• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus Sp.) Di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus Sp.) Di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN

LAYUR (

Trichiurus sp.

) DI KABUPATEN CILACAP JAWA

TENGAH

ADI GUMELAR JUNGJUNAN

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus sp.) di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

2

ABSTRAK

ADI GUMELAR JUNGJUNAN. Pola Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus sp.) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Dibimbing oleh MULYONO S BASKORO dan MUSTARUDIN.

Pengembangan usaha perikanan tangkap yang tepat dan berkelanjutan di suatu daerah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat nelayan, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi umum perikanan layur di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah, menentukan jenis alat tangkap ikan layur yang terbaik dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi, serta merumuskan strategi pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan menggunakan analisis Deskriptif, Metode Skoring, dan Analisis SWOT. Hasil analisis ini menunjukkan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan layur adalah jaring insang hanyut monofilamen (1394 unit), jaring rampus (1429 unit), payang (142 unit), dan trammel net (876 unit). Sedangkan jumlah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan layur sebanyak 1.429 unit. Terkait alat tangkap ikan layur yang paling tepat untuk dikembangkan (prioritas I) di Kabupaten Cilacap berdasarkan analisis yang telah diperhitungkan adalah jaring rampus dengan nilai VA sebesar 2,02, sedangkan alat tangkap layur yang menjadi prioritas II (Back up) adalah payang dengan nilai VA-Gab sebesar 1,19. Terkait strategi yang tepat dalam pola pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap adalah peningkatan volume produksi produk perikanan layur berkualitas baik, penetapan harga dasar ikan layur oleh PEMDA, peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan, kemudahan akses pemodalan dan promosi produk ikan layur, dan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar.

(5)

ABSTRACT

ADI GUMELAR JUNGJUNAN. The Pattern of Ribbon (Trichiurus sp.) Fishing Business Developmentin Cilacap, Central Java. Supervised by MULYONO S BASKORO and MUSTARUDIN.

The appropriate business development of catch fish continuity in some area is the most important thing to reach the fishermen prosperity to open the field of job and to increase the regional revenue (PAD) especially in Cilacap Regency Central Java. The purpose of the research is to analize the general condition of ribbon fishery in Cilacap, to determine the best fishing gear to catch ribbon fish from technical aspect, environment, social, economic, and formulating the strategy of fishery industry business there. This research used survey method and descriptive analysis, scoring method, and SWOT analysis. These analysis resulted the fishing gear to catch ribbon fish are monofilamment drift gill net (1394 units), monofilament bottom gill net (1429 units), pelagic danish seine (142 units), and Trammel net (876 units). Where as the number of fishing boat as many 1.429 units.Based on the analysis calculation that monofilament bottom gill net valued VA-Gab measured 2,02 is the best fishing gear of ribbon fish to be developed (priority 1) in Cilacap, while pelagic danish seine is the priority (back up) valued VA-Gab measured 1,19.Related to the right strategy and the development of fishery industry business of ribbon fish in Cilacap are the increase of good quality of ribbon fish production , the basic price determination by the Cilacap goverment (PEMDA), increase capacity of fishing vessel, capital access and product promotion and socialization to the society about the importance of keeping the surounding environment.

(6)
(7)

ADI GUMELAR JUNGJUNAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

POLA PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN

LAYUR (

Trichiurus sp.

) DI KABUPATEN CILACAP JAWA

TENGAH

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini penulis buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada : 1. Prof.Dr.Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc dan Dr. Mustaruddin, STP sebagai

komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

2. Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si sebagai Ketua Komisi Pendidikan Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap dan Dr. Gondo Puspito, M.Sc sebagai dosen penguji saat ujian yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Keluarga tercinta khususnya ayah dan ibu yang telah banyak memberikan semangat, motivasi, dan arahan serta do’a kepada penulis serta seluruh pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3

Metode Analisis Data 5

Analisis kondisi umum perikanan layur 5

Analisis penentuan alat tangkap terbaik 5

Analisis strategi pengembangan perikanan layur 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum PerikananLayur di Kabupaten Cilacap 9 Kondisi kapal dan alat tangkap ikan layur 9

Karakteristik nelayan perikanan layur 10

Daerah penangkapan ikan layur 11

Produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap 12 Pemilihan Teknologi yang Tepat Untuk Pengembangan Perikanan Layur di

Kabupaten Cilacap 13

Kinerja Alat Tangkap Ikan Layur 13

Aspek teknis 13

Aspek lingkungan 14

Aspek sosial ekonomi 16

Hasil analisis teknologi pengembangan perikanan layur 17 StrategiPengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur 18

Faktor internal 18

Faktor eksternal 20

Strategi pengembangan perikanan layur 22

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(14)

9

DAFTAR TABEL

1 Responden penelitian 4

2 Pembobotan setiap faktor-faktor SWOT 7

3 Matriks SWOT 8

4 Jumlah alat tangkap layur di perairan Kabupaten Cilacap 9 5 Karakteristik nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap 11 6 Produksi ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap tahun 2014 12 7 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis 13 8 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur

dari aspek teknis 14

9 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek lingkungan 14 10 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap

layur dari aspek lingkungan 15

11 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek

sosial ekonomi 16

12 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur

dari aspek sosial ekonomi 17

13 Hasil penilaian gabungan aspek teknis, lingkungan,

dan sosial ekonomi 17

14 Hasil standarisasi pemilihan teknologi perikanan layur 18 15 Faktor internal pengembangan perikanan layur (matriks IFAS) 19 16 Faktor eksternal pengembangan perikanan layur (matriks EFAS) 21

17 Matriks SWOT pengembangan perikanan layur 23

DAFTAR GAMBAR

1Peta lokasi penelitian 3

2Alat tangkap ikan layur 10

3Peta daerah penangkapan ikan layur 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data aspek teknis alat tangkap 28

2 Data aspek lingkungan alat tangkap 29

3 Data aspek sosial ekonomi alat tangkap 31

4 Unit penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap 34

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan tangkap adalah suatu upaya/kegiatan yang menyangkut pengusahaan suatu sumberdaya laut atau perairan umum melalui cara penangkapan baik secara komersial maupun tidak komersial (Putra 2015). Kegiatan Perikanan tangkap erat kaitannya dengan konsep pengembangan perikanan yang berkelanjutan.Menurut Charles (2001) menyatakan bahwa konsep pengembangan perikanan yang berkelanjutan mencakup aspek ekologi, teknologi, ekonomi, dan etika kelembagaan sebagai pengelola dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya secara keseluruhan. Keterpaduan aspek-aspek tersebut dapat menciptakan pengelolaan perikanan tangkap yang baik dan berkelanjutan.

Pengembangan usaha perikanan tangkap yang tepat dan berkelanjutan di suatu daerah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat nelayan, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Usaha perikanan tangkap di Kabupaten Cilacap yang perlu dikembangkan yaitu perikanan layur, hal tersebut berkaitan karena volume produksi hasil tangkapan ikan layur yang masih rendah dan mengalami fluktuasi. Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap (2014) mencatat bahwa volume produksi ikan layur pada tahun 2014 sebesar 338,2 Ton. Angka tersebut masih di bawah target tahunan DKP2SKSA Kabupaten Cilacap yaitu sebesar 620 Ton.

Perikanan layur di Kabupaten Cilacap memiliki potensi untuk dikembangkan karena ikan layur memiliki harga ekonomis yang cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor ke beberapa negara Asia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015) mencatat bahwa harga ikan layur di PPS Cilacap pada bulan Februari 2015 sebesar Rp.39.333/kg. Adapun volume ekspor ikan layur di PPS Cilacap pada tahun 2014 yaitu sebesar 17,06 Ton (PPS Cilacap 2014).Selain itu ikan layur merupakan jenis komoditi unggulan di Kabupaten Cilacap selama 5 tahun dari tahun 1999 sampai tahun 2003. Komoditas unggulan tersebut dapat menjadi prioritas pengembangan komoditas ikan di Kabupaten Cilacap. Dengan pengembangan perikanan berbasis komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan volume produksi perikanan layur sehingga pendapatan nelayan dan perekonomian di Kabupaten Cilacap meningkat (Kohar dan Suherman 2006).

Permintaan ikan layur untuk tujuan ekspor cenderung meningkat terutama pada musim ikan. Menurut Utami et al (2002) permintaan ekspor ikan layur mencapai 100-500 ton/bulan, kondisi ini menyebabkan perikanan layur mempunyai peluang yang cukup besar di pasar internasional.Berkaitan dengan hal tersebut diatas, oleh karena itu pengembangan usaha perikanan layur di Kabupaten Cilacap perlu dilakukan.

(16)

2

tentang pola pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian dan kajian telah banyak dilakukan terkait dengan pengembangan perikanan layur diantaranya :

1. Astuti (2008) melakukan penelitian mengenai pola dan pemanfaatan sumberdaya ikan layur di perairan Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Menyimpulkan bahwa usaha penangkapan ikan layur yang dapat dikembangkan di perairan Palabuhanratu adalah pancing ulur.

2. Sholeh (2012) melakukan penelitian mengenai pengelolaan sumberdaya ikan layur di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Menyimpulkan bahwa perlu ditetapkan suatu teknologi alat penangkapan ikan layur yang selektif dan memiliki produktivitas yang tinggi agar ikan layur yang masih produktif tetap hidup bebas di alam guna melakukan proses pemulihan (recovery sumberdaya) serta pengurangan effort (khususnya alat tangkap jaring rampus) yang menjadi ancaman utama terhadap kelestarian stok ikan layur. 3. Wewengkang (2002) melakukan penelitian mengenai analisis sistem usaha

penangkapan ikan layur di Palabuhanratu dan kemungkinan pengembangannya. Menyimpulkan bahwa kebijakan pengelolaan dan fasilitas-fasilitas pendukung berperan sangat penting dalam memepertahankan kelangsungan sumberdaya ikan layur dan memenuhi kebutuhan para pelaku sistem yang terlibat.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kondisi umum perikanan layur di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

2. Menentukan jenis alat tangkap ikan layur yang terbaik dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.

3. Merumuskan strategi pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Membantu pemerintah daerah dalam program pengembangan perikanan layur yang berkolaboratif antar stakeholders perikanan.

2. Mendukung pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan usaha penangkapan ikan layur.

(17)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Gambar 1). Terdapat 3 lokasi pengambilan data pada penelitian iniyaitu TPI Sentolokawat, TPI Pandanaran, dan TPI PPS Cilacap. Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan, yaitu pada bulan Oktober 2015.

Gambar 1 Peta Lokasi Pelaksanaan Penelitian di Perairan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuesioner sebagai pedoman pengumpulan data, kamera digital, dan laptop untuk melakukan analisis data.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

(18)

4

a. Data tentang kondisi umum perikanan layur (data produksi, alat tangkap, kapal/perahu, nelayan perikanan layur dan daerah penangkapan ikan).

b. Data teknis terkait dengan ukuran alat tangkap, kelengkapan peralatan pendukung produksi, kapasitas muat ikan, kapasitas muat es, jumlah nelayan, kapasitas mesin, dan ukuran kapal.

c. Data lingkungan terkait tingkat selektivitas alat tangkap, keramahan alat tangkap terhadap habitat, kualitas hasil tangkapan, keamanan penggunan alat tangkap oleh nelayan, keamanan produk bagi konsumen, by-catch rendah, dampak terhadap biodiversity, dan keamanan terhadap ikan yang dilindungi. d. Data sosial ekonomi terkait penerapan teknologi tepat guna, jumlah hasil

tangkapan, tingkat keuntungan, biaya operasional, kemandirian terhadap pembuatan dan perawatan alat tangkap ikan, dan memenuhi perundang-undangan yang berlaku.

e. Data terkait kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan teknik waawanacara dipandu dengan kuesioner yang diberikan kepada responden, dan pengamatan langsung.Jumlah responden yang diambil sebanyak 60 orang dengan rincian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Responden penelitian

No Jenis data Metode Pengumpulan

Data

(19)

Metode pengumpulan data sekunder pada penelitian ini yaitu melalui telaah pustaka yang diperoleh dari dokumen atau arsip-arsip pihak Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap, dan pihak PPS Cilacap.

Metode Analisis Data

Analisis kondisi umum perikanan layur

Analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi umum perikanan layur adalah analisis deskriptif. Menurut Sugiyono (2010) analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menganalisis data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Data yang akan dideskripsikan dalam analisis deskriptif ini meliputi jenis alat tangkap ikan layur, jumlah alat tangkap ikan layur, jumlah kapal perikanan layur, ukuran kapal penangkapan ikan layur, karakteristik nelayan perikanan layur, daerah penangkapan ikan layur dan produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Hasil analisis tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau gambar yang relevan. Analisis deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang kondisi terkini perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Analisis penentuan alat tangkap terbaik

Metode yang digunakan untuk menentukan alat tangkap ikan layur terbaik adalah metode skoring. Menurut Putra (2015) metode skoring disebut juga sebagai metode analisis multi klinearitas, karena metode ini berkaitkan dengan beberapa kriteria/aspek yang menjadi fokus utama dalam pemilihan keputusan pengelolaan. Dalam penerapannya metode skoring menggunakan skor-skor tertentu maupun nilai rill untuk mengidentifikasi atau menilai obyek yang dikaji.

Metode skoring dalam penelitian ini digunakan untuk memilih alat tangkap yang tepat untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Analisis ini juga dikaitkan dengan analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi. Menurut Kuntoro dan Listiarini (1983)rumus perhitungan analisis skoring dalam penelitian adalah :

= 1 −

=

(20)

6

V (X) = Fungsi nilai dari parameter X X = Nilai parameter X yang ke-i X₁ = Nilai tertinggi untuk parameter X X0 = Nilai terendah untuk parameter X V (A) = Fungsi nilai dari alternatif A

V1(X1)= Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i i=1,2,3,...n (opsi teknologi alat tangkap yang digunakan)

Terkait aspek teknis parameter yang digunakan pada metode skoring ini terdiri dari beberapa parameter meliputi ukuran alat tangkap, kelengkapan peralatan pendukung, kapasitas muat ikan, kapasitas muat es, jumlah nelayan, kapasitas mesin, dan ukuran kapal.

Aspek lingkungan parameter yang digunakan meliputi selektifitas alat tangkap, keramahan alat tangkap terhadap habitat, kualitas hasil tangkapan, keamanan penggunaan alat tangkap terhadap nelayan, keamanan produk bagi konsumen, by-catch rendah, dampak positif terhadap biodiversity, dan keamanan terhadap ikan yang dilindungi (FAO 1995).

Parameter yang digunakan dalam aspek sosial ekonomi meliputi penerapan teknologi tepat guna, jumlah hasil tangkapan, keuntungan, biaya operasional, kemandirian terhadap pembuatan dan perawatan alat tangkap, dan memenuhi perundang-undangan yang berlaku.

Nilai X pada perhitungan analisis skoring dalam penenlitian ini merupakan nilai rata-rata dari setiap parameter untuk aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi dari alat tangkap. Nilai parameter tersebut menggunakan skor dengan kisaran 1-4, dimana 1, 2, 3, dan 4 masing-masing menyatakan tidak baik, cukup baik, baik, dan sangat baik ataupun menggunakan istilah yang setara maupun nilai rill. Penentuan nilai parameter untuk metode skoring ini ditentukan sendiri oleh nelayan perikanan layur.

Analisis strategi pengembangan perikanan layur

Analisis yang digunakan untuk menentukan strategi yang tepat untuk pengembangan perikanan layur adalah analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2000) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

Analisis SWOT pada penelitian ini digunakan untuk menyusun strategi-strategi pengembangan usaha penangkapan ikan layur. Analisis SWOT tersebut dengan mempertimbangkan faktor lingkungan internal strength dan weaknesess serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi dalam usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi suatu pola pengembangan usaha perikanan layur yang tepat di Kabupaten Cilacap.

(21)

menyebutkan bahwa proses yang harus dilakukan agar mendapat hasil yang lebih tepat pada proses analisis SWOT yaitu melalui berbagai tahapan sebagai berikut : 1) Tahap pengambilan data yaitu dengan evaluasi faktor internal dan eksternal 2) Tahap analisis yaitu dengan pembuatan matriks internal eksternal dan matriks

SWOT, dan

3) Tahap pengambilan keputusan

Tahap pengambilan keputusan dalam analisis SWOT ini berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Setelah mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam perikanan layur, maka tahap selanjutnya adalah membuat matriks internal eksternal. Menurut Septifitri (2010) sebelum melakukan penyusunan matriks analisis SWOT terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor strategi eksternal dan internal dengan pembobotan. Tahapan pembobotan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Menyusun faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor strategi eksternal (peluang dan ancaman) sebanyak 5 sampai dengan 10 strategi.

2) Memberikan bobot masing-masing faktor strategi internal dan eksternal, mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pembobotan setiap faktor-faktor SWOT

Faktor-faktor internal Faktor-faktor eksternal

Kekuatan Bobot Kelemahan Bobot Peluang Bobot Ancaman Bobot

S1 W1 O1 T1

Penentuan bobot dalam setiap faktor-faktor SWOT ditentukan langsung oleh penulis sendiri dengan mempertimbangkan faktor yang paling berpengaruh sampai tidak berpengaruh terkait perikanan layur sesuai dengan wawancara dengan nelayan. Skala yang digunakan dalam pembobotan setiap faktor ini mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting).

Setelah pembobotan masing-masing faktor strategi dirangking dan dihubungkan keterkaitannya, maka selanjtunya menyusun beberapa alternatif strategi dengan menggunakan matrik analisis SWOT (Tabel 3). Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternalnya yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (Septifitri 2010).

(22)

8

Tabel 3Matriks SWOT

IFA/EFA STRENGTH (S) WEAKNESS (W)

OPPORTUNITIES (O) Strategi SO

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran I

Strategi WO

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika berada pada kuadran III

TREATHS (T) Strategi ST

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran II

Strategi WT

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Perikanan Layur di Kabupaten Cilacap

Kondisi kapal dan alat tangkap ikan layur

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap terdiri dari payang, jaring insang hanyut monofilamen, jaring rampus, dan Trammel net. Tabel 4 menyajikan jumlah alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap, Jawa tengah.

Tabel 4 Jumlah alat tangkap layur di perairan Kabupaten Cilacap tahun 2014

Jenis Alat Tangkap Ukuran Jumlah

<5GT 5-10 GT

Payang - 142 142

Jaring insang hanyut

monofilamen 827 567 1394

Jaring rampus 1429 - 1429

Trammel net 746 130 876

Total 3841 Sumber : DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014)

Jumlah alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap pada tahun 2014 sebanyak 3841 unit. Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan nelayan layur di Kabupaten Cilacap yaitu jaring rampus dengan jumlah 1429 unit dengan menggunakan kapal berukuran < 5GT. Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap umumnya motor tempel (Outboard Engine). Menurut DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014) kapal yang digunakan untuk menangkap ikan layur pada tahun 2014 yaitu sebanyak 3.332 unit. Kapal tersebut sebagian besar masih berukuran kecil yaitu < 5GT. Desain alat tangkap layur di disajikan pada Gambar 3.

(24)

10

(b) Jaring Insang Hanyut Monofilamen (monofilament drift gillnet)

(c) Jaring Rampus (monofilament bottom gillnet)

(d) Trammel Net

Gambar 2Desain alat tangkap layur di perairan Indonesia ( Subani dan Barus, 1989, KEPMENKP RI, 2010).

Karakteristik nelayan perikanan layur

(25)

1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain.

3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.

Klasifikasi nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap

No Karakteristik Jumlah Nelayan

(orang)

Persentase Nelayan (%)

1 Nelayan penuh 300 75

2 Nelayan sambilan utama 70 17,5

3 Nelayan sambilan tambahan 30 7,5

Total 400 100

Sumber: Hasil Analisis Data

Sebagian besar nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap merupakan nelayan penduduk lokal Kabupaten Cilacap yang dikategorikan sebagai nelayan penuh dengan persentase sebesar 75%. Untuk nelayan sambilan utama yaitu sebesar 17,5% sedangkan nelayan sambilan tambahan sebesar 7,5% (Tabel 5).

Daerah penangkapan ikan layur

Secara umum daerah penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap yaitu di sekitar perairan Teluk Penyu dan Pantai Barat Nusakambangan (Gambar 3). Menurut Putra (2015) perairan di sekitar Teluk Penyu mempunyai karakteristik oseanografi perairan yang baik, yaitu adanya gaya pembangkit pasang surut, suhu yang relatif stabil, dan intensitas upwelling yang cukup sering dan terjadi di banyak tempat terutama yang dekat dengan selat atau muara. Upwelling tersebut banyak membawa komponen nutrien, dan sirkulasi arus yang baik membawa danmenyebarkan komponen nutien tersebut ke lokasi-lokasi yang menjadi habitat ikan, sehingga lokasi di sekitar Teluk Penyu tersebut merupakan daerah penangkapan ikan layur yang potensial dan kaya akan sumberdaya ikan.

(26)

12

merupakan kawasan nursery ground dan kawasan mangrove. Daerah tersebut merupakan tempat perkembangbiakan ikan dan migrasi ikan sehingga kawasan tersebut menjadi daerah penangkapan ikan yang potensial.

Gambar 3 Daerah penangkapan ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap

Produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap

Ikan layur merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan juga komoditas ekspor penting. Ikan layur di Kabupaten Cilacap merupakan jenis ikan sebagai penunjang produksi perikanan disamping ikan tuna, tongkol, cakalang, dan udang. Berikut disajikan tabel produksi ikan di Kabupaten Cilacap.

Tabel 6 Produksi ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap tahun 2014

Jenis Ikan

Data Produksi Total Tahun

2014 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV

Ton Ton TonTon Ton

Layur 42,4833,6467,34194,74338,2

Sumber : DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014)

(27)

karena ikan layur merupakan ikan musiman dan ikan tersebut tidak terus menerus melimpah sepanjang tahun. Total produksi ikan layur pada tahun 2014 tersebut masih rendah apabila dibandingkan dengan target tahunan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap sebesar 620 ton.

Pemilihan Teknologi yang Tepat untuk Pengembangan Perikanan Layur di Kabupaten Cilacap

Kinerja alat tangkap ikan layur

Aspek teknis

Dalam pemilihan teknologi yang tepat untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa tengah dianalisis melalui kinerja alat tangkap berdasarkan aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Hasil analisis kinerja alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek teknis tersebut disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis

No Alat tangkap X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

1 Jaring insang hanyut

monofilamen 2,40 2,30 192,00 2,20 2,00 13,00 1,90

2 Jaring rampus 2,20 2,40 200,00 2,30 2,00 12,50 1,85

3 Payang 3,40 2,70 290,00 4,50 8,00 23,00 7,00

4 Trammel net 2,60 2,50 368,00 4,60 5,00 21,50 6,00

Keterangan :

X1 = ukuran alat tangkap;

X2 = kelengkapan peralatan pendukung X3 = kapasitas muat ikan

X4 = kapasitas muat es X5 = jumlah nelayan X6 = kapasitas mesin X7 = ukuran kapal.

(28)

14

banyaksehingga ikan yang didaratkan bisa semakin banyak pula. Unit penangkapan trammel net unggul dalam hal kapasitas muat es (X4) dengan nilai sebesar 4,60 karena menggunakan blong untuk menampung ikan. Blong tersebut memiliki ruang penyimpanan es yang lebih besar dibandingkan box plastik dan box sterofoam. Terkait jumlah nelayan (X5) unit penangkapan payang unggul karena memiliki penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan jaring jaring insang hanyut monofilamen, jaring rampus, dan trammel net. Tenaga kerja yang digunakan dalam unit penangkapan payang sebanyak 8 orang. Untuk kapasitas mesin (X6) dan ukuran kapal (X7) unit penangkapan payang unggul karena memiliki ukuran mesin lebih besar yaitu 23 PK dan 7 GT. Kapal dengan ukuran lebih besar dapat membawa hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan kapal dengan ukuran lebih kecil. Secara teknis ukuran kapal mempengaruhi produksi dalam mencapai daerah penangkapan ikan yang lebih jauh. Ukuran kapal yang lebih besar memungkinkan melakukan penangkapan yang lebih jauh dari daerah penangkapan biasanya, sehingga dapat mengontrol pertumbuhan sumberdaya ikan (Irnawati 2004). Hasil standarisasi alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek teknis tersebut disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis

No Alat tangkap V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 VA UP

1 Jaring insang hanyut

monofilamen 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,05 0,01 0,22 4

2 Jaring rampus 0,00 0,25 0,05 0,04 0,00 0,00 0,00 0,34 3

3 Payang 1,00 1,00 0,56 0,96 1,00 1,00 1,00 6,52 1

4 Trammel net 0,33 0,50 1,00 1,00 0,50 0,86 0,81 5,00 2

Keterangan : V1-7 = fungsi nilai dari kriteria 1-7, VA = fungsi nilai total, dan, UP = urutan prioritas kinerja.

Alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis payang merupakan alat tangkap yang memperoleh urutan prioritas I dengan kinerja paling baik dari aspek teknis dengan nilai VA sebesar 6,52 (Tabel 8), sedangkan alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap yang menjadi urutan prioritas II yaitu trammel net dengan nilai VA sebesar 5,00. Untuk alat tangkap jenis jaring rampus dan jaring insang hanyut monofilamen memperoleh urutan prioritas III dan IV, dengan nilai VA sebesar 0,34 dan 0,22.

Aspek lingkungan

Hasil analisis kinerja alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap dari aspek lingkungan disajikan pada tabel 9.

Tabel 9 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek lingkungan

No Alat tangkap X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8

1 Jaring insang hanyut

monofilamen 2,80 3,50 3,50 3,20 3,50 3,40 3,60 3,30

2 Jaring rampus 3,60 3,80 3,70 3,50 3,60 3,80 3,70 3,60

3 Payang 1,30 3,60 2,10 2,50 3,40 1,60 2,30 1,80

(29)

Keterangan :

X1 = selektifitas alat tangkap;

X2 = keramahan alat tangkap terhadap habitat X3 = kualitas hasil tangkapan

X4 = keamanan penggunaan alat tangkap terhadap nelayan X5 = keamanan produk bagi konsumen

X6 = by-catch rendah

X7 = dampak positif terhadap biodiversity

X8 = keamanan terhadap ikan yang dilindungi.

Berdasarkan Tabel 9, alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis jaringrampus unggul untuk semua kriteria dari aspek lingkungan. Untuk hal selektivitas alat tangkap (X1) dan by-catch rendah (X6), jaring rampus ini unggul karena memiliki selektifitas yang tinggi yaitu hanya menangkapan ikan dengan ukuran dan jenis tertentu sesuai dengan ukuran mata jaring 2 inchisehingga by-catch ikan rendah. Ikan yang tertangkap oleh jaring rampus yaitu layur, bawah hitam, dan bawal putih. Terkait keramahan alat tangkap terhadap habitat (X2) dan dampak positif terhadap biodiversity (X7), alat tangkap jaring rampusunggul dengan nilai sebesar 3,80 dan 3,70. Jaring rampus tersebut bersifat tidak merusak habitat ikan dan sangat ramah terhadap habitat serta penggunaannya yang bersifat tidak destruktif sehingga memberikan dampak yang baik terhadap biodiversity. Terkait kualitas ikan hasil tangkapan (X3) dan keamanan produkbagi konsumen (X5), alat tangkap jaring rampus unggul karena ikan hasil tangkapan memiliki kualitas yang cukup tinggi. Ikan tersebut terjerat pada bagian insang atau pada bagian badan, sehingga bentuk ikan tetap utuh dan bagian tubuh ikan tidak rusak serta sangat aman untuk dikonsumsi.Terkait keamanan penggunaan alat tangkap terhadap nelayan (X4), alat tangkap jaring rampus unggul karena metode pengoperasian alat tangkap tersebut yang dipasang di dasar perairan serta tidak mengganggu keberadaan alat tangkap lain, sehingga alat tangkap jaring rampus bersifat aman dan tidak membahayakan nelayan serta tidak menimbulkan konflik antar nelayan. Alat tangkap jenis jaring rampus unggul dalam hal keamanan terhadap ikan yang dilindungi (X8) karena tidak menangkap ikan yang dilindungi sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tabel 10 menyajikan hasil standarisasi alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek lingkungan.

Tabel 10 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek lingkungan

No Alat tangkap V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 VA UP

1 Jaring insang

hanyut

monofilamen 0,65 0,50 0,88 0,70 0,67 0,82 0,93 0,83 5,97 2

2 Jaring rampus 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 8,00 1

3 Payang 0,00 0,67 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 1,00 4

4 Trammel net 0,61 0,00 0,38 0,60 0,00 0,68 0,71 0,78 3,76 3

Keterangan : V1-8 = fungsi nilai dari kriteria 1-8, VA = fungsi nilai total, dan, UP = urutan prioritas kinerja

(30)

16

sebesar 8,00 (Tabel 10). Alat tangkap jenis jaring rampus tersebut memperoleh urutan prioritas I berdasarkan aspek teknis, sedangkan alat tangkap layur jenis jaring insang hanyut monofilamen memperoleh urutan prioritas II dengan nilai VA sebesar 5,97. Untuk alat tangkap jenis trammel net dan payang memperoleh urutan prioritas III dan IV dengan nilai VA sebesar 3,76 dan 1,00.

Aspek sosial ekonomi

Tabel 11 menyajikan hasil analisis kinerja alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek sosial ekonomi.

Tabel 11 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek sosial ekonomi

No Alat tangkap X1 X2 X3 X4 X5 X6

1 Jaring insang hanyut

monofilamen 2,10 7,60 228000,00 3,40 3,30 3,40

2 Jaring rampus 2,50 165,00 4950000,00 3,80 3,60 3,60

3 Payang 2,40 64,50 1935000,00 2,30 3,40 2,90

4 Trammel net 2,30 3,60 108000,00 2,50 3,20 3,20

Keterangan :

X1 = penerapan teknologi tepat guna; X2 = jumlah hasil tangkapan

X3 = keuntungan X4 = biaya operasional

X5 = kemandirian terhadap pembuatan dan perawatan alat tangkap X6 = memenuhi perundang-undangan yang berlaku.

(31)

standarisasi alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek sosial ekonomi.

Tabel 12 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek sosial ekonomi

No Alat tangkap V1 V2 V3 V4 V5 V6 VA UP

1 Jaring insang hanyut

monofilamen 0,00 0,02 0,02 0,73 0,25 0,71 1,75 3

2 Jaring rampus 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 6,00 1

3 Payang 0,75 0,38 0,38 0,00 0,50 0,00 2,00 2

4 Trammel net 0,50 0,00 0,00 0,13 0,00 0,43 1,06 4

Keterangan : V1-6 = fungsi nilai dari kriteria 1-6, VA = fungsi nilai total, dan, UP = urutan prioritas kinerja

Alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis jaring rampus merupakan alat tangkap dengan kinerja paling baik dari aspek lingkungan dengan nilai VA sebesar 6,00 (Tabel 12). Alat tangkap jenis jaring rampus tersebut memperoleh urutan prioritas I berdasarkan aspek teknis, sedangkan alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap yang menjadi urutan prioritas kedua yaitu payang dengan nilai VA sebesar 2,00.

Hasil analisis teknologi pengembangan perikanan layur

Teknologi pengembangan perikanan layur yang tepat dan potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Cilacap berkaitan dengan penilaian aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi, sehingga alat tangkap layur yang nantinya dikembangkan dapat berjalan optimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penilaian gabungan dari aspek tersebut dalam pemilihan teknologi yang tepat untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Hasil penilaian gabungan aspek teknis, lingkungan, sosial ekonomi

No Alat tangkap X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3

1 Jaring insang hanyut

monofilamen 0,22 4 5,97 2 1,75 3

2 Jaring rampus 0,34 3 8,00 1 6,00 1

3 Payang 6,52 1 1,00 4 2,00 2

4 Trammel net 5,00 2 3,76 3 1,06 4

Keterangan : X1 = aspek teknis; X2 = aspek lingkungan

X3 = aspek sosial dan ekonomi.

(32)

18

Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek teknis, lingkungan, sosial ekonomi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Hasil Standarisasi pemilihan teknologi perikanan layur

No Alat tangkap V1 V2 V3

VA-Gab UP

1 Jaring insang hanyut monofilamen 0,00 0,71 0,14 0,85 4

2 Jaring rampus 0,02 1,00 1,00 2,02 1

3 Payang 1,00 0,00 0,19 1,19 2

4 Trammel net 0,76 0,39 0,00 1,15 3

Keterangan : V1-3 = fungsi nilai dari aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi, VA-Gab= fungsi nilai total gabungan dari aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi, UP = urutan prioritas pemilihan teknologi/alat tangkap

Berdasarkan Tabel 14alat tangkap layur jenis jaring rampus merupakan teknologi/alat tangkap yang paling tepat (prioritas I) untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Hal tersebut berdasarkan pada nilai VA-Gab sebesar 2,02. Sedangkan alat tangkap payang menempati urutan prioritas II dengan nilai VA-Gab sebesar 1,19. Dengan demikian alat tangkap payang dapat menjadi back-up alat tangkap jaring rampus untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap.

Alat tangkap ikan yang dikembangkan di perairan Kabupaten Cilacap perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di lapangan sebenarnya. Sobari et al. (2003) menyatakan bahwa teknologi penangkapan ditawarkan kepada masyarakat nelayan harus handal dan mengakomodir berbagai kepentingan pengelolaan. Hal ini penting untuk menghindari dampak negatif terhadap kelangsungan sumberdaya, menghindari konflik, dan dapat menjamin penghidupan nelayan yang lebih baik. Sedangkan menurut Pangesti (2011) teknologi/alat tangkap yang tepat adalah yang dalam penggunaannya ramah lingkungan, dapat meningkatkan produksi, memberi kesejahteraan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, sehingga berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas alat tangkap jaring rampus paling cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Cilacap karena unggul dalam aspek lingkungan dan sosial ekonomi.

Strategi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur

Faktor internal

(33)

Tabel 15 Faktor internal pengembangan perikanan layur (matriks IFAS)

Faktor Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan :

1. Ikan layur memiliki harga ekonomis yang cukup

tinggi 0,15 4 0,6

2. Banyak tersedia tenaga kerja 0,07 3 0,21

3. Ikan layur mudah diolah dalam berbagai macam

bentuk olahan 0,05 3 0,15

4. Kemandirian nelayan perikanan layur dalam

pembuatan dan perawatan alat tangkap 0,11 4 0,44

0,5

Kelemahan :

1. Armada penangkapan ikan layur umumnya masih

skala kecil 0,16 2 0,32

2. Teknologi alat pendukung untuk penangkapan ikan

yang masih terbatas 0,09 2 0,18

3. Produktivitas penangkapan yang masih rendah 0,07 1 0,07

4. Kualitas SDM masih rendah 0,05 1 0,05

5. Kurangnya modal yang dimiliki 0,13 2 0,26

Total 0,5 2,76

(34)

20

Cilacap dapat dilaksanakan dengan baik karena tersedia banyak tenaga kerja. Adapun faktor lainnya yang menjadi kekuatan dalam pengembangan ikan layur yaitu pengolahan ikan layur yang mudah untuk dibuat berbagai macam bentuk olahan(bobot = 0,05; rating = 3), sehingga dapat menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk olahan ikan layur.

Faktor internal terkait armada penangkapan ikan layur yang umumnya masih skala kecil (bobot = 0,16; rating = 2) juga mempengaruhi kegiatan perikanan di Kabupaten Cilacap, namun cenderung melemahkan kegiatan perikanan ini. Armada penangkapan ikan yang digunakan masih berukuran <5GT, hal tersebut belum bisa menjangkau daerah penangkapan ikan dengan jangkauan yang lebih luas serta kapasitas untuk menampung hasil tangkapan belum bisa dalam jumlah yang besar. Terkait kurangnya modal yang dimiliki nelayan (bobot = 0,13; rating = 2) merupakan faktor penghambat dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan layur.Masih banyak nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yang tidak bisa melakukan aktivitas penangkapan ikan karena tidak mempunyai modal untuk melaut. Terkait dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki (bobot = 0,05; rating = 1) dalam kenyataan yang terjadi di lapangan masih banyak nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yang masih lulusan SD, hal tersebut dapat menjadi kelemahan untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Menurut Hendratmoko dan Marsudi (2010) pendidikan yang rendah menghambat transfer teknologi penangkapan ikan terutama yang berbasis digital, serta menciptakan pola kerja yang tidak disiplin dan kurang bertanggung jawab. Adapun faktor lain yang menjadi kelemahan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yaitu teknologi alat pendukung untuk penangkapan ikan yang masih terbatas (bobot = 0,09; rating = 2) dan produktivitas penangkapan yang masih rendah (bobot = 0,07; rating = 1). Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap (2002), mencacat potensi perikanan di wilayah perairan Cilacap yang baru dimanfaatkan sekitar 20%. Hal tersebut karena produktivitas penangkapan ikan yang masih rendah dan armada penangkapan ikan yang masih dibawah 10 GT. Mengatasi kelemahan tersebut perlu dilakukan peningkatkan produktivitas penangkapan ikan dengan didukung oleh teknologi alat pendukung yang memadai dan berteknologi canggih serta penambahan kapasitas muat ikan sehingga volume produksi ikan layur bisa optimal.

Faktor eksternal

(35)

layur. Terkait PEMDA khususnya Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacapdiberikan keleluasaan dalam mengelola sektor perikanan (bobot = 0,14; rating = 4) juga memberikan peluang yang besar untuk pengembangan perikanan layur karena memberi peluang dan peran yang besar bagi penentuan arah kebijakan dan rencana pengelolaan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, sehingga kebijakan yang akan dibuat diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang ada di lapangan sebenarnya.

Tabel 16 Faktor eksternal pengembangan perikanan layur (matriks EFAS)

Faktor Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang :

1. Peluang di pasar ekspor dan dalam negeri masih

terbuka luas

2. Pengembangan perikanan berbasis komoditas

unggulan sebagai kawasan minapolitan

3. Pemda diberikan keleluasaan dalam mengelola

sektor perikanan 0,14 4 0,56

4. Promosi daerah melalui produk perikanan 0,05 3 0,15

5. Belum banyaknya produk impor untuk ikan layur

yang masuk pasar lokal 0,06 3 0,18

0,5

Ancaman :

1. Degradasi lingkungan akibat pertumbuhan

penduduk dan penebangan liar lahan mangrove 0,09 2 0,18

2. Pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri di

sekitar pantai 0,12 2 0,24

3. Pendaratan hasil tangkapan ikan yang bisa di

berbagai tempat (pelabuhan) 0,08 1 0,08

4. Konflik antar nelayan terkait dengan pemanfaatan

daerah penangkapan ikan 0,15 2 0,3

5. Peminat dari negara tujuan ekspor yang beralih ke

komoditas perikanan lainnya 0,06 1 0,06

Total 0,5 2,67

(36)

22

Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacapbisa fokus dalam mengembangkan perikanan layur.

Faktor yang menjadi ancaman bagi pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yaitu konflik antar nelayan terkait dengan pemanfaatan daerah penangkapan ikan dan pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri di sekitar pantai merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan kegiatan perikanan layur di Kabupaten Cilacap (bobot masing-masing 0,15 dan 0,12). Menurut Putra (2015) menyatakan bahwa Pencemaran lingkungan perairan di Kabupaten Cilacap disebabkan oleh limbah insdustri perminyakan, kelistrikan, dan produksi semen yang terdapat di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan di Kabupaten Cilacap. Terkait dengan ancaman lainnya yaitu degradasi lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan penebangan liar lahan mangrove (bobot = 0,09; rating = 2) juga merupakan ancaman yang rumit. Telah terjadi degradasi lingkungan dan penebangan liar lahan mangrove yang merupakan tempat perkembangbiakan ikan (nursery ground). Terkait dengan pendaratan hasil tangkapan ikan yang bisa di berbagai tempat (pelabuhan) (bobot = 0,08; rating = 1) juga merupakan ancaman yang penting dalam pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Nelayan di daerah Cilacap sering mendarakan ikan hasil tangkapan di daerah Pangandaran, hal tersebut menyebabkan pemasukan data produksi ikan untuk daerah Pangandaran tersebut, sehingga data produksi perikanan Kabupaten Cilacap tidak secara keseluruhan mengakomodir hasil tangkapan nelayan di Cilacap. Terkait dengan ancaman peminat dari negara tujuan ekspor yang beralih ke komoditas perikanan lainnya (bobot = 0,06; rating = 1) juga merupakan ancaman yang perlu dipertimbangkan, karena apabila peminat dari negara tujuan ekspor beralih ke komoditas perikanan lainnya maka permintaan ekspor ikan layur akan menurun dan pengembangan perikanan layur tidak akan berjalan optimal.

Strategi pengembangan perikanan layur

Penyusunan strstegi yang tepat untuk pola pengembangan usaha perikanan layur di Kabupaten Cilacap dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal terkait pengembangan perikanan layur. Tabel 17 menyajikan hasil analisis SWOT berdasarkan faktor internal dan eksternal pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Berdasarkan pada Tabel 17 terdapat beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk pengembangan usaha perikanan layur dengan memadukan berbagai faktor internal dan eksternal.

(37)

terlalu signifikan ketika hasil tangkapan ikan layur sedang melimpah, sehingga nelayan tetap mendapat keuntungan yang cukup besar.

Tabel 17 Matriks SWOT pengembangan perikanan layur

IFA/EFA STRENGTH (S) WEAKNESS (W)

1.Ikan layur memiliki harga ekonomis yang cukup tinggi 2.Potensi perikanan layur yang

besar

3.Banyak tersedia tenaga kerja 4.Ikan layur mudah diolah dalam

berbagai macam bentuk olahan 5.Kemandirian nelayan perikanan

layur dalam pembuatan alat

1.Armada penangkapan ikan layur umumnya masih skala kecil 2.Teknologi alat pendukung untuk

penangkapan ikan yang masih terbatas

3.Produktivitas penangkapan yang masih rendah

4.Kualitas SDM masih rendah 5.Kurangnya modal yang dimiliki

OPPORTUNITIES (O)

1.Peluang di pasar ekspor dan dalam negeri masih terbuka luas

2.Pengembangan perikanan

berbasis komoditi unggulan sebagai kawasan minapolitan 3.Pemda diberikan keleluasaan

dalam mengelola sektor perikanan

4.Promosi daerah melalui produk perikanan

5.Belum banyaknya produk impor untuk ikan layur yang masuk pasar lokal

Strategi SO

1. Peningkatan volume produksi produk perikanan layur berkualitas baik (S1, S2, O1, O2)

2. Penetapan harga dasar ikan layur oleh PEMDA (S1, S2, O3)

Strategi WO

3. Peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan (W1, W2, W3, O3)

4. Kemudahan akses pemodalan dan promosi produk ikan layur (W5, O3, O4, O5)

TREATHS (T)

1.Degradasi lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan penebangan liar lahan mangrove 2.Pencemaran lingkungan akibat

aktivitas industri di sekitar pantai 3.Pendaratan hasil tangkapan ikan

yang bisa di berbagai tempat (pelabuhan)

4.Konflik antar nelayan terkait pemanfaatan daerah penangkapan ikan

5.Peminat dari negara tujuan

ekspor yang beralih ke komoditas perikanan lainnya

Strategi ST

5. Penetapan zonasi kawasan

penangkapan ikan untuk menghindari konflik antar nelayan ( S2, S3, S4)

Strategi WT

6. Sosialisasi kepada warga

tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar (W1, W2, W3)

(38)

24

untuk menampung ikan hasil tangkapan sehingga volume produksi ikan bisa optimal. Strategi selanjutnya yaitu kemudahan dalam akses pemodalan dan promosi produk ikan layur, sehingga nelayan tetap bisa melakukan operasi penangkapan ikan ketika nelayan tersebut tidak mempunyai modal untuk melaut.

Strategi (S-T) yang menggunakan unsur kekuatan untuk menghadapi ancaman yaitu dengan penetapan zonasi kawasan penangkapan ikan untuk menghindari konflik antar nelayan. Penetapan zonasi kawasan ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap dengan berdiskusi dengan beberapa pihak nelayan agar tercapai kesepakan dan kesesuaian sehingga tidak menyebabkan konflik antar nelayan.

Strategi (W-T) yang meminimalkan unsur kelemahan dan menghindari ancaman yaitu dengan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar sehingga warga peduli akan kualitas lingkungan perairan sekitar. Hal tersebut menjadi strategi yang penting karena telah terjadi degradasi lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan penebangan liar lahan mangrove, sehingga dengan diadakan sosialiasi tersebut diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan perairan sekitar. Selain itu strategi tersebut penting karena akan berdampak positif terhadap habitat sumberdaya ikan yang ada di sekitar pantai sehingga habitat ikan yang ada di sekitar pantai bisa terjaga dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Secara umum produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap cenderung masih rendah dimana pada tahun 2014 produksinya hanya mencapai 338,21 ton. Besaran angka tersebut masih dibawah target tahunan DKPSKSA Kabupaten Cilacap yaitu sebesar 620 ton. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan layur yaitu jaring insang hanyut monofilamen (1394 unit), jaring rampus (1429 unit), payang (142 unit), dan trammel net (876 unit). Jumlah alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap pada tahun 2014 sebanyak 3841 unit. Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan nelayan layur di Kabupaten Cilacap yaitu jaring rampus dengan jumlah 1429 unit dengan menggunakan kapal berukuran < 5GT. Sebagian besar nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap merupakan nelayan penduduk lokal Kabupaten Cilacap yang dikategorikan sebagai nelayan penuh dengan persentase sebesar 75%. Terdapat dua lokasi daerah penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap yaitu sekitar perairan Teluk Penyu dan Pantai Barat Nusakambangan.

Jaring rampus merupakan alat tangkap ikan layur yang paling tepat untuk dikembangkan (prioritas I) di Kabupaten Cilacap (VA-Gab =2,02), karena unggul dalam aspek lingkungan dan sosial ekonomi. Sedangkan alat tangkap layur yang menjadi prioritas II (Back up) untuk dikembangkan di Kabupaten Cilacap adalah payang dengan nilai VA-Gab sebesar 1,19.

(39)

ikan layur oleh Pemda, peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan, kemudahan akses pemodalan dan promosi produk ikan layur, penetapan zonasi kawasan penangkapan ikan untuk menghindari konflik antar nelayan, dan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penulis memberikan saran yaitu :

1. Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacapperlu mengadakan sosialisasi serta penyuluhan kepada nelayan perikanan layur mengenai pengembangan teknologi jaring rampus di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

(40)

26

DAFTAR PUSTAKA

Anita. 2003. Pengendalian Mutu Produksi Ikan Layur (Trichirus. sp) di PPN Pelabuhan Ratu untuk Tujuan Eksport[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Astuti W. 2008. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. London (UK): Blackwell Science Ltd.

[DKP2SKSA] Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap. 2014. Laporan Tahunan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Tahun 2014. Cilacap (ID): DKP2SKSA Kabupaten Cilacap. [DKP2SKSA] Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan

Segara Anakan Kabupaten Cilacap. 2002. Laporan Tahunan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Tahun 2002. Cilacap (ID): DKP2SKSA Kabupaten Cilacap. FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. [Internet]. [diakses 19

maret 2016].Tersedia pada:http://www.fao.org/3/a-w4493e.pdf.

Hendratmoko C, Marsudi H. 2010. Analisis tingkat keberdayaan sosial ekonomi nelayan tangkap di Kabupaten Cilacap. Jurnal Dinamika Sosial Ekonomi. 6(1): hal 17.

Irnawati S. 2004. Analisis Aspek Bio-Teknis Unit Penangkapan Payang di Perairan Ulak Karang, Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, InstitutPertanian Bogor. Hal 53.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan [Internet]. [diakses 2015 Maret 9]. Tersedia pada: http//pipp.djpt.kkp.go. id/profilpelabuhan/informasi/1293/produksi-harga.

Kementerian Kelautan dan Perikanan 2002. Direktori Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil [Internet]. [diakses pada 23 Maret 2016]. Tersedia pada: http://www.ppk.kp3k.kkp.go.id/direktoripulau/index.php/public_c/pulau_i nfo/296.

Kohar Abdul dan Suherman Agus. 2006. Analisis Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Hal 7.

Kuntoro M, Listiarini T. 1983. Analisa Keputusan, Pendekatan Sistem Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Bandung (ID): Baskara.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI. 2010. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik IndonesiaNomorKEP.06/MEN/2010.Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Hal lampiran. Pangesti TP. 2011. Model pengelolaan sumberdaya udang Penaeidae spp di

(41)

Pelabuhan Perikanan Nusantara Cilacap. 2014. Tabel Statistik Tahun 2014. Cilacap (ID) : Pelabuhan Perikanan Nusantara Cilacap.

Putra D P. 2015. Pengelolaan Perikanan Udang Skala Kecil dengan Penerapan Ko-Manajemen di Kabupaten Cilacap [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal 187.

Sari T E. 2010. Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Provinsi Riau [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hal 6.

Septifitri. 2010. Analisis Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Sumatera Selatan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sholeh F R. 2012. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Layur di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sobari MP, Kinseng RA, Priyatna FN. 2003. Membangun Model Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan : Tinjauan Sosiologi Antropologi.

BuletinEkonomi Perikanan. 5(1):41–48.

Subani W dan Barus H R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung (ID) : Alfabeta.

Sumarsono Sonny. 2004. Metode Riset Sumberdaya Manusia. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Jakarta (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal 35.

(42)

28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data aspek teknis teknis alat tangkap a.kriteria ukuran alat tangkap

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-R1-R10 = responden nelayan

b.kriteria kelengkapan peralatan pendukung

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-c.kriteria kapasitas muat ikan

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-rata 1 Jaring insang

hanyut

monofilamen 220 180 180 180 180 180 220 180 220 180 192,00 2 Jaring

rampus 220 220 220 180 220 180 180 180 180 220 200,00

3 Payang 280 280 300 280 280 300 300 300 280 300 290,00

4 Trammel net 360 380 380 360 360 380 360 360 360 380 368,00

d.kriteria kapasitas muat es

(43)

Rata-e.kriteria jumlah nelayan

Lampiran 2 Data aspek lingkungan alat tangkap a.kriteria selektivitas alat tangkap

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-b.kriteria keramahan alat tangkap terhadap habitat

(44)

Rata-30

c.kriteria kualitas hasil tangkapan

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-d.kriteria keamanan penggunaan alat tangkap

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-e.kriteria keamanan produk bagi konsumen

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-f.kriteria by-catch rendah

(45)

Rata-g.kriteria dampak terhadap biodiversity

h.kriteria keamanan terhadap ikan yang dilindungi

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-Lampiran 3 Data aspek sosial ekonomi alat tangkap a.kriteria penerapan teknologi tepat guna

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-b.kriteria jumlah hasil tangkapan

(46)

32

c.kriteria kemandirian terhadap pembuatan alat tangkap

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-rata

1 Jaring insang

hanyut

monofilamen 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3,30

2 Jaring rampus 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3,60

3 Payang 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 3,40

4 Trammel net 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3,20

d.kriteria memenuhi perundang-undangan yang berlaku

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Rata-rata

1 Jaring insang

hanyut

monofilamen 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3,40

2 Jaring rampus 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3,60

3 Payang 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2,90

(47)

e.kriteria tingkat keuntungan

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 Rata-rata

1 Jaring insang

hanyut

monofilamen 300000 240000 240000 210000 180000 240000 240000 180000 210000 240000 228000,00

2 Jaring rampus 4500000 6000000 3000000 6000000 3000000 6000000 4500000 4500000 6000000 6000000 4950000,00

3 Payang 1800000 1950000 1950000 2100000 2100000 1800000 1800000 1950000 1800000 2100000 1935000,00

4 Trammel net 120000 90000 90000 150000 120000 120000 90000 90000 90000 120000 108000,00

f.kriteria biaya operasional

No Alat Tangkap R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 Rata-rata

1 Jaring insang hanyut

monofilamen 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3,40

2 Jaring rampus 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3,80

3 Payang 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2,30

(48)

34

Lampiran 4 Usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap

usaha penangkapan jaring rampus usaha penangkapan trammel net

usaha penangkapan jaring insang hanyut usaha penangkapan payang Lampiran 5 Sumberdaya ikan layur di Kabupaten Cilacap

(49)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1994 dari ayah Maman Suryaman dan Enung Komala. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Angkasa II Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur pada tahun 2012 dan pada tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB periode 2014/2015 sebagai staff Departemen Pengembangan Minat dan Bakat. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain, Juara 1 pada cabang olahraga futsal dalam Pekan Olahraga Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (PORIKAN) IPB pada tahun 2015 dan 2014.

Gambar

Gambar 1 Peta Lokasi Pelaksanaan Penelitian di Perairan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Tabel 1 Responden penelitian
Tabel 2 Pembobotan setiap faktor-faktor SWOT
Tabel 3Matriks SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas adalah ekstrak etanolik biji N. Variabel tergantung adalah insidensi kanker kulit, tumor multiplicity , gambaran histologik kanker kulit , dan ekspresi

Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum maka untuk itu saya mempunyai ide atau gagasan untuk membuat lapas terpencil yang terisolasi

Trowulan Sebagai Kawasan Cagar Budaya Tingkat Nasional harus segera direvisi karena mengandung informasi nama-nama desa dan situs yang salah; (2) SK Mendikbud tersebut harus

tugas yang telah diberikan oleh guru. Analisis Peran kepala sekolah danGuru Dalam Meningkatkan Prestasi. Belajar

Kesulitan guru dalam menyusun instrumen penilaian autentik terletak pada cara mengembangkan indikator dari Kompetensi Dasar, yaitu dalam menentukan kata kerja

pembelajaran IPA Kelas VI di Sekolah Dasar Katolik Kecamatan Langke Rembong pada umumnya sudah memadai untuk terlaksananya kegiatan pembelajaran, tetapi dari

Berdasarkan hasil positif analisis pada 2 variabel yang mewakili literasi keuangan pada penelitian ini, yaitu pengetahuan rumah tangga tentang tempat peminjaman

baru dari siswa lain terkait ilmu pengetahuan. Sedangkan model pembelajaran Open Ended merupakan suatu model. pembelajaran yang menekankan pada hasil akhir atau