ABSTRAK
KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA
PADA PERKEBUNAN TEBU
Oleh
ASRI NURMALASARI
Pertanaman tebu secara terus menerus dan penggunaan alat berat yang kerap pada pengolahan tanah dan panen dapat menurunkan produktivitas dan kualitas lahan. Salah satu upaya konservasi lahan perkebunan adalah dengan pengaplikasian mulsa bagas dan sistem olah tanah yang tepat. Bagas dapat digunakan sebagai mulsa karena memiliki C/N rasio yang tinggi, sehingga sulit terdegradasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penerapan pengolahan tanah dan penambahan mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah pada perkebunan tebu. Penelitian ini dirancang secara split plot dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 kali ulangan. Petak utama yaitu sistem olah tanah, yang terdiri dari tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah intensif (T1). Anak petak adalah aplikasi mulsa bagas, yang terdiri dari tanpa mulsa bagas (M0) dan mulsa bagas 80 t ha-1 (M1). Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut: T0M0 = tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas, T0M1 = tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1, T1M0 = olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas, dan T1M1 = olah tanah intensif + mulsa bagas 80 t ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-organik. C-organik tanah rendah yaitu 0.72 % hingga 1.09 %, sementara stabilitas kemantapan agregat tanah bervariasi dari tidak mantap sampai sangat mantap.
ABSTRACT
THE STUDY OF SOIL AGGREGATE STABILITY AND BULK DENSITY UNDER TWO TILLAGE SYSTEM AND MULCH
IN SUGARCANE PLANTATION
By
ASRI NURMALASARI
Intensive tillage system and heavy machinery in sugarcane plantation, especially during land preparation and harvesting could reduce land productivity and soil quality. These problems could be encounter by baggase application and proper tillage system. Baggase to be used because it has high C/N ratio, so it is difficult to degrad. The purpose of this experiment is to study the effect of tillage system and baggase application on soil aggregate stability and bulk density in sugarcane plantation. This experiment was designed in split plots within randomized block design (RBD) with 5 replications. The main plot was tillage system, which consists of no tillage (T0) and intensive tillage (T1). While the subplot was the bagasse application with the rate of 80 t ha-1 (M1). So the combination of treatment applied as follows: T0M0 = no tillage + no mulch bagasse, T0M1 = no tillage + bagasse mulch 80 t ha-1, T1M0 = intensive tillage + no mulch bagasse, and T1M1 = intensive tillage + bagasse mulch 80 t ha-1. The result showed there was no significant defferent among the treatments on C-organic content, bulk density and soil aggregate stability. C-organic content was low between 0.72 % until 1.09 %, while the soil aggregate stability varied from weak to strong.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting
karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan gula. Beberapa upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi gula antara lain dengan pengelolaan tanah yang tepat, melalui sistem olah tanah dan pemupukan yang
sesuai, dan tindakan rehabilitasi tanah seperti penggunaan mulsa pada lahan pertanaman tebu.
Perusahaan gula, PT Gunung Madu Plantations telah membuka perkebunan tebu
sejak 1973 yang mengolah tanahnya secara intensif dengan penggunaan alat berat (PT. Gunung Madu Plantation, 2011). Penggunaan peralatan berat dalam pengolahan tanah yang berulang-ulang dapat menimbulkan tekanan yang sangat
besar dan menyebabkan tanah menjadi padat. Hal ini menyebabkan kualitas tanah menjadi turun. Usaha-usaha rehabilitasi harus dilakukan untuk mempertahankan
agar kualitas tanah tetap baik dan berkelanjutan.
Parapasan dkk., 1995), dan hal tersebut berpengaruh terhadap kerapatan isi tanah
dan kekerasan tanah. Tetapi pengolahan tanah secara berlebihan yang dilakukan secara terus menerus selama jangka waktu yang panjang dapat memacu pelapukan dan pelindihan tanah yang tinggi sehingga mengakibatkan tingkat kesuburan
lahan pertanian kering menjadi rendah, khususnya wilayah tropika basah (Utomo, 1989). Pada lahan yang diolah secara berlebihan akan menyebabkan tanah mengalami pemadatan dan menjadi rawan terhadap erosi dan dapat menyebabkan
hilangnya bahan organik. Pengolahan tanah dapat merusak agregasi tanah dan meningkatkan degradasi bahan organik (Rovira dan Greacen, 1957, dalam
Busyra, 1995). Oleh karena itu sangat diperlukan tindakan perbaikan atau rehabilitasi tanah untuk memperbaiki serta mempertahankan kesuburan tanah. Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan dengan cara: (1) penggunaan mulsa
sisa tanaman, (2) penggunaan bahan organik, dan (3) olah tanah konservasi (Nursyamsi, 2004).
Bahan organik merupakan pembentuk granulasi tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang sebelumnya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan.
Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Begitu
pula dengan ruang pori tanah menjadi bertambah. Agregat tanah adalah kesatuan tanah yang melekat satu dengan yang lainnya lebih kuat dibandingkan dengan
3
mengetahui kemampuan tanah bertahan terhadap gaya-gaya yang akan
merusaknya (angin, air, dan pengolahan tanah).
Produk utama yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tebu adalah batang tebu yang akan diproses menjadi 6-9% limbah. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula selama proses produksi, antara lain: limbah gas, limbah cair, dan limbah
padat. Limbah padat yang dihasilkan selama proses produksi, antara lain: ampas tebu (bagasse) yang merupakan hasil dari proses ekstrasi cairan tebu pada batang tebu, blotong (filter cake) yang merupakan hasil samping proses penjernihan nira
gula, dan abu ketel (ash) yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula. Limbah hasil pengolahan tebu ini merupakan bahan potensial pembenah
tanah yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketersediaan hara tanah. Bahan organik baik yang berasal dari sisa tanaman (pupuk hijau) maupun dari kotoran
hewan (pupuk kandang) efektif dalam memperbaiki sifat fisik tanah.
Agrika (2006) melaporkan bahwa pemberian limbah padat berupa 20 t ha-1 kompos, 80 t ha-1 bagas, dan 120 ton campuran bagas + blotong mampu memberikan pengaruh bervariasi pada peningkatan kandungan bahan organic
tanah dan memperbaiki kemantapan agregat di lahan tebu.
Secara umum penyebab dari pemadatan tanah dapat disebabkan oleh pukulan butir-butir air hujan pada permukaan tanah (splash erotion), penggembalaan
berat dalam pengolahan tanah. Pemadatan tanah dapat diatasi, antara lain dengan
pemberian bahan organik di areal tanam.
Untuk mengatasi permasalahan menurunnyakualitas tanah PT GMP tersebut maka dilakukan penelitian tentang pengaruh pengolahan tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah di pertanaman tebu PT
GMP.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penerapan pengolahan tanah dan penambahan mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah di PT. Gunung Madu Plantations.
C. Kerangka Pemikiran
Tanah merupakan faktor lingkungan penting yang mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbuh diatasnya. Tanah yang produktif harus dapat
menyediakan lingkungan yang baik seperti udara dan air bagi pertumbuhan akar tanaman, disamping harus mampu menyediakan unsur hara. Faktor lingkungan tersebut menyangkut berbagai sifat fisik tanah seperti ketersediaan air, temperatur,
aerasi dan struktur tanah yang baik. Degradasi tanah saat ini merupakan masalah utama yang sering terjadi. Kualitas tanah yang rendah dapat disebabkan oleh sifat alami tanahnya (inherent) atau karena fenomena alam, namun tidak sedikit
5
Gambar 1. Bagan permasalahan akibat pengolahan tanah jangka panjang.
Seperti dapat dilihat pada gambar di atas, sistem pengolahan intensif dalam jangka
panjang dapat menyebabkan suatu lahan terdegradasi yang berpengaruh juga terhadap sifat-sifat tanah (biologi, fisika dan kima). Manik dkk., (1998)
melaporkan bahwa penerapan sistem olah tanah intensif menyebabkan kepadatan tanah yang tinggi, terutama pada lapisan bawah bajak (kedalaman 30 cm), menurunkan jumlah pori makro dan pori aerasi, serta lapisan atas/permukaan
tanah sangat peka terhadap erosi, terutama erosi percik. Sistem olah tanah intensif akan mempercepat degradasi tingkat kesuburan tanah akibat pencucian hara dan
erosi, yang selanjutnya dapat menurunkan produktifitas lahan (Hanolo dkk., 1996).
Penerapan sistem olah tanah konservasi (OTK) yaitu dengan sistem tanpa olah
tanah (TOT) dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah. Makalew (2001) menyatakan bahwa TOT cenderung memiliki lebih banyak efek positif terhadap
Pengolahan tanah Intensif
Degradasi
Sifat Fisika
Sifat Biologi Sifat Kimia
Mengurangi bahan organik tanah,
aktifitas MO menurun
Pemadatan tanah, rawan erosi
Menurunkan KTK, dan
unsur-unsur hara Kemantapan agregat tanah,
keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah.
Utomo (2006) menambahkan bahwa penggunaan olah tanah konservasi jangka panjang ternyata dapat meningkatkan jumlah dan keanekaragaman biota, hal ini ditunjukan dengan jumlah bakteri, mesofauna dan cacing tanah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan sistem olah tanah intensif. Dengan keberadaan biota tanah akan membuat lubang dan menggemburkan tanah selain itu juga biota tanah akan merombak sisa-sisa tanaman yang telah akan dikeluarkan lagi menjadi
bahan pengikat tanah.
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel yang bergabung satu dengan yang lain membentuk
agregat (Handayani dan Sunarmito, 2002). Masih menurut Handayani dan Sunarmito (2002) bahwa dalam hubungan tanah-tanaman agihan ukuran pori,
stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali dan bentuk agregat itu sendiri. Sedangkan agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksidasi besi/oksidasi alumina, dan bahan organik (Islami dan
Utomo, 1995).
Penanaman tebu secara terus menerus akan menurunkan produktivitas dan kualitas lahan. Penggunaan alat-alat berat yang kerap pada pengolahan tanah
menimbulkan masalah pemadatan tanah (kompaksi). Pemadatan tanah, terutama pada lapisan bawah, akan menghambat penetrasi akar dan mengakibatkan tanah
7
dengan sistem olah tanah konservasi. Sistem olah tanah konservasi melibatkan
tindakan-tindakan: (1) olah tanah minimum atau tanpa olah tanah, (2) pemberian mulsa organik, dan (3) melaksanakan rotasi tanaman dengan tanaman legum yang berakar dalam. Pengolahan tanah minimum yang dikombinasikan dengan
pemulsaan menciptakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada tanah Psamment (Adrinal dkk., 2009).
Pemberian dan penambahan bahan organik pada lahan pertanian dapat berperan
memperbaiki sifat fisik , kima, dan biologi tanah. Pemberian limbah padat pabrik gula pada lahan tebu mampu meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan memperbaiki tingkat kemantapan agregat (Agrika, 2006). Bahan organik yang
telah mengalami transformasi menjadi bahan organik tanah berupa humus melalui proses pelapukan dan dekomposisi. Humus memiliki sifat yang hampir sama
dengan liat karena bersifat koloid, adapun perbedaannya antara lain: tersusun dari karbon, oksigen, serta hidrogen, tidak kristalin, luas permukaan dan sifat jerapannya jauh melebihi liat, mampu menyerap air sejumlah air ekuivalen 80-90
persen dari bobotnya, dan bersifat dinamik. Berdasarkan sifat di atas humus mampu menggantikan peranan liat pada tanah bertekstur kasar dengan syarat
harus dilakukan penambahan bahan organik secara proporsional ke lahan. Keberadaan humus secara proporsional di dalam tanah diharapkan mampu memperbaiki struktur dan agregat tanah. Utomo (2006) melaporkan bahwa
tanah (BOT) yang disebabkan karena adanya dekomposisi mulsa yang dilakukan
oleh mikroba tanah.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
1. Lahan tanpa olah tanah (TOT) memiliki nilai kemantapan agregat lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan yang diolah
2. Lahan yang diaplikasikan mulsa bagas memiliki nilai kemantapan agregat
yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan tanpa mulsa bagas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sifat Fisik Tanah
Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen
padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil interaksi antara iklim dan jasad hidup terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk dan waktu (Arsyad,
2006). Tanah memiliki sifat-sifat kimia, biologi dan fisika. Fisika tanah adalah penerapan konsep dan hukum-hukum fisika pada kontinum
tanah-tanaman-atmosfer. Sifat fisik tanah berperan penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat fisik tanah, seperti kerapatan isi dan kekuatan tanah sudah lama dikenal sebagai parameter utama dalam menilai keberhasilan teknik pengolahan
tanah (Afandi, 2005).
Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam
hubungannya dengan kemampuannya untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan kemampuan tanah untuk menyimpan air. Walaupun sifat fisika tanah telah
lama dan secara luas dipahami sebagai salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan tanaman, sampai dewasa ini perhatian terhadap kepentingan menjaga dan memperbaiki sifat fisik tanah masih sangat terbatas (Utomo, 1994, dalam
Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi dan pergerakan benda serta aliran energi dalam tanah. Sifat fisika tanah dibentuk oleh empat komponen utama
tanah yaitu: partikel-partikel mineral, bahan organik, air dan udara. Perbandingan keempat komponen tersebut sangat bervariasi berdasarkan jenis tanah, lokasi, dan
kedalaman.
Sifat fisik tanah terbentuk akibat proses degradasi mineral batuan oleh asam-asam
organik-anorganik. Degradasi mineral batuan merupakan proses perubahan permukaan bumi karena terjadi penyingkiran mineral batuan oleh proses fisika, kimia, dan biologi. Proses ini termasuk dalam proses eksogenik yang terdiri dari
pelapukan, erosi, dan pergerakan massa. Pelapukan berperan menyediakan bahan mentah tanah. Erosi berpengaruh dominan menghilangkan tanah yang telah
terbentuk, serta pergerakan massa mampu menjalankan fungsi pelapukan dan erosi.
Mineral yang paling banyak menyusun batuan di kerak bumi adalah mineral primer (pembentuk batuan). Mineral-mineral tersebut terdiri dari mineral yang termasuk dalam grup silikat, yang mempunyai satuan dasar yang sama yaitu
silikat tetrahedon, tetapi berbeda pada pola penyusunan satuan dasar tersebut (struktur). Perbedaan struktur yang menyebabkan perbedaan rumus dan komposisi kimia, ikatan kimia, dan ketahanan terhadap pelapukan. Mineral silikat
kecuali kuarsa memiliki sifat seperti senyawa basa karena memiliki pH diatas 7,0. Asam-asam organik yang berperanan dalam pelapukan bagian dari bahan organik,
11
dan dekomposisi). Senyawa ini umumnya merupakan hasil transformasi dapat mengalami disosiasi yang melepaskan proton (H+) sehingga dapat menyerang
mineral batuan. Sisa asamnya (anion organik) dapat membentuk senyawa kompleks dengan kation-kation pada tepi mineral atau kation yang terlepas dari
mineral.
Pelapukan kimia di alam hanya dapat berlangsung apabila ada air, tetapi
keberadaan asam-asam mampu mempercepat pelapukan mineral batuan. Pada tanah atau batuan paling atas yang merupakan lingkungan biologi, peranan asam organik dalam pelapukan daripada asam-asam anorganiknya.
Pengaruh asam-asam organik dalam pelapukan mineral batuan beruapa reaksi pelarutan. Proses pelarutan ini merupakan reaksi terbaginya zat padat, mineral ke
dalam air atau larutan asam organik. Reaksi kimia yang utama pada pelarutan adalah hidrolisis, kemudian hidrolisis yang dipacu dengan adanya asam yaitu
asidolisis dan kompleksolisis. Reaksi asidolisis lebih menekankan pada peran ion H+ yang berasal dari pemprotonan asam dan kompleksolisis menekankan peran sisa asam atau anion organik.
Pelapukan dan genesis tanah menyebabkan batuan lapuk, mineral yang terdapat dalam batuan hancur. Mineral tersebut hancur membentuk zarah yang ukurannya
beragam, mulai dari pasir (2,00-0,05 mm), debu (0,05-0,002 mm), sampai lempung (< 0,002 mm). Ketiga partikel tersebut mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti: tekstur, struktur, agregat tanah, permeabilitas, aerasi, dan sifat fisik tanah
B. Struktur dan Agregat Tanah
Menurut Utomo (1985), struktur merupakan susunan partikel-partikel dalam tanah yang membentuk agregat-agregat serta agregat satu dengan yang lainnya dibatasi
oleh bidang alami yang lemah. Struktur tanah sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim, aktivitas biologi, dan proses pengolahan tanah dan sangat pekat terhadap
gaya-gaya perusak mekanis dan fisika-kimia.
Syarief (1989) berpendapat bahwa struktur tanah merupakan suatu sifat fisik yang
penting, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, memengaruhi sifat dan keadaan tanah seperti: gerakan air dan aerasi, tata air, pernafasan akar tanaman serta penetrasi akar tanaman ditentukan oleh struktur tanah. Tanah yang
berstruktur baik akan mampu membantu berfungsinya faktor-faktor pertumbuhan tanaman secara optimal, sedangkan tanah yang bertekstur tidak baik menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Notohadiprawiro (1999) mengemukakan bahwa struktur tanah merupakan
susunan keruangan yang membentuk pola keruangan. Menurut Hillel (1980), struktur tanah merupakan penyusunan dan organisasi partikel dalam tanah. Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam struktur, yaitu : partikel tanah, ruang
pori, dan bahan penyemen.
Buol dkk., (1980) menyatakan bahwa struktur tanah memiliki sembilan bentuk,
13
membagi struktur tanah menjadi tiga bentuk, yaitu: butir tunggal jika partikel tanah tidak saling terikat atau lepas; masif jika partikel tanah terikat kuat pada
suatu massa tanah kohesif yang besar; dan agregat (ped) jika partikel tanah terikat tidak terlalu kuat satu sama lain. Struktur agregat merupakan struktur terbaik
untuk tanah-tanah pertanian. Pengolahan tanah dilakukan untuk mendapatkan kondisi struktur tanah dengan tipe agregat.
Struktur tanah berpengaruh terhadap kapasitas menahan air, lalu lintas air dan udara di dalam tanah, serta erosi. Struktur tanah yang mantap dengan agregat yang stabil dapat menciptakan aerasi tanah yang baik, mempermudah air meresap,
meningkatkan kapasitas infiltrasi, perkolasi, dan menurunkan aliran permukaan sehingga dapat menurunkan nilai erodibilitas tanah (Sinukaban dan Rahman,
1983)
Tanah-tanah yang memiliki struktur yang mantap tidak mudah hancur oleh
pukulan-pukulan air hujan sehingga tahan terhadap erosi. Sebaliknya tstruktur tanah yang tidak mantap sangat mudah hancur oleh pukulan air hujan menjadi buturan-butiran halus sehingga menutupi pori-pori tanah dan menyebabkan
C. Faktor yang mempengaruhi Kemantapan Agregat
Kemantapan agregat menggambarkan kemampuan agregat untuk dapat bertahan terhadap faktor-faktor perusak. Kemantapan agregat terbagi dua menurut faktor
perusak yaitu kematapan agregat kering adalah kemampuan agregat bertahan terhadap daya perusak yang berasal dari gaya-gaya mekanis sedangkan
kemantapan agregat basah (Agregat Water Stability) merupakan manifestasi ketahanan agregat terhadap daya rusak air (Utomo, 1985). Nedler dkk., (1996)
mendefinisikan kemantapan agregat sebagai kemampuan agregat untuk tidak rusak ketika dipengaruhi oleh kekuatan pengganggu, memelihara keutuhan ukuran dengan kekuatan ikatan antar agregat.
Kemantapan agregat dapat berbeda-beda pada setiap jenis tanah. Perbedaan dalam kemantapan agregat menurut Buckman dan Brady (1982) berhubungan
dengan ada tidaknya zat pengikat tertentu. Senyawa organik merupakan salah satu yang memiliki sifat-sifat pemantap. Senyawa organik yang memiliki efek merekat atau mengikat sehingga dapat meningkatkan kemantapan butir-butir
tanah yaitu oksida besi. Baver dkk., (1976) mengemukakan bahwa tanah dalam bentuk koloid lebih banyak berperan dalam pembentukan agregat yang mantap.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan agregat
1. Bahan Induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam
15
pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap agregasi,
sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.
2. Bahan organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga
bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
3. Tanaman
Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang
mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin
melekat dan padat. Selain itu celah-celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserap oleh tnaman tesebut.
4. Organisme tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkan
tanaman. Secara tidak langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarkan lagi menjadi bahan pengikat tanah.
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin
mantap.
6. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan agregat tanah.
D. Proses Agregasi oleh Bahan Organik
Aktivitas mikroorganisme merombak sisa-sisa tanaman dan penyusunan beberapa campuran menyebabkan tanah berisi sejumlah besar campuran bahan organik
dalam berbagai tahap perombakan. Humus adalah bahan organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sehingga terjadi perubahan
(Foth, 1998).
Bahan organik merupakan bahan pemantap agregat tanah, sumber hara tanaman,
serta sumber energi bagi organisme tanah. Sekitar setengah dari kapasitas kation berasal dari bahan organik. Bahan organik berasal dari dua sumber yaitu sumber primer yang berasal dari jaringan tanaman yang mengalami dekomposisi dan
terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah, sedangkan sumber sekunder berasal dari binatang yang terlebih dahulu menggunakan bahan
17
antara lain: meningkatkan kemampuan menahan air, warna tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi agregat, memantapkan agregat, menurunkan
plastisitas, serta menurunkan kohesi dan sifat negatif dari liat (Hakim dkk, 1986).
Bahan organik merupakan fraksi yang terdapat di dalam tanah, meliputi sisa-sisa
tanaman, hewan, dan residu jasad renik pada semua tingkat dekomposisi. Humus merupakan produk akhir sementara dari pembusukan sisa-sisa tanaman dan
hewan. Humus terdiri dari variasi rantai-rantai dan lingkungan dari atom- atom karbon yang saling berhubungan (Donahue dkk., 1986, dalam Ratnasari, 2005).
Humus yang aktif dan bersifat menyerupai liat mempunyai muatan negatif. Liat yang kebanyakan kristalin sedangkan humus selalu amorf (tidak teratur bentuknya) (Indranada, 1989, dalam Ratnasari, 2005). Humus dapat mengasorbsi
sejumlah besar air sehingga dapat memiliki kemampuan mengembang dan menyusut tetapi tidak menunjukan sifat-sifat nyata adhesi dan kohesi seperti yang
dilakukan koloid mineral, kurang stabil, serta merupakan substrat yang dirombah mikrobia. Humus tanah merupakan faktor penting dalam pembentukan struktur tanah (Foth, 1998).
Bahan organik yang aktif dapat berpengaruh secara efektif dalam menaikan granulasi tanah. Keaktifan bahan organik dipengaruhi oleh aktivitas organisme
tanah, terutama mikrobia yang terdapat banyak di dalam tanah. Agregat-agregat tanah terbentuk pada saat organisme sangat aktif menghancurkan dan mengubah asal bahan organik (Soedarmono, 1984, dalam Ratnasari 2005). Tanah-tanah
2% umumnya peka terhadap erosi. Tingkat kematapan agregat tanah dapat ditunjukan oleh indeks stabilitas agregat. Semakin besar nilai indeks stabilitas
agregat maka agregat tanah semakin mantap (Soedarmono dan Djojoprawiro, 1988, dalam Ratnasari 2005).
E. Kerapatan isi
Kerapatan isi adalah bobot kering suatu isi tanah dalam keadaan utuh yang dinyatakan dalam g/cm3. Isi tanah terdiri dari isi bahan padatan dan isi ruangan di
antaranya. Bagian isi tanah yang tidak terisi oleh padatan, baik bahan mineral maupun bahan organik disebut ruang pori tanah. Ruang pori tanah total adalah isi seluruh pori-pori dalam suatu isi tanah utuh yang dinyatakan dalam persen, yang
terdiri atas ruang diantara partikel pasir, debu liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah. (Tim DDIT, 2007)
F. Limbah Padat Pabrik Gula sebagai Sumber Bahan Organik Tanah
Pabrik gula dapat menghasilkan tiga macam limbah padat selama proses produksi yaitu: bagas, blotong, dan abu. Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik gula
termasuk limbah organik yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah. Menurut Kurniawan dkk., (2000), limbah pabrik gula yang berupa bagas, blotong dan abu ketel mengandung sebagian unsur hara yang diserap tanaman
tebu dari tanah. Limbah tersebut berpotensi digunakan kembali sebagai sumber bahan organik tanah melalui proses sehingga dapat dikembalikan ke lahan
19
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan PT Gunung Madu Plantations tahun 2010, limbah bagas
mengandung 43.59% C-organik, kadar air 59.65%, pH 5.85, N-Total 0.51%, dan 86 C/N. Limbah BBA (bagas, blotong, dan abu) mengandung 35.87% C-organik,
64.88% kadar air, pH 7.09, 0.86% N-Total, dan 42 C/N (Divisi R&D, 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa limbah padat berupa bagas dan blotong merupakan limbah organik. Aplikasi secara broad cast dapat mempercepat stabilitas di
permukaan tanah (Budijono dan Mulyadi, 1995).
Ketiga limbah padat pabrik gula dapat didaur ulang menjadi kompos dengan cara
mencampurkan ketiganya. Menurut Kurniawan dkk., (2000) mutu kompos yang baik memiliki tekstur yang remah dan mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman. Mutu kompos dapat bervariasi tergantung dengan bahan baku dan cara membuatnya. Kompos juga mampu memperbaiki struktur tanah sehingga aerasi menjadi besar dan menampung air di dalam
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Agustus 2011. Percobaan dilakukan di lahan pertanaman tebu PT. Gunung Madu Plantations dengan perlakuan penggunaan sistem tanpa olah tanah dan aplikasi
limbah pabrik gula jangka panjang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Analisis bahan organik tanah dan analisis contoh tanah dilakukan di Laboratorium
Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Unversitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain: 7 seri ayakan tanah (8 mm, 4.76 mm, 2.83 mm, 2
mm, 1 mm, 0.5 mm, dan 0.297 mm) , anak lumpang (alu kecil) , buret, dan alat-alat pendukung untuk analisis fisika tanah lainnya. Bahan yang digunakan adalah contoh tanah yang diambil dari lahan yang diberi perlakuan tanpa olah tanah dan
21
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan disusun secara split plot dengan 5 ulangan. Petak utama dalam penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T0 = tanpa olah; T1 = olah tanah
intensif, dan anak petak dalam penelitian ini adalah penggunaan limbah pabrik gula yaitu : M0= Tanpa mulsa bagase; M1= Mulsa bagas 80 ton/ha bagase
Dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut:
T0M0 : tanpa olah tanah
T0M1 : tanpa olah tanah + mulsa bagas
T1M0 : olah tanah intensif
T1M1 : olah tanah intensif + mulsa bagas
Sampel tanah diambil pada 12 titik di masing-masing plot dengan menggunakan metode monolit sebagai pusatnya. Data yang diperoleh diuji menggunakan
analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pengolahan Tanah
Pada percobaan ini lahan pertanaman tebu dibuat petak-petak dengan ukuran 40 m x 25 m, sebanyak 20 petak sesuai dengan jumlah seluruh perlakuan. Pengolahan tanah yang diterapkan di PT Gunung Madu Plantation adalah sebanyak 3 kali
- Olah tanah I
Pada olah tanah I ini berfungsi untuk mencacah tunggul tebu, memecah dan membalikkan tanah. Implemen yang digunakan adalah bajak piringan atau
menggunakan disc flow dengan kedalaman piringan 20-30 cm yang ditarik dengan menggunakan traktor.
- Olah tanah II
Pada olah tanah II ini berfungsi untuk menghaluskan tanah dan sekaligus untuk mencacah ulang tunggul tebu, tanah diolah seperti olah tanah I dengan
alat dan traktor penarik yang sama
- Olah tanah III
Pada olah tanah III berfungsi untuk membalikkan tanah bawahan ke atas dan
sekaligus memecahkan lapisan kedap air dan untuk mendapatkan tanah yang mampu mendukung perkembangan akar tanaman. Alat yang digunakan yaitu
mulbord.
2. Aplikasi Mulsa Bagas dan BBA (Bagas Blotong Abu)
Pemberian BBA dengan perbandingan 3:5:1 dilakukan pada semua petak
percobaan sesuai perlakuan. Pada petak olah tanah, BBA diberikan setelah olah tanah I. Kemudian akan diaduk pada saat olah tanah selanjutnya. Pada petak
tanpa olah tanah, BBA cukup disebar secara merata di atas permukaan tanah. Dosis BBA yang diberikan yaitu 80 ton ha-1. Sedangkan pemberian mulsa bagas baik pada perlakuan olah tanah maupun tanpa olah tanah dilakukan dengan cara
23
3. Penanaman Tebu
Tebu yang ditanam yaitu menggunakan varietas RGM 00-838, ditanam dengan cara merebahkan batang tebu di atas permukaan tanah kemudian ditutup kembali
dengan tanah. Penanaman tebu menggunakan sistem double row, dengan jarak tanam antar baris 140 cm dan dalam baris 80 cm. Penanaman dilakukan pada
tanggal 4 Agustus 2010.
4. Pemupukan
Pupuk yang diberikan yaitu Urea 300 kg ha-1, Triple Super Pospat (TSP) 200 kg
ha-1, dan Muriat of Potash (MOP) 300 kg ha-1. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali. Pertama sebagai pupuk dasar yang diaplikasikan sehari sebelum dilakukan penanaman dengan setengah dosis Urea yaitu 150 kg ha-1, TSP 200 kg ha-1 (100%
dosis TSP) dan setengah dosis MOP yaitu 150 kg ha-1. Pemupukan susulan dilakukan dua bulan setelah pemupukan pertama yaitu pupuk Urea dengan dosis
150 kg ha-1 dan MOP 150 kg ha-1.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyulaman sampai tanaman
berumur dua bulan, pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanik, dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan melepas musuh alami, tanpa
penggunaan pestisida (bahan kimia).
6. Pengambilan Contoh tanah
sebagai pusatnya, empat titik berjarak 3 m dari pusat dan delapan titik berjarak 3
m dari titik pertama . Pengambilan contoh awal dilakukan sebelum perlakuan diberikan yaitu pada tanggal 27 Juni 2010. Pengambilan contoh tanah ketiga
dilakukan pada 21 Januari 2011 dengan titik pusat pengambilan contoh bergeser kearah utara ± 1 m, hal ini dikarenakan lubang bekas titik pengambilan contoh
tanah awal belum menutup secara sempurna.
Gambar 2. Tata letak pengambilan contoh tanah.
E. Pengamatan
1. Variabel utama
Variabel utama yang diamati yaitu kematapan agregat dengan metode ayakan kering-basah metode ayakan kering-basah merupakan suatu cara untuk
menetapkan kemantapan agregat secara kuantitatif di laboratorium. Dasar metode ini adalah mencari perbedaan rata-rata berat diameter agregat pada pengayakan
25
Tahapan metode ayakan kering-basah yaitu :
1. Pengayakan Kering
Contoh tanah dengan agregat utuh dikering udarakan, lalu ditimbang kurang
lebih 500 gram. Selanjutnya contoh tanah ditaruh di atas satu set ayakan bertingkat dengan diameter berturut- turut dari atas ke bawah 8 mm, 4.75 mm, 2.83 mm, 2 mm, 1 mm, 0.5 mm. Berikutnya contoh tanah ditumbuk
dengan anak lumpang (alu kecil) sampai semua lolos ayakan 8 mm. Kemudian ayakan tersebut diayunkan dengan tangan 5 kali. Masing-masing
fraksi agregat di setiap ayakan ditimbang, kemudian dinyatakan kedalam persen. Persentasi agregasi = 100% - % agregat lebih kecil dan 2 mm.
Tabel 1. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering
No Agihan diameter ayakan Rerata diameter Berat agregat
yang tertinggal Persentase
(mm) (mm) (g) (%)
1 0,00--0,50 0,25 A (A/G) x 100
2 0,05- 1,00 0,75 B (B/G) x 100
3 1,00--2,00 1,5 C (C/G) x 100
4 2,00--2,83 2,4 D (D/G) x 100
5 2,83--4,76 3,8 E (E/G) x 100
6 4,76--8,00 6,4 F (F/G) x 100
Total (A + B + C + D + E + F) = G
Total (D + E + F) = H
1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat : Agihan agregat dapat dinyatakan
2) Rerata Berat Diameter (RBD)
Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai
berikut:
a. Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:
D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.
b. Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi dengan 100 , seperti pada persamaan:
RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100
2. Pengayakan Basah
Agregat-agregat yang diperoleh dari pengayakan kering, kecuali agregat lebih
kecil dari 2 mm, ditimbang dan masing-masing diletakan dalam mangkuk kecil (cawan). Banyaknya disesuaikan dengan perbandingan ketiga fraksi agregat tersebut dan totalnya harus 100 gram. Kemudian contoh tanah
dibasahi menggunakan pipet atau spreyer sampai pada kondisi kapasitas lapang dan biarkan selama 1 malam. Kemudian tiap-tiap agregat dipindahkan
dari mangkuk (cawan) ke satu set ayakan bertingkat dengan diameter berturut-turut dari atas ke bawah 4,76 mm; 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; dan 0,279 mm sebagai berikut:
- Agregat antara 8 mm dan 4,76 mm di atas ayakan 4,76 mm - Agregat antara 4,76 mm dan 2,83 mm di atas ayakan 2,83 mm
27
Selanjutnya ayakan tersebut dipasang pada alat pengayak yang dihubungkan
dengan bejana (ember besar) berisi air. Pengayakan dilakukan selama 5 menit (kurang lebih 35 ayunan tiap menit dengan amplitudo 3,75 cm). Tanah yang
tertampung pada setiap ayakan dipindahkan ke kaleng (koran), kemudian dioven dengan suhu 130oC. Setelah kering, tanah pada masing-masing
diameter ayakan ditimbang.
Tabel 2. Perhitungan kemantapan agregat
No Agihan diameter ayakan Rerata diameter
Berat agregat yang
tertinggal Persentase
(mm) (mm) (g) (%)
1 0,00--0,50 0,25 A (A/G) x 100
2 0,05- 1,00 0,75 B (B/G) x 100
3 1,00--2,00 1,5 C (C/G) x 100
4 2,00--2,83 2,4 D (D/G) x 100
5 2,83--4,76 3,8 E (E/G) x 100
6 4,76--8,00 6,4 F (F/G) x 100
Total (A + B + C + D + E + F) = G
Total (D + E + F) = H
1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat : Agihan agregat dapat dinyatakan dalam persen berat, misal agregat ukuran 6,40 mm = F/G x 100 % = ...%
2) Rerata Berat Diameter (RBD)
Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai
a. Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:
D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.
b. Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan
dibagi dengan 100 , seperti pada persamaan:
RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100
Perhitungan Indeks Kemantapan Agregat
[image:30.595.115.361.342.489.2]Kemantapan agregat = 1 x 100 % RBD kering – RBD basah
Tabel 3. Interpretasi data hasil analisis pengayakan basah-kering Harkat Kemantapan Agregat
> 200 sangat mantap sekali 80—200 sangat mantap
61—80 Mantap 50—60 agak mantap 40—50 kurang mantap
< 40 tidak mantap
Kerapatan isi tanah akan dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah.
Bobot kering tanah = Bobot Tanah Lembab – Bobot Tanah Kering
29
Tabel 4. Kisaran kerapatan isi tanah
Bahan Kerapatan isi (g cm-3)
Tanah yang baru diolah 0,8 – 1,2
Permukaan tanah mineral, tanah yang sudah diolah, tanah tidak padat.
1,0 – 1,4
Batasa kemampuan tembus akar pada: - Tanah berpasir dan berlempung - Tanah lumpur
1,6 – 1,8 1,4 – 1,6 Sumber : Taylor (1996)
2. Variabel Pendukung
Variabel pendukung yang diamati adalah
a. Tekstur (liat, debu, dan pasir) (%) (Hydrometer)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Lahan tanpa olah tanah memiliki indeks kemantapan agregat lebih rendah dibandingkan dengan lahan olah tanah intensif.
2. Pengaplikasian mulsa bagas tidah memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kemantapan agregat tanah.
3. Lahan yang diaplikasikan mulsa bagas memiliki nilai kerapatan isi tanah yang lebih rendah dibandingkan tanpa mulsa bagas.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan
untuk mengetahui pengaruh pengolahan tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah dengan luasan lahan percobaan yang
KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA
PADA PERKEBUNAN TEBU
( Skripsi )
Oleh
ASRI NURMALASARI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA
PADA PERKEBUNAN TEBU
Oleh
ASRI NURMALASARI Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANAIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan permasalahan akibat pengolahan tanah jangka panjang ... 5
2. Tata Letak Pengambilan Contoh Tanah ... 24
3. Hubungan antara waktu aplikasi dengan kerapatan isi tanah ... 32
4. Indeks stabilitas agregat tanah pada kelompok 1. ... 35
5. Indeks stabilitas agregat tanah pada kelompok 2 ... 35
6. Indeks stabilitas agregat tanah pada kelompok 3 ... 36
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan... 4
C. Kerangka Pemikiran ... 5
D. Hipotesis ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah ... 9
B. Struktur dan Agregat Tanah ... 12
C. Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Agregat ... 14
D. Proses Agregasi oleh Bahan Organik ... 16
E. Kerapatan Isi ... 18
F. Limbah Padat Pabrik Gula sebagai Sumber Bahan Organik Tanah. 18 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
B. Alat dan Bahan ... 20
C. Metode Penelitian ... 21
D. Pelaksanaan Penelitian ... 21
E. Pengamatan ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Kandungan C-total ... 30
2. Kerapatan Isi (Bulk Density) ... 31
3. Indeks Kemantapan Agregat ... 32
ii
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan... 44
B. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M. Utomo, Indarto, Sugiatno, dan H. Gunito. 1995. Kajian Sifat Fisika Tanah Akibat Penerapan Beberapa Olah Tanah pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional V Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung 8 – 9 Mei 1995. 173-177.
Afandi. 2005. Fisika Tanah 1. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 87 hlm. Afandi. 2005. Metode Analisis Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 57 hlm.
Agrika, D. P. 2006. Kajian Terhadap Kandungan Bahan Organik Tanah dan Indeks Kemantapan Agregat Tanah pada Beberapa Aplikasi Limbah Padat Pabrik Gula di Lahan Perkebunan Tebu PT Gunumg Madu Plantation - Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.
Ardinal, A. Saidi, dan Gusmini. 2009. Perbaikan Sifat Fisika-Kimia Tanah Psamment Melalui Pemulsaan Organik dan Penerapan Teknik Olah Tanah Konservasi pada Budidaya Jagung. Jurusan Tanah. Universitas Andalas. 20 hlm.
Baver, L. D., W. H., Gradner, and W. R. Garder. 1976. Soil Physic. 4rd . Ed. John Willey and Sons inc. New York. 489 pp.
Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1982. The Nature and Properties of Soil. Terjemahan oleh Soegiman. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 788 hlm. Budjiono dan M. Mulyadi. 1995. Pengaruh Penggunaan Blotong pada Tebu
Lahan Kering di Tanah Grumusol. P3GI. Pasuruan. Berita P3GI No. 14. Desember 2001.
Buol, S. W., F. D. Hole, and R. J. Mc Craken. 1980. Soil Genesis and Clasification. The Lowa State University Press: 157 pp.
46
Ceria, T. H. 2006 . pemberian Limbah Cair Pabrik pengolahan Minyak Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pemantap Sifat Fisik Tanah di PTPN VII Unit Kerja Rejosari Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 34 hlm.
Damayani, P. 2008. Pengaruh Aplikasi Kompos terhadap Kerapatan Isi , Ruang Pori, dan Kekuatan Tanah pada Pertanaman Tebu PT Gunung Madu Plantations di Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Foth, H.D. 1998. Fundamental of Soil Science. Diterjemahkan oleh Adisumarno S. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 782 hlm.
Handayani, S. dan B. H. Sunarmito. 2002. Kajian Struktrur Lapisan Olah : Agihan Ukuran dan Dispersitas Agregat. J. Tanah dan Lingkungan 3 (1) : 11 – 17. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G. Nugroho, M. R.Saul, M. A. Diha,
B. H. Go, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung University. 485 hlm.
Hanolo, W., T. Syam, Sugiatno, dan M. Utomo. 1996. Pengaruh Pola Tanam dan Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanam Kentang di Lampung Barat. J. Tanah Trop. 3: 41-45.
Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physic. Academik Press. New York. 476 pp.
Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Physic. Diterjemahkan oleh Sutanto, R.H. dan Purnomo, R.H. 1998. Pengantar Fisika Tanah. PT. Mitra Gama Widya. Yogyakarta. 345 hlm.
Islami, T dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, IKIP Semarang Press. Semarang. 297 hlm.
Ismangil dan E. Hanudin. 2005. Degradasi Mineral Batuan oleh Asam-Asam Organik. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 5(1):1-17.
Kartasapoetra. G., A. G. Kartasapoetra, dan M. M. Sutedjo. 2000. Teknologi Konservasi dan Air. Edisi ke II. Rineka Cipta. Jakarta.
Kurniawan, Y., Prihastuti dan S. Marjayanti. 2000. Daur Ulang Sumber Organik di Pabrik Gula. P3GI. Pasuruan. Gula Indonesia XXV (3-4), Juli-Desember 2000.
Makalew, A. D. N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agriekosistem Tanpa Olah Tanah. Makalah Falsafah Sains. IPB.
Nadler, A., E. Perfect and B. D. Kay. 1996. Effect of Polyacrilamide application on the stability of dry and wet aggregates. Soil Sci. Soc. Am. J. 60: 555-561.
Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 237 hlm.
Nursyamsi, D. 2004. Beberapa Upaya untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah di Lahan Kering. Makalah Pribadi Falsafah Sains Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 24 hlm.
Parapasan, Y., R. Subiantoro, dan M. Utomo. 1995. Pengaruh Sistem Olah Tanah terhadap Kekerasan dan Kerapatan Lindak Tanah pada Musim Tanam XVI. Prosiding. Sem. Nas-V BDP-OTK. Universitas Lampung. Bandar Lampung. hal 78-82.
PT. GMP. 2011. Profile PT. Gunung Madu Plantations. www.gunungmadu.co.id. Diakses pada 21 Januari 2011.
Ratnasari, T.D. 2005. Kajian Indeks Kemantapan Agregat Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Sumber Jaya – Lampung Timur. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm. Sinukaban, N. Dan L.M. Rahman. 1983. Konservasi Departemen Ilmu-Ilmu
Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 44 hlm.
Sitorus, S.R.P., O. Haridjaja, dan K.R. Broto. 1980. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian – IPB. Bogor. 55 hlm.
Syarief, S. 1989. Fisika-Kima Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Buana. Bandung . 220 hlm.
Tim Penulis PS. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.
Tim DDIT. 2007. Penununtun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Utomo, M. 2006. Bahan Baku Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.
Judul Skripsi : KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH DAN KERAPATAN ISI PADA PENGOLAHAN TANAH DAN MULSA PADA PERKEBUNAN TEBU
Nama Mahasiswa : Asri Nurmalasari
No Pokok Mahasiswa : 0614031018
Jurusan : Ilmu Tanah
Program Studi : Ilmu Tanah
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc Dr. Ir. Afandi, M. P. NIP 19630509 198703 2 001 NIP 196404021988031
2. Ketua Bidang Ilmu Tanah
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc.
Sekretaris : Dr. Ir. Afandi, M. P.
Penguji
Bukan Pembimbing : Prof. Ir. Jamalam Lumbanraja, Ph. D.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Asri Nurmalasari yang dilahirkan di Gadingrejo pada tanggal 1 Agustus 1988, putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak
Supardi dan Ibu Widiati.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 4 Wates pada tahun 2000,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SLTP N 1 Pringsewu pada tahun 2003 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA N 1
Gadingrejo pada tahun 2006.
Penulis tercatat sebagai mahasiswa Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan anrata lain sebagai Anggota Muda UKMF FOSI FP (2006-2007),
Anggota Gabungan Mahasiswa Ilmu Tanah Unila (GAMATALA).
Pada tahun 2010 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Balai Penelitian Tanah Taman Bogo Lampung Timur dengan judul “ Pengaruh Formulasi
SANWANCANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini.
Alhamdullillah, dengan rahmat dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Kajian Kemantapan Agregat Tanah dan Kerapatan Isi Pada
Pengolahan Tanah dan Mulsa Pada Pertanaman Tebu’’. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Unila.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ainin Niswati, M.Agr.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Afandi, M.P. selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak meluangkan waktu,
memberikan saran, pengarahan, dan dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Bapak Prof. Ir. Jamalam Lumbanraja, Ph. D. selaku penguji yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S. selaku pembimbing akademik untuk
semua bimbingan, nasehat serta motivasi yang telah diberikan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian khususnya dosen Jurusan Ilmu Tanah yang
telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan seluruh staf karyawan Jurusan Ilmu Tanah (Suwarto, S.P., Pak Supono, Pak Kasimin, Bu
Rahmatussa’diyah, Bu Ismini, dan bu Umi Fauziah, S. Pd.) atas semua
bantuan yang diberikan kepada penulis
6. Kedua Orang Tua tercinta Bapak Supardi dan Ibu Widiati yang telah
mengajarkan bagaimana menghargai dan menjalani hidup dalam mewujudkan cita-cita yang ku inginkan
7. Sahabat-sahabatku : Novi Rokhmawati Hastin, S.P., Helni Nurma Yunita N., S.P, Yulyan Trisna Hapsari, S.P., Miftah Hussyahadah, Susilowati, Dwi
Astuti, S.Kep. (walaupun tak selalu bersama, terima kasih atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan).
8. Teman-teman satu tim penelitian : Sucipto S.P, Neira Diki S.P, dan Novi
Rokhmawati Hastin S.P. (terima kasih atas bantuan dan kerja samanya). 9. Manajer dan Staf PT Gunung Madu Plantations, Bapak Koko, Bapak Herman,
Pak Heru, Mbak Cici yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
10.Teman-teman seperjuangan ’06 : Udin, Diky, Very , Iby , Bernof, Valen, Adi,
Lana, Ryan, Ferdy, Azis, Dhenda, Topik, Doni, Tri, Nopi, Yulyan , Yanti, Nita, Boy, Desi, Icha , Jojo, Nena, Intan, Sasa, Dedew, Elva, Yani, Fela, Tia, Piska, Fitri, Okta, atas segala kebersamaan selama ini.
Bandar Lampung, 2012