ABSTRAK
UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK
(Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung) Oleh
Muhammad Rizky Andrean
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi pelopor keselamatan dalam berlalu lintas dengan mengutamakan displin dalam berkendara di jalan raya, khususnya bagi para pengemudi kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat pelanggaran lalu lintas dengan melibatkan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 81 ayat 2, seseorang baru dapat memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) jika sudah berumur 17 tahun. Berdasarkan uraian tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak. (2) Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan Direktur Lembaga Advokasi Anak (LAdA). Data penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Muhammad Rizky Andrean
Nomor 22 Tahun 2009 yaitu dengan penyitaan kendaraan bermotor. (2) Faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu: (a) faktor penegak hukum (b) kurangnya pengawasan pendidikan lalu lintas oleh orang tua terhadap anak, (c) faktor pergaulan atau lingkungan anak.
Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini yaitu kepolisian harus berperan aktif melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada anak yang berkaitan dengan aturan-aturan lalu lintas agar tidak ada lagi kasus pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di kota Bandar Lampung, serta sangat perlu bagi orang tua memberikan wawasan kepada anak mengenai berlalu lintas, oleh karena itu sangat penting di dalam perkembangan anak sebaiknya para orang tua melakukan pengawasan dan pendidikan yang lebih kepada anak tentang berkendaraan dan memperhatikan segala kegiatan anak terutama dalam suasana lingkungan yang berada disekitarnya.
ABSTRAK
UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK
(Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung) Oleh
Muhammad Rizky Andrean
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi pelopor keselamatan dalam berlalu lintas dengan mengutamakan displin dalam berkendara di jalan raya, khususnya bagi para pengemudi kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat pelanggaran lalu lintas dengan melibatkan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 81 ayat 2, seseorang baru dapat memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) jika sudah berumur 17 tahun. Berdasarkan uraian tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak. (2) Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan Direktur Lembaga Advokasi Anak (LAdA). Data penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Muhammad Rizky Andrean
Nomor 22 Tahun 2009 yaitu dengan penyitaan kendaraan bermotor. (2) Faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu: (a) faktor penegak hukum (b) kurangnya pengawasan pendidikan lalu lintas oleh orang tua terhadap anak, (c) faktor pergaulan atau lingkungan anak.
Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini yaitu kepolisian harus berperan aktif melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada anak yang berkaitan dengan aturan-aturan lalu lintas agar tidak ada lagi kasus pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di kota Bandar Lampung, serta sangat perlu bagi orang tua memberikan wawasan kepada anak mengenai berlalu lintas, oleh karena itu sangat penting di dalam perkembangan anak sebaiknya para orang tua melakukan pengawasan dan pendidikan yang lebih kepada anak tentang berkendaraan dan memperhatikan segala kegiatan anak terutama dalam suasana lingkungan yang berada disekitarnya.
UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK (Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung)
Oleh
Muhammad Rizky Andrean
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK
(Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD RIZKY ANDREAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran ... 15
B. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian ... 20
C. Tinjauan Umum Tentang Anak ... 24
D. Tinjauan Umum Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan ... 28
E. Pengemudi Kendaraan Bermotor ... 30
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34
B. Sumber dan Jenis Data ... 35
C. Penentuan Narasumber ... 36
D. Prosedur dan Pengumpulan Data ... 37
E. Analisis Data ... 38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 39
C. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas Oleh
Anak ... 43
D. Faktor Penghambat Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Pelanggaran
Lalu Lintas Oleh Anak ... 52
V. PENUTUP
A. Simpulan ... 62
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,
Kupersembahkan Karya Kecilku ini kepada :
Kedua Orang Tua Tercinta, Ayah (Yusman) Ibu (Dewi Andriyani),
Yang senantiasa berdoa, berkorban dan mendukungku, terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat
dan konsisten kepada cita-cita
Adik (Meidya Putri Handayani dan Maulidya Paramitha)
tersayang yang selalu mendampingi dan membantuku dalam segala hal, Tumbuh besar dalam suatu keluarga membuatku kuat dan mengerti akan arti
hidup sesungguhnya
Seluruh keluarga besar yang memotivasi dan memberikan doa untuk keberhasilanku
Almamater tercinta Universitas Lampung
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27
Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Yusman dan Ibu Dewi
Andriyani dan memiliki dua orang adik yang bernama
Meidya Putri Handayani dan Maulidya Paramitha
Penulis menyelesaikan pendidikan dI SD Kartika II-5 pada tahun 1999-2005,
SMP Negeri 25 Bandar Lampung pada tahun 2005-2008, dan SMA YP Unila
Bandar Lampung pada tahun 200-2011.
Pada tahun 2011 penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Pada Tahun 2015, penulis mengikuti kegiatan
KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sangga Buana, Kecamatan Way Seputih,
SANWACANA
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun
penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Tetapi dengan adanya keterlibatan berbagai pihak yang telah
memberikan doa, bantuan, dorongan, bimbingan, petunjuk, kritik dan saran,
akhirnya penulis dapat melalui semuanya dengan baik. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H., selaku PD 1 Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
3. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberi masukan, kritik, dan saran yang membantu penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah bersedia
membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi
ini.
5. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah bersedia
membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi
ini.
6. Ibu Rini Fatonah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah bersedia
meluangkan waktunya membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar
7. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Bapak Turaihan Aldi, dan Aiptu Budiono
terima kasih telah membantu, menjadi narasumber, menginformasikan, dan
memberi saran atas penulisan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuan kepada penulis yang kelak akan sangat berguna bagi
penulis, serta seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
9. Kedua orang tuaku, Ayah Yusman dan Ibu Dewi Andriyani yang sangat
kucintai, kusayangi dan kuhormati, terima kasih atas doa, dukungan, nasehat,
amarah, omelan, pengingat, motivasi serta pengorbanan luar biasa yang
selama ini diberikan demi kesuksesan dan keberhasilan anaknya. Semoga hati
kita selalu dipersatukan sebagai suatu keluarga.
10.Adik Meidya Putri Handayani dan Maulidya Paramitha, terima kasih atas
motivasi tiada henti, serta memberikan semangat yang sangat berarti,
dukungan dan kasih sayang dengan penuh kesabaran selama ini
11.Untuk Farras Mardathila terima kasih atas doa, dukungan, saran dan
semangatnya selama ini.
12.Untuk Keluargaku Riandy Wibowo, Retno, Rizki Anugerah V, Farrah
Mardathila, Theo Krishnanda, M. Rahmawan, Tommy Hidayat, Rara, Hendra
Ari S, Rendi Reynaldo, Desi, Moh. Farid, Sisi Dinantika, Ramadhan Akbar,
Helena, Gusti Reza Maulana, Ega Loventia, Arjuna Fransisko, Ika Ristia,
Yonathan Aji, M. Rizky Hasbullah, Febby Peje, Aji Bagus, Rahmanto terima
kasih telah berbagi di segala keadaan.
13.Untuk Ridha, Umay, Alwan dan lain lain
14.Untuk Kantin Uye Mba Kiki, Mba El, Bang Santos, Bang Hendra, Om din,
Risa, Jeri, Bude, Pak de, Terima kasih telah berbagi di segala keadaan.
15.Rekan-rekan seperjuangan, Muhtarudin Ammar, Riefko, Daniko, Fitra, Atta,
Adi Bagong, Derry, Yusuf, Diana, Edo, Agam, Panca, serta seluruh
teman-teman angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas
waktu dan bantuan kalian semoga kita semua menjadi orang yang berguna
16.Rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata, Printo, Mumun, Rendi, Yolanda, Denis,
Selynda, Nindy
17.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan, semangat serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga segala kebaikan dapat diterima sebagai pahala oleh Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanya
milik Allah dan kesalahan adalah milik penulis, akan tetapi sedikit harapan
semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya,
khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu
pengetahuan. Semoga skripsi ini kedepannya akan bermanfaat. Semoga Allah
SWT meridhoi segala langkah hidup kita.
Bandar Lampung, 2015 Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial perlu melakukan interaksi sosial antar sesama.
Interaksi sosial merupakan kunci dari kehidupan sosial, karena tanpa adanya
interaksi tidak mungkin ada kehidupan bersama. Gillin dan gillin1 mengatakan
bahwa interaksi sosial merupakan hubungan antara orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok
manusia. Oleh karena itu, manusia seharusnya mempunyai prasarana agar dapat
saling berinteraksi secara intensif.
Kendaraan bermotor digunakan sebagai alat transportasi untuk memudahkan
manusia untuk berpergian dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Pada zaman
modern ini aktifitas manusia sangat terbantu dengan adanya kendaraan bermotor
yang memudahkan setiap pergerakan individu. Sehingga dengan adanya
kendaraan bermotor membuat waktu tempuh lebih singkat dan efisien.
Kehadiran kendaraan bermotor juga membawa konsekuensi lain diantaranya
sangat diperlukan jalan yang memadai. Perlunya pengaturan lalu lintas yang
mengutamakan ketertiban berkendara serta masalah pelanggaran lalu lintas yang
1
2
menyebabkan kecelakaan, apalagi yang sangat disayangkan kecelakaan lalu lintas
tersebut dialami oleh anak-anak. Berdasar data Polda Metro Jaya, selama Januari
2015, kecelakaan yang disebabkan pelajar menempati urutan kedua tertinggi
dengan 39 pelaku dari total 375 kasus, tiga tahun terakhir, setiap bulan rata-rata
ada 35 pelajar yang terlibat kecelakaan.2 Lalu lintas dan pemakai jalan memiliki
peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai
oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mewujudkan lalu lintas dan pengguna jalan yang selamat, aman, cepat, lancar,
tertib, dan teratur. Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk
keselamatan, keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas jalan.
Belum siapnya angkutan umum yang bisa menjadi andalan bagi para masyarakat
serta kapasitas angkut yang terbatas menambah permasalahan bagi angkutan jalan
di Indonesia. Hal ini sangat berbeda di negara-negara modern, angkutan umum
justru dirancang dan disiapkan secara efisien sehingga masyarakat merasa lebih
aman dan nyaman untuk berpergian dari satu tempat ke tempat lain.
Pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor yang semakin pesat tiap tahunnya
juga membuat pembangunan jalan baru semakin sulit. Menurut data korps lalu
lintas kepolisian Negara Republik Indonesia jumlah kendaraan yang masih
beroperasi di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 104,211 juta unit. Pengguna
kendaraan bermotor di Indonesia meningkat 11% setiap tahunnya, namun
pertumbuhan jalan yang ada di Indonesia hanya 0,01%, itu pun hanya terjadi di
2
3
jalan-jalan besar yang ada di Indonesia.3Disiplin berkendara di jalan pun menjadi
sorotan, karena setiap orang yang berkendara memiliki disiplin kendaraan yang
berbeda-beda. Kebanyakan dari para pengendara tidak mengerti ataupun tidak
paham atau pura-pura tidak tahu mengenai tertib berkendara yang baik. Hal ini
mengakibatkan kemacetan hingga kecelakaan akibat tidak tertibnya para
pengendara saat berkendara di jalan raya.
Penyebab utama tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban
jiwa baik meninggal dunia, luka berat maupun luka ringan dan kerugian material
sangat berpengaruh pada aspek kejiwaan bagi korban dan keluarganya bahkan
berpengaruh pula pada aspek ekonomi. Penyebab kecelakaan ini disebabkan oleh
beberapa fakor yaitu antara lain faktor manusia, faktor kendaraan yang tidak layak
operasional, dan faktor cuaca.
Kecelakaan yang sering terjadi di jalan banyak diartikan sebagai suatu penderitaan
yang menimpa diri seseorang secara mendadak dan keras yang datang dari luar.
Akibat hukum yang terjadi terhadap pelanggaran lalu lintas adalah sanksi hukum
yang harus diterapkan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas, lebih-lebih yang
mengakibatkan korban harta benda dan manusia.
Bahkan yang memprihatinkan lagi terdapat anak-anak yang menjadi korban
ataupun menjadi pelaku pelanggaran lalu lintas. Cara yang dilakukan untuk
menekan terjadinya pelanggaran lalu lintas yang melibatkan anak yaitu secara
persuasif dan edukatif dengan himbauan-himbauan baik melalui media
3
4
elektronika maupun media cetak serta melaluli pencegahan bahkan pada upaya
penegakan hukum oleh petugas kepolisian maupun aparat lain yang terkait dalam
masalah keselamatan lalu lintas belum dapat membuahkan hasil yang optimal. Hal
tersebut masih menjadi kendala dikarenakan keterbatasan secara kwantitatif dan
kwalitatif baik sumber daya manusia maupun teknologi yang dimiliki oleh aparat
pemerintah maupun pihak-pihak terkait.
Anak sebagai suatu anugerah dari Tuhan Yang maha Esa merupakan amanat agar
orang tua bertanggung jawab memberikan pelajaran dan perlindungan sejak anak
dalam kandungan sampai batas usia tertentu. Memaknai pengertian anak perlu
perhatian yang khusus tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan (the body of
knowledge), tetapi dapat ditelaah dari sudut pandang sentralisasi kehidupan seperti
agama, hukum dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin rasional
dan aktual dalam lingkungan sosial.
Kepolisian Daerah (Polda) Lampung mencatat pada tahun 2012 pelanggaran lalu
lintas dibawah umur mencapai 6.225 orang, dan 3.755 orang hingga Agustus
2013. Data tersebut berasal dari laporan bukti pelanggaran (tilang) kendaraan
bermotor yang dilakukan oleh kepolisian daerah Lampung. Jumlah pelanggaran
kendaraan bermotor dibawah umur sekitar 2% (dua persen) dari total pelanggaran
pada 2013 yakni 70 ribu pelanggaran lalu lintas, mereka terdiri anak SD, SMP,
dan SMA.4 Pelanggaran lalu lintas sendiri yang dilakukan oleh anak-anak tidak
terlepas dari lemahnya pengawasan orang tua serta kurangnya pengetahuan
tentang berlalu lintas baik oleh orang tua maupun anak. Peningkatan jumlah
4
5
pelanggaran disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi
peraturan-peraturan yang berlaku atau norma hukum yang berlaku.
Terdapat 3 (tiga) klasifikasi pelanggaran lalu lintas yaitu:5 1. Pelanggaran Ringan
Pelanggaran yang masuk kategori ini cukup banyak. Kriteria untuk yang satu ini adalah pidana maksimal 15 hari - 2 bulan atau denda maksimal Rp. 100.000 sampai Rp. 500.000. terdapat 40 jenis pelanggaran yang masuk kategori ini, yaitu memakai aksesoris yang berbahaya di kendaraan, tidak memakai plat nomor, serta tidak mengutamakan pedestrian dan pesepeda.
2. Pelanggaran Sedang
Jenis yang masuk kelompok ini adalah pelanggaran yang mendapat sanksi pidana maksimal tiga sampai empat bulan atau dendamaksimal Rp. 5000.000 sampai Rp. 1.000.000. Sedangkan jenis-jenis mencakup tidak memiliki SIM, tidak konsentrasi saat berkendara, dan menerobos pintu palang kereta api.
3. Pelanggaran Berat
Jenis pelanggaran ini memiliki sanksi pidana maksimal enam bulan atau lebih dan denda maksimal Rp. 1.000.000. pelanggaran yang masuk kategori ini adalah merusak dan mengganggu fungsi jalan. Lalu, balapan liar di jalan raya, tidak mengasuransikan awak dan penumpang.
Pelanggaran lalu lintas merupakan suat keadaan dimana terjadi ketidak sesuaian
antara aturan dan pelaksanaan. Aturan dalam hal ini yang dimaksud adalah
Undang-Undang yang telah ditetapkan negara dan berlaku secara sah, sedangkan
masyarakat menjadi pelaksananya. Pelanggaran lalu lintas tidak dapat dibiarkan
begitu saja karena bersumber dari suatu pelanggaran tersebut akan timbul
kecelakaan lalu lintas, meski masih ada faktor lain yang menyebabkannya.
Penting adanya peraturan lalu lintas yang mengatur sarana dan prasarana lau
lintas, karena jika terjadi gangguan di jalan raya maka akan mempengaruhi
aktivitas masyarakat yang memiliki kepentingan dan keperluan yang beragam.
Sehingga dengan adanya peraturan tersebut masyarakat tidak perlu khawatir akan
gangguan di jalan raya dan dapat melakukan aktivitasnya dengan lancar.
5
6
Penetapan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan merupakan landasan dasar bagi para pengguna kendaraan
bermotor dan jasa angkutan umum. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan
dapat menjaga keselamatan dalam berlalu lintas dengan mengutamakan displin
dalam berkendara di jalan raya, khususnya bagi para pengemudi kendaraan
bermotor pribadi maupun kendaraan umum. Dimana dalam hal berkendara salah
satunya didasarkan pada aturan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur para pengemudi
kendaraan bermotor diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Kenyataannya pada saat ini pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memiliki
SIM dan melanggar lalu lintas khususnya terjadi pada anak-anak. Dengan adanya
seorang pengemudi anak-anak di jalan sudah dapat di pastikan bahwa seorang
anak belum memiliki SIM. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak pengendara
kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak luput dari polisi lalu lintas.
Menyikapi persoalan ini orang tua seharusnya menjadi dominan, pada kenyataan
yang kita dapati begitu mudahnya orang tua mengizinkan anak-anak mereka
mengendarai kendaraan dan tidak terbatas di lingkungan dimana si anak tinggal.
Tapi juga membolehkan membawa kendaraan sekolah, padahal jika ditinjau dari
segi apapun adalah tidak dapat dibenarkan seorang siswa membawa kendaraan
karena mereka belum cukup umur dan belum mempunyai SIM.
Sebagian orang tua apabila melihat anaknya sudah bisa mengendarai kendaraan
7
padahal apabila seorang anak sudah bisa mengendarai kendaraan bermotor dapat
merupakan suatu musibah yang dapat merugikan banyak pihak. Kedisiplinan anak
dalam berlalu lintas masih belum bisa teruji, khususnya dalam hal yang berkaitan
dengan kepemilikan SIM. Pada penulisan ini yang dimaksud dengan anak adalah
seseorang yang belum berusia 17 tahun dan belum memiliki SIM, sebagaimana
dalam hal kepemilikan SIM terdapat karakteristik umur seseorang, dari segi usia
kepemilikan SIM yaitu :6
1. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin
Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;
2. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan
3. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.
Aparat penegak hukum (polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie
toezicht) dan sebagai penindak (politie dwang)dalam fungsi politik. Di samping
itu polisi lalu lintas juga melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang
kewajiban bagi kendaraan bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segitiga
pengaman) dan fungsi bestuur khususnya dalam hal perizinan atau begunstiging
(misalnya, mengeluarkan Surat Izin Mengemudi).7
Mengendarai kendaraan secara kurang hati-hati dan melebihi kecepatan maksimal,
tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang. Walaupun
demikian, kebanyakan pengemudi menyadari akan bahaya yang di hadapi apabila
mengendarai kendaraan dengan melebihi kecepatan maksimal tersebut. Akan
6
Undang-Undang Nomor 22 tahun tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pasal 81 ayat 2. 7
8
tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang melakukan hal itu
khususnya anak sekolah sehingga dalam pelanggaran lalu lintas tersebut yang
menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Anak biasanya masih belum mampu mengontrol emosi, kematangan berfikir
kurang, kesadaran akan tanggung jawab rendah dan ditambah lagi kurangnya
pemahaman akan pentingnya keselamatan. Oleh karena itu tindakan kenakalan
yang dilakukan anak perlu mendapat pengkajian dan perhatian yang serius,
sehingga pemberian sanksi tidak meninggalkan aspek pembinaan, dan dari sisi
lainnya tidak melanggar perlindungan hak-hak asasi anak.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul "Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas
Oleh Anak (Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung)"
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
1. Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu
lintas oleh anak ?
2. Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan
pelanggaran lalu lintas oleh anak ?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kajian bidang hukum pidana khususnya
9
anak. Lokasi penelitian di wilayah hukum kota Bandar Lampung dengan tahun
penelitian 2015.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui upaya Kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu
lintas oleh anak.
2. Untuk mengetahui faktor penghambat Kepolisian dalam penanggulangan lalu
lintas oleh anak.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan
pembaharuan ilmu hukum nasional pada umumnya dan dalam perlindungan
hukum bagi setiap individu di dalam tata hukum Indonesia sekaligus memberikan
referensi bagi kepentingan yang bersifat akademis dan juga sebagai bahan
tambahan bagi kepustakaan serta pada perkembangan ilmu hukum pidana pada
10
b. Kegunaan Praktis
Penulis berharap hasil penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat serta
memberikan gambaran yang dapat disumbangkan kepada para penegak hukum
dan masyarakat luas mengenai penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak
di kota Bandar Lampung.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi
dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan
mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan
untuk penelitian.8
Konsep dari upaya penanggulangan kejahatan menurut Sudarto, terdiri dari:9 1. Preventif
Tindakan preventif yaitu usaha mencegah kejahatan/pelanggaran yang merupakan bagian dari politik kriminil. Politik kriminil dalam arti sempit adalah digambarkan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. Dalam arti luas politik kriminil merupakan keseluruhan fungsi dari penengak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari aparat kepolisian. Dalam arti lebih luas, politik kriminil merupakan keseluruhan kegiatan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. 2. Represif
Tindakan represif yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana atau pelanggaran.
3. Kuratif
Tindakan kuratif pada hakikatnya merupakan usaha preventif dalam arti yang seluas-luasnya yaitu usaha penanggulangan kejahatan, maka untuk mengadakan pembedaan sebenarnya tindakan kuratif ini merupakan segi lain dari tindakan represif dan lebih dititik beratkan kepada tindakan terhadap orang yang melakukan tindak kejahatan.
8
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986. Hlm. 123. 9
11
Selain penjelasan diatas, perlu diketahui juga bahwa ada beberapa faktor faktor
yang menjadi penyebab dan penghambat dari suatu tindak pidana ataupun
pelanggaran. Menurut Soerjono Soekanto masalah pokok yang mempengaruhi
penegakan hukum antara lain:10
1. Faktor hukum itu sendiri atau peraturan itu sendiri, yaitu yang diartikan dengan Undang-undang dalam arti materiil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan didibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian maka Undang-undang dalam materil mencakup:
a. Peraturan Pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum disebagian wilayah negara.
b. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja. 2. Faktor penegak hukum, yaitu mereka yang secara langsung dan secara
tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum. Yang dimaksud dengan penegak hukum pada kalanganyang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi peace enforcement. Kalangan tersebut mencakup ereka yang bertugas dibidang kehakiman, kepolisian, epengacaraan, dan pemasyarakatan.
3. Faktor saran atau fasilitas, yaitu mencakup antara lain tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil penegakkan hukum akan mencapai tujuannya.
4. Faktor masyarakat, penegakkan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakkan hukum tersebut.
5. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan), maka hukum mencakup struktur, substansi, dan kebudayaan.
2. Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala/fakta
10
12
yang akan diteliti, melainkan abstraksi dari gejala-gejala tersebut.11 Dalam
penelitian dan penulisan ini, penulis akan mencantumkan beberapa konsep yang
bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam pembuatan
skripsi ini antara lain:
a) Upaya adalah usaha yang dilakukan untuk mencapai maksud tertentu.12
b) Kepolisian adalah segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan peraturan undang-undang.13
c) Lalu Lintas adalah bejalan bolak-balik atau hilir mudik.14
d) Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas
rel.15
e) Pelanggaran adalah suatu perbuatan dapat dipidana baru disadari oleh
umum karena undang-undang menyebutnya sebagai tindak pidana dan
undang-undang mengancamnya dengan pidana.16
f) Anak adalah seseorang yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur
18 tahun.17 Dalam penulisan ini yang dimaksud dengan anak adalah
seseorang yang belum berusia 17 tahun dan belum memiliki SIM.
g) Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan menanggulangi.18
11
Sotandyo Wignjosoebroto.Hukum: Paradigma, metode, dan dinamika masalahnya. Huma. Jakarta. 2002. Hlm. 132
12
Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher. Hlm. 852.
13
Markus Gunawan dan Endang Kesuma Astuty.Buku Pintar Calon Anggota dan Anggota Polri. Trans Media Pustaka. Jakarta. Hlm. 1.
14
Poerwadharminta WJS.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Balai Pustaka. Jakarta. 2011. Hlm .24. 15
Undang-undan Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. 16
Tim Visi Adiwidya.Buku Babon Tes TNI-POLRI 2015 Sistem CAT.Visi Media Pustaka. Jakarta. Hlm. 328.
17
Undang-undang 11 Tahun 2012. Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 18
13
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun dalam suatu sistematika yang terdiri dari lima bab yang tiap
bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Adapun gambaran untuk setiap bab adalah
sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Merupakan bagian pendahuluan yang memberikan gambaran secara umum dan
menyeluruh serta sistematis menguraikan hal-hal yang terdiri dari Latar
Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Kerangka Penelitian dan Sistematika Penulisan dari penelitian ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi landasan teori yaitu ketentuan hukum mengenai pelanggaran lalu
lintas yang dilakukan oleh anak dan teori teori yang berkaitan dengan pelanggaran
lalu lintas yang dilakukan oleh anak.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu
langkah-langkah atau cara yang dipakai dalam penelitian memuat pendekatan
14
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil penelitian yang di analisa tentang fakta-fakta yang di
bahas mengenai upaya Kepolisian Bandar Lampung dalam menertibkan
pengendara kendaraan bermotor oleh anak dan juga faktor penghamat pihak
Kepolisian Bandar Lampung dalam menertibkan pengendara kendaraan bermotor
oleh anak.
V. PENUTUP
Merupakan bab terakhir dalam penelitian ini, berisi kesimpulan yang di
kemukakan penulis berdasarkan permasalahan yang telah dibahas dan di analisis,
dalam bab ini juga di kemukakan berbagai saran dari penulis yang dihasilkan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran
1. Pengertian Pelanggaran
Pelanggaran adalah delik undang-undang(wet delict), yaitu suatu perbuatan dapat
dipidana baru disadari oleh umum karena undang-undang menyebutnya sebagai
tindak pidana dan undang-undang mengancamnya dengan pidana.19
Pelanggaran berasal dari kata “langgar” yang berarti bertubrukan, bertumbukan,
serang-menyerang, dan bertentangan. “Pelanggaran” artinya perbuatan (perkara)
melanggar artinya tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan.20
A.S. Alam dan Amir Ilyas21menyebutkan bahwa pelanggaran merupakan semua
pasal-pasal yang disebut di dalam buku III (tiga) KUHP, seperti saksi di
persidangan yang memakai jimat pada waktu ia harus memberi keterangan dengan
bersumpah, dihukum dengan hukum kurungan selama-lamanya 10 hari atau
denda. Pelanggaran di dalam bahasa inggris disebut misdemeanor. Ancaman
hukumannya biasanya hukuman denda saja. Contohnya yang banyak terjadi
misalnya pada pelanggaran lalu lintas.
19
Tim Visi Adiwidya.Op.cit.Hlm. 329. 20
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. 2002. Hlm. 634. 21
16
Delik undang-undang (pelanggaran) adalah merupakan peristiwa-peristiwa pidana
yang kecil-kecil seperti minta-minta di jalan umum, mengadu ayam tanpa izin,
kentara mabuk di jalan umum, berjalan di kanan jalan, memberhentikn jalan di
tikungan jalan dan sebagainya, ancaman pidananya pun lebih ringan daripada
kejahatan-kejahatan.22
Secara kuantitatif pembuat Undang-undang membedakan delik kejahatan dan pelanggaran sebagai berikut:23
1. Pasal 5 KUHP hanya berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang merupakan kejahatan di Indonesia. Jika seorang Indonesia yang melakukan delik di luar negeri yang digolongkan sebagai delik pelanggaran di Indonesia, maka dipandang tidak perlu dituntut.
2. Percobaan dan membantu melakukan delik pelanggaran tidak dipidana. 3. Pada pemidanan terhadap anak di bawah umur tergantung pada apakah itu
kejahatan atau pelanggaran.
Perbedaan yang mendasar antara kejahatan dan pelanggaran yaitu keduanya
merupakan tindak pidana, sama-sama delik atau perbuatan yang boleh dihukum.
Hanya saja pada pelaku tindak pelanggaran tidak pernah diancamkan pidana
penjara. Perlu diketahui bahwa pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan
pidana penjara, akan tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan
kejahatan lebih didominasi dengan ancaman pidana penjara. Justru karena itulah
oleh undang-undang perlu ditegaskan dalam undang-undang itu sendiri manakah
yang kejahatan dan yang manakah yang harus dipandang sebagai pelanggaran.
Walaupun demikian dapat dikatakan, bahwa pembagian delik dalam kejahatan
dan pelanggaran itu berdasarkan perbedaan antara apa yang di sebut delik hukum
(rechtsdelict)dan delik undang-undang(wetsdelict).
22
R. Soesilo.Pokok-Pokok Hukum Pidana Perturan Umum dan Delik-delik Khusus.Bogor. Politeia. 1979. Hlm. 19.
23
17
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
pelanggaran adalah:
1. Pelanggaran merupakan tindak pidana yang lebih ringan dari kejahatan
baik perbuatannya maupun hukumannya.
2. Perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan
dalam Undang-undang pidana.
2. Teori Penanggulangan Kejahatan
Kepustakaan asing istilah politik hukum pidana ini sering dikenal dengan berbagai
istilah yaitu penal policy. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum
pidana pada hakikatnya tidak sini dilepaskan dari tujuan penanggulangan
kejahatan. Jadi kebijakan hukum pidana juga merupakan bagian dari politik
hukum kriminal. Dengan kata lain dilihat dari sudut pandang politik ktriminal,
maka pengertian politik hukum pidana indentik dengan kebijakan penanggulangan
kejahatan dengan hukum pidana.
Konsep dari upaya penanggulangan kejahatan menurut Sudarto, terdiri dari:24 a. Tindakan preventif, yaitu usaha mencegah kejahatan/pelanggaran yang merupakan bagian dari politik kriminil. Politik kriminil dalam arti sempit adalah digambarkan sebagai keseluruhan fungsi dari penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari aparat kepolisian.
b. Tindakan Represif, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana atau pelanggaran.
c. Tindakan kuratif, yaitu pada hakikatnya merupakan usaha preventif dalam arti yang seluas-luasnya yaitu usaha penanggulangan kejahatan, maka untuk mengadakan pembedaan sebenarnya tindakan kuratif ini merupakan segi lain dari tindakan represif dan lebih dititik beratkan kepada tindakan terhadap orang yang melakukan tindak kejahatan.
24
18
Usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan Undang-Undang (hukum)
pidana pada hakikatnya juga merupakan integral dari usaha perlindungan
masyarakat. Oleh karena itu wajar pula apabila kebijakan atau politik hukum
pidana juga merupakan bagian dari integral dari kebijakan atau politik sosial.25
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penangulangan kejahatan
termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun
tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy)
yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social-welfare
policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (
social-defence policy). Dilihat dalam arti luas kebijakan hukum pidana dapat mencakup
ruang lingkup kebijakan dibidang hukum pidana materiil, dibidang hukum pidana
formal dan dan dibidang hukum pelaksanaan hukum pidana.
Mengingat upaya penangulangan kejahatan lewat jalur nonpenal lebih bersifat
tindakan menceggah untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor
kondusif antara lain berpusat pada masalah-masalah kondisi-kondisi sosial yang
secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh
suburkan kejahatan.26
3. Kebijakan Kriminal
Kebijakan kriminal merupakan upaya atau kebijakan untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal
25
Barda Nawawi Arif. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Prenada Media Group. Jakarta. 2011. Hlm. 28.
26
19
(criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang
lebih luas, yaitu kebijakan sosial (sosial policy) yang terdiri dari
kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (sicial-welfare policy) dan
kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social-defence policy).27
Mengenai kebijakan kriminal atau politik kriminal Sudarto mengemukakan 3 (tiga) arti mengenai kebijakan kriminal:28
1. dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.
2. dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.
3. dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
Pendapat lain yang lebih singkat dikemukakan oleh Sudarto yaitu "bahwa politik
kriminal merupakan "suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam
menanggulangi kejahatan".29
Pelaksanaan kebijakan kriminal menggunakan sarana hukum pidana. Kebijakan
pidana (penal policy) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya
mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif
dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada si
pembuat Undang-Undang tapi juga kepada pengadilan dan juga para
penyelenggaran atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan
Undang-Undang.30
27
Barda Nawawi Arief.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung. PT Citra Adity Bakti. Hlm. 73.
28
Tina Asmarawati.Delik-delik yang Berada di Luar KUHP. Yogyakarta. Deepublish. 2014. Hlm. 383.
29
Sudarto.Hukum dan Hukum Pidana.Bandung. Sinar Baru. Hlm. 38. 30
20
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kejahatan
melalui hukum pidana tersebut lebih mencerminkan pendekatan kebijakan, baik
kebijakan kriminal (non penal) maupun kebijakan hukum pidana (penal policy).
B. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian
1. Istilah Kepolisian
Kepolisian merupakan lembaga penegak hukum yang bertugas untuk mengayomi
mayarakat, sehingga daapat terciptanya keamana dan ketertiban di masyarakat.
Encyclopaedia of Social Sceinces didapatkan pengertian "Polisi" sebagai
berikut:31
"Istilah "Polisi" pada pengertian semulanya meliputi bidang fungsi/tugas yang luas. Istilah itu dipergunakan untuk menjelaskan berbagai-bagai aspek dari pengawasan kesehatan umum; dalam arti yang sangat khusus dipakai dalam hubungannya dengan usaha penanggulagan pelanggaran-pelanggaran politik, dan sejak itu telah meluas secara praktis meliputi semua bentuk pengaturan dan ketertiban umum. Dan sekarang, istilah itu terutama dipergunakan dalam hubungan dengan pemiliharaan ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta harta bendanya dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum sejak itu "Police" dan "Constabulary" telah merupakan istilah-istilah yang hampir sinonim."
Pengertian yang hampir sama dalam Encyclopaedia Britanica kita dapatkan dimana disebutkan bahwa:32
"Istilah "Polisi" yang sekarang biasa dipergunakan diartikan sebagai pemelihara ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta miliknya dari keadaan yang menurut perkiraan dapat merupakan suatu bahaya atau gangguan umum dan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Pengertian sebelumnya meliputi pula kegiatan-kegiatan seperti perataan jalan-jalan dan penerangan, pembersihan jalan dan kesehatan seperti juga halnya dipergunakan cukup luas meliputi seluruh bidang kebijaksanaan pemerintahan dalam negeri.
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan Polri
dalam kaitannya dengann pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan
31
Momo Kelana.Hukum Kepolisian. Jakarta. PT Grasindo. 1994. Hlm. 16. 32
21
negara dibidang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang
bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
terlselenggara perlindunngan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat,
serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.33
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia diatur juga tentang tujuan dari POLRI yaitu :
“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan
dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat,
tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia”.
Kepolisian berperan untuk menjaga ketertiban serta menegakkan hukum yang
berlaku sehingga para pengendara kendaraan bermotor anak tidak diperkenankan
mengendarai kendaraan bermotor.
2. Tugas dan Wewenang Kepolisian
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:34
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
33
Budi Rizki Husin dan Rini Fathonah.Studi Lembaga Penegak Hukum. Lampung. UNILA. 2014. Hlm. 15.
34
22
2. Menegakkan hukum, dan
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Melaksanakan tugas pokok tersebut Polri melakukan:35
1. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
2. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.
3. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.
4. turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
5. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
6. melakukan kordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
7. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik, dan psikologis kepolisian untuk kepentingan tugas polisi.
9. Melindungi keselamatan jiwa raga harta benda masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum dilayani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang.
11. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.
12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kepolisian memiliki tanggung jawab terciptanya dan terbinanya suatu keadaan
yang aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan pendapat
Soebroto Brotodiredjo sebagaimana ditulis oleh R. Abdussalam mengemukakan,
bahwa keamanan dan ketertiban adalah keadaan bebas dari kerusakan atau
kehancuran yang mengancam keseluruhan atau perorangan dan memberikan rasa
35
23
bebas dari ketakutan atau kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan rasa kepastian
dari jaminan segala kepentingan atau suatu keadaan yang bebas dari pelanggaran
norma-norma.36
Kewenangan kepolisian yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 ialah sebagai berikut:37
1. Menerima laporan dan/atau pengaduan.
2. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.
3. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.
4. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
5. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian.
6. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
7. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
8. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang. 9. Mencari keterangan dan barang bukti.
10. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.
11. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.
12. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
13. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Dalam menjalankan fungsi sebagai aparat penegakan hukum, polisi wajib
memahami azas-azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pelaksanaan tugas, yaitu sebagai berikut:38
1. Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum.
2. Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan masyarakat yang bersifat diskresi, karena belum diatur dalam hukum
3. Asas partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan swakarsa untuk mewujudkan ketaatan hukum dikalangan masyarakat.
36
Soebroto Brotodiredjo dalam R. Abdussalam.Penegak Hukum Di Lapangan Oleh Polri. Dinas Hukum Polri. Jakarta. 1997. Hlm. 22.
37
Ibid.Hlm. 17-18. 38
24
4. Asas preventif, selalu mengedepankan tindakan pencegahan daripada penindakan (represif) kepada masyarakat.
5. Asas subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang membidangi.
C. Tinjauan Umum Tentang Anak
1. Pengertian Anak
Anak merupakan anugerah yang di berikan Tuhan Yang Maha Esa kepada orang
tua agar dapat bertanggung jawab dan memberikan perlindungan sampai batasan
tertentu. Pada zaman ini anak-anak terjebak dalam konsumerisme dan asosial
yang makin lama dapat menjurus ke tindakan kriminal seperti ekstasi, narkotika,
pemeresan, seks bebas, pencurian, serta balapan liar.
Melihat dari batasan usia anak dari sudut psikososial, Singgih Gunarso dalam
makalahanya yang berjudul Perubahan Sosial Dalam Masyarakat yang
disampaikan dalam seminar “Keluarga dan Budaya Remaja di Perkotaan” yang
dilakukan di Jakarta, mengemukakan bahwa klasifikasi perkembangan anak
hingga dewasa dikaitkan dengan usia dan kecenderungan kondisi kejiwaannya,
menurut Singgih Gunarso terbagi menjadi lima tahap yaitu: (1) anak, seseorang
yang berusia dibawah 12 tahun; (2) remaja dini, yaitu seseorang yang berusia
antara 12 sampai 15 tahun; (3) remaja penuh, yaitu seseorang yang berusia 15-17
tahun; (4) dewasa muda, yaitu seseorang yang berusia antara 17-21 tahun; (5)
dewasa, yaitu seseorang yang berusia di atas 21 tahun.39
39
25
Usia 14 tahun dalam konteks ini, sudah dipakai dalam ketentuan yang berbeda,
misalnya: untk bekerja, membantu sesuatu, perbuatan yang dapat dikategorikan
tindak pidana dan sebagainya. Perbuatan anak itu sudah mengandung nilai
yuridis.40
Hukum di Indonesia, terdapat pluralisme mengenai kriteria anak, ini sebagai
akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan mengatur secara tersendiri kriteria
tentang anak.
Berikut ini beberapa definisi yang dalam peraturan hukum di Indonesia:41
a. Pengertian anak dalam Undang-Undang Dasar 1945
Pengertian anak atau kedudukan anak yang ditetapkan menurut Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dalam Pasal 34. Pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena menjadi dasar kedudukan anak, dalam kedua pengertian ini, yaitu anak adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan. Pengertian anak menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan pengertian politik melahirkan atau mendahulukan hak-hak yang harus diperoleh anak dari masyarakat, bangsa dan negara atau dengan kata yang tepat pemerintah dan masyarakat lebih bertanggungjawab terhadap masalah sosial yuridis dan politik yang ada pada seorang anak.
b. Pengertian anak dalam Hukum Pidana
Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana diletakkan dalam
pengertian anak yang bermakna “ penafsiran hukum secara negatif ” dalam
arti seorang anak yang berstatus sebagai subjek hukum yang seharusnya bertanggungjawab terhadap tindak pidana ( strafbaar feit ) yang dilakukan oleh anak itu sendiri, ternyata karena kedudukan sebagai seorang anak yang berada dalam usia belum dewasa diletakkan sebagai seseorang yang mempunyai hak-hak khusus dan perlu untuk perlakuan khusus menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Pengertian anak juga tertuang dalam hukum nasional di Indonesia. Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, diatur bahwa:
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan pengertian tersebut anak yang
40
Bunadi Hidayat.Pemidanaan Anak dibawah Umur. Alumni. Bandung. 2010. Hlm. 55. 41
26
masih berada dalam kandungan juga telah berhak atas perlindungan hukum. Jadi
dalam hal penulisan ini yang dimaksudkan anak adalah anak yang belum
mencapai usia 17 tahun dan belum memiliki SIM.
2. Pengertian Kenakalan Anak
Masalah kenakalan anak pada saat ini merupakan persoalan yang aktual, hampir
di setiap negara mengalaminya termasuk Indonesia. Anak-anak yang kurang atau
tidak mendapat perhatian secara fisik, mental maupun sosial seringkali bertindak
asosial dan bahkan anti sosial yang merugikan dirinya sendiri, keluarga dan
masyarakat.
Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan
anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak
dan remaja yang disebabkan oleh datu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka
itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.42
R. Kusumanto Setyonegoro yang mengemukakan pendapatnya terkait kenakalan
anak sebagai berikut: tingkah laku individu yang bertentangan dengan
syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik, oleh suatu
lingkungan masyarakat atas hukum yang berlaku disuatu masyarakat yang
berkebudayaan tertentu. Apabila individu itu masih anak-anak, maka sering
tingkah laku serupa itu disebut dengan istilah tingkah laku yang sukar atau nakal.
Jika ia berusaha adolescent atau preadolescent, maka tingkah laku itu sering
42
27
disebut delikuen; dan jika ia dewasa maka tingkah laku ini sering kali disebut
psikopatik dan jika terang-terangan melawan hukum disebut kriminal.43
Wiiliam G. Kvaraceus mengatakan: “Most statutes point out that delinquent
behavior contitutes a violation of the law or municipal ordinance by a young
person under a certain age”. Menurut Sudarsono, suatu perbuatan dianggap
delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma yang
ada dalam masyarakat di mana ia hidup atau suatu perbuatan yang anti sosial yang
di dalamnya terkandung unsur-unsur normatif.44
Maud A. Merril dalam bukunya “Problem of Child Deliquency”, seperti yang
dikutip oleh Gerungan merumuskan : “A child is classified as a delinquent when
his anti social tendencies appear to be so grave that he become or ought to
become the subject of official action. ”Seorang anak digolongkan anak delinkuen
apabila tampak adanya kecenderungan-kecenderungan anti sosial yang demikian
memuncaknya sehingga yang berwajib terpaksa atau hendaknya mengambil
tindakan terhadapnya, dalam arti menahannya atas mengasingkannya.45
Kenakalan anak meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma
sosial (agama, susila, dan sopan santun). Perilaku tersebut dapat merugikan
dirinya sendiri maupun orang lain, perilaku tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
43
Nashriana.Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia.Jakarta. Rajawali Pers. 2012. Hlm. 28.
44
Maidin Gultom.Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia. Bandung. Refika Aditama. 2008. Hlm. 55-56.
45
28
intern (dalam diri anak itu sendiri) maupun faktor eksteren (diluar diri anak),
yaitu:46
A. Faktor Intern:
1. Mencari identitas atau jati diri.
2. Masa puber (Perubahan hormon-hormon seksual). 3. Tidak ada disiplin diri.
4. Peniruan.
B. Faktor Eksteren: 1. Tekanan ekonomi.
2. Lingkungan sosial yang buruk.
D. Tinjauan Umum Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Bicara tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara tidak langsung tertuju kepada
pihak kepolisian yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, kenyaman
dalam berkendara. Padahal sesungguhnya tidak hanya pihak kepolisian yang
bertanggung jawab dalam hal berlalu lintas. Setidaknya dala lima istitusi yang
bertanggung jawab dalam berlalu lintas yaiitu:47
1. Instansi yang pertama adalah kementrian negara yang bertugas mengurusi masalah bidang jalan, bagian ini biasanya menjadi tanggung jawab dari Departemen Pekerjaan Umum (PU).
2. Instansi kementrian negara yang mengurusi pengadaan sarana dan prasarana lalu lintas, dalam hal ini Departemen Perhubungan yang memiliki tanggung jawab tersebut.
3. Instansi kementrian negara yang bertanggung jawab di bidang industri, dalam hal ini Departemen Perindustrian penanggung jawabnya.
4. Instansi adalah kementrian negara yang bertanggung jawab dibidang pengembangan teknologi yaitu kementrian riset dan teknologi.
5. Yang terakhir adalah instansi Kepolisian.
Melihat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dalam Pasal 1 adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu
46
Ibid.Hlm. 7. 47
29
lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas
dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
ini pengaturan dan penerapan sanksi pidana di atur lebih tegas. Bagi pelanggaran
yang sifatnya ringan dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif
lebih ringan. Namun terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan
dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini di maksudkan agar dapat
menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani
masyarakat.
Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga di atur mengenai sanksi
administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan,
pembekuan izin, pencabutan izin, dan pemberian denda. Ketentuan mengenai
sanksi pidana dan administratif di ancamkan pula kepada pejabat atau
penyelenggara jalan.
Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan yang sangat penting dalam
mendukung pembangunan dan identitas suatu bangsa sebagai bagian dari upaya
untuk memajukan kesejahteraan umum. Lalu lintas dan anguktan jalan merupakan
bagian dari sistem transportasi yang harus dikembangkan potensi dan perananya
untuk mewujudkan keamanan, ketertiban, kelancaran dan keselamatan berlalu
30
E. Pengemudi Kendaraan Bermotor
Penggunaan kendaraan bermotor diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Undang-Undang ini
di atur mengenai pengemudi dari kendaraan bermotor. Pengemudi merupakan
orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan yang telah memiliki
SIM.
SIM merupakan salah satu syarat yang harus di miliki oleh setiap pengendara
kendaraan bernotor, sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 Pasal 77 Ayat 1: "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis
Kendaraan Bermotor yang dikemudikan”. SIM merupakan bukti registrasi
administrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang
telah memenuhi persyaratan administrasi tertentu, sehat jasmani dan rohani,
memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor.
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib memiliki
SIM sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikannya.
SIM ini dikeluarkan bertujuan untuk ketertiban dalam berkendara atau tertib
berlalu lintas. Ada beberapa fungsi yang dapat ditemukan dengan diterbitkannya
SIM ini, diantaranya adalah:48
1. Sebagai sarana identifikasi/jati diri seseorang pengendara.
48
31
2. Sebagai alat bukti telah menempuh ujian keterampilan mengemudi dan
teori.
3. Sebagai sarana upaya paksa, dalam hal bila terjadi pelanggaran lalu lintas.
4. Sebagai sarana pelayanan masyarakat.
SIM Kendaraan Bermotor sendiri di bagi menjadi dua bagian, yakni SIM
Kendaraan bermotor perorangan dan umum. Adapun penggolongan SIM untuk
perorangan diatur dalam Pasal 80 yaitu:
Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan
barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi
3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
1. Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang
diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
2. Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan Kendaraan alat
berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik
kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang
diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000
(seribu) kilogram.
3. Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor.
4. Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus
32
Adapun yang menjadi syarat untuk mempeloleh SIM perorangan adalah
memenuhi persyaratan dari segi usia, administrasi, kesehatan dan melulusi ujian
yang dilaksanakan oleh Polri kepada calon pemilik SIM perorangan. Dari segi
usia diatur dalam pasal 81 ayat 2 yakni:
1. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin
Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;
2. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan
3. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.
Penggolongan SIM kendaraan bermotor umum menurut Pasal 82 yakni:
1. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk mengemudikan kendaraan
bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan
tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
2. Surat Izin Mengemudi B I Umum berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan
lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
3. Surat Izin Mengemudi B II Umum berlaku untuk mengemudikan
Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta
tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta
tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.
Syarat atau batasan umur bagi seseorang yang ingin memperoleh SIM kendaraan
33
“Syarat usia untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor
Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai
berikut:
a. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A Umum;
b. usia 22 (dua puluh dua) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I Umum;
dan
c. usia 23 (dua puluh tiga) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II Umum.”
Ketentuan ini menjelaskan bahwa sesorang yang belum mencukupi usia yang
ditentukan sesuai dengan jenis SIM yang diinginkan, maka tidak dapat
memperoleh SIM. Melihat pada kenyataan bahwa telah terjadi pelanggaran lalu
lintas, di mana terdapat anak yang mengemudikan kendaraan bermotor padahal
mereka belum mencapai usia untuk memperoleh SIM.
Seseorang yang melanggar ketentuan pasal Pasal 77 ayat (1) diancam dengan
hukuman pidana yang diatur dalam Pasal 281 undang-undang ini yang berbunyi:
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak
memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
masalah yuridis normatif dan pendekatan masalah yuridis empiris guna
mendapatkan suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.
1. Pendekatan yuridis Normatif
Pendekatan yang bersifat yuridis normatif adalah penelitian dengan data
sekunder yang dilakukan dalam mencari data atau sumber yang bersifat
teori yang berguna untuk memecahkan masalah melalui studi kepustakaan
yang meliputi studi kepustakaan yang meliputi buku-buku,
peraturan-peraturan, surat-surat keputusan dan dokumen resmi yang berhunungan
dengan masalah yang diteliti.
2. Pendekatan yuridis Empiris
Pendekatan yuridis empiris adalah dengan meneliti dan mengumpulkan
data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian terhadap
objek peneliti dengan cara observasi dan wawancara dengan responden
atau narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas