• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LATIHAN PERMAINAN TETRIS TIGA

DIMENSI TERHADAP KEMAMPUAN ROTASI MENTAL

PEREMPUAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

JOHAN WIBAWA

101301042

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

Johan Wibawa1 dan Etti Rahmawati2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh latihan permainan tetris tiga dimensi terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental pada perempuan. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 53 orang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014, menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana. Mereka terbagi ke dalam dua kelompok melalui metode random assignment: kelompok kontrol berjumlah 25 orang dan kelompok eksperimen berjumlah 28 orang. Kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan permainan tetris tiga dimensi di smartphone selama tiga hari, masing-masing hari 90 menit, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan apapun.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista yang dirancang ulang dari mental rotation of three dimensional objects test yang pernah diciptakan oleh Roger Shepard dan Jacqueline Metzler (1971). Data penelitian dianalisis menggunakan uji t sampel independen. Berdasarkan hasil analisa data, diperoleh perbedaan peningkatan skor yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, atau dengan kata lain, terdapat pengaruh yang signifikan dari latihan permainan tetris tiga dimensi yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental perempuan.

Kata kunci: Kemampuan Spasial, Kemampuan Rotasi Mental, Perempuan, Tetris Tiga Dimensi

___________________________

1Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara 2

(3)

The Effect of Three-Dimensional Tetris Game on Womens’ Mental Rotation Ability

Johan Wibawa1 and Etti Rahmawati2

ABSTRACT

This study investigated the effect of mental rotation exercise on the improvement of mental rotation ability in women. The number of samples in this study were 53 people from the Faculty of Psychology University of North Sumatera, academic year 2013/2014, which was collected using simple random sampling technique. They were divided into two groups by random assignment method: a control group of 25 people, and an experimental group of 28 people. The experimental group was given the preferential treatment in the form of three-dimensional tetris game play on smartphones during three days, each day ninety minutes, while the control group was not given any treatment.

Measuring instruments used in this study is Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, made from library of Mental Rotation stimuli by Peters and Battista, which is redesigned from mental rotation of three dimensional objects test invented by Roger Shepard and Jacqueline Metzler (1971). The research data were analyzed using independent samples t test. The finding suggests there is a significant difference in gain score between the control group and the experimental group, or in other words, there is a significant effect of the

mental rotation exercise to the improvement of women’s mental rotation ability.

Keywords: Spatial Ability, Mental Rotation Ability, Woman, Three-Dimensional Tetris

___________________________

1Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat-Nya yang telah memberikan kehidupan, berkah, ilmu, kebijaksanaan, dan

kebajikan, serta membimbing penulis hingga akhirnya skripsi yang berjudul

“Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi

Mental Perempuan” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, dan nasehat

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya dan sedalam-dalamnya kepada semua orang yang telah

dipercayakan oleh Tuhan mengisi kehidupan penulis:

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Kedua orangtua penulis yang selama dua puluh dua tahun ini tidak pernah

henti-hentinya menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi penulis.

3. Ibu Etti Rahmawati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, atas dukungan

dan saran-saran luar biasa yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Lili Garliah, M.Si selaku dosen pembimbing seminar yang sudah

bagaikan ibu bagi penulis sendiri. Terima kasih atas semua yang telah ibu

berikan dan korbankan selama membimbing penulis.

5. Ibu Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd, psikolog selaku dosen pembimbing

(5)

6. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog selaku dosen penguji II, dan Kak Rahmi

Putri Rangkuti, M.Psi, Psikolog selaku dosen penguji III.

7. Kak Dina Nazriani, M.Si, dan kak Masitah, M.Siatas perhatian dan kesediaan

waktunya untuk penulis mendapatkan bimbingan ekstra.

8. Adik-adik penulis: Vera Wibawa, Venny Wibawa, Daniel Wibawa, dan

Vanessa Wibawa yang senantiasa menjadi sumber kebahagiaan dan keceriaan

bagi penulis selama ini dan selamanya.

9. Irene Anastasya, Yohanti Viomanna Simanjorang, Putri Mayritza Deecile

Wijaya, dan Suwenny selaku sahabat super!

10. Teman seperjuangan: Vivian, Venti, Wieny, Caroline, Jilly, Vera, Veronica,

Steven, Weillun, Dede, Westley, Raja, dan Tengku Rizky.

11. Keluarga imajiner yang selalu punya cara aneh untuk membuat penulis

tertawa di sela-sela tekanan: Junika, Novira, Rina, Sonya, Mira, Reza Indah,

Reza Yoga, dan Rocky.

12. Semua teman-teman seperjuangan yang tidak mungkin disebutkan satu per

satu di sini. Terima kasih semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kriteria sempurna.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan yang membangun dari

semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, 21 Juli 2014

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Kemampuan Rotasi Mental ... 12

1. Definisi Kemampuan Rotasi Mental ... 12

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Spasial ... 12

a. Usia ... 13

b. Fisiologi Otak ... 13

(7)

1) Faktor Biologis ... 14

2) Faktor Sosio-Kultural ... 15

d. Pemilihan Jurusan ... 16

B. Latihan ... 16

1. Definisi Latihan 16

2. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Latihan ... 17

a. Durasi Latihan ... 17

b.Tipe Latihan ... 18

C. Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi dalam meningkatkan Kemampuan Rotasi Mental Perempuan ... 19

D. Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 21

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

1. Variabel Bebas: Latihan ... 21

2. Variabel Tergantung: Kemampuan Rotasi Mental ... 22

3. Variabel Ekstranous: Suhu Ruangan ... 23

C. Teknik Pengontrolan Variabel ... 23

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

1. Populasi Penelitian ... 23

2. Sampel Penelitian ... 24

E. Teknik Pengambilan Sampel ... 24

(8)

G. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Beda Aitem ... 27

1. Uji Validitas ... 27

2. Uji Reliabilitas ... 27

3. Uji Daya Beda Aitem ... 28

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 28

1. Uji Validitas ... 28

2. Uji Reliabilitas ... 29

3. Uji Daya Beda Aitem ... 29

I. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen ... 29

1. Persiapan Eksperimen ... 29

2. Pelaksanaan Eksperimen ... 30

3. Pengolahan Data... 32

J. Metode Analisis Data ... 32

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Analisa Data ... 33

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 33

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jurusan saat SMA ... 34

b.Gambaran Kelompok Eksperimen Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi Mental ... 34

c. Gambaran Kelompok Kontrol Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi Mental ... 36

2. Hasil Penelitian ... 38

(9)

b. Hasil Uji Hipotesa Penelitian ... 39

c. Effect Size ... 41

B. Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 45

1. Saran Praktis ... 46

2. Saran Metodologis ... 46

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penelitian Rotasi Mental ... 6

Tabel 2 Penelitian Rotasi Mental ... 14

Tabel 3 Blueprint Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista ... 26

Tabel 4 Desain Penelitian ... 30

Tabel 5 Proporsi Awal dan Akhir Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 33

Tabel 6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan saat SMA ... 34

Tabel 7 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Pre-Test Kelompok Eksperimen ... 34

Tabel 8 Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Pre-Test ... 35

Tabel 9 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Post-Test Kelompok Eksperimen ... 35

Tabel 10 Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Post-Test ... 36

Tabel 11 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Pre-Test Kelompok Kontrol ... 36

Tabel 12 Kategorisasi Kelompok Kontrol saat Pre-Test ... 37

Tabel 13 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Post-Test Kelompok Kontrol ... 37

Tabel 14 Kategorisasi Kelompok Kontrol saat Post-Test ... 38

Tabel 15 Hasil Uji Normalitas ... 39

Tabel 16 Hasil Uji Homogenitas ... 39

Tabel 17 Hasil Uji t Terhadap Pre-test Kedua Kelompok ... 39

Tabel 18 Statistik Kelompok ... 40

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Modul I Pengantar Latihan Kemampuan Rotasi Mental ... 53

Modul II Pre-Test ... 60

Modul III Pengenalan Konsep Kemampuan Rotasi Mental ... 62

Modul IV Sesi Latihan ... 65

Modul V Ice Breaking ... 67

Modul VI Post-Test ... 69

Lampiran 2 Slides Teori Kemampuan Rotasi Mental ... 71

Lampiran 3 Slides Demonstrasi Breaking Blocks – 3D ... 73

Lampiran 4 Lembar Pencatatan Skor dan Level... 75

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas ... 77

Lampiran 6 Hasil Uji Daya Beda Aitem... 79

Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas ... 82

Lampiran 8 Hasil Uji Homogenitas ... 84

Lampiran 9 Hasil Uji Hipotesis (Uji t Sampel Independen) ... 86

(12)

Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

Johan Wibawa1 dan Etti Rahmawati2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh latihan permainan tetris tiga dimensi terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental pada perempuan. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 53 orang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014, menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana. Mereka terbagi ke dalam dua kelompok melalui metode random assignment: kelompok kontrol berjumlah 25 orang dan kelompok eksperimen berjumlah 28 orang. Kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan permainan tetris tiga dimensi di smartphone selama tiga hari, masing-masing hari 90 menit, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan apapun.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista yang dirancang ulang dari mental rotation of three dimensional objects test yang pernah diciptakan oleh Roger Shepard dan Jacqueline Metzler (1971). Data penelitian dianalisis menggunakan uji t sampel independen. Berdasarkan hasil analisa data, diperoleh perbedaan peningkatan skor yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, atau dengan kata lain, terdapat pengaruh yang signifikan dari latihan permainan tetris tiga dimensi yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental perempuan.

Kata kunci: Kemampuan Spasial, Kemampuan Rotasi Mental, Perempuan, Tetris Tiga Dimensi

___________________________

1Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara 2

(13)

The Effect of Three-Dimensional Tetris Game on Womens’ Mental Rotation Ability

Johan Wibawa1 and Etti Rahmawati2

ABSTRACT

This study investigated the effect of mental rotation exercise on the improvement of mental rotation ability in women. The number of samples in this study were 53 people from the Faculty of Psychology University of North Sumatera, academic year 2013/2014, which was collected using simple random sampling technique. They were divided into two groups by random assignment method: a control group of 25 people, and an experimental group of 28 people. The experimental group was given the preferential treatment in the form of three-dimensional tetris game play on smartphones during three days, each day ninety minutes, while the control group was not given any treatment.

Measuring instruments used in this study is Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, made from library of Mental Rotation stimuli by Peters and Battista, which is redesigned from mental rotation of three dimensional objects test invented by Roger Shepard and Jacqueline Metzler (1971). The research data were analyzed using independent samples t test. The finding suggests there is a significant difference in gain score between the control group and the experimental group, or in other words, there is a significant effect of the

mental rotation exercise to the improvement of women’s mental rotation ability.

Keywords: Spatial Ability, Mental Rotation Ability, Woman, Three-Dimensional Tetris

___________________________

1Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Perempuan pada masa kini, abad ke-21, telah memiliki kesempatan yang

sama besarnya dengan laki-laki dalam hal bekerja, belajar, dan berkarya. Kondisi

ini sangat berbeda dengan pada masa-masa sebelum abad ke-19 karena pada masa

itu ketidaksetaraan gender masih terasa sangat kental. Perempuan tidak memiliki

kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam banyak hal, dan justru dianggap

memiliki status sosial yang lebih rendah daripada laki-laki (Kartiniedu.net, 2013).

Ketidaksetaraan gender tersebut mulai pudar sejak awal abad ke-19, tepatnya

sejak Raden Ajeng Kartini mempelopori gerakan emansipasi wanita di Indonesia

(Pustakers, 2013), sehingga pada akhirnya perempuan pada masa sekarang

memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam melakukan apapun. Akan

tetapi dalam beberapa hal sehari-hari, perempuan masih memiliki sedikit

keterbatasan dibandingkan laki-laki karena terdapat perbedaan kemampuan yang

dimiliki kedua gender tersebut. Salah satu contohnya dalam hal mengemudikan

kendaraan bermotor.

Perempuan kini telah banyak yang menjadi pengemudi di jalan raya,

bahkan sekarang mereka telah berkesempatan untuk menjadi pengemudi

TransJakarta di Jakarta, padahal sebelumnya jumlah pengemudi perempuan bisa

dikatakan sangatlah sedikit. Kondisi seperti ini tentu merupakan sebuah hal yang

(15)

2

yang dipelopori oleh Kartini berhasil membuat ketidaksetaraan gender menjadi

hilang. Namun seperti pisau yang bermata dua, jumlah pengemudi perempuan

yang semakin banyak ini tentu juga memiliki sisi yang memerlukan perhatian

tambahan.

Perempuan secara rata-rata melakukan 857.000 kesalahan dalam tes

mengemudi pada tahun 2012, lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah

kesalahan laki-laki yang hanya 646.000 (Badan Standar Mengemudi Inggris;

dalam Pikiran Rakyat Online, 2013). Saragih (2014) juga menyimpulkan hal yang

sama berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, dengan

menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak melakukan kesalahan (3.367

kesalahan) saat memarkir kendaraan dibanding laki-laki (1652 kesalahan).

Penelitian dari confused.com (dalam Saragih, 2014) juga mengungkapkan bahwa

perempuan membutuhkan waktu rata-rata yang lebih banyak dibandingkan

dengan laki-laki untuk menyelesaikan semua uji praktek mengemudi, yakni

selama delapan bulan.

Perempuan biasanya paling mungkin gagal saat melakukan parkir mundur,

kesalahan kemudi dan pada saat melakukan perpindahan gigi (Badan Standar

Mengemudi Inggris; dalam Pikiran Rakyat Online, 2013). Riskiansah, dkk.,

(2011) menjelaskan fenomena tersebut terjadi karena pengendara motor

perempuan cenderung melakukan kecerobohan saat mengemudi. Komunikasi

personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa perempuan, baik yang

mengendarai mobil maupun yang mengendarai sepeda motor, mengemukakan

(16)

“Udah cukup lama bisa bawa mobil, tapi sampai sekarang masih sering

susah menakar-nakar jarak antara mobil saya dengan mobil di sekitar. Jadi saya lebih memilih untuk jauh-jauh dari mobil lain daripada terlalu dekat dan tanpa sadar ternyata sudah nabrak.” (Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi mobil, Juli 2014)

“Bawa mobil paling susahnya pas mau antrek (mundur). Sering bingung

kalau antreknya sambil lihat cermin. Saya lebih sering antrek, langsung pake lihat ke belakang. Tapi itu pun sering juga salah-salah.” (Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi mobil, Juli 2014)

“Bawa motor gampang-gampang aja kok. Selama ini aman-aman saja, soalnya aku sendiri memang gak berani ngebut-ngebutan di jalan. Takut perkiraan kecepatan aku itu salah, kirain bisa tancap gas untuk nyalip, eh tau tau malah nabrak. Mending biar lambat asal selamat. Kalau bagian tersulit ketika bawa motor, menurutku pas mau belok. Kadang bisa terlalu lebar belokanku, dan tau taunya udah diklakson sama yang di belakang.” (Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi sepeda motor, Juli 2014)

Kondisi seperti ini tentunya sangat berbahaya bagi perempuan, khususnya

bagi mereka yang memutuskan untuk menjadi pengemudi karena tanpa sadar

mereka telah menempatkan diri pada sebuah kondisi yang sangat beresiko bagi

mereka sendiri. Jumlah pengemudi perempuan di Indonesia tentu tidaklah sedikit,

apalagi sejak banyaknya kendaraan-kendaraan automatic mulai beredar di

pasaran. Tujuh belas pengendara perempuan yang ditanya oleh peneliti

mempertegas fenomena tersebut; mereka menyebutkan bahwa mereka pertama

kali mengendari kendaraan bermotor (baik sepeda motor maupun mobil) sejak

dipasarkannya kendaraan-kendaraan automatic. Asosiasi Industri Sepedamotor

Indonesia (dalam Ariyani, 2012) juga secara tidak langsung memperkuat hal

tersebut melalui data penjualan sepeda motor yang mereka publikasikan. Terlihat

pada tahun 2002, jumlah penjualan sepeda motor adalah sebanyak 2.265.474 unit.

(17)

4

berikutnya mengalami peningkatan lagi menjadi 3.898.744 unit, dan meningkat

tajam menjadi 5.074.186 pada tahun selanjutnya. Peningkatan yang cukup besar

tersebut terjadi pada masa-masa sepeda motor automatic mulai dipasarkan

pertama kali di Indonesia, yakni Yamaha Mio, tepatnya pada tahun 2003.

Angka-angka tersebut memang tidak bisa dipastikan secara langsung bahwa mayoritas

penggunanya adalah perempuan. Namun menariknya, data dari Badan Pusat

Statistik (2012) mengenai angka kecelakaan kendaraan bermotor, memperlihatkan

bahwa terdapat peningkatan jumlah kecelakaan yang cukup tinggi pada tahun

2004, yakni sebesar 17.732 kejadian, padahal pada tahun 2002 dan 2003 hanyalah

12.267 dan 13.399 kejadian. Lebih parah lagi pada tahun 2005, yakni sebesar

91.623 kejadian, atau meningkat sebesar 417% dari tahun sebelumnya.

Mengemudikan kendaraan bermotor, pada dasarnya membutuhkan

kemampuan spasial yang baik. Kemampuan spasial, menurut Lohman (1993),

adalah sebuah kemampuan untuk memanipulasi secara mental

informasi-informasi yang hadir dalam bentuk simbolik atau visual. Buzan (2003)

berpendapat bahwa kemampuan ini adalah kemampuan untuk melihat hubungan

antarbentuk dan hubungan segala sesuatu di ruangan, sebuah kemampuan yang

memungkinkan seseorang untuk memikirkan hubungan-hubungan yang sangat

rumit dalam dunia tiga dimensi. Sedangkan Gardner (1983), dalam bukunya yang

berjudul Frames of Mind, menyebutkan bahwa inti dari kemampuan spasial

adalah kapasitas individu untuk mempersepsikan dunia visual secara akurat, dan

melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi visual tersebut.

(18)

situasi-situasi yang menyajikan informasi-informasi spasial. Orang dengan tingkat

kemampuan spasial yang baik akan lebih peka terhadap rincian-rincian visual,

menggambarkan sesuatu dengan sangat hidup, dan mampu mengorientasikan diri

lebih baik dalam ruang tiga dimensi (Armstrong, 2002).

Kemampuan spasial sangat luas manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari

selain dalam hal mengemudikan mobil. Manfaat-manfaat lainnya menurut Buzan

(2003) adalah membaca peta dan menerjemahkan peta itu menjadi tindakan yang

tepat di wilayah tersebut, berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain di dalam

rumah, mempersiapkan meja, menyeberangi jalan, mengatur atau menata ulang

segala sesuatu di rumah, dan mengayuh sepeda. Kemampuan spasial ini juga

sangat dibutuhkan dalam beberapa profesi dan hobi berikut: Penerjun bebas,

pesenam, pemain sepakbola, balap mobil, ahli astronomi, pelaut, pilot, pelukis,

atlet olahraga beregu, arsitek, pematung, insinyur mekanik, dan ahli bedah.

Komunikasi personal yang dilakukan peneliti terhadap beberapa perempuan

menunjukkan bahwa mereka sering mengalami kesulitan, atau membutuhkan

usaha yang lebih ekstra, dalam melakukan beberapa tugas yang membutuhkan

kemampuan spasial tersebut:

“Aku sering tersesat ketika baru pertama kali masuk ke dalam satu lokasi tertentu. Kadang udah dua atau tiga kali ke sana pun tetap aja aku bisa

tersesat.” (Komunikasi personal terhadap perempuan, Juli 2014)

“GPS (Global Positioning Unit) gak ada gunanya buat aku. Tetap aja aku

(19)

6

Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kemampuan spasial

yang dimiliki oleh pria dan wanita. Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa

perempuan memiliki kemampuan mengemudi yang lebih buruk daripada laki-laki.

Maier (1996), dalam jurnalnya yang berjudul Spatial Geometry and Spatial

Ability – How to make solid geometry solid, membagi kecerdasan spasial ke

dalam lima elemen kemampuan spasial: (a) Spatial Perception, (b) Visualization,

(c) Mental Rotation, (d) Spatial Relations, dan (e) Spatial Orientation. Dalam

sejumlah penelitian, didapatkan sebuah hasil yang selalu konsisten bahwa

laki-laki lebih superior daripada perempuan dalam kemampuan spasial, khususnya

elemen kemampuan rotasi mental dan spatial relation (Linn & Petersen, 1985).

Temuan itu memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Maccoby dan Jacklin

(dalam Mohler, 2008), yang menyebutkan perbedaan gender dalam kemampuan

spasial sangat reliabel, dengan anak laki-laki menunjukkan performansi yang

lebih bagus daripada anak perempuan, dan kemampuan mereka meningkat tajam

ketika melewati masa kanak-kanak. Beberapa penelitian lain yang mendukung

dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Penelitian Rotasi Mental

Peneliti Tahun Tugas Spasial Subjek

Levin, dkk. 2005 Rotasi Mental 66 orang

Silverman, dkk. 2007 Rotasi Mental 7 grup etnis dari 40 negara

Parson, dkk. 2004 Rotasi Mental 44 orang

Roberts, dkk. 1999 Rotasi Mental 20 orang

Roberts, dkk. 2000 Computerized Mental

Rotation 22 orang

Saucier, dkk. 2002 Rotasi Mental 42 orang

Kemampuan rotasi mental adalah satu elemen kemampuan spasial yang

(20)

disimpulkan bahwa kemampuan inilah yang menjadi penyebab utama perempuan

mendapatkan cap sebagai pengemudi yang lebih buruk daripada laki-laki.

Yilmaz (2009) mengemukakan dua faktor penyebab laki-laki memiliki

kemampuan spasial yang lebih baik: (a) faktor biologis, (b) faktor sosio-kultural.

Hormon dan kematangan otak individu adalah dua isu utama yang selalu disoroti

para peneliti secara biologis. Sedangkan secara sosial dan kultural, perbedaan

gender tersebut diperkirakan merupakan akibat dari permainan, peran gender,

ekspektasi sosial dan parental, serta pengalaman-pengalaman yang mempengaruhi

pekembangan kemampuan seseorang. Contoh dari pengalaman-pengalaman

tersebut, misalnya adalah preferensi jenis permainan yang berbeda antara anak

laki-laki dan anak perempuan. Pada umumnya anak laki-laki cenderung lebih

sering, dibandingkan dengan anak perempuan, bermain dengan mainan-mainan

yang membutuhkan manipulasi spasial (Etaugh dan Liss; Levine, dkk.; dalam

Yilmaz, 2009). Selain itu, olahraga-olahraga yang biasanya digeluti oleh kaum

laki-laki mayoritas juga dapat memberikan pengalaman spasial bagi mereka,

misalnya olahraga sepak bola, futsal, bola basket, dan olahraga-olahraga lainnya

yang mengandalkan keakuratan dalam menembak (Kimura, 1999). Beberapa

olahraga lain yang juga berpengaruh pada kemampuan spasial, khususnya

kemampuan rotasi mental, adalah olahraga gimnastik (Jansen & Lehmann, 2013)

dan olahraga pergulatan (Moreau, dkk., 2012).

Inti dari penjelasan faktor sosio-kultural di atas adalah kemampuan spasial

laki bisa lebih superior daripada kemampuan spasial perempuan karena

(21)

8

penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan spasial perempuan

juga sebenarnya dapat ditingkatkan bila mereka juga memiliki banyak

pengalaman yang dapat merangsang kemampuan spasial mereka, yakni melalui

latihan. Thorndike (dalam Elliot, dkk., 1999), melalui teori hukum latihan yang

dicetuskannya juga menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi lebih mahir

dalam melakukan sesuatu apabila prilaku tersebut sering dilakukan secara

berulang-ulang. Performansi kemampuan kognitif seseorang dapat menjadi lebih

cepat dan akurat dengan dilakukannya latihan (Sternberg, dkk., 2008).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti memberikan kepada kaum

perempuan sejumlah pengalaman spasial dalam bentuk latihan, khususnya

pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan elemen rotasi mental, dengan

harapan kemampuan rotasi mental mereka dapat meningkat atau menjadi lebih

baik setelahnya. Lebih jauh, apabila kemampuan rotasi mental perempuan bisa

ditingkatkan melalui latihan yang dirancang oleh peneliti, diharapkan pula mereka

bisa menjadi pengendara sepeda motor maupun mobil yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah

Penyebab kemampuan spasial laki-laki lebih baik daripada kemampuan

spasial perempuan adalah karena mereka memiliki lebih banyak pengalaman yang

dapat meningkatkan kemampuan tersebut. Peneliti berkesimpulan, apabila

perempuan juga terlibat lebih banyak dengan pengalaman-pengalaman yang

mempersyaratkan kemampuan spasial, maka kemampuan spasial mereka juga

(22)

diidentifikasikan oleh Maier (1996), perbedaan tingkat kemampuan yang paling

signifikan antara pria dan wanita adalah dalam kemampuan rotasi mental.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah: apakah kemampuan rotasi mental perempuan dapat ditingkatkan dengan

memberikan lebih banyak latihan rotasi mental?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah kemampuan rotasi

mental perempuan dapat ditingkatkan dengan memberikan lebih banyak latihan

rotasi mental.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun

segi praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi kognitif.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi siapapun yang

mau meningkatkan kemampuan rotasi mentalnya, khususnya bagi

perempuan yang sedang atau akan menjadi pengemudi kendaraan

(23)

10

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti berikutnya

yang akan meneliti lebih lanjut mengenai kemampuan spasial, khususnya

kemampuan rotasi mental.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Bab ini menguraikan teori yang berhubungan dengan variabel-variabel dalam

penelitian dan dinamika antara variabel yang ingin diteliti serta hipotesis

penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai kemampuan spasial.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu

identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode

pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, prosedur pelaksanaan

penelitian, dan metode analisis data.

BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Bab ini terdiri dari uraian mengenai gambaran subjek penelitian berdasarkan

penggolongan usia, angkatan, dan suku, hasil penelitian utama, hasil tambahan

(24)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang mencakup hasil analisa dan intepretasi data

penelitian dan saran berupa saran metodologis untuk penelitian selanjutnya dan

saran praktis bagi siapapun, terutama wanita, yang ingin meningkatkan

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kemampuan Rotasi Mental

1. Definisi Kemampuan Rotasi Mental

Gardner (1983), dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind,

menjelaskan kecerdasan spasial (spatial intelligence) adalah kapasitas individu

untuk menunjukkan kemampuan spasial (spatial ability): mempersepsikan dunia

visual secara akurat, dan melakukan transformasi dan modifikasi terhadap

persepsi visual tersebut. Sederhananya, kemampuan spasial adalah kemampuan

untuk memproduksi gambar bentuk-bentuk di dalam pikiran, dan melakukan

manipulasi secara mental bentuk-bentuk yang sudah disediakan.

Kemampuan rotasi mental merupakan salah satu dari lima elemen

kemampuan spasial. Kemampuan ini adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

untuk melakukan rotasi secara cepat dan akurat terhadap figur dua dimensi

maupun tiga dimensi di dalam pikiran (Maier, 1996). Kemampuan ini sangat

dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat mengemudikan mobil,

menyusun benda-benda secara efektif ke dalam ruang yang terbatas, dan aktivitas

olahraga (Rizzo, dkk., 1998).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Rotasi Mental

Mohler (2008) membuat sebuah review yang cukup lengkap mengenai

(26)

tulisannya yang berjudul ‘A Review of Spatial Ability Research’. Beliau

merangkum setidaknya ada tiga faktor utama yang membedakan tingkat

kemampuan rotasi mental setiap individu, yakni (1) usia, (2) fisiologi otak, dan

(3) gender, ditambah satu lagi yang dicetuskan oleh Peters, dkk. (1995) yaitu (4)

pemilihan jurusan.

a. Usia

Secara keseluruhan, kesimpulan dari penelitian kemampuan rotasi mental

yang berhubungan dengan usia adalah: kemampuan rotasi mental seseorang

meningkat menjadi lebih baik seiring bertambahnya usia. Temuan Newcombe

(2013) mempertegas kesimpulan tersebut, bahwa orang dari segala usia dapat

menunjukkan peningkatan kemampuan rotasi mental. Namun menurut Orde (dalam

Mohler, 2008), peningkatan kemampuan rotasi mental seseorang seiring

bertambahnya usia hanya terjadi pada masa kanak-kanak (childhood years), dan

ketika seseorang tersebut telah memasuki masa-masa dewasa, kemampuan rotasi

mental justru mengalami penurunan seiring bertambahnya usia (Pak; dalam

Mohler, 2008).

b. Fisiologi Otak

Semua penelitian yang berusaha melihat korelasi antara fisiologi otak dan

kemampuan rotasi mental telah mendapatkan sebuah kesepakatan umum: para

individu yang lebih dominan menggunakan otak kanannya akan memiliki

kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada mereka yang lebih dominan

(27)

14

c. Gender

Banyak penelitian menemukan bahwa pria memiliki kemampuan spasial

yang lebih baik daripada wanita, khususnya dalam hal rotasi mental dan Spatial

Relations (Voyer, dkk.; Linn & Petersen; dalam Mohler, 2008). Penelitian ini

memperkuat penelitian pada tahun 1974 yang dilakukan oleh Maccoby dan

Jacklin (dalam Mohler, 2008), yang menyebutkan bahwa anak laki-laki

menunjukkan performansi spasial yang lebih baik daripada anak perempuan,

khususnya ketika mereka telah melewati masa kanak-kanak.

Beberapa penelitian lain yang turut menunjukkan perbedaan gender dalam

hal kemampuan spasial mereka dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Penelitian Rotasi Mental

Peneliti Tahun Tugas Spasial Subjek

Levin, dkk. 2005 Rotasi Mental 66 orang

Silverman, dkk. 2007 Rotasi Mental 7 grup etnis dari 40 negara

Parson, dkk. 2004 Rotasi Mental 44 orang

Roberts, dkk. 1999 Rotasi Mental 20 orang

Roberts, dkk. 2000 Computerized

Mental Rotation 22 orang

Saucier, dkk. 2002 Rotasi Mental 42 orang

Terdapat banyak penjelasan mengenai perbedaan gender dalam hal

kemampuan rotasi mental mereka, namun Yilmaz (2009) mengelompokkannya

menjadi dua:

1) Faktor Biologis

Mayoritas penelitian biologis terhadap perbedaan gender berfokus pada dua hal

utama: hormon dan otak. Androgen adalah hormon yang diyakini memiliki

(28)

Penelitian dari Hampson, Rovelt, dan Altman (dalam Yilmaz, 2009)

menunjukkan bahwa wanita yang memiliki kadar androgen yang tinggi selama

masa perkembangan prenatal, akan memiliki kemampuan rotasi mental yang

lebih baik daripada yang lain. Dan pria yang memiliki kadar androgen yang

rendah pada usia awal memiliki kemampuan rotasi mental yang rendah

daripada pria normal lainnya (Hier dan Crowley; dalam Yilmaz, 2009).

2) Faktor Sosio-Kultural

Permainan, peran gender, ekspektasi sosial dan orang tua, dan

pengalaman-pengalaman lain yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak adalah

aspek-aspek yang tercakup dalam faktor sosio-kultural. Dalam pemilihan

permainan, anak laki-laki cenderung bermain dengan mainan mobil-mobilan

dan balok-balok, yang membutuhkan kemampuan spasial, sedangkan anak

perempuan cenderung bermain dengan boneka-boneka, yang akan berdampak

pada pengembangan kemampuan sosial mereka (Etaugh dan Liss; Levine,

dkk.; dalam Yilmaz, 2009). Pria juga cenderung memilih olahraga-olahraga

yang membutuhkan banyak kemampuan spasial, khususnya olahraga-olahraga

yang memerlukan kemampuan membidik yang baik, seperti sepak bola dan

ice-hockey (Kimura, 1999). Olahraga gimnastik (Jansen & Lehmann, 2013)

dan pergulatan (Moreau, dkk., 2012) juga dapat berpengaruh pada peningkatan

kemampuan rotasi mental mereka.

Pengalaman yang lebih banyak dalam kegiatan atau aktivitas yang melibatkan

(29)

16

lebih baik daripada wanita. Berdasarkan penjelasan faktor sosio-kultural ini,

dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang

dalam suatu bidang tertentu, akan membuat seseorang itu semakin ahli dalam

bidang tersebut. Groot, Chase dan Simon (dalam Matlin, 2008) juga

berkesimpulan yang sama melalui eksperimen mereka yang melibatkan pemain

catur profesional dan amatir: tingkat pemahaman atau pengetahuan individu

dalam bidang tertentu akan mempengaruhi kognisi individu dalam bidang

tersebut. Intinya, Practice makes perfect.

d. Pemilihan Jurusan

Peters, dkk. (1995) menemukan bahwa siswa yang berasal dari jurusan

sains memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada siswa yang

berasal dari jurusan sosial. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Peters

tersebut tidak menjelaskan apakah memang jurusan sains dapat membuat

kemampuan rotasi mental seseorang menjadi lebih baik, atau apakah pada

dasarnya siswa-siswa yang memilih jurusan sains adalah siswa yang memang

telah memiliki kemampuan rotasi mental yang baik.

B. Latihan

1. Definisi Latihan

Latihan, berdasarkan kamus Oxford, adalah melakukan sebuah prilaku

atau aktifitas secara berulang-ulang sehingga seseorang dapat memiliki atau

(30)

dengan teori yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai hukum latihan (law of

exercise). Hukum tersebut berbunyi bahwa semakin sering sebuah respon

dilakukan, maka semakin kuat pula proses belajar yang tercipta, sehingga pada

akhirnya seseorang akan semakin mahir dalam melakukan respon tersebut (dalam

Elliot, dkk., 1999). Sternberg, dkk. (2008) juga menegaskan bahwa performansi

kemampuan kognitif seseorang dapat menjadi lebih cepat dan akurat melalui

latihan. Proses performansi sebuah kemampuan kognitif yang awalnya dilakukan

secara sangat sadar, dengan usaha yang keras, dan terkontrol dapat menjadi

dilakukan dengan usaha yang lebih kecil, secara bawah sadar, dan otomatis berkat

latihan. Latihan dapat membuat seseorang menguasai atau menjadi ahli dalam

bidang yang dilatih, serta dapat menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks

dan baru sekalipun (Hatano & Inagaki; Holyoak; Schon; dalam Gardner, dkk.,

1996).

2. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Latihan a. Durasi Latihan

Sepuluh jam, adalah durasi latihan yang disarankan Feng, dkk. (2007) agar

dapat meningkatkan performansi individu dalam tugas-tugas spasial. Cherney

(2008), dalam penelitiannya yang serupa, menemukan bahwa empat jam saja

sudah cukup efektif untuk meningkatkan performansi individu dalam tugas-tugas

(31)

18

b. Tipe Latihan

Terdapat dua tipe latihan yang dikenal selama ini, yakni Massed Practice

dan Distributed Practice. Perbedaan di antara kedua tipe latihan ini terletak pada

durasi istirahatnya.

1) Massed Practice

Tidak ada masa istirahat di antara setiap sesi latihannya (Burdick; dalam Murray,

dkk., 2003). Schmidt, serta Wek dan Husak (dalam Murray, dkk., 2003)

mendefinisikannya secara lebih longgar dengan menyebutkan bahwa terdapat

masa istirahat di antara setiap sesi latihannya, hanya saja durasi istirahatnya

tersebut cukup singkat.

2) Distributed Practice

Sesi latihan diselingi masa untuk istirahat atau justru topik pembelajaran yang lain

(Burdick; dalam Murray, dkk., 2003). Schmidt (dalam Murray, dkk., 2003)

mendefinisikannya secara lebih jelas dengan menyebutkan bahwa durasi istirahat

tersebut jauh lebih lama daripada durasi latihannya itu sendiri.

Cherney (2008) berkesimpulan bahwa tipe latihan Massed Practice akan

lebih efektif daripada Distributed Practice dalam meningkatkan performansi

individu dalam tugas-tugas spasial. Latihan yang dilakukan dalam beberapa hari

berturut-turut akan lebih efektif daripada latihan yang dilakukan dengan ada jeda

(32)

C. Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Dalam Meningkatkan Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

Kecerdasan spasial (spatial intelligence) adalah kapasitas individu untuk

menunjukkan kemampuan mempersepsikan dunia visual secara akurat, dan

melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi visual tersebut. Secara

sederhana, kemampuan spasial dapat didefinisikan sebagai sebuah kemampuan

untuk memproduksi gambar bentuk-bentuk di dalam pikiran, dan melakukan

manipulasi secara mental bentuk-bentuk yang telah disediakan (Gardner, 1983).

Peter Herbert Maier (1996), dalam tulisannya yang berjudul Spatial

Geometry and Spatial Ability – How to Make Solid Geometry Solid, membagi

kemampuan spasial seseorang ke dalam lima elemen, yaitu: (1) Spatial

Perception, (2) Visualization, (3) Mental Rotation, (4) Spatial Relation, dan (5)

Spatial Orientation. Setelah dilakukan sejumlah penelitian oleh banyak peneliti,

didapat satu kesimpulan yang cenderung konsisten, bahwa pria memiliki

kemampuan spasial yang lebih superior daripada wanita, terutama dalam elemen

rotasi mental dan spatial relation (Voyer, dkk.; Linn & Petersen; dalam Mohler,

2008).

Faktor sosio-kultural adalah salah satu penjelasan kenapa terdapat

perbedaan kemampuan spasial antara kedua gender tersebut (Yilmaz, 2009).

Berdasarkan penjelasan faktor sosio-kultural ini, didapat kesimpulan bahwa

kemampuan spasial pria lebih superior disebabkan karena mereka memiliki lebih

banyak pengalaman (aktivitas) yang dapat mengasah kemampuan spasial mereka

(33)

20

kemungkinan bahwa wanita juga dapat mengembangkan kemampuan spasialnya

dengan terlibat lebih banyak dalam aktivitas-aktivitas yang dapat merangsang

kemampuan spasial. Hal ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

Thorndike mengenai law of exercise. Thorndike menjelaskan bahwa respon

(dalam penelitian ini adalah kemampuan rotasi mental) seseorang dapat dibentuk

dan ditingkatkan intensitasnya dengan mematuhi hukum tersebut. Semakin sering

sebuah prilaku dilakukan, semakin kuat pula efek belajar yang akan tercipta.

Sternberg, dkk. (2008) juga menegaskan bahwa performansi kemampuan kognitif

seseorang dapat menjadi lebih cepat dan akurat dengna dilakukannya latihan. Oleh

sebab itu, dengan semakin sering seorang wanita melakukan aktivitas-aktivitas

atau latihan-latihan yang memerlukan kemampuan spasial, diharapkan

kemampuan spasial mereka juga dapat semakin meningkat. Elemen kemampuan

spasial yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kemampuan rotasi

mental karena elemen ini merupakan kemampuan yang cenderung berbeda secara

signifikan antara pria dan wanita, yakni wanita memiliki kemampuan rotasi

mental yang lebih inferior daripada pria.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: Kemampuan rotasi mental perempuan yang

menerima latihan permainan tetris tiga dimensi akan lebih baik daripada

kemampuan rotasi mental perempuan yang tidak menerima latihan permainan

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan desain

Pretest-Posttest Control Group Design untuk melihat apakah kemampuan rotasi

mental wanita dapat ditingkatkan dengan memberikan lebih banyak latihan

permainan tetris tiga dimensi. Penelitian eksperimental memungkinkan peneliti

untuk melihat hubungan sebab-akibat antara dua variabel. Berikut dijelaskan lebih

lanjut mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan

sampel, metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data,

validitas, reliabilitas, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat tiga jenis variabel yang diidentifikasi untuk dapat menguji

hipotesa dalam penelitian ini. Jenis-jenis variabel tersebut antara lain variabel

bebas, variabel tergantung, dan variabel kontrol:

1. Variabel Bebas : Latihan

2. Variabel Tergantung : Kemampuan Rotasi Mental

3. Variabel Ekstranous : Suhu Ruangan

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Latihan

Latihan adalah melakukan sebuah aktifitas secara berulang-ulang sehingga

(35)

22

yang akan diberikan dalam penelitian ini adalah para partisipan dibiarkan

memainkan permainan di smartphone yang memiliki operating system (OS)

berbasis android dan iOS. Nama permainan yang akan digunakan adalah Breaking

Blocks – 3D versi 1.41 yang diciptakan pada tahun 2013 oleh Tapinator. Latihan

dilakukan selama tiga hari, dengan durasi latihan sekitar 90 (sembilan puluh)

menit per hari.

2. Kemampuan Rotasi Mental

Kemampuan rotasi mental adalah sebuah kemampuan untuk melakukan

rotasi secara cepat dan akurat terhadap figur dua dimensi maupun tiga dimensi di

dalam pikiran. Kemampuan ini diukur dengan menggunakan Mental Rotation Test

of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli

oleh Peters and Battista. Alat tes ini merupakan hasil rancangan ulang dari mental

rotation of three dimensional objects test yang pernah diciptakan oleh Roger

Shepard dan Jacqueline Metzler (1971).

Soal dalam Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang

dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista ini terdiri

dari 40 soal, dan dicetak pada kertas ukuran A5 150 gram. Setiap soal memiliki

dua buah stimulus gambar tiga dimensi. Partisipan diminta untuk menentukan

apakah gambar kedua merupakan hasil rotasi (perputaran) dari gambar pertama

atau bukan. Partisipan diberikan waktu 10 detik untuk menjawab satu soal,

sehingga secara keseluruhan, partisipan hanya memiliki waktu 400 detik untuk

(36)

Skoring dilakukan dengan menghitung jumlah jawaban yang tepat.

Jawaban yang tepat akan diberi skor 1 (satu), sedangkan jawaban yang tidak tepat

akan diberi skor 0 (nol).

Jumlah jawaban yang benar dalam tes rotasi mental tersebut akan menjadi

skor kemampuan rotasi mental masing-masing individu yang menjalani tes itu.

Semakin tinggi skor yang diperoleh, berarti semakin baik pula kemampuan rotasi

mental individu yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor

yang diperoleh berarti semakin buruk pula kemampuan rotasi mental yang

dimilikinya.

3. Suhu Ruangan

Suhu, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ukuran

kuantitatif terhadap temperatur, diukur dengan termometer. Suasana ruangan,

dapat disimpulkan adalah ukuran kuantitatif terhadap temperatur di dalam sebuah

ruangan tertentu.

C. Teknik Pengontrolan Variabel Ekstranous

Variabel ekstranous yang dikontrol oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah suhu ruangan. Teknik pengontrolan variabel yang digunakan adalah teknik

konstansi, yaitu dengan mengatur para partisipan untuk menggunakan ruangan

yang sama, dan menyalakan tiga buah kipas angin dengan kekuatan angin sebesar

(37)

24

D. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang

diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan, (Hadi, 2000). Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan yang berada pada tahap

perkembangan masa dewasa awal.

Karakteristik dari populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Berjenis kelamin perempuan

b. Berusia antara 18 tahun sampai 23 tahun

Kedua karakteristik di atas dibuktikan melalui Kartu Tanda Penduduk

yang dimiliki partisipan.

2. Sampel Penelitian

Hadi (2000) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi

yang dikenakan dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian

kecil dari perempuan yang berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal.

Mahasiswi Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014 dipilih

menjadi sampel dalam penelitian ini untuk memudahkan pengambilan data.

Myers dan Hansen (2005) mengatakan bila penelitian yang dilakukan

terdiri dari sesi pemberian perlakuan yang panjang terhadap sampel, maka tidak

akan mudah untuk menggunakan sampel dalam jumlah yang besar. Penelitian

seperti ini disarankan untuk menggunakan 30 sampel dalam setiap kelompok

(38)

E. Teknik Pengambilan Sampel

Metode maupun teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan

untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu,

dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran

populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi,

2000). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simple random sampling yaitu dengan memilih 60 orang secara acak dari

populasi.

F. Metode Dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pengambilan data dengan alat tes psikologi. Penelitian ini menggunakan

satu alat tes psikologi, yaitu Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format,

yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista yang

disusun ulang oleh peneliti dengan mengacu pada Mental Rotation of Three

Dimensional Objects Test yang pernah diciptakan oleh Shepard dan Metzler

(1971). Gambar-gambar stimulus yang digunakan dalam ala tes ini merupakan

gambar yang diberikan oleh Professor Michael Peters, PhD. dari Universitas

Guelph kepada peneliti pada akhir tahun 2013.

Tes ini terdiri dari 40 soal, dengan 2 alternatif jawaban yaitu benar dan

salah. Pada masing-masing soal terdapat dua buah gambar tiga dimensi. Tugas

partisipan adalah menentukan apakah gambar kedua merupakan hasil rotasi

(39)

26

bila menurutnya gambar kedua adalah hasil rotasi dari gambar pertama, atau

memilih opsi ‘Salah’ bila menurutnya gambar kedua bukan hasil rotasi dari

gambar pertama. Skor 1 akan diberikan bila soal dapat dijawab dengan tepat, dan

skor 0 akan diberikan bila soal gagal dijawab dengan tepat.

Tes ini merupakan tes yang memiliki batas waktu pengerjaan. Alokasi

waktu yang disediakan adalah 10 detik per soal, sehingga secara keseluruhan,

waktu yang tersedia untuk menjawab 40 soal adalah 400 detik. Alokasi waktu ini

ditentukan dengan mengacu pada penelitian Shephard dan Metzler (1971), yang

berkesimpulan bahwa waktu rata-rata yang dibutuhkan seseorang untuk menjawab

[image:39.595.110.518.421.748.2]

satu soal itu adalah 6 detik. Berikut adalah cetak biru alat tesnya:

Tabel 3.Blueprint Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista

No. Kunci

Jawaban Jenis Manipulasi Jumlah Aitem Persentase

1 Benar

Rotasi 45o sumbu X 2

60 %

Rotasi 45o sumbu Y 2

Rotasi 45o sumbu Z 2

Rotasi 90o sumbu X 2

Rotasi 90o sumbu Y 2

Rotasi 90o sumbu Z 2

Rotasi 135o sumbu X 2

Rotasi 135o sumbu Y 2

Rotasi 135o sumbu Z 2

Rotasi 180o sumbu X 2

Rotasi 180o sumbu Y 2

Rotasi 180o sumbu Z 2

2 Salah

Refleksi (pencerminan) 2

40 % Refleksi + Rotasi 90 sumbu X 2

Refleksi + Rotasi 90o sumbu Y 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu Z 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu X 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu Y 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu Z 2

Bentuk Berbeda 2

(40)

G. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Beda Aitem 1. Uji Validitas

Validitas dibutuhkan untuk melihat apakah suatu alat ukur dapat

melakukan fungsi ukurnya dengan baik. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat

dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan

fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud

dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004). Validitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah validitas isi. Azwar (2004) menyebutkan bahwa

validitas isi adalah validitas yang diestimasi dengan menguji isi tes melalui

metode professional judgment. Professional judgment dalam penelitian ini

melibatkan tiga dosen departemen psikologi umum dan eksperimen di Fakultas

Psikologi USU.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur dibutuhkan untuk melihat konsistensi di antara

aitem-aitem yang membentuk tes secara keseluruhan (Azwar, 2004). Uji reliabilitas

dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal: single trial

administration, yaitu dengan melakukan uji coba alat ukur pada sekelompok

individu sebagai sampelnya. Metode perhitungan koefisien reliabilitas yang

digunakan adalah dengan Coefficient Alpha atau Cronbach’s Alpha. Perhitungan

dilakukan dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for

Windows Evaluation Version. Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan

(41)

28

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki

atribut yang hendak diukur. Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan

menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor

skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total

yang dikenal pula dengan istilah parameter daya beda aitem (Azwar, 2009). Daya

beda aitem tersebut dianggap memuaskan jika koefisien korelasi aitem total

mencapai nilai minimal 0,2 (Thorndike, dkk.; Crocker & Algina; dalam Azwar,

2010).

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format,

yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista

dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2014 di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara. Uji coba ini melibatkan 101 orang sebagai sampel yang sesuai dengan

karakteristik populasi penelitian.

1. Uji Validitas

Jenis validitas yang diuji terhadap alat ukur Mental Rotation Test of

Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli

oleh Peters and Battista adalah validitas isi. Validitas ini diuji dengan cara

meminta pendapat profesional dari tiga dosen departemen psikologi umum dan

(42)

tersebut antara lain: Etti Rahmawati, M.Si, Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog, dan

Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi, Psikolog.

2. Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur, setelah dihitung dengan metode

Cronbach’s Alpha, menunjukkan koefisien reliabilitas yang memuaskan yakni

sebesar 0,903.

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan sekaligus dengan uji realibilitas. Hasil uji

coba menunjukkan koefisien aitem total dari masing-masing aitem berada pada

rentang 0,236 dan 0,568, sehingga tidak ada aitem yang harus dikeluarkan dari

alat ukur. Cetak biru alat ukur setelah uji coba tetap sama dengan cetak biru alat

ukur sebelum uji coba.

I. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Prosedur pelaksanaan eksperimen terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap

tersebut terdiri dari (1) Tahap persiapan eksperimen, (2) Tahap pelaksanaan

eksperimen, dan (3) Tahap pengolahan data.

1. Persiapan Eksperimen

Pada tahapan ini peneliti melakukan langkah – langkah sebagai berikut:

a. Peneliti mempersiapkan modul latihan (Lampiran 1) yang terdiri dari

langkah-langkah pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen.

b. Modul latihan tersebut kemudian divalidasi dengan meminta Professional

(43)

30

c. Selanjutnya peneliti melakukan validasi terhadap permainan Breaking Blocks –

3D versi 1.41 yang diciptakan pada tahun 2013 oleh Tapinator.

d. Peneliti lalu mempersiapkan 30 gadgets yang telah di-install permainan

Breaking Blocks – 3D versi 1.41 yang diciptakan pada tahun 2013 oleh

Tapinator.

2. Pelaksanaan Eksperimen

Setelah peneliti berhasil mempersiapkan modul latihan, selesai merancang

alat tes rotasi mental, maka peneliti mulai mengumpulkan sampel yang sesuai

dengan karakteristik populasi. Pemilihan partisipan ini dilakukan dengan

menggunakan teknik simple random sampling.

Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah eksperimen murni.

Peneliti memanipulasi variabel bebas (latihan permainan tetris tiga dimensi) untuk

melihat pengaruhnya terhadap variabel tergantung (kemampuan rotasi mental)

dalam situasi yang terkontrol. Sedangkan desain penelitian yang peneliti gunakan

adalah Pretest-Posttest Control Group Design (Seniati, dkk., 2005). Secara

[image:43.595.235.399.596.755.2]

ringkas, desain penelitian dapat dilihat pada model berikut:

Tabel 4. Desain Penelitian R (KE) O1 X  O2

R (KK) O1  O2

Catatan:

R = Random Assignment KE = Kelompok Eksperimen KK = Kelompok Kontrol O1 = Pre-test

O2 = Post-test

(44)

Berikut adalah langkah-langkah proses pelaksanaan eksperimen dengan

desain tersebut:

a. Semua partisipan dikumpulkan di dalam satu tempat dan waktu yang

bersamaan, yaitu di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Peneliti

lalu menjelaskan tujuan sekaligus manfaat-manfaat yang bisa didapat oleh

mereka setelah mengikuti penelitian ini.

b. Para partisipan kemudian dibagi secara acak (random assignment) ke dalam

dua kelompok dengan jumlah yang seimbang. Satu kelompok menjadi

kelompok kontrol, dan kelompok yang lainnya menjadi kelompok eksperimen.

c. Kemampuan rotasi mental kedua kelompok tersebut langsung diukur (pre-test)

dengan menggunakan alat tes rotasi mental yang sudah di-design oleh peneliti.

d. Khusus untuk kelompok eksperimen, peneliti kemudian memberikan latihan,

yang terdiri dari pemberian informasi mengenai konsep-konsep rotasi mental,

dan memainkan permainan Breaking Blocks – 3D versi 1.41 yang diciptakan

pada tahun 2013 oleh Tapinator. Latihan ini berlangsung selama tiga hari,

dengan durasi sembilan puluh menit latihan dalam satu hari, sesuai modul yang

telah dipersiapkan oleh peneliti. Sedangkan untuk kelompok kontrol, peneliti

tidak memberikan perlakuan atau latihan apapun.

e. Setelah kelompok eksperimen menyelesaikan masa latihannya, kedua

kelompok itu kemudian diuji lagi kemampuan rotasi mentalnya (post-test)

dengan alat tes rotasi mental yang sama dengan yang telah digunakan

(45)

32

3. Pengolahan Data

Data pre-test dan post-test yang telah diperoleh dari kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen digunakan untuk dihitung gain-score-nya. Gain score

masing-masing kelompok dihitung dengan mengurangi skor pada pre-test dengan

skor pada post-test. Gain score dari masing-masing kelompok tersebut lalu diolah

dengan menggunakan metode statistik. Pengolahan data-data ini menggunakan

bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version.

J. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah independent samples

t-test dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for

Windows Evaluation Version. Tujuan dari penggunaan metode analisis data ini

adalah untuk melihat ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel

tergantung, atau untuk melihat signifikansi perbedaan antara gain score kelompok

(46)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Keseluruhan hasil penelitian akan dibahas di dalam bab ini. Analisa data

dilakukan dengan menguraikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil

penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai hasil-hasil analisa

data.

A. Analisa Data

1. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014, yang kemudian dibagi ke

dalam dua kelompok, yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada

hari pertama, jumlah subjek yang berpartisipasi adalah sebanyak 61 orang,

sedangkan pada hari terakhir (hari ketiga), jumlah subjek yang berpartisipasi

tersisa 53 orang. Berikut adalah tabel distribusi kedua kelompok pada awal dan

[image:46.595.109.516.604.679.2]

akhir eksperimen:

Tabel 5. Proporsi Awal dan Akhir Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Jumlah (Pre-Test)

Persentase (Pre-test)

Jumlah (Post-Test)

Persentase (Post-Test)

Eksperimen 31 50,82 % 28 52,83 %

Kontrol 30 49,18 % 25 47,17 %

(47)

34

a. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan saat SMA

Terdapat dua jenis jurusan yang dapat dipilih subjek pada saat mereka

duduk di bangku SMA, yakni jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) atau IPS

(Ilmu Pengetahuan Sosial). Berikut adalah gambaran jurusan subjek dalam

[image:47.595.105.518.277.339.2]

penelitian ini:

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan saat SMA

Jenis Jurusan Jumlah Persentase

IPA 39 73,58 %

IPS 14 26,42 %

Total 53 100 %

b. Gambaran Kelompok Eksperimen Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi

Mental

Kategorisasi skor kemampuan rotasi mental dapat dilakukan dengan

menghitung mean hipotetik dan standar deviasi hipotetik dari alat tes yang

digunakan, yakni Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat

dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista. Alat tes ini terdiri

dari 40 aitem dengan dua pilihan jawaban yang memiliki skor antara 0 atau 1,

sehingga dapat dihitung secara hipotetik skor maksimumnya adalah sebesar 40 x 1 =

40 dan skor minimumnya adalah sebesar 40 x 0 = 0. Perbandingan mean empirik

dan mean hipotetik kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat

pre-test dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Pre-Test Kelompok Eksperimen

Empirik Hipotetik

Mean Max Min SD Mean Max Min SD

(48)

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh mean hipotetik sebesar 20 dengan

standar deviasi 6,67, sedangkan dari hasil data penelitian kelompok eksperimen

diperoleh mean empirik sebesar 25,39 dan standar deviasi 7,49. Perbandingan

antara kedua mean tersebut menunjukkan nilai mean empirik yang lebih tinggi

daripada nilai mean hipotetik (25,39 > 20), yang berarti bahwa secara umum

kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat pre-test lebih tinggi

(5,39 poin) daripada kemampuan rotasi mental populasi pada umumnya.

Masing-masing subjek penelitian dalam kelompok eksperimen dapat digolongkan ke

dalam tiga kategori, yaitu tingkat kemampuan rotasi mental tinggi, sedang, dan

rendah. Berikut adalah gambaran kelompok eksperimen pada saat pre-test

[image:48.595.107.519.441.548.2]

berdasarkan tingkat kemampuan rotasi mental:

Tabel 8. Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Pre-Test

Rentang Nilai

Kategori Tingkat Kemampuan Rotasi

Mental

Jumlah (N)

Persentase (%)

X < 13,33 Rendah 0 0

13,33 ≤ X < 26,67 Sedang 15 53,57

X ≥ 26,67 Tinggi 13 46,43

TOTAL 28 100

Mean empirik kelompok eksperimen mengalami peningkatan pada saat

post-test dilakukan. Berikut adalah ringkasan perbandingan mean empirik dan mean

hipotetik kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat post-test:

Tabel 9. Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Post-Test Kelompok Eksperimen

Empirik Hipotetik

Mean Max Min SD Mean Max Min SD

(49)

36

Perbandingan antara kedua mean tersebut menunjukkan nilai mean

empirik yang lebih tinggi daripada nilai mean hipotetik (31,39 > 20), yang berarti

bahwa secara umum kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat

post-test lebih tinggi (11,39 poin) daripada kemampuan rotasi mental populasi

pada umumnya. Nilai ini juga lebih tinggi daripada nilai mean empirik pada saat

pre-test (31,39 > 25,39), yang berarti ada peningkatan sebesar 6 poin setelah

kelompok tersebut mendapatkan perlakuan. Berikut adalah gambaran kelompok

[image:49.595.105.520.360.465.2]

eksperimen pada saat post-test berdasarkan tingkat kemampuan rotasi mental:

Tabel 10. Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Post-Test

Rentang Nilai Kategori Tingkat Kemampuan Rotasi Mental Jumlah (N) Persentase (%)

X < 13,33 Rendah 0 0

13,33 ≤ X < 26,67 Sedang 6 21,43

X ≥ 26,67 Tinggi 22 78,57

TOTAL 28 100

c. Gambaran Kelompok Kontrol Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi Mental

Alat tes yang digunakan pada kelompok kontrol sama dengan alat tes yang

digunakan pada kelompok eksperimen yakni Mental Rotatio

Gambar

Tabel 1. Penelitian Rotasi Mental
Tabel 2. Penelitian Rotasi Mental
Tabel 3. Blueprint Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista
Tabel 4. Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan penelitian, diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh latihan berbeban (kelompok eksperimen) dan non berbeban (kelompok kontrol)

Terdapat pengaruh perbedaan peningkatan kelincahan antara kelompok pembelajaran permainan kasti dan kontrol bagi siswa yang memiliki kemampuan motorik rendah,

&gt; , maka diterima, dengan kata lain terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan demikian dapat

Oleh karena F hitung = 6,65 &gt; F tabel 4,49 maka hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara test awal dan test akhir pada kelompok

Hal ini membuktikan bahwa ada perbedaan Keaktifan Belajar Siswa yang signifikan antara kelompok kelas kontrol dan eksperimen dengan kata lain terdapat pengaruh model

Oleh karena F hitung = 6,65 &gt; F tabel 4,49 maka hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara test awal dan test akhir pada kelompok

1) Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest membaca permulaan kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Nilai Exact Sig. 2) Ada perbedaan yang signifikan

Sig 2- tailed menunjukkan lebih kecil dari dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan hasil lompat jauh antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen