antara 0,25 - 0,35 ml. Akibat radioterapi daerah kepala dan leher terjadi kerusakan sel asinar serus terutama pada kelenjar parotid yang bersifat lebih radiosensitif terhadap radiasi, bila inflamasi semakin kronik akan terjadi fibrosis pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan volume saliva.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur volume saliva dan mengetahui hubungan volume saliva berdasarkan intensitas radioterapi pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher di RSUP Haji Adam Malik Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Analitik Observasional dengan pendekatan Cross sectional. Penelitian ini dilakukan mulai April sampai Juni 2012. Metode pemilihan sampel adalah metode
purposive sampling. Pengumpulan saliva dilakukan dengan metode spitting dan dihitung nilai rata-ratanya kemudian.dinalisis dengan uji Anova menggunakan program SPSS 17.
intensitas 31 - 35 x dengan rata-rata adalah 0.00840 dan standard deviasi 0.0066731 ml/menit.
Dari hasil penelitian ternyata terjadi penurunan volume saliva akibat efek samping radioterapi daerah kepala dan leher. H0 ditolak pada p < 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara intensitas radioterapi dengan penurunan volume saliva.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan Penelitian... 4
1.4 Manfaat Penelitian... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi ... 5
2.1.1 Defenisi Radioterapi ... 5
2.1.2 Mekanisme Kerja ... 5
2.1.3 Unit Energi Radioterapi dan Dosis Radioterapi ... 6
2.1.4 Fraksinasi Radioterap... 6
2.1.5 Teknik Radioterapi... 7
2.2 Radioterapi pada Daerah Kepala dan Leher... 8
2.3 Saliva... 9
2.4 Fungsi Saliva... . 9
2.5 Metode Pengumpulan Saliva... 11
2.6 Volume Saliva ... 13
2.7 Efek Samping Radioterapai terhadap Kelenjar Saliva ... 15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori... 19
3.2 Kerangka Konsep... 20
3.3 Hipotesis Penelitian... 21
BAB 4 .METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 22
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
4.3 Populasi dan Sampel ... 22
4.3.1 Populasi ... 22
4.3.2 Besar Sampel... 22
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 22
4.4.1 Kriteria Inklusi ... 22
4.4.2 Kriteria Eksklusi... 23
4.5 Variabel Penelitian ... 23
4.6 Defenisi Operasional ... 24
4.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 26
4.8 Prosedur Penelitian... 26
4.8.1 Pengumpulsn Data Demografi ... 26
4.8.2 Pengisian Kuesioner... 26
4.8.3 Pengumpulan Saliva... 27
4.8.4 Pengukuran Volume Saliva... 27
4.9 Pengolahan dan Analisis Data... 27
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti ... 29
5.2 Pengukuran Volume Saliva... 31
5.2.1 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher berdasarkan Intensitas Radioterapi ... 31
5.2.2 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher berdasarkan Jenis Kelamin... 34
5.2.3 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Berdasarkan Umur ... 35
5.2.4 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher berdasarkan Jenis Kanker... 36
5.3 Distribusi Frekuensi Kemoterapi, Konsumsi Obat-obatan dan Konsumsi Air Minum terhadap Volume Saliva Penerima Radio-terapi Daerah Kepala dan Leher ... 37
5.4 Hubungan Antara Hiposalivasi dengan Keluhan Mulut Kering Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher ... 39
6.2 Pengukuran Volume Saliva... 42
6.2.1 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi
Daerah Kepala dan Leher berdasarkan Intensitas Radioterapi ... 42 6.2.2 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi
Daerah Kepala dan Leher berdasarkan Jenis Kelamin... 45 6.2.3 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi
Daerah Kepala dan Leher Berdasarkan Umur ... 46 6.2.4 Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi
Daerah Kepala dan Leher berdasarkan Jenis Kanker... 46 6.3 Distribusi Frekuensi Kemoterapi, Konsumsi Obat-obatan dan
Konsumsi Air Minum terhadap Volume Saliva Penerima
Radio-terapi Daerah Kepala dan Leher ... 47 6.4 Hubungan Antara Hiposalivasi dengan Keluhan Mulut Kering
Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher ... 49
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... ... 53
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1. Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva ... 16 2. Gambaran Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti ... 29 3. Data Subjek yang Diteliti ... 30 4. Nilai Rata-rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Intensitas Radioterapi... 31 5. Distribusi Frekuensi Intensitas Radioterapi pada Penerima
Radio-terapi Daerah Kepala dan Leher dengan Volume Saliva ... 33 6. Distribusi Frekuensi Resiko Volume Saliva Berdasarkan Intensitas
Radioterapi pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher.. 34 7. Nilai Rata-rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Jenis Kelamin... 34 8. Nilai Rata-rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Umur ... 35 9. Nilai Rata-rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Jenis Kanker... 36 10. Distribusi Frekuensi Resiko Kemoterapi pada Penerima
Radio-terapi Daerah Kepala dan Leher terhadap Volume Saliva ... 37 11. Distribusi Frekuensi Resiko Mengkonsumsi Obat-obatan pada
Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher terhadap Volume
Saliva ... 38 12. Distribusi Frekuensi Resiko Konsumsi Air Minum pada Penerima
Radioterapi Daerah Kepala dan Leher terhadap Volume Saliva... 39 13. Hubungan Antara Hiposalivasi dengan Keluhan Mulut Kering
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Lokasi anatomis kanker kepala dan leher... 8
2. Anatomi Kelenjar Saliva Mayor... 9
3. Draining Method... 11
4. Spitting Method... 11
5. Suction Method... 12
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK Halaman
1. Hubungan Intensitas Radioterapi dengan Volume Saliva Penerima
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Alur dan Dokumentasi Penelitian ... 56
2 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian... 58
3 Informed Concent... 61
4 Kuesioner... 62
5 Tabel Data Pasien Radioterapi ... 64
6 Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan... 65
7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan... 66
8. Data Hasil Penelitian... 67
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral
Tahun 2013
Fransiska Nina Ardhani Banureah
Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2012.
xii+55 halaman
Radioterapi pada daerah kepala dan leher dapat menghancurkan sel kanker, tetapi memiliki efek samping merusak jaringan sehat, termasuk kelenjar saliva, sehingga dapat menyebabkan penurunan volume saliva. Saliva adalah cairan yang kompleks, terdiri dari sekresi dan cairan sulkus gingiva, saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor dan minor. Nilai normal rata-rata volume saliva yang tidak distimulasi pada individu yang sehat dalam semenit berkisar antara 0,25 - 0,35 ml. Akibat radioterapi daerah kepala dan leher terjadi kerusakan sel asinar serus terutama pada kelenjar parotid yang bersifat lebih radiosensitif terhadap radiasi, bila inflamasi semakin kronik akan terjadi fibrosis pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan volume saliva.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur volume saliva dan mengetahui hubungan volume saliva berdasarkan intensitas radioterapi pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher di RSUP Haji Adam Malik Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Analitik Observasional dengan pendekatan Cross sectional. Penelitian ini dilakukan mulai April sampai Juni 2012. Metode pemilihan sampel adalah metode
purposive sampling. Pengumpulan saliva dilakukan dengan metode spitting dan dihitung nilai rata-ratanya kemudian.dinalisis dengan uji Anova menggunakan program SPSS 17.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radioterapi merupakan metode pengobatan penyakit kanker menggunakan radiasi elektromagnetik atau partikulat berenergi tinggi untuk merusak kemampuan reproduksi sel-sel ganas. Sel yang teradiasi akan mengalami kerusakan yang parah bahkan sel dapat mengalami kematian. Prinsip dasar yang digunakan dalam radioterapi adalah kemampuan menimbulkan kerusakan pada setiap molekul yang dilewati melalui proses ionisasi dan eksitasi.1,2Radioterapi dengan sinar eksterna diberikan dalam dosis yang berbeda, untuk harian sebesar 2 - 2,5 Gy selama lima kali setiap minggu. Total dosis terapi yang diberikan untuk area kepala dan leher yang dibenarkan berkisar 45 - 75 Gy tergantung tujuan dan sifat radiasinya, lokasi dan jenis tumor serta teknik yang digunakan. Pengaturan dosis dimaksudkan untuk mengoptimalkan kerusakan jaringan tumor dan memperkecil efek-efek yang merugikan pada jaringan normal.3
Saliva adalah cairan yang kompleks yang terdiri dari sekresi dan cairan sulkus gingival. Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor, 90% dari
saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang terdiri dari kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual, sekitar 10% dihasilkan oleh kelenjar saliva minor di mukosa mulut (lingual, labial, bukal, palatinal, glossopalatinal).5 Sekresi saliva diklasifikasikan sebagai serus (terutama dari kelenjar parotis), mukus (dari kelenjar saliva minor), atau campuran yaitu serus dan mukus (dari kelenjar submandibular dan sublingual). Rata-rata aliran saliva bervariasi sepanjang hari, meningkat ketika makan dan rendah ketika tidur.5-7 Produksi volume saliva normal masing-masing individu yang sehat kurang lebih 1,5 liter perhari, sedangkan volume saliva tidak distimulasi pada individu yang sehat dalam semenit berkisar antara 0,25 - 0,35 ml, dibawah 0,1 ml dalam semenit merupakan hiposalivasi, dan diantara 0,1 - 0,25 ml dalam semenit adalah rendah. Sedangkan nilai normal volume saliva distimulasi dalam semenit berkisar antara 1,0 - 3,0 ml, dibawah 0,7 ml merupakan hiposalivasi dan diantara 0,7 - 1,0 ml rendah.5
Gambaran histologi dari respon jaringan kelenjar saliva yang mengalami inflamasi akan muncul segera setelah terapi radiasi, khususnya terjadi kerusakan pada kelenjar parotid yang lebih sensitif jika dibandingkan dengan kelenjar submandibular atau sublingual (sel asinar serus pada kelenjar saliva bersifat lebih radiosensitif terhadap radiasi dibandingkan sel asinar mukus). Beberapa bulan setelah radioterapi dilakukan, inflamasi akan semakin kronik dan kelenjar menjadi fibrosis, adiposis kehilangan pembuluh darah dan seiring dengan itu jaringan parenkim akan mengalami degenerasi. Gangguan fungsi pada kelenjar saliva selama radiasi tersebut menyebabkan berkurangnya sekresi saliva atau xerostomia. sehingga konsentrasi saliva menjadi kental dan lengket.4,6
prognosis untuk pengobatan selanjutnya sangat buruk. Kenyataanya semakin tinggi intensitas radioterapi semakin buruk prognosis xerostomia. Derajat kerusakan kelenjar
saliva bergantung pada jumlah kelenjar saliva yang terpapar radiasi dan dosisnya. Permulaan dosis radiasi berkisar 23 dan 25 Gy merupakan ambang destruksi permanen kelenjar saliva.2,4 Produksi saliva dengan cepat menurun dan dapat berkurang 40% setelah 1 minggu tindakan radioterapi kanker daerah kepala dan leher. Pasien yang menerima radioterapi kanker daerah kepala dan leher pada minggu ke-1 sampai ke-6, volume saliva akan berkurang sehingga jumlah sekresi menjadi 40%, 29%, 19%, 9% dan 5% berturut-turut dari rata-rata sebelum mendapat radioterapi pada daerah kepala dan leher.2,4,6
Menurut penelitian Bruno C, Jham et al (2007) dilakukan dalam tiga tahap yaitu sebelum radioterapi melibatkan 207 pasien kanker kepala dan leher dengan 19 orang (9,1%) mengalami xerostomia (berkurangnya volume saliva), Kemudian penelitian kepada pasien yang sedang menjalani radioterapi, jumlah subjek telah berkurang menjadi 131 pasien dan 82 (62,6%) mengalami xerostomia. sedangkan setelah berakhirnya radioterapi (minimal 3 bulan setelah radioterapi berakhir) hanya tersisa 109 orang pasien dengan 58 orang (53,2%) yang mengalamixerostomia.8
Radioterapi pada daerah kepala dan leher memiliki efek samping terhadap kelenjar saliva sehingga menyebabkan terjadi penurunan volume (xerostomia)2,3,6,9,10 Penelitian mengenai pengukuran volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher dengan metodespittingmasih belum pernah dilakukan di Medan.
Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengukuran Volume Saliva pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher di
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terjadi penurunan volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher?
2. Apakah ada hubungan volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher berdasarkan intensitas radioterapi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penurunan volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher
2. Untuk mengetahui hubungan volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher berdasarkan intensitas radioterapi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui ada tidaknya hubungan volume saliva dan intensitas radioterapi pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher
2. Memberikan informasi kepada penerima radioterapi daerah kepala dan leher mengenai efek samping radioterapi terhadap volume saliva.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi radiasi yang bertujuan menghancurkan sel kanker yang membelah dengan cepat, mengurangi ukuran sel kanker atau menghilangkan gejala, gangguan yang menyertainya dan terkadang digunakan untuk pencegahan (profilaktik).2,11
2.1.1 Defenisi Radioterapi
Merupakan metode pengobatan penyakit kanker menggunakan radiasi elektromagnetik (sinar x dan sinar gamma) atau partikular berenergi tinggi untuk merusak kemampuan reproduksi sel-sel ganas. Tujuannya adalah menimbulkan kerusakan pada setiap molekul yang dilewati melalui proses ionisasi dan eksitasi sehingga terjadi kerusakan sel, terutama sel kanker di dalam tubuh.1,3
2.1.2 Mekanisme Kerja
Radioterapi menggunakan radiasi ion. Radiasi ion dibagi menjadi 2 yaitu: - Radiasi korpuskular yang terdiri atas elektron, proton, dan neutron.
- Radiasi elektromagnetik yang terdiri sinar X dan sinar gamma, radiasi elektromagnetik ini sering juga disebut dengan foton.
Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, mengakibatkan pecahnya rantai ganda DNA, perubahan cross-linkage dalam rantai DNA dan degenerasi atau kematian sel. Sel-sel yang masih bertahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNAnya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat dari sel kanker sehingga sel-sel kanker lebih banyak yang tetap rusak dan mati dibandingkan dengan sel-sel normal.1
2.1.3 Unit Energi Radioterapi dan Dosis Radioterapi
Untuk mengukur kekuatan radioterapi digunakan alat Dosimetri. Dosimetri adalah alat yang digunakan untuk mengukur banyaknya energi yang diserap per unit jaringan. Secara tradisional satuan jumlah energi radioterapi yang diserap per unit jaringan adalah RAD (Radiation Absorbed Dose). Unit SI (satuan internasional) dosis absorbs radioterapi adalah Gray (Gy). Hubungan RAD dan Gray adalah:1,2
2.1.4 Fraksinasi Radioterapi
Radioterapi kanker kepala dan leher secara konvensional biasanya diberikan 5 - 7 minggu, sekali dalam sehari, lima hari dalam seminggu, 2 - 2,5 Gy per fraksi, sehingga total dosis terapi 45 - 75 Gy.2,3
Dasar metode fraksional pada radioterapi dikenal dengan istilah 4R yaitu: reparasi, redistribusi, repopulasi, dan reoksigenasi. Reparasi dan repopulasi merupakan
proses yang diharapkan terjadi pada sel normal sehingga dapat mentoleransi besar dosis radioterapi yang diberikan. Reoksigenase dan redistribusi merupakan proses yang diharapkan terjadi pada sel kanker untuk dapat meningkatkan kualitas radioterapi.1,2,12-14
2.1.5 Teknik Radioterapi
Sebelum melakukan terapi radiasi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik dan tujuan radiasi,
kuratif atau paliatif. Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang dan demam tidak diperbolehkan untuk menjalani radioterapi kecuali pada keadaan tertentu seperti obstruksi jalan makanan dan perdarahan karena tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum penderita. Syarat dilakukannya radioterapi antara lain: kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah leukosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm, dan trombosit 100.000 per uL.1,2,15-17
Siklus radioterapi ditetapkan oleh kebijakan masing-masing tim kesehatan yang menangani penderita kanker. Jika selama masa radioterapi pasien mengalami gangguan tentang syarat-syarat yang telah disebutkan diatas, maka radioterapi akan dihentikan hingga syarat-syarat tersebut terpenuhi kembali. RSUP Haji Adam Malik menetapkan kebijakan bahwa dua minggu adalah waktu perhentian maksimum dalam mencapai keadaan pasien sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan, jika dalam waktu dua minggu keadaan pasien belum juga memenuhi syarat, maka siklus radioterapi akan diulang kembali dari awal (radioterapi ke-1).15,16,18
Ada 2 cara utama pemberian radioterapi, yaitu dengan cara teleterapi dan/atau brakhiterapi. Teleterapi atau radioterapi eksterna adalah suatu teknik terapi kanker dengan radiasi, dimana sumber radiasi ditempatkan di luar tubuh penderita. Tujuan radiasi eksterna adalah terapi untuk menghancurkan sel-sel kanker sebanyak mungkin pada daerah yang luas, sedangkan brakhiterapi atau radioterapi interna adalah suatu teknik terapi kanker dengan radiasi, dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh penderita. Tujuan radioterapi interna adalah memberikan dosis radioterapi semaksimal mungkin
2.2 Radioterapi pada Daerah Kanker Kepala dan Leher
Radioterapi daerah kepala dan leher merupakan terapi utama pada pengobatan
kanker kepala dan leher selain kemoterapi. Lokasi anatomis dari kanker kepala dan leher dapat dilihat pada gambar 1.3,17,20
Gambar 1. Lokasi anatomis kanker kepala dan leher17
Radioterapi memegang peranan penting pada perawatan kanker kepala dan leher. Radioterapi ini memberikan manfaat pada jaringan, tetapi juga memiliki efek samping yang tidak dapat dihindarkan. Sinar radiasi yang digunakan sebagai agen radioterapi memberi komplikasi destruktif pada mukosa oral.3
Komplikasi yang terjadi akibat radioterapi tergantung pada dosis radioterapi, daerah yang diradiasi, total, jenis radioterapi, umur dan kondisi klinis pasien yang berhubungan dengan perawatan radioterapi dapat berupa:1
1. Komplikasi dini. Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti: Xerostomia, Mukositis, Dermatitis, Eritema, Mual-muntah,
Anoreksia,dll.
2. Komplikasi Lanjut. Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi
seperti: kontraktur, gangguan perumbuhan,dll.
2.3 Saliva
2.2 Radioterapi pada Daerah Kanker Kepala dan Leher
Radioterapi daerah kepala dan leher merupakan terapi utama pada pengobatan
kanker kepala dan leher selain kemoterapi. Lokasi anatomis dari kanker kepala dan leher dapat dilihat pada gambar 1.3,17,20
Gambar 1. Lokasi anatomis kanker kepala dan leher17
Radioterapi memegang peranan penting pada perawatan kanker kepala dan leher. Radioterapi ini memberikan manfaat pada jaringan, tetapi juga memiliki efek samping yang tidak dapat dihindarkan. Sinar radiasi yang digunakan sebagai agen radioterapi memberi komplikasi destruktif pada mukosa oral.3
Komplikasi yang terjadi akibat radioterapi tergantung pada dosis radioterapi, daerah yang diradiasi, total, jenis radioterapi, umur dan kondisi klinis pasien yang berhubungan dengan perawatan radioterapi dapat berupa:1
1. Komplikasi dini. Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti: Xerostomia, Mukositis, Dermatitis, Eritema, Mual-muntah,
Anoreksia,dll.
2. Komplikasi Lanjut. Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi
seperti: kontraktur, gangguan perumbuhan,dll.
2.3 Saliva
2.2 Radioterapi pada Daerah Kanker Kepala dan Leher
Radioterapi daerah kepala dan leher merupakan terapi utama pada pengobatan
kanker kepala dan leher selain kemoterapi. Lokasi anatomis dari kanker kepala dan leher dapat dilihat pada gambar 1.3,17,20
Gambar 1. Lokasi anatomis kanker kepala dan leher17
Radioterapi memegang peranan penting pada perawatan kanker kepala dan leher. Radioterapi ini memberikan manfaat pada jaringan, tetapi juga memiliki efek samping yang tidak dapat dihindarkan. Sinar radiasi yang digunakan sebagai agen radioterapi memberi komplikasi destruktif pada mukosa oral.3
Komplikasi yang terjadi akibat radioterapi tergantung pada dosis radioterapi, daerah yang diradiasi, total, jenis radioterapi, umur dan kondisi klinis pasien yang berhubungan dengan perawatan radioterapi dapat berupa:1
1. Komplikasi dini. Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti: Xerostomia, Mukositis, Dermatitis, Eritema, Mual-muntah,
Anoreksia,dll.
2. Komplikasi Lanjut. Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi
seperti: kontraktur, gangguan perumbuhan,dll.
Saliva adalah suatu cairan eksokrin yang kompleks, tidak berwarna, secara kuantitatif disekresikan oleh kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan kelenjar
submandibularis merupakan kelenjar saliva mayor (gambar 2). Di samping itu terdapat kelenjar saliva minor merupakan kelenjar saliva tambahan yang terletak di mukosa bukal, labial, lingual, dan palatinal.6,7,21,22
Gambar.2. Anatomi Kelenjar Saliva Mayor11
Komposisi saliva terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu kalsium, sodium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri dari protein yang berperan sebagai enzim immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan
oligopeptida yang berperan dalam kesehatan rongga mulut. Pada orang dewasa yang sehat, diproduksi saliva kurang lebih 1,5 liter dalam waktu 24 jam.5-7
2.4 Fungsi Saliva
Saliva mempunyai beberapa fungsi penting di dalam rongga mulut antara lain:5,7 1. Sensasi Rasa
Aliran saliva yang terbentuk di dalam asini bersifat isotonik, saliva mengalir melalui duktus dan mengalami perubahan menjadi hipotonik. Kandungan hipotonik saliva terdiri dari glukosa, sodium, klorida, urea dan memiliki kapasitas untuk memberikan kelarutan substansi yang memungkinkan gustatory buds merasakan aroma yang berbeda.
2. Perlindungan Mukosa dan Lubrikasi
Saliva adalah suatu cairan eksokrin yang kompleks, tidak berwarna, secara kuantitatif disekresikan oleh kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan kelenjar
submandibularis merupakan kelenjar saliva mayor (gambar 2). Di samping itu terdapat kelenjar saliva minor merupakan kelenjar saliva tambahan yang terletak di mukosa bukal, labial, lingual, dan palatinal.6,7,21,22
Gambar.2. Anatomi Kelenjar Saliva Mayor11
Komposisi saliva terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu kalsium, sodium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri dari protein yang berperan sebagai enzim immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan
oligopeptida yang berperan dalam kesehatan rongga mulut. Pada orang dewasa yang sehat, diproduksi saliva kurang lebih 1,5 liter dalam waktu 24 jam.5-7
2.4 Fungsi Saliva
Saliva mempunyai beberapa fungsi penting di dalam rongga mulut antara lain:5,7 1. Sensasi Rasa
Aliran saliva yang terbentuk di dalam asini bersifat isotonik, saliva mengalir melalui duktus dan mengalami perubahan menjadi hipotonik. Kandungan hipotonik saliva terdiri dari glukosa, sodium, klorida, urea dan memiliki kapasitas untuk memberikan kelarutan substansi yang memungkinkan gustatory buds merasakan aroma yang berbeda.
2. Perlindungan Mukosa dan Lubrikasi
Saliva adalah suatu cairan eksokrin yang kompleks, tidak berwarna, secara kuantitatif disekresikan oleh kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan kelenjar
submandibularis merupakan kelenjar saliva mayor (gambar 2). Di samping itu terdapat kelenjar saliva minor merupakan kelenjar saliva tambahan yang terletak di mukosa bukal, labial, lingual, dan palatinal.6,7,21,22
Gambar.2. Anatomi Kelenjar Saliva Mayor11
Komposisi saliva terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu kalsium, sodium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri dari protein yang berperan sebagai enzim immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan
oligopeptida yang berperan dalam kesehatan rongga mulut. Pada orang dewasa yang sehat, diproduksi saliva kurang lebih 1,5 liter dalam waktu 24 jam.5-7
2.4 Fungsi Saliva
Saliva mempunyai beberapa fungsi penting di dalam rongga mulut antara lain:5,7 1. Sensasi Rasa
Aliran saliva yang terbentuk di dalam asini bersifat isotonik, saliva mengalir melalui duktus dan mengalami perubahan menjadi hipotonik. Kandungan hipotonik saliva terdiri dari glukosa, sodium, klorida, urea dan memiliki kapasitas untuk memberikan kelarutan substansi yang memungkinkan gustatory buds merasakan aroma yang berbeda.
Saliva membentuk lapisan seromukus yang berperan sebagai pelumas dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi. Musin sebagai
protein dalam saliva memiliki peranan sebagai pelumas, perlindungan terhadap dehidrasi, dan dalam proses pemeliharaan viskoelastisitas saliva.
3 Kapasitas Buffer
Buffer adalah suatu substansi yang dapat membantu untuk mempertahankan agar pH tetap netral. Buffer dapat menetralisasikan asam dan basa. Saliva memiliki kemampuan untuk mengatur keseimbanganbufferpada rongga mulut.
4. Integritas Enamel Gigi
Saliva juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan integritas kimia fisik dari enamel gigi dengan cara mengatur proses remineralisasi dan demineralisasi. Faktor utama untuk mengontrol stabilitas enamel adalah hidroksiapatit sebagai konsentrasi aktif yang dapat membebaskan kalsium, fosfat, dan fluor di dalam larutan dan di dalam pH saliva.
5. MenjagaOral Hygiene
Saliva berfungsi sebagai self cleansing terutama pada saat tidur dimana produksi saliva berkurang. Saliva mengandung enzim lisosim yang berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut.
6. Membantu Proses Pencernaan
Saliva bertanggung jawab untuk membantu proses pencernaan awal dalam proses pembentukan bolus-bolus makanan. Enzim -amylase atau enzim ptyalin merupakan salah satu komposisi dari saliva yang berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi maltosa, maltotriosa dan dekstrin.
7. Perbaikan Jaringan
Saliva memiliki peranan dalam membantu proses pembekuan darah pada jaringan rongga mulut, secara klinis waktu pendarahan menjadi lebih singkat dengan adanya bantuan saliva.
8. Membantu Proses Bicara
9. Menjaga Keseimbangan Cairan
Penurunan aliran saliva akan menghasilkan adanya suatu sensasi haus yang dapat
meningkatkanintakecairan.
2.5 Metode Pengumpulan Saliva
Untuk mengetahui produksi saliva yang dihasilkan dapat digunakan beberapa pengukuran volume saliva:7,25,26
1. Draining Method(Metode Drainase)
Pada metode drainase, subjek menundukkan kepalanya dan melakukan satu kali gerakan penelanan. Subjek membiarkan saliva dalam mulut mengalir melalui bibir bawah ke dalam tabung ukur dan pada waktu yang telah ditentukan.
Gambar 3.Draining Method.25 2. Spitting Method(Metode Peludahan)
Metode Pengambilan saliva yang hampir sama dengan metode drainase, Subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulutnya tanpa ditelan dan setiap satumenit subjek harus meludahkan saliva yang terkumpul didalam mulut ke tabung.
Gambar 4.Spitting method.26 3. Suction Method(Metode Penghisapan)
Pada metode penghisapan, saliva dihisap dari dasar mulut dengan menggunakan pipa penghisap secara terus menerus.
9. Menjaga Keseimbangan Cairan
Penurunan aliran saliva akan menghasilkan adanya suatu sensasi haus yang dapat
meningkatkanintakecairan.
2.5 Metode Pengumpulan Saliva
Untuk mengetahui produksi saliva yang dihasilkan dapat digunakan beberapa pengukuran volume saliva:7,25,26
1. Draining Method(Metode Drainase)
Pada metode drainase, subjek menundukkan kepalanya dan melakukan satu kali gerakan penelanan. Subjek membiarkan saliva dalam mulut mengalir melalui bibir bawah ke dalam tabung ukur dan pada waktu yang telah ditentukan.
Gambar 3.Draining Method.25 2. Spitting Method(Metode Peludahan)
Metode Pengambilan saliva yang hampir sama dengan metode drainase, Subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulutnya tanpa ditelan dan setiap satumenit subjek harus meludahkan saliva yang terkumpul didalam mulut ke tabung.
Gambar 4.Spitting method.26 3. Suction Method(Metode Penghisapan)
Pada metode penghisapan, saliva dihisap dari dasar mulut dengan menggunakan pipa penghisap secara terus menerus.
9. Menjaga Keseimbangan Cairan
Penurunan aliran saliva akan menghasilkan adanya suatu sensasi haus yang dapat
meningkatkanintakecairan.
2.5 Metode Pengumpulan Saliva
Untuk mengetahui produksi saliva yang dihasilkan dapat digunakan beberapa pengukuran volume saliva:7,25,26
1. Draining Method(Metode Drainase)
Pada metode drainase, subjek menundukkan kepalanya dan melakukan satu kali gerakan penelanan. Subjek membiarkan saliva dalam mulut mengalir melalui bibir bawah ke dalam tabung ukur dan pada waktu yang telah ditentukan.
Gambar 3.Draining Method.25 2. Spitting Method(Metode Peludahan)
Metode Pengambilan saliva yang hampir sama dengan metode drainase, Subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulutnya tanpa ditelan dan setiap satumenit subjek harus meludahkan saliva yang terkumpul didalam mulut ke tabung.
Gambar 4.Spitting method.26 3. Suction Method(Metode Penghisapan)
Gambar 5.SuctionMethod26
4. Swab Method(Metode Absorbsi)
Metode absorbs dilakukan dengan mengumpulkan saliva menggunakan kain penghisap yang ditimbang lebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam rongga mulut. Setelah waktu pengumpulan saliva berakhir, kain penghisap diangkat dan ditimbang.
Gambar 5.Swab Method7
2.6 Volume Saliva
Saliva memegang peranan penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut dan proses biologis yang terjadi di dalam rongga mulut. Jumlah dan susunan saliva sangat menentukan bagi kesehatan rongga mulut. Bila terjadi perubahan kualitas maupun kuantitas saliva, maka akan memperngaruhi integritas kesehatan gigi dan mulut. 5-7
Volume rata-rata saliva yang dihasilkan perhari berkisar kurang lebih 1,5 liter.
Pada orang dewasa Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar antara 0,25 - 0,35 ml/menit, dengan rata-rata terendah 0,1 - 0,25 ml/menit dan pada keadaan
hiposalivasi laju aliran saliva kurang dari 0,1 ml/menit. Sedangkan laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 1 - 3 ml/menit, rata-rata terendah mencapai 0,7 - 1 ml/menit dimana pada keadaan hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih rendah dari 0,7 ml/menit.6,24
Gambar 5.SuctionMethod26
4. Swab Method(Metode Absorbsi)
Metode absorbs dilakukan dengan mengumpulkan saliva menggunakan kain penghisap yang ditimbang lebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam rongga mulut. Setelah waktu pengumpulan saliva berakhir, kain penghisap diangkat dan ditimbang.
Gambar 5.Swab Method7
2.6 Volume Saliva
Saliva memegang peranan penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut dan proses biologis yang terjadi di dalam rongga mulut. Jumlah dan susunan saliva sangat menentukan bagi kesehatan rongga mulut. Bila terjadi perubahan kualitas maupun kuantitas saliva, maka akan memperngaruhi integritas kesehatan gigi dan mulut. 5-7
Volume rata-rata saliva yang dihasilkan perhari berkisar kurang lebih 1,5 liter.
Pada orang dewasa Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar antara 0,25 - 0,35 ml/menit, dengan rata-rata terendah 0,1 - 0,25 ml/menit dan pada keadaan
hiposalivasi laju aliran saliva kurang dari 0,1 ml/menit. Sedangkan laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 1 - 3 ml/menit, rata-rata terendah mencapai 0,7 - 1 ml/menit dimana pada keadaan hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih rendah dari 0,7 ml/menit.6,24
Gambar 5.SuctionMethod26
4. Swab Method(Metode Absorbsi)
Metode absorbs dilakukan dengan mengumpulkan saliva menggunakan kain penghisap yang ditimbang lebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam rongga mulut. Setelah waktu pengumpulan saliva berakhir, kain penghisap diangkat dan ditimbang.
Gambar 5.Swab Method7
2.6 Volume Saliva
Saliva memegang peranan penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut dan proses biologis yang terjadi di dalam rongga mulut. Jumlah dan susunan saliva sangat menentukan bagi kesehatan rongga mulut. Bila terjadi perubahan kualitas maupun kuantitas saliva, maka akan memperngaruhi integritas kesehatan gigi dan mulut. 5-7
Volume rata-rata saliva yang dihasilkan perhari berkisar kurang lebih 1,5 liter.
Pada orang dewasa Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar antara 0,25 - 0,35 ml/menit, dengan rata-rata terendah 0,1 - 0,25 ml/menit dan pada keadaan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Saliva
Xerostomia secara harafiah berarti mulut kering (xeros = kering, dan stroma = mulut). Perasaan mulut kering terjadi bila kecepatan resorpsi air oleh mukosa mulut bersama-sama dengan penguapan air mukosa, lebih besar daripada kecepatan sekresi saliva.
Berikut ini terdapat beberapa kemungkinan penyebab yang mempengaruhi volume saliva:5-7
1. Kesehatan umum menurun
Gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit yang diikuti oleh terjadinya keseimbangan air yang negatif dapat menyebabkan menurunnya volume saliva, sehingga kebutuhan pembasahan mulut meningkat. Gangguan emosional seperti stress, rasa takut dan defisiensi vitamin, serta perubahan hormonal dapat menyebabkan turunnya sekresi saliva.
2. Umur
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada lanjut usia, disebabkan oleh adanya atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan volume saliva dan terjadi perubahan komposisi saliva.7
3. Penggunaan Obat-Obatan
Obat-obatan yang memblokade sistem saraf perifer akan menghambat sekresi saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh sistem saraf parasimpatis. obatan antikolinergik akan menghambat pengeluaran saliva. Obat-obatan dengan pengaruh anti ß-andrenergik (yang disebut ß-bloker) terutama akan menghambat sekresi saliva mukus.5-7
Obat-obatan menyebabkan penurunan volume saliva antara lain:5,20 - Antikolinergika
- Hipnotika
- Obat penenang (tranquilizer)
- Antihipertensiva - Antihistaminika
- Dll
4. Monopause
Pada perempuan menopause sekresi saliva berkurang akibat faktor sistemik seperti perubahan hormon yang meyebabkan terjadinya penurunan ketahanan rongga mulut dan sekresi saliva, faktor perubahan kemampuan fisiologi, maupun akibat faktor perubahan emosional yang terjadi. Ini mempengaruhi derajat kebersihan mulut, termasuk diet (asupan makanan), serta laju aliran saliva.22
5. Radioterapi
Radioterapi daerah kepala dan leher dapat menyebabkan penurunan volume saliva tergantung jenis kanker dan lapangan penyinarannya misalnya radioterapi dengan menggunakan radioactive iodine untuk pengobatan tumor tiroid dapat merusak kelenjar parotid.7
6. Kemoterapi
Kemoterapi dapat menyebabkan gangguan kelenjar saliva selama atau bahkan langsung setelah melakukan terapi. Kebanyakan pasien melaporkan fungsi saliva dapat kembali seperti semula meskipun beberapa diantaranya mengalami xerostomia secara permanen.20
7. Konsumsi air minum
Banyaknya air yang dibutuhkan seseorang berbeda-beda tergantung pada ukuran tubuh orang tersebut dan apa yang dianggap sesuai untuk tubuhnya. Meski kebutuhan air tiap orang berbeda menurut Profesor Hiromi Shinya MD, pakar enzim yang juga guru besar kedokteran di Albert Einstein College of Medicine AS,
usahakan tubuh untuk mendapatkan pasokan air 8 gelas per hari (1,6 liter) untuk orang dewasa dalam mencegah terjadinya dehidrasi serta xerotomia.29
2.7 Efek samping Radioterapi terhadap Kelenjar Saliva
kanker daerah kepala dan leher menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.10 Sel asinar serous lebih radiosensitif dari sel asinar mukus, sehingga kelenjar saliva seperti
kelenjar parotis (sekresi bersifat serous) dan kelenjar submandibularis (sekresi bersifat seromukus) akan lebih radiosensitif dibandingkan dengan kelenjar sublingualis (sekresi bersifat mukus. Kelenjar saliva mayor (kelenjar saliva parotis dan submandibularis) bersifat lebih radiosensitif dibandingkan dengan kelenjar saliva minor, hal ini juga didasarkan pada sel asinar yang dimiliki masing-masing kelenjar. Radioterapi dapat menyebabkan inflamasi (radang) pada kelenjar saliva sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan udem. Menurut Vissink dkk. radioterapi kanker daerah kepala dan leher dengan dosis lebih besar dari 75 Gy menyebabkan degenerasi asinar (perubahan morfologi sel akibat radioterapi), atrofi (berkurangnya ukuran suatu organ karena penurunan jumlah sel), dan fibrosis (proses deposit kolagen yang berlebihan di dalam jaringan). Fibrosis terjadi akibat dari proliferasi fibroblast (jaringan parut) pada jaringan nekrosis yang berlebihan.10
Radioterapi daerah kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan pada kelenjar saliva yang ditandai dengan adanya penurunan kecepatan aliran saliva, meningkatnya viskositas saliva, perubahan warna saliva, penurunan pH saliva dan perubahan komposisi saliva.3,20
Penurunan kecepatan aliran saliva menyebabkan mulut kering atau Xerostomia. Xerostomia merupakan efek samping yang paling sering dijumpai pada pasien yang menerima radioterapi pada daerah kepala dan leher. Xerostomia mulai terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 setelah tindakan radioterapi daerah kepala dan leher, dengan dosis total radioterapi berkisar antara 6 - 10 Gy. Xerostomia yang disebabkan
Tabel 1. Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva.5.6
Dosis Gejala
< 10 Gy Reduksi tidak tetap sekresi saliva 10 -15 Gy Mulai terjadi keluhandry mouth 15 -40 Gy Reduksi masih terus berlangsungreversible
> 40 Gy Xerostomia Semipermanen atau permanen
Dari tabel 1 ditunjukkan tingkat perubahan kelenjar saliva pada dosis kurang dari 10 Gy terjadi radang kelenjar saliva yang menyebabkan reduksi tidak tetap sekresi saliva dimana pengaruh radioterapi lebih banyak mengenai sel asinar dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus. Dosis 10 - 15 Gy menyebabkan penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan penyumbatan sehingga xerostomia mulai nyata terlihat dan menyebabkan keluhan mulut kering atau dry mouth. Dosis 15 - 40 Gy penyumbatan pada kelenjar saliva makin terjadi sehingga terjadi fibrosis yang mengakibatkan reduksi secara reversibel. Dosis lebih besar dari 40 Gy terjadi kerusakan pada glandula secara ireversibel akibat banyaknya kehilangan sel asinar yang menyebabkan terjadi xerostomia semipermanen maupun permanen. Namun pada beberapa kasus dilaporkan bahwa hipertropi kelenjar saliva dapat mengkompensasi radioterapi dan kembali membaik sekurang-kurangnya setahun setelah berhenti menerima radioterapi.6
Radioterapi daerah kepala dan leher dapat menyebabkan perubahan pada viskositas saliva. Tingkat viskositas saliva meningkat akibt dari kerusakan sel asinar
serous, sehingga terjadi penurunan jumlah saliva yang bersifat serous. Warna saliva juga berubah menjadi kuning atau coklat, pH saliva akan berkurang menjadi ± 5. Perubahan pH terjadi karena penurunan sistembuffer, penurunan sistembufferkarena penurunan konsentrasi ion bikarbonat.10
berbicara, mengunyah, menelan, dan berkurangnya Indera pengecapan setelah menerima dosis radioterapi pada daerah kepala dan leher 20-40 Gy.3,6
2.8 Perawatan Xerostomia Selama Tindakan Radioterapi pada Daerah
Kepala dan Leher
Kelenjar saliva biasanya berada dalam lapangan radioterapi kanker daerah kepala dan leher. Perawatan xerostomia selama tindakan radioterapi adalah tetap
menjaga kebersihan rongga mulut, menstimulasi kelenjar saliva yang masih berfungsi (sialogogues), dan meringankan gejala-gejala klinis mulut kering.27-31
Manajemen perawatan xerostomia yang dapat dilakukan oleh paenderita xerostomia antara lain adalah.30
1. Pasien mengkonsumsi air sesering mungkin untuk lubrikasi (pelumas) dan melembabkan mulut yang dapat meringankan rasa sakit.
2. Kumur-kumur dengan air untuk membersihkan rongga mulut.
3. Penggunaan permen dan permen karet yang bebas gula untuk menstimulasi saliva sehingga mulut menjadi basah.
4. Penggunaan saliva pengganti atau stimulasi saliva jika gejala xerostomia bertambah parah.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN
Radioterapi merupakan metode pengobatan penyakit kanker menggunakan radiasi elektromagnetik (sinar x dan sinar gamma) atau partikular berenergi tinggi untuk merusak kemampuan reproduksi sel-sel ganas.Tujuannya adalah menimbulkan kerusakan pada setiap molekul yang dilewati melalui proses ionisasi dan eksitasi sehingga terjadi kerusakan sel kanker di dalam tubuh. Radioterapi memegang peranan penting pada perawatan kanker kepala dan leher. Radioterapi memberikan manfaat pada jaringan, tetapi memiliki efek samping yang tidak dapat dihindarkan. Sinar radiasi yang digunakan sebagai agen radioterapi memberi komplikasi destruktif pada mukosa oral. Radioterapi kanker kepala dan leher, biasanya diberikan 5 - 7 minggu, sekali dalam sehari, dengan intesitas 4 - 5 per minggu, 2 - 2,5 Gy per fraksi.1,3,11
Saliva yang digunakan dalam penelitian ini adalah unstimulatedsaliva dengan menggunakan metode spitting, yaitu subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulutnya tanpa ditelan dan setiap satu menit, subjek harus meluahkan saliva yang terkumpul didalam mulut ke dalam tabung, ini dilakukan dua kali, kemudian saliva yang terkumpul tersebut ditimbang untuk melihat volumenya.7
Radioterapi Kepala dan Leher
saliva
Efek Samping Radioterapi terhadap Kelenjar Saliva
jaringan parenkim akan mengalami degenerasi Terjadi kerusakan pada kelenjar parotid
Volume saliva normal 0,25 - 0,35 ml per menit dan ±1,5 liter per hari
Radioterapi
Fungsi Saliva
1. Sensasi Rasa
2. Perlindungan Mukosa dan Lubrikasi
sel asinar serus lebih radiosensitif dibandingkan sel asinar mukus
Saliva Pengumpulan saliva
dengan metodespitting
Apakah ada penurunan volume saliva?
Pasien yang menerima radioterapi pada daerah kepala dan leher
Intensitas Radioterapi 1 - 35 kali
volume saliva
Syarat-syarat pengambilan
Saliva
Jenis Kanker
Kanker Nasofaring Kanker Laring Kanker Tonsil Kanker Parotis Kanker Sinonasal
Konsumsi Air Minum Intensitas
Konsumsi Obat-obatan Jenis Kelamin
Umur
Umur
Jenis Kanker
Kemoterapi
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Terjadi penurunan volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Observasional Analitik dengan desain penelitian cross sectional. Hasil penelitian memberikan data tentang volume saliva dan intensitas radioterapi, pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher.
4.2 Tempat dan Waktu penelitian
Tempat Penelitian: Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Waktu Penelitian : April - Juni 2012.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien kanker kepala dan
leher yang datang ke RSUP Haji Adam Malik dan menerima radioterapi pada daerah kepala dan leher dengan intensitas: 1 - 35 kali.
4.3.2 Besar Sampel
Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, yaitu memilih sampel berdasarkan pada pertimbangan subjektif dengan memilih subjek yang menerima radioterapi pada daerah kepala dan leher dan memenuhi kriteria inklusi selama bulan April - Juni 2012.
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.1 Kriteria Inklusi
Penderita kanker kepala dan leher yang menerima radioterapi yang akan diteliti harus memenuhi syarat:
2. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
4.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Kondisi umum penderita buruk
2. Penderita yang menolak berpartisipasi dalam penelitian ini.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas
Variabel yang dilihat/diamati pengaruhnya, yang termasuk variable bebas dalam penelitian ini: Penderita kanker kepala dan leher yang menerima radioterapi dengan Intensitas radioterapi 1 - 35 kali.
Variabel bebas
Penderita kanker kepala dan leher yang menerima radioterapi
dengan Intensitas radioterapi 1-35 kali
Variabel terkendali
Penderita kanker kepala dan leher yang menerima radioterapi berumur 13-72 tahun
Teknik Pengambilan saliva Waktu pengumpulan saliva Lama pengambilan saliva selama
2 menit
Teknik pengukuran volume saliva
Variabel tidak terkendali
Kondisi rongga mulut Kondisi umum
Variabel tergantung
4.5.2 Variabel Tergantung
Variabel sebagai akibat yang bergantung pada variabel bebas: Volume saliva
4.5.3 Variabel Terkendali
Variabel yang dapat ditentukan dan dikendalikan:
1. Penderita kanker kepala dan leher yang menerima radioterapi berusia 13-71 tahun
2. Teknik Pengambilan saliva 3. Waktu pengumpulan saliva
4. Lama pengambilan saliva selama 2 menit 5. Teknik pengukuran volume saliva
4.5.4 Variabel Tidak Terkendali
Variabel yang dianggap dapat mengganggu dan tak dapat dikendalikan
1. Kondisi rongga mulut 2. Kondisi umum
4.6 Defenisi Operasional
a. Radioterapi merupakan metode pengobatan penyakit kanker menggunakan radiasi elektromagnetik atau partikulat berenergi tinggi untuk merusak kemampuan reproduksi sel-sel ganas
b. Radioterapi kepala dan leher merupakan pengobatan kanker pada daerah kepala dan leher misalnya kanker nasofaring, kanker laring, kanker tonsil, kanker parotis dan kanker sinonasal dengan menggunakan radiasi elektromagnetik dengan fraksinasi dan dosis tertentu tergantung pada kebutuhan penderita kanker.
c. Intensitas radioterapi adalah frekuensi radioterapi yang telah diterima penderita kanker.yang diambil berdasarkan Intensitas penyinaran 1 - 35 kali.
d. Kondisi umum buruk adalah subjek penelitian sedang menjalani bed rest, menggunakan alat bantu medis seperti alat intubasi, demam dan atau tidak sadarkan diri.
mulutnya tanpa ditelan dan setiap satu menit subjek harus meludahkan saliva yang terkumpul didalam mulut ke dalam tabung.
f. Waktu pengumpulan saliva adalah pada hari penderita menjalani radioterapi. Pengumpulan saliva dilakukan setelah penderita menerima radioterapi.
g. Lama pengambilan saliva adalah waktu yang ditentukan kepada subjek untuk menampung saliva dan meludahkan ke pot saliva dimana setiap satu menit pasien meludah ke pot saliva dan dilakukan sebanyak dua kali. Sehingga lama pengambilan saliva yang dibutuhkan adalah 2 menit.
j. Volume saliva tanpa stimulasi (unstimulated whole saliva) adalah jumlah saliva yang dihasilkan tanpa ransangan baik mekanis maupun kimiawi (seperti permen karet paraffin, asam sitrun, dll) yang diketahui dengan menampung saliva dalam pot saliva kemudian di hitung volumenya dan dinyatakan dalam ml
Kriteria volume saliva:32 Normal : 0,25 - 0,35 ml/menit Rendah : 0,1 - 0,25 ml/menit Hiposalivasi : < 0,1 ml/menit
j. Pengukuran volume saliva dengan cara pot saliva ditimbang dan dicatat beratnya menggunakan timbangan digital.
k. Keluhan mulut kering merupakan keluhan berupa adanya rasa kering dalam rongga mulutnya akibat adanya penurunan produksi saliva (hiposalivasi).
l. Gangguan penelanan merupakan persepsi terhadap kesulitan dalam menelan makanan yang disebabkan rasa kering pada tenggorokan dan kesulitan menelan makanan yang kering selama menjalani radioterapi.
m. Gangguan pengecapan merupakan keluhan subjektif terhadap kehilangan salah satu atau lebih sensasi perasa pada lidah selama menjalani kemoradiasi
o. Konsumsi Air Minum merupakan banyaknya air minum yang di konsumsi dalam sehari dengan kriteria:29
Normal : > 8 gelas / hari Sedang : 4 7 gelas / hari Rendah : < 3 gelas / hari
p. Konsumsi obat-obatan adalah penggunaan obat-obat penyebab xerostomia seperti: Tramadol yaitu pain killer, Efedrin yang bekerja simpatomimetik, Propanolol yang berperan sebagai Beta blocker, Terazosin & Prazosin yaitu antihipertensi; Alpha 1 antagonis, Atropine, Clonidine yang merupakan agen antikolinergik, Opioid dan Antihistamine yang merupakan serotonin selektif inhibitor re -uptake,dll
4.7 Alat dan Bahan Penelitian
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah:. 1. Pot Saliva
2. Timbangan digital 3. Kertas tisu. 4. Alat tulis. 5. Sarung tangan. 6. Masker.
7. Lembar penelitian.
Bahan
Bahan penelitian terdiri dari: saliva sebagai bahan pemeriksaan.
4.8 Prosedur penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam 4 tahap
4.8.1.Pengumpulan Data Demografi
Pengumpulan data subjek penelitian, yaitu berupa nama, jenis kelamin usia dan jenis penyakit dari rekam medis penderita
4.8.2.Pengisian Kuesioner
Penelitian dilakukan terhadap penderita kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Kemudian subjek diminta untuk mengisi lembar informed consent dan diberikan pengarahan mengenai prosedur penelitian yang dilakukan. Sampel Penelitian sebagai naracoba diberi penjelasan terlebih dahulu tenang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.
4.8.3 Pengumpulan Saliva
Pengumpulan saliva tanpa stimulasi dilakukan dengan metode spitting. Metode ini dipilih karena merupakan metode yang aman, nyaman dan juga merupakan metode yang digunakan oleh penelitian Mohammadi N, dkk. Penelitian dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 09.00 - 11.00 setelah subjek menerima radioterapi. Subjek diinstruksikan untuk duduk dengan tenang. Kepala harus sedikit ditundukkan. penderita diinstruksikan untuk meludahkan saliva ke dalam beker gelas semampu pasien dan dilihat apakah ada saliva yang terkumpul. Kalau ada, di ukur berapa volume saliva menggunakan timbangan digital.33
4.8.4 Pengukuran Volume Saliva
dalam ml, karena berdasarkan penelitian R. Constance Wiener berat jenis untuk saliva adalah 1,0 dengan demikian maka 1 gr saliva = 1 ml saliva.24
4.9 Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi dan kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakansoftwareSPPS 17.
1. Tabel Univariat untuk melihat gambaran karakterisasi umum dan data subjek penelitian serta gambaran masing-masing variabel bebas dan tergantung seperti: jenis kelamin, umur, dan jenis kanker.
2. Tabel Bivariat
a. Uji Anova: Untuk melihat hubungan antara intensitas radioterapi, umur, dan jenis kanker terhadap volume saliva subjek penelitian.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada bulan April sampai Juni 2012. Subjek merupakan penerima radioterapi daerah kepala dan leher sebanyak 35 orang. Subjek diarahkan untuk mengisi kuesioner kemudian dilakukan pengumpulan saliva dengan metode spitting.
5.1 Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti
Tabel 2. Gambaran Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti
Variabel N %
banyak terjadi pada laki-laki yaitu 26 orang (74,3%) sedangkan perempuan 9 orang (25,7%).
Jenis kanker yang diderita oleh pasien yang menjadi subjek pada saat dilakukan penelitian terdiri dari Kanker Nasofaring, Kanker Laring, Kanker
Tonsil, Kanker Parotis, Kanker Sinonasal. Jenis kanker yang paling banyak dijumpai adalah Kanker Nasofaring sebanyak 24 orang (68,6%) dan yang jarang
dijumpai adalah Kanker Tonsil dan Kanker Parotis hanya 2 orang (5,7%).
Tabel 3.Data Subjek yang Diteliti
Banyaknya subjek yang memperoleh radioterapi dan Kemoterapi adalah 16 orang sedangkan yang memperoleh radioterapi dan mengkonsumsi obat-obatan adalah 12 orang. Berdasarkan kuesioner dari 35 orang pasien penerima radioterapi daerah kepala dan leher, sebanyak 19 orang mengkonsumsi 4 - 7 gelas air minum dalam sehari (sedang), sedangkan 10 orang mengkonsumsi air minum lebih dari 8 gelas dalam sehari (normal) dan 6 orang menkonsumsi air minum kurang dari 3 gelas dalam sehari (rendah).
5.2.1 Pengukuran volume saliva pada Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Intensitas Radioterapi
Tabel 4. Nilai Rata-rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Berdasarkan Intensitas Radioterapi
Uji Anova, signifikan p < 0,05
Tabel 4 menunjukkan rata-rata pengukuran volume saliva penerima radioterapi daerah kepala dan leher yang dikelompokkan berdasarkan intensitas radioterapinya. Dari hasil perhitungan uji statistik Anova diperoleh nilai rata-rata volume saliva tertinggi terdapat di kelompok intensitas radioterapi 1 - 5 x yaitu 0.15060 ml/menit dengan standard deviasi 0.067818 dan nilai rata-rata volume saliva terendah terdapat di kelompok intensitas radioterapi 31 - 35 x yaitu 0.00840
ml/menit dengan standard deviasi 0.006731. Pengukuran volume saliva tertinggi pada kelompok intensitas radioterapi 1 - 5 x yaitu 0,268 ml/menit dan yang terendah yaitu 0,103 ml/menit dan pengukuran volume saliva tertinggi pada kelompok intensitas radioterapi 31 - 35 x yaitu 0,018 ml/menit dan yang terendah yaitu 0 ml/ menit Hasil yang diperoleh dari uji ini adalah hubungan yang signifikan dengan nilai p < 0,05. Ini berarti teori yang mengatakan bahwa radioterapi dapat mempengaruhi penurunan volume saliva diterima.
Grafik 1. Hubungan Intensitas Radioterapi dengan Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher
Kelompok Intensitas Radioterapi N
Volume Saliva (ml/menit)
Sig. Mean±sd Terendah Tertinggi
1 - 5 x 5 0.15060 ± 0.067818 0.103 0.268 6 - 10 x 5 0.07600 ± 0.031185 0.038 0.115 11 - 15 x 5 0.06980 ± 0.021788 0.043 0.101
16 - 20 x 5 0.07160 ± 0.031643 0.026 0.112 0,0001* 21 - 25 x 5 0.05140 ± 0.019552 0.028 0.075
26 - 30 x 5 0.02600 ± 0.013638 0.013 0.047 31 - 35 x 5 0.00840 ± 0.006731 0.000 0.018
Grafik 1 menunjukkan bahwa volume saliva tertinggi (batas atas) dan volume saliva terendah (batas bawah) dari setiap kelompok intensitas radioterapi pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher mengalami penurunan seiring dengan peningkatan intensitas radioterapi. Penurunan yang paling signifikan volume saliva tertinggi dari setiap kelompok intensitas radioterapi terjadi pada kelompok intensitas radioterapi 1 - 5 x, terjadi kenaikan pada kelompok intensitas radioterapi 16 - 20 x, turun kembali mulai dari kelompok intensitas radioterapi 21 - 25 x sampai pada kelompok intensitas radioterapi 31 - 35 x. Sedangkan volume salivaterendah mengalami penurunan pada kelompok intensitas radioterapi 1 - 5 x, terjadi kenaikan pada kelompok intensitas radioterapi 11 - 15 x, turun mulai dari kelompok intensitas radioterapi 16 - 20 x dan kembali terjadi kenaikan pada kelompok intensitas radioterapi 21 - 25 x, mengalami penurunan sampai pada kelompok intensitas radioterapi 31 - 35 x.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Intensitas Radioterapi pada Penerima Radioterapi
Kategori volume saliva:32
Hiposalivasi : < 0,1 ml/mnt Rendah : 0,1 - 0,25 ml/mnt Normal : > 0,25 ml/mnt
Tabel 5 menunjukkan distribusi frekuensi antara intensitas radioterapi pada penerima radioterapi daerah Kepala dan leher dengan volume saliva. Tabel ini menunjukkan hanya 1 subjek (2,9%) yang memiliki volume saliva normal yaitu pada kelompok intensitas 1 - 5 x dan 7 subjek (20,0%) yang memiliki volume saliva rendah yaitu pada kelompok intensitas 1 - 20 x dan sebanyak 27 subjek (77,1%) mengalami hiposalivasi mulai dari kelompok intensitas 6 - 35 x.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Resiko Volume Saliva Berdasarkan Intensitas Radioterapi pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher
*UjiChi-Squarep < 0,05
Berdasarkan Uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,003 artinya ada hubungan yang signifikan antara intensitas radioterapi dengan volume saliva pada penerima radioterapi daerah kepala dan leher. Diperoleh nilai odd ratio sebesar
16 - 20 x Jumlah
% kelompok 60.0% 40.0% 100.0%
11 - 35 x Jumlah 2 23 25
% kelompok 8.0% 92.0% 100.0%
Total Jumlah 8 27 35
% kelompok 22.9% 77.1% 100.0%
17,25 yang berarti penerima radioterapi daerah kepala dan leher dengan kelompok intensitas radioterapi 11 - 35 x memiliki resiko terhadap hiposalivasi sebesar 17,25 kali dibandingkan dengan intensitas radioterapi1 - 10 x.
5.2.2 Pengukuran volume saliva pada Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 7. Nilai Rata- rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 7 menunjukkan rata-rata pengukuran volume saliva penerima radioterapi daerah kepala dan leher berdasarkan jenis kelamin. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata volume saliva pada kelompok laki-laki yaitu 0.06685 ml/menit dengan standard deviasi 0.057853 dan nilai rata-rata volume saliva pada kelompok perempuan yaitu 0.05900 ml/menit dengan standard deviasi 0.032943. Pengukuran volume saliva tertinggi pada kelompok laki-laki yaitu 0,268 ml/menit dan yang terendah yaitu 0,000 ml/menit. Pengukuran volume
saliva tertinggi pada kelompok perempuan yaitu 0,115 ml/menit dan yang terendah 0,011 ml/menit.
5.2.3 Pengukuran volume saliva pada Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Umur
Jenis Kelamin N Volume Saliva (ml/menit)
Mean±sd Terendah Tertinggi
Laki-laki 26 0.06685 ± 0.057853 0,000 0,268
Perempuan 9 0.05900 ± 0.032943 0,011 0,115
Total 35
Kelompok Umur
(tahun)
Tabel 8. Nilai Rata-rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Berdasarkan Umur
Tabel 8 menunjukkan rata-rata pengukuran volume saliva penerima radioterapi daerah kepala dan leher yang dikelompokkan berdasarkan umur. Dari
hasil perhitungan nilai rata-rata volume saliva tertinggi terdapat di kelompok umur 71 - 80 tahun yaitu 0.15060 ml/menit dengan standard deviasi 0.018385 dan nilai rata-rata volume saliva terendah terdapat di kelompok intensitas radioterapi 31 - 40 tahun yaitu 0.04500 ml/menit dengan standard deviasi 0.031401. Pengukuran volume saliva tertinggi pada kelompok umur 71 - 80 tahun yaitu 0.101 ml/menit dan yang terendah yaitu 0,075 ml/menit dan pengukuran volume saliva tertinggi pada kelompok umur 31 - 40 tahun yaitu 0.083 ml/menit dan yang terendah yaitu 0.008 ml/ menit
5.2.4 Pengukuran volume saliva pada Penerima Radioterapi Daerah
Kepala dan Leher Berdasarkan Jenis Kanker
Mean±sd Terendah Tertinggi
11 - 20 2 0.08650 ± 0.085560 0.026 0.147
21 - 30 2 0.06050 ± 0.024749 0.043 0.078
31 - 40 4 0.04500 ± 0.031401 0.008 0.083
41 - 50 11 0.05673 ± 0.031963 0.011 0.112
51 - 60 10 0.06750 ± 0.082778 0.000 0.268
61 - 70 4 0.08000 ± 0.037921 0.038 0.115
71 - 80 2 0.08800 ± 0.018385 0.075 0.101
Total 35
Tabel 9. Nilai Rata-rata Volume Saliva Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Berdasarkan Jenis Kanker
Tabel 9 menunjukkan rata-rata pengukuran volume saliva penerima radioterapi daerah kepala dan leher berdasarkan jenis kanker. diperoleh nilai rata-rata volume saliva tertinggi terdapat pada kelompok kanker tonsil yaitu 0.08450 ml/menit dengan standard deviasi 0.013435 dan nilai rata-rata volume saliva terendah terdapat pada kelompok kanker Sinonasal yaitu 0.05133 ml/menit dengan standard deviasi 0.036774. Pengukuran volume saliva tertinggi pada kelompok kanker tonsil yaitu 0.094 ml/menit dan yang terendah yaitu 0.075 ml/menit dan pengukuran volume saliva tertinggi pada kelompok kanker
Sinonasal yaitu 0.083 ml/menit dan yang terendah yaitu 0.011 ml/ menit.
5.3 Distribusi Frekuensi Kemoterapi, Konsumsi Obat-obatan dan
Konsumsi Air Minum terhadap Volume Saliva Penerima Radioterapi
Daerah Kepala dan Leher
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Resiko Kemoterapi pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher terhadap Volume Saliva
Mean±sd Terendah Tertinggi
Kanker Nasofaring 24 0.06383 ± 0.058768 0.000 0.268
Kanker Laring 4 0.06250 ± 0.047233 0.008 0.103
Kanker Tonsil 2 0.08450 ± 0.013435 0.075 0.094
Kanker Parotis 2 0.08200 ± 0.042426 0.052 0.112
Kanker Sinonasal 3 0.05133 ± 0.036774 0.011 0.083
Total 35
Hiposalivasi
Total Tidak Ya
Kemoterapi
Tidak Jumlah 7 12 19
% kelompok 36.8% 63.2% 100.0%
Ya Jumlah 1 15 16
% kelompok 6.3% 93.8% 100.0%
Total Jumlah 8 27 35
Tabel 10 menunjukkan sebanyak 7 subjek (36,8%) tidak menerima kemoterapi tidak mengalami hiposalivasi, sebanyak 12 subjek (63,2%) tidak menerima kemoterapi mengalami hiposalivasi. Sebanyak 1 subjek (6,3%) menerima kemoterapi tidak mengalami hiposalivasi, dan sebanyak 15 subjek (93,8%) menerima kemoterapi mengalami hiposalivasi. Diperoleh nilai odd ratio sebesar 8,75 yang berarti penerima radioterapi daerah kepala dan leher yang menerima kemoterapi memiliki resiko terhadap hiposalivasi sebesar 8,75 kali dibandingkan dengan yang tidak menerima kemoterapi.
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Resiko Mengkonsumsi Obat-obatan pada Penerima Radioterapi Daerah Kepala dan Leher terhadap Volume Saliva
Tabel 11 menunjukkan sebanyak 7 subjek (30,4%) tidak mengkonsumsi obat-obatan tidak mengalami hiposalivasi, sebanyak 16 subjek (69,6%) tidak mengkonsumsi obat-obatan mengalami hiposalivasi. Sebanyak 1 subjek (8,3%) mengkonsumsi obat-obatan tidak mengalami hiposalivasi, dan sebanyak 11 subjek (91,7%) mengkonsumsi obat-obatan mengalami hiposalivasi. Diperoleh nilai odd ratio sebesar 4,813 yang berarti penerima radioterapi daerah kepala dan leher yang mengkonsumsi obat-obatan memiliki resiko terhadap hiposalivasi sebesar 4,813 kali dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi obat-obatan.
Hiposalivasi
Total Tidak Ya
Konsumsi Obat-Obatan Tidak
Jumlah 7 16 23
% kelompok 30.4% 69.6% 100.0%
Ya Jumlah 1 11 12
% kelompok 8.3% 91.7% 100.0%
Total Jumlah 8 27 35