• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA PADA PERKEBUNAN TEBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA PADA PERKEBUNAN TEBU"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA

PADA PERKEBUNAN TEBU

Oleh

ASRI NURMALASARI

Pertanaman tebu secara terus menerus dan penggunaan alat berat yang kerap pada pengolahan tanah dan panen dapat menurunkan produktivitas dan kualitas lahan. Salah satu upaya konservasi lahan perkebunan adalah dengan pengaplikasian mulsa bagas dan sistem olah tanah yang tepat. Bagas dapat digunakan sebagai mulsa karena memiliki C/N rasio yang tinggi, sehingga sulit terdegradasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penerapan pengolahan tanah dan penambahan mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah pada perkebunan tebu. Penelitian ini dirancang secara split plot dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 kali ulangan. Petak utama yaitu sistem olah tanah, yang terdiri dari tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah intensif (T1). Anak petak adalah aplikasi mulsa bagas, yang terdiri dari tanpa mulsa bagas (M0) dan mulsa bagas 80 t ha-1 (M1). Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut: T0M0 = tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas, T0M1 = tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1, T1M0 = olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas, dan T1M1 = olah tanah intensif + mulsa bagas 80 t ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-organik. C-organik tanah rendah yaitu 0.72 % hingga 1.09 %, sementara stabilitas kemantapan agregat tanah bervariasi dari tidak mantap sampai sangat mantap.

(2)

ABSTRACT

THE STUDY OF SOIL AGGREGATE STABILITY AND BULK DENSITY UNDER TWO TILLAGE SYSTEM AND MULCH

IN SUGARCANE PLANTATION

By

ASRI NURMALASARI

Intensive tillage system and heavy machinery in sugarcane plantation, especially during land preparation and harvesting could reduce land productivity and soil quality. These problems could be encounter by baggase application and proper tillage system. Baggase to be used because it has high C/N ratio, so it is difficult to degrad. The purpose of this experiment is to study the effect of tillage system and baggase application on soil aggregate stability and bulk density in sugarcane plantation. This experiment was designed in split plots within randomized block design (RBD) with 5 replications. The main plot was tillage system, which consists of no tillage (T0) and intensive tillage (T1). While the subplot was the bagasse application with the rate of 80 t ha-1 (M1). So the combination of treatment applied as follows: T0M0 = no tillage + no mulch bagasse, T0M1 = no tillage + bagasse mulch 80 t ha-1, T1M0 = intensive tillage + no mulch bagasse, and T1M1 = intensive tillage + bagasse mulch 80 t ha-1. The result showed there was no significant defferent among the treatments on C-organic content, bulk density and soil aggregate stability. C-organic content was low between 0.72 % until 1.09 %, while the soil aggregate stability varied from weak to strong.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan gula. Beberapa upaya

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi gula antara lain dengan pengelolaan tanah yang tepat, melalui sistem olah tanah dan pemupukan yang

sesuai, dan tindakan rehabilitasi tanah seperti penggunaan mulsa pada lahan pertanaman tebu.

Perusahaan gula, PT Gunung Madu Plantations telah membuka perkebunan tebu

sejak 1973 yang mengolah tanahnya secara intensif dengan penggunaan alat berat (PT. Gunung Madu Plantation, 2011). Penggunaan peralatan berat dalam pengolahan tanah yang berulang-ulang dapat menimbulkan tekanan yang sangat

besar dan menyebabkan tanah menjadi padat. Hal ini menyebabkan kualitas tanah menjadi turun. Usaha-usaha rehabilitasi harus dilakukan untuk mempertahankan

agar kualitas tanah tetap baik dan berkelanjutan.

(4)

Parapasan dkk., 1995), dan hal tersebut berpengaruh terhadap kerapatan isi tanah

dan kekerasan tanah. Tetapi pengolahan tanah secara berlebihan yang dilakukan secara terus menerus selama jangka waktu yang panjang dapat memacu pelapukan dan pelindihan tanah yang tinggi sehingga mengakibatkan tingkat kesuburan

lahan pertanian kering menjadi rendah, khususnya wilayah tropika basah (Utomo, 1989). Pada lahan yang diolah secara berlebihan akan menyebabkan tanah mengalami pemadatan dan menjadi rawan terhadap erosi dan dapat menyebabkan

hilangnya bahan organik. Pengolahan tanah dapat merusak agregasi tanah dan meningkatkan degradasi bahan organik (Rovira dan Greacen, 1957, dalam

Busyra, 1995). Oleh karena itu sangat diperlukan tindakan perbaikan atau rehabilitasi tanah untuk memperbaiki serta mempertahankan kesuburan tanah. Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan dengan cara: (1) penggunaan mulsa

sisa tanaman, (2) penggunaan bahan organik, dan (3) olah tanah konservasi (Nursyamsi, 2004).

Bahan organik merupakan pembentuk granulasi tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang sebelumnya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan.

Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Begitu

pula dengan ruang pori tanah menjadi bertambah. Agregat tanah adalah kesatuan tanah yang melekat satu dengan yang lainnya lebih kuat dibandingkan dengan

(5)

3

mengetahui kemampuan tanah bertahan terhadap gaya-gaya yang akan

merusaknya (angin, air, dan pengolahan tanah).

Produk utama yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tebu adalah batang tebu yang akan diproses menjadi 6-9% limbah. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula selama proses produksi, antara lain: limbah gas, limbah cair, dan limbah

padat. Limbah padat yang dihasilkan selama proses produksi, antara lain: ampas tebu (bagasse) yang merupakan hasil dari proses ekstrasi cairan tebu pada batang tebu, blotong (filter cake) yang merupakan hasil samping proses penjernihan nira

gula, dan abu ketel (ash) yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula. Limbah hasil pengolahan tebu ini merupakan bahan potensial pembenah

tanah yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketersediaan hara tanah. Bahan organik baik yang berasal dari sisa tanaman (pupuk hijau) maupun dari kotoran

hewan (pupuk kandang) efektif dalam memperbaiki sifat fisik tanah.

Agrika (2006) melaporkan bahwa pemberian limbah padat berupa 20 t ha-1 kompos, 80 t ha-1 bagas, dan 120 ton campuran bagas + blotong mampu memberikan pengaruh bervariasi pada peningkatan kandungan bahan organic

tanah dan memperbaiki kemantapan agregat di lahan tebu.

Secara umum penyebab dari pemadatan tanah dapat disebabkan oleh pukulan butir-butir air hujan pada permukaan tanah (splash erotion), penggembalaan

(6)

berat dalam pengolahan tanah. Pemadatan tanah dapat diatasi, antara lain dengan

pemberian bahan organik di areal tanam.

Untuk mengatasi permasalahan menurunnyakualitas tanah PT GMP tersebut maka dilakukan penelitian tentang pengaruh pengolahan tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah di pertanaman tebu PT

GMP.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penerapan pengolahan tanah dan penambahan mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah di PT. Gunung Madu Plantations.

C. Kerangka Pemikiran

Tanah merupakan faktor lingkungan penting yang mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbuh diatasnya. Tanah yang produktif harus dapat

menyediakan lingkungan yang baik seperti udara dan air bagi pertumbuhan akar tanaman, disamping harus mampu menyediakan unsur hara. Faktor lingkungan tersebut menyangkut berbagai sifat fisik tanah seperti ketersediaan air, temperatur,

aerasi dan struktur tanah yang baik. Degradasi tanah saat ini merupakan masalah utama yang sering terjadi. Kualitas tanah yang rendah dapat disebabkan oleh sifat alami tanahnya (inherent) atau karena fenomena alam, namun tidak sedikit

(7)

5

Gambar 1. Bagan permasalahan akibat pengolahan tanah jangka panjang.

Seperti dapat dilihat pada gambar di atas, sistem pengolahan intensif dalam jangka

panjang dapat menyebabkan suatu lahan terdegradasi yang berpengaruh juga terhadap sifat-sifat tanah (biologi, fisika dan kima). Manik dkk., (1998)

melaporkan bahwa penerapan sistem olah tanah intensif menyebabkan kepadatan tanah yang tinggi, terutama pada lapisan bawah bajak (kedalaman 30 cm), menurunkan jumlah pori makro dan pori aerasi, serta lapisan atas/permukaan

tanah sangat peka terhadap erosi, terutama erosi percik. Sistem olah tanah intensif akan mempercepat degradasi tingkat kesuburan tanah akibat pencucian hara dan

erosi, yang selanjutnya dapat menurunkan produktifitas lahan (Hanolo dkk., 1996).

Penerapan sistem olah tanah konservasi (OTK) yaitu dengan sistem tanpa olah

tanah (TOT) dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah. Makalew (2001) menyatakan bahwa TOT cenderung memiliki lebih banyak efek positif terhadap

Pengolahan tanah Intensif

Degradasi

Sifat Fisika

Sifat Biologi Sifat Kimia

Mengurangi bahan organik tanah,

aktifitas MO menurun

Pemadatan tanah, rawan erosi

Menurunkan KTK, dan

unsur-unsur hara Kemantapan agregat tanah,

(8)

keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah.

Utomo (2006) menambahkan bahwa penggunaan olah tanah konservasi jangka panjang ternyata dapat meningkatkan jumlah dan keanekaragaman biota, hal ini ditunjukan dengan jumlah bakteri, mesofauna dan cacing tanah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan sistem olah tanah intensif. Dengan keberadaan biota tanah akan membuat lubang dan menggemburkan tanah selain itu juga biota tanah akan merombak sisa-sisa tanaman yang telah akan dikeluarkan lagi menjadi

bahan pengikat tanah.

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel yang bergabung satu dengan yang lain membentuk

agregat (Handayani dan Sunarmito, 2002). Masih menurut Handayani dan Sunarmito (2002) bahwa dalam hubungan tanah-tanaman agihan ukuran pori,

stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali dan bentuk agregat itu sendiri. Sedangkan agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksidasi besi/oksidasi alumina, dan bahan organik (Islami dan

Utomo, 1995).

Penanaman tebu secara terus menerus akan menurunkan produktivitas dan kualitas lahan. Penggunaan alat-alat berat yang kerap pada pengolahan tanah

menimbulkan masalah pemadatan tanah (kompaksi). Pemadatan tanah, terutama pada lapisan bawah, akan menghambat penetrasi akar dan mengakibatkan tanah

(9)

7

dengan sistem olah tanah konservasi. Sistem olah tanah konservasi melibatkan

tindakan-tindakan: (1) olah tanah minimum atau tanpa olah tanah, (2) pemberian mulsa organik, dan (3) melaksanakan rotasi tanaman dengan tanaman legum yang berakar dalam. Pengolahan tanah minimum yang dikombinasikan dengan

pemulsaan menciptakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada tanah Psamment (Adrinal dkk., 2009).

Pemberian dan penambahan bahan organik pada lahan pertanian dapat berperan

memperbaiki sifat fisik , kima, dan biologi tanah. Pemberian limbah padat pabrik gula pada lahan tebu mampu meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan memperbaiki tingkat kemantapan agregat (Agrika, 2006). Bahan organik yang

telah mengalami transformasi menjadi bahan organik tanah berupa humus melalui proses pelapukan dan dekomposisi. Humus memiliki sifat yang hampir sama

dengan liat karena bersifat koloid, adapun perbedaannya antara lain: tersusun dari karbon, oksigen, serta hidrogen, tidak kristalin, luas permukaan dan sifat jerapannya jauh melebihi liat, mampu menyerap air sejumlah air ekuivalen 80-90

persen dari bobotnya, dan bersifat dinamik. Berdasarkan sifat di atas humus mampu menggantikan peranan liat pada tanah bertekstur kasar dengan syarat

harus dilakukan penambahan bahan organik secara proporsional ke lahan. Keberadaan humus secara proporsional di dalam tanah diharapkan mampu memperbaiki struktur dan agregat tanah. Utomo (2006) melaporkan bahwa

(10)

tanah (BOT) yang disebabkan karena adanya dekomposisi mulsa yang dilakukan

oleh mikroba tanah.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Lahan tanpa olah tanah (TOT) memiliki nilai kemantapan agregat lebih tinggi

dibandingkan dengan lahan yang diolah

2. Lahan yang diaplikasikan mulsa bagas memiliki nilai kemantapan agregat

yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan tanpa mulsa bagas.

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisik Tanah

Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen

padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil interaksi antara iklim dan jasad hidup terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk dan waktu (Arsyad,

2006). Tanah memiliki sifat-sifat kimia, biologi dan fisika. Fisika tanah adalah penerapan konsep dan hukum-hukum fisika pada kontinum

tanah-tanaman-atmosfer. Sifat fisik tanah berperan penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat fisik tanah, seperti kerapatan isi dan kekuatan tanah sudah lama dikenal sebagai parameter utama dalam menilai keberhasilan teknik pengolahan

tanah (Afandi, 2005).

Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam

hubungannya dengan kemampuannya untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan kemampuan tanah untuk menyimpan air. Walaupun sifat fisika tanah telah

lama dan secara luas dipahami sebagai salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan tanaman, sampai dewasa ini perhatian terhadap kepentingan menjaga dan memperbaiki sifat fisik tanah masih sangat terbatas (Utomo, 1994, dalam

(12)

Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi dan pergerakan benda serta aliran energi dalam tanah. Sifat fisika tanah dibentuk oleh empat komponen utama

tanah yaitu: partikel-partikel mineral, bahan organik, air dan udara. Perbandingan keempat komponen tersebut sangat bervariasi berdasarkan jenis tanah, lokasi, dan

kedalaman.

Sifat fisik tanah terbentuk akibat proses degradasi mineral batuan oleh asam-asam

organik-anorganik. Degradasi mineral batuan merupakan proses perubahan permukaan bumi karena terjadi penyingkiran mineral batuan oleh proses fisika, kimia, dan biologi. Proses ini termasuk dalam proses eksogenik yang terdiri dari

pelapukan, erosi, dan pergerakan massa. Pelapukan berperan menyediakan bahan mentah tanah. Erosi berpengaruh dominan menghilangkan tanah yang telah

terbentuk, serta pergerakan massa mampu menjalankan fungsi pelapukan dan erosi.

Mineral yang paling banyak menyusun batuan di kerak bumi adalah mineral primer (pembentuk batuan). Mineral-mineral tersebut terdiri dari mineral yang termasuk dalam grup silikat, yang mempunyai satuan dasar yang sama yaitu

silikat tetrahedon, tetapi berbeda pada pola penyusunan satuan dasar tersebut (struktur). Perbedaan struktur yang menyebabkan perbedaan rumus dan komposisi kimia, ikatan kimia, dan ketahanan terhadap pelapukan. Mineral silikat

kecuali kuarsa memiliki sifat seperti senyawa basa karena memiliki pH diatas 7,0. Asam-asam organik yang berperanan dalam pelapukan bagian dari bahan organik,

(13)

11

dan dekomposisi). Senyawa ini umumnya merupakan hasil transformasi dapat mengalami disosiasi yang melepaskan proton (H+) sehingga dapat menyerang

mineral batuan. Sisa asamnya (anion organik) dapat membentuk senyawa kompleks dengan kation-kation pada tepi mineral atau kation yang terlepas dari

mineral.

Pelapukan kimia di alam hanya dapat berlangsung apabila ada air, tetapi

keberadaan asam-asam mampu mempercepat pelapukan mineral batuan. Pada tanah atau batuan paling atas yang merupakan lingkungan biologi, peranan asam organik dalam pelapukan daripada asam-asam anorganiknya.

Pengaruh asam-asam organik dalam pelapukan mineral batuan beruapa reaksi pelarutan. Proses pelarutan ini merupakan reaksi terbaginya zat padat, mineral ke

dalam air atau larutan asam organik. Reaksi kimia yang utama pada pelarutan adalah hidrolisis, kemudian hidrolisis yang dipacu dengan adanya asam yaitu

asidolisis dan kompleksolisis. Reaksi asidolisis lebih menekankan pada peran ion H+ yang berasal dari pemprotonan asam dan kompleksolisis menekankan peran sisa asam atau anion organik.

Pelapukan dan genesis tanah menyebabkan batuan lapuk, mineral yang terdapat dalam batuan hancur. Mineral tersebut hancur membentuk zarah yang ukurannya

beragam, mulai dari pasir (2,00-0,05 mm), debu (0,05-0,002 mm), sampai lempung (< 0,002 mm). Ketiga partikel tersebut mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti: tekstur, struktur, agregat tanah, permeabilitas, aerasi, dan sifat fisik tanah

(14)

B. Struktur dan Agregat Tanah

Menurut Utomo (1985), struktur merupakan susunan partikel-partikel dalam tanah yang membentuk agregat-agregat serta agregat satu dengan yang lainnya dibatasi

oleh bidang alami yang lemah. Struktur tanah sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim, aktivitas biologi, dan proses pengolahan tanah dan sangat pekat terhadap

gaya-gaya perusak mekanis dan fisika-kimia.

Syarief (1989) berpendapat bahwa struktur tanah merupakan suatu sifat fisik yang

penting, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, memengaruhi sifat dan keadaan tanah seperti: gerakan air dan aerasi, tata air, pernafasan akar tanaman serta penetrasi akar tanaman ditentukan oleh struktur tanah. Tanah yang

berstruktur baik akan mampu membantu berfungsinya faktor-faktor pertumbuhan tanaman secara optimal, sedangkan tanah yang bertekstur tidak baik menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Notohadiprawiro (1999) mengemukakan bahwa struktur tanah merupakan

susunan keruangan yang membentuk pola keruangan. Menurut Hillel (1980), struktur tanah merupakan penyusunan dan organisasi partikel dalam tanah. Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam struktur, yaitu : partikel tanah, ruang

pori, dan bahan penyemen.

Buol dkk., (1980) menyatakan bahwa struktur tanah memiliki sembilan bentuk,

(15)

13

membagi struktur tanah menjadi tiga bentuk, yaitu: butir tunggal jika partikel tanah tidak saling terikat atau lepas; masif jika partikel tanah terikat kuat pada

suatu massa tanah kohesif yang besar; dan agregat (ped) jika partikel tanah terikat tidak terlalu kuat satu sama lain. Struktur agregat merupakan struktur terbaik

untuk tanah-tanah pertanian. Pengolahan tanah dilakukan untuk mendapatkan kondisi struktur tanah dengan tipe agregat.

Struktur tanah berpengaruh terhadap kapasitas menahan air, lalu lintas air dan udara di dalam tanah, serta erosi. Struktur tanah yang mantap dengan agregat yang stabil dapat menciptakan aerasi tanah yang baik, mempermudah air meresap,

meningkatkan kapasitas infiltrasi, perkolasi, dan menurunkan aliran permukaan sehingga dapat menurunkan nilai erodibilitas tanah (Sinukaban dan Rahman,

1983)

Tanah-tanah yang memiliki struktur yang mantap tidak mudah hancur oleh

pukulan-pukulan air hujan sehingga tahan terhadap erosi. Sebaliknya tstruktur tanah yang tidak mantap sangat mudah hancur oleh pukulan air hujan menjadi buturan-butiran halus sehingga menutupi pori-pori tanah dan menyebabkan

(16)

C. Faktor yang mempengaruhi Kemantapan Agregat

Kemantapan agregat menggambarkan kemampuan agregat untuk dapat bertahan terhadap faktor-faktor perusak. Kemantapan agregat terbagi dua menurut faktor

perusak yaitu kematapan agregat kering adalah kemampuan agregat bertahan terhadap daya perusak yang berasal dari gaya-gaya mekanis sedangkan

kemantapan agregat basah (Agregat Water Stability) merupakan manifestasi ketahanan agregat terhadap daya rusak air (Utomo, 1985). Nedler dkk., (1996)

mendefinisikan kemantapan agregat sebagai kemampuan agregat untuk tidak rusak ketika dipengaruhi oleh kekuatan pengganggu, memelihara keutuhan ukuran dengan kekuatan ikatan antar agregat.

Kemantapan agregat dapat berbeda-beda pada setiap jenis tanah. Perbedaan dalam kemantapan agregat menurut Buckman dan Brady (1982) berhubungan

dengan ada tidaknya zat pengikat tertentu. Senyawa organik merupakan salah satu yang memiliki sifat-sifat pemantap. Senyawa organik yang memiliki efek merekat atau mengikat sehingga dapat meningkatkan kemantapan butir-butir

tanah yaitu oksida besi. Baver dkk., (1976) mengemukakan bahwa tanah dalam bentuk koloid lebih banyak berperan dalam pembentukan agregat yang mantap.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan agregat

1. Bahan Induk

Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam

(17)

15

pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap agregasi,

sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.

2. Bahan organik tanah

Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga

bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.

3. Tanaman

Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang

mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin

melekat dan padat. Selain itu celah-celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserap oleh tnaman tesebut.

4. Organisme tanah

Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkan

tanaman. Secara tidak langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarkan lagi menjadi bahan pengikat tanah.

(18)

Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin

mantap.

6. Iklim

Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

pembentukan agregat tanah.

D. Proses Agregasi oleh Bahan Organik

Aktivitas mikroorganisme merombak sisa-sisa tanaman dan penyusunan beberapa campuran menyebabkan tanah berisi sejumlah besar campuran bahan organik

dalam berbagai tahap perombakan. Humus adalah bahan organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sehingga terjadi perubahan

(Foth, 1998).

Bahan organik merupakan bahan pemantap agregat tanah, sumber hara tanaman,

serta sumber energi bagi organisme tanah. Sekitar setengah dari kapasitas kation berasal dari bahan organik. Bahan organik berasal dari dua sumber yaitu sumber primer yang berasal dari jaringan tanaman yang mengalami dekomposisi dan

terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah, sedangkan sumber sekunder berasal dari binatang yang terlebih dahulu menggunakan bahan

(19)

17

antara lain: meningkatkan kemampuan menahan air, warna tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi agregat, memantapkan agregat, menurunkan

plastisitas, serta menurunkan kohesi dan sifat negatif dari liat (Hakim dkk, 1986).

Bahan organik merupakan fraksi yang terdapat di dalam tanah, meliputi sisa-sisa

tanaman, hewan, dan residu jasad renik pada semua tingkat dekomposisi. Humus merupakan produk akhir sementara dari pembusukan sisa-sisa tanaman dan

hewan. Humus terdiri dari variasi rantai-rantai dan lingkungan dari atom- atom karbon yang saling berhubungan (Donahue dkk., 1986, dalam Ratnasari, 2005).

Humus yang aktif dan bersifat menyerupai liat mempunyai muatan negatif. Liat yang kebanyakan kristalin sedangkan humus selalu amorf (tidak teratur bentuknya) (Indranada, 1989, dalam Ratnasari, 2005). Humus dapat mengasorbsi

sejumlah besar air sehingga dapat memiliki kemampuan mengembang dan menyusut tetapi tidak menunjukan sifat-sifat nyata adhesi dan kohesi seperti yang

dilakukan koloid mineral, kurang stabil, serta merupakan substrat yang dirombah mikrobia. Humus tanah merupakan faktor penting dalam pembentukan struktur tanah (Foth, 1998).

Bahan organik yang aktif dapat berpengaruh secara efektif dalam menaikan granulasi tanah. Keaktifan bahan organik dipengaruhi oleh aktivitas organisme

tanah, terutama mikrobia yang terdapat banyak di dalam tanah. Agregat-agregat tanah terbentuk pada saat organisme sangat aktif menghancurkan dan mengubah asal bahan organik (Soedarmono, 1984, dalam Ratnasari 2005). Tanah-tanah

(20)

2% umumnya peka terhadap erosi. Tingkat kematapan agregat tanah dapat ditunjukan oleh indeks stabilitas agregat. Semakin besar nilai indeks stabilitas

agregat maka agregat tanah semakin mantap (Soedarmono dan Djojoprawiro, 1988, dalam Ratnasari 2005).

E. Kerapatan isi

Kerapatan isi adalah bobot kering suatu isi tanah dalam keadaan utuh yang dinyatakan dalam g/cm3. Isi tanah terdiri dari isi bahan padatan dan isi ruangan di

antaranya. Bagian isi tanah yang tidak terisi oleh padatan, baik bahan mineral maupun bahan organik disebut ruang pori tanah. Ruang pori tanah total adalah isi seluruh pori-pori dalam suatu isi tanah utuh yang dinyatakan dalam persen, yang

terdiri atas ruang diantara partikel pasir, debu liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah. (Tim DDIT, 2007)

F. Limbah Padat Pabrik Gula sebagai Sumber Bahan Organik Tanah

Pabrik gula dapat menghasilkan tiga macam limbah padat selama proses produksi yaitu: bagas, blotong, dan abu. Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik gula

termasuk limbah organik yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah. Menurut Kurniawan dkk., (2000), limbah pabrik gula yang berupa bagas, blotong dan abu ketel mengandung sebagian unsur hara yang diserap tanaman

tebu dari tanah. Limbah tersebut berpotensi digunakan kembali sebagai sumber bahan organik tanah melalui proses sehingga dapat dikembalikan ke lahan

(21)

19

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan PT Gunung Madu Plantations tahun 2010, limbah bagas

mengandung 43.59% C-organik, kadar air 59.65%, pH 5.85, N-Total 0.51%, dan 86 C/N. Limbah BBA (bagas, blotong, dan abu) mengandung 35.87% C-organik,

64.88% kadar air, pH 7.09, 0.86% N-Total, dan 42 C/N (Divisi R&D, 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa limbah padat berupa bagas dan blotong merupakan limbah organik. Aplikasi secara broad cast dapat mempercepat stabilitas di

permukaan tanah (Budijono dan Mulyadi, 1995).

Ketiga limbah padat pabrik gula dapat didaur ulang menjadi kompos dengan cara

mencampurkan ketiganya. Menurut Kurniawan dkk., (2000) mutu kompos yang baik memiliki tekstur yang remah dan mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan tanaman. Mutu kompos dapat bervariasi tergantung dengan bahan baku dan cara membuatnya. Kompos juga mampu memperbaiki struktur tanah sehingga aerasi menjadi besar dan menampung air di dalam

(22)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Agustus 2011. Percobaan dilakukan di lahan pertanaman tebu PT. Gunung Madu Plantations dengan perlakuan penggunaan sistem tanpa olah tanah dan aplikasi

limbah pabrik gula jangka panjang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Analisis bahan organik tanah dan analisis contoh tanah dilakukan di Laboratorium

Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Unversitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain: 7 seri ayakan tanah (8 mm, 4.76 mm, 2.83 mm, 2

mm, 1 mm, 0.5 mm, dan 0.297 mm) , anak lumpang (alu kecil) , buret, dan alat-alat pendukung untuk analisis fisika tanah lainnya. Bahan yang digunakan adalah contoh tanah yang diambil dari lahan yang diberi perlakuan tanpa olah tanah dan

(23)

21

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan disusun secara split plot dengan 5 ulangan. Petak utama dalam penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T0 = tanpa olah; T1 = olah tanah

intensif, dan anak petak dalam penelitian ini adalah penggunaan limbah pabrik gula yaitu : M0= Tanpa mulsa bagase; M1= Mulsa bagas 80 ton/ha bagase

Dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut:

T0M0 : tanpa olah tanah

T0M1 : tanpa olah tanah + mulsa bagas

T1M0 : olah tanah intensif

T1M1 : olah tanah intensif + mulsa bagas

Sampel tanah diambil pada 12 titik di masing-masing plot dengan menggunakan metode monolit sebagai pusatnya. Data yang diperoleh diuji menggunakan

analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengolahan Tanah

Pada percobaan ini lahan pertanaman tebu dibuat petak-petak dengan ukuran 40 m x 25 m, sebanyak 20 petak sesuai dengan jumlah seluruh perlakuan. Pengolahan tanah yang diterapkan di PT Gunung Madu Plantation adalah sebanyak 3 kali

(24)

- Olah tanah I

Pada olah tanah I ini berfungsi untuk mencacah tunggul tebu, memecah dan membalikkan tanah. Implemen yang digunakan adalah bajak piringan atau

menggunakan disc flow dengan kedalaman piringan 20-30 cm yang ditarik dengan menggunakan traktor.

- Olah tanah II

Pada olah tanah II ini berfungsi untuk menghaluskan tanah dan sekaligus untuk mencacah ulang tunggul tebu, tanah diolah seperti olah tanah I dengan

alat dan traktor penarik yang sama

- Olah tanah III

Pada olah tanah III berfungsi untuk membalikkan tanah bawahan ke atas dan

sekaligus memecahkan lapisan kedap air dan untuk mendapatkan tanah yang mampu mendukung perkembangan akar tanaman. Alat yang digunakan yaitu

mulbord.

2. Aplikasi Mulsa Bagas dan BBA (Bagas Blotong Abu)

Pemberian BBA dengan perbandingan 3:5:1 dilakukan pada semua petak

percobaan sesuai perlakuan. Pada petak olah tanah, BBA diberikan setelah olah tanah I. Kemudian akan diaduk pada saat olah tanah selanjutnya. Pada petak

tanpa olah tanah, BBA cukup disebar secara merata di atas permukaan tanah. Dosis BBA yang diberikan yaitu 80 ton ha-1. Sedangkan pemberian mulsa bagas baik pada perlakuan olah tanah maupun tanpa olah tanah dilakukan dengan cara

(25)

23

3. Penanaman Tebu

Tebu yang ditanam yaitu menggunakan varietas RGM 00-838, ditanam dengan cara merebahkan batang tebu di atas permukaan tanah kemudian ditutup kembali

dengan tanah. Penanaman tebu menggunakan sistem double row, dengan jarak tanam antar baris 140 cm dan dalam baris 80 cm. Penanaman dilakukan pada

tanggal 4 Agustus 2010.

4. Pemupukan

Pupuk yang diberikan yaitu Urea 300 kg ha-1, Triple Super Pospat (TSP) 200 kg

ha-1, dan Muriat of Potash (MOP) 300 kg ha-1. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali. Pertama sebagai pupuk dasar yang diaplikasikan sehari sebelum dilakukan penanaman dengan setengah dosis Urea yaitu 150 kg ha-1, TSP 200 kg ha-1 (100%

dosis TSP) dan setengah dosis MOP yaitu 150 kg ha-1. Pemupukan susulan dilakukan dua bulan setelah pemupukan pertama yaitu pupuk Urea dengan dosis

150 kg ha-1 dan MOP 150 kg ha-1.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyulaman sampai tanaman

berumur dua bulan, pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanik, dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan melepas musuh alami, tanpa

penggunaan pestisida (bahan kimia).

6. Pengambilan Contoh tanah

(26)

sebagai pusatnya, empat titik berjarak 3 m dari pusat dan delapan titik berjarak 3

m dari titik pertama . Pengambilan contoh awal dilakukan sebelum perlakuan diberikan yaitu pada tanggal 27 Juni 2010. Pengambilan contoh tanah ketiga

dilakukan pada 21 Januari 2011 dengan titik pusat pengambilan contoh bergeser kearah utara ± 1 m, hal ini dikarenakan lubang bekas titik pengambilan contoh

tanah awal belum menutup secara sempurna.

Gambar 2. Tata letak pengambilan contoh tanah.

E. Pengamatan

1. Variabel utama

Variabel utama yang diamati yaitu kematapan agregat dengan metode ayakan kering-basah metode ayakan kering-basah merupakan suatu cara untuk

menetapkan kemantapan agregat secara kuantitatif di laboratorium. Dasar metode ini adalah mencari perbedaan rata-rata berat diameter agregat pada pengayakan

(27)

25

Tahapan metode ayakan kering-basah yaitu :

1. Pengayakan Kering

Contoh tanah dengan agregat utuh dikering udarakan, lalu ditimbang kurang

lebih 500 gram. Selanjutnya contoh tanah ditaruh di atas satu set ayakan bertingkat dengan diameter berturut- turut dari atas ke bawah 8 mm, 4.75 mm, 2.83 mm, 2 mm, 1 mm, 0.5 mm. Berikutnya contoh tanah ditumbuk

dengan anak lumpang (alu kecil) sampai semua lolos ayakan 8 mm. Kemudian ayakan tersebut diayunkan dengan tangan 5 kali. Masing-masing

fraksi agregat di setiap ayakan ditimbang, kemudian dinyatakan kedalam persen. Persentasi agregasi = 100% - % agregat lebih kecil dan 2 mm.

Tabel 1. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering

No Agihan diameter ayakan Rerata diameter Berat agregat

yang tertinggal Persentase

(mm) (mm) (g) (%)

1 0,00--0,50 0,25 A (A/G) x 100

2 0,05- 1,00 0,75 B (B/G) x 100

3 1,00--2,00 1,5 C (C/G) x 100

4 2,00--2,83 2,4 D (D/G) x 100

5 2,83--4,76 3,8 E (E/G) x 100

6 4,76--8,00 6,4 F (F/G) x 100

Total (A + B + C + D + E + F) = G

Total (D + E + F) = H

1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat : Agihan agregat dapat dinyatakan

(28)

2) Rerata Berat Diameter (RBD)

Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai

berikut:

a. Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:

D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.

b. Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi dengan 100 , seperti pada persamaan:

RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100

2. Pengayakan Basah

Agregat-agregat yang diperoleh dari pengayakan kering, kecuali agregat lebih

kecil dari 2 mm, ditimbang dan masing-masing diletakan dalam mangkuk kecil (cawan). Banyaknya disesuaikan dengan perbandingan ketiga fraksi agregat tersebut dan totalnya harus 100 gram. Kemudian contoh tanah

dibasahi menggunakan pipet atau spreyer sampai pada kondisi kapasitas lapang dan biarkan selama 1 malam. Kemudian tiap-tiap agregat dipindahkan

dari mangkuk (cawan) ke satu set ayakan bertingkat dengan diameter berturut-turut dari atas ke bawah 4,76 mm; 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; dan 0,279 mm sebagai berikut:

- Agregat antara 8 mm dan 4,76 mm di atas ayakan 4,76 mm - Agregat antara 4,76 mm dan 2,83 mm di atas ayakan 2,83 mm

(29)

27

Selanjutnya ayakan tersebut dipasang pada alat pengayak yang dihubungkan

dengan bejana (ember besar) berisi air. Pengayakan dilakukan selama 5 menit (kurang lebih 35 ayunan tiap menit dengan amplitudo 3,75 cm). Tanah yang

tertampung pada setiap ayakan dipindahkan ke kaleng (koran), kemudian dioven dengan suhu 130oC. Setelah kering, tanah pada masing-masing

diameter ayakan ditimbang.

Tabel 2. Perhitungan kemantapan agregat

No Agihan diameter ayakan Rerata diameter

Berat agregat yang

tertinggal Persentase

(mm) (mm) (g) (%)

1 0,00--0,50 0,25 A (A/G) x 100

2 0,05- 1,00 0,75 B (B/G) x 100

3 1,00--2,00 1,5 C (C/G) x 100

4 2,00--2,83 2,4 D (D/G) x 100

5 2,83--4,76 3,8 E (E/G) x 100

6 4,76--8,00 6,4 F (F/G) x 100

Total (A + B + C + D + E + F) = G

Total (D + E + F) = H

1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat : Agihan agregat dapat dinyatakan dalam persen berat, misal agregat ukuran 6,40 mm = F/G x 100 % = ...%

2) Rerata Berat Diameter (RBD)

Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai

(30)

a. Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:

D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.

b. Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan

dibagi dengan 100 , seperti pada persamaan:

RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100

Perhitungan Indeks Kemantapan Agregat

[image:30.595.115.361.342.489.2]

Kemantapan agregat = 1 x 100 % RBD kering – RBD basah

Tabel 3. Interpretasi data hasil analisis pengayakan basah-kering Harkat Kemantapan Agregat

> 200 sangat mantap sekali 80—200 sangat mantap

61—80 Mantap 50—60 agak mantap 40—50 kurang mantap

< 40 tidak mantap

Kerapatan isi tanah akan dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah.

Bobot kering tanah = Bobot Tanah Lembab – Bobot Tanah Kering

(31)
[image:31.595.134.510.110.269.2]

29

Tabel 4. Kisaran kerapatan isi tanah

Bahan Kerapatan isi (g cm-3)

Tanah yang baru diolah 0,8 – 1,2

Permukaan tanah mineral, tanah yang sudah diolah, tanah tidak padat.

1,0 – 1,4

Batasa kemampuan tembus akar pada: - Tanah berpasir dan berlempung - Tanah lumpur

1,6 – 1,8 1,4 – 1,6 Sumber : Taylor (1996)

2. Variabel Pendukung

Variabel pendukung yang diamati adalah

a. Tekstur (liat, debu, dan pasir) (%) (Hydrometer)

(32)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Lahan tanpa olah tanah memiliki indeks kemantapan agregat lebih rendah dibandingkan dengan lahan olah tanah intensif.

2. Pengaplikasian mulsa bagas tidah memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kemantapan agregat tanah.

3. Lahan yang diaplikasikan mulsa bagas memiliki nilai kerapatan isi tanah yang lebih rendah dibandingkan tanpa mulsa bagas.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan

untuk mengetahui pengaruh pengolahan tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah dengan luasan lahan percobaan yang

(33)

KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA

PADA PERKEBUNAN TEBU

( Skripsi )

Oleh

ASRI NURMALASARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(34)

KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA

PADA PERKEBUNAN TEBU

Oleh

ASRI NURMALASARI Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANAIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(35)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan permasalahan akibat pengolahan tanah jangka panjang ... 5

2. Tata Letak Pengambilan Contoh Tanah ... 24

3. Hubungan antara waktu aplikasi dengan kerapatan isi tanah ... 32

4. Indeks stabilitas agregat tanah pada kelompok 1. ... 35

5. Indeks stabilitas agregat tanah pada kelompok 2 ... 35

6. Indeks stabilitas agregat tanah pada kelompok 3 ... 36

(36)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan... 4

C. Kerangka Pemikiran ... 5

D. Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah ... 9

B. Struktur dan Agregat Tanah ... 12

C. Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Agregat ... 14

D. Proses Agregasi oleh Bahan Organik ... 16

E. Kerapatan Isi ... 18

F. Limbah Padat Pabrik Gula sebagai Sumber Bahan Organik Tanah. 18 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

B. Alat dan Bahan ... 20

C. Metode Penelitian ... 21

D. Pelaksanaan Penelitian ... 21

E. Pengamatan ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Kandungan C-total ... 30

2. Kerapatan Isi (Bulk Density) ... 31

3. Indeks Kemantapan Agregat ... 32

(37)

ii

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, M. Utomo, Indarto, Sugiatno, dan H. Gunito. 1995. Kajian Sifat Fisika Tanah Akibat Penerapan Beberapa Olah Tanah pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional V Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung 8 – 9 Mei 1995. 173-177.

Afandi. 2005. Fisika Tanah 1. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 87 hlm. Afandi. 2005. Metode Analisis Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar

Lampung. 57 hlm.

Agrika, D. P. 2006. Kajian Terhadap Kandungan Bahan Organik Tanah dan Indeks Kemantapan Agregat Tanah pada Beberapa Aplikasi Limbah Padat Pabrik Gula di Lahan Perkebunan Tebu PT Gunumg Madu Plantation - Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.

Ardinal, A. Saidi, dan Gusmini. 2009. Perbaikan Sifat Fisika-Kimia Tanah Psamment Melalui Pemulsaan Organik dan Penerapan Teknik Olah Tanah Konservasi pada Budidaya Jagung. Jurusan Tanah. Universitas Andalas. 20 hlm.

Baver, L. D., W. H., Gradner, and W. R. Garder. 1976. Soil Physic. 4rd . Ed. John Willey and Sons inc. New York. 489 pp.

Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1982. The Nature and Properties of Soil. Terjemahan oleh Soegiman. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 788 hlm. Budjiono dan M. Mulyadi. 1995. Pengaruh Penggunaan Blotong pada Tebu

Lahan Kering di Tanah Grumusol. P3GI. Pasuruan. Berita P3GI No. 14. Desember 2001.

Buol, S. W., F. D. Hole, and R. J. Mc Craken. 1980. Soil Genesis and Clasification. The Lowa State University Press: 157 pp.

(39)

46

Ceria, T. H. 2006 . pemberian Limbah Cair Pabrik pengolahan Minyak Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pemantap Sifat Fisik Tanah di PTPN VII Unit Kerja Rejosari Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 34 hlm.

Damayani, P. 2008. Pengaruh Aplikasi Kompos terhadap Kerapatan Isi , Ruang Pori, dan Kekuatan Tanah pada Pertanaman Tebu PT Gunung Madu Plantations di Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Foth, H.D. 1998. Fundamental of Soil Science. Diterjemahkan oleh Adisumarno S. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 782 hlm.

Handayani, S. dan B. H. Sunarmito. 2002. Kajian Struktrur Lapisan Olah : Agihan Ukuran dan Dispersitas Agregat. J. Tanah dan Lingkungan 3 (1) : 11 – 17. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G. Nugroho, M. R.Saul, M. A. Diha,

B. H. Go, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung University. 485 hlm.

Hanolo, W., T. Syam, Sugiatno, dan M. Utomo. 1996. Pengaruh Pola Tanam dan Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanam Kentang di Lampung Barat. J. Tanah Trop. 3: 41-45.

Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physic. Academik Press. New York. 476 pp.

Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Physic. Diterjemahkan oleh Sutanto, R.H. dan Purnomo, R.H. 1998. Pengantar Fisika Tanah. PT. Mitra Gama Widya. Yogyakarta. 345 hlm.

Islami, T dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, IKIP Semarang Press. Semarang. 297 hlm.

Ismangil dan E. Hanudin. 2005. Degradasi Mineral Batuan oleh Asam-Asam Organik. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 5(1):1-17.

Kartasapoetra. G., A. G. Kartasapoetra, dan M. M. Sutedjo. 2000. Teknologi Konservasi dan Air. Edisi ke II. Rineka Cipta. Jakarta.

Kurniawan, Y., Prihastuti dan S. Marjayanti. 2000. Daur Ulang Sumber Organik di Pabrik Gula. P3GI. Pasuruan. Gula Indonesia XXV (3-4), Juli-Desember 2000.

(40)

Makalew, A. D. N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agriekosistem Tanpa Olah Tanah. Makalah Falsafah Sains. IPB.

Nadler, A., E. Perfect and B. D. Kay. 1996. Effect of Polyacrilamide application on the stability of dry and wet aggregates. Soil Sci. Soc. Am. J. 60: 555-561.

Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 237 hlm.

Nursyamsi, D. 2004. Beberapa Upaya untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah di Lahan Kering. Makalah Pribadi Falsafah Sains Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 24 hlm.

Parapasan, Y., R. Subiantoro, dan M. Utomo. 1995. Pengaruh Sistem Olah Tanah terhadap Kekerasan dan Kerapatan Lindak Tanah pada Musim Tanam XVI. Prosiding. Sem. Nas-V BDP-OTK. Universitas Lampung. Bandar Lampung. hal 78-82.

PT. GMP. 2011. Profile PT. Gunung Madu Plantations. www.gunungmadu.co.id. Diakses pada 21 Januari 2011.

Ratnasari, T.D. 2005. Kajian Indeks Kemantapan Agregat Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Sumber Jaya – Lampung Timur. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm. Sinukaban, N. Dan L.M. Rahman. 1983. Konservasi Departemen Ilmu-Ilmu

Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 44 hlm.

Sitorus, S.R.P., O. Haridjaja, dan K.R. Broto. 1980. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian – IPB. Bogor. 55 hlm.

Syarief, S. 1989. Fisika-Kima Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Buana. Bandung . 220 hlm.

Tim Penulis PS. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.

Tim DDIT. 2007. Penununtun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Utomo, M. 2006. Bahan Baku Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.

(41)

Judul Skripsi : KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA PADA PERKEBUNAN TEBU

Nama Mahasiswa : Asri Nurmalasari

No Pokok Mahasiswa : 0614031018

Jurusan : Ilmu Tanah

Program Studi : Ilmu Tanah

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc Dr. Ir. Afandi, M. P. NIP 19630509 198703 2 001 NIP 196404021988031

2. Ketua Bidang Ilmu Tanah

(42)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc.

Sekretaris : Dr. Ir. Afandi, M. P.

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Ir. Jamalam Lumbanraja, Ph. D.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Asri Nurmalasari yang dilahirkan di Gadingrejo pada tanggal 1 Agustus 1988, putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak

Supardi dan Ibu Widiati.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 4 Wates pada tahun 2000,

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SLTP N 1 Pringsewu pada tahun 2003 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA N 1

Gadingrejo pada tahun 2006.

Penulis tercatat sebagai mahasiswa Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan anrata lain sebagai Anggota Muda UKMF FOSI FP (2006-2007),

Anggota Gabungan Mahasiswa Ilmu Tanah Unila (GAMATALA).

Pada tahun 2010 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Balai Penelitian Tanah Taman Bogo Lampung Timur dengan judul “ Pengaruh Formulasi

(44)

SANWANCANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini.

Alhamdullillah, dengan rahmat dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Kajian Kemantapan Agregat Tanah dan Kerapatan Isi Pada

Pengolahan Tanah dan Mulsa Pada Pertanaman Tebu’’. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Unila.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ainin Niswati, M.Agr.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Afandi, M.P. selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak meluangkan waktu,

memberikan saran, pengarahan, dan dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Bapak Prof. Ir. Jamalam Lumbanraja, Ph. D. selaku penguji yang telah

memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S. selaku pembimbing akademik untuk

semua bimbingan, nasehat serta motivasi yang telah diberikan.

(45)

5. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian khususnya dosen Jurusan Ilmu Tanah yang

telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan seluruh staf karyawan Jurusan Ilmu Tanah (Suwarto, S.P., Pak Supono, Pak Kasimin, Bu

Rahmatussa’diyah, Bu Ismini, dan bu Umi Fauziah, S. Pd.) atas semua

bantuan yang diberikan kepada penulis

6. Kedua Orang Tua tercinta Bapak Supardi dan Ibu Widiati yang telah

mengajarkan bagaimana menghargai dan menjalani hidup dalam mewujudkan cita-cita yang ku inginkan

7. Sahabat-sahabatku : Novi Rokhmawati Hastin, S.P., Helni Nurma Yunita N., S.P, Yulyan Trisna Hapsari, S.P., Miftah Hussyahadah, Susilowati, Dwi

Astuti, S.Kep. (walaupun tak selalu bersama, terima kasih atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan).

8. Teman-teman satu tim penelitian : Sucipto S.P, Neira Diki S.P, dan Novi

Rokhmawati Hastin S.P. (terima kasih atas bantuan dan kerja samanya). 9. Manajer dan Staf PT Gunung Madu Plantations, Bapak Koko, Bapak Herman,

Pak Heru, Mbak Cici yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis

dalam menyelesaikan penelitian ini.

10.Teman-teman seperjuangan ’06 : Udin, Diky, Very , Iby , Bernof, Valen, Adi,

Lana, Ryan, Ferdy, Azis, Dhenda, Topik, Doni, Tri, Nopi, Yulyan , Yanti, Nita, Boy, Desi, Icha , Jojo, Nena, Intan, Sasa, Dedew, Elva, Yani, Fela, Tia, Piska, Fitri, Okta, atas segala kebersamaan selama ini.

(46)

Bandar Lampung, 2012

Gambar

Gambar 1. Bagan permasalahan akibat pengolahan tanah jangka panjang.
Gambar 2. Tata letak pengambilan contoh tanah.
Tabel 1.  Perhitungan kemantapan agregat dengan  pengayakan kering
Tabel 2.  Perhitungan kemantapan agregat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dibuat kurva laju infiltrasi serta, untuk mengetahui hubungan antara laju infiltrasi tanah pada sistem OTI dan OTM pada tanpa mulsa bagas dan pakai mulsa bagas dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada lahan pertanaman tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap jumlah dan

Trisina Dwi Pratiwi Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-mik dan beberapa sifat

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kemantapan agregat tanah melalui pemberian berbagai jenis gulma sebagai pupuk hijau.. Pemberian berbagai jenis

Pengaruh Sitem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah serta Keanekaragaman dan Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah. Fakultas

penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-mik dan beberapa sifat kimia tanah seperti kelembaban

Hal ini dimungkinkan bahwa pengolahan tanah dapat mempercepat kumulatif laju infiltrasi tanah pada sistem olah tanah intensif dengan aplikasi mulsa bagas 80 t ha -1 dibandingkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pertanaman tebu; (2) pengaplikasian mulsa bagas