DALAM MEMPERTAHANKAN IDENTITAS KEISLAMAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh Nurfitriani 1112051000033
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
Konsep Diri Anggota Hijab Costum Player (Hijab Cosplay) Islamic Otaku Community Dalam Mempertahankan Identitas Keislaman
Kemunculan hijab costum player (cosplay) memunculkan pro kontra di kalangan pecinta Jepang maupun masyarakat umum. mempengaruhi khalayak yang beragama islam. Kelompok pro akan mendukung dengan alasan hijab cosplay merupakan tren positif dan unik, sedangkan kelompok kontra beralasan bahwa hijab cosplay dapat merusak karakter asli. Respon pro dan kontra ternyata dapat mempengaruhi konsep diri yang dimiliki oleh cosplayer. Konsep diri
cosplayer bisa terbentuk dan berubah menjadi positif atau negatif tergantung dari stimulus dari luar dan penilaian mereka terhadap diri sendiri. Konsep diri inilah yang akan mempengaruhi cosplayer bersedia atau tidak untuk mempertahankan identitas agamis yang mereka miliki.
Berdasarkan pada konteks di atas penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjawab pertanyaan mengenai: bagaimana konsep diri anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community (IOC) episode UIN Jakarta? Dan bagaimana cara yang dilakukan oleh anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community (IOC) episode UIN Jakarta dalam mempertahankan identitas keislaman sebagai Muslimah?
Teori yang akan dipakai ialah teori konsep diri William D.Brooks yang menyatakan bahwa konsep diri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor orang lain, kelompok rujukan dan diri sendiri dan teori identitas spiritual menurut Penney Upton bahwa identitas spiritual berupa keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan spiritualitas. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dan instrumen penelitian yang digunakan berupa observasi, Focus Group Discussion
(FGD), wawancara, studi dokumentasi dan partisipasi peneliti pada setiap acara yang dihadiri oleh hijab cosplay IOC episode UIN Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa hijab cosplay IOC episode UIN Jakarta memiliki konsep diri yang positif. Hal itu disebabkan karena kebanggaan dan kepercayaan diri mereka sebagai hijab cosplay, berupa keaktifan,
kekreatifan dan keinovatifan. Pada realitasnya IOC memberikan wadah kepada pecinta Jepang yang beragama Islam dan ingin bercosplay memiliki kepercayaan diri untuk berhijab cosplay atau beralih menjadi hijab cosplay.
Cara yang dilakukan oleh anggota IOC episode UIN Jakarta untuk menjaga identitas keislaman berbentuk peraturan yang harus ditaati oleh seluruh anggota. Diantaranya, menjaga perkataan, tidak boleh menghina dan bertengkar, tidak membahas dan menyebarluaskan pornografi dalam bentuk apapun, memanggil dengan panggilan yang tidak disukai dan menjaga jarak dengan lawan jenis. Bagi cosplayer, pemilihan karakter, kostum yang sudah dimodifikasi agar tidak melanggar etika berbusana dalam Islam dan cara berhijab menjadi acuan dalam mempertahankan identitas keislaman. Selain itu, menunaikan sholat menjadi kewajiban yang paten bagi mereka laksanakan dimanapun event cosplay yang diadakan dan dalam keadaan apapun.
iii
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Alhamdulillah. Puji dan Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kasih sayang, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu Allah curahkan kepada Nabi besar,
Nabi agung tauladan manusia, Nabi Muhammad SAW semoga kita termasuk
umatnya yang mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat.
Alhamdulillah, berkat usaha dan do’a skripsi yang berjudul “Konsep Diri
Anggota Hijab Cosplay Islamic Otaku Community Episode UIN Jakarta
dalam Mempertahankan Identitas Keislaman” ini dapat penulis selesaikan.
Beribu-ribu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang
telah membantu, mendukung, dan membimbing penulis selama proses
penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan sedalam-dalamnya
kepada yang terhormat:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku wakil Dekan I Bidang Akademik,
Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, M.A dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
iv
selama proses penulisan skripsi ini berlangsung.
5. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
terima kasih atas keikhlasannya telah mengajari dan memberikan ilmu kepada
penulis. Penulis memohon maaf apabila dalam proses perkuliahan, ada sikap
atau sifat penulis yang kurang berkenan di hati Bapak/ Ibu. Penulis sangat
mengharapkan doa dari Bapak/ Ibu, semoga ilmu yang telah Bapak/ Ibu
berikan berkah dan bermanfaat baik bagi penulis maupun orang lain.
6. Seluruh karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta
pengelola perpustakaan Fakultas dan perpustakaan Umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas layanan dan kerja samanya. Semoga
pelayanan kepada mahasiswa menjadi lebih baik lagi kedepannya.
7. Bapak Ahmad Damyati dan Ibu Sukwati serta Teteh Yayah Fauziah, terima
kasih untuk berbait-bait do’a yang tak pernah berhenti terucap untuk penulis.
Terima kasih juga untuk motivasi, semangat dan dukungannya selama ini. I’m
so grateful to have you All
8. KLISE FOTOGRAFI yang telah banyak memberikan penulis pelajaran dan
pengalaman. IOC Episode UIN Jakarta yang sangat kooperatif,
menyenangkan dan baik sekali selama penelitian.
9. TIJEL (Dita, Keke, Epang, Tiray). TIWZ (Nunu dan Devi Jawir),
MaLoveSoul (Pammy dan Rween). KPI B angkatan 2012, KKN ORION
v
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis, dengan lapang dada
penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga segala apa
yang telah penulis lakukan dan hasilkan dapat membuahkan manfaat serta
memberikan nilai kebaikan baik untuk penulis maupun para pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Jakarta, 20 September 2016
Penulis
vi
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Tinjauan Pustaka ... 10
E. Kerangka Konsep ... 14
F. Metodologi Penelitian ... 18
G. Sistematika Penulisan ... 25
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Konsep Diri ... 27
B. Identitas Diri... 35
C. Adab Berpakaian Bagi Wanita dalam Islam ... 40
D. Cosplay dan Model Cosplay ... 47
BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Islamic Otaku Community (IOC) ... 53
B. Visi dan Misi ... 56
1. Visi ... 56
2. Misi ... 56
C. Program-Program ... 56
1. Program Jangka Panjang ... 56
vii
F. Struktur Besar Kepengurusan Islamic Otaku Community ... 63
G. Struktur Inti Kepengurusan IOC Episode UIN Jakarta ... 64
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS ... 65
A. Konsep Diri Anggota Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta ... 65
1. Latar Belakang Subjek Focus Group Discussion (FGD) ... 65
2. Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay IOC Episode UIN Jakarta ... 68
a. Berdasarkan Penilaian Diri Sendiri ... 69
b. Berdasarkan Penilaian Orang Lain ... 83
c. Berdasarkan Penilaian Kelompok Rujukan ... 87
d. Konsep Diri Positif dan Negatif Hijab Cosplayer Anggota IOC Episode UIN Jakarta ... 91
B. Cara Anggota Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta Mempertahankan Identitas Keislaman ... 95
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 107
B. Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 111
viii
Gambar 2.1. Hatsune Miku, Japan Idol Star ... 50
Gambar 2.2. Shinoa Dan Mitsuba dalam Anime Owari No Seraph ... 51
Gambar 2.3. Cross Dress dari Anime Bleach ... 51
Gambar 2.4. Harajuku Style ... 52
Gambar 2.5. Tokusatsu atau Superhero Fiksi dari Jepang ... 52
Gambar 3.1. Project Cosplay Tokyou Ghoul ...59
Gambar 3.2. Cosplay Owari No Seraph, IOC Episode UIN Jakarta ... 60
Gambar 3.3. Cosplayer IOC Episode UIN dalam IC Fest ... 60
Gambar 3.4. Cosplay Tokyo Ghoul pada Hello Fest 2015 ... 60
Gambar. 3.5.Gathering IOC pada Acara di Pikologi UIN Jakarta ... 61
Gambar 3.6. Struktur Kepengurusan Islamic Otaku Community ... 63
Gambar 4.1. (Kanan) Gaya Berpakaian Dwi Sehari-Hari ... 70
Gambar 4.2. (Kiri) Dwi Saat Bercosplay Menjadi Shinoa ... 70
Gambar 4.3. (Kanan) Gaya Berpakaian Tina Sehari-Hari ... 73
Gambar 4.4. (Kiri)Tina Bercosplay Mitsuba ... 73
Gambar 4.5. (Kanan)Gaya Berpakaian Nada Sehari-Hari ... 76
Gambar 4.6. (Kiri) Nada Saat Bercosplay Menjadi Mito ... 76
Gambar 4.7. (Kanan) Mayya Saat Bercosplay Sebagai Shinon ... 78
Gambar 4.8. (Kiri) Gaya Berpakaian Mayya Sehari-Hari ... 78
Gambar 4.9. (Kanan) Rosi Yang Bercosplay Sebagai Silica ... 80
Gambar 4.10. (Kiri) Gaya Berpakaian Rosi Sehari-Hari... 80
Gambar 4.11. (Kiri)Gaya Berpakaian Rifka Sehari-Hari ... 81
Gambar 4.12. (Kanan) Rifka Saat Menjadi Hijab Cosplayer ... 81
Gambar 4.13. (Kiri) Dwi Berhijab Cosplay Sebagai Shinoa ... 101
Gambar 4.14. (Kanan) Karakter Shinoa Owari No Seraph ... 101
Gambar 4.15. (Kiri) Tina Berhijab Cosplay Sebagai Mitsuba ... 101
Gambar 4.16. (Kanan) Karakter Mitsuba Owari No Seraph ... 101
Gambar 4.17. (Kiri) Nada Berhijab Cosplay Sebagai Mito ... 101
Gambar 4.18. (Kanan) Karakter Mito Owari No Seraph ... 101
Gambar 4.19. (Kiri) Mayya Berhijab Cosplay Sebagai Sayuri ... 102
Gambar 4.20. (Kanan) Karakter Sayuri Owari No Seraph ... 102
Gambar 4.21. (Kiri) Rosi Berhijab Cosplay Sebagai Yukimi ... 102
Gambar 4.22. (Kanan) Karakter Yukimi Owari No Seraph ... 102
Gambar 4.23. (Kanan) Rifka Berhijab Cosplay Sebagai Kotori ... 102
ix
Tabel 3.1. Kegiatan IOC Episode UIN Periode 2015-2016 ... 58
Tabel 4.1. Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay IOC Berdasarkan
Penilaian Diri Sendiri ... 69
Tabel 4.2. Ciri-Ciri Sifat Ekstrovert dan Introvert ... 82
Tabel 4.3. Konsep Diri Anggoa Hijab Cosplay IOC Eps UIN Jakarta
Berdasarkan Penilaian Orang Lain ... 84
Tabel 4.4. Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay IOC Eps UIN Jakarta
1
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena perkembangan budaya-budaya populer banyak
mempengaruhi dalam bidang seni yang membawanya melewati batas wilayah
negara. Majunya teknologi dan penyebaran informasi yang syarat akan
budaya yang terbawa di dalamnya membuat orang-orang yang berada di
bagian dunia lain dapat mengetahui, belajar, juga mengadopsi budaya luar
yang masuk untuk dijadikan landasan dalam perilaku juga gaya hidup.
Budaya asing dapat masuk kapan saja dan membuat perubahan yang
signifikan mulai dari pola pikir, perilaku maupun pola hidup masyarakat. Hal
itu berkaitan dengan konsep diri yang dibangun oleh individu dan cara
menyikapi masuknya budaya asing tersebut. Konsep diri yang positif akan
membawa individu pada keberhasilan dalam hidupnya, karena individu akan
lebih optimis dan menanggapi pendapat orang lain sebagai masukan untuk
memperbaiki dirinya. Berbanding terbalik dengan konsep diri yang dibangun
oleh individu itu negatif maka ia akan lebih pesimis menjalani hidup, lebih
banyak ketakutan dan berlaku inferior. Konsep diri sendiri bisa dilihat dari
sikap yang ditunjukkan oleh individu dalam menjalani kesehariannya.
Saat ini, budaya populer seperti costum player atau biasa disebut dengan cosplay yang sudah menjadi tren di berbagai belahan dunia seperti,
kostum dan aksesoris yang terkonstruksi dari berbagai budaya populer seperti
manga (komik), anime (kartun) dan game. Cosplay biasanya mengidentifikasi diri mereka dengan karakter-karakter fiksi melalui pakaian atau penampilan
yang berbeda dengan orang kebanyakan. Pakaian yang digunakan akan
terlihat mencolok begitupun dengan aksesoris dan riasan yang dipakai. Selain
itu para pelaku cosplay berusaha menirukan adegan-adegan atau gerakan
karakter yang sedang diperankannya untuk mendukung dan melengkapi
penampilan mereka agar semirip mungkin. Pelaku cosplay disebut dengan
cosplayer/ coser. Biasanya cosplayer akan berkumpul pada acara-acara tertentu bersama cosplayer lainnya dan juga penikmat cosplay. Terdapat beberapa jenis cosplay yang sering diperankan dan ditiru oleh banyak coser
diantaranya cosplay anime atau manga, cosplay game, cosplay gothic, cosplay original, cosplay dongeng dan harajuku style.1
Hijab cosplay sendiri merupakan salah satu project atau program yang dimiliki oleh Islamic Otaku Community yang ada pada tiap chapter maupun tiap episodenya, salah satunya episode UIN Jakarta. Anggota-anggotanya
terdiri dari mahasiswi-mahasiswi dari berbagai fakultas. Latar belakang
terbentuknya Islamic Otaku Community di UIN Jakarta dikarenakan banyaknya tanggapan miring mengenai pecinta Jepang yang bersumber dari
komunitas-komunitas Islam maupun dari civitas akademik UN Jakarta. Oleh
karena itu, dicetuskanlah Islamic Otaku Community yang menjawab bahwa
1
Nur Aini, Definisi Cosplay dan Jenisnya, artikel diakses pada 4 April 2016 dari
tidak semua pecinta Jepang dan cosplay melupakan identitas diri mereka
sebagai seorang muslim atau muslimah.2
Cosplayer atau coser meniru dan menggunakan berbagai perlengkapan yang menunjangnya agar menyerupai bahkan sama dengan
karakter yang diperankannya, meninggalkan karakter asli mereka yang
biasanya dijalankan sehari-hari menjadi karakter lain yang disenangi dan
sedang diperankannya. Namun, banyak juga Cosplayer yang tidak hanya
mengubah penampilan saat menjadi karakter tertentu, tapi juga mengubah
perilaku dan gaya hidup cosplayer yang bersangkutan. Konsep diri yang
dibangun oleh seorang coser berubah dan berkembang sejalan dengan akumulasi pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Konsep diri mencakup keseluruhan persepsi individu tentang karakter dirinya,
citra tubuh, kemampuan yang dimiliki, emosi serta hubungan dengan orang
lain.
Keberadaan Islamic Otaku Community yang muncul akibat masuknya budaya pop Jepang dianggap dapat membuat perubahan pada anggotanya
yang merupakan mahasiswi UIN Jakarta dan ikut terjun langsung menjadi
hijab cosplay, juga bagi dunia cosplay Jepang yang ada di Indonesia saat ini.
Dikarenakan UIN Jakarta merupakan instansi pendidikan Islam yang
didalamnya menegaskan dan mengharuskan setiap civitas akademiknya
menanamkan nilai Islam, baik dari segi fisik yang terlihat maupun nafs (jiwa).
Munculnya Islamic Otaku Community terutama Hijab cosplay memunculkan terjadinya percampuran antara nilai-nilai Islam dengan budaya Pop Jepang
2
yang dapat mengakibatkan perubahan pada identitas, gaya berpakaian,
perilaku, maupun gaya hidup hijab cosplay. Hal ini menjadi tantangan untuk
nilai-nilai dasar norma dan agama.3
Menurut William D.Brooks konsep diri adalah pandangan seseorang
tentang dirinya yang terdiri dari dua komponen yaitu kognitif dan afektif yang
dipengaruhi oleh persepesi orang lain dan dirinya sendiri. komponen kognitif
berupa citra diri dan komponen afektif yaitu harga diri. Seseorang yang
dinilai bodoh maka akan ada dua kemungkinan harga diri yang dimilikinya,.
Pertama, ia malu menjadi orang bodoh dan yang kedua dia tidak peduli
dengan dirinya yang bodoh.4
William H. Fitts berpendapat bahwa konsep diri berpengaruh kuat
terhadap tingkah laku seseorang. Perilaku, penampilan dan gaya hidup yang
dibawa dalam budaya Jepang berpengaruh terhadap pelaku-pelaku atau
generasi muda yang terpikat dan mengadopsi budaya dalam hal ini cosplay
Jepang dalam kehidupan mereka terutama dalam membangun konsep diri
mereka.5
Selain itu, konsep diri akan melahirkan identitas diri yang bermakna
kesamaan atau identifikasi dengan seseorang atau sesuatu.6 Dalam hal ini
banyak cosplayer yang mengubah identitas diri mereka di kehidupan nyata
demi melebur dengan karakter yang sedang diperankannya. Tetapi tidak
sedikit pula yang menjadikan identitas dalam karakter yang diperankannya
3
Islamicotaku.co.id/profile diakses pada tanggal 31 Juli 2016 pukul 19.20 WIB 4
Armawati Arbi. Psikologi Komunikasi dan Tabligh. (Jakarta: Penerbit Amzah.2012). h.
160
5
Antar Venus dan Lucky Helmi, Budaya Populer Jepang di Indonesia: Catatan Studi
Fenomenologis Tentang Konsep Diri Anggota Cosplay Party Bandung. (Jurnal Aspikom:
Universitas Padjajaran, 2010), h. 76.
6
menjadi identitas mereka yang terbawa hingga ke dunia nyata. Tapi
nyatannya menurut Lestari dalam Ganendra Widigdya menyatakan bahwa
terjadi skizofrenia sosial atau kepanikan yang menyebabkan seseorang
semakin menjauhi nilai identitas asal mereka. Sehingga tidak ada persamaan
antara karakter fisik maupun sifat orang yang melakukan cosplay dengan diri
mereka sehari-hari.7
Fenomena cosplay yang terus berkembang didukung dengan budaya
populer dari luar negeri yang juga masuk ke Indonesia tanpa hambatan
membuat akulturasi budaya yang saling mengkombinasi satu sama lainnya.
Di kutip dari Republika.co.id bahawa dalam catatan The Pew Forum on Religion & Public Life 2010 menyatakan Indonesia berada di Peringkat pertama sebagai negara dengan populasi orang Islam tertinggi di dunia
dengan persentase sekitar 88.1 persen penduduk memeluk agama Islam atau
hampir 12.7 persen dari populasi dunia.8 Sehingga tidak dipungkiri banyak
bermunculan orang Islam yang juga ikut menggemari dan menjadi
pelaku-pelaku cosplay. Tentu saja, hal ini memunculkan pertanyaan mengenai
konsep diri yang dibangun oleh pemuda-pemudi Islam yang juga ikut terjun
dalam seni berkostum ini. Mengapa demikian? Dan bagaimana identitas
keislaman terutama bagi muslimah yang menjadi hijab cosplay. Karena
tentunya ada perbedaan antara cosplay secara umum dengan cosplay
7
Lestari Indah, Cosplay: Postmodernisme and Japanese popular Culture in Indonesia,
terms paper: reading in literary Theory & Criticism, Jawaharlal Nehru University, New Delhi, India, 2011.
8
Angga Indrawan, Inilah 10 negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia.
dipublikasikan pada 27 Mei 2015, pukul 06.16 WIB
m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/05/27noywh5-inilah-10negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia diakses
Muslimah, juga konsep diri serta identitas diri seperti apa yang mereka
tonjolkan dalam kehidupan.
Perbedaan yang mendasar dari cosplay umum dengan cosplay
Muslimah diantaranya ialah cara berpakaian sesuai karakter yang mereka
perankan serta cara berhubungan dalam mendalami karakter yang sedang
mereka perankan di area bercosplay. Banyak di antara cosplay umum memamerkan lekukan tubuh atau dengan pakaian yang minim yang sama
persis dengan karakter idola mereka. Sedangkan, pada cosplay Muslimah,
penampilan sexy dan membentuk lekuk tubuh sangat dihindari begitu juga
dengan penggunaan wig yang disiasati dengan memodifikasi hijab sehingga menyerupai rambut pada karakter yang mereka perankan.
Karakter-karakter dalam cosplay sedikit banyak memamerkan lekuk
tubuh juga mempertontonkan aurat yang menurut ajaran dan konsep
berpakaian dalam Islam seharusnya ditutupi untuk menghindari dari berbagai
macam hal buruk. Adab berpakaian dalam Islam yang mengharuskan agar
setiap Muslimah agar tidak menampakan lekuk tubuh, juga tidak memakai
pakaian yang tipis sehingga tidak nampak kulit pemakainya agar terhindar
dari adanya fitnah.9
Komunitas-komunitas cosplay yang berbasis Islam memang belum
banyak bermunculan di Indonesia, namun eksistensi mereka saat ini juga
tidak dapat diabaikan. Komunitas yang mengatasnamakan komunitas Islam
dengan ciri khas cosplaynya yang memakai hijab diantaranya ialah Islamic
Otaku Community dan Hijab Cosplay Indonesia. Tentunya kemunculan
9
M.Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2010),
cosplayer-cosplayer Muslimah ini menimbulkan berbagai macam tanggapan di masyarakat, baik dari sesama pelaku cosplay yang mendukung ataupun
cosplayer lain yang menganggap bahwa hijab cosplay dapat merusak karakter asli (OOC atau out of Character). Stigma positif dan negatif yang diterima oleh cosplayer Muslimah dengan upaya memodifikasi penampilan karakter
yang diperankan dengan hal yang dapat mempertahankan identitas keislaman
mereka dan tetap menjaga syariat agama, terutama dalam beebusana, beriskap
dan berperilaku.
Berdasarkan pada alasan-alasan di atas, maka penelitian ini diberi
judul “KONSEP DIRI ANGGOTA HIJAB COSPLAY ISLAMIC
OTAKU COMMUNITY EPISODE UIN JAKARTA DALAM
MEMPERTAHANKAN IDENTITAS KEISLAMAN”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Berdasarkan pada masalah di atas maka penelitian ini akan
membatasi masalah hanya pada member atau anggota dan pengurus
Islamic Otaku Community (IOC) sebagai individu. Sebaliknya, penelitian ini tidak memfokuskan pada pesan berupa teks dan makna mengenai
Islamic Otaku Community (IOC), tidak juga pada organisasi yang menaunginya dan dampak dari kegiatan bercosplay.
2. Rumusan Masalah
Adapun pokok masalah yang menjadi kajian berdasarkan pada
masalah penelitian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti,
meliputi:
1. Bagaimana konsep diri yang dibangun oleh anggota hijab cosplay
Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta berdasarkan
pada penilaian diri sendiri, orang lain, kelompok rujukan terkait
konsep diri milik William D.Brooks ?
2. Bagaimana cara Hijab cosplayer mempertahankan identitas keislaman sebagai seorang Muslimah berdasarkan pada konsep identitas agamis
Penney Upton?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk memberikan gambaran mengenai konsep diri yang dibangun
oleh anggota hijab cosplay yang tergabung dalam Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta berdasarkan pada penilaian diri sendiri, orang lain dan kelompok rujukan.
b. Untuk memberikan gambaran mengenai cara mempertahankan
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini, dibagi menjadi dua aspek
yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis
a. Manfaat Akademis
Diharapkan dengan adanya skripsi mengenai konsep diri
dalam mempertahankan identitas keislaman dengan subjek Hijab
Cosplay Episode UIN Jakarta, penelitian ini akan menyumbangkan
dan menambah referensi pada penelitian yang sejenis dan referensi
Ilmu Komunikasi, terutama dalam bidang Psikologi Komunikasi,
yaitu komunikasi antar personal mengenai konsep diri (William D.
Brooks) dan identitas agamis (Penney Upton) dalam hal ini
identitas keislaman yang dibangun dan ditimbulkan dengan adanya
budaya pop Jepang yang mencampurkan antara budaya Jepang
yang bebas dengan etika Islam.
b. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi anggota
Islamic Otaku Community (IOC) baik yang berada di dalam
dan di luar UIN Jakarta, maupun bagi cosplayer di luar Islamic
Otaku Community untuk memberikan gambaran terkait perihal
konsep diri anggota komunitas Islamic Otaku Community .
2. Menggambarkan upaya komunitas dan anggota dalam
mempertahankan identitas Islami dalam hal berbusana, bersikap
D. Tinjauan Pustaka
Uraian berikut akan memaparkan beberapa penelitian yang sudah
dilakukan, sehingga menjadi jelas bagaimana penelitian ini relevan dan
penting dilakukan.
1. Genendra Widigdya membuat makalah individu singkat dengan dosen
pengampu Drs. Sudiyono S.U Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dengan judul Komunitas Cosplay: Tantangan Bagi Identitas Sosial Indonesia. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwasanya cosplay menjadi tantangan bagi setiap bangsa terutama bagi bangsa di kawasan
Asia dikarenakan kegiatan bercosplay yang dianggap menjauhi identitas
diri di dunia nyata dengan identitas saat seseorang sedang melakukan
aktivitas cosplay. Cosplayer cenderung terfokus pada bagaimana menjadi karakter ideal dan menjadi semirip mungkin dengan idola yang mereka
dengan melakukan transformasi dari segi fisik maupun karakter yang
berlawanan dengan identitas asli mereka yang bahkan tidak ada dalam
identitas asal cosplayer.
Pada penelitian yang dibuat oleh Genendra Widigdya diperoleh
persamaan dalam segi subjek yang diteliti yaitu mengnai identitas
cosplayer. Namun, pada penelitian ini cosplayer yang diteliti ialah
cosplayer secara umum atau konvensional dan subjek penelitiannya
hanya identitas bangsa, sedangkan pada penelitian ini akan menitikkan
pada konsep diri dan identitas cosplayer pada komunitas cosplay Islami.
2. Rizma Afian Azhiim dalam karya ilmiah yang dibuatnya mengenai
dengan judul Identitas dan Subjektivitas Budaya Populer Cosplay di Indonesia. Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa budaya populer Jepang dibawa akibat dari berkembangnya teknologi yang dapat
melintasi rruang dan waktu. Peran pemerintah Jepang melalui jalur
diplomasi membuat budaya juga nilai-nilai masyarakat Jepang ke seuruh
dunia. adanya cosplay secara bersamaan maupun bertahap merasuk ke ranah subjektivitas dan identitas masyarakat Indonesia, contoh nyatanya
yaitu gaya berpakaian anak muda yang banyak meniru role model yang disenanginya.
Pada penelitian ini, subjek yang diangkat ialah Cosplayer
Indonesia secara umum atau konvensional. Dan objek yang diteliti
mengenai subjektivitas dan identitas budaya yang dibawa oleh cosplayer.
Dan meenggunakan pendekatan psikoanalisis dengan teori subjektivitas
Foucault, dimana menurut Foucault subjectivitas muncul akibat sesuatu
yang dimunculkan atau bahkan dibuat-buat untuk membentuk suatu
produk historis.
3. Fidy Ramzielah F membuat Kajian Sastra dan Budaya, Fakultasi Ilmu
Budaya S2, Universitas Airlangga, Surabaya yang berjudul Komunitas Hijab Cosplay Gallery: Representasi Komunitas SubkulturVirtual di Indonesia. Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa hijab cosplay muncul akibat adanya akulturasi subkultural budaya yang masuk
dengan budaya yang menetap di dalamnya. Hijab cosplay gallery
menjadi wadah tersendiri bagi hijab cosplayer yang awal mulanya berada
gallery terkesan membatasi dirinya terjhadap cosplay konvensional dan
hanya pada orang-orang yang memiliki sambungan internet saja. karena
hanya dapat dilihat pada web atau social media mereka.
Subjek penelitian yang diangkat mengenai hijab cosplayer yang
ada di Indonesia maupun di mancanegara. Sedangkan objek penelitian
yang diangkat ialah bagaimana hijab cosplay gallery menyebarkan tren
cosplay berhijab, yaitu dengan menggunakan sosial media dan website
resmi dari hijab cosplay gallery dan menjadikannya sebagai wadah untuk
bersilaturahmi dan mensosialisasikan keutamaan dari berhijab bagi
wanita.
4. Diny Fitriawati membuat penelitian untuk Program Magister Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran,
Bandung dengan judul “Konsep Diri Dan Pola Komunikasi Cosplayer : Self Concept And Communication Patterns In Cosplayer”
Pada penelitian ini didapatkan bahwa konsep diri anggota cosplay
AEON cosplay team cenderung psitif karena baiknya interaksi yang
dialkukan oleh sesama anggota kelompk tersebut. hal itu dikarenakan
adanya kesamaan motif yang melatarbelakangi anggotanya untuk masuk
dan mengikuti kegiatan bercosplay. Konsep diri yang dibentuk oleh
AEON cosplay team dapat dilihat dari tindakan terlihat yang dilakukan
oleh anggotanya yang juga menyertakan pesan yang bersifat verbal
maupun non-verbal. Pola komunikasi AEON cosplay team terbentuk dari
Metode penelitian yang dilakukan ialah metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dengan objek penelitian
mengenai konsep diri dan pola komunikasi anggota kelompoknya.
Sedangkan subjek penelitian yang diambil ialah anggota komunitas
AEON cosplay team Bandung.
5. Felicia Wonodihadrjo dalam jurnal E-komunikasi Volume 2 Nomor 3
Tahun 2014. Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Komunikasi, Universitas Kristen Petra, Surabaya dengan judul penelitian
“Komunikasi Kelompok yang Mempengaruhi Konsep Diri Dalam Komunitas Cosplay “COSURA” Surabaya”. Kesimpulan yang didapat
pada penelitian ini bahwa konsep diri individu terbentuk dari komunikasi
yang dijalin antar anggota kelompok dalam kelompok itu sendiri. konsep
diri negatif biasanya dimiliki oleh anggota baru dalam kelompok cosplay
COSURA karena anggota baru belum banyak berkontribusi dan masih
tertutup terhadap anggota kelompok lainnya. Namun, bagi anggota yang
memiliki konsep diri negatif, setelah lama bergabung maka konspe diri
yang dimiliki berangsunr menjadi positif. Hal itu dikarenakan sudah
terciptanya komunikasi yang baik dan saling keterbukaan antar anggota
kelompok cosplay tersebut.
Objek penelitian ini menitik beratkan pada konsep diri anggota
cosplay dan juga teori konsep diri postif-negatif milik William D.
Brooks. Sedangkan subjek penelitian yang diambil ialah anggota cosplay
COSURA yang aktif mengikuti rapat mingguan ataupun event komunitas
menggunakan metode survey dan berlandaskan pada teori mengenai
komunikasi kelompok, juga konsep diri.
E. Kerangka Konsep
1. Konsep diri
Konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita
rasakan. Dalam hal ini seorang manusia akan mempersepsikan dirinya
sendiri berdasarkan apa yang dia rasakan dan juga berdasarkan atas
persepsi orang lain dalam melihat dan memandang dirinya. Penilaian
yang diberikan oleh diri sendiri dan penilaian dari orang lain memberikan
pengaruh terhadap konsep diri atau makna realitas diri yang dibangun
oleh manusia.10
William D. Brooks menyatakan konsep diri diartikan sebagai
persepsi tentang diri yang sifatnya fisik berupa penampilan dan bentuk
10
Nina Mutmainah, et al. Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1997),
h.100.
KONSEP DIRI (WILLIAM D.BROOKS)
IDENTITAS AGAMIS (PENNEY UPTON)
ETIKA BERPAKAIAN BAGI WANITA DALAM ISLAM
(Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Wanita,)
COSPLAY DAN MODEL/ TIPE COSPLAY
tubuh yang dapat dilihat dan dirasakan oleh panca indera. Juga bersifat
psikologis berupa karakter diri, keadaan emosional dan juga bersifat
sosial yang berhubungan dengan interaksi yang dilakukan bersama
individu lainnya.11
2. Identitas
Hogg & Abram menyatakan bahwa identitas diri adalah konsep
yang digunakan oleh orang-orang untuk menyatakan mengenai tentang
siapakah mereka, orang macam apa mereka dan bagaimana mereka
berhubungan dengan orang lain.12 Sehingga akan terlihat identifikasi dan
kesamaan pada seseorang atau sesuatu tersebut yang diakui oleh banyak
orang yang melihatnya, dimana kita yang menjadi objek dalam
identifikasi tersebut diimajinasikan dan direpresentasikan kepada diri
sendiri untuk memberikan dan menampilkan identitas dirinya kepada
orang lain.
Sedangkan identitas spiritual atau identitas agamis berkaitan
dengan keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, praktik dan perilaku-perilaku
agamis yang berkaitan dengan moral dan etik suatu agama.13
Dalam Islam, seorang Muslim atau Muslimah akan menampilkan
identitas keislaman mereka dengan menggunakan busana yang sesuai
dengan ajaran atau bagi Muslimah menggunakan jilbab atau hijab
sebagai penutup kepala yang merupakan aurat wanita.
11
Nina Mutmainah, et al, Psikologi Komunikasi, h. 100.
12
Hogg, Michael A & Abrams, D (1990). Social Identification; A Psychology of
Intergroup Relation and Group Process. [On-line]
http://books.google.co.id/books?id=50OV4gqcFA0C&printsec=frontcover&dq=Social+Identifica ion%3B+A+Psychology+of+Intergroup+Relation+and+Group+Process&hl=en&sa=X&ei=kpnn Yr9NMHrrQeAzIHwDQ&redir_esc=y diakses tanggal 9 Mei 2016. pukul 11.20.
13
3. Etika Berpakaian Bagi Wanita dalam Islam
Menurut M. Quraish Shihab, adab berpakaian dalam Islam selain
menutup aurat bagi laki-laki maupun perempuan, juga yang dianjurkan
seharusnya ialah menutupi seluruh tubuh (aurat) selain wajah dan kedua
telapak tangan, sederhana dalam berpakaian dan berhias, menampakan lekuk tubuh juga tidak tipis sehingga tidak nampak kulit pemakainya
agar terhindar dari adanya fitnah, dikenal oleh masyarakat Islam, tidak
menyerupai pakaian lelaki bagi wanita dan bagi lelaki tidak menyerupai
pakaian wanita14 Sedangkan menurut Ibrahim Muhammad Al-Jamal,
dalam Fiqh Wanita, etika berpakian bagi wanita diantaranya menutupi seluruh tubuh (aurat) selain wajah dan kedua telapak tangan, sederhana
dalam berpakaian dan berhias, tidak tipis menerawang sehingga warna
kulit masih bisa terlihat, dikenal oleh masyarakat islam, tidak menyerupai
pakaian lelaki bagi wanita dan bagi lelaki tidak menyerupai pakaian
wanita, dan berbeda dengan pakaian wanita kafir.15
4. Model dan Tipe Cosplay
Gerald S. Wilson dan Michael S. Hanna mengungkapkan
bahwasanya ada tiga hal yang menyebabkan seorang individu
memutuskan untuk menjadi atau masuk dalam keanggotaan kelompok
tertentu, yaitu daya tarik yang dimiliki oleh anggota kelompok yang akan
dimasukinya, kegiatan dan tujuan kelompok, terakhir berdasarkan atas
14
M.Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, h.124-127.
15
alasan-alasan individu tersebut, dapat berupa alasan yang menyangkut
pribadi, sosial, simbolik maupun ekonomi.16
Ada beberapa komponen yang membedakan seseorang masuk
dalam sebuah komunitas, diantaranya berdasarkan lokasi orang tersebut
tinggal, berdasarkan minat dan kesenangan dan terakhir berdasarkan
komuni atau ide-ide yang muncul saat mereka bersama.17 Dalam hal ini,
komunitas cosplay disatukan dengan persaaan akan minat dan
kesenangan yang sama dan mereka melakukan kegiatan bersama untuk
menyalurkan minat dan memberikan kesenangan sendiri bagi individu
yang melakukannya.
Terdapat beberapa jenis cosplay yang sering diperankan dan
ditiru oleh banyak coser diantaranya: pertama, cosplay anime atau manga pada jenis ini coser meniru karakter yang terdapat dalam komik maupun kartun. Kedua, cosplay game dimana pada jenis ini coser
memerankan dan meniru karter yang ada dalam game. Ketiga, cosplay gothic bebeda dengan jenis sebelumnya. Pada jenis ini coser akan menggunakan busana yang bernuansa gelap dan misterius, dalam jenis
ini juga terdapat jenis lainnya yang dinamakan gothic lollyta yang menggnakan pakaian serba hitam namun kali ini dipadukan dengan
pakaian yang berenda dan imut. Keempat, cosplay original jenis ini menampilkan karkter yang belum pernah ada baik dalam anime maupun
manga. Biasanya juga para coser menggabungkan karakter-karakter yang ada dalam satu penampilan atau dapat dikatakan sebagai kombinasi.
16
Nina Mutmainah, et al.Psikologi Komunikasi, h. 144.
17
Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. (Jakarta: Kencana,
Kelima, cosplay dongeng seperti namanya jenis ini menjadikan dongeng dan legenda sekitar sebagai modelnya. Terakhir, harajuku style.18
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan
pendekatan kualitatif. Pada pendekatan ini menekankan pada semua
temuan yang didapatkan saat melakukan penelitian dilandaskan pada data,
sehingga temuan tersebut lebih bisa dipercaya sebelum dikatakan sebagai
teori.19
Jenis penelitian yang digunakan ialan deskriptif kualitatif. Pada
metode jenis ini penulis mengumpulkan, pengklasifikasikan dalam hal ini
berdasarkan pada keaktifan anggota IOC episode UIN Jakarta dalam
kegiatan yang diadakan komunitas, lalu mendeskripsikan dan mencatat
hasil temuan di lapangan yang dikumpulkan dari observasi, FGD dan
wawancara. Selanjutnya, peneliti menganalisis data yang menggambarkan
situasi keadaan dan hasil temuan lapangan yang bersifat non hipotesis dan
menginterpretasikan konsep diri anggota hijab cosplay IOC episode UIN
Jakarta sesuai dengan apa yang dilihat, didengar dirasakan dan
ditanyakan.20
Penelitian deskriptif kualitatif dirancang untuk mengumpulkan
informasi mengenai keadaan yang ada dan sedang berlangsung. Jenis
penelitian ini dilakukan untuk meneliti sekelompok manusia taua objek
18
Nur Aini, Definisi Cosplay dan Jenisnya, artikel diakses pada 4 April 2016 dari
yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang disellidiki
secara sistematis, faktual dan akurat.21
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian ialah 6
anggota Islamic Otaku Community yang berperan sebagai hijab
cosplay yang ditetapkan berdasarkan keaktifan dalam kegiatan yang
diadakan komunitas. 6 anggota yang menjadi subjek penelitian yaitu
Mayya (FAH), Dwi (FDK), Tina (Tarbiyah), Rifka (SAINTEK), Rosi
(FDK) dan Nada (FSH).
b. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian dalam penelitian ini ialah konsep
diri dan cara anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community
dalam mempertahankan identitas keislaman oleh anggota Islamic
Otaku Communityyang turut aktif dalam kegiatan Cosplay.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang didatangi oleh saya sebagai peneliti untuk
mendapatkan data-data yang akurat ialah UIN Jakarta, tempat anggota
Muslimah komunitas Islamic Otaku Community ini berkumpul dalam
melakukan kegiatan mereka dan beberapa kegiatan di luar kampus seperti
19
A Khaidar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan
penelitian Kualitatif, (Jakarta: Pustaka jaya. 2002) cetakan ke- 1, h. 102 20
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rodakarya.
2005), h. 9. 21
Convelo G. Cevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia,
gathering cosplayer dan matsuri (festival Jepang) yang mereka hadiri dan saat photo session.
Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai
dengan September 2016. Intensitas pertemuan sebanyak 6 kali selama 5
bulan waktu penelitian.
4. Sumber Data
Ada dua data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer
dan data sekunder
a. Data primer yaitu data yang peneliti kumpulkan secara langsung yang
diperoleh saat penelitian berlangsung. Dalam hal ini, data tersebut
didapat saat melakukan wawancara dan observasi subjek penelitian
yaitu ikut pada kegiatan hijab cosplay dan mengamati perilaku hijab
cosplayer dari jarak dekat dan sedang. Data primer didapat dari 6
anggota Muslimah Islamic Otaku Community yang aktif berkegiatan
di komunitas. Selain itu, sebanyak 6 anggota lainnya dari komunitas
Islamic Otaku Community sebagai kelompok rujukan untuk menilai
konsep diri anggota hijab cosplay yang menjadi subjek penelitian
utama dan 6 orang mahasiswi UIN Jakarta yang merupakan sahabat
dari subjek penelitian.
b. Data sekunder yaitu data pustaka yang dihimpun dari sejumlah
buku-buku, jurnal, artikel-artikel dari internet dan sumber-sumber bacaan
lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
5. Tahapan Penelitian
a. Pengumpulan Data
1. Observasi
Obesrvasi atau pengamatan ialah kegiatan yang dilakukan
peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan fakta
di lapangan. Pengamatan yang dilakukan dengan cara sistematik
terhadap fenomena-fenomena yang akan diselidiki kebenarannya.22
Dalam hal ini peneliti menempatkan diri sebagai obeservasi aktif,
dimana peneliti ikut melakukan kegiaatan yang dilakukan oleh subjek
penelitian, seperti pada acara-acara yang mereka hadiri dan berperan
sebagai fotografer cosplayer. Pada saat tertentu, saya sebagai peneliti menempatkan diri sebagai bagian dari anggota hijab cosplay dan di
lain waktu, saya sebagai peneliti memberikan jarak dengan anggota
hijab cosplay untuk mendapatkan fakta dilapangan mengenai respon
nyata orang lain dalam menilai hijab cosplay.
2. FGD
FGD atau Focus Group Discussion ialah diskusi kelompok terarah, dimana kegiatan diskusi ini dilakukan untuk pengumpulan
data dengan wawancara kelompok dan pembahasan yang dilakukan
secara berkelompok pula. FGD juga dikenal dengan teknik
pengumpulan data kualitatif dengan cara wawancara kelompok.
22
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Wawancara yang dilakukan membahas tentang fokus permasalahan
tertentu yang dipandu oleh seorang fasilitator dan juga moderator.23
Brajtman dalam Yati Afiyanti menyatakan bahwa metode
FGD dilakukan untuk mengeksplorasi suatu fenomena yang terjadi
dalam kehidupan melalui interaksi sosial antara diri seseorang dengan
kelompoknya. Tujuannya ialah meningkatkan kedalaman informasi
yang diperoleh untuk menyingkap fenomena dan memberi penjelasan
terhadap fenomena tersebut. Umumnya metode FGD mengangkat
mengenai isu sosial yang berhubungan dengan syigma buruk terhadap
individu dan kelompok tertentu.24
Pada penelitian ini FGD yang dilakukan kepada 6 orang
anggota hijab cosplay IOC UIN Jakarta. yaitu, Mayya, Dwi, Nada,
Rosi, Rifka dan Tina mengenai konsep diri anggota cosplay dalam
mempertahankan identitas keislaman komuniats Islamic Otaku
episode UIN Jakarta. Setelah FGD terlaksana diadakan wawancara
kembali untuk memperteguh hasil FGD.
3. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan wawancara berdasarkan
pada laporan pribadi yang didapatkan peneliti dari hasil tanya jawab
yang dilakukan kepada repsonden yang menghasilkan pengetahuan
atau keyakinan pribadi dari responden tersebut. Pada penelitian ini,
23
Edi Indrizal. Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial, Jurusan Antropologi. Universitas Andalas, Padang. “Diskusi Kelompok Terarah: Focus Group Discuussion (FGD), Prinsip-Prinsip dan Pelaksanaan di Lapangan”, Jurnal Antropologi FISIP UNAND, h. 75-76.
24
Yati Afiyanti, Staf Akademik Keperawatan Maternitas FIK UI. “Focus Group
peneliti melakukan wawancara dengan anggota Muslimah Islamic
Otaku Community yang aktif dalam kegiatan-kegiatan Jepang baik
yang dilakukan di area komunitas maupun di luar komunitas bahkan
di luar kampus. Selain itu juga peneliti melakukan wawancara dengan
sahabat dari anggota hijab cosplay IOC UIN Jakarta untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, lalu wawancara dengan anggota
kelompok yang sama mengenai subjek (Hijab cosplayer) yang sedang
diteliti.
Dalam wawancara yang dilakukan kepada beberapa responden
akan membantu peneliti dalam mendapatkan hasil yang maksimal
dengan membandingkannya dengan hasil observasi yang dilakukan
oleh peneliti. Tanya jawab yang dilakuukan saat wawancara juga
memberikan gambaran atas pengetahaun responden terhadap konsep
diri, keyakinan, sikap dan perilaku yang selama ini dilakukannya.
4. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dari dokumen memanfaatkan
catatan peristiwa yang telah lalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan
yang diambil dari blog-blog penikmat dan pelaku cosplay terutama
dalam web resmi Islamic Otaku Community
(Islamicotakucommunity.com), juga jurnal-jurnal mengenai budaya
pop Jepang, gambar atau foto diambil dari kegiatan yang dilakukan
oleh anggota cosplay IOC dan koleksi pribadi mereka, koleksi pribadi
peneliti dan karya-karya lainnya. Dokumen juga berguna sebagai
yang dilakukan oleh saya sebagai peneliti. Adapun dalam hal ini,
peneliti mendapatkan data dokumen dari hasil penelitian terdahulu,
buku psikologi komunikasi yang membahas mengenai konsep diri dan
data-data kegiatan yang ditulisakan dalam catatan kegiatan Islamic Otaku Community, juga foto-foto kegiatan mereka dari tahun 2015 hingga 2016.
b. Analisa Data
Analisis data ialah teknik penyederhanaan hasil penelitian sehingga
lebih mudah untuk diinterpretasikan. Miles Hubermas membagi teknik
analisis data menjadi 3 yaitu, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Dimana pada tahap reduksi data. Pada tahap ini peneliti
mengolah data hasil observasi dan wawancara ditajamkan, digolongkan
juga membuang data yang tidak perlu dan mengorganisirnya dan
kemudian dideskripsikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan
dipahami. 25 Jika pereduksian dan penarikan kesimpulan dari hasil
pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumen telah
selesai. Maka dilanjutkan dengan pengolahan data dan penganalisisan data
yang diperoleh hingga menghasilkan laporan penelitian.
Tahap olah data yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif. Yaitu data-data yang ditemukan di
lapangan disimpulkan secara umum dengan cara menjabarkan,
menerangkan dan menginterpretasikannya dalam bentuk tabel. Data data
25
Ariesto Hadi Sutopo dan Andriana Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif dengan
tersebut diperoleh dari hasil observasi, FGD, wawancara dan
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.
c. Pedoman Penulisan Skripsi
Pada penelitian ini, teknik dan metode penulisan laporan penelitian
mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh
Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi dkk.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat
sistematika penulisan sesuai sengan masing-masing bab. Penulis membaginya
menjadi 5 bab, yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab yang
merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang penelitian mengenai konsep diri
yang dibangun dan dibentuk oleh anggota hijab cosplay Islamic Otaku
Community Episode UIN Jakarta dalam mempertahankan identitas keislaman
yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu diri sendiri, orang lain dan kelompok
rujukan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Bab ini menjelaskan mengenai konsep diri sebagai muslimah yang
terdapat dalam subjek Psikologi Komunikasi mengenai. Konsep diri menurut
William D. Brooks dan Identitas Spiritual menurut Penney Upton dalam
pandangan Islam dan juga ayat maupun hadist yang bersangkutan dengan
BAB III : GAMBARAN UMUM
Merupakan gambaran umum mengenai sejarah, kegiatan, visi misi
dan struktur kepengurusan Islamic Otaku Community yang menjadi subjek
penelitian ini.
BAB IV : ANALISIS DAN TEMUAN DATA
Bab ini berisikan pemaparan atas hasil analisa temuan yang
ditemukan oleh peneliti di lapangan, terkait dengan penelitian yang
dilakukan. Peneliti akan menganalisis mengenai konsep diri anggota
muslimah komunitas Islamic Otaku Community dan cara anggota maupun pengurus dalam mempertahankan identitas keislaman
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab akhir yang terdiri dari kesimpulan dari
bab-bab sebelumnya dan juga saran untuk penelitian yang akan datang. Bab ini
juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
27
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Diri
Konsep Diri menurut Rudolph V. Verderber dalam buku Psikologi Umum milik Alex Sobur didefinisikan sebagai:
“A collection of perception of every aspect of your being: your appearance, physical and mental capabilities, vocational potencial, size, strength and so forth”1
Dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimaksud ialah kumpulan
dari persepsi dari berbagai aspek yang ada dalam diri kita, baik dari segi
penampilan, kemampuan fisik dan mental yang dimiliiki, potensi
keterampilan yang berhubungan dengan ukuran kekuatan dan sebagainya.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman, konsep diri merupakan
sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri,
berkaitan dengan minat, bakat, kemampuan, penampilan dan psikologis.2
William D. Brooks dalam bukunya Speech Communication yang dikutip dalam buku Psikologi Komunikasi karya Jalaluddin Rakhmat
memberikan pengertian yang tidak jauh berbeda seperti Rudolph V.
Verderber, ia menyatakan bahwa:
“Those physical, social, and physicological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”3
1
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), h. 506.
2
Sarlito W. Sarwono, et,al, Psikologi Sosial, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika,
2009), h. 53. 3
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007),
Maksudnya ialah Brooks setuju konsep diri yang merupakan
persepsi, baik berupa pandangan dan perasaan seseorang yang bersifat
fisik, psikologis, maupun sosial. Persepsi diri yang berupa fisik dapat
berupa penampilan dan bentuk tubuh, sedangkan persepsi psikologis
berupa mental, emosi dan karakter. Dan sosial berupa hubungan dengan
indiviu lainnya atau dapat dibilang interaksi.4
Goss dan O’Hair berpendapat bahwa konsep diri mengacu pada
penilaian seseorang mengenai dirinya yaitu berdasarkan seberapa berharga
dirinya tersebut, penghargaan diri inilah yang dikatakan oleh Myers dan
Myers dalam buku Psikologi Umum karya Alex Sobur sebagai perasaan yang diperoleh seseorang pada saat tindakan yang dilakukannya sesuai
dengan versi ideal orang tersebut mengharapkannya.5 Dengan kata lain,
seseorang akan merasa berharga apabila suatu hal yang dilakukannya
mendapatkan penghargaan yang sama dengan apa yang diharapkannya
dari orang lain dan berdampak pada perasaan berharga pada dirinya
sendiri.
Persepsi yang membangun konsep diri seseorang berdasarkan
penilaian terhadap dirinya sendiri dan berdasarkan pada penilaian orang
lain mengenai dirinya menjadikan manusia sebagai objek sekaligus subjek
persepsi tersebut atau dalam istilah lainnya menurut Charles H. Cooley
adalah looking glass self. Yaitu dimana ia membayangkan dirinya sebagai orang lain dan mulai melakukan penilaian bagaimana nantinya jika orang
lain melihat dirinya dan dirinya melihat dirinya yang lain tersebut dari
4
Nina Mutmainah, et,al. Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1997), h.
100 5
sudut pandang sebagai objek penilaian. Dan kecenderungan untuk
berperilaku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki disebut dengan self-fulfilling prophecy.6 Misalnya, seseorang yang memiliki konsep diri dengan mempersepsikan dirinya bahwa ia kreatif, maka pada saat diminta
untuk mengumpulkan ide-ide cemerlang ia akan maemberikan ide
cemerlang yang dapat menyakinkan orang lain dengan idenya dan
membuat idenya terealisaasi. Namun, penilaian dan evaluasi dari orang
lain bukan satu-satunya hal yang membentuk konsep diri seseorang,
melainkan hasil tindakan dari orang tersebut juga lah yang dapat
mempengaruhi pembentukan konsep diri.7 Sebagai contoh, seseorang yang
belajar memainkan alat musik, menghafal not, menampilkannya hasil
latihannya. Maka ia akan menyadari, dirinya termasuk orang yang mudah
atau lambat dalam memahami dan belajar memainkan instrumen musik.
Ada dua komponen menggenai konsep diri, yang pertama ialah
komponen kognitif atau citra diri (self image) pengetahuan individu menganai dirinya dan komponen afektif atau harga diri (self esteem)
penilaian individu terhadap diri.8 Sebagai contoh, komponen kognitif
mengatakan, “saya orang miskin”. Komponen afektifnya bisa menjadi dua
kemungkinan. Pertama, “saya bahagia menjadi orang miskin, karena
mendapat banyak sumbangan dari orang kaya.” Atau” saya lelah menjadi
orang miskin karena kurang bekerja keras.”
6
Nina Mutmainah, et al. Psikologi Komunikasi, h. 100.
7
Sarlito W. Sarwono, et Al. Psikologi Sosial, h. 54.
8
Armawati Arbi. Psikologi Komunikasi dan Tabligh. (Jakarta: Penerbit Amzah.2012). H.
Banyak faktor atau pihak-pihak yang dapat mempengaruhi konsep
diri seseorang, diantaranya:
1. Orang lain
Harry Stack Sullivan dalam buku Psikologi Komunikasi karya Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa seseorang dapat mengenal dirinya
sendiri dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Maksudnya ialah kita
akan lebih menghargai ataupun merasa diremehkan apabila orang lain
tersebut yang merasakan dan mepresepsikannya hingga diri kita tahu.9
Intinya apabila cita diri kita positif pada penilaian orang lain dan sudah
terbentuk citra diri yag sedemikian rupa pada diri kita, maka secara
langsung ataupun tidak kita akan berusaha lebih baik ataupun
mempertahankan citra diri tersebut untuk diri kita demi mendapatkan
penghargaan yang sama dari orang lain.
Namun tidak semua orang dapat berpengaruh terhadap diri kita.
Seperti yang dikemukakan oleh Mead, orang-orang yang paling
berpengaruh ialah yang memiliki hubungan paling dekat dengan diri kita
atau dapat disebut dengan significant others. Orang-orang tersebut diantaranya, keluarga, sahabat, orang yang tinggal satu rumah denga kita
atau bertemu setiap hari, saudara, guru dan sebagainya. Orang-orang yang
termasuk dalam significant other dapat mempengaruhu pikiran, perilaku dan perasaan kita. Dapat juga termasuk seseorang yang diidolakan, seperti
bintang film, pahlawan, tokoh dan seseorang yang disukai.10
2. Kelompok Rujukan atau kelompok acuan (reference group)
9
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h.101.
10
Semakin bertambah dewasa dan bertambah usia, significant others
yang tadinya berperan paling berpengaruh dalam pembentukan konsep
diri, kini tidak lagi menjadi satu-satunya pihak yang dapat mepengaruhi
konsep diri. Diri akan mulai bergaul secara luas di masyarakat, kita dapat
menjadi anggota sebuah kelompok hobi atau minat, maupun organisasi di
universitas maupun di masyarakat.
Pada kelompok atau organisasi tersebut ada yang mengikat
anggotanya berdasarkan pada peraturan serta norma yang menjadi acuan
dan pedoman kelompok atau organisasi tersebut, mengarajkan perilaku
dan menyesuaikan diri dengan ciri-ciri kelompoknya, sehingga dapat
mempengaruhi konsep diri anggotanya. Kelompok atau organisasi inilah
yang disebut dengan kelompok rujukan atau kelompok acuan.11
3. Diri Sendiri
Bagaimanapun persepsi dari orang lain dan kelompok rujukan,
konsep diri tetap dipengaruhi oleh persepsi individu sendiri. mereka akan
melakukan hal yang sejalan dengan harapan mereka, entah itu akan
berakhir dengan penilaian positif ataupun negatif. Individu Islami akan
berperilaku secara Islami dan menjaga dirinya agar selalu dan sesuai
dengan kepribadian Islam.12
Terdapat dua kualitas dalam menilai konsep diri seseorang, yaitu
konsep diri positif dan konsep diri negatif.tentu saja konsep diri yang
positif akan mendukung komunikasi dengan orang lain menjadi positif
pula. Terdapat beberapa indikator konsep diri menurut Islam, diantaranya:
11
Alex Sobur, Psikologi Umum, h. 521.
12
a. Sebagai makhluk basyariah atau sehat jasmani. Maksudnya ialah dengan mengkonsumsi segala hal yang baik dan halal dan hidup di
lingkungan yang baik pula.
b. Sebagai makhluk isyaniah atau sehat rohani, dengan menerapkan
rukun islam. Profesional dalam menjalankan kepemimpinan
ataupun pekerjaannya dan selalu ingat akan jati diri sebagai otang
Islam.
c. Mengetahui potensi akal atau dapat dikatakan menjadi pemikir,
inovator, menjadi ulil albab.
d. Menjadi orang yang mensucikan diri (qalb) yang selalu menghadirkan Allah dalam segala hal yang dilakukannya.
e. Potensi nafs. Berusaha ikhlas dalam menjadi juru damai dan hamba Allah. Dalam setiap yang dilakukannya menanamkan keihlasan
karena Allah, sebagai muslim pasrah dengan segala kehendak
Allah.
f. Sebagai manusia yang sempurna dan utuh. Percaya akan dirinya
dengan segala potensi yang diberikan Allah kepadanya.13
Terdapat beberapa ciri yang menunjukan konsep diri yang
dibangun oleh seseorang termasuk konsep diri postif atau negatif. William
D. Brooks dan Philip Emmert mengemukakan ciri konsep diri positif
sebagai berikut :
a. Yakin dengan kemampuannya. Apabila ia menghadpi masalah atau
kegagalan ia yakin bisa mengatasi itu
13
b. Merasa sama dan setara dengan orang lain atau percaya diri
c. Menerima pujian tanpa rasa malu dan menerima penghargaan tanpa
rasa bersalah
d. Berusaha memperbaiki dirinya dan menyadari kesalahan yang
diperbuat
e. Menyadari bahwa setiap orang memiliki hal yang berbeda karena
mereka memiliki perasaan, keinginan dan juga perilaku yang tidak
sepeuhnya diterima dan disenangi oleh masyarakat.14
Sedangkan konsep diri yang negatif, juga mempengaruhi dan
mengganggu keberhasilan komunikasi dengan orang lain. Ciri dari
seseoranng yang memiliki konsep diri negatif, antara lain:
a. Peka terhadap kritik yang diterimanya. Mudah emosi akan kritik
tersebut dan sulit menerimanya
b. Antusias terhadap pujian yang diberikan kepada dirinya. Mudah
menjatuhkan dan menjelek-jelekan orang lain
c. Hiperkritis, ialah mereka akan sulit memberikan pujian kepada orangg lain dan selalu saja mencari kekurangan. Penghargaan dan
pengakuan akan kelebihan orang lain menjadi hal yang sulit untuk
diberikan
d. banyak tidak disenangi orang lain karena sifatnya dan sulitnya
mereka akrab dengan orang lain, dan menganggap dirinya sebagai
korban dalam hubungan sosial masyarakat
14
e. enggan untuk bersaing, karena memiliki sifat pesimis. Dan tidak
mau melakukan hal yang merugikan bagi dirinya. 15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan persepsi
individu mengenai dirinya sendiri baik yang bersifat fisik, psikologis
maupun sosial, yang juga dipengaruhi oleh penilaian yang diberikan oleh
orang lain dan kelompoknya yang nantinya berpengaruh terhadap konsep
diri mereka akan bersifat positif atau negatif.
Menurut Ikhwan Lutfi dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sosial menyatakan bahwa konsep diri memberikan sumbangan terhadap identitas seseorang sepanjang kehidupan yang dilaluinya. Konsep diri juga
mengandung impilkasi motivasi yang mempengaruhi diri seseorang
mengenai serangkaian konsep yang dikonstruksikan berdasarkan pada
pengalaman mereka yang dapat mempengaruhi pengalaman di masa
depan, yang berkorelasi antara rekasi dan akibat yang akan ditimbulkan
dari pengalaman yang dilaluinya. 16
Penggunaan teori konsep diri William D.Brooks dianggap peneliti
dapat mencakup berbagai aspek dari konsep diri seseorang yang dinilai
dari aspek fisik, psikologi dan sosial. Selain itu, Brooks juga menguatkan
teorinya dengan tiga faktor pembentukan dan perunbahan konsep diri yang
dipengaruhi oleh faktor diri sendiri, orang lain dan kelompok rujukan.
15
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h.105.
16
Ikhwan Lutfi, et al. Psikologi Sosial. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
B. Identitas
Sih Natalia Sukmi menyatakan bahwa identitas adalah konsepsi
diri atas keberadaan seseorang agar dapat dipandang sebagai human being, maksudnya ialah manusia yang selalu mengapresiasikan hidupnya
dimanapun mereka berada dengan selalu mencurahkan yang terbaik
terhadap segala hal yang mereka lakukan dan kerjakan.17
Stephen W. Littlejohn dalam buku Encyclopedia of Communication Therory dikatakan bahwa:
“Identity is defined as cultural, societal, relational, dan individual images of self-conception and this composite identity has group membership interpersonal and individual self-reflective implications”18
Stephen W. Littlejohn mendefinisikan identitas sebagai budaya ,
sosial , hubungan dengan masyarakat dan identitas merupakan gambaran
mengenai individu dari konsepsi diri dan identitas yang dibuatnya. Hal ini
tentu saja memiliki implikasi terhadap keanggotaan kelompok
interpersonal dan diri individu yang menjalaninya.19
Penney Upton meyatakan bahwa identitas dibentuk berdasarkan
pada interaksi sosial yang dilakukan oleh diri seseorang dalam kehidupan
mereka. Pandangan dan reaksi orang lain pada diri seseorang akan
memberikan respon terhadap diri orang tersebut, bisa dalam sebuah
tindakan ataupun perilaku. Identitas menyangkut tentang bagaimana
seseorang membangun dirinya berdasarkan pada bagaiman ia mamandang
dirinya sendiri, bagaimana ia ingin dipandang oleh orang lain dan
17
Sih Natalia Sukmi, Konstruksi Identitas pengguna media yang Konvergen, (Jakarta:
FISIP Universitas Indonesia, 2013), h.456. 18
Stephen W. Littlejohn, et, Al. Encyclopedia of Communication Theory, (Singapore:
Sage Publication Inc, 2009), h. 492. 19
bagaimana orang lain memandang dia. Pada awalnya, identitas bisanya
dilakukan dengan merujuk pada orang lain dalam keadaan sadar dan
mengembangkan rasa diri yang berbeda sebagai individu.20 Lalu hal ini
akan memberikan respon atau feed back dari orang lain atas dirinya yang akan sangat berpengaruh terhadap identitas dan konsep diri yang dibangun
oleh seseorang.
Selain itu masih menurut Penney Upton, identitas personal akan
membuat seseorang menunjukan dirinya berdasarkan pada atribut atau ciri
khas yang membedakan dengan orang lain dan hubungan antar pribadi
yang dimiliki. 21 Sedangkan, Identitas spiritual atau identitas agamis
berkaitan dengan keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, praktik dan
perilaku-perilaku agamis yang berkaitan dengan moral dan etik suatu agama.22
Dennis McQuail berpendapat bahwasannya identitas juga
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya seperti, kebangsaan, bahasa,
pekerjaan, etnis, agama, kepercayaan, gaya hidup, dan lain-lain.23 Identitas
memiliki pemahaman yang berbeda-beda, di Asia identitas dianggap
sebagai usaha individu yang didapatkannya dari hubungan interaksi
dengan kelompok dan anatar manusia lainnya. Dan bagi orang Yunani,
identitas akan dianggap sebagai suatu hal yang sifatnya pribadi dan
melihat dirinya berbeda dengan orang lain.24
20
Penney Upton. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), h. 195.
21
Sarlito W. Sarwono, et Al. Psikologi Sosial, h. 55.
22
Penney Upton. Psikologi Perkembangan, h.194.
23
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika,
2010), h. 163. 24
Stephen W. Littlejohn, et, Al. Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika,
Namun menurut Ervin Goffman, individu menjadikan identitas diri
mereka hanya sebagai ilustrasi atas apa yang ingin dilihat oleh orang lain
atau masyarakat di luar sana, hanya dengan tujuan untuk mendapatkan
pengakuan sosial. Individu mengkonstruksikan apa yang ingin dilihat,
diekspektasikan dan diinginkan masyarakat atas dirinya sendiri setelah itu
mereka ak