IMPLEMENTASI PENDAFTARAN PENDUDUK SEBAGAI
UPAYA TERTIB ADMINISTRASI DITINJAU DARI
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
(STUDI PEMKO MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
060200333
HARRY EFENDY GINTING
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
IMPLEMENTASI PENDAFTARAN PENDUDUK SEBAGAI UPAYA TERTIB ADMINISTRASI DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (STUDI
PEMKO MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
HARRY EFENDY GINTING NIM: 060200333
KETUA DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
NIP: 195409121984031001 Dr. Pendastaren Tarigan S.H M.S
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Suria Ningsih S.H M.Hum
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur selalu kepada Tuhan Yang Maha Baik pemilik langit dan bumi yang senantiasa memberikan kasih karunia dan anugerah selama penulis hidup. Atas perkenan-Nya juga penulis dapat mengecap studi di kampus serta menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
ii
1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.DR. Suhaidi, SH, MH, selaku Pembantu Dekan I, Syafruddin Hasibuan, S.H.,MH.,DFM selaku Pembantu Dekan II ,Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak DR Pendastaren Tarigan S.H, M.S selaku Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan membantu dan memperhatikan Mahasiswa/i Departemen Hukum Administrasi Negara
4. Ibu Suria Ningsih S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi.
5. Bapak DR Pendastaren Tarigan S.H, M.S selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama menulis skripsi. Dengan segala ketulusan saya berdoa kiranya Tuhan memberikan kesehatan dan sukacita yang penuh.
6. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis ketika duduk di bangku perkuliahan.
7. Seluruh Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang... 1
B. Permasalahan ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 6
E. Kerangka Teori ... 6
F. Metode Penulisan ... 8
G. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kota Medan ... 13
B. Sejarah Berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ... 19
C. Struktur Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ... 23
iv
BAB III: ASPEK HUKUM DALAM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN A. Administrasi Kependudukan Menurut UU Kependudukan ... 32 B. Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU Otonomi Daerah ... 35 C. Pelayanan Publik Menurut Peraturan Perundang-Undangan ... 38
BAB IV: PROSES PENERBITAN KARTU TANDA PENDUDUK PADA DINAS KEPENDUDUKAN MENURUT CATATAN SIPIL KOTA MEDAN
A. Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk oleh Dinas Kependudukan Kota Medan ... 58 B. Permasalahan Dalam Proses Penerbitan KTP ... 62 C. Upaya Kesiapan Pemerintah Kota Medan Dalam Mengatasi Biaya
Pembuatan KTP Bagi Masyarakat Tidak Mampu ... 71 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
v ABSTRAK *Harry Effendi Ginting*
** DR. Pendastaren Tarigan S.H. M.S** ***Suria Ningsih S.H, M.Hum***
Penataan dan penyiapan dukungan peraturan perundang-undangan dalam pelayanan dokumen kependudukan yang sarat bernilai hukum, adalah sangat fundamental, karena terkait dengan existensi negara (NKRI) sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi UUD 1945. Di samping juga hendaknya dapat menjamin perlindungan serta rasa nyaman bagi penduduk untuk mendapatkan kepastian hukum berdomisili di wilayah NKRI dalam mengakses hak-haknya baik sebagai warga negara maupun sebagai penduduk Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan, haruslah tidak diskriminatif, jelas (tidak multi interpretatif), tidak saling bertentangan (hendaknya sinergis) dengan peraturan perundang-undangan lain dalam pelayanan publik, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen pengendalian penduduk, serta dapat berfungsi mendorong terwujudnya pelayanan administrasi kependudukan yang “modern” dengan Good Governance dan Clean Government.
Penelitian terhadap proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk di Pemerintah Kota Medan yang bertujuan untuk melakukan suatu analisis terhadap pengaturan materi hukum atas tata tertib administrasi penduduk pada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemko Medan. Selanjutnya guna mendukung tulisan ini, maka penulis mengangkat beberapa tema untuk dijadikan sebagai permasalahan yang akan dikupas. Diantaranya adalah mengenai Sejauh mana implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan dan Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Kotamadya Medan. Guna membahas lebih lanjut mengenai permasalahan di atas, perlu diketahui penulis menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Tentu saja yang berperan disini adalah keharusan penulis untuk mengolah data sekunder yang kemudian ditunjang oleh data penelitian lapangan guna melengkapi hal yang dikupas.
Untuk menuju tertib dokumen kependudukan secara nasional, sangatlah diperlukan komitmen politik dari semua komponen bangsa, terutama penyelenggara negara untuk bagaimana membuat kebijakan, strategi dan program-program kegiatan penciptaan “insentif/benefit” bagi masyarakat dan “Sosialisasi” pentingnya tertib administrasi kependudukan sebagai Gerakan Nasional.
*
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**
Dosen/Staff Pengajar Fakultas Hukum USU (Dosen Pembimbing I)
***
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melayani masyarakat umum, yang meliputi tugas dan fungsi, mendaftarkan dan menerbitkan KTP, Kartu Keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk.
Di daerah tugas pelayanan administrasi publik menjadi tugas sekaligus merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, yang diwakili oleh “Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana”. Sebagaimana diatur dalam UU No 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan daerah, ”Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agamaserta kewenangan bidang lain”
Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima /yang berkualitas kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam hal pembuatanKartu Tanda Penduduk (KTP) belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan.
suatu upaya mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu†
Hal ini juga mengakibatkan banyak masyarakat yang belum tahu tentang prosedur, syarat, waktu dan biaya pembuatan KTP, sehingga dalam pelaksanaan di
.
Adapula pendapat dari Charles O. Jones, bahwa implementasi atau penerapan adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program.
Selanjutnya oleh George C, Edward, ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi yaitu faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor sikap, dan faktor struktur organisasi.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka dapat digambarkan Implementasi Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan di Kota Madya Medan:
1. Faktor Komunikasi
Faktor Komunikasi yaitu suatu proses penyampaian informasi dari pejabat atau instansi tertentu yang secara hierarkis berkedudukan lebih tinggi, kepada pejabat atau instansi tertentu untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan informasi yang diberikan yang dilihat dari aspek transmisi atau pengiriman berita, aspek kejelasan dan konsistensi.
Komunikasi yang dilaksanakan oleh Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana di Kota Madya Medan dengan aparat pelaksana di tingkat kecamatan belum lancar karena terkendala oleh ketersediaan sarana komunikasi cepat (telepon/faksimili) yang belum tersedia di kecamatan sehingga informasi/instruksi yang harus disampaikan kecamatan kepada desa/kelurahan yang selanjutnya kepada masyarakat memakan waktu lama, demikian pula sebaliknya.
†
lapangan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Biaya yang seharusnya hanya Rp. 7.000,- masyarakat harus mengeluarkan biaya sampai Rp. 50.000,-
2. Faktor Sumber daya
Sumber daya yaitu sarana yang digunakan dalam implementasi, hal ini dilihat dari aspek staff/personil, informasi dan fasilitas.
Sumber daya dari aparat yang melayani masih belum sepenuhnya baik karena seharusnya sebagai aparat yang melayani taat sepenuhnya kepada Prosedur Tetap (protap) yang telah ada, namun kenyataannya masih menunda-nunda penyelesaian pembuatan KTP.
3. Faktor Sikap
Yaitu sikap dari para pelaksana dalam melayani masyarakat, dilihat dari aspek pembagian tugas dan aspek insentif.
Sikap yang ditunjukkan oleh petugas yang ada di Kecamatan maupun di Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kota Madya Medan, masih menunjukkan sikap selalu minta untuk dihormati dan bukannya melayani masyarakat yang membutuhkan, sehingga kebutuhan pelayanan masyarakat akan KTP banyak kali memakan waktu yang lama.
4. Faktor Struktur Birokrasi
Yaitu tatanan organisasi yang mengatur tentang pedoman kerja dan penjabaran wilayah tanggung jawab bagi pelaksana, dan dilihat dari aspek prosedur standar operasi dan pembagian wilayah tanggung jawab.
RT/RW ke Desa/Kelurahan lalu ke Kecamatan dan seterusnya ke Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana, dan sebaliknya, sehingga proses untuk penyelesaian pembuatan KTP memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 1 minggu paling cepat dan 2 bulan paling lama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yakni :
1. Sejauh mana implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?
3. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam Implementasi pelayanan public di bidang administrasi kependudukan (KTP) di Pemko Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dibuatnya penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sejauh mana implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?
3. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi penghambat dalam Implementasi pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan (KTP) di Pemko Medan
1. Manfaat Teoretis
Diharapkan hasil penelitian ini mempunyai kegunaan bagi keberadaan dan perkembangan ilmu hukum.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi penulisan hukum ini;
D. Keaslian Penulisan
Mendukung penulisan ini, perlu diberitahukan bahwa penulisan skripsi dengan judul yang penulis angkat saat ini belum pernah diteliti dengan materi dan isi yang sama oleh penulis sebelumnya walaupun sudah ada begitu banyak tulisan yang mengangkat mengenai administrasi publik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pelayanan publik untuk masyarakat umum menjadi tugas dan kewajiban pemerintah untuk melaksanakannya, telah ditegaskan dalam:
1. Dasar Hukum Pelayanan Publik
a.) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1995 tentang Perbaikan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur kepada masyarakat.
b.)Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Peraturan-Peraturan pemerintah ini menjadi dasar hukum pelaksanaan pelayanan publik dan salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan untuk masyarakat, adalah pelayanan publik bidang administrasi kependudukan, seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) diatur dan ditetapkan berdasarkan: 2. Dasar Hukum Pembuatan Kartu Tanda Penduduk
a.) Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1977 tentang Pendaftaran Penduduk
b.) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 A tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam rangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan
c.) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 tahun 1992 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri
d.) Keputusan Mendagri Nomor 15 A tahun 1995 tentang spesifikasi blanko / formulir/ buku serta sarana pnunjuang lainnya yang dipergunakan dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk
e.) Keputusan Mendagri Nomor 20 A tahun 1995 tentang Prosedur dan Tata Cara Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Manajemen Informasi Kependudukan
f.) Keputusan Mendagri Nomor 42 tahun 1995 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistim Informasi Manajemen Kependudukan.
3. Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan Pembuatan Kartu Tanda Penduduk
a.) Instansi Pemerintah Daerah Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan (Pembuatan KTP) di Pemko Medan
Instansi yang ditugaskan untuk melaksanakan pelayanan publik di bidang kependudukan (pembuatan Kartu Tanda Penduduk) di Pemko Medan berdasarkan Perda Pemko Medan Nomor 26 tahun 2005 adalah “Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan, dan Keluarga Berencana”.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian pada pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis . Setiap penelitian dilakukan untuk mencari kepastian dan kebenaran dari suatu masalah sekaligus mencari jalan pemecahannya, sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan yang benar dan dapat dipercaya. Untuk itu peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Metode penelitian.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yakni titik tolak penelitian yang difokuskan untuk mengkaji kaidah atau norma dalam hukum positif. Hal ini sesuai sebagaimana pendapat dari Johny Ibrahim:
Dalam melakukan penelitian normatif ada beberapa metode pendekatan yang dapat digunakan yakni:
a) Pendekatan konseptual (conceptual approach)
b) Pendekatan perundang-undangan (normative approach) c) Pendekatan sejarah (historical approach)
d) Pendekatan perbandingan (comparative approach) e) Pendekatan kasus hukum (law case approach)
Metode penelitian Hukum yang telah ada dewasa ini secara umum lebih mengenal metode penelitian atas dua kategori: metode penelitian hukum Normatif Empiris (Sosio Juridis) dan metode Penelitian Hukum Normatif. Metode Penelitian Sosio Juridis secara umum berupaya untuk melihat bagaimana penerapan sebuah aturan hukum seperti peraturan perundangan berlaku di masyarakat, sedangkan dalam penelitian hukum normatif seorang peneliti lebih menekankan pada penelitian atas substansi hukum tersebut. Penelitian Empiris maupun penelitian Normatif tampaknya dapat kita kritisi lebih mendalam, karena kedua penelitian tersebut masih berkutat pada wujud kenyataan hukum. Keduanya dipengaruhi oleh alam filsafat empirisme: sesuatu yang benar adalah sesuatu yang berwujud nyata. Pada model hukum empiris maka hukum dikatakan berwujud ada dilihat dari pelaksanaannya bahwa memang hukum itu benar nyata ada dibuktikan dengan kepatuhan masyarakat atas hukum. Pada penelitian normatif, hukum dikatakan nyata ada adalah dengan dibuktikan adanya undang-undang, putusan hakim, dan sebagainya. Keduanya sebangun.
empiris adalah berdasarkan fakta di lapangan berkaitan dengan penegakan hukum, penelitian hukum yang ada kaitannya dengan implementasi pendaftaran penduduk sebagai upaya tertib administrasi ditinjau dari hukum administrasi negara.
Dalam pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data yang diperoleh guna penyusunan penulisan hukum lebih lanjut yang meliputi :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara wawancara bebas terpimpin, yaitu dengan terlebih dahulu mempersiapkan pokok-pokok pertanyaan (guide interview) sebagai pedoman dan variasi-variasi dengan situasi ketika wawancara. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara kepada bagian Dinas Kependudukan Kota Medan
b. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoretis terhadap pelaksanaan administrasi publik. Disamping itu tidak menutup kemungkinan diperoleh bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian.
Bahan-bahan hukum tersebut berupa:
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri atas: (a) Undang-Undang No.23 Tahun 2006 tentang Kependudukan
(c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 A tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam rangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan
(d) Keputusan Mendagri Nomor 45 tahun 1992 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri
(e) Keputusan Mendagri Nomor 15 A tahun 1995 tentang spesifikasi blanko / formulir/ buku serta sarana pnunjuang lainnya yang dipergunakan dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk
(f) Keputusan Mendagri Nomor 20 A tahun 1995 tentang Prosedur dan Tata Cara Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Manajemen Informasi Kependudukan
(g) Keputusan Mendagri Nomor 42 tahun 1995 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan)
2).Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer antara lain buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri atas: (a) Kamus Hukum
(b) Kamus Umum Bahasa Indonesia
G. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan. Di dalamnya berisi uraian latar belakang pemilihan judul, ruang lingkup penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan diakhiri dengan sistematika skripsi yang bertujuan untuk mengantarkan pikiran pembaca ke pokok permasalahan yang akan dibahas.
Bab II Berisi gambaran umum lokasi penelitian. Dalam bab ini dijabarkan hal yang dipaparkan adalah profil kota Medan, sejarah berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Struktur Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Tugas dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dalam Pengurusan KTP
Bab III Merupakan bab yang menguraikan aspek hukum dalam administrasi kependuduk an. Di dalamnya sub bab menjelaskan lebih lanjut mengenai Administrasi Kependudukan Menurut UU Kependudukan, Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU Otonomi Daerah, Pelayanan Publik Menurut Peraturan Perundang-Undangan.
Bab IV Merupakan bab yang memaparkan permasalahan berikutnya proses penerbitan Kartu Tanda Penduduk pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Berturut-turut di dalamya terdapat sub bab mengenai Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk oleh Dinas Kependudukan Kota Medan, Permasalahan Dalam Proses Penerbitan KTP, Upaya Kesiapan Pemerintah Kota Medan Dalam Mengatasi Biaya Pembuatan KTP Bagi Masyarakat Tidak Mampu
12
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Profil Kota Medan
a. Sejarah Kota Medan
Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera.
Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu.
merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular.
Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.
Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.
Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.
Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli.
Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.
Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.
Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya “Mission to the East Coast of Sumatera“ (terbitan Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke dinding tembok mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.
Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.
Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".
melakukan berbagai macam persiapan. Mereka mendengar bahwa bom atom telah jatuh melanda Kota Hiroshima, berarti kekuatan Jepang sudah lumpuh. Sedangkan tentara sekutu berhasrat kembali untuk menduduki Indonesia.
Khususnya di kawasan kota Medan dan sekitarnya, ketika penguasa Jepang menyadari kekalahannya segera menghentikan segala kegiatannya, terutama yang berhubungan dengan pembinaan dan pengerahan pemuda. Apa yang selama ini mereka lakukan untuk merekrut massa pemuda seperti Heiho, Romusha, Gyu Gun dan Talapeta mereka bubarkan atau kembali kepada masyarakat. Secara resmi kegiatan ini dibubarkan pada tanggal 20 Agustus 1945 karena pada hari itu pula penguasa Jepang di Sumatera Timur yang disebut Tetsuzo Nakashima mengumumkan kekalahan Jepang. Beliau juga menyampaikan bahwa tugas pasukan mereka dibekas pendudukan untuk menjaga status quo sebelum diserah terimakan pada pasukan sekutu. Sebagian besar anggota pasukan bekas Heiho, Romusha, Talapeta dan latihan Gyu Gun merasa bingung karena kehidupan mereka terhimpit dimana mereka hanya diberikan uang saku yang terbatas, sehingga mereka kelihatan berlalu lalang dengan seragam coklat di tengah kota.
Beberapa tokoh pemuda melihat hal demikian mengambil inisiatif untuk menanggulanginya. Terutama bekas perwira Gyu Gun diantaranya Letnan Achmad Tahir mendirikan suatu kepanitiaan untuk menanggulangi para bekas Heiho, Romusha yang famili/saudaranya tidak ada di kota Medan. Panitia ini dinamai dengan “Panitia Penolong Pengangguran Eks Gyu Gun“ yang berkantor di Jl. Istana No.17 (Gedung Pemuda sekarang).
sederhana sekali. Kantor Berita Jepang “Domei" sudah ada perwakilannya di Medan namun mereka tidak mau menyiarkan berita kemerdekaan tersebut, akibatnya masyarakat tambah bingung.
Sekelompok kecil tentara sekutu tepatnya tanggal 1 September 1945 yang dipimpin Letnan I Pelaut Brondgeest tiba di kota Medan dan berkantor di Hotel De Boer (sekarang Hotel Dharma Deli). Tugasnya adalah mempersiapkan pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Pada ketika itu pula tentara Belanda yang dipimpin oleh Westerling didampingi perwira penghubung sekutu bernama Mayor Yacobs dan Letnan Brondgeest berhasil membentuk kepolisian Belanda untuk kawasan Sumatera Timur yang anggotanya diambil dari eks KNIL dan Polisi Jepang yang pro Belanda.
b. Medan Dalam Pandangan Sosial Budaya
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.
tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.
c. Letak Kota Medan Secara Geografis
Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).
Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.
Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.
Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.
Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.
Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.
meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.
Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
Tabel Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan Tahun 2005 – 2007
Tahun Jumlah
Sumber BPS Kota Medan
Keterangan : * Angka Sementara Pertengahan Tahun 2007
Melalui data tabel diatas diketahui, jumlah penduduk Kota Medan mengalami peningkatan dari 2,036 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 2,067 juta jiwa pada tahun 2006 dan 2,083 juta jiwa pada tahun 2007. Dari tahun ke tahun laju pertumbuhan
B. Sejarah Berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan tentang pencatatan sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) diberlakukan pada tahun 2006, masih menggunakan aturan kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu membagi penduduk atas dasar etnik golongan Eropa, Timur Asing dan Bumi Putra. Penggolongan itu menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk. Pembedaannya tidak terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang kependudukan yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi administrasi maupun agama. Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi kedalam dua periode yaitu masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dan setelah kemerdekaan.
Pada masa sebelum Indonesia merdeka berlaku aturan kolonoial Belanda yaitu : a. Bagi bangsa Eropa diatur dalam S. 1849 No 25 dan perubahan-perubahannya.
b. Bagi bangsa Thionghoa diatur menurut S. 1917 No. 130 Jo. S 1919 No. 81 dan perubahan-perubahannya.
c. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera dari Jawa dan Madura, diatur menurut S. 1920 No 751 Jo. S. 1927 No. 564 dan perubahan-perubahannya.
d. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera Kristen di Jawa, Madura dan Minahasa, diatur menurut S.1933 No.75 dan perubahan-perubahan lainnya.
e. Peraturan Perkawinan Campuran diatur dalam S. 1986 No. 23 Jo. S 1898 No. 158 dan perubahan-perubahannya.
b. Undang-undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga.
c. Keputusan Presidium Kabinet No 127/4/Kep/12/1966 tentang Ganti Nama WNI yang memakai nama Cina.
d. Undang-undang Administrasi Kependudukan.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945 maka baru pada tahun 2006 negara mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan demikian sebelum tahun 2006, Indonesia masih memakai aturan kolonial Belanda. Padahal sesuai dengan pertimbangan yang terdapat Instruksi Presidium Kabinet No 314/4/IN/12/1966, sudah direncanakan pengaturan tentang pencatatan sipil nasional di dalam perundang-undangan.
Garis-garis Besar Haluan Negara menyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi modal dasar yang efektif bagi pembangunan nasional. Namun dengan pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti bahwa penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai.
Sebagaimana diketahui titik berat Otonomi Daerah akan mendorong timbulnya prakarsa dan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggara pembangunan yang merupakan syarat keberhasilan suatu pelaksanaan pemerintah disemua tingkatan, mengingat fungsi utama Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
masyarakat adalah pelaku utama sekaligus sebagai sasaran pembangunan maka Pemerintah perlu memperhatikan masalah kependudukan. Dengan Penataan Administrasi Pendaftaran, Administrasi Pencatatan dan Administrasi Keluarga Berencana, diharapkan akan menjadi sumber informasi yang dapat diandalkan untuk menunjang perencanaan pembangunan diberbagai sektor.
Inti dari tekad itu adalah setiap aparat Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegara untuk memebrikan perhatian yang lebih terhadap keinginan dan kebutuhan pelayanan dibidang pendaftaran, pencatatan dan keluarga berencana. Dan juga terbaik dalam pelayanan prima bukan hanya sekedar tekad baru Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegara namun merupakan tekad setiap aparat Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegarayang harus diresapi, dihayati, dijabarkan dan dilaksanakan pada setiap jajaran, tugas waktu, dan tempat alam membentuk sikap kepedulian yang tinggi dari setiap aparat Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kunci utama pelayanan Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kotamadya Medan adalah tercerminnya kepuasan masyarakat khususnya pelayanan pendaftaran, pencatatan dan keluarga berencana dengan tidak melupakan nilai tambah yang didapatkan masyarakat.
Misi adalah suatu usaha untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam usaha mewujudkan Misi, maka Dinas
• Memberikan pelayanan dengan system dan prosedur yang efektif dan efisien
• Meningkatkan kemampuan aparat
• Meningkatkan disiplin aparat
• Meningkatkan saya tangkap atau responsibilitas terhadap perubahan-perubahan dan keluhan masyarakat
• Tersedianya anggaran rutin dan pemabangunana
• Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
• Tersedianya informasi yang akrat / valid.
Program kependudukan di kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi: pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan.
TABEL 1.1
JUMLAH, LAJU PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA MEDAN TAHUN 2001 - 2007
T a h u n Jumlah
INDIKATOR SATUAN TAHUN
2006 2007 *)
[1] [2] [3] [4]
Jumlah Penduduk Jiwa 2.067.288 2.083.156
Laju Pertumbuhan
Penduduk Persen (%) 1,53 0,77
Luas Wilayah KM² 265, 10 265,10
Kepadatan Penduduk Jiwa 7.798 7.858
Sumber BPS Kota Medan
TABEL 1.2
PERSENTASE JUMLAH PENDUDUK KOTA MEDAN MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2007
GOLONGAN UMUR
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
JIWA PERSEN
Sumber : BPS Kota Medan
Keterangan : Angka sementara penduduk pertengahan tahun 2007
pengendalian kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB) perlu terus dipertahankan untuk menekan angka kelahiran.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka pada tahun 2006 menjadi 7.858 jiwa/KM² pada tahun 2007. Tingkat kepadatan tersebut relatif tinggi, sehingga termasuk salah satu permasalahan yang harus diantisipasi. Apalagi dengan luas lahan yang relatif terbatas, sehingga berpeluang terjadi ketidak seimbangan antara daya dukung dan daya
tampung lingkungan yang ada.
Faktor lain yang juga secara berarti mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta kaum pencari kerja ke Kota Medan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komutasi ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja di kota lebih bergengsi (2) di kota lebih gampang mencari pekerjaan, (3) Tidak ada lagi yang dapat diolah (dikerjakan) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik. Besarnya dorongan untuk menjadi penglaju tentunya berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan.
peningkatan kesejahteraan semakin meningkat. Adanya anggapan mengenai jumlah anggota keluarga yang tidak besar akan memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan, mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) cenderung mengikuti konsep Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Bahkan sebagian PUS baru memilih untuk menunda kelahiran dengan berbagai alasan ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan psikologis lainnya.
Komposisi penduduk Kota Medan berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan kota, baik sebagai subjek maupun objek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota yang dilaksanakan, didasarkan kepada kebutuhan pelayanan yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok usia penduduk, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan bahkan pelayanan kesejahteraan sosial lainnya.
Proporsi anak-anak berusia di bawah lima tahun (balita) dalam kelompok penduduk Kota Medan sekitar 9% dari jumlah penduduk. Relatif besarnya proporsi dan jumlah penduduk anak-anak balita ini berimplikasi pada kebutuhan prasarana dan sarana kesehatan usia balita, dan sarana pendidikan usia dini baik secara kualitas maupun kuantitas.
dilakukan untutk mempersiapkan masa depan anak-anak dan remaja sehingga mendukung terbentuknya sumber daya manusia yang semakin berkualitas.
Beberapa masalah kependudukan dapat diringkas sebagai berikut :
• Kecenderungan adanya penurunan flukturasi laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006 dan tahun 2007.
• Kecenderungan peningkatan arus ulang alik ke Kota Medan yang berimplikasi kepada pemenuhan fasilitas sosial yang dibutuhkan.
• Masalah kemiskinan, tenaga kerja dan permasalahan sosial lain yang dipengaruhi oleh iklim perekonomian nasional dan global.
• Penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar lainnya termasuk sarana dan prasarana permukiman
C. Struktur Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kependudukan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
D. Tugas dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dalam
Pengurusan KTP
Kewajiban instansi pelaksana administrasi kependudukan adalah sebagai berikut: a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
b. memberikan pelayanan yang sama dan professional kepada setiap penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
c. menerbitkan Dokumen Kependudukan;
e. menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan
f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Instansi Pelaksana dalam melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan memiliki kewenangan yang meliputi:
a. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dilaporkan Penduduk;
b. memperoleh data mengenai Peristiwa Penting yang dialami Penduduk atas dasar putusan atau penetapan pengadilan;
c. memberikan keterangan atas laporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada lembaga peradilan; dan
d. mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil untuk kepentingan pembangunan
Dinas Kependuduka n dan Catatan Sipil Kota Medan yang beralamat di Jl. Iskandar Muda No. 270 Medan Telp. (061) 544412 mempunyai fungsi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang kependudukan dan pencatatan penduduk;
2. Menyelenggarakan pelayanan umum dibidang kependudukan;
Misinya adalah meningkatkan penyelenggaraan kegiatan Pendaftaran Penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) serta penyelenggaraan pencatatan dan penerbitan akta-akta catatan sipil, memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang cepat, tepat dan mudah.
Tugas dan fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan adalah membantu penduduk kota Medan dalam kegiatan penduduk dan dalam hubungannya mengurus beberapa surat yaitu diantaranya sebagai berikut:
a. Kartu Keluarga: Kartu identitas anggota keluarga warga Kota Medan b. Kartu Tanda Penduduk: Kartu identitas pribadi
c. Akte Kelahiran: Akte yang berisikan keterangan mengenai kelahiran seorang anak yang baru lahir. Hal ini berfungsi untuk mempermudah pengumpulan data terkait dengan data kelahiran dan kematian untuk sensus penduduk yang diadakan setiap 10 tahun sekali d. Akte Perkawinan: Buku nikah/kawin yang berisi mengenai keabsahan pendaftaran pasangan yang menikah/kawin sesuai UU No.1 Tahun 1974
e. Akte Kematian: Keterangan dari kelurahan yang berisikan pernyataan kematian seseorang guna pengurusan asuransi, waris dan lain-lain
f. Izin Pemakaian Tanah Ruang Terbuka: Keterangan untuk pemakaian tanah/lahan untuk peruntukan tertentu seperti areal dagang kaki lima
36
BAB III
ASPEK HUKUM DALAM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
A. Administrasi Kependudukan Menurut UU Kependudukan
Menyediakan pelayanan publik yang baik adalah tugas negara melalui pemerintah. Pemenuhan kebutuhan publik diartikan sebagai pemenuhan hak-hak sipil warga negara. Tugas dan kewajiban ini dilakukan melalui aparat pemerintah dari tingkat paling atas sampai paling bawah seperti RW dan RT. Sebagai kewajiban, maka sudah semestinya setiap aparat pemerintah memberikan pelayanan publik yang terbaik, termasuk kepada seseorang/kelompok Penghayat Kepercayaan TerhadapTuhan Yang Maha Esa
UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang PelaksanaanUU No. 23/2006 menjamin hak seorang/kelompok penganut Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan hak-hak administrasi kependudukan seperti pencantuman kepercayaan dalam KTP, akta kelahiran, perkawinan dan dokumen kematian yang dijamin dalam UU No. 23/2006 tentang Adminduk. Ada juga payung hukum lain yakni Peraturan Presiden (Perpres) No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil.
Salah satu dasar pertimbangan Undang-undang Administrasi Kependudukan diberlakukan adalah untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia. Peristiwa kependudukan menurut UU Administrasi Kependudukan kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan KK, KTP dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Melihat materi yang diatur adalah mengenai status hukum atas peristiwa kependudukan dan dan peristiwa penting maka seharusnya cara-cara meperoleh status hukum tersebut tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru.
Persoalan baru tersebut dapat muncul apabila di dalam pengurusan pencatatan baik di dalam peristiwa penting dan peristiwa kependudukan, tidak terdapat kriteria pencatatan yang jelas serta terukur tentang manfaat dari kegiatan pencatatan tersebut‡
Pasal 4 UU Administrasi Kependudukan dinyatakan bahwa ”Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Republik Indonesia wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana Pencatatan Sipil negara setempat dan/atau kepada Perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil”. Oleh karena pencatatan sipil diatur oleh masing-masing negara maka kegiatan
.
pencatatan sipil bagi WNI di luar negeri semestinya tunduk pada ketentuan perundang-undangan kependukan di negara yang bersangkutan. Sehingga dengan sendirinya UU Administrasi Kependudukan (baca UU Nasional) tidak berwenang mengatur tentang kependudukannya. Pengaturan tentang hal ini tentu adalah sebatas penegasan semata, oleh karena hal ini memang terkait dengan aturan perundang-undangan di negara lain maka hal ini sebetulnya tidak perlu diatur lagi. Memasukan klausula tentang pencatatan bagi WNI di luar negeri menunjukkan ketidakpahaman pembuat undang-undang tentang istilah penduduk dan kedaulatan hukum. Penduduk adalah siapa saja yang menetap atau bertempat tinggal dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Apabila ada WNI yang tinggal di Washington (Amerika Serikat) maka WNI tersebut adalah penduduk Amerika Serikat. Sehingga segala tindakannya di negara Amerika Serikat tunduk pada hukum negara tersebut. Sedangkan yang dimaksudkan kedaulatan hukum adalah suatu perundang-undangan hanya berlaku di wilayah negara yang bersangkutan
Registrasi penduduk di Indonesia relatif masih sangat lemah. Kelengkapan dan akurasi serta kemutakhirannya masih jauh dari tingkatan kualitas yang kita harapkan.
Karena sejak awal database kependudukan yang lengkap, akurat, dan mutakhir belum ada, dapat dimengerti kalau KPU mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemutakhiran DPS menjadi DPT. Oleh karena itu, sudah waktunya Depdagri beserta segenap jajarannnya melaksanakan secara penuh pedoman yang tertuang dalam peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan yang jelas memberikan landasan hukum dan teknis penerapan registrasi penduduk di Indonesia.
Registrasi penduduk di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 serta Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil§
Masalah utama yang menghalangi terselenggaranya registrasi penduduk dengan baik adalah minimnya sosialisasi yang mengakibatkan terbatasnya pemahaman penduduk tentang hak dan kewajiban mereka terkait dengan administrasi kependudukan. Selama ini, yang lebih banyak disiapkan adalah pelaksana dan petugas pendaftaran penduduk.
.
Landasan hukumnya jelas, demikian pula pedoman teknis seperti tercantum dalam peraturan pelaksanaannya. Namun, mengapa setelah tiga tahun dikeluarkannya undang-undang tentang administrasi kependudukan ternyata registasi penduduk di Indonesia tidak kunjung membaik? Secara teknis, penanggung jawab pelaksanaan administrasi kependudukan ini berada pada Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan (Minduk) Depdagri. Sudah banyak upaya yang telah diusahakan Ditjen ini, tetapi tetap ada masalah sehingga segala upaya Ditjen Minduk tidak tampak hasilnya.
§
Sedangkan, masyarakat luas tidak pernah memperoleh informasi lengkap mengenai dampak dikeluarkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan peraturan pelaksanaannya. Penduduk merasa bahwa kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil berlangsung ‘as usual’ saja. Artinya, tidak ada hal baru dan tidak perlu memperbarui sikap akan urgensinya melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa lainnya yang terjadi dalam keluarga.
Ditjen Minduk sibuk melakukan raker, pelatihan petugas daerah, dan mengeluarkan berbagai instruksi berkaitan dengan administrasi kependudukan. Semua ini memang penting dan perlu dilakukan, tetapi masih belum memadai manakala sisi lain, yaitu masyarakat luas, belum disiapkan untuk mengimbangi kesibukan Ditjen Minduk. Berbagai instruksi ke daerah di bidang manajemen dan administrasi kependudukan telah dikeluarkan, termasuk masalah kelembagaan, penerapan sistem, penyediaan sumber daya manusia, penyediaan sarana dan prasarana, serta fasilitas fisik lainnya.
Walau demikian, semua itu belum diikuti dengan sistem monitoring yang sempurna guna mengamati dan mengevaluasi kemajuan tingkat penerapannya di daerah, kendala teknis maupun administrtatif yang dihadapi instansi pelaksana di daerah, dan reporting system yang secara komprehensif bisa menjadi sarana untuk memperoleh masukan dalam mencari jalan keluar untuk menanggulangi berbagai masalah operasional yang terjadi. Kalau hal itu telah dilakukan, mustahil Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP-4) yang diserahkan Depdagri kepada KPU menghasilkan DPS yang kacau balau dan tidak jelas sumbernya hingga terjadi penggunaan hak angket oleh DPR.
pelaksanaan registrasi penduduk melalui suatu gerakan nasional. Sebagai sebuah gerakan nasional, partisipasi, respons, pemahaman, dan kesadaran penduduk bisa digugah, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajibannya untuk memperoleh hak masing-masing**
**
Jurnal Ilmu Pemerintahan, Penataan Kelembagaan Pemerintahan, Edisi 7, Tahun 2002,Penerbit, Masyarakat Ilmu Pemerintahan.
.
Sesuai Undang-Undang No 23 Tahun 2006, setiap penduduk berhak memperoleh dokumen kependudukan, seperti KK, KTP, NIK, Surat Keterangan Kependudukan (pindah, datang, kelahiran, dan kematian), Akta Pencatatan Sipil, dan lain-lain. Penduduk juga berhak memperoleh pelayanan yang sama (tidak ada perlakuan yang bersifat diskriminatif) dalam hal pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Di samping itu, penduduk berhak memperoleh ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana.
Di pihak lain, tiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan administrtasi kependudukan yang terdiri dari:
• Penetapan sistem, pedoman, dan standar pelaksana administrasi kependudukan. • Sosialisasi administrasi kependudukan.
• Pengelolaan dan penyajian data kependudukan.
Sementara itu, pemerintah kabupaten atau kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan administrasi kependudukan dengan kewenangan meliputi:
• Pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundangan.
• Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi kependudukan.
• Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang administrasi kependudukan.
• Pengelolaan dan penyajian data kependudukan di wilayahnya.
Penduduk memiliki hak dalam sistem administrasi kependudukan. Setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh:
1. Dokumen kependudukan;
2. Pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; 3. Perlindungan atas data pribadi;
4. Kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
5. Informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan
6. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana.
atau perubahan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan atau surat keterangan kependudukan lain yang meliputi pindah datang, perubahan alamat, atau status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.
Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Dokumen Kependudukan pada dasarnya meliputi :
1.Biodata Penduduk 2. Kartu Keluarga (KK);
3. Kartu Tanda Penduduk (KTP); 4.Surat Keterangan Kependudukan 5.Akte Pencatatan Sipil
Surat keterangan kependudukan meliputi surat-surat sebagai berikut: Biodata Penduduk; Surat keterangan kependudukan; Akta Pencatatan Sipil.
1. Surat Keterangan Pindah;
2. Surat Keterangan Pindah Datang;
3. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri; 4. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri; 5. Surat Keterangan Tempat Tinggal;
6. Surat Keterangan Kelahiran; 7. Surat Keterangan Lahir Mati.
10. Surat Keterangan Kematian;
11. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;
12. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia;
13. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan 14. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.
Pelayanan pencatatan sipil meliputi pencatatan peristiwa penting, yaitu: 1. Kelahiran;
2. Kematian; 3. Lahir mati; 4. Perkawinan; 5. perceraian; 6. Pengakuan anak; 7. Pengesahan anak; 8. Pengangkatan anak; 9. Perubahan nama;
10. Perubahan status kewarganegaraan; 11. Pembatalan perkawinan;
12. Pembatalan perceraian; dan 13. Peristiwa penting lainnya
Instansi pelaksana administrasi kependudukan yaitu:
2. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di kabupaten/kota 3. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Provinsi/Kota
4. Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di kotamadya/kabupaten administrasi
B. Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU
Otonomi Daerah
Menurut Poewadarminta (1990:327) implementasi berarti pelaksana atau penerapan. Kemudian J. A. M. Maarse mengatakan bahwa implementasi merupakan suatu upaya mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Adapula pendapat dari Charles O. Jones, bahwa implementasi atau penerapan adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program††
Komunikasi yang dilaksanakan oleh Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dengan aparat pelaksana di tingkat
.
Selanjutnya oleh George C, Edward, ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi yaitu faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor sikap, dan faktor struktur organisasi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka dapat digambarkan Implementasi Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan di Kota Medan:
1. Faktor Komunikasi
Faktor Komunikasi yaitu suatu proses penyampaian informasi dari pejabat atau instansi tertentu yang secara hierarkis berkedudukan lebih tinggi, kepada pejabat atau instansi tertentu untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan informasi yang diberikan yang dilihat dari aspek transmisi atau pengiriman berita, aspek kejelasan dan konsistensi.
††
kecamatan belum lancar karena terkendala oleh ketersediaan sarana komunikasi cepat (telepon/faksimili) yang belum tersedia di kecamatan sehingga informasi/instruksi yang harus disampaikan kecamatan kepada desa/kelurahan yang selanjutnya kepada masyarakat memakan waktu lama, demikian pula sebaliknya.
Hal ini juga mengakibatkan banyak masyarakat yang belum tahu tentang prosedur, syarat, waktu dan biaya pembuatan KTP, sehingga dalam pelaksanaan di lapangan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Biaya yang seharusnya hanya Rp. 7.000,- masyarakat harus mengeluarkan biaya sampai Rp. 50.000,-
2. Faktor Sumber daya
Sumber daya yaitu sarana yang digunakan dalam implementasi, hal ini dilihat dari aspek staff/personil, informasi dan fasilitas. Sumber daya dari aparat yang melayani masih belum sepenuhnya baik karena seharusnya sebagai aparat yang melayani taat sepenuhnya kepada Prosedur Tetap (protap) yang telah ada, namun kenyataannya masih menunda-nunda penyelesaian pembuatan KTP.
3. Faktor Sikap
Yaitu sikap dari para pelaksana dalam melayani masyarakat, dilihat dari aspek pembagian tugas dan aspek insentif. Sikap yang ditunjukkan oleh petugas yang ada di Kecamatan maupun di Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kota Medan, masih menunjukkan sikap selalu minta untuk dihormati dan bukannya melayani masyarakat yang membutuhkan, sehingga kebutuhan pelayanan masyarakat akan KTP banyak kali memakan waktu yang lama.
Yaitu tatanan organisasi yang mengatur tentang pedoman kerja dan penjabaran wilayah tanggung jawab bagi pelaksana, dan dilihat dari aspek prosedur standar operasi dan pembagian wilayah tanggung jawab. Struktur birokrasi untuk Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan (pembuatan KTP) di Kabupaten Kupang cukup panjang karena prosesnya mulai dari tingkat RT/RW ke Desa/Kelurahan lalu ke Kecamatan dan seterusnya ke Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana, dan sebaliknya, sehingga proses untuk penyelesaian pembuatan KTP memakan waktu yang cukup lama.
C. Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU
Otonomi Daerah
Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturanmain di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir di setiaplini kehidupan di daerah, termasuk diantaranya perubahan paradigma pelayanan publik di daerah.Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasanpelanggan, memberikan arah tejadinya perubahan atau pergeseran paradigma penyelenggaraanpemerintahan, dari paradigma rule government bergeser menjadi paradigma good governance.‡‡
‡‡
Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia. 2006. Strategi Peningkatan KualitasPelayanan Publik, Jakarta, LAN, Jakarta.Lembaga Adminisrasi Negara Republik
mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan.
dari tujuan diberlakukannya otonomi daerah (menurut UU No. 22 Tahun 1999 dan sekarangdiubah dengan UU No. 32 Tahun 2004), adalah peningkatan kualitas pelayanan publik. Halini akan ditandai dengan berubahnya bentuk pelayanan, dari pelayanan yang sulit menjadi mudah, yang mahal menjadi murah, yang tadinya memakan waktu yang lama menjadi lebih cepat, dan yang jauh menjadi lebih dekat.Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran sertamasyarakat.
mempersempit terjadinya peluang KKN, yang dewasa ini telah merebak disemua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi pelayanan.Dalam konteks pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilakukan pada jalur dan cara yang benar,memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dankegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya. Pemerintahan Daerah menurutUndang-Undang Nomor 32 tahun 2004, adalah Pemerintah Daerah dan DPRD atau dikenal dengan eksekutif dan legislatif yang memiliki fungsi menyelenggarakan pelayanan publik dan fungsi sebagai lembaga politik.Pada hakekatnya, Kepala Daerah adalah lembaga politik, dan harus dipahami sebagai Top Pimpinan Daerah/Top Manager, keberadaannya dipilih oleh masyarakat (konstituen)melalui proses politik pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) yang diajukan oleh kereta Partai Politik. Oleh karenanya, kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dalamprakteknya, dipengaruhi oleh komitmen politik dari Kepala Daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Komitmen politik disini dimaksudkan, bahwa Kepala Daerah sebagai pimpinan Pemerintah Daerah (eksekutif) yang ditugasi melaksanakan fungsi pelayanan publik (Perintah Perda dan/atau Peraturan Perundang-undangan), seharusnya memiliki komitmen dan kemauan untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan berorientasi pada kepentingan konsituennya atau masyarakat pemilihnya, untuk tujuan mensejahterakan masyarakat.
D. Pelayanan Publik Menurut Peraturan Perundang-Undangan
pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan, dari paradigma rule government bergeser menjadiparadigma good governance.
Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik,sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus
kebutuhannya. Pengaturan distribusi dan alokasi tersebut, sesuai dengan fungsinya dijalankanoleh birokrasi lembaga-lembaga pemerintahan dan/atau pemerintahan daerah, sebagai wujud dari fungsi pelayanan berdasarkan kepentingan publik yang dilayani.Penyediaan pelayanan dasar (core public services) dalam konteks pendekatan sosial,berhubungan dengan penyediaan pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Secara ekonomis, penyediaan pelayanan dasar tersebut tidak memberikan keuntungan finansial atau Pendapatan Asli Daerah kepada Daerah, dan bahkan membutuhkan biaya dalam jumlah yang besar untuk menyediakan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Penyediaan pelayanan pendidikan dan kesehatan harus dilihat sebagai investasi jangka panjang yang harus disikapi secara bijak dengan pandangan dan pemikiran jauh kedepan, karena hasilnya baru akan dinikmati oleh masyarakat dan pemerintah/ pemerintah daerah dimasa mendatang. Kebijakan penyediaan pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan, pada hakekatnya menjadi tugas dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah, untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Secara teoritik, Birokrasi Pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu; fungsi pelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum. Fungsi pelayanan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Fungsinya lebih dekat pada fungsi pengaturan (regulation function). Ketiga fungsi birokrasi pemerintahan tersebut, menunjukan bahwa pelayanan publikyang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah, cakupannya sangat luas yaitu pelayanan yang menghasilkan public good, seperti jalan, jembatan, pasar dan lain-lain, dan pelayanan yang menghasilkan Peraturan Perundang-undangan atau kebijakan yang harus dipatuhi oleh masyarakat (public regulation), seperti perizinan, Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, dan lain-lain.