• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

AYU SULUNG NARIRATRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

The Effectiveness Test of Phaleria Extracts(Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)as the Larvicides towards Third Instar LarvaeAedes aegypti

By

Ayu Sulung Nariratri

Case of dengue fever increases and causes fatalities every year. Control efforts of dengue fever vector have been done excessively, one of them is by using synthetic insecticides. However, the use of synthetic insecticides isn’t safe for population of

user and also triggers vector resistance. Negative impact of those synthetic insecticides can be minimized by applying natural insecticides, one of them is by using the extracts of Phaleria. Phaleria (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) contains active compounds such as saponin, flavonoid, and alkaloid which have larvicides characteristics.

(3)

Kruskal- wallis (p<0,05) test, Post-hoc Mann Whitney (p<0,05) test, and Probit test to look for LC50and LT50.

From the research, the average number of the dead larvae was 100% at all levels of concentration. However, concentration of 0,5% had the fastest killing power 100% towards larvae at the 1440th minute, so that it was the most effective concentration. The values of LC50 were 0,279% at the 1440th minute; 0,145% at the 2880th minute; and 0,145 % at the 4320th minute. The values of LT50 were 344,367 minutes at concentration of 0,25%; 344,048 minutes at concentration of 0,5%; 343,782 minutes at concentration of 0,75%; and 340,317 minutes at concentration of 1%.

(4)

Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa(Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)sebagai Larvasida terhadap LarvaAedes aegyptiInstar III

O l e h

Ayu Sulung Nariratri

Kasus penyakit DBD mengalami peningkatan dan menimbulkan kematian setiap tahunnya. Upaya pengendalian vektor penyakit DBD telah banyak dilakukan, salah satunya menggunakan insektisida sintetik. Namun, penggunaan insektisida sintetik tidak aman bagi populasi pengguna dan menimbulkan resistensi vektor. Dampak negatif tersebut dapat diminimalisir dengan menggunakan insektisida alami, salah satunya tanaman buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) yang memiliki kandungan senyawa aktif saponin, flavonoid, dan alkaloidyang bersifat larvasida.

(5)

wallis (p<0,05), uji Post-hoc Mann Whitney (p<0,05), dan uji Probit untuk mencari LC50dan LT50.

Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata jumlah kematian larva sebesar 100% pada semua konsentrasi. Namun, konsentrasi 0,5% mempunyai daya bunuh larva 100% yang paling cepat yaitu pada menit ke-1440, sehingga dikatakan paling efektif. Nilai LC50 adalah 0,279% di menit ke-1440; 0,145% di menit ke-2880; dan 0,145% pada menit ke-4320. Nilai LT50 adalah 344,367 menit pada konsentrasi 0,25%; 344,048 menit pada konsentrasi 0,5%; 343,782 menit pada konsentrasi 0,75%; dan 340,317 menit pada konsentrasi 1%.

(6)
(7)
(8)

DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

1.5 Kerangka Penelitian ... 6

1.5.1 Kerangka Teori... 6

1.5.2 Kerangka Konsep ... 7

1.6 Hipotesis... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekstrak Buah Mahkota Dewa ... 9

2.1.1 Kandungan Kimia Buah Mahkota Dewa ... 11

2.1.2 Ekstrak ... 12

2.2Aedes aegypti ... 13

2.2.1 Morfologi LarvaAedes aegypti... 14

2.2.2 Morfologi PupaAedes aegypti... 18

2.2.3 Morfologi NyamukAedes aegypti... 19

2.2.4 Siklus HidupAedes aegypti... 21

2.2.5 BionomikAedes aegypti... 22

2.3 Pengendalian Vektor ... 23

2.3.1 Pengendalian Alami ... 23

2.3.2 Pengendalian Buatan... 24

2.3.2.1 Pengendalian Kimiawi ... 24

2.3.2.2 Pengendalian Lingkungan ... 26

2.3.2.3 Pengendalian Mekanik ... 27

2.3.2.4 Pengendalian Fisik ... 27

2.3.2.5 Pengendalian Biologik ... 27

(9)

2.3.2.7 Pengendalian Legislatif... 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 29

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 29

3.3.2 Kriteria Eksklusi... 30

3.3.3 Besar Sampel... 30

3.4 Alat dan Bahan Penelitian... 30

3.4.1 Bahan Penelitian ... 30

3.4.2 Alat Penelitian... 31

3.5 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 32

3.5.1 Identifikasi Variabel... 32

3.5.2 Definisi Operasional Variabel... 32

3.6 Prosedur Penelitian... 33

3.6.1 Preparasi Bahan Uji ... 33

3.6.2 Pembuatan Larutan Uji ... 33

3.6.3 Uji Efektivitas ... 34

3.6.4 Parameter Efektivitas Larvasida Buah Mahkota Dewa ... 35

3.6.5 Menentukan nilai LC50dan LT50... 36

3.7 Alur Penelitian ... 37

3.8 Pengolahan dan Analisis Data... 38

3.9 Aspek Etik Penelitian... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 39

4.1.1 Uji Efektivitas ... 39

4.1.2Lethal Concentration 50... 41

4.1.3Lethal Time 50 ... 42

4.2 Pembahasan... 43

4.2.1 Uji Efektivitas ... 43

4.2.2Lethal Concentration 50... 46

4.2.3Lethal Time 50... 47

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 49

5.2 Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Buah Mahkota Dewa ... 10

2. Representasi Panjang Kepala, Leher,Thorax, dan Abdomen LarvaAedes aegypti... 15

3. Bagian Dorsal Kepala dan Leher LarvaAedes aegyptidengan Perbesaran 108x ... 16

4. BagianThoraxLarvaAedes aegyptidengan Perbesaran 108x ... 16

5. (A) BagianAbdomen... 17

(B)Respiratory SiphonLarvaAedes aegyptidengan Perbesaran 108x... 18

(C)Anal PapillaLarvaAedes aegyptidengan Perbesaran 108x ... 18

6. PupaAedes Aegypti ... 19

7. NyamukAedes Aegypti ... 20

8. Siklus Hidup NyamukAedes Aegypti... 21

9. Grafik Nilai LC50dari Menit ke-5 sampai Menit ke-4320... 42

10. Grafik Nilai LT50pada tiap konsentrasi ... 43

11. Buah Mahkota Dewa... 78

12. Buah Mahkota Dewa Kering yang sedang Diblender... 78

13. Proses Penimbangan Buah Mahkota Dewa yang telah Diblender ... 79

14. Ekstrak Buah Mahkota Dewa... 79

15. Proses Rearing Larva ... 79

16. Larva yang telah Dikelompokkan dan Diberi Perlakuan ... 80

17. Larva yang Hidup... 80

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Larva ... 30

2. Definisi Operasional... 32

3. Jumlah Ekstrak Buah Mahkota Dewa yang Dibutuhkan ... 34

4. Persentase Kematian NyamukAedes aegyptipada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Buah Mahkota Dewa dalam 4320 Menit ... 39

5. Nilai p pada Tiap Perlakuan ... 40

6. Nilai LC50Larva Aedes aegyptipada Berbagai Waktu Pengamatan ... 41

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Uji Normalitas ... 56

2. Uji Kruskal-Wallis ... 56

3. Uji Post-Hoc Man Whitney... 56

4. Uji Probit (LC50) ... 61

5. Uji Probit (LT50)... 73

6. Dokumentasi Kegiatan ... 78

7. Gambaran Mikroskopis Larva dengan Perbesaran 10x ... 80

(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

WHO melaporkan dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat pertumbuhannya. Sekitar 1 juta kasus dilaporkan padaWorld Health Organization (WHO) setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlahnya lebih dari 50 juta setiap tahun, dengan 20 ribu kematian setiap tahunnya (WHO, 2010). Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi yang ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara yaituAedes species.

(15)

Metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program pengendalian dengue di tingkat pusat dan daerah. Metode pengendalian vektor dengueterdiri dari pengendalian lingkungan, pengendalian kimiawi, pengendalian mekanik, pengendalian biologis, pengendalian fisik, pengendalian genetika, dan pengendalian legislatif (Sukowati, 2010).

Pengendalian kimiawi (sintetik) masih populer bagi program pengendalian vektor DBD. Penggunaan insektisida sintetik bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida sintetik jika digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida sintetik dalam jangka waktu tertentu tidak aman bagi populasi pengguna dan akan menimbulkan resistensi vektor (Sukowati, 2010; Zaim & Guillet, 2002).

Data penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 di Jakarta dan Denpasar serta tahun 2009 yang dilakukan oleh Shinta dkk., menunjukkan resistensi vektor terhadap insektisida sintetik yang digunakan oleh program pengendalian vektor dengue (Sukowati, 2010). Residu insektisida sintetik pada ekosistem dapat mengurangi sensitivitas larva nyamuk terhadap larvasida. Berkaitan dengan biodegradabilitasnya, ekstrak insektisida dari tanaman dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan insektisida sintetik (Ghosh dkk., 2012).

(16)

(Scheff.) Boerl) merupakan tanaman yang diduga dapat digunakan sebagai insektisida nabati. Buah mahkota dewa memiliki kandungan saponin, flavonoid, danalkaloid(Sumastuti, 2002; Winarto, 2003).

Saponin yang terdapat pada tumbuhan berfungsi sebagai pertahanan diri dari serangan serangga dengan menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan. Flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang bersifat menghambat makan serangga dan toksis (Dinata, 2009). Alkaloid mengganggu sistem kerja saraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase dan memengaruhi perkembangan serangga (Cania, 2012).

Berdasarkan penelitian Setia (2010) mengenai efek larvasida air perasan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti, saponin dan flavonoid yang terkandung dalam buah Averrhoa bilimbi memiliki efek sebagai larvasida. Adityani (2011) menyatakan ekstrak batang kecombrang yang mengandung flavonoid dan saponin efektif sebagai larvasida dengan konsentrasi 0,75% dan 1%.

Oleh karena itu, pada penelitian ini dipilih buah mahkota dewa yang memiliki kandungan flavonoid, saponin, dan alkaloid untuk mengetahui efektivitas ekstrak buah mahkota dewa sebagai larvasida terhadap larvaAedes aegyptiinstar III.

1.2 Perumusan Masalah

(17)

dengue yang paling populer. Data mengenai resistensi vektor terhadap insektisida telah banyak dilaporkan, resistensi dapat terjadi karena residu insektisida di lingkungan menyebabkan berkurangnya sensitivitas larva terhadap insektisida (Sukowati, 2010; Ghosh dkk., 2012). Salah satu daya kerja dari insektisida nabati adalah memengaruhi hormon pengatur pertumbuhan serangga (Insect Growth Regulation). Buah mahkota dewa dapat menjadi alternatif insektisida karena

mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan alkaloid (Sumastuti, 2002; Winarto, 2003). Pada penelitian yang telah dilakukan, saponin dan alkaloid memiliki cara kerja sebagai racun perut dan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase pada larva sedangkan flavonoid berperan sebagai racun pernapasan sehingga menyebabkan kematian larva (Cania, 2012).

Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: Bagaimana efektivitas buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai larvasida terhadap larvaAedes aegyptiinstar III?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)sebagai larvasidaAedes aegypti.

1.3.2 Tujuan Khusus

(18)

b. Mengetahui LC50 dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)sebagai larvasida terhadap larvaAedes aegyptiinstar III.

c. Mengetahui LT50 dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)sebagai larvasida terhadap larvaAedes aegyptiinstar III.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu parasitologi khususnya entomologi dalam lingkup pengendalian vektor penyebab demam berdarah.

1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.

b. Bagi Institusi Pendidikan

(19)

1.5 Kerangka Penelitian

1.5.1 Kerangka Teori

(20)

1.5.2 Kerangka Konsep

(21)

1.6 Hipotesis

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstrak Buah Mahkota Dewa

Mahkota dewa merupakan tanaman tradisional yang berasal dari Papua, namun saat ini banyak terdapat di Solo dan Yogyakarta. Sejak dahulu kerabat Keraton Solo dan Yogyakarta memeliharanya sebagai tanaman pusaka dewa karena kemampuannya menyembuhkan berbagai penyakit. Saat ini, pengobatan dengan memanfaatkan mahkota dewa semakin dirasakan khasiatnya oleh masyarakat umum dengan petunjuk beberapa ahli pengobatan herbal (Winarto, 2003). Berikut ini klasifikasi mahkota dewa menurut Boerlage (2009).

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheophyta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Equisetopsida Sub kelas : Magnoliidae

Ordo : Malvales

Famili : Thymelaeaceae

Genus : Phaleria

(23)

Menurut Harmanto (2004), mahkota dewa merupakan tumbuhan yang berkembang dan tumbuh sepanjang tahun. Dalam pertumbuhannya, mahkota dewa dapat mencapai ketinggian 1-2,5 m. Jika dirawat dengan baik, tanaman ini dapat mencapai ketinggian 6 m. Secara morfologi, tanaman ini memiliki akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.

Buah mahkota dewa merupakan ciri khas pohon mahkota dewa. Bentuknya bulat, seperti bola. Ukurannya bervariasi, dari sebesar bola pimpong sampai apel merah. Saat masih muda, kulitnya berwana hijau, saat sudah tua warnanya berubah menjadi merah marun (Gambar 1). Ketebalan kulit sekitar 0,5-1 mm. Daging buah berwarna putih. Ketebalan daging bervariasi, tergantung pada ukuran buah (Harmanto, 2004).

(24)

2.1.1 Kandungan Kimia Buah Mahkota Dewa

Menurut Harmanto (2003), buah mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Lisdawati (2002) yang mengatakan bahwa buah mahkota dewa mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol, fenol, lignan, sterol, tannin, dan minyak atsiri. Elimam dkk. (2009) melaporkan bahwa senyawa seperti phenolic, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid memiliki aktivitas hormon juvenil sehingga memiliki pengaruh pada perkembangan serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi pupa, atau dari pupa menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian pada serangga (Aradilla, 2009).

Saponin dikenal sebagai insektisida dan larvasida. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus menjadi korosif (Aminah dkk. 2001). Golongan ini terdapat pada berbagai jenis tumbuhan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga karena saponin yang terdapat pada makanan yang biasa dikonsumsi serangga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan. Menurut Davidson (2004) pada konsentrasi tinggisaponinbersifat toksik.

(25)

bagi tumbuhan adalah pengaturan tumbuh, fotosintesis, antimikroba, antivirus, dan pertahanan tumbuhan terhadap serangga.

Alkaloid pada serangga bertindak sebagai racun perut. Alkaloid dapat mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel. Selain itu, alkaloid juga bekerja dengan mengganggu sistem kerja saraf larva dan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase (Cania, 2012).

2.1.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa yang yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Pembuatan ekstrak memiliki beberapa tahapan (Depkes RI, 2000).

a. Pembuatan serbuk simplisia

Simplisia dibentuk menjadi serbuk agar proses pembasahan dapat merata dan difusi zat aktif meningkat.

b. Cairan pelarut

(26)

selektif tergantung pada zat aktif yang diharapkan. Ethanol dapat melarutkan zat dari tanaman tanpa merusak bagian dari tanaman tersebut.

c. Pemisahan dan pemurnian

Tahapan memisahkan zat aktif yang diharapkan sehingga mendapatkan ekstrak murni.

d. Pengeringan ekstrak

Pengeringan ekstrak bertujuan untuk menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan massa kering rapuh.

e. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal.

Metode ekstraksi secara maserasi merupakan metode pemisahan zat aktif secara pengadukan dan penyaringan. Metode maserasi digunakan untuk membuat ekstrak tumbuhan. Cairan pelarut masuk kedalam sel menciptakan perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Larutan konsentrasi rendah berada di dalam sel sedangkan larutan konsentrasi tinggi terdesak keluar sel (Depkes RI, 2000).

2.2Aedes aegypti

(27)

NyamukAedes aegypti yang terinfeksi virus dengue akan menggigit manusia dan menyebar ke aliran darah serta menyebabkan viremia. Viremia menyebabkan reaksi imun komplek yang dapat memengaruhi kesehatan tubuh manusia berupa demam tinggi dan peningkatan permeabilitas kapiler darah. Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kebocoran cairan plasma pada pembuluh darah di seluruh tubuh sehingga menyebabkan syok hipovolemik (dengue shock syndrome)yang dapat menyebabkan kematian (Suhendro dkk., 2006).

Virus yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus grup B, terdiri dari 4 tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3, dan 4. Virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus ini berdiameter 40 nm dan dapat berkembang biak pada berbagai macam kultur jaringan. Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti menurutUniversal Taxonomic Services(2012) sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Aedes

Jenis :Aedes aegyptiLinn.

2.2.1 Morfologi LarvaAedes aegypti

(28)

ukuran komponen tubuhnya yang terdiri dari kepala, leher, thorax, danabdomen (Gambar 2) (Bar & Andrew, 2013).

Gambar 2.Representasi panjang kepala, leher, thorax, danabdomenlarva Aedes aegypti(Sumber: Bar & Andrew, 2013)

(29)

Gambar 3.Bagian dorsal kepala dan leher larvaAedes aegyptidengan perbesaran 108x. Pal-palatum, Mo Br- Mouth brush, Ant- Antenna, Ey- Eye, Nk- Neck, I-Instar 1, II- I-Instar 2, III- I-Instar 3, IV- I-Instar 4 (Sumber: Bar & Andrew, 2013)

ThoraxlarvaAedes aegyptiberbentuk globular dengan lebar lebih dari panjang anteroposteriornya dan terbagi menjadi 3 segmen yaituprothorax, mesothorax, danmetathorax(Gambar 4). Rambutthoraxmuncul dari bagian lateral segmen.

Gambar 4. Bagian thorax larva Aedes aegypti dengan perbesaran 108x. Pro-prothorax, Meso- mesothorax, Meta- metathorax, I- Instar 1, II- Instar 2, III- Instar 3, IV- Instar 4 (Sumber: Bar & Andrew, 2013)

(30)

muncul rambut lateral dengan jumlah yang bervariasi. Pada segmen ke-8 terdapat respiratory siphon dan segmen anus. Larva yang baru menetas memiliki siphon lembut yang akan berubah menjadi keras dan gelap seiring perkembangannya (Gambar 5B). Di dalam tabung siphon tampak batang trakea dan otot. Rasio panjang dan lebarnya adalah 2:1. Segmen anus memiliki ventral brush dengan 5 pasang setae yang bervariasi ukurannya dan 4 papila anus yang berukuran sama (Gambar 5C). Papila anus transparan dan berbentuk perahu (Bar & Andrew, 2013).

(31)

(B)

(C)

Gambar 5. (A) Bagian abdomen larva Aedes aegypti dengan perbesaran 108x; (B) Respiratory Shipon larva Aedes aegypti dengan perbesaran 108x; (C) Anal papilla larva Aedes aegypti dengan perbesaran 108x. I- Instar 1, II- Instar 2, III-Instar 3, IV- III-Instar 4 (Sumber: Bar & Andrew, 2013)

2.2.2 Morfologi PupaAedes aegypti

(32)

selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa. Pupa bernafas pada permukaan air melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada thorax(Aradilla, 2009).

Gambar 6. PupaAedes aegypti(Sumber: Supartha, 2008)

2.2.3 Morfologi NyamukAedes aegypti

(33)

Pada nyamuk betina, proboscis digunakan sebagai alat untuk menghisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuhan dan buah. Antena pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose). Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap(wing scales)yang letaknya mengikuti vena. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki yang melekat padathorax dan tiap kaki terdiri atas 1 ruas femur, 1 ruas tibia, dan 5 ruas tarsus (Hoedojo, 2008).

(34)

2.2.4 Siklus HidupAedes aegypti

Gambar 8. Siklus Hidup NyamukAedes aegypti(Sumber: CDC, 2012)

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna dalam satu siklus hidupnya, artinya sebelum menjadi stadium dewasa nyamuk Aedes aegypti ini mengalami beberapa stadium pertumbuhan, yakni stadium telur (menetas 1-2 hari setelah perendaman air) kemudian berubah menjadi stadium larva. Terdapat beberapa tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan larva dari instar 1-4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Selanjutnya, larva akan berubah menjadi pupa selama ± 2 hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Gambar 8) (Depkes RI, 2007).

(35)

Aedes aegypti diletakkan satu persatu terpisah, biasanya pada lubang pohon dan benda-benda yang dapat menampung air (Ridad, 1999).

Setelah 2-3 hari, telur menetas menjadi larva (jentik) yang selalu hidup di dalam air. Selama proses pertumbuhannya larva nyamuk mengadakan pengelupasan kulit (moulting) sebanyak 4 kali (Ridad, 1999). Perkembangan dari instar I ke instar II berlangsung dalam 2 3 hari, kemudian dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari, dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2 – 3 hari (Aradilla, 2009). Larva mengambil makanan dari tumbuhan atau mikroba di tempat perindukannya (CDC, 2012).

Larva instar IV kemudian tumbuh menjadi pupa kurang lebih selama 3 hari. Pupa merupakan stadium yang tidak makan tetapi masih memerlukan oksigen yang diambilnya melalui corong pernapasan (breathing trumpet). Diperlukan waktu 1-2 hari agar pupa menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu sekitar 14 hari (Ridad, 1999).

2.2.5 BionomikAedes aegypti

(36)

Aktivitas menggigit pada nyamuk berlainan. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menggigit pada pagi hari yaitu pukul 09.00 s.d. 13.00 dan sore hari pukul 15.00 s.d. 17.00. Setelah menghisap darah, nyamuk mencari tempat untuk beristirahat. Tempat tersebut digunakan nyamuk selama menunggu proses perkembangan telur maupun untuk istirahat sementara, yaitu pada waktu nyamuk masih aktif mencari darah. Tempat istirahat nyamuk ada yang di dalam rumah (endofilik) yaitu pada dinding rumah dan ada juga yang di luar rumah, seperti pada tanaman atau kandang binatang (Hoedojo, 2008).

2.3 Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk menurunkan atau menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat (Simanjuntak, 2008). Menurut buku Parasitologi Kedokteran FKUI (Hoedojo dan Zulhasril, 2008), secara garis besar pengendalian vektor nyamuk dibagi menjadi pengendalian alami dan buatan. Pengendalian buatan terdiri dari (1) pengendalian kimiawi, (2) pengendalian lingkungan, (3) pengendalian mekanik, (4) pengendalian fisik, (5) pengendalian biologik, (6) pengendalian genetika, dan (7) pengendalian legislatif.

2.3.1 Pengendalian Alami

(37)

b. Ketidakmampuan beberapa spesies serangga untuk mempertahankan hidup di ketinggian tertentu dari permukaan laut.

c. Perubahan musim, iklim yang panas, udara kering, curah hujan, dan angin besar dapat menimbulkan gangguan pada beberapa spesies serangga.

d. Adanya burung, katak, cicak, dan binatang lain yang menjadi pemangsa serangga.

e. Penyakit serangga

2.3.2 Pengendalian Buatan 2.3.2.1 Pengendalian Kimiawi

Cara kimiawi dilakukan dengan senyawa atau bahan kimia untuk membunuh telur nyamuk (ovisida), jentiknya (larvasida), dan mengusir atau menghalau nyamuk (repellent) supaya nyamuk tidak menggigit. Ada berbagai senyawa kimia yang dapat digunakan.

a. Senyawa Kimia Nabati

Insektisida nabati adalah pestisida berbahan aktif tumbuh-tumbuhan yang bersifat racun bagi organisme pengganggu serta mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung berbagai senyawa bioaktif (alkaloid, terpenoid, flavonoid, saponin, dan fenolik). Insektisida nabati memiliki keunggulan yaitu hanya meninggalkan sedikit residu pada komponen lingkungan sehingga lebih aman daripada insektisida sintetis/kimia, dan cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran (Naria, 2005).

b. Senyawa kimia non-nabati

(38)

atas permukaan air dan terbentuk suatu lapisan tipis yang menghambat pernapasan larva nyamuk (Wahyuni, 2005).

c. Senyawa kimia sintetis

Senyawa kimia sintetis bersumber dari bahan dasar minyak bumi yang diubah strukturnya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu, diantaranya golongan organo chlorine,golonganorgano phospate,dan golongancarbonate.

Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan insektisida. Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi binatang vertebra termasuk manusia dan ternak, murah harganya dan mudah di dapat dalam jumlah besar, mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar, mudah dipergunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut, tidak berwarna dan tidak berbau (Hoedojo, 2008).

Menurut Ridad (1999), ada beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida. 1. Ovisida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium telur

2. Larvasida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium larva/nimfa 3. Adultisida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium dewasa 4. Akarisida, yaitu insektisida untuk membunuh tungau

5. Pedikulisida, yaitu insektisida untuk membunuh tuma

(39)

membunuh serangga dengan insektisida ialah mengetahui spesies serangga yang akan dikendalikan, ukurannya, susunan badannya, dan stadiumnya (Hoedojo, 2008).

Penggunaan insektisida dilakukan hanya bila diperlukan dengan mempertimbangkan efek sampingnya. Bagi ekosistem pemukiman, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan.

(1) Kemungkinan keracunan langsung pada para pemukim maupun makhluk bukan sasaran lainnya,

(2) kemungkinan pencemaran berbagai medium berkaitan dengan kepentingan aktivitas makhluk hidup lainnya, dan

(3) kemungkinan timbul resistensi pada populasi hama serangga sasaran setelah beberapa generasi (Marisa, 2007).

2.3.2.2 Pengendalian Lingkungan

Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan, yaitu dengan memodifikasi atau memanipulasi lingkungan.

a. Modifikasi Lingkungan

Cara ini paling aman dilakukan karena tidak mencemari lingkungan, tetapi harus dilakukan secara terus-menerus.

Contoh: pengaliran air yang menggenang sehingga menjadi kering b. Manipulasi Lingkungan

(40)

2.3.2.3 Pengendalian Mekanik

Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang langsung dapat membunuh, menangkap, menyisir, atau menghalau serangga. Menggunakan baju pelindung dan memasang kawat kassa di jendela merupakan salah satu cara untuk menghindarkan hubungan antara manusia dengan vektor.

2.3.2.4 Pengendalian Fisik

Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan pemanas, pembeku, serta penggunaan alat listrik lain untuk penyinaran cahaya dan pengadaan angin yang dapat membunuh atau mengganggu kehidupan serangga.

2.3.2.5 Pengendalian Biologik

Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk lain yang merupakan musuh alami nyamuk. Beberapa parasit dari golongan nematoda, bakteri, protozoa, jamur, virus, dan artropoda dapat digunakan sebagai pengendali larva nyamuk.

Contoh: beberapa jenis ikan, seperti ikan mujair

2.3.2.6 Pengendalian Genetika

(41)

2.3.2.7 Pengendalian Legislatif

(42)

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2013 di Laboratorium Zoologi dan Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva Aedes aegypti instar III. Telur nyamuk ini diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Ciamis dalam bentuk kering dengan media kertas saring. Untuk memudahkan dalam penentuan sampel maka dipakai kriteria inklusi dan ekslusi.

3.3.1 Kriteria Inklusi

(43)

b. Larva bergerak aktif

3.3.2 Kriteria Eksklusi

a. Larva berasal dari alam bebas b. Larva mati sebelum perlakuan

3.3.3 Besar Sampel

Berdasarkan acuan WHO (2005), pada penelitian ini dibutuhkan larva sebanyak 600 ekor (Tabel 1).

Tabel 1: Jumlah Larva

Perlakuan Jumlah larva x jumlah

pengulangan

Total

Kontrol (-) : 0% 25 larva x 4 100 larva

Perlakuan I : 0,25% 25 larva x 4 100 larva

Perlakuan II : 0,50% 25 larva x 4 100 larva

Perlakuan III : 0,75% 25 larva x 4 100 larva

Perlakuan IV : 1% 25 larva x 4 100 larva

Kontrol (+) : Abate 25 larva x 4 100 larva

Jumlah Larva 600 larva

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Buah mahkota dewa sebanyak 6 kg

b. Ethanol 96% sebanyak 5 L sebagai pelarut saat pembuatan stok ekstrak c. Air untuk tempat berkembang larva

(44)

e. Pelet kelinci dalam bentuk padat. Pakan berupa pelet kelinci digunakan untuk menghindari terjadinya kekeruhan pada tempat pertumbuhan larva. Pelet diberikan sebanyak 10 mg/l (WHO, 2005).

3.4.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Alat untuk preparasi bahan uji, yaitu:

1) Nampan plastik ukuran 30x15 cm untuk tempat memelihara larva 2) Gelas plastik ukuran ±400 ml untuk tempat meletakkan larva uji b. Alat untuk pembuatan ekstrak buah mahkota dewa, yaitu:

1) Timbangan untuk menimbang buah mahkota dewa yang diperlukan 2) Blender untuk menghaluskan buah mahkota dewa

3) Toples untuk maserasi dengan ethanol 96% 4) Alumunium foiluntuk menutup toples

5) Kertas saring dan labu erlenmeyer untuk memisahkan hasil maserasi dengan ampasnya

6) Rotatory Evaporator

7) Pipet ukuran 1 ml untuk mengambil ekstrak buah mahkota dewa c. Alat untuk Uji Efektivitas

1) Gelas ukur 250 ml untuk mengukur jumlah air yang diperlukan 2) Kasa nilon untuk menutup gelas tempat pertumbuhan larva 3) Pipet larva untuk mengambil larva

4) Lidi untuk mengetahui larva yang mati

(45)

3.5 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1 Identifikasi Variabel a. Variabel Bebas

Berbagai konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)dengan empat taraf konsentrasi yaitu 0,25%; 0,5%; 0,75%; dan 1%.

b. Variabel Terikat

Kematian larvaAedes aegyptiinstar III.

3.5.2 Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional (Tabel 2).

Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel

Ekstrak buah mahkota dewa(Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)dinyatakan dalam persen (%). Setiap konsentrasi dibuat dengan pengenceran. Pada penelitian ini dicari dosis subletalnya yaitu LC50yang ditentukan dengan

analisis probit. Efektivitas dari ekstrak buah mahkota dewa (daun yang telah dicuci, dipotong, dianginkan, diblender, dan direndam selama 1x24 jam dengan pelarut etanol 96% sehingga diperoleh suatu bentuk ekstrak) dilihat dari jumlah larva yang mati dan disesuaikan dengan parameter efektivitas menurut WHO.

(46)

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Preparasi bahan uji

Telur nyamuk Aedes aegypti yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Ruang Insektarium Loka Litbang P2B2 Ciamis, Pangandaran, Jawa Barat. Telur kemudian diletakkan di dalam nampan plastik yang berukuran 30x15 cm berisi air untuk pemeliharaan larva. Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Telur yang sudah menetas menjadi larva dipisahkan dengan menggunakan pipet larva untuk pengolonisasian dan diberi makan pelet. Setelah usia larva mencapai instar III, larva dipindahkan dengan menggunakan pipet larva ke dalam gelas plastik yang berisi ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)dengan konsentrasi berbeda di tiap gelas.

3.6.2 Pembuatan Larutan Uji

(47)

Penggunaan pemanas dengan suhu 40-500C ditujukan untuk menghilangkan atau menguapkan pelarut yang masih tersisa pada ekstrak dan pada akhirnya diperoleh hasil berupa ekstrak buah mahkota dewa sebanyak 250 ml dengan konsentrasi 100%. Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan digunakan rumus V₁M₁= V₂M₂(Tabel 3).

Keterangan :

V₁= Volume larutan yang akan diencerkan (ml)

M₁= Konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa yang tersedia (%)

V₂= Volume larutan (air + ekstrak) yang diinginkan (ml)

M₂= Konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa yang akan dibuat (%)

Tabel 3.Jumlah Ekstrak Buah Mahkota Dewa yang Dibutuhkan

M₁ V₂ M₂ V₁= V₂. M₂

(48)

macrocarpa (Scheff.) Boerl) dengan berbagai konsentrasi tersebut diletakkan dalam gelas plastik.

Larva diletakkan ke dalam gelas plastik yang berisi berbagai konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)dengan menggunakan pipet larva. Perlakuan menggunakan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) hanya diberikan pada kelompok eksperimen sebanyak 200 ml pada tiap ulangan, sedangkan pada kelompok kontrol (konsentrasi 0%) diberikan perlakuan mengunakan air sumur dengan volume 200 ml pada tiap ulangan.

Masing-masing perlakuan berisi 25 larva Aedes aegypti instar III dengan jumlah pengulangan sebanyak 4 kali. Jumlah pengulangan berdasarkan pada WHO Guideline For Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvicides. Menurut

WHO (2005), pengukuran pada kelompok-kelompok sampel dilakukan dalam 24 jam dan peneliti membagi pencatatan waktu selama perlakuan yaitu dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880, dan 4320 menit. Pengukuran berakhir pada menit ke-4320 dengan cara menghitung larva yang mati di tiap patokan waktu.

3.6.4 Parameter Efektivitas Larvasida Buah Mahkota Dewa

(49)

Sedangkan menurut Komisi Pestisida (1995), penggunaan larvasida dikatakan efektif apabila dapat mematikan 90-100% larva uji.

3.6.5 Menentukan Nilai LC50dan LT50

(50)

3.7 Alur Penelitian

Untuk memperjelas proses penelitian, maka disajikan diagram alur penelitian sebagai berikut :

Bagan 3. Diagram Alur Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III

Tiap kelompok dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali

Diamati setiap menit

ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880 dan 4320

Analisis

Hitung jumlah larva yang mati

Ekstrak buah mahkota dewa (100%)

(51)

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diuji analisis menggunakan software statistik. Uji yang pertama dilakukan adalah uji normalitas (Shapiro-Wilk). Apabila sebaran data normal, dapat dilakukan uji ANOVA satu arah untuk mengetahui adanya perbedaan antara perlakuan yang diberikan. Tetapi bila sebaran data tidak normal atau varians data tidak sama, dilakukan uji alternatif yaitu ujiKruskal-Wallis. Uji ini bertujuan untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila pada uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu p<0,05 maka dilakukan analisis post-hoc untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna. Uji post-hoc untuk ANOVA satu arah adalah Bonferroni sedangkan untuk uji Kruskal-Wallisadalah Mann Whitney. Sedangkan, penilaian Lethal Concentration 50 (LC50) dan Lethal

Time 50 (LT50)dilakukan dengan uji Probit.

3.9 Aspek Etik Penelitian

(52)

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) efektif sebagai larvasida terhadap larvaAedes aegyptiinstar III.

2. Konsentrasi yang efektif dalam membunuh larva Aedes aegypti instar III adalah konsentrasi 0,5%.

3. Nilai LC50 dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai larvasida terhadap larvaAedes aegypti instar III adalah 0,279% pada menit ke-1440; serta 0,145% pada menit ke-2880 dan 4320.

4. Nilai LT50 dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)sebagai larvasida terhadap larvaAedes aegypti instar III adalah 344,367 menit pada konsentrasi 0,25%; 344,048 menit pada konsentrasi 0,5%; 343,782 menit pada konsentrasi 0,75%; dan 340,317 menit pada konsentrasi 1%.

5.2 Saran

(53)

2. Peneliti lain dapat menggunakan bagian-bagian tumbuhan mahkota dewa lainnya seperti bunga, biji, batang, daun, dan akar yang diharapkan juga memiliki efek sebagai larvasida alami yang lebih ramah lingkungan dibandingkan larvasida sintetik.

3. Penelitian dengan menggunakan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) juga dapat dilakukan dengan metode ekstraksi yang berbeda, misalnya dengan menggunakan metode penguapan atau destilasi.

(54)

Adityani, N. 2011.Uji Efektivitas Ekstrak Batang Kecombrang sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung.

Aminah N.S,S. Sigit, S. Partosoedjono, Chairul. 2001. S.Lerak, D. Metel dan E. Prostata sebagai LarvasidaAedes aegypti.Cermin Dunia Kedokteran,no. 131 Aradilla, A.S. 2009. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadirachta indica) terhadap Larva Aedes Aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Arivia, S. 2013. Efek Larvasida Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloevera) terhadap Larva Aedes aegypti Instar III. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung.

Bar, A. & Andrew. 2013. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Larvae.Annual Review & Research in Biology, vol. 3, no. 1, hh. 1-21.

Boerlage, Jacob Gijsbert.Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Tropicos.org. 26 Agustus 2009. Missouri Botanical Garden. 3 Oktober 2013.

http://www.tropicos.org/Name/50315226

Cania, E. 2012. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia) sebagai Larvasida terhadap Larva Instar III Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung.

CDC. 2012. Dengue and the Aedes aegypti Mosquito. San Juan.

Dahlan, S. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Pustaka Bunda. Jakarta

(55)

Depkes RI. 2000.Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obatdikutip dari Uji Efek Analgetik dan Anti-Inflamasi Ekstrak Kering Air Gambir Secara In Vivo.Skripsi. Sari, G.P. 2010. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Depkes RI. 2007. INSIDE (Inspirasi dan Ide) Litbangkes P2B2 vol II: Aedes

aegypti Vampir Mini yang Mematikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.

Dinata, A. 2009. Mengatasi DBD dengan Kulit Jengkol. 16 Agustus 2013. http://arda.students-blog.undip.ac.id/2009/10/18/atasi-jentik-dbd-dengan-kulit-jengkol/

Ditjen PP dan PL. 2002. Pedoman Survey Entomologi Demam Berdarah Dengue. Edisi II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2012.Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi.Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 343 hlm.

Elimam, A.M., Elmalik, K. H., & Ali, F.S. 2009. Larvicidal, Adult Emergence Inhibition and Oviposition Deterrent Effects of Foliage Extract from Ricinus communis L. against Anopheles arabiensis and Culex quinquefasciatus in Sudan.Tropical Biomedicine, vol. 26, no. 2, hh. 130139.

Fitri, R. F. 2013. Gambar Buah Mahkota Dewa. Lampung.

Ghosh A., Chowdhury N., & Chandra G. 2012. Plant Extracts as Potential Mosquito Larvicides. Indian Journal Medical Research, vol. 135, no. 5, hh. 581-98.

Gunawan, E. 2011. Efek Potensiasi Larvasida Kombinasi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimim sanctum Linn) dan Biji Jarak (Ricinus communis Linn) terhadap Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Harmanto, N. 2003. Menaklukan Penyakit Bersama Mahkota Dewa. Agromedia Pustaka. Jakarta

Harmanto, N. 2004. Mahkota Dewa Panglima Penakluk Kanker. Agromedia Pustaka. Jakarta.

(56)

Hoedojo, R. dan S. Sungkar. 2008. Morfologi, Daur Hidup, dan Perilaku Nyamuk: Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 383 h.

Hoedojo, R. dan Zulhasril. 2008. Insektisida dan Resistensi: Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 383 h.

Hoedojo, R. dan Zulhasril. 2008. Pengendalian Vektor: Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-4.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 383 h.

HPP, Raden A., Kurniwan, B., Mustofa, S. 2013. Uji Efek Fraksi Metanol Ekstrak Batang Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III. Medical Journal of Lampung University, hh. 156-164. ISSN 2337-3776

Iswantini, D., dkk. 2011. Potensi Jarak Pagar(Jatropha curcas)sebagai Larvasida Hayati Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, vol. 16, no. 1, hh. 7-13.

Kemenkes RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Pusat Data dan Surveilan Epidemiologi. Jakarta.

Kemenkes RI. 2012. Data/Informasi Kesehatan Provinsi Lampung. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Jakarta.

Komisi Pestisida. 1995.Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida.Bandung. Landcare Research. 2013. Aedes (Stegomya) aegypti (Linnaeus, 1762). 23

Agustus 2013. http://www.landcareresearch.co.nz/science/plants-animals- fungi/animals/invertebrates/invasive-invertebrates/mosquitoes/biosecurity-threats/aedes-aegypti

Lisdawati, V. 2002.Buah Mahkota DewaToksisitas, Efek Antioksidan, dan Efek Antikanker Berdasarkan Uji Penapisan Farmakologi. Makalah Seminar Menguak Posisi dan Potensi Mahkota Dewa sebagai Obat Tradisional. Jakarta.

Marisa. 2007. Toleransi Larva dan Nyamuk Dewasa Aedes aegypti Terhadap Temephos dan Malation di Wilayah Endemik Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur.Tesis. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.

Naria, Evi. 2005. Insektisida Nabati untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan Masyarakat, vol. 9, no. 1, hh. 43-59.

(57)

Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Indonesia, vol. 1, no. 2, hh. 121-125.

Pratama, B. A., Astuti, D., Ambarwati. 2009. Pemanfaatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai Larvasida Alami. Jurnal Kesehatan, vol. 2, no. 2, hh. 115-124.

Ridad A., Ochadian H., Natadisastra D. 1999. Bunga Rampai Entomologi Medik. Edisi ke-2. Bagian Parasitologi FK Unpad.

Riyadhi, A. 2008. Identifikasi Senyawa Aktif Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas) sebagai Larvasida Nabati Vektor Demam Berdarah Dengue. Jurnal Valensi, vol. 1, no. 2, hh. 71-81.

Setia, W. 2010.Efek Larvasida Air Perasan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas lampung. Lampung.

Simanjuntak, Partomuan. 2008. Identifikasi Senyawa Kimia dalam Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa), Thymelaceae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, vol. 6, no. 1, hh. 23-28.

Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi Kedua. Airlangga University Press. Surabaya.

Suhendro, Leonard N., Khie C., & Herdiman T. P. 2006. Demam Berdarah Dengue In: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Editors:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hh. 1731-1735.

Sukowati, S. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan Pengendaliannya di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah. Jakarta.

Sumastuti, 2002. Efek Antihistamin Ekstrak Daun dan Buah Mahkota Dewa pada

Ileum Marmot Terpisah. 16 September 2013.

http://mahkotadewa.com/blog/2003/10/efek-antihistamin-ekstrak-daun-dan-buah-mahkota-dewa-pada-ileum-marmot-terpisah/

Supartha, I. 2008.Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti dan Aedes albopictus. www.unud.ac.id. Diakses tanggal 3 September 2013.

(58)

Wahyuni, S. 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) terhadap nyamuk Aedes aegypti.Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Keolahragaan, Universitas Semarang. Semarang.

Wardani, Mifbakhuddin, Yokorinanti, K. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana camara) terhadap Kematian Larva Aedes aegypti. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, vol. 6, no. 2, hh. 30-38.

WHO. 2005.Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvicides. Geneva.

WHO. 2010. Dengue: The Fastest Growing Mosquito-Borne Disease in The World. Geneva.

Winarto, W.P. 2003. Mahkota Dewa: Buidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yunilda, D. 2011. Analisa Zat Berkhasiat Daun Selasih. 2 Agustus 2013. http://analisateknisia.blogspot.com/2008/06/selasih.html

Gambar

Gambar 1. Buah Mahkota Dewa (Sumber: Fitri, 2013)
Gambar 2. Representasi panjang kepala, leher,aegypti thorax, dan abdomen larva Aedes (Sumber: Bar & Andrew, 2013)
Gambar 3. Bagian dorsal kepala dan leher larva Aedes aegypti dengan perbesaran108x. Pal-palatum, Mo Br- Mouth brush, Ant- Antenna, Ey- Eye, Nk- Neck, I-Instar 1, II- Instar 2, III- Instar 3, IV- Instar 4 (Sumber: Bar & Andrew, 2013)
Gambar 5. (A) Bagianpapilla abdomen larva Aedes aegypti dengan perbesaran 108x;(B) Respiratory Shipon larva Aedes aegypti dengan perbesaran 108x; (C) Anal larva Aedes aegypti dengan perbesaran 108x
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan perihal tersebut diatas, masa sanggah dapat dilihat pada jadwal e- Procurement System LPSE JASA MARGA. Demikian kami sampaikan, atas perhatian

Secara umum tindakan yang dipilih oleh peneliti yakni dengan menggunakan metode demonstrasi dalam membaca puisi cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan

Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik dalam meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan me- ningkatkan profesionalisme akuntan publik,

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN CICALENGKA KABUPATEN BANDUNG. Universitas Pendidikan Indonesia

PENGARUH MEWARNAI GAMBAR BINATANG UNTUK MENGURANGI PERILAKU HIPERAKTIF ANAK TUNARUNGU KELAS 1 D I SLB BC YPNI PAMEUNGPEUK KABUPATEN BAND UNG. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan mengukur perasaan lelah dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) yang disusun oleoleh

bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan dan pengembangan pengendalian Dampak Lingkungan Daerah, dipandang perlu untuk membentuk Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengendalian

The CityGML UtilityNetwork ADE was applied in the SIMKAS 3D project which aimed at identifying and analysing the mutual interdependencies of critical infrastructures and