ABSTRACT
RESPONSE OF SOCIETY IN PALEMBANG CITY OF MOVING THE SIDEWALK TRADER OF 16 ILIR MARKET TO
RETAIL JAKABARING MARKET
By
Chandra Rossi
Market is a place of society fill, included the society of Palembang City. The
market in this city is very fast growth and have full the corner of Palembang City
with 22 markets in this city. The biggest market is 16 Ilir Market have 1.283m2.
Looking for condition the market has growth make the trader sell their product in
this place, however the building was prepare by Palembang City Government did
not enough for accommodate the sidewalk trader. The trader not be accommodate
has make dirty place in the 16 Ilir Market and specially at under Ampera Bridge.
Looking for condition, Palembang City Government have initiative for moving
the sidewalk trader to a new market who called Retail Market of Jakabaring. The
moving of sidewalk trader has appeared a reaction from anyone.
The matter of this research was how respons of society in Palembang City of
moving sidewalk trader of 16 Ilir Market to Retail Jakabaring? The direction of
this research was to know response of society in Palembang City of moving the
measured from this research was a response of society that able to know from
cognitive, affective, and conative aspect.
This research used the method of descriptive research. Population in this research
was society in Palembang City has had age 17 to 57 years old. The sample will
fixed by using Yamane Formula and then 100 persons that taken by Purposive Sampling. The method of collective data used was questioners, interviews, and
documentations. Data processing of method that used was editing, tabulating and
coding. The method of data analyze that used was a quantitative analyze by
showing data used single table.
The result of the research was able know from aspect cognitive 100 respondents,
in fact 45% respondents have had good knowledge to a moving the sidewalk
trader of 16 Ilir Market to Retail Jakabaring Market. From affective aspect 68%
respondents chose pro in responding a moving the sidewalk trader of 16 Ilir
Market to Retail Jakabaring Market, while from conative 47% respondents were
very positive attitude in response a moving the sidewalk trader of 16 Ilir Market to
ABSTRAK
SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR
PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING
Oleh
Chandra Rossi
Pasar merupakan tempat pemenuhan kebutuhan primer masyarakat, tidak
terkecuali masyarakat yang berada di Kota Palembang. Keberadaan pasar yang
semakin menjamur di Kota Palembang semakin memenuhi sudut Kota Palembang
dengan 22 buah pasar. Pasar yang terbesar adalah Pasar 16 Ilir Palembang yang
memiliki luas tanah 1.283 m2. Melihat kondisi pasar yang semakin hari semakin
ramai maka membuat para pedagang beralih berjualan di pasar ini, namun
bangunan yang disediakan oleh Pemerintah Kota Palembang tidak mencukupi
untuk menampung pedagang-pedagang kaki lima yang bermunculaan. Pedagang
yang tidak tertampung ini menciptakan daerah di sekitar Pasar 16 khususnya di
bawah Jembatan Ampera menjadi kotor dan kumuh. Melihat kondisi ini
Pemerintah Kota Palembang berinisiatif memindahkan pedagang kaki lima ke
pasar yang baru yaitu Pasar Retail Jakabaring. Pemindahan pedagang kaki lima
Hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana sikap
masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16
Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang
kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Adapun yang
diukur dari penelitian ini adalah sikap masyarakat yang dilihat dari tiga aspek
yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat Kota Palembang yang berusia 17-57 tahun.
Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Yamane sebanyak 100
orang yang diambil menggunakan rumus Purposive Sampling. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner, wawancara, dan
dokumentasi. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah editing, tabulasi,
dan koding. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif
dengan penyajian data menggunakan tabel tunggal.
Hasil penelitian dapat diketahui dari aspek kognitif 100 responden, didapat 45%
responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap pemindahan pedagang kaki
lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Dari aspek afektif 68%
responden memilih setuju dengan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke
Pasar Retail Jakabaring, sedangkan dari aspek konatif diketahui 47% responden
berperilaku sangat positif dalam menindaki pemindahan pedagang kaki lima Pasar
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara demokratis, dengan mengutamakan peran
serta masyarakat menjadikan negara ini menjadi salah satu negara
demokratis terbesar di dunia. Dimana peran serta masyarakat sangat
penting dalam mewujudkan demokrasi yang berkeadilan sosial. Salah satu
ciri dari negara demokratis adalah diselenggarakannya pemilihan umum.
Pemilihan umum bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk
di kursi parlemen dengan mandat dari konstituennya yang mempunyai
tujuan yang mulia, yaitu mensejahterakan dan memanusiakan rakyat
Indonesia. Seperti amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, “...yang melindungi segenap
bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...”.
Di era otonomi daerah seperti yang berkembang saat ini, pemilihan kepala
daerah banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di
Sumatera Selatan. Provinsi ini merupakan Provinsi terkaya ke-5 di
Indonesia setelah otonomi daerah. Dimana banyak sekali terdapat berbagai
me-manage semua hal ini dibutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai kredibilitas yang tinggi untuk memajukan dan mensejahterakan seluruh
rakyatnya. Di Provinsi Sumatera Selatan terdapat 11 (sebelas) kabupaten
dan 4 (empat) kota, dengan Kota Palembang sebagai ibukota Provinsi.
Kota Palembang merupakan suatu daerah yang merupakan suatu kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak,
berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Kota Palembang seperti halnya kota-kota besar lainnya yang berada di
Indonesia memiliki banyak permasalahan yang kompleks. Salah satunya
adalah masalah pasar dan pedagang kaki lima. Pasar mempunyai fungsi
yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat yaitu sebagai pemenuhan
kebutuhan, dengan adanya pasar semua kebutuhan dapat terpenuhi.
Kondisi pasar yang sehat dan bersih merupakan tolak ukur dari
keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Pasar dan pedagang kaki lima merupakan suatu rangkaian yang mungkin
sulit untuk dipisahkan dengan keadaan umum pasar-pasar yang ada di
Indonesia.
Kota Palembang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Selatan secara umum
memiliki banyak pasar diantaranya Pasar Cinde, Pasar 7 Ulu, Pasar Gubah,
Pasar Kuto, Pasar 16 Ilir dan masih banyak pasar-pasar lain yang tersebar
sudut Kota Palembang sehingga dirasa perlu adanya penataan kembali
pasar-pasar yang ada di kota ini, terutama mengenai pedagang kaki lima
yang berjualan tidak ditempat yang telah disediakan oleh pemerintah kota.
Hal tersebut bertujuan untuk memperindah dan menata kota peninggalan
Kerajaan Sriwijaya ini. Salah satunya yang paling mencolok adalah
keberadaan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir yang berada di pinggiran
Sungai Musi. Pasar ini merupakan salah satu pasar terbesar yang berada di
Kota Palembang. Letaknya yang strategis antara dua daratan yang
terpisahkan oleh sungai menjadikan tempat ini sebagai tempat yang
menjanjikan untuk lahan mencari nafkah. Nampak dengan banyaknya
pedagang kaki lima (PK-5) yang ada di daerah tersebut.
Pemerintah Kota Palembang sebenarnya telah menyediakan tempat untuk
pedagang kaki lima, yaitu dengan dibangunnya sebuah gedung plaza yang
diberi nama Plaza 16 Ilir. Plaza ini berfungsi untuk menampung pedagang
kaki lima yang hendak berjualan di daerah tersebut, namun banyaknya
pedagang yang ingin berjualan di plaza tersebut tidak diimbangi dengan
daya tampung plaza, sehingga para pedagang yang tidak kebagian lapak
menggelar dagangannya di luar bagunan plaza. Tentu saja hal ini dapat
menyebabkan perubahan tatanan Kota Palembang. Pemerintah hanya
bertujuan untuk menertibkan dan menata kawasan perdagangan di Kota
Palembang agar menjadi nyaman dan tertib, sehingga akan tercipta
kenyamanan, kebersihan, dan keindahan lingkungan kota yang akan
Keberadaan pedagang yang membuka lapak dagangannya di luar gedung
plaza dirasa cukup mengganggu. Terbukti dengan kondisi yang diciptakan
oleh keberadaan pasar tersebut. Kesan kumuh dan kotor merupakan
pemandangan yang lazim di daerah ini, sehingga dirasa perlu untuk
memindahkan pedagang-pedagang yang memenuhi kolong Jembatan
Ampera yang membelah Sungai Musi. Pemerintah Kota Palembang yang
dipimpin oleh Eddy Santana Putra sebagai walikota telah menyiapkan
tempat atau pasar pengganti, yaitu Pasar Retail Jakabaring. Pemerintah
Kota Palembang memilih Jakabaring sebagai tempat relokasi pedagang
kaki lima Pasar 16 Ilir. Pasar ini disiapkan untuk menampung
pedagang-pedagang dari Pasar 16 Ilir. Secara bertahap pedagang-pedagang-pedagang-pedagang tersebut
dipindahkan ke lokasi baru yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota
Palembang.
Daerah yang dahulu merupakan pasar yang kumuh dan kotor dirubah oleh
Pemerintah Kota Palembang menjadi satu taman kota yang indah. Taman
kota ini diperuntukkan sebagai tujuan wisata bersaing dengan Kepulauan
Riau. Wisatawan banyak yang berkunjung ke daerah ini setelah dibenahi,
baik wisatan lokal maupun wisatawan asing. Tujuan lain dari
dipindahkannya pedagang dari daerah 16 Ilir ini yaitu daerah ini dijadikan
sentra wisata Sungai Musi atau Palembang Legendary City yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini disebabkan
karena hampir semua aset wisata sejarah yang ada di kota ini berada di
berbenah untuk mewujudkan Kota Palembang sebagai Legendary City
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Hasilnya pada tahun 2007, 2008 dan 2009 Kota Palembang mendapatkan
piala Adipura tiga tahun berturut-turut, padahal pada tahun 2005 kota ini
mendapat predikat kota terkotor. Kota yang pada 17 Juni 2009 berulang
tahun ke-1326 ini diikutkan pada penilaian Adipura tingkat ASEAN untuk
kategori clean land yaitu kategori kota bersih dan teduh. Adipura tingkat
ASEAN ini diikuti oleh seluruh negara ASEAN kecuali Singapura. Pada
Oktober 2008 Walikota Palembang mewakili Indonesia untuk menerima
penghargaan kategori kota bersih di negara-negara ASEAN. Ditunjuknya
Palembang sebagai kota yang mewakili Indonesia ke Hanoi Vietnam untuk
menerima penghargaan bidang lingkungan katagori clean land didasari
atas prestasi Palembang dalam bidang lingkungan dan air bersih. Khusus
persoalan air bersih, target 2008 yang mematok 80 persen masyarakat kota
dialiri air bersih sudah menjadi kenyataan dan kini target dipeluas hingga
ke angka 90 persen warga Palembang dapat menikmati air bersih. Belum
lagi keberhasilan dalam penataan lokasi pemukiman kumuh dan
kebersihan kota yang sudah mendapat tiga kali piala Adipura dan
Palembang dinyatakan sebagai kota terbersih oleh kementerian lingkungan
hidup. Begitu pun dengan sistem pengairan, drainase dan penataan lokasi
pemukiman kumuh, Departemen Pekerjaan Umum juga menempatkan
Palembang sebagai kota urutan teratas yang berhak mendapat
penghargaan. (http://palembang.go.id diakses pada 10 Juni 2009 pukul
Kebijakan relokasi pedagang kaki lima di daerah 16 Ilir ini banyak menuai
pro dan kontra dari berbagai kalangan yang ada di Kota Palembang. Salah
satunya adalah kelompok pro demokrasi.
Hasil yang didapat peneliti pada saat pra-riset mengenai masalah
kependudukan di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, jumlah
penduduk di Kota Palembang pada pertengahan tahun 2006 adalah sebesar
1.369.529 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2007
adalah sebesar 1.394.954 jiwa atau meningkat 1,88 persen dari tahun 2006.
Kota Palembang memiliki 16 Kecamatan, diantaranya sebagai berikut :
1. Ilir Barat II
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Hasil yang didapatkan penulis pada pra-riset tanggal 14-17 April 2009 di
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Selatan menyebutkan
bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Tahun 2007,
wilayah administrasi Kota Palembang mengalami pemekaran wilayah, saat
kelurahan yang sebelumnya hanya 14 kecamatan dan 103 kelurahan. Dua
kecamatan baru tersebut adalah Kecamatan Alang-alang Lebar yang
merupakan pecahan dari Kecamatan Sukarami kemudian Kecamatan
Sematang Borang yang merupakan pecahan dari Kecamatan Sako.
Sementara 4 kelurahan yang baru adalah Kelurahan Talang Jambe yang
merupakan pecahan Kelurahan Talang Betutu, Kelurahan Sukodadi yang
merupakan pecahan Kelurahan Alang-alang Lebar dan Sako Baru pecahan
dari Kelurahan Sako, yang terakhir adalah Kelurahan Karya Mulya
pecahan dari Kelurahan Sukamulya. Perubahan ini tertuang dalam
Peraturan Daerah Nomor 19 dan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2007
yang diundangkan tanggal 23 Juli 2007 dalam Lembaran Daerah Kota
Palembang Nomor 20 Tahun 2007.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “ bagaimana sikap masyarakat
Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap masyarakat Kota
Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumbangan bagi
perkembangan ilmu pemerintahan yang berkaitan dengan salah satu kajian
manajemen pemerintahan khususnya mengenai kebijakan pemerintah
dalam hal ini pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail
Jakabaring, serta sebagai sumbangan pemikiran bagi peneliti lain yang
akan atau sedang melakukan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Sedangkan secara praktis
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah
Kota Palembang untuk dapat lebih meningkatkan kualitas dan mutu
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap dalam buku karangan Abu Ahmadi yang dalam bahasa inggris
disebut attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada 1862 untuk menunjuk suatu status mental seseorang. Menurut L.L. Thurstone
dalam Abu Ahmadi (2002 : 163) mengatakan bahwa sikap sebagai
tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi tersebut meliputi
simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Menurut
Gerungan (2004 : 161)
“Attitude dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Jadi attitude itu lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal.”
Beberapa ahli dalam Abu Ahmadi (2002 : 163) mengemukakan pendapat
mengenai sikap antara lain :
a. Zimbardo dan Ebbesen
b. David Krench dan RS. Crutchfield
Sikap adalah organisasi yang tetap dari proses motivasi, emosi, persepsi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu. c. John Harvey dan Wiliam P. Smith
Sikap merupakan kesiapan secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi.
G.W. Allport dalam David O.Sears (1985 : 137) mengemukakan bahwa
sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap
respon individu pada semua objek dan situasi berkaitan dengannya.
Berdasarkan beberapa konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah kecenderungan yang terdapat dalam diri manusia terhadap objek
tertentu yang menimbulkan respon dalam bentuk positif atau negatif. Pada
penelitian ini yang menjadi objek kajian penelitian yaitu kebijakan
Pemerintah Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
2. Ciri-ciri Sikap
Menurut Bimo Walgito (1983 : 54) ciri-ciri sikap antara lain :
a. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa individu atau manusia pada waktu lahir belumlah membawa sesuatu sikap tertentu. Karena sikap tidak dibawa sejak individu itu dilahirkan, maka sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu tersebut.
b. Selalu adanya hubungan antara individu dengan objek. Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek. Melalui proses pengenalan atau persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang bersifat positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek yang bersangkutan. Jadi sifat hubungan ini akan menimbulkan sikap yang tertentu pula.
d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar. Jika suatu sikap telah terbentuk dan merupakan salah satu nilai dalam kehidupan seseorang, maka secara relative sikap itu akan sulit mengalami perubahan dan jika berubah maka prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama. e. Sikap mengandung faktor perasaan dan faktor motif. Ini berarti bahwa
sikap terhadap suatu objek akan selalu diikuti adanya perasaan yang tertentu pula, apakah perasaan yang bersifat positif (senang) atau negatif (tidak senang) terhadap objek tersebut.
3. Fungsi Sikap
Fungsi sikap menurut Abu Ahmadi (2002 : 179) antara lain :
a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Justru karena itu sesuatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan dan pengalaman bersama biasanya ditandai adanya sikap anggota yang sama terhadap sesuatu objek. Sehingga dengan demikian sikap bisa menjadi rantai penghubung antar orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompoknya yang lain. Oleh karena itu anggota-anggota kelompok yang mengambil sikap sama terhadap objek tertentu dapat meramalkan tingkah laku terhadap anggota-anggota lainnya. b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa
tingkah laku anak kecil dan binatang pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi-aksi tak ada pertimbangan, tetapi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan/penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri, tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.
demikian akan mengganggu manusia. Tanpa pengalaman tak ada keputusan dan tak dapat melakukan perbuatan.
d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-obek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari pada sikap orang tersebut dan dengan mengetahui sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan dan Pengubahan Sikap
Pada dasarnya sikap terbentuk dari individu dari setia orang dan
berkembang dalam dirinya, faktor pengalaman sangatlah penting dalam
proses pembentukan sikap. Namun demikian, faktor dari luar diakui dapat
juga mempengaruhi sikap individu tersebut. Beberapa ahli mengemukakan
pendapatnya mengenai pengaruh tersebut, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
a. Faktor Internal
Menurut Abu Ahmadi (2002 : 171) faktor intern merupakan faktor
yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa
selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
Hal yang sama yang diungkapkan oleh Gerungan (2004 : 168) yaitu
manusia tidak dapat memperhatikan semua rangsangan yang datang
dari lingkungannya dengan taraf perhatian yang sama.
b. Faktor Eksternal
Menurut Abu Ahmadi (2002 : 171) faktor eksternal merupakan faktor
yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial
diluar kelompok.
Menurut M.Sherif dalam Gerungan (2004 : 168) garis besar sikap
mengenai faktor eksternal mencakup dua hal
1. Dalam interaksi kelompok, di mana terdapat hubungan timbal-balik
yang langsung antara manusia
2. Karena komunikasi, di mana terdapat pengaruh-pengaruh
(hubungan) langsung dari satu pihak saja.
5. Metode Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung
dan secara tidak langsung. Menurut Abu Ahmadi (2002 : 182)
a. Pengukuran sikap secara langsung yaitu peneliti meminta pendapat suatu individu mengenai bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah. Dalam pengukuran ini dapat menggunakan beberapa skala, misalnya Skala Thurstone, Skala Likert, Skala Bogardus, dan Skala Perbedaan Semantik (The Semantic Different Scale).
6. Aspek-Aspek Sikap
Menurut Abu Ahmadi (2002 : 162) tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek
yaitu :
a. Aspek Kognitif
Aspek kognitif yaitu aspek yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
b. Aspek Afektif
Aspek afektif yaitu aspek yang berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-objek tertentu.
c. Aspek Konatif
Aspek konatif yaitu aspek yang berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dalam
penelitian ini yaitu kesiapan untuk memberikan sikap atau respon terhadap
objek yang dihadapinya. Sikap atau tanggapan tersebut merupakan suatu
hal untuk mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut,
dalam hal ini adalah pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir
Palembang ke Pasar Retail Jakabaring, yang berhubungan dengan
beberapa aspek sikap. Aspek tersebut terdiri dari aspek kognitif yang
berkaitan dengan pandangan atau pengetahuan yang dimiliki seseorang
mengenai suatu hal yang dalam penelitian ini yaitu terhadap pemindahan
pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.
Aspek afektif yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan seseorang
kontra terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring dan aspek konatif yaitu aspek yang berkaitan
dengan prilaku dengan kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi
terhadap sesuatu hal dengan cara-cara tertentu dengan menanggapi
pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail
Jakabaring.
B. Tinjauan Tentang Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
Masyarakat dalam buku Ilmu Sosial Dasar (1998 : 63) karangan
Munandar Soelaeman berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, yang artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk
aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai
perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam
lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Menurut WJS. Poerwodarminto dalam Hartomo dan Arnicun Aziz (2004
: 88) masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang
yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan antara
aturan yang tertentu. Sedangkan menurut Linton yang dikutip oleh
Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 88), mengemukakan bahwa
masyarakat adalah setiap kelompok manusia, yang telah cukup lama
dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan
batas-batas tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa masyarakat adalah sekumpulan atau sehimpunan
manusia yang telah cukup lama hidup bersama dan bekerja sama,
sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dengan ikatan-ikatan
dan batas-batas tertentu.
2. Unsur Masyarakat
Menurut Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 90) yang menjadi unsur
dari masyarakat yaitu :
a. Harus ada kelompok (pengumpulan) manusia, dan harus banyak jumlahnya, dan bukan mengumpulkan barang.
b. Telah berjalan dalam waktu yang lama dan bertempat tinggal dalam daerah yang tertentu.
c. Adanya aturan (undang-undang) yang mengatur mereka bersama, untuk maju kepada satu cita-cita yang sama.
3. Ciri-ciri masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh Abdulsyani (2002 : 32),
menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk
kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri
pokok, yaitu :
b. Bersama untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbulah sistem komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
4. Masyarakat Kota
Kota menurut Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 228) adalah sebagai
pusat pendomisian bertingkat-tingkat sesuai dengan sistem administrasi
Negara yang bersangkutan.
Beberapa pendapat ahli mengenai pengertian kota yang dikutip oleh
P.J.M Nas (1979 : 29) antara lain :
1. Wirth
Ia merumuskan kota sebagai pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
2. Max Weber
Ia menganggap suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
3. Marx dan Engels
Jika melihat pendapat dari Max Weber, ia menitik beratkan kota pada
pasar sebagai ciri kota, di samping sifatnya sebagai benteng dan sebagai
sistem hukum tersendiri. Jadi dapat disimpulkan kota adalah suatu
pemukiman yang relatif padat yang berisi orang-orang yang heterogen
dalam kedudukan sosial yang digunakan untuk mempertahankan diri.
Sedangkan masyarakat kota adalah masyarakat yang hidup di suatu
tempat yang merupakan pemukiman yang relatif padat dan bersifat
heterogen.
Dari pengertian di atas, maka ciri-ciri masyarakat kota menurut
Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 233-235) antara lain :
1. Hiterogenitas Sosial
Kota merupakan tempat bagi aneka suku maupun ras, sehingga masing-masing kelompok berusaha di atas kelompok yang lain. Maka dari itu sering terjadi usaha untuk memperkuat kelompoknya untuk melebihi kelompok yang lain. Misalnya, mengumpulkan dan mengorganisir anggota kelompoknya secara rapi, memelihara jumlah anak yang banyak bagi kelompok minoritas dan sebagainya. Di samping itu kepadatan penduduk memang mendorong terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang.
2. Hubungan Sekunder
Dalam masyarakat kota pergaulan dengan sesama anggota (orang lain) serba terbatas pada bidang hidup tertentu.
3. Toleransi Sosial
Pada masyarakat kota orang tidak memperdulikan tingkah laku sesamanya secara mendasar dan pribadi, sebab masing-msaing anggota mempunyai kesibukan sendiri. Sehingga kontrol sosial pada masyarakat kota dapat dikatakan lemah sekali. Walaupun ada control sosial tetapi sifatnya non pribadi. Selama tingkah laku dari orang yang bersangkutan tidak merugikan umum atau tidak bertentangan dengan norma yang ada, masih dapat diterima dan ditolerir.
4. Kontrol Sekunder
5. Mobilitas Sosial
Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan maupun perpindahan status, tugas maupun tempat tinggal.
6. Individual
Akibat hubungan sekunder, maupun kontrol sekunder, maka kehidupan masyarakat di kota menjadi individual. Apakah yang mereka inginkan dan rasakan, harus mereka rencana dan laksanakan sendiri. Bantuan dan kerja sama dari anggota masyarakat yang lain sulit untuk diharapkan.
7. Ikatan Sukarela
Walaupun hubungan sosial bersifat sekunder, tetapi dalam organisasi tertentu yang mereka sukai secara sukarela ia menggabungkan diri dan berkorban.
8. Segresi Keruangan
Akibat dari hiterogenitas sosial dan kompetisi ruang, terjadi pola sosial yang berdasarkan pada sosial ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan sebagainya. Maka dari itu akhirnya terjadi pemisahan tempat tinggal dalam kelompok-kelompok tertentu.
C. Tinjauan Tentang Sikap Masyarakat
Abu Ahmadi (2002 : 166) menyatakan bahwa sikap masyarakat atau sikap
sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh
orang-orang sekelompoknya terhadap objek sosial dan dinyatakan berulang-ulang.
Selanjutnya Gerungan (2004 : 161) merumuskan sikap sosial sebagai
berikut:
“Suatu sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial, dan biasanya sikap sosial itu dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
objek yang terjadi berulang-ulang yang dimiliki oleh banyak orang atau
sekelompok orang.
D. Tinjauan Tentang Pasar
1. Pasar 16 Ilir Palembang
Menurut Max Weber dalam P.J.M. Nas (1979 : 29) suatu daerah dapat
dikatakan sebagai kota yaitu apabila masyarakat setempatnya dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
Pendapat Max Weber ini menyatakan bahwa pentingnya peranan suatu
pasar dalam kehidupan dan tata masyarakat perkotaan. Menurutnya pasar
merupakan ciri dari kota disamping sifatnya sebagai benteng dan sebagai
sistem hukum tersendiri. Kota Palembang yang memiliki banyak pasar
yang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya sendiri telah dapat
dikatakan sebagai kota jika merujuk dari pendapat Max Weber yang
menekankan kota pada pasar sebagai ciri utamanya.
Salah satu pasar yang dimiliki di Kota Palembang yaitu Pasar 16 Ilir.
Daerah Pasar 16 Ilir terdapat di tepian Sungai Musi dan telah ada sejak
awal abad ke-20, yang dahulu merupakan daerah pemukiman.
Sebagaimana sifat orang Melayu Palembang, kawasan tepian sungai
terutama tepian Sungai Musi merupakan pilihan tepat karena pada saat
itu jalur transportasi hanya melalui jalur air yang menggunakan perahu
yang dulunya pemukiman berubah fungsi menjadi lahan pencari nafkah
masyarakat sekitar. Tempat tersebut berubah menjadi Pasar yang
kemudian diberi nama Pasar 16 Ilir, ini dikarenakan pasar tersebut
terletak di daerah 16 Ilir. Nama 16 Ilir sendiri merupakan sisa-sisa dari
jaman penjajahan Belanda yang dahulu menduduki Kota Palembang.
Pemberian nama 16 Ilir tersebut merupakan salah satu strategi perang
Belanda untuk mengecoh gerilyawan perang.
2. Pasar Retail Jakabaring
Jakabaring merupakan daerah yang terdapat di Kecamatan Seberang Ulu
yang merupakan daerah pengembangan pembangunan. Sebelum tahun
2004 daerah ini masih merupakan daerah yang terdiri dari rawa-rawa dan
belum banyak penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Akhirnya pada
saat Kota Palembang dijadikan tuan rumah pada Pekan Olahraga
Nasional (PON) XIV pada 2004, daerah ini banyak mengalami
perubahan dengan berbagai macam pembangunan di berbagai sektor.
Mulai dari pembangunan sarana dan prasarana olah raga sampai
pembangunan perkampungan atlit. Kantor-kantor dinas pun banyak yang
dipindahkan ke daerah ini sehingga perekonomian di daerah ini semakin
meningkat.
Di Jakabaring masih banyak terdapat lahan kosong yang belum diolah
sehingga oleh Walikota Palembang saat itu Eddy Santana Putra dibuat
kaki lima Pasar 16 Ilir direlokasi. Tidak hanya pedagang kaki lima Pasar
16 Ilir saja yang pindah ke Pasar Jakabaring ini, namun banyak pedagang
pasar yang ada di Kota Palembang dipindahkan ke pasar ini, kemudian
pasar ini disebut Pasar Retail Jakabaring.
E. Kerangka Pikir
Menurut Widayat dan Amirullah dalam Masyhuri dan Zainuddin (2008 :
113) kerangka berpikir atau juga disebut kerangka konseptual merupakan
model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Sedangkan
menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2008 : 34) kerangka berpikir
ialah penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi obyek
permasalahan kita.
Di Indonesia banyak terdapat daerah setingkat kota atau kabupaten yang
menoreh prestasi yang telah diraihnya, baik di tingkat nasional maupun di
tingkat internasional. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran serta
masyarakat yang ikut menyukseskan program-program atau kebijakan yang
telah digulirkan oleh pemerintah.
Permasalahan pun menjadi semakin kompleks seiring dengan
perkembangan zaman. Salah satunya mengenai pengelolaan pasar. Di Kota
Palembang banyak terdapat pasar-pasar tradisional yang berfungsi sebagai
pusat pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pasar 16 Ilir menjadi pasar yang
Musi dan luasnya yang mencapai 1.283 m2. Berdasarkan data yang
diperoleh dari BPS Sumatera Selatan, Pasar 16 Ilir memiliki 1.148 pedagang
kaki lima yang setiap tahun jumlahnya semakin bertambah. Pemerintah
Kota Palembang memberikan tempat yang layak bagi para pedagang untuk
berjualan berbagai macam kebutuhan. Mengingat lokasinya yang strategis
maka makin banyak pedagang yang ingin membuka usahanya di Plaza 16
Ilir, sehingga menyebabkan tidak dapat ditampungnya semua pedagang di
tempat tersebut. Jadi para pedagang yang tidak kebagian tempat membuka
usahanya di luar tempat, sehingga menyebabkan para pedagang berjualan di
luar plaza dan menyebabkan ketidakteraturan di sekitar daerah plaza
tersebut.
Mempertimbangankan hal tersebut Pemerintah Kota Palembang
memindahkan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke pasar baru yaitu Pasar
Retail Jakabaring. Pemindahan ini bertujuan untuk menata ulang kembali
tatanan Kota Palembang. Daerah yang ditinggalkan Pasar 16 Ilir dijadikan
taman wisata sejalan dengan penetapan daerah 16 Ilir sebagai sentra wisata
Sungai Musi atau Palembang Legendary City. Selain itu pemindahan lokasi
pasar ini juga bertujuan untuk meningkatkan perekonomian di daerah
Jakabaring, karena Jakabaring masih merupakan daerah yang harus
dikembangkan mengingat potensi lahannya yang sangat luas.
Partisipasi, sikap, dan dukungan dari masyarkat sangatlah penting dalam hal
pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
masyarakat ataupun pedagang yang kontra terhadap kebijakan Pemerintah Kota Palembang tersebut. Jadi masyarakat mempunyai peran yang sentral
dalam mewujudkan terlaksananya dengan tepat kebijakan yang digulirkan
oleh pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih
mendalam bagaimana sikap masyarakat Kota Palembang terhadap
pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail
Jakabaring. Untuk memperoleh gambaran mengenai sikap seperti yang
dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2002 : 162) yaitu aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek konatif.
1. Aspek kognitif (aspek perseptual), yaitu aspek yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, pengalaman, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap pemindahan
pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.
2. Aspek afektif (aspek emosional), yaitu aspek yang berkaitan dengan rasa
senang atau tidak senang terhadap pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.
3. Aspek konatif (aspek perilaku), yaitu aspek yang berkaitan dengan
kecenderungan orang untuk bertindak terhadap pemindahan pedagang
Gambar kerangka pikir dapat dilihat pada bagan berikut:
Gambar 1. Bagan kerangka pikir sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring
Sikap Masyarakat
Pemindahan Pedagang Kaki Lima
Pasar 16 Ilir Palembang
ke Pasar Retail Jakabaring
Aspek Kognitif
Aspek Afektif
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sikap masyarakat
Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir
Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Tipe penelitian ini menggunakan tipe
penelitian deskriptif yang berdasarkan pada data kuantitatif. Penelitian
deskriftif menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2008 : 4)
bermaksud membuat pemeriaan (penyandraan) secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.
Ciri-ciri penelitian deskriftif menurut Masyhuri dan M. Zainuddin (2008 : 34)
adalah :
a. Memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena b. Menerangkan hubungan (korelasi)
c. Menguji hipotesis yang diajukan d. Membuat prediksi (forcase) kejadian
e. Memberikan arti atau makna atau implikasi pada suatu masalah yang diteliti. Jadi penelitian deskripsi mempunyai cakupan yang lebih luas.
Kuantitatif menurut Jonathan Sarwono adalah mementingkan adanya
variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut
harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing.
B. Definisi Konseptual
Konsep menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1995 : 33) adalah
istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak :
kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Sikap
Sikap adalah kecenderungan yang terdapat dalam diri manusia terhadap
objek tertentu yang menimbulkan respon dalam bentuk positif atau negatif.
Pada penelitian ini yang menjadi objek kajian penelitian yaitu kebijakan
Pemerintah Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring. Sikap masyarakat tersebut diukur
dengan menggunakan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan konatif,
yang merupakan aspek pengetahuan, emosional atau perasaan dan
tindakan. Sikap tersebut nantinya akan memberikan pernyataan terhadap
objek tersebut yang akan menimbulkan pernyataan setuju atau tidak setuju,
mendukung atau tidak mendukung terhadap pemindahan pedagang kaki
lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.
2. Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan atau sehimpunan manusia yang telah
cukup lama hidup bersama dan bekerja sama, sehingga mereka dapat
mengorganisasikan dirinya dengan ikatan-ikatan dan batas-batas tertentu.
3. Pemindahan Pedagang Kaki Lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring
Pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring
adalah solusi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palembang untuk
mewujudkan keindahan tata kota yang teratur dan bersih. Pemindahan
pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring dapat
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, baik
masyarakat daerah yang ditinggal maupun daerah yang dituju. Daerah
Pasar 16 yang ditinggalkan dibagun menjadi taman-taman kota yang
menjadi tempat tujuan wisata sesuai dengan ketetapan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono untuk menjadikan daerah ini sebagai sentra wisata
Sungai Musi atau Palembang Legendary City.
C. Definisi Operasional
Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1995 : 46) definisi
operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah
semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Aspek Kognitif (Pengetahuan)
Merupakan pengetahuan masyarakat tentang pemindahan pedagang kaki
a. Pengetahuan masyarakat tentang pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
b. Pengetahuan masyarakat tentang lokasi pemindahan pedagang kaki
lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
c. Pengetahuan masyarakat tentang alasan pemindahan pedagang kaki
lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
d. Pengetahuan masyarakat tentang tujuan pemindahan pedagang kaki
lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
e. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat pemindahan pedagang kaki
lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
2. Aspek Afektif (Perasaan)
Merupakan perasaan maupun sikap masyarakat terhadap pemindahan
pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring,
yaitu meliputi :
a. Perasaan masyarakat terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar
16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
b. Perasaan masyarakat terhadap lokasi pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
c. Perasaan masyarakat terhadap alasan pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
d. Perasaan masyarakat terhadap tujuan pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
e. Perasaan masyarakat terhadap manfaat pemindahan pedagang kaki
3. Aspek Konatif (Tindakan)
Merupakan pengetahuan masyarakat tentang pemindahan pedagang kaki
lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring meliputi :
a. Kecenderungan bertindak yang dilakukan masyarakat terhadap
pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail
Jakabaring.
b. Ketertarikan masyarakat terhadap pemindahan pedagang kaki lima
Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
c. Keoptimisan masyarakat terhadap keberhasilan pemindahan pedagang
kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
d. Keoptimisan masyarakat terhadap keberhasilan tujuan pemindahan
pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.
e. Keoptimisan masyarakat terhadap manfaat yang dicapai dari
pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar
Retail Jakabaring
D. Sumber Data
Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini
dilihat dari karakteristik sumbernya terbagi menjadi :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama
langsung dari responden yang merupakan hasil dari teknik pengumpulan
data melalui kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang dibutuhkan. Data sekunder ini digunakan sebagai
pendukung. Sumber data sekunder antara lain berupa wawancara untuk
mendukung data utama yang diperoleh dari kuisioner, literatur, berita surat
kabar, website, serta dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap masyarakat Kota Palembang
terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail
Jakabaring. Untuk itu dirasa perlu untuk mengetahui pendapat masyarakat
Kota Palembang yang memiliki populasi satu juta lebih penduduk. Lokasi
penelitian ini adalah di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan.
F. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam buku karangan Burhan Bungin (2008 : 99) adalah berasal
dari kata bahasa Inggris population, yang berarti jumlah penduduk. Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2008 : 42) populasi adalah
semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran daripada
Berdasarkan pernyataan tersebut maka populasi dalam penelitian ini
adalah masyarakat Kota Palembang yang berjumlah 1.394.954 jiwa yang
diwakili oleh 301.401 kepala keluarga (KK). Kota Palembang terbagi
dalam enam belas kecamatan , yaitu Kecamatan Ilir Barat II, Kecamatan
Gandus, Kecamatan Seberang Ulu I, Kecamatan Kertapati, Kecamatan
Seberang Ulu II, Kecamatan Plaju, Kecamatan Ilir Barat I, Kecamatan
Bukit Kecil, Kecamatan Ilir Timur I, Kecamatan Kemuning, Kecamatan
Ilir Timur II, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Sako, Kecamatan
Sukarami, Kecamatan Sematang Borang, dan Kecamatan Alang-alang
Lebar. Data yang diperoleh pada pra-riset tanggal 14-17 April 2009,
jumlah kepala keluarga per kecamatan di Kota Palembang pada tahun
2007 adalah sebagai berikut :
a. Ilir Barat II : 13.154 kepala keluarga
b. Gandus : 11.439 kepala keluarga
c. Seberang Ulu I : 33.131 kepala keluarga
d. Kertapati : 17.618 kepala keluarga
e. Seberang Ulu II : 20.597 kepala keluarga
f. Plaju : 17.706 kepala keluarga
g. Ilir Barat I : 26.603 kepala keluarga
h. Kemuning : 20.952 kepala keluarga
i. Ilir Timur II : 32.818 kepala keluarga
j. Kalidoni : 22.579 kepala keluarga
k. Sako : 19.911 kepala keluarga
m. Sematang Borang : -
n. Alang-alang Lebar : -
Total jumlah kepala keluarga yang berada di Kota Palembang adalah
301.401 kepala keluarga. Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan
Alang-alang Lebar belum memiliki angka kepala keluarga yang pasti
karena data-data tersebut masih tergabung dengan Kecamatan Sako dan
Kecamatan Sukarami. Data Kecamatan Sematang Borang masih tergabung
dengan Kecamatan Sako sedangkan data Kecamatan Alang-alang Lebar
masih tergabung dengan Kecamatan Sukarami.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Masyhuri dan Zainuddin ( 2008 : 155) sampel adalah suatu
contoh yang diambil dari populasi. Adapun yang menjadi populasi pada
penelitian ini adalah kepala keluarga yang berada di Kota Palembang yang
jumlahnya sebanyak 301.401 kepala keluarga.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proporsionan sampling. Menurut Burhan Bungin (2008 : 114)
proporsional sampling merupakan teknik sampling yang agak lebih
leluasa dalam penggunaannya, yaitu teknik ini dapat digunakan pada
populasi berstrata, populasi area maupun populasi cluster.
Maka penelitian ini sampel yang akan diambil menggunakan rumus presisi
yakni rata-rata sampel dari rumus T. Yamane yang dikutip oleh Burhan
Rumus yang digunakan :
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dicari N = Jumlah populasi
d = Nilai presisi (0,1) 1 = Nilai Konstanta
Berdasarkan rumus pengambilan sampel di atas maka sampel dalam
penelitian ini adalah
301.401 n =
301.401 (0,1)2 + 1
301.401 n =
3014,01 + 1 301.401 n =
3015,01
n = 99,97 dibulatkan menjadi 100
Berdasarkan rumus penentuan sampel di atas maka sampel dalam penelitian
ini berjumlah 100 orang. Setelah didapat sampel yang dibutuhkan, menurut
Jalalludin Rahmat (1997 : 82) langkah yang kedua adalah menentukan
yaitu dengan menggunakan rumus penentuan sampel agar sampel lebih
proporsional.
Rumus yang digunakan :
Keterangan :
Ni = Jumlah populasi dari masing-masing kelompok
N = Jumlah keseluruhan populasi
n = Jumlah sampel yang diambil
(Jalalludin Rahmat, 1997 : 82)
Berdasarkan rumus pengambilan sampel kelompok di atas maka sampel
kelompok dalam penelitian ini adalah :
a. Kecamatan Ilir Barat II
13154
ni = x 100 301401
ni = 4, 36 dibulatkan menjadi 4
b. Kecamatan Gandus
11439
ni = x 100 301401
c. Kecamatan Seberang Ulu I
33131
ni = x 100 301401
ni = 10, 99 dibulatkan menjadi 11
d. Kecamatan Kertapati
17618
ni = x 100 301401
ni = 5, 84 dibulatkan menjadi 6
e. Kecamatan Seberang Ulu II
20597
ni = x 100 301401
ni = 6, 83 dibulatkan menjadi 7
f. Kecamatan Plaju
17706
ni = x 100 301401
ni = 5, 87 dibulatkan menjadi 6
g. Kecamatan Ilir Barat I
26603
ni = x 100 301401
h. Kecamatan Bukit Kecil
9967
ni = x 100 301401
ni = 3, 30 dibulatkan menjadi 3
i. Kecamatan Ilir Timur I
16946
ni = x 100 301401
ni = 5, 62 dibulatkan menjadi 6
j. Kecamatan Kemuning
20952
ni = x 100 301401
ni = 6, 95 dibulatkan menjadi 7
k. Kecamatan Ilir Timur II
32818
ni = x 100 301401
ni = 10, 88 dibulatkan menjadi 11
l. Kecamatan Kalidoni
22579
ni = x 100 301401
m.Kecamatan Sako
ni = 12, 60 dibulatkan menjadi 12
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden dengan rincian
sebagai berikut :
Tabel 1. Rincian Jumlah Sampel
No Kecamatan Jumlah Kepala Keluarga Sampel
1 Ilir Barat II 13.154 4
Proses penyebaran sampel menggunakan Purposive Sampling. Menurut Joko Subagio (1997 : 31) Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan subyektif peneliti. Sebagai sampel harus
memenuhi persyaratan yang dibuat sebagai kriteria.
Kriteria dan pertimbangan yang dilakukan dalam memilih sampel agar lebih
terbukti perolehan informasinya, yaitu sebagai berikut :
a. Masyarakat Kota Palembang yang minimal telah berdomisili selama ± 5
tahun di Palembang;
b. Masyarakat dapat membaca dan menulis;
c. Masyarakat Kota Palembang yang telah terdaftar di kecamatan yang ada di
Kota Palembang sebagai penduduk Kota Palembang yang memiliki Kartu
Tanda Penduduk (KTP)
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data secara kuisioner, wawancara dan dokumentasi yang
bertujuan untuk mendapatkan data pada penelitian ini.
1. Teknik Kuesioner
Menurut Burhan Bungin (2008 : 123) metode angket atau kuesioner
merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara
sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi,
Kuesioner ditujukan kepada sampel yang telah diambil dari jumlah
populasi kepala keluarga yang berada di Kota Palembang.
2. Teknik Wawancara
Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan
berkaitan dengan topik penelitian. Menurut Moh. Nazir dalam Burhan
Bungin (2008 : 126) wawancara adalah sebuah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang
diwawancarai.
Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk menunjang data utama
yang didapatkan dari kuisioner. Informan dalam hal ini adalah Suparman
Kasup, Direktur Administrasi dan Keuangan Perusahaan Daerah Pasar
Palembang Jaya, Sekretaris Koperasi Serba Usaha Tunas Baru Djunaida
Handayani sebagai pengelola Pasar Retail Jakabaring, H.Hasan selaku
pengelola harian Pasar Retail Jakabaring dan beberapa pedagang yang
terkena relokasi.
3. Teknik Dokumentasi
Menurut Sartono Kartodirdjo dalam Burhan Bungin (2008 : 144) teknik
dokumentasi adalah teknik yang digunakan untuk menelusuri data historis.
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang berupa
artikel, arsip, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan subjek dan objek
penelitian. Dokumentasi dalam hal ini diperoleh dari data yang terdapat di
penduduk. Dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
memperoleh data sekunder dan dapat membantu dalam mengumpulkan
data yang dibutuhkan dalam penelitian.
H. Teknik Penentuan Skor
Untuk mengolah data yang berbentuk kuisioner yang dituangkan dalam
pernyataan-pernyataan, masing-masing pernyataan diberikan alternatif
jawaban berdasarkan Metode Likert. Alternatif jawaban berdasarkan Metode
Likert dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Alternatif jawaban dengan menggunakan Metode Likert
Pernyataan Dengan Memilih Jawaban Skor
Sangat tahu/sangat setuju/sangat mendukung/sangat optimis 5
Tahu/setuju/mendukung/optimis 4
Cukup tahu/cukup setuju/cukup mendukung/cukup optimis 3 Tidak tahu/tidak setuju/tidak mendukung/tidak optimis 2 Sangat tidak tahu/sangat tidak setuju/sangat tidak
mendukung/sangat tidak yakin 1
Sumber : Data diolah 2009
I. Teknik Pengolahan Data
Data penelitian yang telah didapat akan diolah menggunakan
langkah-langkah berikut :
1. Tahap Editing
Menurut Burhan Bungin (2008 : 165) editing adalah kegiatan yang
dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan.
diperoleh dalam rangka menjamin keabsahannya (validitas) untuk
kemudian dipersiapkan ketahap selanjutnya yaitu memeriksa hasil
kuesioner yang telah diisi oleh responden.
2. Tahap Koding
Tahap koding adalah tahap dimana jawaban dari responden
diklasifikasikan menurut jenis pertanyaan untuk kemudian diberi kode
dan dipindahkan dalam tabel kode atau buku kode.
3. Tahap Tabulasi
Tahap tabulasi adalah tahap mengelompokan jawaban-jawaban yang
serupa secara teratur dan sistematis. Tahap ini dilakukan dengan cara
mengelompokkan jawaban-jawaban responden yang serupa. Melalui
tabulasi data akan tampak ringkas dan bersifat merangkum. Pada
penelitian ini data-data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian
disusun kedalam bentuk tabel, sehingga pembaca dapat melihat dan
memahaminya dengan mudah.
4. Tahap Interpretasi Data
Tahap interpretaasi data yaitu tahap untuk memberikan penafsiran atau
penjabaran dari data yang ada pada tabel untuk dicari maknanya yang
lebih luas dengan menghubungkan jawaban dari responden dengan hasil
J. Teknik Analisis Data
Menurut Sofian Effendi dan Chris Manning dalam Masri Singarimbun dan
Sofian Effendi (1995 : 263) analisis data adalah proses penyederhanaan data
ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif,
dengan penggunaan tabel tunggal, yaitu metode yang dilakukan dengan
memasukkan data dari kuesioner ke dalam kerangka tabel untuk menghitung
frekuensi dan membuat persentase sebagai uraian mengenai hasil akhir
penelitian.
Tabel tunggal dipergunakan untuk menggambarkan jawaban responden
terhadap sikap masyarakat Kota Palembang mengenai pemindahan pedagang
kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Sedangkan
skala pengukuran yang digunakan ialah skala likert. Menurut Sulisyanto
(2005 : 23) skala likert digunakan untuk mengukur persepsi, pendapat, sikap
serta penilaian seseorang tentang fenomena sosial.
Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan dan menentukan skor
jawaban, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data menggunakan
penghitungan rumus interval. Analisis data dengan menggunakan analisis
Perhitungan menggunakan rumus interval menggunakan rumus sebagai
berikut :
NT - NR I =
K
Keterangan :
I = Interval nilai skor Nt = Nilai tertinggi Nr = Nilai terendah K = Kategori jawaban Sutrisno Hadi (1998 : 421)
Selanjutnya untuk mengetahui persentase dari jawaban responden
menggunakan rumus persentase berikut ini :
Keterangan :
P : Presentase
F : Frekuensi pada klasifikasi kategori yang bersangkutan N : Jumlah frekuensi dari seluruh klasifikasi/kategori Soerjono Soekanto (1986 : 268)
Setelah dihitung dan didapatkan persentasenya dari data yang ada, maka hasil
dari data tersebut akan diinterpretasikan untuk mendapatkan jawaban
penelitian mengenai sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Kota Palembang
Kota Palembang merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Sumatera
Selatan yang saat ini memiliki 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota
yang sekaligus merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan. Palembang
adalah kota terbesar di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu merupakan
pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum dihancurkan oleh Majapahit. Hingga
sekarang bekas area Kerajaan Sriwijaya masih terdapat di Bukit Siguntang,
sebelah barat Kota Palembang.
Setelah dihancurkan oleh berbagai peristiwa mulai dari penyerbuan pasukan
maritim barbar dan isolasi dari majapahit, kota ini lalu sangat terpengaruh
budaya Jawa dan Melayu. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam
budaya yang berkembang di Palembang. Salah satunya adalah bahasa.
Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya.
Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas dan Raden
Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan
coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota Palembang memiliki komunitas Tionghoa yang cukup besar. Makanan
maksuba, kue 8 jam, kue engkak, laksan, burgo, dll. Makanan seperti pempek
atau tekwan mengesankan Chinese Taste masyarakat Palembang.
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada
prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat
Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada
tanggal 16 Juni 683 Masehi, sehingga tanggal tersebut dijadikan patokan hari
lahir Kota Palembang.
Kota Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah
leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja Melayu
pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian
Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke
Tumasik dan diberikannya nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu
pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara
bersama pengikutnya pindah ke Malaka di Semenanjung Malaysia dan
mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri
baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian
selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang
Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan
mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.
Sebelum masa NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pertumbuhan
1) Fase sebelum Kerajaan Sriwijaya merupakan zaman kegelapan, karena
mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara sriwijaya
membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang
tertulis pada manuskrip lama di hulu sungai musi merupakan penduduk
dari daerah hulu sungai komering.
2) Fase Sriwijaya Raya, Palembang menjadi pusat dari kerajaan yang membentang mulai dari barat pulau jawa, sepanjang pulau sumatera,
semenanjung malaka, bagian barat kalimantan sampai ke indochina.
Runtuhnya Sriwijaya sendiri utamanya karena penyerbuan bangsa-bangsa pelaut „yang tidak terdefinisikan‟, sebagian sejarahwan mengatakan
bahwa mereka adalah pasukan barbar laut dari Srilanka (Ceylon). Akibat
hancurnya kekuatan maritim mereka, Sriwijaya menjadi lemah dan
persekutuan daerah-daerah kekuasaanya terlepas dan ketika datangnya
Ekspedisi Pamalayu dari Jawa (majapahit) ke Jambi dalam melakukan
isolasi kepada Palembang, untuk mencegah Sriwijaya bangkit kembali.
3) Fase Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, Disekitar Palembang dan sekitarnya kemudian bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus
Kuning dihilir Sungai Musi, Si Gentar Alam didaerah Perbukitan, Tuan
Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu Sungai Komering, Panglima
Gumay disepanjang Bukit Barisan dan sebagainya. Pada fase inilah
Parameswara yang mendirikan Tumasik (Singapura) dan kerajaan Malaka
hidup, dan pada fase inilah juga terjadi kontak fisik secara langsung
4) Fase Kesultanan Palembang Darussalam, Hancurnya Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari
Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting dibalik
hancurnya majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar) dan
Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan „pengganti‟ dari majapahit di
Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula „Kesultanan Palembang Darussalam‟ dengan raja pertamanya adalah „Susuhunan
Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman‟. Kerajaan ini
mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan
agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar
di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu Raja yang paling
terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat
menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan
Inggris).
5) Fase Kolonialisme, Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran yang
keempat melawan Belanda yang pada saat ini turun dengan kekuatan
besar pimpinan Jendral De Kock, maka Palembang nyaris menjadi
kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II
yang menyatakan menyerah kepada Belanda berusaha untuk
memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumi