• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun oleh Nama Dede Reynaldi NIM 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Disusun oleh Nama Dede Reynaldi NIM 2013"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun oleh:

Nama: Dede Reynaldi

NIM: 201310410311047

Kelas: Farmasi A

Universitas Muhammadiyah Malang

Malang

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

rahmat dan karunia-Nya Saya dapat menyelesaikan makalah ini. Juga

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu

Saya dalam penyusunan makalah ini.

Dalam makalah ini Saya akan membahas tentang isu farmasi dan

keprofesian farmasi.

Saya menyadari bahwa makalah yang Saya susun berdasarkan

kemampuan yang Saya miliki ini masih memiliki kekurangan dan

keterbatasan. Oleh karena itu Saya mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun untuk perbaikan ke depannya.

Akhir kata Saya ucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan

semoga makalah ini dapat diterima dengan baik.

Sampit, 23 Oktober 2013

Penulis

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar...1

Daftar Isi...2

BAB I

Pendahuluan...3

BAB II

Isi ...4

BAB III

Penutup ...9

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan undang- undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Agar tercapai keadaan tersebut, perlu upaya dibidang kesehatan berupa kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan pemereintah dan masyarakat.

Farmasi berasal dari kata “PHARMACON” yang berarti obat atau racun. Farmasi sendiri berarti seni dan ilmu dalam penyediaan bahan sumber alam dan bahan sintetis yang sesuai untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit. Umumnya meliputi pengetahuan tentang identifikasi, kombinasi, analisa dan standarisasi obat dan pengobatan, termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusi serta dalam hal penggunaannya.

Pekerjaan farmasi adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknik Kefarmasian (TTK). Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucap sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan TTK adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian. Yang terdiri atas Sarjana farmasi, Ahli madya farmasi, Analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/ Asisten Apoteker.

(5)

BAB II

ISI

Isu Keprofesian Farmasi

Keprofesian Farmasi Klinik

Menurut Siregar (2004) farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur. Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya obat.

Kegiatan farmasi klinik yaitu memberikan saran professional pada saat peresepan dan setelah peresepan. Kegiatan farmasi klinik sebelum peresepan meliputi setiap kegiatan yang mempengaruhi kebijakan peresepan seperti :

1. Penyusunan formularium rumah sakit.

2. Mendukung informasi dalam menetapkan kebijakan peresepan rumah sakit.

Evaluasi Obat

Farmasis klinik berperan dalam mengidentifikasi adanya Drug Related Problems

(DRPs). Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang mempengaruhi secara potensial atau aktual hasil akhir pasien. Menurut Koda-Kimble (2005), DRPs diklasifikasikan, sebagai berikut :

1. Kebutuhan akan obat (drug needed)

a. Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan b. Problem medis sudah jelas tetapi tidak diterapi

c. Obat yang diresepkan benar, tetapi tidak digunakan (non compliance)

2. Ketidaktepatan obat (wrong/inappropriate drug)

a. Tidak ada problem medis yang jelas untuk penggunaan suatu obat b. Obat tidak sesuai dengan problem medis yang ada

c. Problem medis dapat sembuh sendiri tanpa diberi obat d. Duplikasi terapi

(6)

g. Pemberian tidak memperhitungkan kondisi pasien

3. Ketidaktepatan dosis (wrong / inappropriate dose) a. Dosis terlalu tinggi

b. Penggunaan yang berlebihan oleh pasien (over compliance) c. Dosis terlalu rendah

d. Penggunaan yang kurang oleh pasien (under compliance) e. Ketidaktepatan interval dosis

4. Efek buruk obat (adverse drug reaction) a. Efek samping

b. Alergi

c. Obat memicu kerusakan tubuh

d. Obat memicu perubahan nilai pemeriksaan laboratorium

5. Interaksi obat (drug interaction)

a. Interaksi antara obat dengan obat/herbal b. Interaksi obat dengan makanan

c. Interaksi obat dengan pengujian laboratorium

Kegiatan profesi farmasi dibidang klinik memiliki karakteristik, antara lain : berorientsi kepada pasien; terlibat langsung dalam perawatan pasien; bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai atau memberikan informasi jika diperlukan; bersifat aktif, dengan memberikan masukan kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait dengan pengobatan pasien; bertanggung jawab terhadap setiap saran yang diberikan; menjadi mitra sejajar dengan profesi kesehatan lainnya (dokter, perawat dan tenga kesehatan lainnya).

Keterampilan seorang farmasis dalam melakukan praktek farmasi klinik memerlukan pemahaman keilmuan, seperti :

1. Konsep-konsep penyakit (anatomi dan fisiologi manusia, patofisiologi penyakit, patogenesis penyakit).

2. Penatalaksanaan Penyakit (farmakologi, farmakoterapi dan product knowledge). 3. Teknik komunikasi dan konseling pasien.

(7)

5. Keilmuan farmasi praktis lainnya (farmakokinetik klinik, farmakologi, mekanisme kerja obat, farmasetika).

Keprofesian Farmasi Rumah Sakit

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian di bawah pimpinan seorang farmasis dan memenuhi persyaratan secara hukum untuk mengadakan, menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang lengkap dan pelayanan farmasi klinik yang sifat pelayanannya berorientasi kepada kepentingan penderita.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.134/Menkes/Per/I/1978, farmasi rumah sakit bertugas mengelola :

a. Peracikan, penyimpanan, dan penyaluran obat-obatan, gas medik serta bahan kimia. b. Penyimpanan dan penyaluran alat kesehatan.

Tugas utama IFRS adalah sebagai pengelola kegiatan, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang beredar yang digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan tugas pengelolaan tersebut, IFRS harus harus mempersiapkan terapi obat yang optimal bagi semua penderita serta menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal.

IFRS juga bertanggung jawab untuk mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik.

Sistem distribusi obat di rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan farmasi mulai dari menerima resep atau instruksi pemberian obat, menyiapkan obat dan menyalurkan ke area perawatan.

Proses Kegiatan Sistem Distribusi Obat harus dapat menjamin: 1. Pemberian obat yang benar dan tepat,

2. Untuk pasien yang benar Sesuai dengan dosis dan jumlah yang tertulis, 3. Dilengkapi informasi yang jelas,

(8)

Isu Farmasi

Polemik Sediaan Puyer

Polemik seputar bentuk sediaan puyer minimal memiliki 2 dimensi masalah yaitu proses pembuatan dan kerasionalan kombinasi obat-obat yang ada didalamnya. Dalam pemberitaannya kedua masalah tersebut diangkat secara bersamaan dengan kecenderungan untuk menggugat keberadaan puyer dalam dunia pengobatan di Indonesia.

Bila mengacu pada good pharmacy practise , apoteker berdasarkan resep dokter yang diterimanya bertanggungjawab penuh dalam proses pembuatan puyer dan mengeluarkan jaminan terhadap kualitas termasuk stabilitasnya sehingga aman dikonsumsi oleh pasien. Dalam konteks tersebut apoteker berkewajiban untuk melakukan screening resep agar kemungkinan adanya ketidakrasionalan penggunaan, polifarmasi maupun interaksi obat dapat diminimalkan.

Namun dalam prakteknya kerap terjadi penyimpangan. Apoteker tidak selalu berada di apotek atau dokter melakukan dispensing obat langsung kepada pasien meski ditengah kerumunan apotek. Ketidakhadiran apoteker di apotek menyebabkan tidak terselenggaranya good pharmacy practise secara optimal dan dokter yang melakukan pekerjaan kefarmasian (dipensing) luput dari mekanisme kontrol yang seharusnya tidak boleh terlewatkan dalam proses pengobatan.

Dengan mendudukkan masalah pada proporsi yang semestinya, polemik tentang puyer menyadarkan kita bahwa pekerjaan kefarmasian memang perlu diatur lebih kongkrit. Sesuai pasal 63 UU No 23/1992 tentang Kesehatan dikatakan bahwa pekerjaan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan Pemerintah perlu menetapkan peraturan mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian.

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian (PP-PK) sudah persiapkan sejak lebih dari 4 tahun yang lalu. Pembahasannya juga telah berulangkali dilakukan dengan melibatkan apoteker dan pihak-pihak lain yang terkait. Namun entah mengapa sampai saat ini tanda-tanda akan disyahkannya peraturan tersebut belum juga nampak.

Spekulasi yang berkembang menyebutkan bahwa ada pihak yang belum sepenuhnya menerima rancangan PP-PK tersebut. Mereka keberatan karena sekali pekerjaan kefarmasian dan tenaga kefarmasian ditetapkan maka akan membatasi gerak langkah mereka. Selain itu ada juga pembisik misterius yang mengatakan bahwa adanya PP tersebut akan menyebabkan apoteker terikat waktunya karena harus berada di apotek selama apotek buka.

(9)

melakukannya. Sebut saja misalnya penjualan obat daftar G di toko obat, dokter dispensing di tengah kerumunan apotek, pencampuran bahan kimia obat dalam jamu dan sebagainya.

Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki kompetensi untuknya bertendensi kuat karena sifat opotunis. Mereka menggunakan puyer sebagai sarana mencari keuntungan secara abnormal. Ujung-ujungnya masyarakat yang menjadi korbannya.

(10)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pekerjaan farmasi adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Kegiatan profesi farmasi dibidang klinik memiliki karakteristik, antara lain : berorientsi kepada pasien; terlibat langsung dalam perawatan pasien; bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai atau memberikan informasi jika diperlukan; bersifat aktif, dengan memberikan masukan kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait dengan pengobatan pasien; bertanggung jawab terhadap setiap saran yang diberikan; menjadi mitra sejajar dengan profesi kesehatan lainnya (dokter, perawat dan tenga kesehatan lainnya).

Keterampilan seorang farmasis dalam melakukan praktek farmasi klinik memerlukan pemahaman keilmuan, seperti :

1. Konsep-konsep

2. Penatalaksanaan Penyakit

3. Teknik komunikasi dan konseling pasien

4. Pemahaman Evidence Based Medicine (EBM) dan kemampuan melakukan penelusurannya

5. Keilmuan farmasi praktis lainnya

(11)

Daftar Pustaka

Laporan PKL SMK FARMASI Tenggarong di RSUD I.A. Moeis.

UU RI NO. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

UU RI NO. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

PP NO. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian

UU RI NO. 36 tahun 2009 tentang kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan perubahan struktur mikro yang cenderung semakin feritik dan semakin besar ukuran butir dengan semakin tinggi temperatur anil dimana Fasa ferit

Meskipun saat ini perencanaan berbasis kinerja difokuskan pada perencanaan bangunan tahan gempa, tetapi cara yang sama dapat juga digunakan untuk perencanaan bangunan terhadap

Alhamdulillahirabil‟alamin segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah kesehatan dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu: aluminium foil, alkohol 70 %, aquadest, buah tarum, cawan porselin, daun belimbing, eluen,ekstrak larut heksan daun belimbing, ekstrak

Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya (2011-2015) jumlah korban kecelakaan tambang fatal tahun 2016 adalah yang terkecil dimana semua korban yang meninggal berasal

Setelah mendapatkan shared key maka user B akan mengirimkan pesan kepada user A, setelah memasukkan nomer telepon beserta shared key maka user B kemudian meminta sistem

Pertama sekali saya ucapkan kepada Dzat Yang Maha Segalanya ALLAH SWT karena rahmat, hidayah dan karunia yang diberikan saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “WISATA

Berdasarkan hasil pengolahan data factoring loading dapat diketahui bahwa dari empat faktor awal yang ada, pada akhirnya terbentuk satu faktor baru yang dinamakan