• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN

NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

Oleh

NI KETUT NOVIA T

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN

NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

Oleh

NI KETUT NOVIA T

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan memberikan alasan dan

menginterpretasi suatu pernyataan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit

melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang

dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMAN 1 Sidomulyo Lampung

Selatan Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen

dengan desain one-shot case study. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan kemampuan memberikan alasan pada

kelompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada kelompok sedang, sebagian

kecil berkriteria sangat baik dan cukup, sebagian besar berkriteria baik. Pada kelompok

rendah, separuhnya berkriteria baik dan cukup. Kemampuan menginterpretasi suatu

pernyataan pada kelompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada kelompok

sedang, hampir separuh berkriteria sangat baik, sebagian besar berkriteria baik dan

(3)

sangat baik, dan baik, sebagian besar berkriteria cukup.

(4)
(5)
(6)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 9

B. Model Problem Based Learning... 10

C. Keterampilan Berpikir Kritis... 13

D. Konsep ... 17

E. Kemampuan Kognitif Siswa... 20

F. Kerangka Pemikiran ... 20

G. Anggapan Dasar ... 22

H. Hipotesis Umum ... 22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

(7)

v

B. Data Penelitian... 23

C. Metode dan Desain Penelitian... 24

D. Instrumen Penelitian ... 24

E. Validasi Instrumen Penelitian ... 25

F. Prosedur Penelitian ... 26

G. Pengelompokkan Kemampuan Kognitif Siswa ... 28

H. Teknik Analisis Data... 29

1. Pengolahan Data Nilai Postest ... 29

2. Pengolahan Data Kuesioner (Angket) ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 33

B. Pembahasan ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan SK / KD ... 56

2. Silabus ... 61

3. RPP ... 67

4. Lembar Kerja Siswa 1 ... 82

5. Lembar Kerja Siswa 2 ... 90

6. Soal Posttest ... 102

(8)

vi

8. Kuesioner (Angket) ... 107

9. Penentuan Kelompok Siswa Berdasarkan Kemampuan Kognitif .... 108

10. Hasil Tes Tertulis ... 110

11. Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa... 112

12. Hasil Pengolahan Data Kuisioner ... 114

13. Lembar Penilaian Afektif ... 116

14. Lembar Penilaian Psikomotor ... 120

15. Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 122

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan suatu proses adanya perubahan yang bersifat permanen pada

diri seorang siswa yang meliputi aspek kompetensi, keterampilan dan perilaku

yang diakibatkan karena adanya proses pemberitahuan, pembiasaan dan pelatihan.

Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa

untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri sehingga proses belajar

me-ngajar akan lebih bermakna bagi siswa. Hasil yang diharapkan dari proses belajar

ini adalah terlatihnya kemampuan proses berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan

pendapat Whitehead (Arifin dkk, 2003), hasil yang nyata dalam pendidikan

se-benarnya adalah proses berpikir yang diperoleh melalui pembelajaran dari

ber-bagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang melatih proses berpikir siswa

yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

IPA merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam

peningkat-an mutu pendidikpeningkat-an, khususnya di dalam menghasilkpeningkat-an peserta didik ypeningkat-ang

ber-kualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif.

IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis,

sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

(10)

penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan

lebih lanjut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).

Cabang dari IPA salah satunya adalah ilmu kimia, dimana ilmu kimia

mempel-ajari tentang struktur, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya.

Kimia merupakan salah satu mata pelajaran sains yang mempunyai dimensi

produk, sikap, dan proses, artinya ketika kita ingin mempelajari konsep-konsep

kimia, maka kita juga harus tahu cara mendapatkan konsep tersebut. Dari

pen-jelasan tersebut jelas bahwa kimia merupakan salah satu wahana yang tepat untuk

melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa karena kimia

ber-usaha untuk membangkitkan keingintahuan siswa melalui eksplorasi terhadap

rahasia alam yang tak ada habis-habisnya.

Berpikir kritis dalam ilmu kimia tidak dapat dilakukan dengan cara mengingat dan

menghafal konsep, tetapi mengintegrasikan dan mengaplikasikan

konsep-konsep yang telah dimiliki. Ennis (1989) menyatakan bahwa berpikir kritis

me-rupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan

pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau dilakukan.

Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk

kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan

lain-nya. Menurut Halpen (Saputra,2012), berpikir kritis adalah memberdayakan

ke-terampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui

setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada

(11)

rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai

kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan

tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.

Sesorang yang mempunyai tingkat berpikir kritis yang baik umumnya mempunyai

tingkat kemampuan kognitif yang baik pula. Kemampuan kognitif merupakan

salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan

kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa

terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan

sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan

kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).

Lebih lanjut Nasution (1988) dalam Winarni (2006) mengemukakan bahwa secara

alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan

menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi,

mene-ngah, dan rendah. Apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda

kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep)

akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar

berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi

yang dipelajari.

Materi larutan elektrolit dan nonelektrolit merupakan salah satu materi dalam

pembelajaran kimia. Salah satu Kompetensi Dasar (KD) pada materi larutan

elektrolit dan nonelektrolit ini adalah mengidentifikasi sifat larutan elektrolit dan

nonelektrolit berdasarkan data hasil percobaan. Pada KD ini terdapat konsep

(12)

karena itu, siswa perlu dilatihkan keterampilan berpikir kritisnya saat

mengana-lisis hasil praktikum tersebut. Keterampilan berpikir kritis yang dilatih pada KD

ini adalah kemampuan dalam memberikan alasan dan menginterpretasi suatu

pernyataan .

Kemampuan memberikan alasan dalam materi larutan elektrolit dan nonelektrolit

menghendaki siswa untuk dapat memberikan alasan mengenai perbedaan

ke-mampuan elektolit kuat dan elektrolit lemah dalam menghantarkan arus listrik dan

menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa

kovalen polar. Kemampuan menginterpretasi suatu pernyataan dalam materi

larutan nonelektrolit dan elektrolit menghendaki siswa untuk dapat

menginterpre-tasi suatu pernyataan yang mencakup kekuatan daya hantar listrik larutan

elek-trolit kuat dan elekelek-trolit lemah.

Fakta pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan

konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori secara verbal tanpa memberikan

pengalam-an bagaimpengalam-ana proses ditemukpengalam-annya konsep, hukum, dpengalam-an teori tersebut sehingga

tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Aktivitas siswa dapat dikatakan

hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap

pen-ting. Mayoritas dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk menghafal

sejumlah konsep yang diberikan oleh guru tanpa dilibatkan secara langsung dalam

penemuan konsep tersebut.

Hal ini diperkuat dengan hasil obervasi dan wawancara yang telah dilakukan

dengan guru kimia SMA Negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan, diperoleh

(13)

metode ceramah, dimana penyampaian materi pelajaran disampaikan langsung

secara lisan oleh guru. Dalam pembelajaran dengan metode ceramah siswa

cenderung menerima penjelasan-penjelasan dari guru tanpa dilibatkan langsung

dalam menemukan konsep dari materi tersebut. Hal ini menyebabkan kebanyakan

siswa kurang dapat memahami materi dan siswa cenderung hanya menghafal

materi.

Situasi pembelajaran yang baik perlu ditunjang dalam rangka mengembangkan

keterampilan berpikir kritis siswa. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran

yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri,

mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan yang

didapat. Untuk menghasilkan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

keterampilan berpikir kritis siswa, maka harus dipilih model pembelajaran yang

tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk melatih

keterampilan berpikir kritis siswa adalah model Problem Based Learning.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurfatimah (2010) yang berjudul :

Penerapan Model Problem Based Learning Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali

Kelarutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa menunjukkan

hasil penelitian bahwa setelah penerapan model PBL dilakukandapat

meningkat-kan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Model PBL ini juga

memperoleh respon yang baik dari guru maupun dari siswa. Oleh karena itu,

penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning untuk

(14)

diharapkan mampu menjadi model pembelajaran yang dapat meningkatkan

keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang

melibat-kan siswa untuk memecahmelibat-kan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah

sehing-ga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubunsehing-gan densehing-gan masalah

tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.

Menurut Ram (Nurfatimah,2010) PBL merupakan suatu model yang

mengkolabo-rasikan problem solving dan penemuan konsep secara mandiri. Adapun tahapan

model pembelajaran Problem Based Learning adalah Introduction (pemuculan

masalah), Inquiry & Self-Directed Studi, Revisiting The Hypotheses, dan Self

Evaluation. Selain itu menurut Hmelo-Silver (Nurfatimah,2010) mengemukakan

bahwa PBL merupakan model pembelajaran dimana siswa difasilitasi untuk

me-mecahkan masalah yang merupakan masalah yang nyata.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul

“Analisis Keterampilan Memberi Alasan dan Menginterpretasi Suatu Pernyataan

Pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit dengan Penerapan Model

Problem Based Learning

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam memberikan alasan pada materi

(15)

problem based learning untuk siswa berkemampuan kognitif tinggi, sedang

dan rendah?

2. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menginterpretasi pernyataan pada

materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan penerapan model

pem-belajaran problem based learning untuk siswa berkemampuan kognitif tinggi,

sedang dan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam memberikan alasan pada materi

larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan penerapan model pembelajaran

problem based learning untuk siswa berkemampuan kognitif tinggi, sedang

dan rendah.

2. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan suatu

per-nyataan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan penerapan

model pembelajaran problem based learning untuk siswa berkemampuan

kognitif tinggi, sedang dan rendah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar bermanfaat bagi:

1. Siswa

Melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning siswa dapat

(16)

diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa sehingga

dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.

2. Guru

Memberikan informasi kepada guru-guru kimia SMA Negeri 1 Sidomulyo

mengenai tingkat keterampilan berpikir kritis siswanya yang meliputi

ke-mampuan memberikan alasan dan menginterpretasi suatu pernyataan pada

materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem

based learning.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Sidomulyo,

Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti adalah (a) membangun

keterampilan dasar dengan indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat

dipercaya atau tidak yang berfokus pada sub indikator kemampuan

memberi-kan alasan; (b) menyimpulmemberi-kan dengan indikator mendeduksi dan

memper-timbangkan hasil deduksi yang berfokus pada sub indikator

menginterpretasi-kan suatu pernyataan.

3. Model Problem Based Learning yang digunakan adalah menurut Ram

(Nurfatimah, 2010) dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) Introduction

(pemunculan masalah), (2) Inquiry & Self-Directed Study, (3) Revisiting the

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan konstektual, yaitu

bah-wa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

di-perluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat.

Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata (Trianto, 2009).

Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

(2001) menyatakan bahwa: “Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat

pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil

kons-truksi (bentukan) kita sendiri”. Konstruktivisme memahami hakikat belajar

seba-gai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara

memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya (Baharuddin, 2008).

Menurut Slavin dalam (Trianto, 2010) teori pembelajaran konstruktivisme

me-rupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang

menyata-kan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan

(18)

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja

me-mecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah

payah dengan ide-ide.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang

menge-tahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan,

me-lainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.

Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti

hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu

tentang sesuatu (Suparno, 1997)

Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut:

1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami,

2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,

4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya,

5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

B. Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) sejak dahulu dikembangkan sekitar1970-an di

McMaster University di Kanada. Kini model ini sudah merambah ke berbagai

fakultas diberbagai lembaga pendidikan didunia. Dengan keunggulan model ini,

(19)

Menurut Ram (Nurfatimah, 2010) PBL merupakan suatu model yang

mengkola-borasikan problem solving dan penemuan konsep secara mandiri. Selain itu

menurut Hmelo-Silver (Nurfatimah,2010) mengemukakan bahwa PBL merupakan

model pembelajaran dimana siswa difasilitasi untuk memecahkan masalah yang

merupakan masalah yang nyata.

PBL dirumuskan oleh prof. Howard Barrows dan Kelson sebagai kurikulum dan

proses pembelajaran (Amir, 2009). Dalam kurikulumnya dirancang

masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat

mereka mahir memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta

memiliki kecakapan berpatisipasi dalam tim.

Dari rumusn diatas,PBL ini terutama bercirikan ada masalah. Masalah dapat

di-katakan sebagai apapun yang menghalangi kita dari mencapai tujuan. Masalah

yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata.

Se-makin dekat dengan dunia nyata kan seSe-makin baik pengaruhnya pada peningkatan

kecakapan siswa.berikut ini merupakan hal-hal yang harus diperhatika mengenai

masalah dalam PBL (Duch, 1996):

1. Masalah yang efektif harus membuat siswa tertarik dan termotifasi untuk memecahkannya dengan pemahaman yang dalam dari konsep yang diajarkan. Masalah ini harus berkaitan dengan kehidupan dunia nyata sehingga siswa bersemangat dalam menyelesaikan masalah tersebut. 2. Masalah yang baik membuat siswa membuat keputusan atau pertimbangan

berdasarkan fakta, informasi, logika dan rasionalisasi. Siswa harus

mempertimbangkan semua keputusan dan alasan berdasarkan prinsip yang telah diajarkan. Masalah harus membuat siswa mengidentifikasi asumsi apa yang dibutuhkan , informasi apa yang relevan dan langkah/prosedur apa yang dibutuhkan untuk memeahkan masalah tersebut.

3. Kerja sama dari setiap anggota kelompok sangat penting dalam keefektifan dalam memecahkan masalah. Jangkauan dari masalah atau kasus harus

dikontrol sehingga siswa menyadari bahwa “memisahkan” upaya bukanlah

(20)

4. Pertanyaan awal dari masalah harus diikuti oleh satu atau lebih karakteristik sehingga semua siswa dalam kelompok dapat menggambarkannya dalam diskusi dari topik:

a. Membuka semua kemungkinan. Tidak terbatas untuk satu jawaban benar.

b. Menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. c. Masalah yang konroversial dapat memunculkan berbagai macam opini. Strategi ini dapat membuat siswa berperan dalam kelompoknya.

Menggambarkan pengetahuan yang satu dengan yang lainnya, daripada bekerja secara individual pada permulaan masalah.

5. Isi dari permulaan harus tergabung menjadi masalah, menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan konsep baru dengan disiplin ilmu yang lain.

Siswa dalam memecahkan masalah bekerja sama dengan kelompok. Mereka

men-coba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan mencari

informasi-informsi yang relevan untuk solusinya. Dalam PBL siswa memiliki

peran sebagai problem solvers, sedangkan guru memiliki peranan sebagai tutor

atau pelatih. Guru mengarahkan siswa dalam mencari dan menemukan solusi

yang diperlukan dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses

pem-belajaran ini.

Adapun kriteria PBL menurut Tan dalam Amir (2009) adalah :

1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran

2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured).

3. Masalah biasanya menurut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab materi atau lintas ilmu ke bidang lainnya.

4. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.

5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learner). 6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu

sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini men-jadi kunci penting.

(21)

Pembelajaran berbasis masalah mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru

harus memfokuskan diri untuk membantu peserta didik mengembangkan

keteram-pilan dan kecakapan berpikir daam mempelajari dan menyerap materi

pembelajar-an. Dengan demikian PBL dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan

berbagai keterampilan dan kecakapan sains tingkat tinggi, serta meningkatkan

pencapaian hasil belajar.

Adapun tahapan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Ram

(Nurfatimah, 2010) adalah sebagai berikut :

1. Introduction (Pemunculan Masalah). Pada tahap ini siswa disajikan suatu masalah yang harus mereka selesaikan.

2. Inquiry & Self-Directed Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan sebagai problem solver. Siswa mencari materi-materi yang relevan dengan masalah yang disajikan. Materi-materi tersebut kemudian dipelajari dan dipahami. Informasi yang mereka peroleh digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang disajikan. Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah tersebut.

3. Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi tambahan di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut dikonsultasikan kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis yang mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat kemudian diuji kebenarannya.

4. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah hipotesis diuji kebenarannya. Siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut. Hal-hal yang didiskusi-kan termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis tersebut. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.

C. Keterampilan Berpikir Kritis

Menurut Pressisen (Saputra, 2012), keterampilan adalah kecakapan untuk

me-laksanakan tugas, dimana keterampilan tidak hanya meliputi gerakan motorik,

tetapi juga melibatkan fungsi mental yang bersifat kognitif, yaitu suatu tindakan

(22)

dengan pola perilaku yang lain dan membutuhkan keterlibatan aktif pemikir.

Pengertian ini mengindikasikan bahwa berpikir adalah upaya yang kompleks dan

reflektif bahkan suatu pengalaman yang kreatif .

Menurut Sembel (Suyanti, 2010), berpikir kritis merupakan sebuah proses

ber-pikir yang bermuara pada tujuan akhir yang membuat kesimpulan ataupun

ke-putusan yang masuk akal tentang apa yang harus kita percayai dan tindakan apa

yang akan kita lakukan. Ennis (1989) menyatakan bahwa berpikir kritis

merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan

menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau

dilakukan. Terdapat enam komponen atau unsur dari berpikir kritis menurut Ennis

(1989) yang disingkat menjadi FRISCO, seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis

No Unsur Keterangan

1 Focus Memfokuskan pemikiran, menggambarkan

poin-poin utama, isu, pertanyaan, atau

permasalahan. Hal-hal pokok dituangkan di

dalam argumen dan pada akhirnya didapat

kesimpulan dari suatu isu, pertanyaan, atau

permasalahan tersebut.

2 Reasoning Ketika suatu argumen dibentuk, maka harus

disertai dengan alasan (reasoning). Alasan dari

argumen yang diajukan harus dapat

mendukung kesimpulan dan pada akhirnya

alasan tersebut dapat diterima sebelum

membuat keputusan akhir.

3 Inference Ketika alasan yang telah dikemukakan benar,

(23)

mendukung kesimpulan

4 Situation Ketika proses berpikir terjadi, hal tersebut

dipengaruhi oleh situasi atau keadaan baik

(keadaan lingkungan, fisik, maupun sosial).

5 Clarity Ketika mengungkapkan suatu pikiran atau

pendapat, diperlukan kejelasan untuk membuat

orang lain memahami apa yang diungkapkan

6 Overview Suatu proses untuk meninjau kembali apa yang

telah kita temukan, putuskan, pertimbangkan,

pelajari, dan simpulkan.

Moore dan Parker (dalam Liliasari, 2011) menyatakan bahwa berpikir kritis

me-miliki beberapa karakteristik, yaitu:

1. Menentukan informasi mana yang tepat atau tidak tepat. 2. Membedakan klaim yang rasional dan emosional. 3. Memisahkan fakta dari pendapat.

4. Menyadari apakah bukti itu terbatas atau luas.

5. Menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam suatu argumentasi orang lain. 6. Menunjukkan analisis data atau informasi.

7. Menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen.

8. Menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang terpisah dan informasi.

9. Memperhatikan informasi yang bertentangan, tidak memadai atau bermaknaganda.

10. Membangun argumen yang meyakinkan. 11. Memilih data penunjang yang paling kuat. 12. Menghindari kesimpulan yang berlebihan.

13. Mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan pengumpulan informasi tambahan.

14. Menyadari ketidakjelasan.

15. Mengusulkan pilihan lain dan mempertimbangkannya dalam pengambilan keputusan.

16. Mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau sebagiannya dalam pengambilan keputusan.

17. Menyatakan argumen dan kontek untuk apa argumen itu. 18. Menggunakan bukti secara benar.

19. Menyusun argumen secara logis dan kohesif.

20. Menghindari unsur-unsur luar dalam penyusunan argumen.

(24)

Menurut Ennis (1989) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis (KBKr)

yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir. Kelima

kelom-pok keterampilan tersebut adalah: memberikan penjelasan sederhana (elementary

clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan

(interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta

stra-tegi dan taktik (strategy and tactics). Adapun kedua belas indikator tersebut

adalah:

1. Memfokuskan pertanyaan. 2. Menganalisis argumen.

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan. 4. Mempertimbangkan kredibilitas sumber.

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. 7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi. 8. Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan. 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi. 10. Mengidentifikasi asumsi.

11. Memutuskan suatu tindakan. 12. Berinteraksi dengan orang lain.

Pada penelitian ini, indikator yang dikembangkan adalah :

Tabel 2. Indikator Keterampilan berpikir kritis yang dilatihkan

No Kelompok Indikator Sub Indikator

1 Membangun

kemampuan

dasar

mempertimbangkan

apakah sumber dapat

dipercaya atau tidak

Kemampuan memberikan alasan

2 Menyimpulkan mendeduksi dan

mempertimbangkan hasil

deduksi

Menginterpretasi suatu

(25)

D. Konsep

Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan

pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep

menyedia-kan skema-skema terorganisasi untuk menentumenyedia-kan hubungan di dalam dan di

antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses

mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan

generalisasi-generalisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita

dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep

lain yang berhubungan.

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada

definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya

konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011)

men-definisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak

ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu

di-perlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan

konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

Lebih lanjut lagi, Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan

bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk

menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian

konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta

Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu

menentu-kan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut

(26)

Tabel 3. Analisis konsep materi larutan elektrolit dan non elektrolit

Label konsep (1)

Definisi konsep (2)

Jenis konsep

(3)

Atribut Posisi konsep Contoh

(9)

Larutan Campuran homogen terdiri dari

dua zat atau lebih, dimana salah

satunya bertindak sebagai zat

terlarut sedangkan yang lainnya

sebagai zat pelarut dan

mempunyai sifat dapat

menghantarkan arus listrik

(elektrolit) atau tidak dapat

menghantarkan listrik (non

elektrolit).

Larutan yang dapat

menghantarkan listrik, ditandai

dengan timbulnya gelembung gas

sertanyala lampu pada

elektrolittester yang dapat bersifat

(27)

elektrolit kuat atau elektrolit

Larutan yang dapat

menghantarkan listrik ditandai

dengan timbulnya gelembung gas

dan nyala lampu yang terang pada

elektrolittester.

Larutan yang dapat

menghantarkan listrik ditandai

dengan timbulnya gelembung gas

dan nyala lampu yang redup atau

hanya timbul gelembung gas pada

elektrolittester.

Larutran yang tidak dapat

menghantarkan listrik, ditandai

dengan lampu tidak menyala dan

tidak adanya gelembung gas pada

(28)

E. Kemampuan Kognitif Siswa

Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat

penge-tahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah

dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh

pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai

ke-mampuan kognitif (Winarni, 2006).

Lebih lanjut Nasution (Winarni 2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam

satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3

kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan

rendah. Menurut Anderson dan Pearson (Winarni 2006), apabila siswa memiliki

tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama,

maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat

kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa

dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.

F. Kerangka Pemikiran

Tingkat kemampuan kognitif siswa dipengaruhi dengan perencanaan yang matang

sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan. Siswa dengan kemampuan kognitif

tinggi akan memperoleh hasil yang tinggi pula. Pembelajaran kimia di sekolah

cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori

secara verbal tanpa memberikan pengalaman bagaimana proses ditemukannya

(29)

siswa. Pembelajaran dengan penerapan model problem based leaning pada materi

larutan elektrolit dan nonelektrolit memilikibeberapa kelebihan antara lain, dapat

meningkatkan semangat belajar siswa karena siswa dilibatkan secara aktif dalam

proses pembelajaran dalam artian siswa lebih mendominasi dibandingkan guru

sehingga siswa dapat mengembang-kan ide-ide atau daya pikir yang mereka

miliki dan membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, dimana

akhirnya meningkatkan semangat guru dan siswa untuk belajar, pembelajaran

akan menjadi lebih bermakna karena pembelajaran dilakukan secara bertahap

dimulai dari Introduction (Pemunculan Masalah). Pada tahap ini siswa disajikan

suatu masalah yang harus mereka selesaikan. Selanjutnya Inquiry & Self-Directed

Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang

disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan sebagai problem solver. Siswa mencari

materi-materi yang relevan dengan masalah yang disajikan. Informasi yang

mereka peroleh digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang disajikan.

Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah

tersebut. Selanjutnya Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa

kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi

tambahan di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut

dikonsultasikan kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis

yang mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat

kemudian diuji kebenarannya. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah

hipotesis diuji kebenarannya. Siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut.

Hal-hal yang didiskusian termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis

(30)

berpikir apabila pembelajaran dengan penerapan model problem based learning

pada pembelajaran kimia dikelas diharapkan siswa dapat melatihkan kemampuan

memberikan alasan dan menginterpretasi suatu pernyataan sehingga keterampilan

berpikir kritis siswa akan tinggi sebanding dengan semakin tinggi-nya

kemampuan kognitif siswa.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas X1 di SMA Negeri 1

Sidomulyo tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subjek penelitian mempunyai

tingkat kemampuan kognitif yang heterogen.

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi kemampuan kognitif

siswa, maka akan semakin tingi pula kemampuan siswa dalam memberikan alasan

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri I Sidomulyo Lampug

Selatan tahun ajaran 2012/2013 sebanyak satu kelas yaitu kelas X1 dengan jumlah

siswa 37 siswa. Siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan kognitifnya ke

dalam tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelompok ini

berdasarkan hasil ulangan mata pelajaran kimia yang telah dilakukan sebelumnya

oleh guru mata pelajaran kimia.

Oleh karena ingin didapatkan kelas dengan tingkat kemampuan kognitif yang

ber-beda, maka dipilih teknik purposive sampling dalam pengambilan subjek

peneliti-an. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan

pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan

ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Syaodih, 2009).

B. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data primer yaitu data hasil tes setelah pembelajaran (posttest),lembar

(32)

2. Data sekunder, yaitu nilai ulangan harian mata pelajaran kimia.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain

penelitian yang digunakan adalah one shot case study . Pada desain ini hanya

diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi. Menurut Sugiyono (2012),

penelitian dengan desain ini digambarkan sebagai berikut ini:

Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan

O = Nilai Postes (Sesudah perlakuan)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Silabus dan RPP

Pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit

2. Lembar observasi aktivitas siswa

Lembar observasi aktifitas siswa digunakan untuk memperoleh informasi

mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan dengan

menggunakan model Problem Based Learning serta keterampilan berpikir

kritis siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pengisian lembar

observasi dilakukan dengan cara memberikan check list pada kolom yang telah

disediakan.

(33)

3. Lembar Kerja Siswa

Pada penelitian ini menggunakan 2 buah lembar kerja siswa (LKS). LKS 1

membahas tentang daya hantar listrik larutan elektrolit dan nonelektrolit

melalui percobaan, LKS 2 membahas tentang sifat dan jenis ikatan larutan

elektrolit dan nonelektrolit.

4. Tes tertulis.

Tes tertulis yang digunakan berupa posttest yang terdiri dari 4 soal dalam

bentuk uraian pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Soal uraian ini

digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi

kemampuan memberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan.

5. Kuesioner (Angket)

Pada penelitian ini, kuesioner diberikan kepada siswa secara langsung yang

berjumlah 6 pertanyaan dan digunakan untuk memperoleh informasi mengenai

keterlaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan dengan menggunakan

model pembelajaran Problem Based Learning dan keterampilan berpikir kritis

siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.Dalam kuesioner ini,

jawaban pertanyaan yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ ya atau

tidak”.

E. Validitas Instrumen Penelitian

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan

dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat . Untuk itu,

perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian

(34)

isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan

dengan menganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran,

indikator,kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan posttest. Bila antara

unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat

diguna-kan untuk mengumpuldiguna-kan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

Mekanisme kerja judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu

peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta

bantu-an Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si dbantu-an Dra. Chbantu-ansybantu-anah Diawati, M.Si sebagai

dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:

1. Observasi Pendahuluan

a. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan

informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang

digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di

sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan

penelitian.

b. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan

karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia.

2. Pelaksanaan Penelitian

(35)

1. Tahap persiapan

 Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses

pembelajaran di kelas, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes.

 Meminta data nama dan niai siswa pada materi sebelumnya, untuk

menge-lompokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

 Pelaksanaan proses pembelajaran pada subyek penelitian dengan

meng-gunakan model pembelajaran problem based learning.

 Memberikan posttest.

 Memberikan kuesioner (angket) kepada siswa setelah pembelajaran

me-ngenai materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

3. Tahap analisis data

 Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban kuesioner (angket)

untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan berfikir kritis siswa.

 Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.

 Penarikan kesimpulan

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan

(36)

Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian

G. Pengelompokan Kemampuan Kognitif Siswa

Berdasarkan kemampuan akademik siswa dikelompokkan menjadi tiga kategori

yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan siswa dilakukan dengan

tahapan membuat daftar distribusi frekuensi, setelah itu menghitung rata-rata nilai

ulangan harian mata pelajaran kimia dan standar deviasi. Berikut ini rumus untuk

mencari rata-rata (mean):

∑ ∑

Keterangan : = Nilai rata-rata siswa Kesimpulan Pembahasan Analisis Data

Kuesioner

Postest

Pembelajaran Problem Based

Validasi instrumen Membuat instrumen Menentukan subyek

(37)

fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa

= Jumlah frekuensi

Rumus untuk mencari standar deviasi sebagai berikut:

√∑ ∑

Keterangan : SD = Standar Deviasi

Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai

n = Jumlah subyek

Setelah itu mengelompokkan siswa dengan kriteria pengelompokkan menurut

sudijono (2008) pada tabel 4.

Tabel 4 Kriteria pengelompokkan siswa

Kriteria pengelompokkan Kriteria

Nilai ≥ mean + SD Tinggi

Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang

Nilai < mean – SD Rendah

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh jumlah siswa dari kelompok tinggi,

sedang, dan rendah berturut-turut adalah 2, 29, dan 6 siswa. Adapun perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 108.

H. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data hasil penelitian adalah

sebagai berikut:

(38)

a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian

berdasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.

b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan

memberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan.

c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan

memeberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan.

d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:

e. Menentukan kriteria kemampuan siswa untuk nilai siswa pada keterampilan

memberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan berdasarkan

tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Tingkat Kemampuan

Nilai Kriteria

f. Menghitung rata-rata nilai siswa pada keterampilan keterampilan memberikan

alasan dan meninterpretasikan suatu pernyataan dengan menggunakan

persamaan:

g. Menentukan kriteria kemampuan siswa untuk nilai rata-rata siswa pada

keterampilan memberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan

(39)

h. Menentukan jumlah siswa pada masing-masing tingkat kemampuan siswa

berdasarkan nilai siswa.

i. Menentukan persentase siswa pada masing-masing tingkat kemampuan siswa

berdasarkan nilai siswa.

j. Menentukan jumlah siswa pada setiap tingkat kemampuan untuk kelompok

siswa berkemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah

k. Menentukan persentase siswa pada setiap tingkat kemampuan untuk setiap

kelompok siswa berkemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah

menggunakan rumus di bawah ini:

Keterangan : % = Persentase siswa

X =

N = Jumlah siswa setiap kelompok akademik

l. Menafsirkan persentase yang diperoleh dengan menggunakan kriteria yang

dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990).

Tabel 6. Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran

Persentase Tafsiran

0% Tidak ada

1%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hamper separuhnya

50% Separuhnya

51%-75% Sebagian besar

76%-99% Hamper seluruhnya

(40)

2. Pengolahan data kuesioner

Analisis data kuesioner dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini:

1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1

2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap

pertanyaan

c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan

dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2002)

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban angket-i

∑S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan

(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian melalui

penerapan model Problem Based Learning pada materi larutan elektrolit dan

nonelektrolit dapat disimpulkan bahwa:

1. Kemampuan memberikan alasan pada kelompok tinggi seluruhnya berkriteria

sangat baik. Pada kelompok sedang, sebagian kecil berkriteria sangat baik

dan cukup, sebagian besar berkriteria baik. Pada kelompok rendah,

separuhnya berkriteria baik dan cukup.

2. Kemampuan menginterpretasi suatu pernyataan pada kelompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada kelompok sedang, hampir separuh

berkriteria sangat baik, sebagian besar berkriteria baik dan sebagian kecil

berkriteria cukup. Pada kelompok rendah, sebagian kecil berkriteria sangat

baik, dan baik, sebagian besar berkriteria cukup.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian yang sejenis agar

(42)

melaku-kan pengelompomelaku-kan agar memperoleh kemampuan kognitif siswa yang

sebe-narnya.

2. Calon peneliti sebaiknya melakukan uji reliabilitas dan validitas sebelum soal

posttest digunakan agar soal posttest dapat dengan tepat mengukur

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyawati, I. 2009. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Hidrolisis Dengan Metode Praktikum Alternatif Menggunakan Local Material. Diakses pada 15 Oktober 2012 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0704557.pdf

Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)dengan Meggunakan Metode Discovery Inquiry. DEPDIKBUD. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Amir, M. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Arifin, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UPI. Bandung.

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi 5). Bumi Aksara. Jakarta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . BSNP. Jakarta.

Baharuddin. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

Dahar, R.W. 1998. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Darma, I.M. 2013. Upaya Meningkatkan Motivasi, Minat dan Hasil Belajar Kimia melalui Pembelajaran Kooperatif Bermain Link Kartu Konsep(Artikel). Diakses 8 April 2013 dari

http://darmasuksma.blogspot.com/2012/06/artikel-upaya-meningkatkan-motivasi.html.

(44)

Duch. B. J. 1996. Problem: A Key Factor in PBL ?. [Online]. Tersedia:

http://www.udel.edu./pbl/cte/jan96-what-html. [26 mei 2010].

Ennis, R. 1989. Evaluating Critical Thinking. Midwest Publications. California

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran tentang Struktur Atom dari SMA hingga Perguruang Tinggi. Disertasi. SPs-UPI. Bandung.

Gustini, N. 2010. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Pengaruh Ion Senama dan pH Terhadap

Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif. Skripsi. Diakses tanggal 2 Oktober 2012 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d0451_0606857.pdf

Koentjaraningrat.1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Liliasari. 1996. Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan oleh Siswa SMA. Sebuah Studi tentang Berpikir Konsep. Sekolah Pasca Sarjana IKIP. Bandung.

Nur,M. Dan Widakardi, P.R.2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pengajaran. PSMS Program Pascasarjana UNESA. Surabaya .

Nurfatimah, A. 2010. Penerapan Model Problem Based Learning Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa. Diakses 26 Oktober 2010 dari

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skrip

Pannen, P., Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Purlistyani, I. 2012. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sifat-Sifat Koloid Dengan Metode Discovery-inkuiri. Diakses 11 Desember 2012 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807600.pdf

Saputra, A. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

(45)

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajarn Kimia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2009. Mendasain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis
Tabel 2. Indikator Keterampilan berpikir kritis yang dilatihkan
Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian
Tabel 4 Kriteria pengelompokkan siswa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan filsafat pendidikan Islam merupakan suatau kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an

- SP: Mendapatkan nilai SKB penuh 100 karena memiliki sertifikat pendidik yang dikeluarkan Kemendikbud/Kemenristekdikti/Kemenag - PD: Mendapatkan nilai tambahan SKB +10 karena

Menurut teori ini konsumen media memiliki kebebasan untuk memutuskan bagaimana mereka menggunakan media dan bebas memilih media mana yang mampu memuaskan kebutuhan

Dimana, back scattering technique merupakan pengukuran dengan daya hambur balik, pada metode ini cahaya dimasukkan kedalam salah satu ujung serat yang akan diukur, alat ukur

Peningkatan Keterampilan Bertanya Inkuiri Guru Pada Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar Melalui Kegiatan Lesson Study.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Namun begitu setelah melihat kepada hegemoni dengan lebih mendalam, hegemoni budaya tidak berlaku secara mutlak dalam konteks ketuanan Melayu kerana masih wujud elemen

Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa pada ukuran step h yang sama, estimasi eror mutlak penyelesaian dengan metode Runge-Kutta orde empat lebih kecil dibandingkan dengan

Lam bung ikan bet ut u akan kosong set elah 6 jam dari saat pem berian pakan, sedangkan profil enzim prot ease m em perlihat kan pola yang sejalan dengan laju pengosongan lam