• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Konsep Perdagangan Karbon Sebagai International Collaborative Dalam Upaya Penyelamatan Dunia Dari Pemanasan Global

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Konsep Perdagangan Karbon Sebagai International Collaborative Dalam Upaya Penyelamatan Dunia Dari Pemanasan Global"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LAURENTIA A. KARTIKA NIM: 100200318

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEP PERDAGANGAN KARBON SEBAGAI INTERNATIONAL COLLABORATIVE DALAM UPAYA

PENYELAMATAN DUNIA DARI PEMANASAN GLOBAL

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LAURENTIA A. KARTIKA NIM: 100200318

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Ketua Departemen

Arif, SH, MH NIP: 196403301993031002

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

(3)

selama Penulis menuntut ilmu dan menyelesaikan tugas akhir (Skripsi) ini. Skripsi

ini dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar

Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun yang

Penulis pilih sebagai judul Skripsi adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap Konsep Perdagangan Karbon Sebagai International Collaborative Dalam Upaya Penyelamatan Dunia Dari Pemanasan Global”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,

dikarenakan berbagai keterbatasan Penulis, baik keterbatasan pengetahuan,

pengalaman Penulis dalam menulis karya ilmiah, maupun segi ketersediaan

literatur. Oleh karena itu, Penulis dengan besar hati mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian.

Pada kesempatan ini Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua

pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya secara moril maupun

materil dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih

yang tak terhingga kepada Papa Amsal Victory dan Mama Irine Margaretha Tien

Anna Susanti yang telah memberikan doa, motivasi, saran, dan dukungan baik

secara moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum

(4)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Arif, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Suhaidi, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing I, terimakasih atas

segala dukungan, bimbingan, dan nasihat yang sangat bermanfaat bagi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II,

terimakasih atas nasihat, motivasi, dan bimbingan penuh suka cita dan

kesabaran, serta bantuan yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi

ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

membimbing Penulis selama masa perkuliahan.

9. Seluruh civitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, jajaran staf

administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

10.Adik-adik Penulis, Alexandra Dinda Kartika Putri dan Gregorius Arya Putra

(5)

11.Yessy Angelina Silalahi, sahabat yang selalu setia menemani Penulis dalam

suka duka sedari kanak-kanak, terimakasih atas segala dukungan, bantuan,

semangat, dan doa yang telah diberikan kepada Penulis.

12.Friska Lovia Martha Panjaitan, Irena Putri Tarigan, Clara Amanda Schram,

Stephanie Arachya Santira Pandia, Beatrice Sondang Anastasya Aruan,

terimakasih atas segala dukungan, motivasi, bantuan, doa yang telah diberikan

kepada Penulis serta selalu setia menemani Penulis dalam suka maupun duka.

13.Gilbert Adil Hamonangan Sinaga, Devi Silvia Hutapea, Anggie Sere Noveline

Sitompul, Anastasya Mariska Silitonga, Marwah Effendi Nasution, Nidea

Novresia Hutabarat, Andreas Gayus Sinulingga, Theopilus Sembiring,

terimakasih atas segala semangat, motivasi, bantuan, dan selalu setia

menemani Penulis dalam suka duka.

14.Seluruh teman-teman ILSA ‘Kalian Luar Biasa’, terimakasih atas semua

memori selama Penulis menjadi mahasiswi Hukum Internasional.

15.Semua Pihak yang telah membantu Penulis baik secara moril maupun materil

yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat Penulis sampaikan, semoga kita semua selalu

diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Maret 2014

Penulis,

(6)

ABSTRAK

Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH* Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum**

Laurentia A. Kartika**

Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan isu lingkungan yang sedang hangat dibicarakan. Salah satu cara untuk menangani permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim dengan konsep perdagangan karbon sebagai bentuk kerjasama negara maju dan negara berkembang yang dilakukan dengan kontrak ERPA(Emission Reduction Purchase Agreement) memiliki aspek yuridis.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global, bagaimana perangkat hukum Internasional mengatur tentang perdagangan karbon, bagaimana aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut persetujuan ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement).

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif karena sasaran penelitian adalah meninjau peraturan hukum yang terkait dengan pemanasan global dan perdagangan karbon dengan menggunakan studi kepustakaan melalui bahan-bahan berupa buku, dokumen, artikel, peraturan yang berkaitan, koran, dan majalah dengan tujuan yang termaksud dalam penyusunan penelitian ini.

Pemanasan global dan perubahan iklim diatur dalam The United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). UNFCCC menjadi acuan para pihak yang meratifikasi konvensi ini dalam membuat aturan-aturan lebih lanjut mengenai cara-cara menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim. UNFCCC juga menjadi acuan pembentukan Protokol Kyoto yang melahirkan konsep perdagangan karbon melalui Mekanisme Fleksibel. Salah satu konsep perdagangan karbon yang banyak dikembangkan adalah CDM yang memperkenankan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang. Kerjasama proyek CDM dilakukan dengan kontrak ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement). Dalam kontrak ERPA terdapat klausula-klausula yang diperjanjikan dalam pelaksanaan proyek CDM. Proyek perdagangan karbon melalui skema CDM ini diimplementasikan dengan tepat dan cara yang lebih mudah agar semakin banyak negara-negara yang turut ambil bagian di dalamnya untuk menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim.

Kata Kunci : Perdagangan Karbon, Pemanasan Global, UNFCCC, Protokol Kyoto, ERPA.

*

Dosen Pembimbing I

**

Dosen Pembimbing II

***

(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstraksi ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Singkatan ... vii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 10

D. Keaslian Penulisan... 12

E. Tinjauan Kepustakaan... 12

F. Metode Penelitian... 16

G. Sistematika penulisan... 18

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEMANASAN GLOBAL... 20

A. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim... 20

B. Dampak Pemanasan Global Dan Upaya Internasional Dalam Menyelamatkan Bumi Dari Pemanasan Global... 28

(8)

BAB III PERANGKAT HUKUM INTERNASIONAL MENGATUR

TENTANG PERDAGANGAN KARBON... 50

A. Konsep Perdagangan Karbon Secara Umum... 50

B. Akibat Perdagangan Karbon... 62

C. Konsep Perdagangan Karbon Dalam Pengaturan Hukum Internasional... 68

BAB IV ASPEK HUKUM KERJASAMA INTERNASIONAL TERKAIT PERDAGANGAN KARBON DALAM UPAYA MENANGGULANGI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL MENURUT ERPA (EMISSION REDUCTION PURCHASE AGREEMENT) ... 79

A. Peran Hutan Dalam Perdagangan Karbon... 79

B. Peran Masyarakat Internasional dalam Pelestarian Hutan dan Perdagangan Karbon... 85

C. Aspek Hukum Internasional dalam ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement)... 95

BAB V PENUTUP ... 116

A. Kesimpulan... 116

B. Saran ... 117

(9)

DAFTAR SINGKATAN

AAU : Assignment Amount Unit

AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan BAPA : Buenos Aires Plan of Action

BAU : Business as Usual

BBF : Bahan Bakar Fosil

CBD : Convention on Biological Diversity

CBDR : Common But Differentiated Responsibility

CDM : Clean Development Mechanism

CER : Certified Emission Reduction

CH4 : Methane

CIFOR : The Center for International Forestry Research

CMP : Conference of Meeting Parties

CO2 : Carbon Dioxide

COP : Conference of Parties

CSD : Commission on Sustainable Development

DNA : Designeated National Authority

DOE : Designated Operational Entity

EB : Executive Board

ER : Emission Reduction

ERPA : Emission Reduction Purchase Agreement

(10)

ET : Emission Trading

EU ETS : European Union Emission Trading Scheme

EUA : European Union Allowances

FAO : Food and Agriculture Organization

GATT : General Agreement on Tariffs and Trade

GHG : Green House Gases

HFC : Hydro Fluoro Carbon

IETA : International Emissions Trading Association

INC/FCC : The Intergovernmental Negotiating Committee for a Framework

Convention on Climate Change

IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change

JI : Joint Implementation

LULUCF : Land Use, Land Use Change, and Forestry

MPB : Mekanisme Pembangunan Bersih

N2O : Nitrous Oxide

NSS : National Strategy Study

NSW GGAS : New South Wales Greenhouse Gas Reduction Scheme

OECD : Organisation for Economic Co-operation and Development

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PFC : Perfluorocarbon

QELROs : Quantified Emission Limitation and Reduction Objectives

(11)

REDD+ : Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation,

carbon stock enhancement and forest conservation

SBSTA : Subsidiary Body for Scientificand Technica Advice

SF6 : Sulphur Hexafluoride

UNCED : United Nations Conference on Environment and Development

UNEP : United Nations Environment Programme

UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change

VER : Verified Emission Reduction

WG : Working Group

WSSD : World Summit on Sustainable Development

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Kronologi konvensi-konvensi internasional yang terkait isu emisi karbon mulai dari tahun 1985-2012.

Tabel 3.2 : Perangkat-perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan

perdagangan karbon.

 

Tabel 4.1 : Spot Agreement

Tabel 4.2 : Future Delivery Agreement

Tabel 4.3 : Call Option

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

ABSTRAK

Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH* Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum**

Laurentia A. Kartika**

Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan isu lingkungan yang sedang hangat dibicarakan. Salah satu cara untuk menangani permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim dengan konsep perdagangan karbon sebagai bentuk kerjasama negara maju dan negara berkembang yang dilakukan dengan kontrak ERPA(Emission Reduction Purchase Agreement) memiliki aspek yuridis.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global, bagaimana perangkat hukum Internasional mengatur tentang perdagangan karbon, bagaimana aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut persetujuan ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement).

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif karena sasaran penelitian adalah meninjau peraturan hukum yang terkait dengan pemanasan global dan perdagangan karbon dengan menggunakan studi kepustakaan melalui bahan-bahan berupa buku, dokumen, artikel, peraturan yang berkaitan, koran, dan majalah dengan tujuan yang termaksud dalam penyusunan penelitian ini.

Pemanasan global dan perubahan iklim diatur dalam The United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). UNFCCC menjadi acuan para pihak yang meratifikasi konvensi ini dalam membuat aturan-aturan lebih lanjut mengenai cara-cara menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim. UNFCCC juga menjadi acuan pembentukan Protokol Kyoto yang melahirkan konsep perdagangan karbon melalui Mekanisme Fleksibel. Salah satu konsep perdagangan karbon yang banyak dikembangkan adalah CDM yang memperkenankan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang. Kerjasama proyek CDM dilakukan dengan kontrak ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement). Dalam kontrak ERPA terdapat klausula-klausula yang diperjanjikan dalam pelaksanaan proyek CDM. Proyek perdagangan karbon melalui skema CDM ini diimplementasikan dengan tepat dan cara yang lebih mudah agar semakin banyak negara-negara yang turut ambil bagian di dalamnya untuk menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim.

Kata Kunci : Perdagangan Karbon, Pemanasan Global, UNFCCC, Protokol Kyoto, ERPA.

*

Dosen Pembimbing I

**

Dosen Pembimbing II

***

(15)

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha

meningkatkan kualitas hidupnya. Peningkatan kualitas hidup ini berkaitan dengan

masalah kesejahteraan manusia yang akan terus diperjuangkan. Usaha

peningkatan kualitas hidup manusia merupakan persoalan semua bangsa di dunia

ini. Akan tetapi dalam meningkatkan kualitas hidup ini tidak semua bangsa

memiliki modal dan kesempatan yang sama untuk memulai dan mencapai tingkat

kualitas hidup yang diinginkan.

Masalah modal dan kesempatan yang dimaksud tersebut adalah faktor

utama dalam usaha untuk mendapatkan kualitas hidup atau tingkat kesejahteraan

manusia yaitu masalah Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang

dimiliki setiap bangsa. Modal dan kesempatan yang tidak sama inilah yang

menjadikan adanya ketidakseimbangan kualitas hidup antara suatu bangsa dengan

bangsa lainnya. Ketidakseimbangan ini juga yang menjadi penyebab kerusakan

bumi, melalui penjarahan, eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Alam yang

tidak terkendali dan juga melalui peperangan. Hal-hal tersebut berarti juga akan

mengurangi kualitas hidup manusia, padahal manusia ingin meningkatkan kualitas

hidup.

Upaya manusia untuk meningkatkan kualitas hidup tersebut antara lain

(16)

diinginkannya. Kelompok manusia yang memanfaatkan kemampuan otak pada

umumnya adalah kelompok manusia atau bangsa yang tidak mempunyai Sumber

Daya Alam yang cukup, tetapi berkeinginan mencapai kualitas hidup yang lebih

baik. Sebaliknya, bangsa yang mempunyai Sumber Daya Alam cukup seringkali

memiliki Sumber Daya Manusia yang kurang memadai. Akibatnya Sumber Daya

Alam yang ada akan dimanfaatkan oleh bangsa lain yang memiliki Sumber Daya

Manusia yang berkualitas. Selain hal tersebut, ada satu lagi masalah penting yang

harus dipikirkan oleh semua bangsa di dunia ini, yaitu masalah pemanasan global

yang dampaknya dapat menjadi ancaman bagi umat manusia.1

Isu lingkungan yang menarik di era milenium ini adalah pemanasan global

yang berpengaruh pada perubahan iklim, yang ditandai dengan peningkatan kadar

emisi (CO2) di udara dan peningkatan tinggi muka air laut, sebagai akibat

mencairnya es di kutub utara, perubahan cuaca yang radikal, bencana alam

merupakan dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak pemanasan

global akhir-akhir ini juga dapat dilihat dari serangan udara dingin yang melanda

dan melumpuhkan sejumlah wilayah di Ameriika Serikat pada awal Januari 2014.

Suhu di beberapa wilayah mencapai -36° Celcius, bahkan dengan pengaruh angin

warga bisa merasakan seolah berada di tempat bersuhu hingga -50° Celcius.2

Bagian selatan Bumi, Australia malah mengalami hal sebaliknya, panas ekstrem

melanda hingga suhu mencapai 45° Celcius.

      

      1

 Wisnu Arya Wardana, Dampak Pemanasan global, Yogyakarta, ANDI, 2010. Hal. 2.

(17)

Isu pemanasan global ini selalu ditempatkan dalam daftar agenda

terpenting pada kelompok manapun yang peduli terhadap lingkungan. Suhu

rata-rata permukaan bumi semakin harisemakin meningkat selama beberapa tahun

belakangan. Sebagian besar peningkatan suhubumi disebabkan oleh

meningkatnya aktivitas dan fasilitas hidup manusia. Fasilitas yangsemakin

mewah dan berteknologi modern, ternyata berdampak negatif terhadap bumi yang

menyebabkan pemanasan global. Peningkatan suhu dapat menyebabkan tidak

stabilnya cuaca di permukaanbumi.

Pemanasan global merupakan permasalahan yang semakin hangat. Seluruh

negara di dunia ini semakin gencar berjuang untuk menghadapi permasalahan

pemanasan global ini, berusaha untuk menanggulanginya dan berusaha untuk

mencegah berkembangnya pemanasan global tersebut. Demikian usaha

pencegahan tidak sedikit juga usaha-usaha maupun tindakan-tindakan yang

membuat permasalahan pemanasan global itu semakin melebar dan semakin parah

sehingga keadaan dunia semakin mengenaskan dan perlu ditanggulangi lebih

lanjut.

Banyak orang menyadari bahwa untuk menghentikan pemanasan global,

kita tidak dapat melakukannya sendiri, melainkan membutuhkan kerjasama yang

melibatkan komunitas di dunia. Namun demikian, masih banyak orang yang tidak

tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghentikan pemanasan global.

Jika tidak segera bertindak maka dampaknya akan sangat serius.3

      

(18)

Pemanasan global itu sendiri tidak terjadi secara seketika, tetapi

berangsur-angsur. Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850,

konsentrasi salah satu gas rumah kaca penting yaitu CO2 di atmosfer baru 290

ppmv (part per million by volume), saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai

sekitar 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk

tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO2 diperkirakan akan

meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra-industri.

Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi

akan meningkat hingga 4,5ºC dengan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan

manusia yang luar biasa besarnya.

Tidak semua negara industri penyebab masalah ini siap mengatasinya

karena upaya mitigasi yang menangani penyebabnya memerlukan biaya yang

tinggi. Pada saat yang bersamaan hampir semua negara yang tidak menimbulkan

masalah perubahan iklim, yaitu negara berkembang, sangat merasakan

dampaknya, namun tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan

adaptasi terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.4

Dalam rangka untuk menghadapi perubahan iklim masyarakat

Internasional yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah

melakukan konferensi mengenai perubahan iklim di New York pada tahun 1992

yang mendasari terciptanya Protokol Kyoto pada tahun 1997 dan beberapa

konferensi-konfrensi berikutnya yang selengkapnya akan dibahas pada bab

selanjutnya.

      

(19)

Perhatian masyarakat dunia tersebut terhadap lingkungan hidup

memberikan gambaran bahwa persoalan lingkungan hidup bukan persoalan yang

mudah. Masyarakat dunia sudah mulai cemas terhadap masalah lingkungan hidup

sehingga mereka mengadakan beberapa pertemuan untuk membahas dan

melindungi lingkungan hidup dari dampak yang dilakukan oleh manusia akan

perubahan iklim.

Menurut Mattias Finger:

“Krisis lingkungan hidup yang mendunia seperti sekarang ini setidaknya disebabkan oleh berbagai hal, yaitu kebijakan yang salah dan gagal, teknologi yang tidak efisien bahkan cenderung merusak, rendahnya komitmen politik, gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan, merebaknya pola kebudayaan seperti konsumerisme dan individualisme, serta individu-individu yang tidak terbimbing dengan baik.”5

Beranjak dari hal tersebut, maka pada umumnya menurut Finger jalan

yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan dilakukan melalui

pembuatan kebijakan yang lebih baik, teknologi baru dan berbeda, penguatan

komitmen politik dan publik, menciptakan gagasan dan ideologi baru yang

pro-lingkungan (green thinking), serta merubah pola kebudayaan, tingkah laku, dan

kesadaran tiap-tiap individu.6

Gerakan penyelamatan bumi ini sebenarnya sudah ada sejak Konferensi

Lingkungan Hidup sedunia di Stockholm 1972, bahwa penyelesaian masalah

lingkungan merupakan peran seluruh negara-negara di dunia, baik negara-negara

maju dan negara-negara berkembang. Butuh kerjasama antara keduanya.

      

5 Pan Mohamad Faiz, “Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Lingkungan: Suatu Kajian Berprespektif Hukum Konstitusi”, disampaikan sebagai paper position pada Forum Diskusi Kelompok Kerja Pakar Hukum mengenai Perubahan Iklim yang diselenggarakan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, 2009. Hal. 1.

(20)

Persoalan lingkungan tidak akan selesai jika negara-negara maju saja yang

melakukan mitigasi, sementara negara-negara berkembang terus merusak alam

dengan deforestasi, degradasi, pencemaran air dan udara.7

Selanjutnya tahun 1992 lahirlah KTT Bumi yang dilaksanakan di Rio de

Jeneiro, Brazil dalam rangka penyelesaian persoalan lingkungan dunia.

Selanjutnya pada tahun 1997, dibentuklah Protokol Kyoto yang merupakan

kelanjutan dari salah satu hasil KTT Bumi yakni Konvensi Perubahan Iklim, juga

membahas tentang pemanasan global dan perubahan iklim, dalam Protokol Kyoto

muncul konsep Clean Development Mechanism (CDM). Bentuk aplikasi dari

CDM salah satunya adalah Carbon Trade (Perdagangan Karbon).

Perdagangan karbon yang memiliki makna yaitu melindungi karbon dan

menjualnya kepada negara-negara emisi. Negara-negara emisi memberikan

kompensasi dana untuk pembangunan bagi negara-negara yang telah

mempertahankan karbon. Namun perlu juga dicermati apakah nilai tukar yang

ditawarkan oleh negara-negara emisi sudah pantas terhadap negara yang telah

mempertahankan karbon.8

      

7 Mitigasi adalah proses pengurangan emisi gas rumah kaca. Karena penyebab utama dari perubahan iklim adalah penggunaan bahan bakar fosil, seperti batubara dan minyak bumi, maka negara-negara seperti Amerika, Inggris dan Jepang, dan negara-negara industri lainnya diharuskan mengurangi 80% emisi mereka pada tahun 2050. Namun, menurut masyarakat adat pada negara berkembang, cara terbaik bagi mitigasi perubahan iklim adalah dengan mengubah produksi dan pola konsumsi yang tidak berkelanjutan yang masih mendominasi sistem yang berlaku di dunia ini. Langkah mitigasi terbaik mencakup perubahan gaya hidup secara individu atau kolektif dan perubahan jalur pembangunan secara struktural menuju ke arah pembangunan yang berkelanjutan dan rendah karbon. Lihat: “Apa Itu Mitigasi?” dimuat dalam http://rumahiklim.org/masyarakat-adat-dan-perubahan-iklim/mitigasi/, diakses pada 24 Februari 2014.

      8 

(21)

Walau jalan kearah Clean Developmen Mechanism (CDM) ini cukup

banyak mendapat tantangan terutama negara-negara industri, dimana negara

industri tidak mungkin mengurangi emisi-emisi dengan menutup industri-industri

penyumbang karbon, sehingga menurut negara industri mekanisme perdagangan

karbon dianggap paling tepat.

Penerapan dan mekanisme perdagangan karbon ini tentu harus dipahami,

agar tujuan utamanya yaitu mengurangi pemanasan global dapat ditekan. Konsep

perdagangan karbon ini juga tidak mutlak menjadi alternatif dalam mengatasi

permasalahan pemanasan global, karena masih banyak cara lain seperti

penggunaan energi alternatif yang bersifat non polutan (tidak mengakibatkan

pencemaran).

Kemudian mekanisme pengurangan emisi gas rumah kaca yang

belakangan berkembang adalah melalui sektor kehutanan yaitu baik berupa

aktivitas afforestation dan reforestation9 dalam skema Clean Development

Mechanism (CDM) ataupun melalui program Reducing Emmisions from

Deforestation and Degradation (REDD).10

      

9 Ada dua objek utama dalam regenerasi buatan yaitu afforestation dan reforestation.

Affoestation adalah suatu upaya menciptakan hutan atas bantuan manusia pada area bervegetasi hutan yang telah lama hilang. Reforestation adalah upaya membangun kembali suatu kawasan hutan dengan cara regenerasi buatan pada suatu areal yang sebelumnya berhutan dan telah dilakukan penebangan (tebang habis) pada masa lampau. Lihat dalam Frans Wanggai, Manajemen Hutan, Manokwari, Grasindo, 2009. Hal. 158.

10 REDD adalah Skema untuk memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil mengurangi emisi karbon dengan menekan tingkat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Insentif ini dapat mendorong pengelolaan hutan yang lebih lestari dengan menyediakan aliran pendapatan yang berkelanjutan. Pengurangan emisi atau deforestasi yang dihindari dapat diperhitungkan sebagai kredit karbon. Kredit tersebut selanjutnya dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melindungi hutannya. Lihat dalam “Hal-Hal Yang Sering Ditanyakan Tentang REDD”,

(22)

Keseluruhan mekanisme pengurangan emisi mengupayakan agar karbon

sebanyak mungkin berada atau tetap berada pada sumber alam. Upaya

pengurangan emisi tersebut kemudian berkembang menjadi bisnis karbon yang

sangat menguntungkan.11

Konsep Perdagangan Karbon menjadi kajian menarik karena dianggap

sebagai ‘win win solution’ yang dikuatkan dengan adanya jargon ‘when profit and

ethic unite’, ‘solving the problem with the thinking created it’. Keunggulan yang

diusung oleh konsep ini adalah keberhasilannya menggabungkan dua kepentingan

yang selama ini dinilai saling bertolak belakang, yaitu kepentingan lingkungan

hidup dan kepentingan ekonomis.12

Kajian lain yang perlu dicermati adalah apakah setiap negara yang

melakukan perdagangan karbon telah siap dengan instrumen baik teknis maupun

pelaksanaannya, termasuk payung hukum, yang mengatur mekanisme

perdagangan karbon, baik internasional maupun nasional. Peraturan-peraturan

tersebut dibuat untuk menjadi acuan dalam mengadakan perjanjian-perjanjian

perdagangan karbon baik antara negara-negara yang telah menyetujui dan atau

meratifikasi Protokol Kyoto.

Kesepakatan jual beli karbon antara negara maju dan negara berkembang

dapat dilakukan antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan swasta,

atau swasta dengan swasta. Kesepakatan tersebut dapat dilakukan melalui dua

pendekatan. Pertama, pihak negara maju (swasta atau pemerintah) sepakat dengan

      

      11

Feby Ivalerina, “Konsep Hak‐Hak Atas Karbon”, Kertas Kerja Epistema No.01/2010, Jakarta : Epistema Institute sebagaimana dimuat dalam http://epistema.or.id/publikasi/working‐paper/145‐  konsep‐hak‐hak‐atas‐karbon.html,2010. Diunduh pada 23 September 2013.

(23)

pihak negara berkembang (swasta atau pemerintah) untuk membeli sejumlah

karbon yang dihasilkan dari proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pihak negara

berkembang. Jadi dalam hal ini pihak negara maju hanya memberikan jaminan

pasar bagi kredit karbon yang akan dihasilkan oleh pihak negara berkembang.

Kedua, pihak negara maju sepakat untuk membeli kredit karbon dari pihak negara

berkembang, tetapi pihak negara maju terlibat aktif dalam proses pesiapan seperti

penyusunan kriteria untuk pemilihan proyek, penentuan harga, ukuran proyek dan

lain sebagainya, sampai pada tahap pelaksana dan pengeluaran sertifikat kredit

pengurangan emisi.13

Dalam pelaksanaan perdagangan karbon antar negara sebagai bentuk

kerjasama negara-negara di dunia dalam menyelamatkan bumi dari Pemanasan

global membutuhkan perjanjian (persetujuan) yang nantinya akan mengikat para

pihak dalam melakukan proses perdagangan karbon. ERPA (Emission Reduction

Purchase Agreement) merupakan perjanjian perdagangan karbon dalam rangka

pelaksanaan program CDM (Clean Development Mechanism) yang bertujuan

untuk mengurangi emisi karbon sebagai salah satu cara untuk menagani masalah

pemanasan global.

ERPA memperjelas bagaimana perdagangan karbon tersebut dilakukan.

Para pihak disebutkan dalam ERPA, cara pelaksanaan perdagangan karbon,

jumlah dan harga yang disepakati, juga dijelaskan berbagai hak dan kewajiban

para pihak yang melakukan perdagangan karbon tersebut. Sebagai salah satu

contoh, dalam program pengurangan emisi ini, pada tahun 2006 salah satu

      

(24)

perusahaan swasta India Amrit Bio-Energy & Industries Ltd dan Perusahaan

Negara Irlandia Ecosecurities Group Plc mengadakan kerjasama untuk

mengurangi emisi dengan cara perdagangan emisi (karbon) dengan menggunakan

ERPA.

B. Rumusan Masalah

Isu pemanasan global yang hangat diperbincangkan dalam lingkungan

masyarakat internasional muncul suatu konsep untuk menanggulangi pemanasan

global tersebut, yaitu konsep perdagangan karbon. Dalam konsep perdagangan

karbon sebagai kolaborasi internasional dalam upaya penyelamatan dunia dari

pemanasan global muncul beberapa permasalahan yang akan menjadi lingkup

kajian tulisan ini:

1. Bagaimana aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global?

2. Bagaimana perangkat hukum Internasional mengatur tentang perdagangan

karbon?

3. Bagaimana aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon

dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut ERPA

(Emission Reduction Purchase Agreement)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan

(25)

2. Untuk mengetahui perangkat hukum Internasional mengatur tentang

perdagangan karbon.

3. Untuk mengetahui aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan

karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut

ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement).

Manfaat penulisan skripsi ini adalah :

a. Manfaat teoritis

1. Untuk memberikan informasi mengenai aspek hukum internasional dalam

melaksanakan perdagangan karbon antar negara dalam upaya

penyelamatan dunia dari pemanasan global.

2. Untuk menambah bahan pustaka bagi penelitian di bidang yang sama

yakni pengaturan mengenai perdagangan karbon dan pemanasan global

yang berkaitan erat dengan hukum lingkungan internasional.

b. Manfaat praktis

1. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah akan guna perdagangan

karbon bagi pembangunan berkelanjutan negara dalam upaya

penyelamatan dunia dari pemanasan global serta peran hukum di

dalamnya.

2. Untuk memberikan gambaran bahwa perdagangan karbon dapat

memberikan peluang bisnis yang mengedepankan keberlanjutan

(26)

D. Keaslian Penulisan

Adapun skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Konsep Perdagangan Karbon Sebagai International Collaborative Dalam Upaya Penyelamatan Dunia Dari Pemanasan Global” merupakan tulisan yang masih baru dan belum ada tulisan lain dalam bentuk skripsi yang membahas mengenai

masalah ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah

dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Maka

penulisan skripsi ini masih orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pemanasan global dalam bahasa inggris disebut dengan Global Warming

adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer laut dan daratan bumi.14

Pemanasan global sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia yang

ditandai dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (Green House

Gases/GHG) yang ada di atmosfer bumi. Hal ini dikemukakan oleh Panel Antar

Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate

Change/IPCC) bahwa sebagian besar manusia di Bumi bertanggung jawab atas

pemanasan global yang terjadi. Menurut laporan Panel Antar Pemerintah

mengenai perubahan iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC)

didapati bahwa konsentrasi gas rumah kaca (Green House Gases) meningkat,

      

(27)

atmosfer dan laut menghangat, rata-rata permukaan laut dunia telah meningkat,

dan es dan salju di kutub utara maupun selatan telah berkurang.

Menurut Paulus Agus Winarso perubahan iklim global adalah perubahan

unsur-unsur iklim (suhu, tekanan, kelembaban, hujan, angin,dan sebagainya)

secara global terhadap normalnya. Ini bisa terjadi karena efek alami. Namun, saat

ini yang terjadi adalah perubahan iklim akibat kegiatan manusia. Perubahan iklim

terjadi akibat peningkatan suhu udara yang berpengaruh terhadap kondisi

parameter iklim lainnya. Perubahan iklim mencakup perubahan dalam tekanan

udara, arah dan kecepatan angin, dan curah hujan.15

Panel Antar Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (Intergovernmental

Panel on Climate Change/IPCC) diberi tanggungjawab untuk melakukan

penilaian terhadap situasi tentang iklim, sistem iklim, perubahan iklim,

lingkungan, dampak sosial maupun dampak ekonomi dari perubahan iklim, juga

strategi yang memungkinkan dilakukan untuk menangani masalah perubahan

iklim. Berdasarkan laporan IPCC mengenai perubahan iklim serta tekanan publik

internasional mendorong PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) membentuk The

Intergovernmental Negotiating Committee for a Framework Convention on

Climate Change (INC/FCCC) yang merupakan wadah tunggal dalam proses

negosisasi yang dilakukan antar pemerintah dibawah naungan Majelis Umum

      

(28)

PBB untuk membentuk kerangka kerja perubahan iklim yang selanjutnya disebut

The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).16

Kelanjutan dari The United Nations Framework Convention on Climate

Change (UNFCCC) adalah dibentuknya Protokol Kyoto (Kyoto Protocol to the

United Nation Framework Convention on Climate Change) yang merupakan

amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang perubahan iklim

(UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global.

Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi

emisi atau pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau

bekerjasama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga atau menambah emisi

gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.17

Dalam Protokol Kyoto18 terdapat tiga mekanisme yang diatur untuk

menurunkan kadar emisi gas rumah kaca (Green House Gases) yang

menyebabkan terjadinya perubahan iklim yaitu: Joint Implementation, Clean

Development Mechanism, dan Emmision Trading. Program penanggulangan

perubahan iklim dengan cara Joint Implementation, atau Emission Trading dapat

dilakukan oleh negara-negara maju. Sementara Clean Development Mechanism

(CDM) yaitu mekanisme pembangunan bersih berdasarkan win win solution

      

16 Bernadinus Steni, “Sejarah Konvensi Perubahan Iklim”, 2011. dimuat dalam http:/ /reddandrightsindonesia.wordpress.com/2011/03/17/sejarah-konvensi-perubahan -iklim-bernad-steni/, diakses pada 30September 2013.

17 “Protokol Kyoto”, sebagaimana dimuat dalam http:// id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto, diakses pada 30 September 2013. 

(29)

antara negara maju dan negara berkembang. Pada mekanisme CDM negara maju

dapat berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat mengurangi

emisi gas rumah kaca.19

Perdagangan karbon yang merupakan bagian dari Clean Development

Mechanism (CDM) adalah mekanisme berbasis pasar untuk membantu membatasi

peningkatan CO2 di atmosfer.20 Pemilik industri yang menghasilkan CO2 ke

atmosfer memiliki ketertarikan atau diwajibkan oleh hukum untuk

menyeimbangkan emisi yang mereka keluarkan melalui mekanisme sekuestrasi

karbon (penyimpanan karbon). Pemilik yang mengelola hutan atau lahan

pertanian bisa menjual kredit karbon berdasarkan akumulasi karbon yang

terkandung dalam pepohonan di hutan, atau bisa juga pengelola industri yang

mengurangi emisi karbon dengan menjual emisi yang telah dikurangi kepada

emitor lain.

Perjanjian jual beli dalam proyek pengurangan emisi tersertifikasi

(perdagangan karbon) yang dibuat antara penjual dan pembeli biasa disebut

Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA). Kontrak ini diperlukan karena

ERPA mengatur hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak, landasan hukum

bagi pelaksanaan proyek, serta mengatur penyelesaian perselisihan. Dalam ERPA

dicantumkan sejumlah klausula, seperti para pihak yang terdiri atas penjual,

pembeli, pihak pelaksana proyek, otoritas atau regulator. Klausula ERPA juga

memuat definisi, yaitu keterangan rinci kegiatan yang akan menjadi objek dalam

ERPA, kuantitas CER (Certified Emission Reduction), validitas kepemilikan,

      

       19

Wisnu Arya Wardana, Dampak Pemanasan global, Op. Cit, Hal. 12.

(30)

pengiriman, kegagalan dalam pengiriman, harga dan cara pembayaran, serta

pernyataan dan jaminan.21

F. Metode Penelitian

Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan

mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata

kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan

yang bersangkutan. Metode adalah pedoman-pedoman, cara seseorang

mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi. Sebagaimana

suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan untuk mendapatkan data yang valid dan

relevan dengan judul dan tujuan penulisan skripsi ini, maka penulis berusaha

semaksimal mungkin mengumpulkan data-data yang valid dan relevan tersebut

sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam

penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah metode pendekatan Yuridis

Normatif (legal research) yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan

meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi konsep perdagangan karbon, aturan-aturan mengenai

perdagangan karbon, dan apakah benar perdagangan karbon dapat menjadi salah

satu solusi untuk menangani pemanasan global di dunia, serta peran hukum dan

masyarakat internasional dalam menerapkan konsep tersebut demi usaha

      

(31)

menyelamatkan bumi dari pemanasan global dengan adanya konsep perdagangan

karbon.

Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara

berpikir dalam penaikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum

yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk

sesuatu yang sifatnya khusus). Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah

jenis penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian untuk memberikan data

yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, dalam hal ini adalah

konsep perdagangan karbon sebagai international collaborative dalam upaya

penyelamatan dunia dari pemanasan global.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan adalah data sekunder. Bahan hukum sekunder yaitu

bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti

hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli hukum, buku-buku, pendapat para

sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menulis skripsi ini agar

tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan adalah dengan studi

pustaka (library research) yakni pengumpulan data yang dilakukan secara studi

kepustakaan dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Metode Library Research adalah dengan mempelajari sumber-sumber atau

bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalampenulisan skripsi ini.

Berupa rujukan buku-buku, wacana yang dikemukakan oleh para sarjana hukum

(32)

nama besar dibidangnya, dokumen, artikel, peraturan yang berkaitan, koran, dan

majalah.

4. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis data secara

kualitatif, yakni data yang ada adalah data yang digambarkan dalam kalimat, tidak

ada unsur angka tetapi tidak mengurangi validitas data tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan atau gambaran isi yang dimaksud adalam

mengemukakan garis-garis besar dari uraian skripsi. Secara garis besar

pembahasan skripsi ini akan dibagi dalam 5 (lima) bab. Setiap bab menguraikan

masalah-masalah tersendiri secara sistematis dan berhubungan antara satu bab

dengan bab lainnya. Masing-masing bab dibagi lagi dalam sub bab sesuai dengan

kebutuhan penulisan skripsi ini. Dengan pembagian tersebut diharapkan akan

mempermudah pemahaman pembaca untuk mengetahui inti pembahasan secara

keseluruhan. Sistematika penulisan skripsi ini, yaitu:

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas mengenai latar

belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penulisan,

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II Menerangkan mengenai sejarah terjadinya pemanasan global di

tingkat internasional, upaya internasional dalam menyelamatkan

dunia dari pemanasan global, dan bagaimana aturan-aturan hukum

(33)

BAB III Menguraikan tentang konsep perdagangan karbon secara umum,

akibat dari perdagangan karbon, serta perangkat hukum

internasional yang mengatur tentang perdagangan karbon.

BAB IV Mengurai tentang campur tangan hutan dalam pelaksanaan konsep

perdagangan karbon, peran masyarakat internasional dalam

pelestarian hutan dan perdagangan karbon, dan mengurai aspek

hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam

upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut

persetujuan ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement).

BAB V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari keseluruhan

uraian pembahasan dan beberapa saran penulis yang mungkin

(34)

A. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Bumi adalah tempat tumbuh dan berkembang berbagai spesies makhluk

hidup termasuk manusia didalamnya. Alam dan makhluk hidup secara natural

membentuk keseimbangan, sinergi, homeostatis, rantai makanan, dan daur hidup.

Segala sesuatunya berhubungan di alam dan saling melengkapi satu sama lain.

Namun, manusia kadang lalai bahwa bumi ini tidak dihuni sendiri oleh mereka,

banyak spesies, flora dan fauna yang semuanya berbagi ruang kehidupan dengan

manusia.22

Pemanasan global ditandai dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah

kaca (Green House Gases). Gas rumah kaca adalah gas-gas yang terdapat di

atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca pertama sekali

ditemukan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier, seorang matematikawan dan

fisikawan Perancis pada tahun 1824.23

Istilah efek rumah kaca awalnya diambil dari cara menanam yang

digunakan petani di daerah/negara yang memiliki empat musim. Petani tersebut

menanam sayuran di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan agar tetap

hangat. Sinar matahari yang masuk dipantulkan oleh benda-benda permukaan

      

(35)

dalam rumah kaca tersebut, saat dipantulkan, sinar tersebut berubah menjadi

energi panas berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut

terperangkap dalam rumah kaca dan tidak bercampur dengan udara di luar yang

dingin. Maka suhu dalam rumah kaca akan lebih tinggi daripada suhu di luar

rumah kaca.24 Sama halnya dengan atmosfer bumi, fungsinya sama dengan rumah

kaca yang digunakan oleh petani dalam becocok tanam. Menurut Protokol Kyoto,

Gas-gas rumah kaca tersebut terdiri dari : Carbon Dioxide (CO2), Methane (CH4),

Nitrous Oxide (N2O), Sulphur Hexafluoride (SF6), Hydro Fluoro Carbon (HFC),

Perfluorocarbon (PFC).25

Gas rumah kaca sebenarnya sangat dibutuhkan oleh semua makhluk di

bumi, karena tanpa gas rumah kaca maka bumi akan menjadi sangat dingin. Suhu

rata-rata bumi adalah 15° Celcius, bumi sebenarnya telah lebih panas 33° Celcius

dari suhunya semula. Jika tidak ada gas rumah kaca, suhu bumi hanya -18°

Celcius sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi.26

Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami, tetapi dapat juga timbul

karena aktivitas manusia. gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang

mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau, dan sungai. Karbon

dioksida (CO2) yang timbul dari berbagai proses alam seperti letusan vulkanik,

pernapasan hewan dan manusia (yang menghurup oksigen (O2) dan melepaskan

karbon dioksida (CO2)), juga pembakaran material organik. Karbon dioksida

      

24 Abdul Razak, “Kajian Yuridis Carbon Trade dalam Penyelesaian Efek Rumah Kaca”, Makalah Etika dan Kebijakan Perundangan Lingkungan, Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, 2008. Hal 7-8.

25 “Protokol Kyoto”, Loc. Cit.

(36)

dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap oleh tanaman untuk

proses fotosintesis.27

Matahari merupakan sumber energi bagi bumi. Sebagian besar energi

tersebut adalah radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika

energi ini tiba di permukaan bumi, energi ini akan berubah dari energi cahaya

menjadi panas yang menghangatkan bumi.

Permukaan bumi menyerap sebagian panas dan memantulkan sisanya ke

luar angkasa. Sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan

dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Sinar tampak adalah

gelombang pendek, setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang

panjang yang berupa energi panas (sinar inframerah), yang kita rasakan. Namun

sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos

keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya

(komposisinya berlebihan). Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas ke

angkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer)

atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang

cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca

berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu,

akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah

      

(37)

pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan

begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.28

Sumbangan gas rumah kaca juga diberikan oleh aktivitas internal bumi,

juga aktivitas manusia. Aktivitas internal bumi ternyata menimbulkan dampak

terhadap bumi itu sendiri. Contoh proses vulkanik gunung berapi yang

menyebabkan pemanasan global adalah letusan Gunung Krakatau yang terletak di

Selat Sunda yang terjadi pada 26-28 Agustus 1883. Letusan Gunung Krakatau

sangat dahsyat. Gunung Krakatau yang pada mulanya merupakan pulau vulkanis

yakni Pulau Krakatau, pada tahun 1883 Pulau Krakatau terangkat ke atas menjadi

bagian-bagian yang lebih kecil, batu, pasir, dan debu, kemudian terlempar dengan

kekuatan yang sangat amat dahsyat mencapai ketinggian troposfer, bahkan sampai

sangat mungkin sampai pada ketinggian stratosfer. Hal ini dikarenakan material

vulkanik tidak hanya jatuh di Selat Sunda tetapi sampai ke daerah-daerah lain.

Bahkan debu (abu) vulkanik setelah berbulan-bulan masih menutupi atmosfer

Eropa. Konon, setelah lewat dari 6 bulan, sebagian debu (abu) vulkanik jatuh di

daratan Eropa.29 Pada saat debu (abu) vulkanik Krakatau melayang-layang di

atmosfer, terjadilah lapisan “selimut abu” mengungkung bumi. Jadilah Pemanasan

global pada tahun 1883 yang disebabkan aktivitas internal bumi.30

Sedangkan sumbangan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia menurut

hasil laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007,

secara umum kontributor emisi gas rumah kaca ini dapat dibagi menjadi tujuh

      

28 Haneda, “Hubungan Efek Rumah Kaca Pemanasan global dan Perubahan Iklim”, 2004. Sebagaimana dimuat dalam http://www.scribd.com/doc/137891172/Efek-Rumah-Kaca-1, diakses pada 5 November 2013.

(38)

kategori. Lebih dari seperempat emisi gas rumah kaca dihasilkan dari produksi

listrik dan panas (26%). Sementara itu kegiatan industri menyumbang seperlima

bagian (20%). Proporsi yang hampir mirip jika dibandingkan dengan gabungan

emisi transportasi (13%) dan bangunan (8%). Deforestasi atau penebangan hutan

di negara-negara berkembang juga menyumbanang hampir seperlima bagian

(17%). Kegiatan perkebunan, terutama yang menghasilkan gas metan (methane)

mewakili 13% emisi global, dan sampah yang juga menghasilkan gas metan

hanya 3%.31

Perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming), pemicu

utamanya adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi

fosil/BBF (Bahan Bakar Fosil).32 Pengguna terbesarnya adalah negara-negara

industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dan

lain-lain. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat

negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negera-negara selatan. Untuk

negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan

      

31 Araund Bohre, Nick Eyre, dan Nicholas Howarth, Carbon Markets An International Bussiness Guide, London, Earthscan, 2009, hal. 8.

(39)

skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrialisme

dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara.33

Berdasarkan kronologis sejarah pemanasan global dimulai dari tahun

1841. Saat itu ilmuwan Jean Baptiste Joseph Fourier menulis tentang pemanasan

bumi di surat kabar “Milwaukee Sentinel and Wisconsin Farmer” pada 4

Desember 1841. Namun saat itu pemanasan bumi dianggap sebagai suatu

perkembangan positif bagi kehidupan manusia.

Pada tahun 1894 mulai banyak tulisan di surat kabar yang memberitakan

tentang revolusi industri, seperti dimuat dalam “The Daily Mail North Western”

dan di “The Daily Nebraska State Journal”.34 Pada zaman ini peradaban manusia

menemukan momentumnya ketika muncul revolusi industri yang ditandai dengan

penemuan mesin uap, lampu dan telepon. Manusia kemudian menciptakan

mesin-mesin yang memudahkan hidupnya. Industrialisasi memberi banyak kebaikan

sehingga pertumbuhan populasi manusia mulai meningkat pesat. Namun para

ilmuwan mencatat periode ini menjadi titik awal polusi lingkungan dan proses

industrialisasi.35

      

33 “Efek Global Warming Terhadap Perubahan Iklim”, sebagaimana dimuat dalam http://www.alpensteel.com/article/108-230-pemanasan-global/1589--efek-global-warming -terhadap-perubahan-iklim, diakses pada 6 Januari 2013.

34 Divisi Penerbitan dan Dokumentasi PPLH Seloliman Malang Science Research Institution,

Ada Apa Dengan Ozon?, Mojokerto, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman, 2007, hal. 29.

(40)

Mulai dari jaman revolusi industri, konsentrasi gas karbon dioksida di

atmosfer telah meningkat. Peningkatan gas-gas ini menyebabkan kemampuan

atmosfer untuk menahan panas menjadi lebih besar. Sulfat aerosol, yaitu polutan

udara yang umum ditemui, mendinginkan atmosfer dengan merefleksikan kembali

radiasi cahaya dari matahari ke luar angkasa. Tetapi senyawa sulfat ini

mempunyai siklus umur yang pendek di atmosfer.

Para ilmuwan berasumsi bahwa pembakaran dari bahan bakar fosil dan

beberapa aktivitas manusia yang memicu dan menjadi penyebab utama

meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Respirasi dari tanaman

dan proses dekomposisi bahan organik melepaskan karbon diokasida sepuluh kali

lebih banyak dari yang mampu dihasilkan oleh aktivitas manusia, tetapi selama

berabad-abad pelepasan karbon diokasida ini diimbangi dengan penyerapan

karbon dioksida oleh vegetasi terestial dan laut. Keseimbangan ini terganggu

disebabkan adanya pelepasan tambahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Bahan Bakar Fosil (BBF) dibakar sebagai sumber energi untuk menggerakan

hampir seluruh peralatan manusia. Meningkatnya kegiatan agrikultural,

penggundulan hutan, dibukanya area kosong sebagai tempat pembuangan,

produksi industri, dan pertambangan juga meningkatkan emisi dengan bagian

yang cukup signifikan.36

Tahun 1913-1914 ilmuwan Swedia Laureate Svente Arrthenius

memprediksi iklim bumi akan memanas secara perlahan. Seperti dikutip dalam

      

(41)

Washington Post tanggal 23 Maret 1913, Arrhenius memprediksi perubahan ini

akan terjadi ribuan tahun yang akan datang.

Tahun 1949-1950 seorang peneliti bernama GS Callendar menulis di

Koran “The Nebraska State Journal” pada tanggal 23 Oktober 1949, bahwa efek

gas rumah kaca adalah diakibatkan oleh ulah manusia. Respon dari para ilmuwan

saat itu adalah mengembangkan cara baru untuk mengukur iklim bumi.

Tahun 1950-1970 pengembangan teknologi baru membawa kekhawatiran

lebih besar tentang pemanasan global dan efek rumah kaca. Sejumlah studi

menunjukkan tingkat karbon dioksida di atmosfir terus meningkat setiap tahunnya

dan sarat tentang bahaya polusipun semakin meningkat.37

Manusia telah mulai menyadari masalah pemanasan global ini merupakan

masalah global yang perlu dibicarakan secara serius di tingkat internasional.

Tahun 1972 dilaksanakan konfrensi lingkungan hidup pertama di Stockholm,

Swedia. Pada pertemuan ini menghasilkan pendirian United Nations Environment

Programme (UNEP),38 Maurice Strong dari Kanada mengetuai konferensi dan

akan ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif UNEP yang pertama.39

Pertemuan lingkungan hidup ini lah yang menjadi cikal bakal

pertemuan-pertemuan selanjutnya untuk membahas masalah lingkungan global terutama

      

37 Divisi Penerbitan dan Dokumentasi PPLH Seloliman Malang Science Research Institution,

Ada Apa Dengan Ozon?, Op. Cit. Hal. 29-31.

38 UNEP merupakan organisasi utama PBB di bidang lingkungan hidup, yang pada dasarnya melakukan pemantauan dan penelitian secara ilmiah pada tingkat global dan regional serta memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah. UNEP juga melakukan kemitraan dan dukungan kapasitas pada tingkat nasional dengan tujuan untuk mengangkat isu lingkungan dalam pembangunan. Baca: Ella Syafputri, “Indonesia Usul UNEP Diperkuat”, 2013, sebagaimana dimuat dalam http://www.antaranews.com/berita/359758/indonesia-usul-unep-diperkuat, diakses pada 3 Januari 2014.

(42)

masalah pemanasan global. Bagian ini hanya membahas sejarah pemanasan

global. Sedangkan konferensi-konferensi internasional terkait pemanasan global

secara rinci akan dibahas pada bagian selanjutnya.

B. Dampak Pemanasan Global dan Upaya Internasional Dalam Menyelamatkan Bumi Dari Pemanasan Global

Dunia internasional saat ini sedang mengarahkan perhatiannya terhadap

pemanasan global. Pemanasan global berdampak langsung terhadap perubahan

iklim. Maknanya bahwa pemanasan global berdampak pada seluruh makhluk

hidup di bumi. Mencairnya gunung-gunung es di kutub, naiknya permukaan air

laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil merupakan beberapa efek domino yang

sekarang terpantau jelas di depan mata. Hilangnya sejumlah spesies, putusnya

mata rantai makanan, munculnya berbagai macam penyakit, berkurangnya

kemampuan tumbuhan untuk berkembang secara baik, merupakan dampak lain

yang kini kian dirasakan.

Dampak dari pemanasan global yang melanda bumi ini salah satunya

dapat menyebabkan hilangnya daratan. Pemanasan global menyebabkan

permukaan es mencair. Es yang mencair tersebut menyebabkan volume air laut

meningkat, sehingga lambat laun dapat menenggelamkan daratan yang ada di

bumi ini.

Sebagai contoh pada abad ke-20, permukaan air laut naik sebesar 10-20

cm. Memuainya air laut disebabkan oleh panas atmosfer yang menembus ke

(43)

terjadi di kedalaman 300m, di mana suhunya naik sekitar 0,25Ԩ. Keadaan seperti

itu terjadi dalam 40 tahun terakhir ini. Daratan di bumi ini bisa lebih cepat lagi

terendam air laut, jika tidak ada air yang tertimbun di dalam waduk atau perairan

lain yang ada di daratan.40

Meskipun kenaikan suhu udara dan muka air laut kelihatannya kecil,

beberapa tempat atau ekosistem atau masyarakat tertentu akan sangat rentan

menghadapi perubahan tersebut. Kondisinya akan diperburuk apabila kemampuan

ekosistem atau masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim rendah.

Peningkatan suhu yang besar terjadi pada daerah lintang tinggi, sehingga akan

menimbulkan berbagai perubahan lingkungan global yang terkait dengan

pencairan es di kutub, distribusi vegetasi alami, dan keanekaragaman hayati.

Dampak lainnya yang akhir-akhir ini terjadi adalah pada awal Januari

2014 di belahan selatan Bumi, Australia memanas. Pada 3 Januari

2014, ABC melaporkan bahwa Australia mengalami musim panas ekstrem akibat

pengaruh gelombang panas. Wilayah Queensland mencapai suhu 40° Celsius.

Beberapa tempat lain bahkan melebihi 45° Celsius.

Sementara Australia luar biasa panas, Amerika Serikat luar biasa dingin

akibat pengaruh “polar vortex”. Suhu di beberapa wilayah Amerika Serikat

misalnya di Allaghas, Maine, bisa mencapai -36° Celsius, sementara di Kansas

City bisa mencapai -22° Celsius. Dengan pengaruh angin, warga bisa merasakan

      

(44)

seolah berada di tempat bersuhu hingga -50° Celsius.41 Peristiwa ini menyebabkan

sekitar 21 orang tewas.42

“Polar vortex” adalah semacam siklon yang terdapat di kutub yang dalam

kondisi normal tetap berada di wilayah kutub. Namun, aliran massa udara panas

dari Pasifik menyebabkan udara dingin dari kutub bergerak ke selatan. Massa

udara panas berperan sebagai pemandu. Sebagai akibatnya, udara dingin dari

kutub menjalar jauh ke selatan, mencapai wilayah utara dan tengah Amerika

Serikat, memicu musim dingin ekstrem.43

Pakar meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Army Susandi,

mengatakan, fenomena musim panas dan dingin ekstrem di Australia dan

Amerika merupakan bukti perubahan iklim. Sebagaimana diketahui, Amerika

Serikat tidak menandatangani Protokol Kyoto yang bertujuan untuk mengurangi

pemanasan Global. Belakangan Kanada ikut keluar dari Protokol Kyoto. Sekarang

kedua negara tersebut terlanda suhu dingin ekstrem.44

Sementara itu, daerah tropis atau lintang rendah akan terpengaruh dalam

hal produktivitas tanaman, distribusi hama dan penyakit tanaman. Peningkatan

suhu pada gilirannya akan mengubah pola dan distribusi curah hujan.

Kecenderungannya adalah bahwa daerah kering akan menjadi makin kering dan

daerah basah menjadi semakin basah sehingga kelestarian sumber daya air akan

      

41 Nurul Folda, “Serangan Suhu Dingin Di Amerika Serikat – Dampak Pemanasan Global?” sebagaimana dimuat dalam http://id.voi.co.id/voi-komentar/5235-serangan-suhu-dingin-di-amerika-serikat-dampak-pemanasan-global, diakses pada 17 Januari 2014.

42 “The Big Thaw Begins: FROZEN BODIES Found in Snow as Temperatures Begin to Rise After Brutal Polar Vortex Leaves 21 Dead and 11,000 Flights Grounded”, http://www.dailymail.co.uk/news/article-2535695/So-cold-Hell-frozen-Small-Michigan-town-country-plunged-freezing-temperatures polar vortex-things-warming-day-two.htm l#ixzz2qmjkifel, diakses pada 19 Januari 2014.

43 Nurul Folda, Loc. Cit.

(45)

terganggu. Maka perlu ada tindakan nyata dari dunia internasional dalam upaya

penyelamatan bumi serta usaha-usaha pencegahan agar dampak pemanasan global

dapat dikurangi.45

Dampak pemanasan global yang terjadi sekarang ini sudah terasa di

seluruh penjuru bumi. Pemanasan global yang terjadi sebagian besar disebabkan

oleh aktivitas manusia. Hal ini dikarenakan zaman yang semakin maju, ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin berkembang.

Sadar atau tidak berbagai aktivitas manusia tersebut memicu menipisnya

lubang ozon sehingga mengakibatkan pemanasan global. Negara maju46 maupun

negara berkembang47 sudah menyadari terjadinya pemanasan global yang telah

memberi banyak dampak bagi negara mereka.

Negara-negara maju disebut-sebut sebagai negara-negara penghasil emisi

karbon yang lebih besar daripada negara berkembang tidak luput dari dampak

pemanasan global, walaupun dampak yang mereka rasakan tidak sebesar yang

dirasakan oleh negara berkembang yang kebanyakan berada di sekitar

khatulistiwa. Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, Tanzania,

Brazil, dan lain-lain yang umumnya berada di sekitar khatulistiwa menderita

      

45 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim,

Jakarta, Kompas, 2003. Hal. 18-19.

46 Negara maju disebut juga developed countries yang pada umumnya memiliki cirri-ciri seperti: tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), telah merdeka atau memperoleh kemerdekaannya sebelum tahun 1945, memiliki industri yang kuat dan kebanyakan berada di Benua Eropa atau memiliki tradisi Eropa (Amerika Serikat, Kanada, dan Australia). Negara maju, kecuali Jepang juga diistilahkan sebagai negara-negara Barat (Western States). Lihat dalam Hikmahanto Juwana, “Hukum Internasional Dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara Berkembang dan Negara Maju”, Pidato Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 10 Nopember 2001, hal. 2.

(46)

dampak kenaikan suhu bumi. Negara-negara berdataran rendah juga menderita

banjir besar seperti Bangladesh, Laos, Nigeria, Argentina, dan lain-lain.

Tampaklah bahwa dampak perubahan iklim memukul negara berkembang lebih

besar ketimbang negara maju.48

Kesadaran bahwa pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim

akan mengancam keberlanjutan kehidupan di dunia, menjadikan negara-negara di

dunia baik negara maju maupun negara berkembang berputar otak mencari cara

untuk mengatasi pemanasan global yang tengah terjadi.

Pemanasan global telah lama disadari bahwa benar terjadi dan mengancam

peradaban di bumi. Namun baru mulai kurun waktu 1970an diadakan pertemuan

yang secara sungguh-sungguh membahas masalah lingkungan terutama

pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Sejak masa itulah

masyarakat internasional mulai mencoba mencari solusi untuk menurunkan emisi

karbon yang mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim dengan

berbagai cara.

Cara yang paling mudah untuk mengurangi karbon dioksida di udara

adalah dengan reboisasi (reforestation). Selain itu banyak dikembangkan

cara-cara lain seperti penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi

pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir masih kontroversial karena

alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya.

Alat penyaring khusus gas buangan perlu digunakan oleh kendaraan

bermotor pada bagian knalpot (tempat keluar gas buangan) yang dapat

      

(47)

menetralisir dan mengurangi dampak negatif gas buangan tersebut. Bisa juga

dengan mengganti bahan bakar dengan bahan bakar alternatif yang ramah

lingkungan, seperti tenaga surya (matahari) atau biodisel. Perlu dikeluarkan

regulasi tentang usia kendraan bermotor yang boleh beroperasi agar tidak

menimbulkan pencemaran.

Selain itu perlu diadakan kerja sama internasional untuk mensukseskan

pengurangan gas-gas rumah kaca. Apabila pada suatu negara diterapkan peraturan

kebijakan lingkungan yang ketat, maka ekonominya dapat terus tumbuh walaupun

berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon

dioksida terbukti sulit dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang serius,

konsisten, dan berkelanjutan agar masalah pemanasan global ini dapat diatasi atau

diminimalisir.

Salah satu upaya internasional dalam menyelamatkan dunia dari

pemanasan global selain dari teknologi-teknologi tersebut adalah perdagangan

karbon antar negara di dunia. Cara ini diharapkan dapat menekan emisi karbon

yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia. Perdagangan karbon ini dapat

menimbulkan simbiosis mutualisme antara negara-negara pelaku bisnis

perdagangan karbon itu sendiri.

Perdagangan karbon diharapkan dapat membantu menekan emisi karbon

yang bermanfaat bagi pembangunan berkelanjutan49 dan bermanfaat bagi

      

(48)

perekonomian negara-negara pelaku perdagangan karbon. Selain cara-cara yang

dapat dilakukan manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan di

bumi, manusia juga sudah sejak lama memikirkan untuk mencari planet pengganti

bumi yang usianya sudah semakin menua. Para ilmuwan dunia melakukan

berbagai studi tentang penemuan planet pengganti bumi yang disebut

Super-Earth50 sejak sekitar dua dasawarsa lalu. Penemnuan terakhir pada tahun 2013,

ditemukan beberapa planet yang berjarak 22 tahun cahaya dari matahari.

Planet-planet ini dapat dihuni, karena diperkirakan memiliki permukaan

dan atmosfer yang sama dengan bumi, juga memiliki hari dan tahun yang sama

panjangnya dengan bumi. Penemuan mengatakan bahwa siang planet-planet

tersebut akan diterangi oleh matahari dan saat malam hari bulan juga akan

bersinar, sama halnya di bumi.51

       

yang akan datang. Lihat: Sri Hayati, “Pembangunan Berkelanjutan”, sebagaimana dimuat dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196202131990012-SRI_HAYATI/ MK-EKOLOGI_DAN_LINGKUNGAN/PB.pdf, diunduh pada 24 Februari 2014.

50

Nicolas B. Cowan, a postdoctoral fellow at Northwestern University said thatSuper-Earths are expected to have deep oceans that will overflow their basins and inundate the entire surface, but we show this logic to be flawed. Terrestrial planets have significant amounts of water in their interior. Super-Earths are likely to have shallow oceans to go along with their shallow ocean basins. In the study, the research team treated exoplanets like Earth, which has a significant amount of water in its mantle. Rock within the mantle contains tiny amounts of water, but because the mantle is so large - those small amounts of water add up to a large quantity. A water cycle deep within the Earth moves water between oceans and the mantle. The division of water between the oceans and mantle is determined by seafloor pressure, which is relative to gravity. Lihat dalam: Brett Smith, http://www.redorbit.com/news/space/1113042735/super-earths-may-be-like-planet-earth-010914/, diakses pada 17 Januari 2014.

51 “Three Super-Earths Discovered In Habitable Zone Of Same Star For The First Time”,

Gambar

Tabel 3.1. Kronologi Konvensi-Konvensi Internasional Yang Terkait Isu Emisi
Tabel 3.2. Perangkat-Perangkat Hukum Internasional Yang Berkaitan
Gambar 4.1.
Tabel 4.3. Call Option
+2

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini saya sedang melakukan penelitian tugas akhir atau skripsi yang mana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepercayaan, persepsi kemudahan,

penelitian ini, soal open ended yang diberikan adalah soal yang memiliki lebih. dari satu jawaban atau cara penyelesaian

Tabel 5.10 Hasil penetapan kadar sari yang larut dalam etanol sampel Mojokerto lahan 2

(TKBK) Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Open Ended Pada Materi Segiempat di Kelas VIII SMP, (Jurnal Pendidikan Matematika, jurnal tidak diterbitkan), hal.1. 53 Mariska

Melakukan analisis kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal Open

Nilai perusahaan terkait dengan harga saham, yang menunjukkan nilai bahwa inves- tor bersedia membayar. Untuk meningkatkan harga saham, perusahaan harus mem- buat

ini juga dibagi dua macam, yaitu: (1) kaidah yang bersumber dari al-nus } ûs } al-shar‘îyah secara tidak langsung (kontekstual), dan (2) kaidah yang bersumber ijtihad ulama

Nilai ini menunjukkan adanya penurunan dari kandungan gliserol total, hal ini dapat terjadi karena magnesium silikat (magnesol) melakukan penyerapan yang maksimal