BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang relatif rumit dan sulit
dipahami oleh siswa, sehingga hasil belajar matematika siswa cenderung
lebih rendah dibanding dengan mata pelajaran lain. Hal ini cukup
memprihatinkan mengingat matematika memiliki objek yang bersifat abstrak
sehingga pemahamannya membutuhkan daya berpikir yang tinggi. Faktor ini
adalah salah satu rendahnya hasil belajar siswa, namun ada faktor lain yang
dapat juga mempengaruhi keberhasilan siswa yang terkadang kurang
mendapat perhatian, faktor tersebut antara lain motivasi dalam diri siswa,
dalam menyampaikan pelajaran. Model pembelajaran yang cenderung
menjadikan siswa pasif, hanya melihat dan mendengarkan guru
menyampaikan pelajaran dapat membuat siswa menjadi jenuh dan tidak
tertarik, tidak ada motivasi dari dalam dirinya untuk berusaha memahami apa
yang diajarkan guru dan sudah pasti hal ini akan berimbas pada hasil belajar
siswa.
Berdasarkan observasi yang di adakan oleh peneliti pada tanggal 8 Oktober
2009, rendahnya hasil balajar siswa juga terdapat di SD Negeri 2 Metro
Timur terutama pada mata pelajaran matematika. Hasil belajar matematika
siswa pada ujian semester tahun pelajaran 2007/2008 masih tergolong
rendah. Nilai yang siswa peroleh hanya berkisar antara 3.0, nilai tersebut
masih tergolong rendah karena masih belum memenuhi kriteria ketuntasan
minimal (KKM). KKM untuk mata pelajaran matematika di SD Negeri 2
Metro Timur adalah 5,1.
Menurut guru mata pelajaran matematika di SD Negeri 2 Metro Timur, siswa
sulit memahami pelajaran matematika terutama pada pokok bahasan
pengukuran. Kemudian cara guru menyampaikan pelajaran, masih
menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu ceramah, di mana
guru memang lebih aktif dari pada siswa. Siswa lebih banyak mendengarkan
dan memperhatikan penjelasan guru serta sesekali bertanya bila tidak ada
yang dimengerti. Dengan menggunakan model pembelajaran seperti itu
merasa jenuh dengan cara mengajar guru yang monoton. Siswa tidak diberi
kesempatan untuk mengembangkan daya pikir serta kreatifitasnya. Melalui
model pembelajaran seperti itu siswa pintar akan bertambah pintar dan yang
kurang akan semakin kurang kemampuannya.
Hal di atas merupakan salah satu masalah dalam pembelajaran matematika
dan perlu dicarikan solusinya sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam
pembelajaran matematika akan mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa
bahwa matematika tidak selalu membosankan. Salah satu model yang dapat
mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah
model pembelajaran cooperative. Pembelajaran cooperative merupakan salah
satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil yang
heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda.
Piaget dan Vygotsky (Baharuddin, 2008: 128), Cooperative Learning yaitu
strategi yang digunakan untuk proses belajar, di mana siswa akan lebih
mudah menemukan secara komprehesif konsep-konsep yang sulit jika
mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang
dihadapi. Adapun kelebihan dari pembelajaran cooperative yaitu,
(1) Meningkatkan harga diri tiap inividu. (2) Penerimaan terhadap perbedaan
individu yang lebih besar. (3) Konflik antar pribadi berkurang. (4) Sikap
apatis berkurang. (5) Pemahaman yang lebih mendalam. (6) Retensi atau
toleransi. Di antara tipe-tipe dalam model pembelajaran cooperative terdapat
tipe jigsaw.
Tipe ini dipilih oleh peneliti sebab memiliki ciri khas yaitu adanya kelompok
asal dan kelompok ahli (dalam hal ini merupakan siswa yang lebih ahli atau
pintar dalam pelajaran matematika). Dengan adanya kelompok ahli, peneliti
dan guru berharap nantinya siswa yang kurang kemapuannya akan terpacu
untuk mengikuti teman-temannya yang lebih, sebab ia diberi kesempatan dan
tanggung jawab untuk menguasai suatu materi pelajaran, untuk kemudian
dijelaskan kepada teman-temannya dalam kelompok asal. Di kelompok ahli,
siswa akan lebih termotivasi untuk memahami materi pembelajaran, sebab
siswa mempunyai tanggung jawab untuk menjelaskan kembali apa yang
dipelajarinya di kelompok ahli kepada teman dikelompok asal. Dengan
diterapkannya model pembelajaran cooperative, diharapkan siswa akan
bertambah pemahamannya dan hasil belajar siswa akan lebih baik.
Atas alasan-alasan yang telah dikemukakan maka peneliti berkolaborasi
dengan guru akan mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui
Pendekatan Cooperative Learning Tipe Jigsaw di kelas IV B SD Negeri 2
Metro Timur Tahun Pelajaran 2009/2010.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
1. Apakah pendekatan cooperative learning tipe jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas belajar matematika siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur
tahun pelajaran 2009/2010?
2. Apakah pendekatan cooperative learning tipe jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur
tahun pelajaran 2009/2010?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini
mempunyai tujuan:
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika
melalui pendekatakan Cooperative Learning tipe jigsaw di kelas IV B SD
Negeri 2 Metro Timur.
2. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pencapaian hasil belajar
matematika siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur tahun pelajaran
2009/2010.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa, untuk meningkatkan hasil balajar matematika khususnya
pada pokok bahasan yang sulit dipahami oleh siswa termasuk pokok
bahasan pengukuran.
2. Bagi guru, untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran
matematika di kelas, sehingga materi pembelajaran matematika dapat
3. Bagi sekolah, sebagai masukan dalam rangka perbaikan kegiatan
pembelajaran.
4. Bagi peneliti, peneliti dapat berkolaborasi dengan guru sehingga dapat
mengetahui permasalahan yang ada dalam pembelajaran matematika di
SD dan menemukan alternatif pemecahan dari masalah tersebut.
1.5 Ruang Lingkup
Hasil belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh setelah melaksanakan
kegiatan pembelajaran melalui pendekatan Cooperative Learning tipe jigsaw.
Pembelajaran Cooperative Learning tipe jigsaw merupakan salah satu
pembelajaran cooperative yang medorong siswa aktif dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai hasil belajar yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hasil Belajar
Istilah hasil belajar berasal dari bahasa belanda “prestati“, dalam bahasa
Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam literatur, prestasi
selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu, seperti dikemukakan oleh
Robert M. Gagne (Hamzah , 2007: 23), bahwa dalam setiap proses akan
selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil
belajar (achievement) seseorang.
KBBI (2007: 381), mengartikan hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan
oleh adanya usaha belajar. Hamzah (2006: 21), mengklasifikasikan hasil
belajar menjadi tiga yaitu:
1. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian si pelajar.
2. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai si pelajar atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan.
3. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa tetap belajar.
Menurut Staton (Nabisi, 2008: 1.12) Hasil belajar diukur berdasarkan
terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku atau pemodifikasian tingkah laku yang
lama menjadi tingkah laku yang baru. Hal ini berarti perubahan tingkah laku
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka penulis dapat simpulkan
bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah proses atau suatu usaha
yang selalu mendapatkan hasil nyata dan dapat diukur atau dinyatakan
sebagai hasil belajar seseorang.
2.2 Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, keterampilan, dan sikap. Kemampuan manusia untuk belajar
merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu
maupun masyarakat. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang
untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan
atau pengalaman-pengalaman.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki
arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki
pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai
kepandaian atau ilmu (Baharuddin, 2008: 11).
Pendapat bahwa belajar sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, ternyata bukan hanya berasal dari hasil renungan
manusia semata. Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia semata
menganjurkan manusia untuk selalu melakukan kegiatan. Kendati tidak ada
ajaran agama yang secara detail membahas tentang belajar, namun setiap
ajaran agama, baik secara eksplisit maupun implisit, telah menyinggung
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Agama Islam
sangat menekankan terhadap pentingnya ilmu.
Pengertian belajar menurut Baharudin (2008: 14).
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Pernyataan Morgan dan kawan-kawan ini senada dengan apa yang dikemukakan para ahli yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku disebabkan adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi di dalam diri seseorang. Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetic atau respons secara alamiah, kedewasaan, atau keadan organisme yang bersifat temporer, seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, dan sebagainya. Melainkan perubahan dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari semuanya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka penulis dapat simpulkan bahwa
yang dimaksud dengan belajar adalah proses manusia untuk mencapai
berbagai keterampilan dan sikap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman.
2.3 Pengertian Aktivitas Belajar
Kata aktivitas berasal dari bahasa inggris “activity” yang artinya adalah
kegiatan. Hamalik (Susanti, 2009: 28) mengemukakan aktivitas belajara
adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan
siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan
di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar yang aktif.
Rohani (2003: 6) belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam
aktivitas, baik fisik maupu psikis. Aktivitas fisik ialah siswa giat dan aktif
dan jiwanya bekerja sebanyaknya atau banyak fungsi dalam kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka penulis dapat simpulkan bahwa
aktivitas belajar adalah segala kegiatan belajar dan mengajar yang
memerlukan aktivitas fisik dan psikis.
2.4 Pengertian Pembelajaran
Hamzah (2006:19), mengemukakan istilah pembelajaran memiliki hakikat
perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan
siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan
guru sebagai salah satu sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan
perhatian pada “bagaimana pembelajaran siswa” dan bukan pada “apa yang
dipelajari siswa.”
KBBI (2007: 19), mengartikan pembelajaran sebagai proses, cara perbuatan
menjadikan makhluk hidup belajar. Dengeng (Hamzah:2006: 18),
pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini
secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan.
Mudhorfir (Djauhari, 2008: 1.9).
mungkin menjadi satu-satunya sumber belajar. Dan keempat, pola media dengan siswa atau pola pembelajaran jarak jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran yang disiapkan.
Brener (Muhibbin,2007: 113), menggunakan dalam proses pembelajaran
siswa menempuh tiga episode atau fase yaitu :
1. Fase informasi adalah tahap penerimaan materi, dalam fase ini siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
2. Fase transformasi adalah tahap dimana setelah informasi diperoleh lalu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi halayak yang lebih luas.
3. Fase evaluasi adalah tahap penilaian materi yang telah diperoleh seorang siswa dengan menilai dirinya sendiri sejauh manakah pengetahuan yang telah dia dapat dari proses pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat penulis simpulkan yang
dimaksud dengan pembelajaran adalah suatu cara perencanaan dan
perancangan sebagai upaya membelajarkan siswa.
2.5 Pengertian Matematika
Russeffendi (Suwangsih, 2006: 3)
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.”
Adjie (2006: 34) memberikan enam definisi tentang matematika, yaitu:
kalkulasi. (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. (4) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. (5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. (6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Sedangkan menurut Johnson dan Rising (Suwangsih, 2006: 4).
Matematika adalah pola berpikir, mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan stuktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keteraturan dan keharmonisannya.
Bruner dalam Hudoyo (Pitajeng, 2006: 29): belajar matematika adalah
belajar tentang konsep-konsep dan struktur-stuktur matematika yang terdapat
di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara
konsep-konsep dan stuktur-stuktur matematika. Pemahaman terhadap konsep
dan struktur suatu materi menjadikan materi itu mudah dipahami secara lebih
komprehensif. Selain itu anak didik lebih mudah mengingat materi bila yang
dipelajari mempunyai pola terstruktur. Dengan memahami konsep dan
struktur akan mempermudah terjadinya transfer.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa
yang dimaksud dengan matematika adalah ilmu penalaran yang mempelajari
tentang bentuk, susunan, dan besaran.
2.6 Pendekatan Pembelajaran Cooperative
Pendekatan pembelajaran cooperative adalah suatu strategi belajar mengajar
membantu diantara bersama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam
kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih untuk memecahkan masalah.
Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh setiap anggota kelompok itu
sendiri. Dalam pendekatan ini siswa merupakan bagian dari suatu sistem
kerja sama dalam mencapai hasil yang optimal dalam belajar.
Belajar cooperative ini juga memandang bahwa keberhasilan dalam belajar
bukan semata-mata harus diperoleh dari guru melainkan dari pihak lain yang
terlibat dalam pembelajaran itu sendiri yaitu teman sebaya. Di dalam
pembelajaran cooperative harus ada struktur dorongan dan tugas yang
bersifat cooperative sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara
terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi yang efektifdi antara
anggota kelompok. Di samping itu pola hubungan kerja seperti itu
memungkinkan timbulnya persepsi positif tentang apa yang dapat mereka
lakukan. Untuk mencapai keberhasilan berdasarkan kemampuan dirinya
secara individu dalam memberikan sumbangan pemikiran satu sama lain
selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok.
Cooperative adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lain. Sedangkan pembelajaran cooperative artinya
bersama-sama, saling membantu satu sama lain dalam belajar dan
memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas
yang telah ditentukan sebelumnya Ong Eng Tek (Suwangsih, 2006: 160).
Bennet (Suwangsih, 2006: 160), menyatakan bahwa pembelajaran
bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang
umumnya terdiri dari empat atau lima orang.
Hal senada dikemukakan oleh Slavin (1995) (Suwangsih, 2006: 160).
Bahwa pembelajaran cooperative adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Sedangkan keberhasilan pembelajaran cooperative
tergantung dari kemampuan dan aktivitas anggota kelompok. Baik secara individual maupun secara kelompok. Ini berarti bahwa pembelajaran dalam kerja, atau membantu diantara sesam dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, terdiri dari 2 orang atau lebih dengan keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka penulis simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pendekatan pembelajaran cooperative adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada interaksi-interaksi sosial,
dinamika kelompok, proses belajar dan pembelajaran.
2.7 Ciri-ciri Pendekatan Cooperative
Menurut Brophy dan Alleman (1996:143) (Suwangsih, 2006: 161), ada lima
unsur dasar yang menjadi ciri pembelajaran Cooperative, yakni:
1.Saling Ketergantungan Yang Positif
Ketergantungan yang positif adalah perasaan di antara anggota kelompok di mana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.
2.Akuntibilitas Individu
Pembelajaran cooperative dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan akademik bertujuan agar setiap anggota kelompok lebih berhasil dalam belajar dibandingkan dengan belajar sendiri.
3.Interaksi Tatap Muka
4.Keterampilan Sosial
Penguasaan dalam pembelajaran cooperative perlu dimiliki oleh para siswa terutama pada waktu menyelesaikan tugas-tugas kelompok.
5.Proses Kelompok
Proses kelompok dalam pembelajaran cooperative akan terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan memelihara kerja sama yang efektif.
2.8 Cooperative Learning
Cooperative learning memunculkan kerja sama antara siswa dari semua
tingkatan untuk bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan, saling
membantu untuk belajar kelompok, siswa bukan mengerjakan sesuatu
sebagai suatu tim, melainkan belajar sesuatu sebagai suatu tim. Oleh karena
itu, kerja kelompok tidak dilakukan setelah seluruh anggota kelompok
memahami dengan tuntas materi pelajaran yang akan dipelajari.
Piaget dan Vygotsky (Baharuddin, 2008: 128).
CooperativeLearning yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar, di mana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehesif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi. Dalam strategi Cooperative Learning, siswa belajar dalam pasangan-pasangan atau kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Cooperative Learning ini lebih menekankan pada lingkungan sosial belajar dan menjadikan kelompok belajar sebagai tempat untuk mendapatkan pengetahuan dan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh individu.
2.9 Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
Pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran cooperative yang mendorong siswa aktif dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai hasil belajar yang
Edward (1989) (Isjoni, 2009: 55), kelompok yang terdiri dari empat empat
orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989) (Isjoni, 2009: 55),
mengemukakan, beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri
dari 4-6 orang siswa.
Metode jigsaw adalah teknik pembelajaran cooperative di mana siswa,
bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan
pembelajaran. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim,
keterampilan belajar cooperative, dan menguasai pengetahuan secara
mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk
mempelajari semua materi sendirian. (http://sunartons,wordpress.2008.com).
Tahap pertama, siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok
kecil. Pembentukan kelompok siswa tersebut dapat dilakukan guru
berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar
kelompok, keanggotan kelompok seyogyanya heterogen, baik dari segi
kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang
efektif untuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat
kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang
sangat disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam
kemampuan. Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok yang
homogen dan seringkali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok
manapun. Oleh karena itu, memberikan kebebasan siswa untuk membentuk
kelompok sendiri bukanlah cara yang baik, kecuali guru membuat
heterogen. Pengelompokan secara acak juga dapat digunakan, khusus jika
pengelompokan itu terjadi pada awal tahun ajaran baru dimana guru baru
sedikit mempunyai informasi tentang siswa-siswanya.
Tahap kedua, jumlah siswa yang bekerja sama dalam masing-masing harus
dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerja sama secara
efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi kemampuan
produktivirasnya. Soedjadi (2000) (Isjoni, 2009: 55) mengemukakan, jumlah
anggota kelompok apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin kurang
efektif kerjasama antara para anggotanya. Dalam jigsaw ini setiap anggota
kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa
atau perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan
anggota-anggota dari kelompok lain yang mempelajari materi yang sama.
Selanjutnya, materi tersebut didiskusikan mempelajari serta memahami
setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami
dan menguasai materi tersebut.
Pada tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat
menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian masing-masing perwakilan
tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok asalnya.
Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman
satu kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru.
Pada tahap keempat, selanjutnya siswa diberikan tes/kuis, hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu
jigsaw dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab
siswa sehingga terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu
persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok. Pada kegiatan ini
keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam
arti guru menjadi pusat kegiatan dikelas. Guru berperan sebagai fasilitator
yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta
menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan merasa senang
berdiskusi tentang matematika dalam kelompoknya.
Di dalam model belajar jigsaw, meskipun guru tetap mengendalikan aturan,
ia tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas, tetapi siswalah yang menjadi pusat
kegiatan kelas. Motivasi teman sebaya dapat digunakan secara efektif di
kelas untuk meningkatkan, baik pembelajaran kognitif siswa maupun
pertumbuhan efektif siswa. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru
adalah memotivasi siswa. Guru cenderung menggunakan kompetensi untuk
memotivasi siswa mereka dan sering mengabaikan strategi yang didalamnya
terdapat kerjasama dan motivasi teman sebaya yang dapat digunakan untuk
membantu siswa fokus terhadap prestasi akademik. Model jigsaw dapat
digunakan secara efektif di tiap level dimana siswa telah mendapatkan
keterampilan akademis dari pemahaman, membaca maupun keterampilan
kelompok untuk belajar bersama.
2.10 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka diatas dapat dirumuskan hipotesis Penelitian
kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur tahun pelajaran 2009/2010, guru
menggunakan pendekatan Cooperative Learning tipe jigsaw dan
memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka akan dapat
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD negeri 2 Metro Timur, yang
terletak di Jl. Ki Hajar Dewantara No. 94 15A Kec. Metro Timur berhadapan
dengan puskesmas campus dan berdampingan dengan Jl. Abri.
3.2Faktor yang di Observasi 3.6.1 Faktor Siswa
Dengan melihat kemampuan siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro
Timur melalui pendekatan Cooperative Learning tipe jigsaw, apakah
aktivitas dan hasil belajar mereka akan mengalami peningkatan.
3.6.2 Faktor Guru
Melihat cara guru merencanakan pembelajaran serta bagaimana
penerapan pendekatan Cooperative Learning tipe jigsaw di dalam
kelas apakah sudah sesuai dengan tujuan.
3.3Subyek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan subyek peneliti
adalah siswa kelas IV B semester II SD Negeri 2 Metro Timur dengan jumlah
3.4Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research (penelitian tindakan
kelas). Penelitian tindakan kelas sebagai setting dari penelitian. Dalam
konteks penelitian kelas lebih ditekankan pada bagaimana keteranpilan teknik
yang dimiliki guru bias menggali informasi untuk perbaikan pembelajaran.
3.5Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus atau lebih. Tiap
siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang
telah didesain dalam faktor yang diselidiki. Untuk dapat melihat hasil belajar
siswa dalam pelajaran matematika, maka diberikan tes diagnosis yang
berfungsi sebagai evaluasi awal. Observasi awal ini dilakukan untuk dapat
mengetahui tindakan yang tepat yang diberikan dalam rangka peningkatan
hasil belajar matematika.
Dari evaluasi dan observasi awal maka dalam refleksi akan ditetapkan bahwa
tindakan yang dipergunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika
pada siswa kelas IV B adalah melalui pendekatan Cooperative Learning tipe
jigsaw. Berdasarkan pada refleksi awal, maka PTK ini dilakukan dengan
prosedur pokok yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi dalam tiap siklus. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil yang
dibagi menjadi 2 siklus, dan setiap siklus terdiri dari beberapa indikator dan
setiap siklus diadakan tes formatif, rencana penelitian ini dapat dilihat dalam
Gambar 1. Siklus penelitian tindakan kelas mengacu pada Elliot’s (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2007 : 67).
3.6Alur Penelitian 3.6.1 Siklus I
Pada siklus pertama materi pembelajarannya adalah kesetaraan satuan.
Secara rinci pelaksanaan pembelajaran penelitian tindakan kelas ini
meliputi :
3.6.1.1 Tahap Perencanaan
a. Mengidentifikasi masalah.
b. Merumuskan dan menganalisis masalah.
c. Merancang pembelajaran dengan pendekatan Cooperative
Learning tipe jigsaw dengan materi pelajarannya adalah
“kesetaraan satuan”.
d. Mendiskusikan penerapan pendekatan Cooperative
e. Menyiapkan instrumen penilaian.
f. Menyusun kelompok belajar siswa.
g. Merencanakan tugas kelompok.
3.6.1.2 Tahap Tindakan
a. Melaksakan langkah-langkah sesuai dengan perencanaan.
Guru memasuki kelas, memberikan salam dan perkenalan.
Setelah itu guru menjelaskan pembelajaran matematika
dengan menggunakan metode Cooperatif. Siswa
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil. Jumlah
siswa yang bekerja sama dalam masing-masing kelompok
harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk
dapat bekerja sama secara efektif, karena suatu ukuran
kelompok mempengaruhi kemampuan produktivitasnya.
Masing-masing perwakilan kelompok tersebut dapat
menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian
masing-masing perwakilan tersebut kembali ke kelompok asalnya.
Selanjutnya siswa diberikan tes/kuis. Hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat
memahami suatu materi.
b. Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah
kegiatan sesuai dengan rencana.
c. Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya
d. Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui
kendala saat melakukan tahap tindakan.
3.6.1.3 Tahap Mengamati
a. Melakukan diskusi dengan guru SD dan kepala sekolah
untuk rencana observasi.
b. Melakukan pengamatan terhadap penerapan pendekatan
Cooperative Learning tipe jigsaw yang dilakukan guru
kelas IV B bidang studi matematika.
c. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat
penerapan pendekatan pembelajaran Cooperative Learning
tipe jigsaw. Kelemahannya: siswa masih kesulitan
memahami cara kerja metode jigsaw. Kelebihannya: siswa
merasa senang dengan adanya metode pembelajaran yang
baru, siswa menjadi aktif dalam belajar.
d. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang
kelemahan dan kekurangan yang dilakukan guru serta
memberikan saran.
e. Perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
3.6.1.4 Tahap Refleksi
a. Menganalisis temuan saat melakukan observasi. Masalah
yang ditemukan pada saat pembelajaran yaitu siswa masih
suka ribut di dalam kelas, siswa belum mengerti materi
pembelajaran Cooperatif. Pada awal pembelajaran guru
mengalami kesulitan untuk mengatur siswa, di karenakan
siswa masih belum mengerti metode pembelajaran yang
akan diajarkan.
b. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat me-
nerapkan pendekatan Cooperative Learning tipe jigsaw
dengan memperhatikan langkah selanjutnya.
c. Melakukan refleksi terhadap pendekatan pembelajaran
CooperativeLearning tipe jigsaw.
d. Melakukan refleksi terhadap kreativitas siswa dalam
pembelajaran matematika dengan materi pelajaran
“kesetaraan satuan”.
e. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.
3.6.2 Siklus II
Berdasarkan hasil temuan kesulitan dan kelemahan yang terjadi pada
proses pembelajaran siklus I, maka dilakukan perbaikan dan
pengembangan tindakan pada siklus II. Materi pembelajaran pada
siklus II adalah luas dan keliling.
3.6.2.1 Tahap Perencanaan
a. Hasil refleksi di evaluasi, didiskusikan dan mencari upaya
perbaikan untuk diterapkan pada pembelajaran berikutnya.
b. Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat
pembelajaran.
3.6.2.2 Tahap Melakukan Tindakan
a. Melakukan analisis pemecahan masalah.
b. Melakukan tindakan perbaikan II dengan memaksimalkan
penerapan pendekatan Cooperative learning tipe jigsaw
dengan materi pelajarannya adalah “keliling dan luas”.
3.6.2.3 Tahap Mengamati
a. Melakukan pengamatan terhadap penerapan pembelajaran
Cooperative Learning tipe jigsaw.
b. Mencatat perubahan yang terjadi.
c. Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat
pembelajaran dan memberikan balikan.
3.6.2.4 Tahap Refleksi
a. Menganalisi temuan saat melakukan observasi. Masalah
yang muncul pada saat pembelajaran siklus II adalah siswa
masih suka bermain, siswa ribut di dalam kelas.
b. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat
menerapkan pendekatan Cooperative Learning tipe jigsaw.
Keberhasilan yang dicapai pada saat pembelajaran dengan
menggunakan metode jigsaw yaitu hasil belajar siswa
meningkat, siswa senang dengan model pembelajaran yang
digunakan.
c. Melakukan refleksi terhadap pendekatan pembelajaran
d. Melakukan refleksi terhadap keaktivan siswa dalam
pembelajaran matematika.
e. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.
3.7Data dan Sumber Data
Untuk lebih menjamin keakuratan data penelitian dilakukan perekaman data
dalam pengambilan gambar. Data yang diperoleh dianalisis dan di
deskripsikan sesuai permasalahan yang ada dalam bentuk laporan hasil
penelitian. Rancangan pembelajaran melalui pendekatan Cooperative
Learning tipe jigsaw dilakukan oleh teman sejawat dan guru mata pelajaran
matematika. Untuk hasil belajar siswa digunakan deskripsi data kuantitatif.
Selama mengadakan pengamatan digunakan beberapa perlengkapan instrumen
yaitu :
3.7.1 Lembar observasi terfokus yang digunakan untuk mencatat tindakan
guru selama pembelajaran dilakukan oleh guru mitra.
3.7.2 Tes hasil belajar disusun berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran
khusus, perangkat tes tersebut digunakan pada uji terakhir yang
dilaksanakan setelah selesai kegiatan pembelajaran setiap siklus.
3.8Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif.
Analisis untuk data kuantitatif akan digunakan untuk mendeskripsikan
berbagai dinamika kualitas hasil belajar siswa. Peneliti menjumlahkan nilai
yang diperoleh siswa, selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa kelas tersebut
� =∑�∑�
Keterangan :
� = Nilai rata-rata
∑� = Jumlah semua nilai hasil
∑� = Jumlah siswa
3.9Indikator Keberhasilan
Sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan penelitian kelas ini, dapat dilihat
dari adanya peningkatan rata-rata nilai siswa setiap siklusnya dan kriteria
ketuntasan maksimum untuk mata pelajaran matematika kelas IV B di SD
Negeri 2 Metro Timur. Kriteria ketuntasan maksimum untuk pelajaran
matematika adalah 5,1. Seorang siswa dianggap tuntas belajar jika siswa
tersebut menyelesaikan sekurang-kurangnya mendapat nilai 5,1 dan suatu
kelas dianggap tuntas dalam belajar apabila mencapai angka 80% dari jumlah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SD Negeri 2 Metro
Timur dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan cooperative
learning tipe jigsaw dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menggunakan pendekatan cooperative learning tipe jigsaw dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur
dalam pembelajaran matematika. Rata-rata persentase aktivitas belajar siswa
pada siklus I pertemuan 1 adalah 51,79% dengan kategori kurang aktif dan
pertemuan 2 dengan nilai rata-rata aktivitas siswa 59,82% dengan kategori
cukup aktif. Pada siklus II pertemuan 1 dengan nilai rata-rata aktivitas siswa
72,21% dalam kategori cukup aktif dan pada pertemuan 2 nilai rata-rata
aktivitas siswa adalah 85,71% dengan kategori aktif. Atau dapat di katakan
aktivitas belajar siswa menunjukan peningkatan sebesar 33,92%.
2. Menggunakan pendekatan cooperative learning tipe jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur
dalam menyelesaikan pembelajaran matematika. Rata-rata hasil belajar
siswa pada siklus I dengan jumlah siswa yang belum tuntas 64,3%, (18
dilakukan tindakan pada siklus II sebesar 92,86% (26 siswa) telah tuntas
belajar dan 7,14% (2 siswa) yang tidak tuntas belajar.
5.2Saran
Setelah penelitian ini selesai dilaksanakan, selanjutnya penulis ingin
menyampaikan saran-saran yang berguna bagi pelaksanaan pendidikan dalam
rangka memikul tanggung jawab bersama untuk memajukan pendidikan sebagai
berikut :
5.2.1 Bagi guru
Hendaknya guru mata pelajaran selalu memperhatikan kesulitan belajar
peserta didik yang menjadi tanggung jawab dan berusaha mengatasinya,
salah satu diantaranya dengan menggunakan metode pembelajaran yang
tepat sehingga menciptakan interaksi belajar mengajar dengan berbagai
komponen pembelajaran, yang akhirnya dapat mempengaruhi siswa
belajar mencapai hasil belajar secara maksimal.
5.2.2 Bagi siswa
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Agar hasil belajar yang dicapai
oleh siswa mendapatkan nilai yang maksimal.
5.2.3 Bagi sekolah
Penggunaan metode Cooperative Learning tipe jigsaw dalam
pembelajaran adalah sebagai masukan dalam rangka perbaikan kegiatan
5.2.4 Bagi peneliti berikutnya
Peneliti dapat bekerja sama dengan guru sehingga dapat mengetahui
permasalahan atau kesulitan belajar yang terjadi didalam proses belajar
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Nahrowi. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. UPI PRESS : Bandung.
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Baharuddin dan Nur, Esa. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzzmedia : Jakarta.
Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Pembelajaran. Rineka Cipta : Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta.
Djauhari, Siddiq. 2008. Pengembangan Bahan Pembelajaran SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi : Jakarta.
Http://sunartons,wordpress,2008.com
Isjoni. 2009. Cooperatif Learning. Alfabeta : Bandung.
Muhibbin, Syah. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Lapono Nabisi, dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi : Jakarta.
Pitajeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Poerwanti. Endang dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas : Jakarta
Rohani. Ahmad. 1997. Media Intruksional Edukatif. Rineka Cipta : Jakarta.
Suherman. 2008. Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Yang Berdampak Pada Hasil Belajar Menggunakan Metode Mastery Learning Discovery Berbasis Komik Matematika. Universitas Lampung : Lampung.
Soekamta. 2009. Panduan E-Tugas Akhir PJJ S1 PGSD. Ditjen Dikti Depdiknas: Jakarta.
Sunarto, NS. 2008. Pembelajaran Kooperatif. http://sunartons.wordpress.com/ pembelajaran/kooperatif.
Susanti. Yeni. 2009. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Negeri 1 Rama NIrwana. Lampung : Lampung.
Suwangsih, Erna. 2006. Model Pembelajran Matematika. UPI PRESS : Bandung.
Syah Muhibbin. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Citra Umbara : Bandung.
Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Penerbit Universitas Lampung : Bandar Lampung.
Uno, B Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara : Bandung.
Wardani, IGAK. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka : Jakarta.
ABSTRAK
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING
TIPE JIGSAW DI KELAS IVB SD NEGERI 2 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2009/2010.
Oleh MUQIITANIA
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika akan meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu model yang dapat mengembangkan kemampuan siswa adalah model pembelajaran cooperative, dan diantara tipe-tipe dalam pembelajaran cooperative terdapat tipe jigsaw. Tipe ini dipilih sebab memiliki ciri khas yaitu adanya kelompok asal dan kelompok ahli dimana siswa yang kurang kemampuannya akan meningkat semangat belajarnya sebab ia diberi kesempatan dan tanggung jawab untuk menguasai suatu materi pelajaran agar dapat menjelaskan kepada teman-temannya dalam kelompok asal. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil dan aktivitas belajar siswa. Subyek dalam penelitian tindakan ini adalah siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 28 orang.
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus. Rata-rata hasil pretes pada siklus I yang diperoleh siswa untuk materi Kesetaraan Satuan 47,71% dimana 64,3% siswa belum tuntas belajar. Setelah dilakukan tindakan, hasil postes siklus I memberikan rata-rata sebesar 64,29% dengan 34,7% siswa belum tuntas belajar. Rata-rata hasil pretes siklus II untuk materi Keliling dan Luas adalah 57,86% dimana sebesar 34,7% siswa belum tuntas belajar, dan rata-rata postes siklus II adalah 70% dimana 7,14% siswa belum tuntas belajar. Sedangkan nilai rata-rata aktivitas pada siklus I pertemuan 1 adalah 51,79% dengan kategori kurang aktif dan pertemuan 2 dengan nilai rata-rata aktivitas siswa 59,82% dengan kategori cukup aktif. Pada siklus II pertemuan 1 dengan nilai rata-rata aktivitas 73,21% dalam kategori cukup aktif dan pada pertemuan 2 nilai rata-rata aktivitas siswa adalah 85,71 dengan kategori aktif. Kesimpulannya bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode Cooperative Learning tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur.
TIPE JIGSAW DI KELAS IV B SD NEGERI 2 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh MUQIITANIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN COOPERATIF LEARNING
TIPE JIGSAW DI KELAS IV B SD NEGERI 2 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2009/2010
(Skripsi)
Oleh
MUQIITANIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 01 November 1987, sebagai anak petama dari dua bersaudara, dari Bapak Yuliar Mariyanto dan Ibu Nursanatun Fauziah Nasution. Mengenai pendidikan yang pernah ditempuh antara lain:
1. Pendidikan TK Aisyiyah Metro Pusat lulus tahun 1993. 2. Pendidikan SD Negeri 4 Metro Pusat lulus tahun 1999. 3. Pendidikan SMP Muhammadiyah 1 Metro lulus tahun 2002. 4. Pendidikan SMA Utama Wacana Metro Barat lulus tahun 2005.
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul:
“Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan
Cooperative Learning Tipe Jigsaw Di Kelas IVB SD Negeri 2 Metro Timur Tahun Pelajaran
2009/2010” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.
Dalam pembuatan skripsi ini, penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki, sehingga banyak mendapat petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas, Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. H. Darsono M.Pd. Ketua Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilnu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd. Ketua PGSD UPP Metro, yang telah membantu sampai skripsi ini selesai.
5. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah banyak membantu mengarahkan dan membimbing sampai skripsi ini selesai.
6. Ibu Dra. Hi. Nelly Astuti, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak membantu mengarahkan, membimbing, dan memberi dorongan dengan kesabaran dan tulus sampai skripsi ini terwujud.
7. Bapak Drs. A. Sudirman, S.Pd. M. H. Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak membantu mengarahkan, membimbing, dan memberi dorongan dengan kesabaran dan tulus sampai skripsi ini terwujud.
8. Bapak Drs. Kojat Sudiatmaja, M.Pd. Selaku Dosen Pembahas, yang telah banyak membahas, mengarahkan, dan memberi masukan dengan kesabaran dan tulus sampai skripsi ini terwujud.
9. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Karyawan S-1 PGSD UPP Metro, yang telah membantu sampai skripsi ini selesai.
12.Suamiku dan anakku yang selalu memberikan dukungan, doa, dan yang selalu memberi semangat, dalam menyelesaikan studi ini.
13.Seluruh rekan-rekan S-1 PGSD angkatan ’06, terima kasih atas bantuan dan juga dukungannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya. Tegur, kritik, dan saran yang membangun demi peningkatan kualitas skripsi ini di masa mendatang sangat penulis harapkan.
Bandar Lampung, 20 September 2012 Penulis,
“Jadikan kele
mahan sebagai kekuatan yang besar dan
percaya pada diri kita sendiri, karena orang lain
tidak akan bisa mempercayai kita jika kita sendiri meragukan kemampuan kita”
“ Tak ada usaha yang sia
-sia apabila kita selalu berusaha
1. Tim Penguji :
Ketua : Dra. Nelly Astuti M.Pd. ...
Sekretaris : Drs. A. Sudirman, S. Pd., M. H. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Drs. Kojat Sudiatmaja, M.Pd. ...
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Dr. H. Bujang Rahman, M. Si NIP 196003151985031003
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Muqiitania
NPM : 0613053042
Program Studi : S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan : Ilmu Pendidikan
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Lokasi Penelitian : SD Negeri 2 Metro Timur
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang berjudul : ”Peningkatan
Hasil Belajar siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Cooperative Learning Tipe Jigsaw Di Kelas IV B SD Negeri 2 Metro Timur Tahum Pelajaran 2009/2010” tersebut adalah benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat. Tercantumnya kutipan dalam skripsi ini sesuai dengan kode etik karya ilmiah.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan seperlunya dan apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup dituntut berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku.
Bandar Lampung, 20 September 2012 Yang membuat pernyataan,
Muqiitania
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberi dukungan, semangat dan mendoakan
yang tebaik untuk keberhasilanku
Suamiku Novianto Prayitno, anakku Salsabila Aura Pratiwi, adikku Yanuriel Al Hafizh
yang selalu mendambakan keberhasilanku
Orang-orang yang ku sayangi dan semua rekan-rekan yang selalu memberi motivasi
dan membantu ku hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi S1 PGSD Universita Lampung
sebagai Almamaterku
Judul Skripsi : PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW DI KELAS IV B SD NEGERI 2 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Nama : Muqiitania
NPM : 0613053042
Program Studi : S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan : Ilmu Pendidikan
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Dra. Nelly Astuti, M. Pd. Drs. A. Sudirman, S. Pd., M. H. NIP 131760216 NIP 19540505 198303 1 003
Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan