• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA MILITER MENGENAI DESERSI DIMASA DAMAI YANG DIPUTUS BEBAS PADA TINGKAT PENINJAUAN KEMBALI (Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA MILITER MENGENAI DESERSI DIMASA DAMAI YANG DIPUTUS BEBAS PADA TINGKAT PENINJAUAN KEMBALI (Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Widiya Dara dilahirkan di Jember pada tanggal 2 April 1990. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ir.Mukmin dan Ibu Alfiah. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Yustikarini Bandar Lampung pada tahun 1996, kemudian pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Raja Basa Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 25 Bandar Lampung pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2008.

(2)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Tindak Pidana Militer Mengenai Desersi Dimasa Damai Yang Diputus Bebas pada Tingkat Peninjauan Kembali” yang harus ditempuh sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada Fakultas Hukum Universitas lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menambah mutu tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang paling dalam penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S selaku Pejabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung;

(3)

4. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H.,M.H selaku pembimbing II sekaligus abang di dalam Organisasi MAHUSA atas kesediaanya memberikan bimbingan, waktu, tenaga, pembelaan saat seminar serta pikirannya dalam membantu Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

5. Bapak Eko Raharjo, S.H.,M.H selaku Pembahas I yang telah memberikan saran dan kritiknya kepada Penulis;

6. Ibu Hj. Aprilianti, S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik;

7. Seluruh Bapak/Ibu dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan segenap ilmu pengetahuannya kepada Penulis dan Insyaallah akan berguna bagi Penulis;

8. Segenap pimpinan, Karyawan dan Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

9. Ayah yang meskipun jauh namun selalu memberikan dorongan materiil maupun spiritual untuk keberhasilanku;

10. Mama atas semua waktu, kesabaran, semangat, doa dan kasih sayangnya yang selalu dapat memacu semangatku dan mama yang juga selalu bersedia untuk mendengar semua keluh kesah yang ku sampaikan. Terima Kasih Ma; 11. Kakakku Adi Joyo Kusumo, atas semangat, doa dan lelucon-leluconnya yang

terkadang tidak lucu sama sekali tapi bisa membuat suasana menjadi lebih hangat;

(4)

13. Om Nazril Fahrozi, S.E dan keluarga, yang selalu memberi dorongan, semangat, nasehat, doa dan juga selalu memberi yang terbaik untuk ku dan keluarga;

14. Seluruh keluarga Besar MAHUSA (Mahasiswa Hukum Sayangi Alam) abang, mbak dan adik-adik tercinta, terima kasih atas motivasi, dukungan dan kebersamaan kita yang selalu akan kita banggakan. MAHUSA JAYA;

15. Teman, musuh, sahabat, abang sekaligus kekasih, Chandra Okstrawan yang selalu menemani, mendoakan dan memberikan motivasi yang tiada henti yang telah hadir dengan kesederhanaan cintanya kelak akan mendampingi disetiap langkah hidupku;

16. Angkatan Ke-26 di MAHUSA: Andi Ashadik Adly, S.H (gibran) meskipun sering selisih paham tapi tetap selalu bersedia menemani di saat suka dan duka, Jepri Wahyu (gembur) yang selalu dengan senang hati menyediakan tempatnya untuk kami, Regi Aska (golek) yang selalu hadir setiap dibutuhkan, Noviyana (arum) yang sering menghilang dan terkadang buat kangen, Chandra Okstrawan (kimung), M Imron Suhada (ganggas), Febri Trinata Maliki (buluk), Indra (subuk), Mawar Sejati, S.H (bontet), terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini, semoga tali persaudaraan kita tidak akan pernah terputus sampai tutup usia nanti. Salam Lintas Badai;

(5)

18. Angkatan 3 Diva, Mb Marta Aritonang, S.H atas motivasi, dukungan dan bantuan yang selalu siap setiap diminta, Bang Ajie Surya Prawira, S.H atas saran-saran dan tempat sharing yang menyenangkan, Mb Putri Della Karneta, S.H untuk didikannya selama menjadi anggota muda di Mahusa. Terima kasih untuk semua yang telah diberikan;

19. Aidk-adik angkatan Pasak Bumi dan Satria Lembah Purnama, terus berjuang dan jaga terus Mahusa kita;

20. Anggota muda ke-29, tetap terus aktif dan ikuti semua rangkaian pendidikan kita, agar kita bisa menjadi satu keluarga kelak;

21. Sahabat-sahabatku: Vicky Tamara, Anggun Sendi Ranti, Melvin Indriani, Novie Triyana, S.H, Arnita Gichika, S.H, Nurhikma, Ni Nyoman Indri, Wahda Nora, Dwi Haska, Fenni Tri, Yopi Prasetya, M Zulfikar, S.H, dan Anggraeni terima kasih atas motivasi, dukungan dan kebersamaannya selama menjalani masa-masa pembelajaran di Kampus Hijau (Unila) tercinta ini; 22. Teman-teman KKN di Pekon Pampangan, Sekincau: Dwi Retno Palupi, Inna

Windhatria, Sutikno, Widya Emilia, Yogi Irawan, Anita Melina, Nadia Karina Harun, Priska Pardede, Revan Timbul, M Nizar dan Olivia. Terima kasih atas kebersamaanya selama menjalani hari-hari KKN di Pekon Pampangan;

(6)

24. Kepala UPT Oditur Militer I-04 Bandar Lampung, terima kasih atas izin, informasi dan ilmu yang diberikan dalam penelitian yang penulis lakukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

25. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu, terima kasih atas kebersamaanya selama menjalani hari-hari di Fakultas Hukum;

26. Almamater tercinta.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak yang berkepentingan pada umumnya untuk kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi semua.

Semoga segala bimbingan, bantuan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan pahala dari Allah SWT, Amien yaa Robbal Allamin.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis

(7)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA MILITER MENGENAI DESERSI DIMASA DAMAI YANG DIPUTUS BEBAS PADA TINGKAT

PENINJAUAN KEMBALI (Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)

Oleh Widiya Dara

Salah satu tindak pidana yang diatur dalam KUHPM yaitu mengenai tindak pidana desersi yang tercantum dalam Pasal 87 KUHPM. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut membawa konsekuensi bagi anggota TNI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan hukum pidana militer yang berlaku. Dalam prakteknya ada beberapa pejabat di lingkungan TNI yang melakukan kekeliruan dalam menjatuhkan hukuman sehingga menimbulkan kerugian yang besar bagi prajurit TNI. Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2008, terdapat salah satu contoh perkara yang menimbulkan kerugian yang besar pada kasus yang menimpa seorang prajurit TNI, yaitu Serda Nasir, di Batam. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat dua permasalah yang akan dibahas, yaitu bagaimana desersi yang dilakukan oleh Serda Nasir sebagai prajurit TNI dan dasar pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan objektif. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Sedangkan pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan mengadakan studi lapangan. Penelitian ini dilakukan di Polisi Militer pada DEN POM II/3 Bandar Lampung dan Oditur pada UPT Oditurat Militer I-04 Bandar Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

(8)

Widiya Dara 2. Mahkamah Agung memutus terdakwa terbukti tidak bersalah karena telah

terjadi kekhilafan yang nyata yang telah dilakukan olehjudex factie.

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara manapun di dunia ini, militer merupakan organ yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap Negara, salah satu penopang kedaulatan suatu Negara ada pada kekuatan militer yang dimilikinya. Ancaman terhadap kedaulatan Negara tersebut secara umum bisa datang dari luar maupun dating dari dalam negara itu sendiri. Selain menjaga kedaulatan negara, militer juga digunakan untuk memperluas wilayah atau pengaruh suatu negara dengan melakukan hal terbalik dengan fungsi yang pertama sebagai penjaga kedaulatan negara, sehingga dengan demikian fungsi militer adalah bertahan atau menyerang.

Banyak orang yang kurang mengerti tentang betapa pentingnya hukum militer pada suatu negara. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar, tetapi orang hendaknya jangan lupa bahwa salah satu unsur untuk menegakkan disiplin itu adalah hukum. Maka hukum itu secara tidak langsung menyelenggarakan pemeliharaan disiplin militer.

Hukum militer sebagaimana hukum-hukum lainnya terdapat hampir diseluruh negara, namun demikian keberadaan hukum militer disetiap negara tentu akan berbeda-beda sesuai dengan kepentingan yang juga berbeda untuk masing-masing negara. Kesamaan yang terdapat dalam hukum militer adalah sama-sama dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pertahanan negara.

(10)

reserve pada tata kelakuan yang ditentukan dengan pasti dan yang pelaksanaannya diawasi dengan ketat.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer Indonesia (KUHPM) merupakan turunan dari

Wetbooek van Militair Strafrecht (WvMS) dari Negara Belanda. WvMS berlaku di Indonesia berdasarkan Asas Konkordansi Pasal 132 I.S (Indische Staatsregeling) yang menentukan: “pelaksanaan Hukum Pidana Militer dicantumkan dalam ordonansi-ordonansi yang sejauh

mungkin bersesuaian dengan undang-undang yang ada di negeri Belanda”(Tri Andrisman, 2009: 16)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947, diadakan perubahan, pengurangan, dan penambahan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947, ditentukan tentang nama KUHPM, yaitu:

1. Nama Wetbook van Militair Strafrecht voor Nederland Indie (Staatdblad 1934 Nomor 167) diubah menjadiWetbook van Militair Strafrecht.

2. Kitab itu dapat disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara.

Jadi, KUHPM Indonesia yang asli sebenarnya masih dalam bahasa Belanda dan bernama

Wetbook van Militair Strafrechtserta teks aslinya dalam Bahasa Belanda. Sedangkan terjemahan KUHPM bukan terjemahan yang resmi. Demikian pula penyebutan nama WvMS ini dalam bahasa Indonesia dapat disebut “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara”, namun dalam perkembangan zaman, kata “Tentara” sudah jarang digunakan, sehingga terjadi perubahan

(11)

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), tertuang mengenai tindak pidana yang khusus dibuat untuk para anggota TNI. Salah satu tindak pidana yang diatur dalam KUHPM yaitu mengenai tindak pidana desersi yang tercantum dalam Pasal 87 KUHPM:

(1) Diancam karena desersi, militer :

1. Yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyebrang ke musuh, atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu.

2. Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidak hadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari.

3. Yang dengan sengaja melakukan ketidak hadiran tanpa izin dan karenanya tidak ikut melaksanakan tugas sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan pada Pasal 85 ke-2.

(2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.

(3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana penjara maksimum delapan tahun enam bulan.

Perbuatan yang melanggar hukum tersebut membawa konsekuensi bagi anggota TNI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan hukum pidana militer yang berlaku.

(12)

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2008, terdapat salah satu contoh perkara yang menimbulkan kerugian yang besar pada kasus yang menimpa seorang anggota TNI yaitu Serda Nasir, di Batam. Ia didakwa telah melakukan tindak pidana militer desersi dimasa damai di Kesatuan Korem 023/KS Sibolga, Tapanuli Tengah. Di dalam putusan Mahkamah Militer I-02 Medan tanggal 24 Maret 2003 Nomor: PUT/67-K/MM.I-02/AD/III/2003, Serda Nasir dijatuhi hukuman pidana pokok yaitu pidana penjara selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan dan pidana tambahan yaitu dipecat dari Dinas TNI AD. Hukuman Pidana yang dijatuhkan tersebut sesuai dengan ancaman hukuman yang terdapat dalam Pasal 87 KUHPM.

Di dalam perkara ini Serda Nasir melakukan upaya hukum sampai ketingkat PK, karena ia merasa tidak pernah melakukan tindak pidana militer yang didakwakan kepadanya tersebut. Ternyata telah terjadi kekhilafan yang nyata darijudex facti, bahwa sebenarnya Serda Nasir tidak pernah melakukan tindak pidana desersi dimasa damai.

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tindak pidana Militer yang kemudian di tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul Analisis Yuridis Tindak Pidana Militer Mengenai Desersi Dimasa Damai yang Diputus Bebas pada Tingkat Peninjauan Kembali.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

(13)

A. Bagaimanakah tindak pidana desersi yang dilakukan oleh Serda Nasir di kesatuan Korem 023/KS Sibolga berdasarkan keputusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali (Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)?

B. Apakah dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas pada tingkat peninjauan kembali(Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)?

2. Ruang Lingkup

Untuk memfokuskan dan mempermudah penelitian serta keterbatasan peneliti maka ruang lingkup permasalahan hukum pidana dalam skripsi ini dibatasi pada dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas di tingkat peninjauan kembali dalam perkara tindak pidana militer mengenai desersi dimasa damai. Lokasi penelitian penulisan skripsi ini dilakukan pada tahap penyidikan yaitu dilingkungan Polisi Militer dan Oditur Militer.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan Pokok bahasan, tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tindak pidana desersi yang dilakukan oleh Serda Nasir di kesatuan Korem 023/KS Sibolga berdasarkan keputusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas pada tingkat peninjauan kembali.

2. Kegunaan Penelitian

(14)

a. Secara teoritis, untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan memperluas wawasan keilmuan penulis bagi penerapan dan pengembangan ilmu hukum yang dipelajari.

b. Secara praktis, dapat memberikan masukan dan sumbangan pikiran bagi aparat penegak hukum, dalam masalah pemeriksaan terhadap anggota TNI yang melakukan tindak pidana dalam peradilan militer agar tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam penuntutan perkara.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai dari suatu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan (Abdulkadir Muhammad, 2004:73)

(15)

Konsep KUHP 2008 merumuskan Asas Kesalahan ini secara tertulis dalam Pasal 37, yaitu: (1) Tidak seorangpun dapat dipidana tanpa kesalahan.

(2) Kesalahan terdiri dari kemampuan bertanggungjawab, kesengajaan, kealpaan dan tidak ada alas an pemaaf.

Berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (1), maka asas kesalahan yang semula merupakan asas tidak tertulis yang berlaku sebagai salah satu asas yang paling dasar dalam hukum pidana oleh Konsep KUHP 2008 diadopsi dan dipakai sebagai suatu asas yang tertulis.

Salah satu tindak pidana yang sering dilakukan dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tindak pidana desersi. Adapun tindak pidana desersi ini diatur dalam pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang berbunyi :

(1) Diancam karena desersi, militer :

1. Yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyebrang ke musuh, atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu.

2. Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidak hadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari.

3. Yang dengan sengaja melakukan ketidak hadiran tanpa izin dan karenanya tidak ikut melaksanakan tugas sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan pada Pasal 85 ke-2.

(2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.

(3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana penjara maksimum delapan tahun enam bulan.

(16)

oleh seorang militer pada suatu tempat dan waktu yang ditentukan baginya dimana dia seharusnya berada untuk melaksanakan kewajiban dinas.

Dalam perumusan pasal 87 KUHPM dapat disimpulkan bahwa terdapat dua macam jenis tindak pidana desersi yaitu :

1. Tindak pidana desersi murni diatur dalam pasal 87 ayat (1) ke-1 KUHPM.

2. Tindak pidana desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin, diatur dalam pasal 87 ayat 1 ke-2 dan ke-3 KUHPM.

Putusan bebas (vrijspraak) diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas”. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.

(17)

a. Putusan Bebas Murni (de “zuivere vrijspraak”)

Putusan bebas murni adalah putusan akhir dimana hakim mempunyai keyakinan mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa adalah tidak terbukti (Rd. Achmad S. Soemadipradja. 1981:89).

b. Putusan Bebas Tidak Murni (de “onzuivere vrijspraak”)

Putusan bebas tidak murni adalah putusan dalam hal batalnya dakwaan secara terselubung atau “pembebasan” yang menurut kenyataannya tidak didasarkan kepada ketidak terbuktiannya apa yang dimuat dalam surat tuduhan (Rd. Achmad S. Soemadipradja. 1981: 89)

Pembebasan tidak murni pada hakikatnya merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang terselubung, dapat dikatakan apabila dalam suatu dakwaan unsur delik dirumuskan dengan istilah yang sama dalam perundang-undangan, sedangkan hakim memandang dakwaan tersebut tidak terbukti (Oemar Seno Adjie, 1989: 167)

Dalam hukum acara perdata atau pidana ada upaya hukum yang bernama lembaga Peninjauan Kembali, yang bermaksud hendak merubah putusan yang tidak dapat dirubah lagi. Disinilah letak keistimewaaannya dimana upaya peninjauan kembali bermaksud merubah isi suatu putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Karena melalui lembaga PK terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan Peninjauan Kembali melalui Mahkamah Agung.

(18)

Alasan-alasan yang dapat dipakai dalam mengajukan Peninjauan Kembali, diatur di dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (UU MA) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2009.

1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.

2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan.

3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut. 4. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas dasar yang sama,

oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya, telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.

5. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.

6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986: 132).

Ada beberapa konsep yang betujuan untuk menjelaskan pengertian dasar dari istilah-istilah yang akan dipergunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Tindak pidana menurut Moeljatno dapat disamakan dengan perbuatan pidana yang artinya adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut (Sudarto, 1990: 43)

(19)

c. Desersi dimasa damai diatur dalam pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan merupakan tindak pidana khusus yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja yaitu seorang militer ( Moch Faisal Salam, 2006 ; 27)

d. Putusan Bebas merupakan keputusan yang mengandung pembebasan bagi terdakwa (vrijsprak), sebagaimana diatur dengan pengertian yang tercantum dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP.

e. Peninjauan Kembali adalah salah satu bentuk upaya hukum yang bertujuan memberikan kesempatan kepada para pihak dalam suatu perkara untuk mengajukan permohonan agar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat diperbaiki.

E. Sistematika Penulisan

Agar segala pembahasan yang berhubungan dengan pokok permasalahan dapat penulis jabarkan secara jelas dan mudah dipahami, maka dalam penyusunan penulisan hukum ini penulis menjabarkan ke dalam bentuk sistematika penulisan. Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari Bab I yang berisi uraian tentang pendahuluan; dan Bab II yang berisi uraian tentang tinjauan pustaka; kemudian Bab III yang berisi uraian tentang metode penelitian; serta Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, yang terakhir yaitu Bab V berisi kesimpulan dan saran yang sekaligus merupakan penutup dari skripsi ini.

(20)

Merupakan bab yang mengemukakan tentang latar belakang, perumusan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab yang mengemukakan tentang tindak pidana, tindak pidana militer, pengertian militer, pengertian hukum pidana dan hukum pidana militer, mekanisme terhadap militer yang melakukan tindak pidana menurut Undang-undang nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, putusan bebas dan upaya hukum peninjauan kembali.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu mengenai pendekatan masalah, sumber data, cara pengumpulan data, dan analisis data. Bab ini merupakan langkah untuk memudahkan penulisan serta penelitian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pembahasan terhadap permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini dengan menggunakan data yang diperoleh dilapangan baik berupa data primer maupun data sekunder mengenai dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas pada tingkat peninjauan kembali berdasarkan Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005 serta mengenai tindak pidana desersi yang dilakukan oleh Serda Nasir di kesatuan Korem 023/KS Sibolga berdasarkan keputusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali.

(21)
(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana

Pengertian dan istilah tindak pidana adalah merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia sedangkan dalam bahasa Belanda disebut Strafbaar feit atau delik. Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkrit. Mengenai pengertian tindak pidana (strafbaar feit) beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda-beda.

Pompe, memberikan pengertian tindak pidana menjadi dua definisi, yaitu:

1) Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

2) Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum (Bambang Poernomo, 1981 ; 86).

(23)

Vos mengatakan tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana oleh peraturan undang-undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana (Bambang Poernomo, 1981 ; 56)

Van Hamel mengatakan tindak pidana adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet

(undang-undang), yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan (Moeljatno, 1987 ; 56)

Moeljatno mengatakan perbuatan pidana (tindak pidana) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 1987 ; 54)

Wiryono Prodjodikoromengatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana (Wiryono Prodjodikoro, 1986 ; 55)

Lamintang mengatakan tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.

Tindak pidana merupakan dasar dari hukum pidana. Perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud dalam peraturan pidana. Istilah tindak pidana berasal dari bahasa belanda yaitu “Het strafbare feit”, namun beberapa ahli hukum ini menerjemahkan Het strafbare feitini berbeda-beda diantaranya diartikan sebagai berikut:

1. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum 2. Peristiwa pidana

(24)

4. Tindak pidana 5. Delik

Secara sosiologis, tindak pidana adalah semua bentuk ucapan, perbuatan dan tingkah laku manusia yang secara ekonomis, politis dan sosial psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma asusila dan menyerang keselamatan masyarakat. Secara yuridis normal, suatu tindak pidana adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat, assosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang.

Unsur tindak pidana dibagi atau digolongkan menjadi dua unsur yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur objektif, yaitu terdapat dari luar diri pelaku atau petindak yang pada umumnya berupa tindakan yang dilarang atau diharuskan.

2. Unsur subjektif, yaitu terdapat dan melekat pada diri pelaku atau petindak berupa kesalahan (schuld) dan kemanpuan bertanggung jawab (aanspraakkekijheid) dari penindak.

Ada 2 (dua) jenis tindak pidana menurut sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di dasarkan atas perbedaan prinsip yaitu kejahatan dan pelanggaran.

B. Pengertian Militer

(25)

tidak dimiliki atau dipenuhi maka itu bukan militer, melainkan itu merupakan suatu gerombolan bersenjata ( Moch Faisal Salam, 2006 ;13).

Militer merupakan sebuah instrumen di bidang pertahanan dan keamanan bagi suatu negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, sejatinya militer merupakan alat negara yang sangat penting dalam kekhususannya menjaga keamanan dan pertahanan negara dari serangan pihak luar, itulah mengapa bagi seorang militer atau di Indonesia lebih dikenal dengan Angkatan bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dituntut untuk memiliki secara jasmani lebih superior dari masyarakat sipil pada umumnya, lebih terorganisir, dan hidup dengan disiplin yang tinggi. Kekhasan semacam inilah yang membuat Militer memiliki dua wajah di dalam kehidupan bermasyarakat kita yakni di satu sisi mereka adalah masyarakat sipil biasa yang mempunyai hak-hak yang sama pula tapi di lain waktu mereka adalah anggota militer yang hidup dan memiliki dunianya sendiri sebagai alat pertahanan dan keamanan negara.

Di hampir semua negara, militer sangat memainkan peranan dalam kehidupan bernegara, bahkan kadang-kadang memproklamirkan sebagai rezim tersendiri. Kenyataan ini, dilaluinya melalui proses yang tidak jarang disertai dengan kudeta, baik yang berdarah maupun secara diam-diam.

(26)

Struktur politik yang demikian itu juga diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Atas dasar inilah pada saat itu militer tidak hanya menempati posnya sebagai penjaga pertahanan dan keamanan di Indonesia tetapi juga duduk dalam jabatan-jabatan sipil di pemerintahan. Hal ini juga yang menyebabkan pada saat itu tingginya intensitas anggota militer bertemu dengan sipil yang berdampak terhadap banyaknya gesekan-gesekan seperti interaksi pada umumnya.

C. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana Militer

Tindak pidana/delik dibedakan antara lain tindak pidana umum (Commune delicta) yang dapat dilakukan oleh setiap orang, yang merupakan lawan dari tindak pidana khusus (Delicta proparia) yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja, dalam hal ini dilakukan oleh seorang militer.

Tindak pidana militer adalah tindak pidana khusus yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja yaitu seorang militer ( Moch Faisal Salam, 2006 ; 27)

Tindak pidana Militer di dalam KUHPM dibagi menjadi dua jenis tindak pidana, yaitu:

a. Tindak Pidana Militer Murni ( TPM Murni ).

Tindak Pidana Militer Murni adalah tindakan-tindakan yang dilarang dan diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat khusus, atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.

Ada 4 (empat) contoh yang digolongkan didalam tindak pidana militer murni yaitu:

(27)

2. Militer yang pergi dengan maksud melarikan diri dari bahaya perang. 3. Militer yang pergi dengan maksud menyeberang ke musuh.

4. Militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu.

Didalam Pasal 87 Kitab Undang Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), mengatur mengenai Desersi (tindak pidana militer murni).

(1) Diancam karena desersi, militer :

1. Yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyebrang ke musuh, atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu.

2. Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidak hadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari.

3. Yang dengan sengaja melakukan ketidak hadiran tanpa izin dan karenanya tidak ikut melaksanakan tugas sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan pada Pasal 85 ke-2.

(2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.

(3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana penjara maksimum delapan tahun enam bulan.

b. Tindak Pidana Militer Campuran ( TPM Campuran ).

(28)

D. Pengertian Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Militer

1. Pengertian Hukum Pidana Umum

Hukum Pidana adalah kumpulan peraturan yang bersifat memaksa, apabila peraturan dilanggar oleh seseorang, bagi si pelanggar akan dijatuhi sanksi. Sanksi hukum pidana berupa suatu penderitaan, yakni berupa hukuman yang diancam oleh si pelanggar berupa :

- Hukuman Mati - Hukuman Penjara - Hukuman denda

- Pencabutan Hak-hak tertentu dan Sebagainya.

Dengan adanya ancaman pidana bagi pelanggar, maka hukum pidana merampas kepentingan-kepentingan hidup seseorang yang sangat berharga. Yang berhak menjatuhkan pidana bagi seseorang adalah Negara melalui peradilan terbuka. Didalam ilmu hukum, biasanya hukum pidana dibagi menjadi dua yaitu:

- Hukum Pidana materiil

- Hukum Pidana Formil

Hukum pidana materil merupakan peraturan-peraturan yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dijatuhi hukuman, kepada siapa saja hukuman itu dapat dijatuhkan dan berupa hukuman apa yang dapat diterapkan kepada pelaku perbuatan tersebut (Moeljatno, 1987 ; 56).

(29)

perlengkapannya (Polisi, Jaksa, Hakim) melakukan hak untuk menyidik, menuntut, menjatuhkan dan melaksanakan pidana (Moeljatno, 1987 : 56).

Dihadapan hukum semuanya adalah sama atau setara (Equality before the law), hal ini lebih ditegaskan lagi dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen ke-empat yang menyatakan bahwa warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada pengecualian. Sebagai warga negara, anggota militer sama dengan warga negara lainnya di dalam hukum, sebaliknya hukum yang berlaku bagi masyarakat sipil juga berlaku bagi militer, sehingga militer dapat menjadi dua subyek tindak pidana sekaligus, seorang militer pada dasarnya termasuk dalam dua subjek pidana yaitu subjek tindak pidana umum dan subjek tindak pidana militer. Untuk kalangan militer selain hukum yang bersifat umum (lex generalis) juga diberlakukan hukum yang bersifat khusus (lex specialis).

Hukum pidana umum merupakan lex generanis,berlakunya hukum pidana umum bagi kalangan militer didasari oleh Pasal 103 KUHP dan pasal 1 dan pasal 2 KUHPM. Hukum pidana materiil secara umum ialah hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Kekhususan tersebut didasarkan pada suatu materi tertentu atau pada golongan yustisiabel tertentu yaitu yang berlaku bagi golongan militer misalnya, hukum pidana militer.

2. Pengertian Hukum Pidana Militer

Pengertian Hukum Pidana Militer dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu :

(30)

2. Hukum Pidana Militer dalam arti sempit, yaitu hanya meliputi pengertian Hukum Pidana materiil saja.

Hukum Pidana Militer Materiil adalah aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana yang berlaku bagi militer.

Hukum Pidana Formil adalah aturan-aturan yang menetapkan bagaimana negara dengan perantaraan alat-alat perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana yang berlaku bagi anggota militer.

Apabila disebutkan Hukum Pidana Militer, maka penertiannya mengacu pada pengertian yang sempit yaitu Hukum pidana militer materiil. Sedangkan untuk Hukum Pidana Militer Formil akan disebut secara khusus, yaitu Hukum Acara Pidana Militer.

Mengenai Pengertian Hukum Pidana Militer materiil sama dengan pengertian Hukum Pidana materiil (Umum), namun ditambahkan yang berlaku untuk militer. Jadi Pengertian HPM Materiil adalah aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana yang berlaku bagi militer. Contohnya KUHPM.

Hukum Pidana Militer Formil adalah aturan-aturan yang menetapkan bagaimana Negara dengan perantaraan alat-alat perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana yang berlaku bagi anggota militer. Contohnya UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

(31)

arti materiil selain KUHP (yang juga berlaku terhadap militer) adalah KUHPM sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang nomor 39 dan 40 tahun 1947, Sedangkan hukum pidana dalam arti formil adalah Undang-undang nomor 31 tahun 1997 tentang peradilan militer yang memuat cara-cara bagaimana melakukan hak untuk menyidik, menuntut, menjatuhkan dan melaksanakan bagi aparat penegak hukum di lingkungan peradilan militer yaitu Polisi Militer, Oditur Militer, dan Hakim Militer. Dengan catatan bahwa ada beberapa tindak pidana tertentu yang dianggap ringan sifatnya dan dapat diselesaikan melalui Hukum Disiplin Prajurit berdasarkan Undang-Undang Nomor 26Ttahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit.

E. Mekanisme Terhadap Militer yang Melakukan Tindak Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

Berdasarkan Keputusan Pangab No. Kep/01/P/I/1984 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Badan Pelaksanaan Pusat antara lain tentang Badan Pembinaan Hukum (Babinkum) ABRI, dimana tercakup :

1. Badan Kemahkamahan Militer (Bamahmil), yang terdiri dari : a. Mahkaman Militer Agung (Mahmilgung).

b. Mahkah Militer Tinggi (Mahmilti). c. Mahkamah Militer (Mahmil).

d. Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). 2. Badan Keodituran Militer (Baotmil), yang terdiri dari :

a. Oditurat Jendral (Otjen).

(32)

d. Oditurat Militer Luar Biasa (Otmillub). 3. Pusat Pemasyarakatan Militer (Pusmasmil).

Berdasarkan keputusan Menhankam No. Kep/019/VII/1985 Tanggal 17 Juli 1985, ditetapkan Badan-Badan Peradilan Militer sebagai Berikut :

1. Mahmilti dan Otmilti

a. I- Medan dengan daerah hukum meliputi Sumatera dan Kalimantan.

b. II- Jakarta dengan daerah hukum meliputi Jakarta Raya, Jawa Barat dan Jawa Tengah. c. III- Surabaya dengan daerah hokum meliputi Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya,

Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali. 2. Mahmil dan Otmil

Ada 19 Mahmil dan Otmil mulai dari Mahmil dan Otmil I – 01 Banda Aceh sampai dengan Mahmil III – 19 Jayapura, yang terdiri dari 10 Mahmil dan Otmil Tipe A (berkedudukan di tempat kedudukan Pangdam) dan 9 Mahmil dan Otmil Tipe B.

3. Di samping itu berdasarkan Surat Keputusan Pangab No. Skep/663/XI/1985 Tanggal 4 November 1985, ditetapkan pula 7 Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Otmil, yaitu masing-masing :

a. UPT I–02 Pematang Siantar. b. UPT I–03 Pekanbaru.

c. UPT I–04 Bandar Lampung. d. UPT I–09 Cirebon.

(33)

4. Pemasyarakatan Militer (Masmil)

Hingga dewasa ini ada 4 Masmil, yaitu masing-masing berkedudukan di Medan, Cimahi, Surabaya dan Ujung Pandang.

Di samping itu ada juga Instalasi Tuna Tertib Militer (Staltuntibmil) yang merupakan bagian dari Organisasi Polisi Militer dan berada disetiap Pendam.

Pada Tahun 1997 Hukum Acara Pidana Militer diperbarui dengan dikeluarkannya UU No. 31/1997 Tentang Peradilan Militer. Berdasarkan ketentuan UU Peradilan Militer terjadi perubahan nama terhadap sebagian Badan Peradilan Militer, yaitu :

1. Mahkamah Militer Agung dirubah namanya menjadi Pengadilan Militer Utama. 2. Mahkamah Militer Tinggi dirubah namanya menjadi Pengadilan Militer Tinggi. 3. Mahkamah Militer dirubah namanya menjadi Pengadilan Militer.

4. Di samping itu, dalam UU Peradilan Militer ditetapkan pula Pengadilan Militer Pertempuran dan Oditurat Militer Pertempuran (kedua lembaga ini baru akan berfungsi bila teradi peperangan).

(34)

Dalam UU Kepolisian yang baru (UU No.2/2002) telah pula ditentukan, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah presiden, tidak lagi berada di bawah Panglima TNI. Ini berarti kepolisian sudah tidak menjadi bagian dari ABRI/TNI dan merupakan lembaga atau instansi sipil biasa.

Pengadilan dilingkungan Peradilan Militer terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Tinggi Militer, Pengadilan Militer Utama dan Pengadilan Pertempuran Militer.

a. Pengadilan Militer, memeriksa dan memutus pada tingkat pertama mengenai perkara pidana yang terdakwanya :

1. Prajurit yang berpangkat kapten kebawah atau yang dipersamakan dengan mereka. 2. Seseorang yang berdasarkan Keputusan Pangab dengan persetujuan Menteri Kehakiman

harus diadili oleh Pengadilan Militer.

b. Pengadilan Militer Tinggi

1. Memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya : a) Prajurit atau salah satunya adalah prajurit yang berpangkat mayor ke atas atau yang

dipersamakan dengan mereka.

b) Seseorang yang berdasarkan Keputusan Pangab dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi.

2. Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha ABRI.

3. Pengadilan tingkat kedua (Banding) dari perkara yang diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer.

(35)

c. Pengadilan Militer Utama

Kekuasaan dan kewenangannya :

1. Pengadilan tingkat banding dari putusan Pengadilan Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat pertama.

2. Menerima, memutus dan menyelesaikan pada tingkat banding sengketa Tata Usaha ABRI.

3. Memutus sengketa wewenang mengadili antar : a) Pengadilan Militer Tinggi.

b) Pengadilan Militer dari Daerah Pengadilan Militer Tinggi yang Berlainan. c) Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi.

4. Memutus perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah Perkara (Papera) dan Oditur. 5. Melakukan pengawasan dan memberikan petunjuk teknis.

6. Meneruskan permohonan Kasasi, PK dan Grasi. d. Pengadilan Militer dan Oditurat Militer Pertempuran

- Bersifat mobil mengikuti pasukan - Dibentuk bila diperlukan

- Memeriksa dan mengadili perkara pidana yang terjadi dalam masa pertempuran pada tingkat pertama dan terakhir.

F. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Putusan Bebas a. Pengertian Putusan Bebas

(36)

“jika pengadilan berpendapat bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa harus diputus bebas”.

Dengan adanya kesalahan dari terdakwa yang tidak terbukti, maka terdakwa harus diputus bebas. Sedangkan makna dari tidak adanya bukti tersebut dapat digolongkan dalam dua macam:

1) Ketiadaan bukti yang oleh undang-undang ditetapkan sebagai minimum, yaitu adanya pengakuan dari terdakwa saja, tidak dikuatkan oleh alat bukti yang lain.

2) Minimum pembuktian yang ditetapkan oleh undang-undang telah terpenuhi misalnya sudah ada dua orang saksi atau dua penunjukan atau lebih, akan tetapi hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa. (Martiman Prodjohamidjojo, 1991: 20)

Rumusan tersebut juga terdapat dalam rumusan Pasal 183 KUHAP yang isinya menyatakan:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Makna dari Pasal 183 KUHAP ini menunjukkan bahwa yang dianut dalam sistem pembuktian, ialah sistem negatif menurut undang-undang dengan menyebutkan adanya dua alat bukti yang serta adanya keyakinan bahwa terdakwalah bersalah.

Pembuktian dua alat bukti merupakan pemberian batasan tentang suatu pembuktian yang minimum yang ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 184 KUHAP), karena itu hakim tidak diijinkan untuk menyimpan dalam menjatuhkan putusan (Martiman Prodjohamidjoyo, 1991: 21)

(37)

Oleh karena itu pengakuan kesalahan dari terdakwa belum cukup menjamin bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Sedangkan makna keyakinan hakim bukan diartikan perasaan hakim sendiri sebagai manusia tetapi didukung oleh alat bukti yang sah menurut undang-undang (Martiman Prodjohamidjoyo, 1991: 22)

b. Bentuk-Bentuk Putusan Bebas

Bentuk-bentuk putusan bebas tidak diatur secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) namun dalam praktek peradilan, dikenal ada beberapa bentuk putusan bebas (vrijspraak) antara lain sebagai berikut :

a. Putusan Bebas Murni (de “zuivere vrijspraak”)

Putusan bebas murni adalah putusan akhir dimana hakim mempunyai keyakinan mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa adalah tidak terbukti (Rd. Achmad S. Soemadipradja. 1981:89).

b. Putusan Bebas Tidak Murni (de “onzuivere vrijspraak”)

Putusan bebas tidak murni adalah putusan dalam hal batalnya dakwaan secara terselubung atau “pembebasan” yang menurut kenyataannya tidak didasarkan kepada ketidak terbuktiannya apa yang dimuat dalam surat tuduhan (Rd. Achmad S. Soemadipradja. 1981: 89)

Pembebasan tidak murni pada hakikatnya merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang terselubung, dapat dikatakan apabila dalam suatu dakwaan unsur delik dirumuskan dengan istilah yang sama dalam perundang-undangan, sedangkan hakim memandang dakwaan tersebut tidak terbukti (Oemar Seno Adjie, 1989: 167)

Putusan tidak murni mempunyai kualifikasi sebagai berikut:

a) Pembebasan didasarkan atas suatu penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat dakwaan.

(38)

c. Putusan Bebas Ditinjau dari Asas Pembuktian

Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Dari ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut diatas, terkandung dua asas mengenai pembuktian, yaitu:

1. Asas minimum pembuktian, yaitu asas bahwa untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

2. Asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif yaang mengajarkan suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup terbukti, harus pula diikuti keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan terdakwa.

Berdasarkan kedua asas yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP tersebut, apabila dihubungkan dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP, maka putusan bebas pada umumnya didasarkan penilaian dan pendapat hakim bahwa:

(39)

2. Pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi batas minimum pembuktian. Misalnya, alat bukti yang diajukan hanya satu orang saksi. Dalam hal ini, selain tidak memenuhi atas batas minimum pembuktian itu juga bertentangan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menegaskanunnus testis nullus testis atau seorang saksi bukan saksi.

Putusan bebas ini juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim jadi sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan hakim. Dalam keadaan penilaian seperti ini, putusan yang akan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum (M. Yahya Harahap, 2005: 348)

G. Pengertian, Tujuan, Tata Cara dan Syarat-Syarat Peninjauan Kembali (PK) a. Pengertian, Tujuan dan Tata Cara Peninjauan Kembali

Dalam KUHAP kita tidak akan menemukan definisi atau batasan tentang pengertian peninjauan kembali. Pasal yang mengatur mengenai peninjauan kembali tersebut adalah Pasal 263 ayat (1) yang berbunyi:

“Terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung”.

(40)

mengingat putusan yang dimohonkan pembatalan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.

Dalam hal tata cara permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dapat kita lihat dalam KUHAP yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 264 ayat (1) sampai ayat (5) KUHAP, yaitu:

(1) Permintaan peninjauan kembali oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) diajukan kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (2) berlaku juga bagi peninjauan kembali. Permohonan peninjauan kembali oleh panitera pengadilan negeri ditulis dalam surat keterangan yang disebut akta permintaan peninjauan kembali yang ditandatangani oleh panitera serta permohonan peninjauan kembali, di mana kemudian akta tersebut dilampirkan dalam berkas perkara.

(3) Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu. Tidak ada batas tenggang waktu untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali, kapan saja boleh diajukan. Yang penting ada atau tidak alasan yang mampu mendukung permohonan peninjauan kembali tersebut.

(4) Dalam hal permohonan peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan surat permintaan peninjauan kembali.

(5) Ketua pengadilan segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung disertai suatu catatan penjelasan.

Dalam Peradilan Militer, tata cara permohonan peninjauan kembali diatur dalam Pasal 248 dan Pasal 249 Undang-Undang No 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer, yaitu:

Pasal 248

(1) Terhadap putusan Pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

(2) Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:

(41)

Oditur tidak dapat diterima, atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu sudah terbukti, tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan sudah terbukti itu ternyata bertentangan satu dengan yang lain;

c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

(3) Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap suatu putusan Pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, Oditur dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan sudah dinyatakan terbukti tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.

Pasal 249

(1) Permintaan peninjauan kembali oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1) diajukan kepada Panitera Pengadilan yang sudah memutus perkara tersebut pada tingkat pertama atau pada tingkat pertama dan terakhir dengan menyebutkan secara jelas alasannya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 ayat (2) berlaku juga bagi permintaan peninjauan kembali.

(3) Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan tenggang waktu.

(4) Dalam hal pemohon peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, Panitera pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu Panitera membuatkan surat permintaan peninjauan kembali.

(5) Kepala Pengadilan yang bersangkutan segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Militer Utama, disertai suatu catatan penjelasan.

b. Syarat-Syarat Pengajuan Peninjauan Kembali

Alasan-alasan yang dibenarkan dalam mengajukan peninjaun kembali, tercantum dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP, yaitu:

1. Apabila terdapat keadaan baru (novum)

Novumadalah suatu hal baru yang timbul kemudian sesudah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat saling pertentangan (conflict van recht)

(42)

3. Alasan terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan

(43)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian adalah suatu metode ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan tertentu sehingga dapat diperoleh suatu pemecahan bagi permasalahan itu. Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum, dengan jalan menganalisanya.

A. Pendekatan Masalah

Untuk membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam skrpsi ini, pendekatan yang dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan objektif. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, menelaah peraturan perundang-undangan dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan yang bersifat normatif adalah penelitian dengan data sekunder yang dilakukan dalam mencari data atau sumber yang bersifat teori yang berguna untuk memecahkan masalah melalui studi kepustakaan yang meliputi buku-buku, peraturan-peraturan, surat-surat keputusan dan dokumen resmi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

(44)

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan ini.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari:

a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan jurnal hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang berguna untuk memberikan informasi, petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

C. Penentuan Narasumber dan Sampel 1. Penentuan Narasumber

(45)

narasumber ini diperlukan guna sebagai pertimbangan dalam menganalisis permasalahan yang ditulis dalam skripsi penulis. Adapun narasumber yang diperlukan oleh penulis terdiri 3 (tiga) kalangan yang meliputi: Polisi Militer pada DEN POM II/3 Bandar Lampung, Oditur pada UPT Oditurat Militer I-04 Bandar Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi (1987:152) sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Adapun prosedur sampling dalam penelitian ini adalah

Proporsional Purvosive Sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang dalam penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penulis yang telah ditetapkan.

2. Penentuan Sampel

Metode sampling yang digunakanpurposive sampling, yaitu sampel ditetapkan karena dianggap mengetahui masalah yang akan dibahas. Adapun responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Polisi Militer pada DEN POM II/3 Bandar Lampung : 1 orang 2. Oditur pada UPT Oditurat Militer I-04 Bandar Lampung : 1 orang 3. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang Jumlah : 3 orang

(46)

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Ridwan, 2002:04). Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan dalam penulisan ini, penulis menggunakan prosedur, studi kepustakaan dan wawancara.

a. Studi kepustakaan

Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap data sekunder melalui serangkaian kegiatan dengan cara membaca, mencatat, mengutip buku-buku, menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

b. Wawancara

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan sebagai penunjang agar data benar-benar valid, maka peneliti juga menggunakan teknik wawancara sebagai penunjang data untuk mendapatkan hasil-hasil yang belum terungkap. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan pedoman wawancara.

2. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, diproses melalui pengolahan data menyajikan data dengan memeriksa dan meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapan untuk selanjutnya dianalisis. Pengolahan data ini akan dilakukan dengan cara :

(47)

ada akan dilakukan pembetulan terhadap data yang keliru, menambah data yang kurang dan melengkapi data yang kurang lengkap.

2. Klasifikasi data, yaitu pengolahan atau pengelompokan data menurut pokok bahasan yang telah ditentukan.

3. Sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga dapat dipersiapkan untuk di analisa.

E. Analisis Data

(48)
(49)

V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tindak pidana desersi dimasa damai yang didakwakan oleh seorang prajurit TNI yaitu Serda Nasir, di Batam, terbukti tidak bersalah sehingga ia diputus bebas pada proses upaya hukum peninjauan kembali. Dalam proses peninjauan kembali, pemohon mengajukan bukti baru (novum) berupa surat perintah Pandam-I/BB Nomor: Sprin/1578/X/1999 Tanggal 29 Oktober jo surat Dan Yonif Linud-100/PS Nomor: Sprin/166/XI/1999Tanggal 22 November 1999 Serda Nasir dipindah tugas dari Linud-100/PS ke tempat penugasan baru yaitu Korem-031/WB yang berkedudukan di Batam. Dengan adanya bukti baru tersebut, maka Mahkamah Agung memutus terdakwa terbukti tidak bersalah dan telah terjadi kekhilafan yang nyata yang telah dilakukan olehjudex factie.

(50)

2

dimasa damai yang dilakukan oleh Serda Nasir di Kesatuan Korem 023/KS Sibolga Provinsi Sumatera Utara adalah dikarenakan adanya kekhilafan yang nyata dari Judex Factie. Hakim sebagai manusia tidak luput dari kekhilafan dan kekeliruan. Kekhilafan tersebut biasa terjadi pada semua tingkat peradilan. Kekhilafan yang diperbuat pengadilan negeri sebagai tingkat pertama biasa berlanjut ke pengadilan tingkat banding.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tindak pidana militer desersi dimasa damai yang diputus bebas pada tingkat peninjauan kembali, penulis ingin menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan penyidikan, ketiga pejabat militer (Ankum, Polisi Militer dan Oditurat Militer) haruslah saling bekerjasama dan membina koordinasi yang baik. Sehingga dalam melakukan penyidikan tidak terjadi kesalahan-kesalahan.

(51)
(52)

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA MILITER MENGENAI DESERSI DIMASA DAMAI YANG DIPUTUS BEBAS PADA TINGKAT PENINJAUAN

KEMBALI

(Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)

Oleh Widiya Dara

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(53)

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA MILITER MENGENAI DESERSI DIMASA DAMAI YANG DIPUTUS BEBAS PADA TINGKAT

PENINJAUAN KEMBALI (Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)

(Skripsi)

Oleh WIDIYA DARA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Oemar Seno. 1989.Hukum Hakim Pidana. Erlangga. Jakarta.

Andrisman, Tri. 2009.Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Andrisman, Tri. 2009.Buku Ajar Hukum Peradilan Militer. Fakultas Hukum Universitas Lampung. Lampung.

Harahap, Yahya,.M. 2005.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Hukum KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta.

JCT. Simorangkir, SH, DKK. 2006.Kamus Hukum. Sinar Grafika. Jakarta.

Moeljatno. 1987. Kejahatan-Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum. PT. Bina Aksara.

Muhammad, Abdulkadir. 2004.Hukum dan Penelitian Hukum.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Muhammad, Rusli. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. PT.Citra Aditya Bakti. Bandung.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2008. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Poernomo, Bambang. 1981.Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta. Prodjodikoro, Wiryono. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika

Aditama. Bandung.

Prodjohamidjojo, Martiman. 1991. Kemerdekaan Hakim Keputusan Bebas Murni (Arti dari Makna). Simplex. Jakarta.

(55)

Ridwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Salam, Moch. Faisal. 2006.Hukum Pidana Militer di Indonesia. Mandar Maju. Bandung.

Singaribun, Masri dan Sofian Efendi. 1987.Metode Penelitian Survei. Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia.

Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Sosiologi Suatu Pengantar.Rajawali. Jakarta.

Soemadipraja, S. Achmad Rd. 1981. Aspek-Aspek Pidana di Bidang Ekonomi. Alumni. Bandung.

Sudarto. 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Sinar Baru. Bandung.

Sumaperwata, Mulya A,S.H,M.H. 2007.Hukum Acara Peradilan Militer. CV Fokus. Bandung.

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia 2008.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

(56)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 7

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 15

B. Pengertian Militer... 18

C. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana Militer ... 20

D. Pengertian Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Militer ... 22

E. Mekanisme Terhadap Militer yang Melakukan Tindak Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer... 26

F. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Putusan Bebas ... 31

G. Pengertian, Tujuan, Tata Cara dan Syarat-Syarat Peninjauan Kembali.... 35

III. METODE PENELITIAN... 39

A. Pendekatan Masalah ... 39

B. Sumber dan Jenis Data ... 40

C. Penentuan Narasumber dan Sampel ... 41

D. Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 42

(57)

IV. PEMBAHASAN ... 45

A. Karakteristik Responden ... 45

B. Tindak Pidana Desersi yang Dilakukan oleh Serda Nasir di Kesatuan Korem 023/KS Sibolga Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali ... 46

C. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam Memberikan Putusan Bebas pada Tingkat Peninjauan Kembali... 58

V. PENUTUP... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran... 72

(58)

MOTTO

Maha Suci Engkau, Tidak Ada Yang Kami Ketahui Selain Dari Apa Yang Telah

Engkau Ajarkan Kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha

Mengetahui Lagi Maha Bijaksana

(QS. AL-Baqarah 32)

Allah mencintai orang-orang yang cermat dalam meneliti soal-soal yang

meragukan dan yang tidak membiarkan akalnya dikuasai oleh nafsunya

(Nabi Muhammad SAW)

Pijakkan kakimu ditempat yang tepat,

dan berdirilah dengan kokoh

(59)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Firganefi, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota :Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. ...

Penguji Utama :Eko Raharjo, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 19621109 198703 1 003

(60)

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan Karya Tulisku ini kepada

Ayah dan Mamaku yang senantiasa

membantu penulis baik moril dan materiil,

ini adalah persembahan pertama dari putri kalian,

semua ini tiada sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan

yang Ayah dan Mama berikan selama ini,

mudah mudahan ini menjadi langkah awal bagi putri kalian

untuk membalas budi baik yang sangat besar yang telah

kalian berikan selama ini, Amien...

Untuk Kakakku Adi Joyo Kusumo

Untuk seluruh keluarga besarku yang selalu menantikan keberhasilanku

Untuk almamater UNILA yang selalu kubanggakan,

Serta untuk seseorang yang telah hadir dengan kesederhanaan

(61)

Judul Skripsi :ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA MILITER MENGENAI DESERSI DIMASA DAMAI YANG DIPUTUS BEBAS PADA TINGKAT PENINJAUAN KEMBALI (Putusan Nomor 03 PK/Mil/2005)

Nama Mahasiswa : Widiya Dara

No. Pokok Mahasiswa : 0812011306

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. NIP 19631217 198803 2 003 NIP 19801118 200801 1 008

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) variabel citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian Kosmetik Wardah, dibuktikan dengan nilai t hitung berada di

[r]

 Manusia memiliki hak untuk memodifikasi lingkungan alam agar sesuai dengan kebutuhan mereka.  Tanaman dan hewan memiliki hak sebanyak manusia untuk eksis.  Manusia

METHODS OF TRANSLATI NG IDIOM“ IN A “HORT “TORY THE HOUND OF DEATH BY AGATHA CHRI“TIE INTO ANJING KEMATIAN BY TANTI LE“MANA..

Dalam penelitian ini desain yang digunakan dalam pengerjaannya adalah metode eksperimen dan merupakan penelitian kualitatif yaitu memaparkan secara jelas hasil eksperimen

Dari pengertian teori-teori di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yag diperoleh oleh seseorang setelah melaksanakan kegiatan belajar mengajar baik

Akhlaq merupakan aspek ajaran Islam yang berhubungan dengan tata perilaku manusia sebagai hamba Allah, anggotamasyarakat, dan bagian dari alam sekitarnya. Kata akhlaq

D-3 Perpajakan, sekaligus Dosen pembimbing yang dengan teramat sabar selalu meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan bimbingan serta pengarahan kepada