• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempelajari Efektivitas Pelapis Edibel Khitosan pada Buah Tomat Segar Selama Penyimpanan di Suhu Kamar dan Suhu Dingin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mempelajari Efektivitas Pelapis Edibel Khitosan pada Buah Tomat Segar Selama Penyimpanan di Suhu Kamar dan Suhu Dingin"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)

p:

'2

,e

y

,

);

l

! {;7 . .

l>

I

M~EMPELAJARI

EFEKTIVITAS PELAPIS EDIBEL KHITOSAN

r q i :

u

PADA BUAH TOMAT SEGAR SELAMA PENYIMPANAN

-6%

t> a$:

9.\

DI SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

OLEH

:

DARKAM MUSADDAD

PROGRAM PASCASARJANA

(84)

DARKAM MUSADDAD. Mempelajari Efektivitas Pelapis Edibel Khitosan pada Buah Tornat Sela~na Penyirnpanan di Suhu Kamar dan Suhu Dingin. Dibimbing oleh

ATJENG M SYARIEF dan ROKHANI HASBULLAH.

Buah tomat merupakan kommoditi yang tergolong sangat mudah rusak (very

perishable), sedangkan konsumen menginginkannya dalam keadaan segar. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mempertahankan kesegaran buah sehingga dapat tersedia secara kontinyu dan pada gilirannya dapat mengatasi fluktuasi harga. Pelapis edibel berfungsi sebagai havier terhadap uap air, gas 0 2 dan COZ, sehingga dapat memodifikasi atmosfir internal pada buah dan pada akhirnya diharapkan dapat menunda pernatangan dan meinperpanjang umur simpan.

Penelitian dilaksanakan sela~na 4 bulan terhitung mulai bulan Mei sa~npai Agustus 2002 bertempat di Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang dan Institut Pertanian Bogor di Bogor. Bahan yang digunakan meliputi: tomat kultivar Arthaloka, khitosan. bahan kirnia untuk analisis nutrisi dan bahan ~enolong. Sedangkan

-

w

peralatan yang digunakan terdiri atas Hot piale, timbangan analitik, tennometer, termohigrograph, Rheometer (Model CR-300), Chromameter (Minolta CR-200), Gas ~romatogrr;fi (GC-HP 5890); Refiigeralor, -rak tempat penii~npana~l buah tomat, stoples, oven, desikator, dan alat-alat gclas untuk analisis. Dalam percobaan ini digunakan dua suhu penyimpanan, yaitu suhu karnar (28-30 "C; RH 45 - 60%) dan

suhu dingin (9-1 2 "C; RH 60 - 70%) densan empat konsentrasi khitosan (kontrol/O%, I%, 1.5%, dan 2%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapis edibel khitosan terbukti efektif dalam menghambat laju respirasi buah tomat selama penyimpanan, baik pada buab yang disimpan di suhu kainar maupun di suhu dingin. Peningkatan konsentrasi khitosan (sampai 2%) diikuti oleh penurunan laju respirasi buah tomat. Laju respirasi buah tomat yang disimpan di suhu kamar lebih tinggi dibandingkan dengari taju respirasi di suhu dingin.

Ditinjau dari aspek perubahan sifat fisikokin~ia buah tomat sela~na penyimpanan, perlakuan khitosan 1% dan 1.5% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata hbandingkan dengan kontrol.

Buah tomat yang dilapisi khitosan 2%, baik yang disimpan pada suhu kamar maupun suhu dingin, inenunjukkan kadar air, total asam dan kavakteristik wama paling baik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Namun mernberikan kekerasan terendah dan susut bobot tertinggi. Khusus pada penyimpanan suhu kamar konsentrasi khitosan 2% mengakibatkan pengkeriputan dan pengecilan ukuran buah.

(85)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul " Mewzpelajari Efektivitas

Pelapis Edibel Khitosan padn Buah Tomt Segar Selarna Penyimgnnan di S ~ h u

Kninar dan Suhu Di~tgin" adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan

belum pernah dipublikasikan. Semua surnber data dan informasi telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiltsa kebenarannya.

V

Darkam Mus ddad

(86)

MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PELAPIS EDIBEL KHITOSAN

PADA BUAH TOMAT SEGAR SELAMA PENYIMPANAN

D1 SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

DARKAM MUSADDAD

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk melnperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

PROGRAM PASCASARJANA

INSTlTUT PERTANIAN BOGOR

(87)

Judul Tesis : Mempelajari Efektivitas Pelapis Edibel Khitosan pada Buah Tomat Segar Selama Penyimpanan di Suhu Kalnar dan Suhu Dingin

Naina : Darkarn Musaddad

NRP : P24500008

Program Studi : Teknologi Pascapanen

Menyetuj ui,

IComisi Pembimbing

Dr. Ir. Atieng M. Svarief, MSAE Ketua

Mengetahui,

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasajana

Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria

(88)

Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 11 Juli 1965 sebagai anak kedua

dari H. Surtani dan Hj. Elismanah. Penulis merupakan putra kedua dari tiga

bersaudara.

Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Siliwanb~ di Tasikmalaya, lulus pada tahun 1989. Pada tahun

2000, penulis diterima di Program Studi Teknologi Pascapanen Program Pascasarjana

IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari ARMP I1 Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Tanaman Sayuran,

Lembang sejak tahun 1992. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis

(89)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan

rahinat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasii diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2002 ini ialah pelapis

edibel, dengan judul Metnpelajari Efektivitas Pelapis Edibel Khitosan pada Buah

Tomat Segar Sela~na Penyimpanan di Suhu Kamar dan Suhu Dingin.

Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Yang terhonnat:

1. Bapak Dr.lr. Atjeng M Syarief MSAE dan Bapak Dr.lr. Rokhani Hasbullah, MSi,

masing-masing selaku ketua dan anggota kornisi pembimbing yang telah

inemberikan arahan, saran dan bimbingannya.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, selaku Ketua Program Studi Teknologi

Pascapanen pada Program Pascasa jana Institut Pertanian Bogor.

3. Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, MAgr, selaku penguji luar komisi yang telah

berkenan menguji dan memberikan saran perbaikan.

4. Ketua Kornisi Peinbinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian, Pilnpro A R M I1 dan

Kepala Baiai Penelitian Tanaman Sayuran, Lernbang.

5. Ayah, Ibu, istriku, dan anak-anakku tercinta Alief'& Nisu, serta seluruh keluarga.

6. Rekan-rekan TPP '2000 dan rekan-rekan penghuni Asrama Gilang Kencana.

Penulis menyadari tulisan ini inasih jauh dari seinpurna. Namun de~nikian

penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2002

(90)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... ...

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN . . .

. .

. . .

. . .

. . .

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Buah Tomat Kandungan Zat Gizi B

Fisiologis Pascapanen Buah Tom

Pelapis Edibel ... . Sifat Fisikokimia Khitosan

Penyimpanan Dingin

BAHANDANMETODE

Telnpat dan Waktu ... ... ... ... Bahan dan Alat

. .

Metode Penel~t~an ...

.

.

.... ... ... . . .

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

. .

Karakterlst~k Khitosan . . .

. . .

. . .

. . .

. . .

.

. . . . .... . . . Laju Respirasi Buah Tomat . ..

. .. .

. . . .. . .

.

..

. ..

. . . ... . . .

. . . .

. ... Perubahan Sifat Fisikokimia Buah Tolnat

.

. . ... .. ... Umur Simpan

DAFTAR PUSTAKA . . . ... ...

(91)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 . Deskripsi karakteristik buah tomat ... 6

2 . Komposisi nilai gizi buah tomat segar per 100 y a m bahan ... 7

3 . Karakteristik khitosan hasil eksperiinen dan standar mutu khitosan

...

sesuai Protan laboratories 28

4 . Karakter respirasi buah tolnat pada hari kesatu ... 32

5 . Susut bobot buah toinat selaina penyilnpanan ... 34

6 . Icadar air buah tomat selama penyiinpanan ... 38

7

.

Total asam buah tomat selama penyimpanan ... 40

8

.

Kekerasan buah tomat selama penyimpanan ... 44

9 . Kecerahan wama (L") buah tomat selama penyimpanan ... 46

10 . Skala wama (Hue value) buah tomat selama penyimpanan ... 47

1 1 . Hasil uji organoleptik dan pengukuran kekerasan buah tomat ... 50

12 . Persamaan regresi. ltoefisien deterlninasi (R2) dan umur simpan

(92)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 . Proses ekstraksi lthitosan ... 19

2 . Pencelupan buah tomat ke dalam larutan khitosan ... 20

...

3 . Sampel tomat dalam stoples untuk pengukuran laju respirasi 21

4

.

Diagram alir penelitian ... 27

5

.

Grafik laju respirasi buah tomat selama penyimpanan berdasarkan

laju konsumsi O2 dan laju produksi C02 ... 30

6 . Kondisi buah toinat dari kombinasi perlakuan suhu kamar dan

konsentrasi 2% pada 24 hari penyiinpanan ... 36

7 . Grafik perubahan kadar air buah toinat selaina penyilnpanan ... 37

8 . Grafik perubahan total asam buah tomat selama penyimpanan ... 39

9 . Grafik perubaban kekerasan buah tomat selama penyimpanan ... 42

10 . Penyimpangan wama pada buah tomat yang disimpan di suhu

(93)

Nomor Halaman

1. Prosedur operasional baku (Sfundurd Operution I'rocedure)

.

.

ekstraksl kh~tosan ... 58

2. Format uji organoleptik metoda Hedonik ... 59

3. Hasil analisis statistik karakter respirasi buah tornat selama ...

penyunpanan 60

...

(94)

PENDANULUAN

Latar Belakang

Tomat termasuk sayuran buah yang banyak digemari karena rasanya yang

enak, segar dan sedikit asam. Berdasarkan analisis terhadap nilai gizi, Direktorat Gizi

Depkes RI (1990) melaporkan babwa buah tomat mengandung vitamin A, C dan B,

protein, leinak, karbohidrat, serta mineral tertentu yang berguna bagi tubuh. Karena

itu tomat bersifat lnultiguna antara lain sebagai sayuran, burnbu masak, buah ineja,

minuman. bahan pewama makanan, bahan kosmetik dan obat-obatan. Dengan

delnikjan tidak mengberankan apabila komoditas tersebut terus berkembang dalan

perdagangan, baik di dalain maupun di luar negeri. Perkembangan perdagangan

tersebut telah mendapat respon dari petani, dengan meningkatnya luas panen dan

produksi tomat. Sebagai gambaran, luas panen to~nat di Indonesia pada tahun 1997

sebesar 44 068 Ha dengan produksi 460 542 ton, sedangkan pada tahun 2000

lnencapai luas panen 45 215 tIa dengan produksi 593 392 ton (Dijen Binprod.

Iiortikultura, 2001).

Buah tomat ~nerupakan kommoditi yang tergolong sangat mudah rusak (Very

perislzuble). Kerusakan pascapanen pada buah tomat meliputi kerusakan fisik,

fisiologs, inekanis dantatau mikrobiologis. Jenis-jenis kerusakan tersebut akan

berpengaruh terhadap tingkat kesegaran buah tomat, sedangkan konsumen umumnya

(95)

untuk mempertahankan kesegaran sehingga dapat tersedia dalam keadaan segar

secara kontinyu dan pada gilirannya diharapkan dapat menekan fluktuasi harga.

Tomat melnpunyai selaput lilin alalni di permukaan luar yang berfungsi

melindungi buah dari kerusakan, terutalna akibat pengaruh fisiologis dan

mikrobiologis, namun sebagian hilang karena proses pemanenan dan penanganan

pascapanen. Suatu lapisan lilin tambahan (pelapis edibel) yang diberikan dengan

sengaja dengan kepekatan dan ketebalan yang optimal dapat menghindarkan keadaan

anaerobik dala~n buah, dan melnberikan perlindungan terhadap organisme-organisme

pembusuk. Keuntungan lain dari pelapis lilin adalah dapat menutupi Iuka akibat

pernanenan dan menjadikan penampakan lebih menarik (O'Brien, 1975).

Nisperos-carried0 el ul (1990) mengemukakan pelapis edibel berfungsi

sebagai burrier yang baik bagi uap air, gas 0 2 dan C 0 2 serta mencegah menguapnya

aroma khas dari produk pangan. Dengan demikian pelapis edibel dapat

mernodifikasi atmosfir internal pada buah (kandungan O2 akan menurun dan C02

meningkat). Kondisi tersebut akan memperlambat laju respirasi dan akhirnya akan

menunda pelnatangan dan senescel~ce dengan cara yang mirip lnetoda penyirnpanan

atmosfir terkendali (Baldwin, 1994).

Penelitian pelapis edibel dari bahan alam terhadap buah tomat telah dilakukan

antara lain dengan lnenggunakan lilin lebah. Hasilnya men~mjukkan bahwa

konsentrasi emulsi lilin 9% dan 10% dapat lnernberikan umur sirnpan buah tomat 4

hari lebih lama dibandingkan dengan tanpa pelapisan, yaitu masingmasing 16 dan 12

(96)

diberi fungisida (0,10%), sehingga dikhawatirkan dapat berpengaruh negatif terhadap

kesehatan. Chandrayani (1999) telah melakukan penelitian pelapis edibel dari pektin

pod coklat pada buah toinat, hasilnya menunjukkan penainpakan buah tomat dengan

pelapisan masih disukai panelis 5 hari lebih lama dibandingkan dengan tanpa

pelapisan, yaitu masing-masing 20 dan 15 hari pada penyimpanan di suhu kamar.

Bahan pelapis edibel lain yang inempunyai prospek yang baik adalah

khitosan. Khitosan diperoleh dari khitin setelah mengalami deasetilasi

(menghilangkan gugus asetil) dengan menggunakan suhu tinggi dan alkali

berkonsentrasi tinggi. Khitosan bersifat mudah mengalami degradasi secara biologis,

tidak beracun, mempunyai berat molekul tinggi dan tidak larut pada pH 6,5

(Anonymous, 1987).

Khitosan dapat memhentuk lapisan semipermiabel sehingga mampu

memodifikasi atmosfir internal pada buah, dengan demikian pematangan tertunda

dan la!u transpirasi buah-buahanisayuran menurun (Nisperos-carriedo, 1994).

Penggunaan pelapis khitosan dengan konsentrasi 1,5% pada buah strawbery yang

disimpan pada suhu 13" C terbukti inarnpu rnenekan kerusakan buah selama

penyimpanan (El Graouth et nl., 1991). Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa strawberry yang diberi pelapis khitosan lebik tinggi tingkat kekerasannya,

prodiksi antosianin dan total asamnya daripada strawbeny tanpa pelapis khitosan

maupun strawbery yang diberi fungisida.

Efektivitas pelapis edibel pada buah diartikan sebagai kemampuan pelapis

(97)

menciptakan atmosfir internal buah yang sesuai dan potensinya dalam memperlambat

penurunan mutu. Oleh karena itu penilaian efektivitas pelapis edibel dapat ditinjau

dari perubahan gas internal, laju respirasi daniatau dari perubahan parameter mutu

buah (Wong E / ul, 1994). Untuk mengetahui efektivitas khitosan sebagai pelapis

edibel pada buah tolnat selama penyimpanan masih perlu dilakukan penelitian.

Tujuan Penelitian

Tujuan umurn dari penelitian ini untuk memperoleh konsentrasi pelapis edibel

khitosan yang dapat diaplikasikan pada buah tomat, sehingga dapat memperla~nbat

penurunan mutu dan meningkatkan umur simpan. Disamping itu juga untuk mengkaji

perubahan mutu yang terjadi sela~na penyimpanan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1) Meinpelajari penganth penggunaan pelapis edibel khitosan terbadap

karakteristik respirasi dan fisikokimia buah tomat selama penyimpanan.

2) Mempelajari pengaruh penggunaan pelapis edibel khitosan terhadap umur

siinpan buah tomat pada suhu kamar dan suhu dingin.

Hipotesis

I) Pelapisan buah tomat dengan pelapis edibel khitosan dapat menekan laju

respirasi dan menekan perubahan karakteristik fisikokilnia buah tomat.

2) Pelapisan buah tomat dengan pelapis edibel khitosan dapat rnernperpanjang

(98)

Kegunaan Penelitian

I-Iasil penelitian diharapkan dapat memberikan sulnbangan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rneinpertahankan mutu dan

lnernperpanjang umur silnpan buah tomat khususnya dan buah-buahan pada

ulnumnya dengan cara ~nenggunakan pelapis edibel khitosan, sehingga dapat

menekan fluktuasi harga dan lnelnberikan nilai tambah bagi pelaku agribisnis

(99)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Buah Tomat

Buah tomat sangat bervariasi dalain ukuran, bentuk, wama, kekerasan, rasa

dan kandungan bahan padatnya. Semua komponen tersebut berpengaruh terhadap

lnutu buah tomat. Karakteristik lnorfologi buah tomat dapat dilihat pada Tabel 1

Bentuk

Tabel 1. Deskripsi karakteristik buah tornat (Esquinas dan Alcazar, 1981).

Wama kulit buah lnuda Karakteristik Ukuranidia~neter

Warna kulit buah tnasa!!

Deskripsi Sangat kecil(< 3 cm) Kecil(3 - 5 cm) Seda~ig (5 - S cm)

Besar ( 8 - 10 cm) Sangat besar ( > 10 cm)

Gepeng Agak gepeng A& bulat Bulat Pzoiir

Plutt1

Bahu buah hijau gelap Bahu buah hijau terang Bahu buah seragam gelap

I

Bahu buah seragam terang Merah

Meral? keunguan

Warna perikarp Hijau

[image:99.599.83.517.281.739.2]
(100)

Berdasarkan bentuk buahnya tomat komersial dibedakan atas empat tipe

yaitu: (1) tornat biasa (L)copersicon commune), bentuk buahnya bulat pipih dan tidak

teratur; (2) tomat apel (L. py~ipo~nze), bentuk buahnya bulat, kuat, sedikit keras

menyerupai buah apel atau pew; (3) toinat kentang (L. grand~joI~z~m). buahnya

berbentuk bulat, besar, padat, menyerupai buah apel hanya agak kecil; dan (4) tomat

gondol (L. vul~lzltalz), bentilk buahnya agak lonjong, keras, berkulit tebal sehingga

tahan pengangkutan jarak jauh (Tugiyono, 1993).

Kandungan Zat Gizi Buah Tomat

Tomat (Lycopersicon esculen/zri>z L.) termasuk jenis sayuran buah yang kaya

akan vitamin C, mineral, protein, lemak dan karbohidrat (Komposisi nilai gizi

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2).

Tabel 2. Koinposisi nilai gizi buah tornat segar per 100 gram bahan

Zat kirniawi Yang terkandung

Air (s)

Protein

k)

Lernak (g)

Rarbohidrat (g)

Mineral : 6%)

Kalsiurn Fosfat Besi

Vitamin :

A

(si)

B 1 (mg)

C ( W )

Energi (kal )

Sumber : Direktorat Gizi Dept. Kesehatan R.1. (1990).

Jumlah dalam tiap jenis

Toinat inuda 93.00 2.00 0.70 2.30 5.00 27.00 0.50 320.00 0.70 30.00 23.00 Tornat masak 94.00 1.00 0.30 4.20 5.00 27.00 0.50

[image:100.602.83.519.438.711.2]
(101)

Fisiologi Pascapanen Buah Tomat

Buah-buahan dan sayuran setelah dipanen masih melakukan proses

pernafasan (respirasi). Menurut Winarno dan Ainan (1981) respirasi adalah proses

inetabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam peinbakaran senyawa-

senyawa yang lebih kompleks, seperti gula, pati, protein, lemak dan asam organik

sehingga menghasilkan molekul-molekul yang sederhana seperti C02, air dan energi

serta ~nolekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi kimia. Reaksi

kimia sederhana u n t ~ ~ k respirasi adalah sebagai berikut :

C6H,,06

+

6 0 2

---+

6 C02

+

6 H20 + 675 kal

Proses respirasi dapat dibedakan dalam tiga tingkat, yaitu (1) pemecahan

polisakarida menjadi gula sederhana, (2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan (3)

transfonnasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi C02, air dan

energi (Dwidjoseputro, 1992; Rizal dan Hariyadi, 1993).

Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan daya simpan

buah dan sayuran setelah panen. Laju repirasi yang tinggi biasanya disertai umur

simpan yang pendek. Dwidjosep~~tro (1992) mengeinukakan beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap laju respirasi antara lain jumlah substrat, temperatur, kadar 0 2

di udara, kadar C02 di udara, persediaan air, cahaya, luka dan pengaruh bahan kimia.

Laju respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang,

julnlah O2 yang diserap, panas yang dihasilkan dan energi yang tirnbul (Rizal dan

(102)

adalah dengan mengukur C 0 2 dan O2 yaitu dengan mengukur laju penggunaan O2

dan laju pengeluaran COz.

Ditinjau dari pola respirasinya, buah dan sayuran dapat dibedakan menjadi

dua yaitu klimaterik dan non klimaterik (Winarno dan Aman, 1981). Tomat tennasuk

dalam kelompok buah klimakterik, sehingga tidak perlu dipanen pada saat matang

penuh di pohon. Pada buah klimakterik laju produksi C02 selama klimakterik lebih

besar daripada laju konsurnsi 02. Jika pelnanenan dilakukan pada saat buah lewat

rnasak maka umur simpan buah lebih pendek sehingga mengakibatkan cepat busuk.

Selama pematangan buah mengafami beberapa perubahan nyata dalam wama,

tekstur, dan ukuran, serta bau, yang menunjukkan terjadinya perubahan dala~n

susunan kilniawi buah. Untuk mencapai mutu konswnsi lnaksimal buah diperlukan

terselesaikannya perubahan-perubahan kimiawi tadi. Secara fisiologis per~tbahan

tersebut terjadi seperti berikut :

1 ) Perubahan kekerasan

Menurut Winamo dan Aman (1981), ~nenurunnya kekerasan pada buah yang

disimpan disebabkan oleh terdeyadasinya hemiselulosa dan pektin. Pektin yang tidak

dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya, dan berubah menjadi asam pektat

yang mudah larut dalam air.

Menurut Bourne (1981), perubahan pektin disebabkan oleh dua y u p enzirn,

yaitu (1) pektin metil esterase yang mengkatalisa deesterifikasi pektin, menghasilkan

asam poligalakturonat bebas dan metanol, (2) poligalakturonase yang mengkatalisa

(103)

Hasil penelitian Rusinono (1989) menunjukkan bahwa kekerasan toinat

menurun sejalan dengan tingkat kematangannya, sehingga tomat dengan tingkat

kelnatangan yang rendah akan mempunyai kekerasan yang lebih tinggi.

2) Perubahan wama

Perubahan wama merupakan perubahan yang paling inenonjol pada waktu

pemasakan. Wama yang terdapat pada buah toinat disebabkan oleh pigmen yang

dikandungnya. Piynen tersebut terutarna karoten, likopen, xantofil dan klorofil.

Winamo dan Ainan (1981) inenyatakan bahwa pigmen utaina pada buah tomat

adalah karoten dan likopen.

Zat wama akan berubah selama pematangan atau penyimpanan. Menurut

Matoo el ul (1975), untuk kebanyakan buah tanda kematangan pertaina adalah

hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang lnasak larnbat Iaun

berk~~rang.

Menurut Hobson dan Davies (1.971), wama hijau tornat disebabkan adanya

klorofil, yang berperan dalam proses photosintesis selaina peinatangan. Dengan

dimulainya proses peinatangan buah, piginen kuning (13-caroten dan xantofil)

diproduksi sedangkan kandungan klorofil berkurang. Kemudian pigmen likopen yang

benvama merah akan terakumulasi dengan cepat.

3) Perubahan total asaln

Menurut Matoo et a/. (1975) perubahan keasaman buah tomat berbeda-beda

tergant~~ng pada tingkat kematangan dan suhu penyimpanan. To~nat yang belum

(104)

Asam organik utama yang terdapat pada buah tornat adalah asam malat dan

asam sitrat, sedangkan asam organik lainnya adalah asam fonnat, asam asetat dan

asain acotinat. Menurut Winarno dan A~nan (1981) secara keseluruhan pada buah-

buahan klilnakterik asam organik menurun jurnlahnya setelah proses klirnakterik

terjadi. Menurut Matoo et a1 (1975) menurunnya asam organik selarna penyimpanan

karena asam organik dapat digunakan oleh sel-sel buah sebagai substrat pada proses

respirasi.

Pelapis Edibel

Pelapis edibel adalah lapisan tipis kontinyu yang terbuat dari bahan yang bisa

dirnakan, digunakan di atas atau di antara produk pangan, dan berfungsi sebagai

burier dalam perpindahan panas, uap air, 02, C 0 2 atau sebagai peinbawa bahan

tambahan makanan seperti zat antimikrobial dan antioksidan (Krochta et 01, 1992).

Gennadios dan Weller (1990) rnendefinisikan pelapis edibel rnerupakan

lapisan tipis yang dapat dimakan yang digunakan pada makanan dengan cara

pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyernprotan untuk memberikan

penahanan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta

perlindungan terhadap kerusakan mekanis. Pelapis edibel ini biasanya langsung

digunakan dan dibent~lk di atas pennukaan produk seperti buah dan sayur untuk

meningkatkan mutu produk.

Wong et crl (1994) menyatakan bahwa secara teoritis, bahan pelapis edibel

(105)

penneabilitas selektif terhadap gas tertentu, (3) mengendalikan perpindahan padatan

terlarut untuk mempertahankan wama pigmen alami dan gizi serta (4) menjadi

pe~nbawa bahan aditif seperti pewama, pengawet dan penarnbah arorna yang

memperbaiki ~nutu bahan pangan.

Bahan dasar pembuatan pelapis edibel dapat digolongkan menjadi tiga

kelompok (Krochta el ~1,1992) yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lemak

(asaln le~nak dan wax) dan calnpuran (hidrokoloid dan lemak). Protein yang

digirnakan sebagai bahan dasar adalah protein jagung, kedelai, wheat gluten, kasein,

kolagen, gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan. Sedangkan polisakarida

yang digunakan dalam pembuatan pelapis edibel adalah selulosa dan turunannya

(metilselulosa, karboksil~netilselulosa, hidroksipropilselulosa, hidroksipropil

~netilselulosa), pati dan turunannya (hidroksipropila~nilosa), pektin, ekstrak ganggang

laut (alginat, karagenan, agar) gum (gum arab, bxm karaya), xanthan, khitosan dan

lain-lain. Lemak yang umuln digunakan adalah lilin ala~n (beeswax, carnauba wax,

paraffin wax), asarn lemak (asani oleat dan asaln laurat) dan elnulsifier (acetylated

monoglyceride, glyse~yl monostearat) dan lain-lain.

Bahan dasar pe~nbentuk pelapis edibel sangat me~npengaruhi sifat-sifat

pelapis edibel itu sendiri. Pelapis edibel yang berasal dari hidrokoloid ~nemiliki

ketahanan yang bagus terhadap gas O2 dan COX, meningkatkan kekuatan fisik, nalnun

~ne~niliki ketahanah terhadap uap air yang sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya.

Oleh karena itu protein dan polisakarida tidak dapat digunakan sebagai harier

(106)

Callegarin el (11, (1997) mengemuliakan bahwa koluponen kimia alamiah

berperan penting dalain tnenentukan sifat sekat lintas Eilrn yang terbentuk. Sebagai

contoh poliliier dengan polaritas tinggi, seperti polisaltarida dan protein, pada

uinulnnya akan inenghasilkan filin dengall nilai perll~eabilitas terhadap uap air yang

tinggi, sedanglian per~neabilitas terhadap Oz rendah. Hal ini karena pada poliiner

polaritas tinggi me~npunyai ikatan hidrogen yang besar. Sebaliknya poli~ner kirnia

yang bersifat no11 polar seperti lipida inempunyai nilai perlileabilitas terhadap uap air

rendah, nainun perineabilitas terliadap 0 2 tinggi, sehingga dapat ineiijadi penahan air

yang baik tetapi tidak efektif dalain Inenahan gas.

FIasil penelitian Setiasih (1999) ineinbuktikan bahwa Eilin edibel dari bahan

dasar alginat menghasilkan laju transinisi uap air 1326.2 (r/in2/24 jam, bahan LMP

(Low Metoksi Pektin) menghasilkan laju transmisi uap air 1L59.3 (r/m2l24 jam, dan

bahan kolnposit antara LMP dengan Asam stearat 0.25% (blv) inenghasilkan laju

translnisi uap air 770.76 dm2124 jam.

Baldwin (1994) mengemukakan bahwa pelapis lthitosan dengall konsentrasi

1

-

2% pada RI-I di bawah 70% bersifat ii~~er7niuble terhadap gas, sedangkan pada

RIl mencapai 100% terjadi penetrasi gas O2 dan C02 masing-masing 44 pl/cm2/jam

dan 3 gllcm'/jam. Selanjutnya dikeinukakan bahwa khitosan dapat dilalui uap air

dengan kecepatan 0.8 mglc/cm'/jam.

Metode penggunaan pelapis edibel pada buah dan sayuran menurut Grant dan

Burns (1994) dapat berupa pencelupan (dip uplicu/ion), peinbuihali (founz

(107)

penetesan terkendali (co~zlrolled drip apliculiolz). Cara aplikasi ini tergantung pada

jumlah, ukuran, sirat produk dan hasil yang diinginkan.

Mekanisme pelapisan lilin adalah me~~utupi pori-pori buah-buahan dan

sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisati lilin, pori-pori ini dapat ditutup

sebanyak lebih lturang 50%, sehingga dapat mengurangi kehilangan air,

~ne~nperlamhat proses fisiologis dan mengurangi keaktifan enzicn-enzi~n pernapasan.

ICarena tertutupnya sebagian komoditi oleh lapisan lilin, maka kadar C 0 2 akan tinggi,

sehingga dapat lnetuodifikasi at~nosfir internal buah dengan cara yang niirip metoda

penyimpanan atmosfir terkendali (Setiasih, 1999).

Sifat Fisikokimia Khitosan

Khitosan diperoleh dari khitin setelah mengalami proses deasetilasi dengan

menggunakan suhu ti~iggi dan alkali berkonsentrasi tinggi. Khitosan ~nemiliki nalna

kimia (1 -4)-2-lmino-2-deoksi-P-D-glukosa, berbentuk spesitlk. Dengan gugus amina

yang dika~idung dala~n rantai karbon~iya, khitosan bennuatan positif sehingga

berlawanan dengan polisakarida lainnya (Ornum, 1992).

Perbedaan khitosan dengan selulosa terletak pada gugus hidroksil C-2

selulosa yang lgantiltan dengan gugus NN2. Berat molekul Ithitosan terga~?tung pada

derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil

yang hilang

dari

polimcr khitin, seinaltin kuat interaksi antar ion dan ikatan
(108)

Khitosan larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut

organik ~rntuk pH dl atas 6.5. Khitosan larut dalam asam klorida dan asam nitrat pada

ltonsentrasi 0.15 - 1.1%, tetapi tidak larut dalan asan sulfat dan sedikit larut dalarn

asam orthofosfat dengan konsentrasi 0.5% (Ornu~n, 1992). Selanjutnya d~kelnukakan

pada umumnya mutu khitosan terdiri atas beherapa karakter antara lain berat

molekul, kadar air, kadar abu, kelarutan, wama dan derajat deasetilasi.

Penyimpanan dingin

Metabolisme jaringan yang hidup merupakan fungsi dari suhu di sekelilingnya

(Dwidjoseputro, 1992). Suhu yang lebih rendah sangat menghambat metabolis~ne,

sehingga sangat efektif dalarn mengurangi laju respirasi. Muchtadi (1992)

lnengelnukakan penyilnpanan pada suhu rendah diperlukan untuk komoditas sayuran

yang lnudah rusak, karena cara ini dapat mengurangi kegiatan respirasi dan

metabolisme; lnengurangi laju penuaan ahbat adanya pernatangan, pelunakan serta

tekstur dan wama; dan lnengurangi kerusakan karena aktivitas mikroba.

Budiastra dan Purwadaria (1993) lnengemukakan tujuan penyilnpanan dengan

suhu rendah adalah untuk me~nperpanjang lnasa kesegaran sayuran dan buah-buahan

guna lnenjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga dan

lnelnpertahankan mutu.

Dalam melaksanakan penyimpanan pada suhu dingin perlu dilakukan pada

suhu yang tepat karena ada ke~nungkinan terjadinya kerusakan kom~noditi akibat

(109)

matang sebaiknya disimpan pada suhu 5-10 "C dengan kelembaban relatif 85-90%,

sedangkan buah tomat hijau tua sebaiknya disimpan pada suhu 12-20 "C dengan

kelembaban relatif 80-85%. Cara ini diperkirakan mernpunyai daya sirnpan 7-10 hari

untuk tornat ~natang dan 3-5 minggu untuk tornat hijau. Selanjutnya dikemukakan

bahwa untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat pendinginan maka suhu terendah

yang aman untuk buah tomat matang adalah 10 "C, sedangkan untuk buab tomat hijau

tua 12 'C. Pada suhu kurang dari 4 'C tomat akan mati secara pelan-pelan.

Thome (1981) menyatakan bahwa penyimpanan buah tomat pada suhu di

bawah 12°C mengakibatkan Chifling Injzrcv, dan pada suhu di atas 27°C

mengakibatkan pematangan terganggu. Kader (1985) merekomendasikan

penyimpanan buah tomat dengan tingkat keinatangan hijau kekuningan (purtiully

ripe) pada suhu 8 - 12 "C dengan RH 90 - 95%. Sedangkan Wills el u l (1998) ~nenyatakan bahwa buah tomat yang &simpan pada suhu 10°C dapat disimpan

sampai dengan 3 minggu.

Perbedaan suhu yang direkoinendasikan di atas kemungkinan karena adanya

perbedaan varietas, lokasi penyimpanan, cara penyimpanan, dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa rekolnendasi tadi maka batas subu dingin yang digunakan

(110)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di laboratoriuln Fisiologi Hasil Balai Penelitian Tanaman

Sayuran-Lembang, Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

(TPPHP) Fateta IPB-Bogor, Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Perlanian

(LBP) Fateta IPB-Bogor, serta Laboratorium Rekayasa Proses Pangan - PAU Pangan

dan Gizi IPB-Bogor. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan ~nulai bulan Mei

sa~npai dengan Agustus 2002.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalsun penelitian terdiri atas :

1) Buah tolnat kultivar Arthaloka dipanen pada umur 85 hari setelah tanam, ukuran

(diameter) 5*1 cm atau berat per buah

*

120 g, tingkat kematangan hijau

kekuningan Q~urtiully ripe). Diperoleh dari perkebunan rakyat di Desa Cibogo

Icecamatan Lembang Kabupaten Bandung.

2) Bahan untuk pernbuatan pelapis edibel meliputi : kulit udang kering yang

diperoleh dari Muaraangke-Tanjungpriuk Jakarta, HC1, NaOM, asam asetat,

Tween 80, dan aquades.

3) Bahan lainnya adalah bahan ki~nia untuk analisis kilnia dan bahan penolong

lneliputi : NaOH dan Fenolptalein (keduanya pro a~zulysi.s), sedangkan bahan

penolong meliputi: Kertas saring, Tissue, kertas indikator pH, masker kain,

(111)

Peralatan yang digunakan adalah Hotplale (SYBRON thennolyne type 2200),

heker glass, batang pengaduk, ember karet, saringan, gelas ukur, ti~nbangan analitik,

tennometer, termohigroyaph, kardus untuk ketnasan, baki plastik, Rheoineter

(Mode1 CR-300), Chromameter (Minolta CR-200), Gas Kromatografi (GC- HP

5890), IZefr,fr.lgeru/or, kertas label, rak tempat penyirnpanan buah tomat, stoples, oven,

desikator, dan alat-alat gelas untuk analisis.

Metocle Penelitian

Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

Tahap persiapan lneliputi :

1. Pernbuatan khitosan

Khitosan dibuat dari kulit udang dengan prosedur pelnbuatan mengacu pada

hasil penelitian St~ptijah el ul(1992). Tahapan pembuatannya terlihat pada garnbar 1

dengan Prosedur Operasional Baku (Skmdar~i Operution I'rocedure) terlihat pada

lampiran 1.

2. Pengujian karakteristik khitosan

Keberhasilan pembuatan khitosan dapat ditunjukkan dengan tingkat

kelarutannya. Pengujian kelarutan dapat dilakukan dengan cara inenarnbahkan Asam

Asetat 1% sedikit demi sedikit sampai seluruhnya kelihatan larut. Di samping itu

dilakukan pula analisa terhadap kadar air, kadar abu dan kadar N.

3. Pembuatan larutan khitosan

Pembuatan larutan khitosan yang akan digunakan dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara rnenilnbang khitosan pada berat tertentu, menambahkan asaln

(112)

aquades sa~npai mencapai konsentrasi tertentu yang diinginkan yaitu 1%, 1.5 %, dan

2% (blv).

Gambar 1. Proses ekstraksi khitosan (Suptijah el a/, 1992)

[image:112.595.127.412.139.702.2]
(113)

Tahap Pelaksanaan terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu :

1.

Aplikasi pelapis edibel pada buah tomat

Langkah aplikasi pelapis edibel pa& buah tomat a&lah sebagai berikut :

(1) Tomat yang diperoleh dari petani di daerah Lembang diangkut ke Balai Penelitian

Tanaman Sayuran, kemudian dilakukan sortasi untuk meinilih buah yang sehat

dengan tingkat kematangan dan ukuran yang seragam, bual~ terpilih dicuci dengan air

bersih kemudian direndam dalam Sodium Hipoklorit 1% (vlv) selama 60 detik

dengan maksud untuk menghilangkan cendawan yang terdapat pada permukaan kulit

buah, kemudian ditiriskan dan dilap dengan t~ssue. (2) Tomat dicelup dalam larutan

khitosan selama 60 detik pa& konsentrasi sesuai dengan perlakuan (Okontrol, 1%,

1.5%, dan 2% blv). Pencelupan dilakukan dengan menggunakan kawat kasa yang

diberi pegangan dari kayu seperti terlihat pada Gambar 2. Kemudian ditiriskan

dengan bantuan kipas angin.

[image:113.595.169.442.467.663.2]
(114)

2. Penyimpanan Buah tomat

Buah tomat yang sudah dilapisi pelapis edibel berikut kontrol diletakkan pada

baki plastik bertingkat tiga. Kemudian buah tomat masing-masing disimpan pada dua

ruang penyimpanan yaitu ruang bersuhu dingin (suhu 9 - 12 "C; RN 60

-

70%) dan

suhu kamar (28 - 30

OC;

RH 45 - 60%).

3 Pengamatan dan Analisis

Variabel yang diamati adalah laju respirasi, susut bobot, kekerasan, kadar

air, total asam, wama dan umur simpan. Pengamatan dilakukan setiap empat hari

penyimpanan sampai dengan 20 hari, sedangkan untuk mengetahui umur simpan akan

dilakukan pengamatan dengan menggunakan nilai kekerasan sebagai indikator.

1)

Laju respirasi

Laju respirasi diukur dengan sistem tertutup (Closed qatenz) dengan cara

tnemasukkan buah tomat sebanyak 7 butir (+ 900

gram)

ke dalam stoples volume

2250 ml, kemudian ditutup rapat (gambar 3).

(115)

Analisis gas COz. 02, dan

Nz

secara simultan dilakukan dengan menggunakan

gas kromatografi (GC) Hewlett Packard I-IP 5890, jenis kolom yang digunakan WG

100 dan detector TCD (tern~zal coizductlv~~y detector) dengan gas Helium sebagai gas

pembawa (Rokhani el ul, 1997).

Kondisi operasi GC yang meliputi suhu kolom, injektor dan detektor masing-

lnasing 70°C, 90°C dan 150°C. Sampel gas dari stoples diinjeksikan secara manual

dengan menggunakan siring kedap gas sebanyak 0.5 ml. Pada kondisi tersebut

retenlion fitnze untuk C02, 0 2 , dan

N2

tercatat berturut-turut 1.880; 3.434 dan 4.326

menit. Pengambilan gas dilakukan setiap 1 jam sebanyak tiga kali. Untuk menghitung

laju respirasi (mlkg-jam) dipergunakan rumus berikut :

R = Laju respirasi terukur (1x11 /kg-jam), masing-masing R, untuk CO2,

R2 untuk 0 2 .

V = Volume bebas chamber/stoples (ml)

W = Berat Bahan (kg)

dx = Selisih gas (XI - x2), dinyatakan dalaln %

(116)

2) Susut bobot

Pengukuran susut bobot menggunakan metoda gravimetri yaitu berdasarkan

persentase penurunan bobot bahan sejak awal sarnpai akhir penyimpanan. Untuk

mengukur susut bobot digunakan rlunus sebagai berikut

W

-

Wa

Susut bobot (%) = x 100%

W diinana :

W = Bobot bahan awal penyimpanan (g)

Wa = Bobot bahan akhir penyitnpanan (g) hari ke-n

3) Kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan ~nenggunakan Rheoineter Model

CR-300, dengan beban ~naksirnum 2 kg; kedalalnan 10 mm; dan diamater probe 5 mm. Pengukuran dilakukan dengan cara menusuk buah to~nat dengan jarum yany

lneneinpel pada alat tersebut sebanyak 5 kali pada tempat yang berbeda. Nilai

kekerasan akan terlihat secara otomatis pada alat digital. Nilai tersebut keinudian

dikonversi n~enjadi NewtonlN, dengan memperhltungkan luas pennukaan probe mlai

kekerasan dinyatakan datatn ~ / m i n ~ ( m a ) .

4) Kadar air (Apriyantono el ul., 1989)

Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalaln oven dan didinginkan dalan

desikator, kemudian ditimbang. Seju~nlah sampel ditimbang dalam cawan.

Selanjutnya cawan yang telah berisi sa~npel dilnastikkan ke dala~n oven dan oven

dipasang pada suhu 105 "C. Pe~nanasan dilakukan selama 6 jam, kemudian

didinginkan dengan desikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan dihentikan bila

(117)

ICehilangan berat (g)

Kadar air (% berat basah) = x 100%

Berat sarnpel (g)

5) Total asam (Apriyantono el ul., 1989)

Analisa kandungan total asam buah tomat dilakukan dengan metode titrasi,

Sa~npel ditirnbang sebanyak 25 g, kernudian di ta~nbahkan aquades secukupnya dan

dihaluskan dengan blender. Hancuran buah keniudian dipindahkan secara kuantitatif

ke dalatn gelas piala dan dipanaskan selarna 60 menit. Setelah didinginkan, hancuran

buah dipindahkan ke dalarn labu takar 250 ml dan ditepatkan sampai tanda tera.

Dengan menggunakan aquades larutan dihomogenkan lalu disaring dengan kertas

saring. Penetapan sarnpel dilakukan dengan mengambil 25 ml filtrat tadi dan dititrasi

dengan NaOH 0.1 N. Indikator yang digunakan adalah fenolptalein. Hasil pengukuran

dinyatakan sebagai ml NaOH 0.1 Ni 100 g bahan. Penetapan dilakukan secara duplo.

Total Asam = ml NaOH x N NaOH x Fp x BM

x

100% Mg sampel x M

dirnana :

N = Normalitas NaOH

Fp = Faktor pengenceran

BM = Berat molekul asam sitrat (64 mg/mol)

M

= nilai ekuivalen asam sitrat (=I)

6 ) Warna (Alat Chromameter)

Untuk mengukur derajat warna digunakan alat Chro~nameter (Minolta CR

200), yang sebelumnya dikahbrasi 1eb:blh dahulu sesuai dengan wama sampel. Standar

(118)

y = 0.4080. Dari alat ini akan dapat dihitung nilai L* yang lnenunjukkan kecerahan

sampel, serta nilai a* dan b" yang digunakan untuk inengatahui Hzre value dan

Su~ura~zor? hzdex~CJzro~~z~. Persamaan untuk mengukur derajat wama sampel adalah

sebagai berikut :

Hue = tan' b/a

2 0.5

W = 1 0 0 - [ ( 1 0 0 - ~ ) * + ( a ~ + b ) ]

dimana

W = Derajat putih

L = Kecerahan dari put~h (100) salnpai h~tam (0)

a = Wama merah (positif) wama hijau (negatif)

b = Wama kuning (positif) wama bir~i (negatif)

7) Penentuan Batas Umur Siinpan

Batas umur simpan djtentukan berdasai-kan hasil uji deskriptif sensori

terhadap parameter mutu kritis. Penentuan rnutu kritis didasarkan pada hasil uji

organoleptik terhadap parameter wama, kekerasan serta tingkat peneriinaan

dikornbinasikan dengan nilai laju penurunan mutu (k).

Uji organoleptik melibatkan 25 orang panelis yang berkategori panelis semi

terlatih, rnenggunakan metoda Hedonik re.sr dengan tingkat preferensi yang

diekspresikan dalam skala nurnerik 1 - 5 (Soekarto, 1985). Skor 5 diartikan sangat

suka dan berturut-turut skor 4 = s ~ ~ k a ; skor 3 = netralhiasa; skor

2

= tidak suka; skor
(119)

Batas kesukaan ditentukan pada skor 3, sehingga parameter mutu pada uji

organoleptik yang paling cepat mencapai skor 3 berpeluang sebagal mutu kritis.

Contoh fonnat uji organoleptik inetoda Hedonik ditunjukkan pada lampiran 2.

Perubahan mutu kntis yang diukur secara obyektif (mengbwnakan peralatan)

dihubungkan dengan per~~bahan respon panelis (pengujian subyektif) dalarn nilai

skala. Pada tingkatan skala yang inenyatakan batas penerimaan mutu, nilai mutu kntis

subyektif kualitatif ditransformasikan ke nilai obyektif kuantitatif pada persamaan

hubungan peng~~jian sul>yekti obyektif Nilai ~ n ~ r t u kritis obyektif kuantitatif pada

batas penerimaan panelis dijadikan batas akhir umur simpan.

Uji keabsahan pendugaan dengan hasil pengukuran dilihat berdasarkan nilai

koetisien detenninasi ( R ~ ) . Nilai TL2 yang tinggi (mendekati 1) tnenunjukkan tingkat

keabsahan yang tinggi.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap dengan 8 koinbinasi perlakuan yaitu suhu (ka~nar dan dingin) dan

konsentrasi (Okontrol, I%, 1.5%, 2% blv), dilakukan dengan 3 ulangan sehingga

terdapat 24 satuan percobaan.

Untuk melihat pengaruh fahqor perlakuan digunakan analisis sidik ragam

(ANOVA) pada taraf nyata 0.05. Perlak~~an yang memberikan respon nyata dilakukan

tlji lanjut rnenggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 0.05.

Model lnateinatika dari rancangan percobaan yang digunakan (Matjik dan

Made, 2000) adalah :

y.. IJ = p

+

a,

+

cij,

dimana :

Y,

= Nilai hasil pengamatan pada perlakuan ke-i; i = 1,2,3,4,5,6,7,8 dan
(120)

= Nilai rata-rata umum hasil pengamatan

a ,

= Pengaruh perlakuan kombinasi suhu dan konsentrasi khitosan taraf ke-i

E,, = Pengaruh acak pada perlakuan kombinasi suhu dan konsentrasi

khitosan taraf ke-i dan ulangan ke-j.

Secara ringkas prosedur pelaksanaan penelitian tahap kedua terlihat pada

gambar 4.

I

Buah tomat hasil panen

I

Pencucian

e

I

Perendaman (NaOCI 1 96)

1

Penirisan

l

I

Pencelupan dalain khitosan

I

Pengeringan

I

Penyimpanan Penyimpanan

Suhu dingin

PENGAMATAN

[image:120.595.81.435.234.746.2]

Laju respirasi, Sifat fisikokimia, Umur sirnpan

(121)

BASIL DAN PEMBAWASAN

1. Karakteristik Khitosan

Khitosan yang digunakan untuk pelapis edibel buab tomat terbuat dari kulit

udang yang diperoleh dari Muaraangke-Tanjungpriuk, Jakarta. Hasil pengamatan

terhadap khitosan diperoleh rendemen

+

25 % dengan karakteristik fisikokimia

tercantum pada Tabel 3.

I

Bentuk

I

snbuk

I

tepung!serbuk

I

Tabel 3. Karakteristik khitosan hasil eksperimen dan standar mutu khitosan sesuai Protan laboratories

Standar Protan*

putih

jemih Karakter

Warna

Wama dalam larutan

Kelarutan (dalam asam asetat 1 %) Radar air

Tabel 3 ~nenunjukkan ada beberapa karakter khitosan yang memenuhi standar Hasil eksperimen putih jernih 100% 1396 Kadar abu Kadar protein

yang ditetapkan Protan yaitu wama serbuk, warna dalam larutan, tingkat kelarutan,

dan kadar abu. Namun terdapat karakter yang melebihi standar yaitu kadar air (13%)

dan protein (4.75%).

Walaupun kedua karakter tersebut melebihi standar yang ditetapkan diduga

Keteransan :

"

Protan laboratories dn1n111 Suptijah el nl, (1992)

0.03%

4,75%

tidak akan mempengaruhi fungsinya sebagai pelapis edibel karena dalam aplikasinya

khitosan tersebut akan diencerkan dengan air. Begitu pula dengan kelebihan protein,

[image:121.602.104.509.315.493.2]
(122)

karena protein termasuk golongan hidrokoloid yang bisa digunakan sebagai bahan

dasar pelapis edibel.

2. Laju Respirasi Buah Tomat

Hasil pengainatan terhadap laju respirasi buah tomat yang didasarkan pada

laju konsumsi 0 2 dan laju produksi C02 tampak bervariasi akibat perlakuan yang

berbeda, baik karena perbedaan suhu penyimpanan maupun perbedaan konsentrasi

khitosan. Laju respirasi buah tomat pada suhu kamar (28 - 30 'C; RH 45-60%)

berkisilr antara 1 1.02 - 24.95 mllkg-jam untuk laju konsumsi 0 2 dan 1 1.04 - 27.19

mllkg-jam untuk laju produksi COz, sedangkan pada suhu dingin (9 - 12 "C: RH 60-

70%) laju respirasi berkisar antara 3.89 - 13.26 mllkg-jam untuk laju konsumsi 0 2

dan 4.5 1 - 12.47 mllkg-jam untuk laju produksi C02.

Selain terjadi perbedaan dalam laju respirasi, antara suhu kamar dan suhu

dingin, terjadi perbedaan pola respirasi (Gambar 5). Pola respirasi pada suhu kamar

dimulai dengan laju respirasi buah tomat yang tinggi yaitu antara 20.73 - 24.95

mllkg-jam untuk laju konsumsi 0 2 dan 24.98 - 27.19 mllkg-jam untuk laju produksi

COZ pada hari pertama, kemudian mengalami penuunan sampai hari ke-8 dan

melonjak naik pada hari ke-12, selanjutnya menurun. Winamo dan Aman (1981)

menyatakan pada buah klimaktenk pola respirasi diawali dengan penurunan produksi

C 0 2 sampai mendekati proses senescence, saat senescence tiba-tiba produksi C02

(123)

Lama penyimpat~an (hari)

i 4 8 12 16

Lama penyitnpanan (l~ari)

[image:123.602.160.473.113.506.2]

+krunar,O + k a ~ ~ n r , l % +kamar,l.5% +kan~nr,Z% +dingin,O -din&,l% -+dingin,l.5% --dingin,2%

Gambar 5. Grafik laju respirasi buah tomat selama penyimpanan berdasarkan laju konsumsi 0 2 dan laju produksi COz.

Sedangkan pada suhu dingin dimulai dengan laju respirasi yang rendall yaitu

3.89 - 10.97 inlkg-jam untuk laju konsumsi O2 dan 4.5 1 - 12.57 mllkg-jam untuk

laju produksi C02, kemudian mengalaini peningltatan sampai hari ke-8, pada hari

ke-12 respirasi melonjak naik, selanjutnya menurun. Muchtadi (1992) menyatakan

berdasarkan pola respirasinya, buah-buahan setelah dipanen tergolong menjadi tiga

(124)

secara perlahan menurun selama proses pematangan, contohnya buah jeruk, (2) Jenis

yang menaik secara temporer, dimana kecepatan respirasi menaik secara temporer

dan pematangan penuh akan terjadi setelah puncak respirasi tercapai, contohnya buah

tomat. (3) Jenis yang rnencapai puncak terlambat, kecepatan maksimum respirasi

terjadi mulai dari keadaan matang penuh sampai saat sangat matang, contohnya

slruwberi dan peucl?.

Dari gambar 5 terlihat ada persamaan pola respirasi antara buah yang

d i s h p a n di suhu karnar dengan buah yang disimpan di suhu dingin yaitu terjadi

lonjakan respirasi secara tiba-tiba pada hari ke-12, kemudian diikuti dengan

penurunan. Hal ini membuktikan bahwa tomat tergolong buah klimakterik, dan

klimak respirasi diperkirakan terjadi sekitar hari ke-12.

Pengaruh pelapis edibel khitosan terhadap karakter respirasi (laju konsurnsi

02,

laju produksi

Cox

dan RQ) buah tomat selama penyimpanan tercantum pada

lampiran 3. Untuk memberikan gambaran berikut disajikan hasil analisis statistik

terhadap karakter respirasi buah tomat pada hari kesatu.

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa buah tornat yang tidak dilapisi

khitosan (kontrol) mengalami laju konsumsi

0

2

tertinggi yaitu 24.95 mllkg-jam

untuk suhu kamar dan 10.57 mllkg-jam untuk suhu dingin. Pada suhu kamar

perlakuan konhol hanya berbeda nyata dengan perlakuan khitosan 2 %, sedangkan

pada suhu dingin berbeda nyata dengan selnua perlakuan konsentrasi. Sedangkan

(125)
[image:125.602.97.509.133.326.2]

Tabel 4. Karakter respirasi buah tomat pada hari kesatu

I Keterangan Angka rata-rata pada kolom yans diikuti huruf yang berbeda menunjukkan

perbedaan yang nyata menurut UJBD pada taraf uji 0 05

Periakuan

Hal serupa terjadi pada laju produksi C 0 2 kecuali pada suhu kamar, dimana

tidak terjadi perbedaan nyata antar perlakuan. Namun demikian bila diljhat nilai

Suhu

/

konsen- (mnkg-jam)

,

1

(mlflrs-jam) Laju konsumsi 01

1

Laju produksi COz

rataanya, ada kecenderungan yang sama yaitu laju respirasi menurun sejalan dengan

KC!

peningkatan konsentrasi khitosan. Hal ini membuktikan bahwa khitosan rnerupakan

pelapis edibel yang dapat menghambat pertukaran gas (khususnya 0 2 dan COz),

sehingga terjadi modifikasi internal buah (kandungan O2 menurun, COz meningkat)

dan pada akhirnya dapat menurunkan laju respirasi. Baldwin (1994) menyatakan

bahwa pelapis khitosan dengan konsentrasi 1 - 2% pada RH di bawah 70% bersifat

iti~pemziuble terhadap gas ( 0 2 dan COz), sedangkan pada RH mencapai 100% terjadi

Kuosien Respirasi (RQ) buah tomat pada hari kesatu berkisar antara 1.00 -

(126)

campuran antara karbohidrat (gula) dan asarn organik. Dwidjoseputro (1992)

rnengemukakan RQ = 1 lnenunjukkan substrat yang dioksidasi adalah heksosa; RQ

0.8-0.9 substrat yang dioksidasi protein; RQ 0.7 substrat yang dioksidasi lemak; RQ

1.33 substrat yang dioksidasi asam organik.

3. Perubahan Sifat Fisikokimia Buah Tomat

a. Susut Bobot

Kehilangan berat atau susut bobot pada buah-buahan sebagian besar

disebabkan oleh kehilangan air akibat transpirasi. Hasil pengamatan terhadap susut

bobot buah selama penyimpanan (Tabel 5) menunjukkan bahwa susut bobot terjadi

pada semua perlakuan, dan semakin meningkat sejalan dengan lamanya

penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kelembaban relatif (RH)

antara ailnosfir internal buah dengan atmosfir di sekelilinpya. Hasil pengukuran RH

di ruang penyimpanan tercatat 45 - 60% untuk suhu kamar dan 60 - 70% untuk suhu

dingin. Sedangkan kelembaban di permukaan buah bisa mencapai loo%, akibatnya

akan te jadi perpindahan uap air dari dalam buab ke atrnosfir di sekelilingnya.

Thompson (1985) menyatakan kehilangan air sebagai hasil gradien uap air

antara kejenuhan atmosfir internal dengan kejenuhan yang rendah pada atmosfir di

sekelilingnya. Uap air pindah secara langsung ke konsentrasi yang rendah melalui

pori-pori di permukaan buah. Laju perpindahan uap air dipengaruhi oleh perbedaan

tekanan uap air antara produk dan sekelilingnya yang disebabkan oleh temperatur

(127)

Perlakuan konsentrasi pelapis edibel khitosan pada buah tomat memberikan

pengaruh nyata terhadap susut bobot buah selama penyimpanan. I-Iasil analisis

statistik (Tabel 5) menunjukkan pelapis edibel khitosan 2%, baik di suhu kamar

maupun suhu dingin, mernberikan susut bobot tertinggi dan berbeda nyata dengan

kontrol, khitosan 1% dan khitosan 1.5%.

Pada pengamatan hari ke-4 di suhu kamar, perlakuan kontrol memberikan

susut bobot terkecil (1.8%) clan berbeda nyata dengan konsentrasi 1% dan 1.5%,

sedangkan pada suhu dingin ketiganya tidak berbeda nyata. Pada pengainatan hari ke-

8, baik di suhu ka~nar maupun suhu dingin tidak terjadi perbedaan nyata antara

ketiganya. Pada pengamatan hari ke-12, 16 dan 20 menunjukkan fenomena yang

sama, yaitu perlakuan konsentrasi khitosan 1.5% berbeda nyata dengan kontrol,

[image:127.599.81.504.457.671.2]

sedangkan konsentrasi 1 % tidak berbeda nyata.

Tabel 5. Susut bobot buah tomat selama penyirnpanan

1

Perlakuan

1

Susut bobot ( O h ) hari ke-

Konsen-

1

4 8 12 16

trasi

1

kontrol

1

1.8 b

1

4.3 bc

1

5.7ab

1

7Aab

2% 4.4 e 11.0 e

/

15.9d

/

21.9e

kontrol

1

1.2 a

1

2.6 a

i

3.6a

I

N 2% 3.3 d 7.3 d

I

1

8.8 c 12.2 d
(128)

Bila dilihat nilai rataannya (Tabel 5), ada kecenderungan semakin tinggi

konsentrasi khitosan, se~nakin tinggi susut bobotnya. Peningkatan ini diduga oleh

tingginya akuinulasi panas dalam buah yang dihasilkan dari proses respirasi.

Muchtadi (1992) menyatakan, dalam proses respirasi sebagian energi yang

dihasilkan akan dilepaskan dalam bentuk panas yang jumlahnya akan bertambah

seiring dengan kenaikan suhu penyiinpanan.

Pada buah yang dilapisi khitosan, panas hasil respirasi tidak langsung dapat

lneilelnbus pennukaan buah karena terhalang oleh lapisan khitosan. Pada konsentrasi

yang tinggi diduga kerapatannya semakin tinggi, sehingga panas yang terakuinulasi

seinakin tinggi. Akibatnya laju transpirasi meningkat dan pada akhimya akan

berakibat pada susut bobot yang semakin tinggi.

Wills et ul (1998) menyatakan laju kehilangan air dari buah tergantung dari

defisit tekanan uap air antara komoditi dengan udara di sekitar. Pada RH dan laju

pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditi akan meningkat sejalan

dengan meningkatnya temperatur.

Fenomena di atas membuktikan bahwa khitosan merupakan pelapis edibel

yang nlelniliki daya harrier yang kurang baik terhadap uap air. Baldwin (1994)

menyatakan kelompok hidrokoloid memiliki ketahanan yang bagus terhadap gas 0 2

dan COz, na~nun ketahanannya terhadap uap air sangat rendah akibat sifat

hidrofiliknya. Selanjutnya dikemukakan bahwa khitosan dapat dilalui uap air dengan

(129)

Callegarin el al (1997) ~nenyatakan polimer dengan polaritas tinggi seperti

polisakarida pada umwnnya altan menghasilkan film dengan nilai perrneabilitas

terhadap uap air yang tinggi, sedangkan penneabilitas terhadap 0 2 rendah. Hal ini

karena pada polimer polaritas tinggi ~nempunyai ikatan hidrogen yang besar.

Sebaliknya polimer kimia yang bersifat non polar seperti lipida mempunyai nilai

permeabilitas terhadap uap air rendah, namun pemeabilitas terhadap 0 2 ring@,

sehingga dapat menjadi penahan air yang baik tetapi tidak efektif dalam menahan gas.

Laju transpirasi yang tinggi mengakibatkan buah mengalami debdrasi yang

hebaf sehingga permukaan buah tampak layu dan selanjutnya dapat mengalami

pengkeriputan seperti terlihat pada Ga~nbar 6. Muchtadi (1992) menyatakan

kehilangan berat sayuran dan buah-buahan yang disimpan temtama disebabkan oleh

kehilangan air. Kehilangan air ti& hanya menurunkan berat, tetapi juga dapat

menyebabkan kelayuan dan pengkeriputan.

(130)

b. G d a r Air

Kadar air buah tomat selama penyimpanan mengalami peningkatan dari rata-

rata 94.5% pada hari pertama menjadi di atas 95% pada hari ke-16, dan selanjutnya

menurun. Pada perlakuan lhitosan 2% yang disilnpan di suhu kamar menunjukkan

pola perubahan yang berbeda yaitu ltadar air meningltat sampai hari ke-8 kemudian

mengalami menurun sampai akhir pengamatan (Gambar 7).

4

. 8

.

12

.,

..

16

20

Lana penyitnpanati (hari)

+

ksmar, 0 ir;kamar, 1% kamar, 1.5%

+

kamar, 2% [image:130.602.168.475.281.508.2]

-?r;. din&, 0

+-

diGn,l% -I-- dii&11,1.5%

-

din@11,2%

Gambar 7. Grafik perubahan kadar air buah tomat selama penyimpanan.

Peningkatan kadar air buah tomat selama penyimpanan terjadi akibat adailya

produksi air metabolit hasil proses respirasi lebih banyak dibandingkan dengm air

yang hilang pada proses transpirasi, sehingga terjadi akumulasi air di antara sel. Hal

serupa terjadi pada buah mangga yang disimpan dengan metoda ahnosfir

(131)

14asil analisis statistik pengaruh konsentrasi pelapis edibel khitosan terhadap

kadar air buah tomat pada hari ke-4 dan 8 (Tabel 6), baik yang disimpan di suhu

kamar niaupun suhu dingin masing-masing tidak menunjukkan perbedaan nyata.

Perbedaan tnulai tatnpak pada hari ke-12, dimana perlakuan konsentrasi 2% yang

disimpan di suhu kamar metnberikan kadar air paling rendah (94.3%) dan berbeda

nyata dengan perlakuan konsentrasi lainnya, sedangkan untuk suhu dingin tidak

terdapat perbedaan nyata antar perlakuan konsentrasi. Hal serupa terjadi pada hari

ke- 16

Tahel 6. Kadar air buah tomat selama penyitnpanan

Perlakt~an

95.5 b 95.1 bcd

95.4 h 95.0 hc

93.9 a 93.5 a Kadar air (%) hari ke-

95.5 b

1

95.3 cde

/

Snhu K A M A D 1 N G I

N 9 j 4 b

1

9 4 8 b

1

erbeda menunjukkan

Keteranyan : Angka pada lajur yany sama yany diiknti oleh huruf

perbedaan yang nyata nlenurut UJBD taraf uji 0.05.

Konsen- trasi Kontrol 1% 1,5% 2% Kontrol I % 1,5% 2%

Pada hari ke-20, secara uinum tnasih menunjukkan fenotnena yang satna

12 95.4 c

95.4 c

95.3 bc

94.3 a

95.3 bc

95.3 bc

95.2 bc

94.7 ab

4 94.8 ah

94.8 ab

94.5 a

94.6 ah

95.1 b

95.0 ab

94.9 ab

94.7 ab

yaitu konsentrasi khitosan 2% memberikan kadar air terendah (93.5 % untuk suhu

8 95.2 a

95.0 a

94.8 a

94.7 a

95.3 a

95.0 a

94.8 a

94.5 a

katnar 94.8% untuk suhu dingin) dan berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya.

(132)

konsentrasi khitosan, diinana pada buah yang tidak dilapisi khitosan (lontrol)

memberikan kadar air tertinggi (95.5%) dan berbeda nyata dengan perlakuan khitosan

untuk semua konsentrasi. Walaupun tidak berbeda nyata pola serupa terjadi pada

perubahan kadar air buah tomat yang disimpan di suhu dingin.

C. Tots1 Asarn

Asam organ

Gambar

Tabel 1. Deskripsi karakteristik buah tornat
Tabel 2. Koinposisi nilai gizi buah tornat segar per 100 gram bahan
Gambar 1. Proses ekstraksi khitosan (Suptijah el a/, 1992)
Gambar 2. Pencelupan buah tomat ke dalam larutan khitosan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

These results also showed that higher price does not always correlate with better quality because the dissolution profile and also probably the bioavailability of

Pemeliharaan Rutin/Berkala Gedung Kantor Belanja Bahan Baku Bangunan JB: Barang/jasa JP: Barang.. 1

Akan tetapi seperti pada analisa pipa diatas persamaan kesetimbangan energi diatas hanya berlaku untuk aliran pada single phase sedangkan untuk sedangkan

Mengetahui efektivitas dari event grand prize yang di adakan resinda mall dalam.. meningkatkan

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh secara positif dan signifikan antara variabel budaya kerja dan komitmen Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai

Pengaruh efektif dalam e- procurement yang tidak signifikan terhadap good governance dikarenakan dengan adanya pengadaan barang dan jasa, baik secara tradisional

tarif per unit cost driver ( cost pool rate ) dengan membagi biaya aktivitas dengan cost driver, dan terakhir membebankan biaya ke produk dan jasa dengan menggunakan