• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tepung Biji Durian Sebagai Bahan Pengisi Bakso Daging Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Tepung Biji Durian Sebagai Bahan Pengisi Bakso Daging Sapi"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI DURIAN SEBAGAI

BAHAN PENGISI BAKSO DAGING SAPI

DELVIA RISA MALINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Tepung Biji Durian sebagai Bahan Pengisi Bakso Daging Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

DELVIA RISA MALINI. Pemanfaatan Tepung Biji Durian Sebagai Bahan Pengisi Bakso Daging Sapi. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan HENNY NURAINI.

Durian (Durio zibethinus murr) merupakan salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Biji durian yang masak mengandung karbohidrat yang tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan pengganti sumber karbohidrat yang ada dalam bentuk tepung. Tepung biji durian memiliki kesamaan dengan tepung tapioka yaitu memiliki kandungan pati yang terdiri atas amilosa dan amilopektin, sehingga dapat dikombinasikan dengan tepung tapioka sebagai bahan pengisi makanan seperti bakso, sosis dan nugget.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakteristik tepung biji durian dan mengevaluasi karakteristik bakso dengan bahan pengisi tepung biji durian serta mengevaluasi kualitas bakso selama penyimpanan suhu ruang dan dingin. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah konsentrasi penambahan tepung biji durian sebagai bahan pengisi bakso daging sapi. Perbedaan konsentrasi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Tanpa substitusi tepung biji durian, 2) Subtitusi tepung biji durian 50% (tepung tapioka : tepung biji durian = 50 : 50), dan 3) Subtitusi tepung biji durian 100%. Pengujian kualitas bakso selama penyimpanan suhu ruang dilakukan pengamatan pada jam ke 0, 4, 8 dan 12, sedangkan pada suhu dingin dilakukan pada hari ke 0, 3, 6, 9 dan 12. Data dianalisa dengan menggunakan Sidik Ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh dari pelakuan. Jika perlakuan berpengaruh nyata atau sangat nyata, dilakukan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung biji durian dapat meningkatkan kadar protein bakso tetapi memiliki tingkat kekerasan yang rendah. Tepung biji durian dapat menjadi subtitusi tepung tapioka sebagai bahan pengisi bakso daging sapi dengan level pemberian 50%. Pada uji kualitas bakso selama penyimpanan suhu ruang, bakso mampu bertahan hingga jam ke 8 dan hari ke 12 pada suhu dingin (4ºC).

(5)

SUMMARY

DELVIA RISA MALINI. Utilization of Durian Seed Flour as Filler Ingredient of Meatball. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF dan HENNY NURAINI.

Durian (Durio zibethinus murr) is one of the most popular fruits in Indonesia. Durian seed which has been a mature content high carbohydrate, so can be used as a substitution of carbohydrate source in the flour form. Starch of flour durian seed and tapioca have a amylose and amylopectin similiar content, so can be utilized as adhesive content on food compotition such as meat ball, sausage and nugget.

The purposes of this research were to evaluate the nutrient content of durian seed flour, evaluate quality of meatball with filler ingredient durian seed flour, and evaluate quality of meatball during storage were in room temperature and in refrigerator. The research was conducted by a completely randomized design with three treatments and replications. The treatments consisted of : (1) The 100 % tapioca utilization + 0%, durian seed flour (2) The utilization of 50% tapioca + 50 % durian seed flour (3) The 0% tapioca utilization + 100 % durian seed flour.

Meatballs quality testing during storage at room temperature is observed on the clock to 0 , 4 , 8 and 12, while the cold temperatures on days 0 , 3 , 6 , 9 and 12.

Data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) to determine the effect of treatments. The treatments can impact significant or very significant, it were tested Tukey.

The result showed use of durian seed flour can increase the protein content of a meatball but it has a low level of hardness. The 50% durian seed flour could be utilized as tapioca substitution to filler and the best level storage meatball. The room temperature storage could survive at 8 hours, and refrigerator (4ºC) was at 12 hours.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI DURIAN SEBAGAI

BAHAN PENGISI BAKSO DAGING SAPI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 ini ialah pemanfaatan tepung biji durian sebagai bahan pengisi bakso daging sapi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi dan Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr Tuti Suryati, SPt MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada Fakultas Peternakan, Departemen IPTP, Kepala Bagian Teknologi Hasil Ternak atas izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian dilaboratorium tersebut, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu sejak awal studi sampai saat ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman seperjuangan ITP 2014 serta yang terhormat dan tersayang Bapak Ni’am Saleh, SP dan Ibu Lili Mardawati selaku orang tua penulis, kakak dan adik tercinta, Julliya Malini, Amd Keb dan Yan Ramadhani Falini atas do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(11)
(12)

Aroma 18

Tekstur 18

Kualitas Bakso Selama Penyimpanan 19

4 SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 25

DAFTAR TABEL

1 Formulasi pembuatan bakso 5

2 Karakteristik tepung biji durian 11

3 Karakteristik bakso daging sapi 14

4 Hasil organoleptik bakso daging sapi 17

5 Kualitas bakso selama penyimpanan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan penelitian 3

2 Skema pembuatan bakso 5

3 Grafik amilografi tepung biji durian 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sidik Ragam Nilai DSA 26

2 Sidik Ragam Nilai PH 26

3 Sidik Ragam Nilai aw 26

4 Sidik Ragam Nilai Tekstur (Kekerasan) 26

5 Sidik Ragam Nilai Tekstur (Elastisitas) 26

6 Sidik Ragam Nilai Tekstur (Daya kohesif) 26

7 Sidik Ragam Nilai Kadar Air 26

8 Sidik Ragam Nilai Kadar Abu 27

9 Sidik Ragam Nilai Kadar Protein 27

10 Sidik Ragam Nilai Kadar Lemak 27

11 Sidik Ragam Nilai Kadar Karbohidrat 27

12 Sidik Ragam Nilai Total Mikroba 27

13 Sidik Ragam Nilai DSA Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu

Ruang 27

14 Sidik Ragam Nilai pH Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu

Ruang 27

15 Sidik Ragam Nilai aw Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu

(13)

16 Sidik Ragam Nilai Total Mikroba Uji Kualitas Bakso Selama

Penyimpanan Suhu Ruang 28

17 Sidik Ragam Nilai DSA Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu

Dingin 28

18 Sidik Ragam Nilai pH Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu

Dingin 28

19 Sidik Ragam Nilai aw Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu

Dingin 28

20 Sidik Ragam Nilai Total Mikroba Uji Kualitas Bakso Selama

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Durian (Durio zibethinus murr) merupakan salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam famili Bombacaceae dan banyak ditemukan di daerah tropis. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah bahkan hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua, tiap rongga buah terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di Indonesia produksi durian mengalami peningkatan setiap tahun, pada tahun 2013 mencapai 1 818 949 ton (BPS 2013).

Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah bagian salut buah atau dagingnya. Persentase berat bagian ini termasuk rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit durian 60-75% dan biji durian sekitar 5-15% belum termanfaatkan secara maksimal (Wahyono 2009). Secara fisik biji durian berbentuk bulat telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda. Biji durian yang masak mengandung 51.1% air, 46.2% karbohidrat, 2.5% protein dan 0.2% lemak (Nurfianaet al. 2009 ; Djaeni dan Prasetyaningrum 2010). Kandungan karbohidrat yang tinggi memungkinkan biji durian dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sumber karbohidrat yang ada dalam bentuk tepung.

Tepung biji durian memiliki kesamaan dengan tepung tapioka yaitu memiliki kandungan pati yang terdiri atas amilosa 22% dan amilopektin 66.33%, sehingga dapat dikombinasikan dengan tepung tapioka sebagai bahan pengisi makanan. Amilosa di dalam tepung memberikan sifat keras dan berperan dalam pembentukan gel, sedangkan amilopektin dapat menyebabkan sifat lengket serta pembentukan sifat viskoelastis pada produk pangan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa pati biji durian memiliki sifat yang sama dengan tepung tapioka yaitu sebagai bahan perekat dalam adonan makanan seperti bakso, sosis dan nugget (Agenget al. 2013)

Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, yang bisa diharapkan sebagai sumber pangan yang cukup bergizi (Widati et al. 2012). Produk olahan bakso pada umumnya menggunakan bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai adalah daging sapi, ayam dan ikan sedangkan tepung yang biasanya dipakai yaitu tepung tapioka (Kusnadi et al. 2012). Data survey yang dilakukan Creative Data Make Investigation and Research (CDMI) menunjukkan di Indonesia konsumsi tepung tapioka meningkat rata-rata 10% pertahun. Pada tahun 2013 konsumsi tepung tapioka mencapai 3.33 juta ton, sedangkan produksi tepung tapioka di Indonesia hanya sekitar 1.2 juta ton. Hal ini memaksa Indonesia untuk melakukan impor tepung tapioka untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

(16)

2

dikonsumsi, memberikan nilai tambah produk, dan mengurangi penggunaan konsumsi tepung tapioka. Oleh karena itu, diperlukan inovasi makanan jajanan yang sehat dan bernilai gizi tinggi dengan pembuatan bakso daging sapi dengan modifikasi tepung biji durian sebagai bahan pengisi dan subtitusi tepung tapioka.

Tujuan Penelitian

• Mengevaluasi karakteristik tepung biji durian.

• Mengevaluasi bakso daging sapi dengan pemberian penambahan tepung biji durian level terbaik.

• Mengevaluasi kualitas bakso daging sapi selama penyimpanan suhu ruang dan suhu dingin.

Manfaat Penelitian

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang kualitas tepung biji durian dan kualitas bakso daging sapi dengan penambahan tepung biji durian.

• Biji durian diharapkan dapat menjadi bahan pangan subtitusi tepung tapioka.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencangkup pemanfaatan tepung biji durian sebagai subtitusi tepung tapioka dan sebagai bahan pengisi bakso daging sapi. Penelitian dilakukan untuk menguji pemanfaatan tepung biji durian sebagai bahan pada pembuatan produk pangan. Ruang lingkup penelitian ini mencakup tiga tahap penelitian, yaitu :

1. Penelitian Tahap I : Mengevaluasi karakteristik tepung biji durian

2. Penelitian Tahap II : Mengevaluasi fisikokimia, mikrobiologi dan organoleptik bakso dengan penambahan tepung biji durian

(17)

3

Gambar 1 Bagan penelitian

(18)

4

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2015 di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Analisis Hasil Ternak, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Ruminansia Besar, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan dan Alat Pembuatan Bakso

Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah daging sapi dan bahan pengisinya adalah tepung tapioka dan tepung biji durian serta bahan - bahan lain untuk masing - masing perlakuan yaitu STPP (Sodium Tripolyphosphate), merica, garam, bawang putih dan es batu. Alat–alat yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah penggiling daging, panci, timbangan elektrik, sendok, wadah plastik, pisau, dan talenan.

Bahan dan Alat Analisis

Bahan yang digunakan untuk analisis fisik, kimia dan mikrobiologi adalah asam sulfat, kalium sulfat, etanol, akudes, NaOH, asam asetat, larutan iod, alkohol, HCL, selen, indikator pp, larutan BPW, media PCA, media PDA. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah chomameter minolta, RVA, sentrifuge, aw meter, instrument tekstur analyser, pH meter, tabung reaksi, labu takar, spektrofotometer, waterbath, cawan petri, oven, desikator, tanur, timbangan elektrik, labu kjeldahl, ektsraksi soxhlet, labu lemak, laminar, micro pipet, pipet tip, erlenmeyer, inkubator, autoclave.

Prosedur

Pembuatan Tepung Biji Durian

(19)

5 Pembuatan Bakso

Prosedur pembuatan bakso menurut Arief et al. (2012) adalah; 1). Daging yang telah dibersihkan dan dipotong kecil-kecil kemudian digiling menggunakan food processor bersamaan garam, es batu dan STPP (Sodium Tripolyphosphate) selama 1 menit; 2). Selanjutnya ditambahkan lada, bawang putih, tepung tapioka, tepung biji durian dan digiling kembali selama 1 menit; 3). Adonan bakso dicetak bulat-bulat dan dimasukkan ke dalam air panas dengan suhu 80oC selama 10 menit kemudian ditiriskan 15 menit. Formulasi pembuatan bakso dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 serta skema pembuatan bakso dapat dilihat pada

Daging sapi (g) 400 400 400

STPP (g) 2 2 2

Tepung tapioka (g) 60 30 0

Tepung biji durian (g) 0 30 60

Lada (g) 3 3 3

Garam (g) 12 12 12

Bawang putih (g) 4 4 4

Es batu (g) 140 140 140

Skema Pembuatan Bakso

Gambar 2 Skema pembuatan bakso (Ariefet al. 2012)

Daging dipotong kecil, dimasukkan ke dalam food processor

Digiling hingga halus

Digiling kembali selama 1 menit

Adonan dibentuk bulat-bulat di dalam air hangat (80oC)

Dimasak hingga matang

Bakso Ditambahkan es batu,

garam dan STTP

(20)

6

Kualitas Bakso Selama Penyimpanan

Prosedur pengujian kualitas bakso selama penyimpanan dilakukan dengan cara menyimpan bakso perlakuan terbaik pada suhu ruang selama 12 jam dengan melakukan pengamatan pada jam ke 0, 4, 8 dan 12 serta penyimpanan pada suhu dingin selama 12 hari dengan pengamatan pada hari ke 0, 3, 6, 9 dan 12.

Prosedur Analisis

Analisis Fisik

Warna (Gaurav and Sharma 2003)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta. Uji warna dilakukan dengan sistem warna Hunter L*, a*, b*. Chromameter terlebih dahulu dikalibrasi dengan standar warna putih yang terdapat pada alat tersebut. Hasil analisis derajat putih yang dihasilkan berupa nilai L*, a*, b*. Pengukuran total derajat warna digunakan basis warna putih sebagai standar (L1, a1, b1) Serat Kasar (AOAC 2005)

Serbuk sampel ditimbang sebanyak 10 g. Serbuk disoxhletasi hingga pelarut yang bersirkulasi jernih. Serbuk ditambahkan 200 mL asam sulfat 1.25% dan direfluks selama 1 jam. Campuran disaring dan endapan dinetralkan dengan air panas lalu kalium sulfat 10% hingga filtrat yang menetes jernih, lalu 15 mL etanol 96%. Endapan yang tersaring dikeringkan pada suhu 105oC hingga bobot konstan. Amilografi (Faridahet al.2014)

Sebanyak 3 g sampel ditimbang dalam wadah RVA, lalu ditambahkan 25 mL akuades. Pengukuran dengan RVA mencangkup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase pemanasan suspensi pati dipanaskan dari suhu 50oC hingga 95oC dengan kecepatan 6oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai. Pasta pati dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95oC menjadi 50oC dengan kecepatan 6oC/menit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan perubahan suhu (oC) selama fase pemanasan dan pendinginan pada sumbu x.

Rendeman (Abdillah 2006)

Pengukuran rendeman tepung biji durian dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung yang diperoleh terhadap berat biji durian segar tanpa kulit yang dinyatakan dalam persen (%). Persentase rendemen dapat dihitung dengan rumus :

= 100%

(21)

7 Daya Serap Air (Soeparno 2005)

Sampel diambil sebanyak 1 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan ditambahkan 9 mL aquadest kemudian disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Volume supernatan yang terbentuk diukur menggunakan gelas ukur.

= 100%

Keterangan : A = Jumlah aquadest yang ditambahkan (mL) B = Jumlah supernatan yang terbentuk (mL) aw(AOAC 2005)

Pengukuran aw bakso diukur dengan menggunakan aw meter yang telah dikalibrasi. Sampel bakso sebanyak 5 g diletakkan di dalam cawan pengukur. Alat dijalankan sampai menunjutkan tandacompleted. Nilai awdapat dibaca.

Tekstur (Kusnadiet al. 2012)

Pengujian tingkat kekenyalan dilakukan dengan alat Tekstur Analyser, merk TA-XT2i produksi England. Prosedur pelaksanaan pengujian kekenyalan adalah kabel data dari Texture Analyzer dipastikan telah tersambung ke CPU komputer, kemudian komputer dinyalakan, kemudian sampel diletakkan diwadah penekanan, sampel ditekan sampai tinggi sampel berkurang 50%. Proses penekanan dilakukan sebanyak 2 kali.

Organoleptik (Ariefet al.2014)

Uji organoleptik (uji hedonik) bakso menggunakan skala skor 1-5 dengan 40 orang panelis, parameter yang diamati dalam uji ini meliputi warna, rasa,

Kadar Amilosa (Hartati dan Prana 2003)

(22)

8

panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa.

Amilopektin (by difference) (Hartati dan Prana 2003) Amilopektin dihitung dengan menggunakan rumus :

(%) =

Kadar Pati (Hartati dan Prana 2003)

Analisis kadar pati dilakukan pada tepung biji durian untuk mengetahui jumlah pati yang terdapat pada tepung. Sampel dihidrolisis dengan alkohol 80% dalamwaterbath. Kemudian endapan dipisahkan dan dihidrolisis kembali dengan 9.2 N HClO4 sebanyak tiga kali dan dinetralisir kembali dengan 1 N NaOH. Selanjutnya direduksi dengan pereaksi Cu dan Nelson. Kadar Pati diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.

Kadar Air (AOAC 2005)

Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 105oC atau sampai didapat berat tetap, kemudian didinginkan selam 30 menit dalam desikator, setelah dingin beratnya ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 100oC sampai 102oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selam 30 menit dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus :

= 1 2 100%

Keterangan : B = berat sampel (g)

B1 = berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan (g) B2 = berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan (g)

Kadar Abu (AOAC 2005)

Prinsip penetapan kadar abu adalah dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 650oC. Cawan kosong dipanaskan dalam oven lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Secara bertahap suhu tanur dinaikkan hingga mencapai suhu 650oC hingga diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

= ( )

(23)

9 Kadar Protein (AOAC 2005)

Kadar protein dihitung menggunakan mikro Kjedahl. Sampel ditimbang sebesar 0.5 g kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, ditambahkan campuran selen sebanyak 2 g dan 25 mL H2SO4 pekat lalu dipanaskan diatas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauan (sekitar 2 jam). Setelah dingin, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda garis. 5 mL larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, lalu ditambahkan 5 mL NaOH 30% dan beberapa tetes indikator kemudian lakukan penyuling selama 10 menit. Sebagai penampung gunakan 10 mol larutan asam borat 2% yang telah dicampurkan indikator. Ujung pendingin dibilas dengan air suling lalu dititar dengan larutan HCl 0.01 N sampai larutan berwarna merah jambu. Larutan blanko sebagai pembanding.

Kadar nitrogen dihitung dengan rumus :

(%) = ( ) 100%

Fakor pengenceran = 14,007 Protein (% berat basah) = 6,25 N

(% ) = 100

100 %

Kadar Lemak (AOAC 2005)

Contoh sebanyak 5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ektsraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

= ( )

( ) 100%

Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus :

(24)

10

Analisis Kualitas Mikrobiologi

Total Mikroba (BAM 2001)

Sampel sebanyak 25 g ditimbang dan ditambahkan 225 mL larutan BPW 0.1%, kemudian dihaluskan. Pengenceran yang digunakan adalah 10-2, 10-3, 10-4 untuk produk bakso dan pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 untuk analisis tepung. Masing-masing pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label sebelumnya. Media Plate Count Agar (PCA) dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri sebanyak 10-15 mL, lalu dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC dengan posisi terbalik. Perhitungan dilakukan pada semua koloni dalam cawan petri yang berisi 25-250.

Total Kapang Khamir (BAM 2001)

Sampel sebanyak 25 g ditimbang dan ditambahkan 225 mL larutan BPW 0.1%, kemudian dihaluskan. Pengenceran yang digunakan adalah 10-2, 10-3, 10-4. Masing-masing pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label sebelumnya. Media Potato Dextrose Agar (PDA) dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri sebanyak 10-15 mL, lalu dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC dengan posisi terbalik. Perhitungan dilakukan pada semua koloni dalam cawan petri yang berisi 25-250.

Rancangan dan Analisis Data

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah konsentrasi penambahan tepung biji durian sebagai bahan pengisi bakso daging sapi. Perbedaan konsentrasi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Tanpa substitusi tepung biji durian; 2) Subtitusi tepung biji durian 50% (tepung tapioka : tepung biji durian = 50 : 50); dan 3) Subtitusi tepung biji durian 100%.

Data dianalisa dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh dari pelakuan. Jika perlakuan berpengaruh nyata atau sangat nyata, dilakukan uji Tukey (Steel and Torrie 1993).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tepung Biji Durian

(25)

11 meliputi uji fisik, uji kimia dan uji mikrobiologi. Karakteristik fisik tepung biji durian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik tepung biji durian

Peubah Tepung

biji durian

Tepung Tapioca Warna

Nilai L* (Tingkat gelap–terang kisaran 0–100) 80.27 94.09-99.38a Nilai a* (Intensitas warna merah (+) dan hijau (-)) 1.49 -Nilai b*(Intensitas wana kuning (+) dan biru (-)) 13.69 -Amilografi

Viskositas puncak (cp) 1715 5387.94b

Waktu puncak (Menit) 8 6.05b

Suhu gelatinisasi (oC) 54.90 69.56b

Rendemen (%) 62 56.92-64.83a

Kadar pati (%/100g) 88.68 82.41e Kadar amilosa (%/100 g) 22.35 20–27c Kadar amilopektin (%/100 g) 66.33 82.13d

Kadar air (%bb) 10.32 11.10e

Kadar abu (%bb) 1.16 2.28e

Kadar protein (%bb) 1.08 0.94e

Kadar lemak (%bb) 5.40 0.34e

Kadar karbohidrat (%bb) 82.04 87.95e

Serat kasar (%bb) 1.09 2.18e

Total mikroba (cfu/g) 1.20 x 105 -Total kapang khamir (cfu/g) 1.14 103

-a. Wijanaet al. (2009) b. Imanningsih (2012) c. Eliasson (2004) d. Helmi (2001) e. Charoenkulet al. (2011)

Warna

Pemilihan warna merupakan salah satu bahan pertimbangan bagi konsumen dalam mengkonsumsi produk tepung (Wijana et al. 2009). Pada umumnya jika dilihat secara visual tepung biji durian memiliki warna coklat muda dengan nilai L*, a*, b* berturut 80.27, 1.49, dan 13.69. Perubahan warna putih dari biji durian menjadi coklat muda setelah menjadi tepung disebabkan pada proses pembuatan tepung, biji durian terlebih dahulu dikeringkan dengan cara penjemuran. Proses penjemuran memungkinkan terjadinya reaksi kimia antara asam amino dan gula pereduksi sehingga menyebabkan perubahan warna menjadi kecoklatan.

Amilografi

Sifat amilografi bertujuan untuk mempelajari perubahan viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan (Indrastuti et al. 2012). Uji yang dilakukan pada sifat amilografi meliputi beberapa parameter yang diamati yaitu viskositas puncak, waktu puncak dan suhu gelatinisasi.

(26)

12

biji durian dan memiliki waktu gelatinisasi yang lebih cepat. Sifat gelatinisasi dan pembengkakan dari suatu pati ditentukan oleh beberapa faktor seperti struktur amilopektin, komposisi pati dan ukuran granular pati. Hal ini sejalan dengan pendapat Imanningsih (2012) yang menyatakan beras ketan merupakan jenis tepung yang mengandung amilopektin tinggi yaitu 99.11% dari fraksi patinya dengan waktu glatinisasi 5.87 menit. Grafik amilografi tepung biji durian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik amilografi tepung biji durian Rendemen

Karakteristik tepung biji durian berupa rendemen menghasilkan nilai sebesar 62%, nilai rendemen tepung biji durian berada dalam kisaran normal rendemen tepung tapioka pada umumnya. Wijana et al. (2009) menyatakan tepung tapioka memiliki rendemen berkisar 56.92-64.38% dan rendemen suatu produk dipengaruhi oleh kualitas bahan baku meliputi kadar pati dan kadar air bahan yang digunakan. Rendemen tepung juga diipengaruhi oleh serat yang terkandung di dalam bahan, jika bahan memiliki serat kasar yang tinggi dan sukar untuk dihalus maka tidak dapat lolos dalam pengayakan, hal ini akan mempengaruhi jumlah tepung yang dihasilkan.

Pati

(27)

13 Tepung biji durian memiliki kandungan pati yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1.4) dari unit glukosa dan setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa, membentuk rantai lurus yang umumnya dikatakan sebagai linear pati (Hee-Joung An 2005). Tepung biji durian mengandung kadar amilosa sebesar 22.35%, kadar amilosa tepung biji durian tersebut masih berada dalam kisaran kadar amilosa tepung tapioka pada umumnya. Menurut Eliasson (2004) menyatakan kadar amilosa tepung tapioka berkisar 22-27%. Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi, cenderung menghasikan produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Hee-Joung An 2005). Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α-(1.4)-glikosidik dan ikatan α-(1.6)-glikosidik ditempat percabangannya, setiap cabang terdiri atas 25-30 unit D-glukosa (Hee-Joung An 2005). Kadar amilopektin tepung biji durian lebih rendah (66.33%) dibandingkan dengan tepung tapioka (82.13%). Hee-Joung An (2005) menyatakan semakin tinggi kandungan amilopektin di dalam tepung menyebabkan pati akan lebih bersifat basah, lengket, cenderung sedikit menyerap air dan pembentukan sifat viskoelastis pada produk pangan.

Kandungan Nutrisi

Kandungan nutrisi tepung biji durian menunjukkan konsentrasi yang tidak jauh berbeda dengan tepung tapioka yang dilaporkan Charoenkul et al. (2011). Lebih lanjut, kandungan proksimat tepung biji durian meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak sudah memenuhi standar SNI tepung tapioka sebagai bahan pangan. Kadar air tepung biji lebih rendah dari tepung tapioka yaitu 10.32%. Kadar air yang rendah menunjukkan bahwa kualitas tepung baik dan dapat memperlambat kerusakan pada tepung, tingginya kadar air dapat menarik jamur, bakteri, dan serangga yang dapat menyebabkan penurunan mutu. Umumnya tepung yang cepat rusak memiliki kadar air diatas 15% (Suprapti dan Lies 2005). Kadar air di dalam dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan, khususnya pada saat pengeringan dan kadar air bahan baku (Wijanaet al.2009).

Selain berpengaruh terhadap kadar air, proses pengolahan tepung juga dapat mempengaruhi kadar abu tepung. Kadar abu tepung biji durian dibandingkan tepung tapioka. Hal ini diduga pada proses pengolahan, mineral yang terkandung di dalam biji durian juga ikut terbuang bersama air rendaman. Kadar protein tepung biji durian yaitu 1.08%. Kadar protein tepung biji durian ini lebih tinggi dibandingkan kadar protein tepung tapioka. Tinggi rendahnya kadar protein suatu bahan salah satunya dipengaruhi oleh bahan bakunya.

(28)

14

Kualitas Mikrobiologi

Penentuan baik buruknya kualitas suatu produk pangan dapat ditinjau dari kualitas mikrobiologi. Kualitas mikrobiologi tepung biji durian sudah memenuhi standar SNI tepung tapioka. Nilai total mikroba tepung biji durian yaitu 1.20 x 105 cfu/g dan total kapang 1.14 x 103cfu/g. Menurut BSN (1994a), tepung tapioka memiliki nilai standar total miroba maksimal 1.0x106cfu/g dan kapang maksimal 1.0 x 104 cfu/g. Kualitas mikrobiologi produk pangan dipengaruhi oleh bahan baku dan proses pembuatannya (Hatta dan Murpiningrum 2012).

Kualitas Bakso

Kualitas bakso daging sapi dengan penambahan tepung biji durian 0%, 50% dan 100% dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik bakso daging sapi

Peubah

Kekerasan (gf) 4506.43 ± 930.90a 2908.83 ± 778.36ab 2002.50 ± 161.05b Elastisitas (gf) 81.79 ± 0.10 80.83 ± 0.86 80.51 ± 0.31 Daya kohesif (gf) 0.51 ± 0.04 0.52 ± 0.07 0.51 ± 0.05 Kandungan nutrisi

Kadar air (% bb) 74.61 ± 0.47 74.29 ± 0.43 73.70 ± 0.43 Kadar abu (% bb) 2.28 ± 0.06 2.34 ± 0.14 2.35 ± 0.24 Kadar protein (%bb) 11.22 ± 0.32b 11.32 ± 0.20b 12.10 ± 0.11a Kadar lemak (%bb) 1.59 ± 0.11 2.09 ± 0.37 2.27 ± 0.28 Karbohidrat (%bb) 10.28 ± 0.61 9.94 ± 0.30 9.57 ± 0.50 Kualitas mikrobiologi

Total mikroba

(log cfu/g) 3.57 ± 0.18 3.62 ± 0.41 3.67 ±0.03

Huruf yang sama pada baris rataan menunjukkan tidak berbeda secara statistik *DSA = Daya serap air

Daya Serap Air

(29)

15 protein-air meliputi bentuk protein dan faktor lingkungan seperti konsentrasi protein, suhu dan nilai pH.

pH

Nilai pH merupakan indikator penting dalam menentukan kualitas daging dengan memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar (Montolalu et al. 2013). Hasil pengukuran pH bakso menunjukkan rataan pH bakso dengan persentase penambahan tepung biji durian yang berbeda berkisar antara 6.34-6.42. Montolaluet al.(2013) juga menambahkan nilai pH dipengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan serta pencampuran bahan-bahan membuat titik keseimbangan hidrogen yang baru pada bakso. BSN (1995b) menyatakan Nilai pH pangan berkisar antara 6-7, hal ini berarti bahwa nilai pH dalam penelitian ini masih memenuhi batasan nilai pH.

aw

Nilai aw dapat dijadikan sebagai parameter yang menunjukkan pada stabilitas dan keawetan pangan, laju reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba. Nilai aw pada penelitian ini sama halnya dengan nilai pH dan DSA, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap ketiga perlakuan bakso. Nilai aw bakso pada penelitian ini berkisar 0.885-0.888. Menurut Kusnandar (2010), nilai aw dapat dijadikan sebagai parameter yang menunjukkan pada stabilitas dan keawetan pangan, laju reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba. Coultate (2002) menyatakan adanya perbedaan nilai aw untuk kebutuhan tumbuh mikroba seperti bakteri 0.91, kapang 0.88 dan jamur 0.80.

Tekstur

Tekstur merupakan sifat struktural, mekanik dan permukaan makanan terdeteksi melalui indra penglihatan, pendengaran, sentuhan dan kinestesis (Szczesniak 2006). Pada awalnya tekstur diukur berdasarkan persepsi sensorik, tetapi perkembangan saat ini tekstur telah dikonversi menjadi nilai pengukuran melalui alat uji tekstur yang dapat mendeteksi dan mengukur parameter tertentu (Sarifudin et al. 2015). Peubah tekstur pada bakso penelitian ini yang diukur termasuk kekerasan, elastisitas dan daya kohesif. Bakso dengan penggunaan 100% tepung tapioka memiliki tingkat kekerasan tertinggi. Nilai kekerasan dapat dipengaruhi oleh komposisi tepung dan daging yang digunakan (Hermianto dan Aulia 2001). Yu et al. (2009) juga menambahkan kekerasan di dalam produk juga dipengaruhi oleh kadar amilosa, karena kemampuannya membentuk ikatan hidrogen yang kuat antar amilosa ataupun antara amilosa dan amilopektin.

(30)

16

Kadar Air

Air merupakan unsur penting dalam bahan makanan, air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, cita rasa makanan dan mempengaruhi daya tahan makanan dari serangan mikroba. Kadar air dalam penelitian menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata tetapi berada diatas SNI bakso daging sapi. BSN (1995b) menyatakan standar kadar air bakso daging sapi yaitu maksimal 70%. Kadar air di dalam bakso dipengaruhi oleh lama pemanasan dan bahan pengisi (Pramuditya dan Yuwono 2014). Menurut Putra et al. (2011), lama pemanasan menyebabkan peningkatan jumlah air yang terserap karena air dapat berdifusi ke dalam makanan dan berikatan dengan pati dan protein. Tingginya kadar amilosa yang terdapat pada tepung juga akan mempercepat peningkatan kadar air pada bakso karena amilosa dapat mengikat air dengan mudah (Pramuditya dan Yuwono 2014).

Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu pangan. Rataan kadar abu juga menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dan telah memenuhi SNI. BSN (1995b) menyatakan kadar abu yang memenuhi standar yaitu maksimal 3%. Semakin banyak penambahan bumbu dalam formulasi pembuatan bakso dapat mempengaruhi kadar abu. Soeparno (2005) menyatakan penambahan bumbu dalam formulasi produk dapat mempengaruhi nilai kadar abu.

Kadar Protein

Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung asam amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. Kandungan protein dalam pangan bervariasi baik dalam jumlah maupun jenisnya. Kadar protein tertinggi dimiliki bakso dengan penggunaan tepung biji durian 100%. Peningkatan persentase kadar protein diduga disebabkan kandungan protein tepung biji durian yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung tapioka, sehingga semakin besar persentase subtitusi tepung biji durian maka kadar protein bakso akan meningkat. Kadar protein bakso juga dipengaruhi oleh kadar air, semakin banyak air dapat menurunkan persentase protein bakso (Pramuditya dan Yuwono 2014). Hal tersebut dibuktikan dengan bakso perlakuan pengunaan tepung biji durian 100% memiliki kadar protein tertinggi dan kadar air paling rendah.

Kadar Lemak

(31)

17 Karbohidrat

Karbohidrat memiliki sifat fungsional yang juga berperan penting dalam berbagai proses pengolahan bahan pangan. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, pembentuk struktur, bahan pengisi, pemanis, pengental, penstabil, pembentuk gel, pembentuk lapisan film dan pengganti lemak dalam berbagai formulasi prooduk pangan (Kusnandar 2010). Berdasarkan sidik ragam, kadar karbohidrat bakso dengan penggunaan tepung biji durian 0%, 50% dan 100% juga tidak berbeda nyata. Bakso dengan penggunaan tepung tapioka 100% memiliki kadar karbohidrat tertinggi. Hal tersebut diduga karena kandungan karbohidrat yang dimiliki tepung tapioka lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung biji durian.

Total Mikroba

Mutu mikrobiologis pada suatu bahan pangan ditentukan oleh jumlah total mikroba yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Mutu mikrobiologis pada bahan pangan ini akan menentukan daya simpan dari produksi tersebut di tinjau dari kerusakan oleh bakteri dan keamanan pangan dari mikroorganisme ditentukan oleh jumlah total mikroba (Chrismanuel et al. 2012). Total mikroba ketiga perlakuan pada penelitian ini tidak menunjukkan angka yang berbeda nyata berkisar 3.57-3.67 log cfu/g. Rendahnya angka total mikroba dalam penelitian ini diduga karena adanya proses pemanasan dalam pembuatan bakso, sehingga bakteri yang tidak tahan panas akan mati.

Keseluruhan perlakuan bakso pada penelitian ini telah memenuhi SNI bakso daging sapi baik kualitas kimia maupun mikrobiologi. BSN (1995b) menyatakan kadar air, abu, protein dan lemak bakso daging sapi berturut-turut adalah maksimal 70%, maksimal 3.0%, minimal 9.0% dan maksimal 2.0%, dan total mikroba pada bakso yaitu maksimal 1.0 x 105cfu/g.

Sifat Organoleptik Bakso

Hasil analisis uji organoleptik (uji hedonik) bakso daging sapi dengan memanfaatkan tepung biji durian sebagai subtitusi tepung tapioka terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil organoleptik bakso daging sapi

(32)

18 Warna

Warna merupakan alat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Warna bakso yang disukai oleh panelis adalah bakso dari pengunaan campuran tepung tapioka dan tepung biji durian 50% : 50%, meskipun ketiga perlakuan tidak menunjukkan angka yang berbeda nyata. Warna bakso diantaranya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin daging, semakin tinggi mioglobin daging maka warna semakin merah. Proses pemanasan dapat merubah warna daging yang awalnya merah menjadi abu-abu, dengan penambahan jumlah tepung tapioka akan mempengaruhi intensitas warna abu-abu mengarah ketingkat lebih lebih muda atau pucat sehingga tidak disukai panelis (Usmiati dan Komariah 2007). Penggunaan 100% tepung biji durian menghasilkan warna lebih gelap atau abu-abu tua. Menurut Hermianto dan Andayani (2002), warna bakso yang disukai oleh panelis adalah abu-abu muda atau sedikit tua.

Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Dalam menilai rasa lebih banyak menggunakan alat indra perasa. Menurut Hermianto dan Andayani (2002) melaporkan ada tiga macam rasa bakso yang menentukan penerimaan konsumen yaitu tingkat kegurihan, tingkat asin oleh garam dan rasa daging. Uji rasa pada penelitian ini tidak menunjukkan angka yang berbeda nyata. Faktor yang sering mempengaruhi rasa bakso adalah kandungan lemak daging dan bumbu-bumbu yang digunakan (Usmiati dan Komariah 2007). Persentase daging dan bumbu yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan kadar yang sama pada semua perlakuan.

Aroma

Aroma disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh. Uji aroma bakso memperlihatkan skor yang diberikan oleh panelis juga tidak berbeda nyata. Hal tersebut diduga adanya persentase bumbu yang sama pada masing-masing adonan bakso. Menurut Zaika et al. (1978) bahwa aroma dipengaruhi oleh jumlah bumbu yang ditambahkan ke dalam adonan, semakin banyak bumbu yang ditambahkan maka aroma semakin tajam.

Tekstur

Tekstur juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan konsumen dalam menilai kesukaan dan penerimaan daging serta produknya. Sejalan dengan uji warna, rasa dan aroma, uji tekstur pada penelitian ini juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Bakso dengan perlakuan penggunaan 100% tepung tapioka lebih disukai panelis. Hal ini diduga karena tepung tapioka memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung tapioka sehingga menghasilkan bakso lebih kenyal.

(33)

19 Kualitas Bakso Selama Penyimpanan

Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan laju pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme pada daging dan produk olahannya. Pengamatan kualitas bakso selama penyimpanan dilakukan terhadap bakso perlakuan terbaik (subtitusi tepung biji durian 50%) pada penelitian pendahuluan selama 12 jam pada suhu ruang dan 12 hari pada suhu dingin. Pengujian kualitas bakso selama penyimpanan suhu ruang dilakukan pengamatan pada jam ke 0, 4, 8 dan 12, sedangkan pada suhu dingin dilakukan pada hari ke 0, 3, 6, 9 dan 12 dengan parameter pengamatan meliputi DSA, pH, awdan total mikroba. Hasil pengamatan kualitas bakso selama penyimpanan bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kualitas bakso selama penyimpanan

Peubah DSA (%) pH aw

Huruf yang sama pada kolom rataan menunjukkan tidak berbeda secara statistik

Perlakuan penyimpanan suhu ruang 0, 4, 8, 12 jam dan penyimpanan suhu dingin 0, 3, 6, 9 dan 12 hari pada nilai DSA tidak memberikan pengaruh yang nyata. Perlakuan pada kondisi suhu ruang memiliki nilai DSA cenderung menurun selama penyimpanan. Hal ini diduga adanya kandungan protein yang sudah rusak sehingga tidak dapat menyerap air dengan baik. Disisi lain perlakuan penyimpanan pada kondisi suhu dingin memiliki nilai DSA cenderung meningkat hingga hari ke 6 dan kembali menurun sampai akhir penyimpanan.

(34)

20

Secara umum nilai pH bakso perlakuan terbaik mengalami kenaikan selama penyimpanan suhu ruang dan suhu dingin. Perlakuan pada suhu ruang, hasil analisa menunjukkan bahwa nilai pH pada awal penyimpanan adalah 6.07. Nilai pH tersebut turun sampai jam ke 4 kemudian naik kembali sampai akhir penyimpanan menjadi 6.92. Perlakuan pada suhu dingin, hasil analisa menunjukkan nilai pH terus mengalami kenaikan hingga hari ke 12 menjadi 6.81. Menurut Muratore et al. (2007) bahwa penurunan nilai pH disebabkan oleh adanya metabolisme bakteri asam laktat. Hal ini sejalan dengan pendapat Afrianto et al. (2014) menyatakan pada awal penyimpanan enzim akan memanfaatkan glikogen untuk mempertahankan kesegaran dan energi yang diperoleh dari perombakan glikogen menjadi asam laktat yang dapat menurunkan pH. Pada penyimpanan lebih lanjut, cadangan glikogen akan habis. Enzim mulai merombak protein menjadi amonia, trimetilamin dan komponen volatil lainnya yang bersifat basa (Goulas and Kontominas 2005). Akumulasi senyawa-senyawa tersebut perlahan akan meningkatkan nilai pH sehingga menjadi netral.

Hasil Pengamatan nilai total mikroba bakso pada perlakuan suhu ruang jam ke 12 sebesar 6.33 log cfu/g. BSN (1995b) menyatakan nilai total mikroba pada untuk produk bakso daging maksimal 1.0x105cfu/g sama dengan 5.00 log cfu/g. Produk bakso pada perlakuan penyimpanan suhu ruang jam ke 12 sudah ditolak dan hanya bisa diterima hingga jam ke 8 secara mikrobiologis, sedangkan pada perlakuan suhu dingin bakso masih mampu bertahan hingga hari ke 12 dengan nilai total mikroba sebesar 4.84 log cfu/g. Wally et al. (2015) menyatakan suhu dingin dapat menghambat aktivitas bakteri dan enzim pembusuk.

Sejalan dengan pengamatan secara mikrobiologis, bakso yang disimpan pada suhu ruang telah berlendir dan berbau busuk pada jam ke 12. Terbentuknya lendir pada bakso mengindikasikan bahwa produk tersebut sudah mengalami kemunduran mutu akibat aktivitas bakteri, sehingga sebaiknya tidak dikonsumsi lagi (Kok and Park 2007 ; Siskos et al. 2007). Perlakuan pada suhu dingin memperlihatkan bakso pada hari ke 12 masih layak dikonsumsi, tetapi secara visual tekstur pada bagian luar bakso terasa sedikit keras dan kering. Martinez et al. (2007) menyatakan bahwa perlakuan suhu dingin (4-1oC) dan lama penyimpanan akan menyebabkan kerusakan sel daging terutama bagian sarkolema, sehingga daging akan kehilangan daya mengikat air. Selanjutnya, air akan keluar dari bakso yang menyebabkan tekstur bakso menjadi keras dan kering (Zuraidaet al.2009).

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(35)

21 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang metode pembuatan tepung biji durian. Uji sifat pati yang lain perlu dilakukan untuk melihat karakteristik tepung biji durian. Perlu dilakukan penelitian pengaruh penambahan tepung biji durian terhadap produk olahan daging yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Analitycal Chemist. 2005. Official methods of analysis of the association official analytical chemistry. Virginia (USA): Arlington. [BAM] Bacterial Analitical Manual. 2001. Aerobic Plate Count. U.S. Food and

Drugs Administration.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1994a. Tepung Tapioka. SNI-01-3451-1994. Jakarta (ID):BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1994b. Bakso daging. SNI-01-3947-1995. Jakarta (ID):BSN.

Abdillah F. 2006. Penambahan tepung wortel dan karagenan untuk meningkatkan kadar serat pangan pada naget ikan nila (Oreochromis sp) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Afrianto E, Evi L, Otong S, Herman H. 2014. Pengaruh suhu dan lama blasing terhadap penurunan kesegaran filet tagih selama penyimpanan pada suhu rendah.Jurnal Akuatika 5(1):45-54.

Ageng PM, Djalal R, Eny SW. 2013. Pengaruh penambahan pati biji durian terhadap kualitas kimia dan organoleptik nugget ayam. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan23(3):17-26.

Anwar AS dan Laelia A. 2011. Pemanfaatan biji durian menjadi glukosa cair melalui proses hidrolisa dengan menggunakan enzim α-amilase [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Arief II, Jenie BSL, Suryati T, Ayuningtyas G, Fuziawan A. 2012. Antimicrobial activity of bacteriocin from indigenous Lactobacillus plantarum 2c12 and its application on beef meatball as biopreservative. Journal the Indonesian Tropical Animal Agriculture37(2)90-96.doi:10.14710/jitaa.37.2.90-96. Arief II, Suryati T, Afiyah DN. and Wardhani DP. 2014. Physicochemical and

organoleptic of beef sausages with teak leaf extract (Tectona grandis) addition as preservative and natural dye. International Food Research Journal21(5):2033-2042.

(36)

22

Charoenkul N, Dudsadee U, Worayudh P, Yasuhito T. 2011. Physicochemical characteristics of starches and flours from cassava varieties having different cooked root textures. LWT-Food Science and Technology 44(8):1774-1781.doi:10.1016/j.lwt.2011.03.009.

Chrismanuel A, Pramono YB, Setyani BE. 2012. Efek pemanfaatan keraginan sebagai edible coating terhadap pH, total mikroba dan H2S pada bakso selama penyimpanan 16 jam.Animal Agriculture Journal1(2):286-292. Coultate TP. 2002. Food The Chemistry of its Components. London (UK): RSC

Paperbacks.

Djaeni M dan Prasetyaningrum A. 2010. Kelayakan biji durian sebagai bahan pangan alternatif : Aspek Nutrisi Biji Durian.Riptek4(11):37-45.

Eliasson AC. 2004. Starch in Food: Structure, Function and Applications. Florida:CRC Press.

Fardiaz DN, Andarwulan, Hariantono HW, Puspita NL. 1992. Teknik Analisa Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Bogor (ID): IPB Pr.

Faridah DN, Fardiaz D, Andarwulan N, Sunarti TC. 2014. Karakteristik sifat fisiko kimia pati garut (Maranta arundinaceae).Agritech34(1):14-21. Gaurav and Sharma. 2003.Digital Color Imaging Handbook. CRG Press.

Goulas AE and Kontaminas MG. 2005. Effect of salting and smoking method on keeping quality of chub mackerel (Scomber japonicus): Biochemical and

sensory attributes. Food chemistry

93(3):511-520.doi:10.1016/j.foodchem.2004.09.040.

Hatta M dan Murpiningrum E. 2012. Kualitas bakso daging sapi dengan penambahan garam (NaCl) dan fosfat (sodium tripolifosfat/stpp) pada level dan waktu yang bebeda.Jurnal Ilmu Teknologi Peternakan.2(1):30-38. Hartati dan Prana. 2003. Analisis kadar pati dan serat kasar tepung beberapa

kultivar talas.Jurnal Natur Indonesia6(1):29-33.

Hee-Joung An. 2005. Effects of ozonation and addition of amino acids on properties of rice starches [disertasi]. Amerika Serikat (US):Southern Universitas and Agricultural and Mechanical Collage.

Helmi H. 2001. Kemungkinan penggunaan edible film dari pati tapioka untuk pengemas lempuk.Jurnal ilmu-ilmu pertanian indonesia3(2):99-106. Hermianto J dan Aulia. 2001. Pengembangan aroma dan cita rasa bakso dengan

penggunaan flavour.Jurnal Teknol dan Industri Pangan7(2):102-107. Hermianto dan Andayani RY. 2002. Studi perilaku konsumen dan identifikasi

parameter bakso sapi berdasarkan preferensi konsumen diwilayah DKI Jakarta.Jurnal Teknologi dan Industri Pangan8(1):1-10.

Hutapea U. 2010. Pembuatan tepung biji durian (Durio Zibethinusmurr) dengan variasi perendaman dalam air kapur dan uji mutunya [skripsi].Medan (ID): Universitas Sumatra Utara.

Imanningsih N. 2012. profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung-tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan.Penel Gizi Makan35(1):13-22.

Indrastuti E, Harijono, Susilo B. 2012. Karakteristik tepung uwi ungu (Dioscorea alata L.) yang direndam dan dikeringkan sebagai edible paper. Jurnal Teknologi Pertanian13(3):169-176.

(37)

23 Kok TN and Park JW. 2007. Extending the shelf life of set fish ball. Journal of

Food Quality30(1):1-27.doi:10.1111/j.1745-4557.2007.00103x.

Kusnadi DC, Bintoro VP, Al Baarri AN. 2012. Daya ikat air, tingkat kekenyalan dan kadar protein pada bakso kombinasi daging sapi dan daging kelinci. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan1(2):28-31.

Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian rakyat. Martinez O,Salmero J, Guillen MD, Casas C. 2007. Textural and physicochemical

change in salmon (Salmo salar) Treated with commercial liquid smoke

flavourings. Food Chemistry

100(2):498-503.doi:10.1016/j.foodchem.2005.09.071.

Mittal GS and Usborne WR. 1986. Meat emulsion functionality related to fat protein ratio and selected dairy and cereal products. Meat science 18(1):1-21.doi:10.1016/0309-1740(86)90063-X.

Montolalu S, Lontaan N, Sakul S, Mirah ADP. 2013. Sifat fisiko kimia dan mutu organoleptik bakso broiler dengan menggunakan tepung ubi jalar (Ipomoea batatasL).Jurnal Zootek32(5):1-13.

Muratore G, Mazzaglia A, Lanza CM, Licciardello F. 2007. Process variables on the quality of swordfish filled flavored with smoke condensate. Journal of Food Processing and Preservation 31(2):167-177.doi:10.1111/j.1745-4549.2007.00120.x.

Nurfiana F, Mukaromah U, Jeannisa VC, Putra S. 2009. Pembuatan bioethanol dari biji durian sebagai sumber energi alternatif [prosiding]. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta, 5 November 2009.

Piliang WG dan Djojosoebagio Al Haj S. 2002. Fisiologi Nutrisi. Bogor (ID): IPB Pr.

Pramuditya G dan Yuwono SS. 2014. Penentuan atribut mutu tekstur bakso sebagai syarat tambahan dalam SNI dan pengaruh lama pemanasan terhadap bakso.Jurnal Pangan dan Agroindustri2(4):200-209.

Putra AA, Huda N, Ahmad R. 2011. Changes during the processing of duck meatballs using different fillers after the heating and preheating process. International Journal Of Poultry Science10(1):62-70.

Sarifudin A, Ekafitri R, Suharman DN, Putri SKDFA. 2015. Pengaruh penambahan telur padakandungan proksimat, karakteristik aktivitas air bebas (aw) dan tekstural snack bar berbasis pisang (Musa paradisiaca). AGRITECH35(1):1-8.

Siskos I, Zotos A, Melidou S, Tsikritzi R. 2007. The effect of liquid smoking of fillets of trout (Salmo Gairdneril) on sensory, Microbiological and chemical changes during chiled storage. Food Chemistry 101(2):458-464.doi:10.1016/j.foodchem.2006.02.002.

Soeparno. 2005.Ilmu dan Teknologi daging. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Steel R and Torrie JK. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Jakarta (ID): Penertbit PT.Gramedia Pustaka Utama.

Suprapti M dan Lies. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(38)

24

Trisyulianti E, Jacjha J, Jayusmar. 2001. Pengaruh suhu dan tekanan pengepaan terhadap sifat fisik wafer ransum dari limbah pertanian sumber serat dan leguminose untuk ternak ruminansia.Media peternakan24(3):76-81.

Usmiati S, Komariah. 2007. Karakteristik bakso daging kerbau dari berbagai bagian karkas dan tingkat tepung tapioka. [Prosiding] Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Wahyono. 2009. Karakteristik edible film berbahan dasar kulit dan pati biji durian (durio sp) untuk pengemasan buah strawberry [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiya Surakarta.

Wally E, Mentang F, Montolalu. 2015. Kajian mutu kimiawi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L.) asap (FUFU) selama penyimpanan suhu ruang dan suhu dingin.Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan3(1):7-12.

Widati AS, Eny SW, Rulita, Muhammad SZ. 2012 The effect of addition tapioca starcton quality of chiken meatball chips whit vacuum frying method. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan21(2):11-27.

Wijana S, Nurika I, Habibah E. 2009. Analisis kelayakan kualitas tapioka berbagai bahan baku gaplek (Pengaruh asal gaplek dan kadar kaporit yang digunakan.Jurnal Teknologi Pertanian10(2):97-105.

Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Yu S, Ying M, Wen SD. 2009. Impact of amylase content on start retrogradation and texture of cooked milled rice during storage. Journal of Cereal Science 50(2):139-144.doi:10.1016/j.jcs.2009.04.003.

Zaika LL, Tatiana EZ, Palumbo SA, Smith JL. 1978. Effect of spice and salt on fermentation of libanon bologna-type sausage.Journal of Food Science 43(1):186-189.doi:10.1111/j.1365-2621.1978.tb09766.x.

(39)

25

(40)

26

Lampiran 1 Sidik Ragam Nilai DSA

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 1,0952 0,5476 1,33 0,332

Galat 6 2,4642 0,4107

Total 8 3,5594

Lampiran 2 Sidik Ragam Nilai pH

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 0,0090 0,0045 4,81 0,057

Galat 6 0,0057 0,0009

Total 8 0,0147

Lampiran 3 Sidik Ragam Nilai aW

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 0,00001 0,0000054 0,49 0,632

Galat 6 0,00006 0,0000110

Total 8 0,00007

Lampiran 4 Sidik Ragam Nilai Tekstur (Kekerasan)

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 9643448 4821724 9,65 0,13

Galat 6 2996733 499456

Total 8 12640181

Lampiran 5 Sidik Ragam Nilai Tekstur (Elastisitas)

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 2,6412 1,3206 4,60 0,061

Galat 6 1,7211 0,2868

Total 8 4,3622

Lampiran 6 Sidik Ragam Nilai Tekstur (Daya Kohesif)

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 0,0022 0,0010 0,32 0,736

Galat 6 0,0200 0,0033

Total 8 0,0222

Lampiran 1 Sidik Ragam Kadar Air

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 1,2704 0,6352 3,11 0,118

Galat 6 2,2253 0,2042

(41)

27 Lampiran 2 Sidik Ragam Kadar Abu

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 0,00809 0,00404 0,15 0,865

Galat 6 0,16293 0,02716

Total 8 0,17102

Lampiran 3 Sidik Ragam Kadar Protein

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 1,38382 0,69191 19,11 0,002

Galat 6 0,21727 0,03621

Total 8 1,60109

Lampiran 4 Sidik Ragam Kadar Lemak

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 0,74847 0,37423 4,76 0,58

Galat 6 0,47133 0,07856

Total 8 1,21980

Lampiran 5 Sidik Ragam Kadar Karbohidrat

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 0,7641 0,3820 1,59 0,279

Galat 6 1,4427 0,2405

Total 8 2,2068

Lampiran 6 Sidik Ragam Total Mikroba

SK Db JK KT F P

Perlakuan 2 0,01607 0,00803 0,49 0,637

Galat 6 0,09893 0,01649

Total 8 0,11500

Lampiran 13 Sidik Ragam Nilai DSA Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Ruang

SK Db JK KT F P

Perlakuan 3 0,8214 0,2738 0,30 0,827

Galat 8 7,3926 0,9241

Total 11 8,2140

Lampiran 14 Sidik Ragam Nilai pH Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Ruang

SK Db JK KT F P

Perlakuan 3 1,76380 0,58793 110,93 0,000

Galat 8 0,04240 0,00530

(42)

28

Lampiran 7 Sidik Ragam Nilai aw Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Ruang

SK Db JK KT F P

Perlakuan 3 0,0000180 0,0000060 4,50 0,039

Galat 8 0,0000107 0,0000013

Total 11 0,0000287

Lampiran 8 Sidik Ragam Nilai Total Mikroba Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Ruang

SK Db JK KT F P

Perlakuan 3 10,9983 3,6661 110,81 0,000

Galat 8 0,2647 0,0331

Total 11 11,2630

Lampiran 9 Sidik Ragam Nilai pH Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Dingin

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 1,36691 0,34173 100,31 0,000

Galat 10 0,03407 0,00341

Total 14 1,40097

Lampiran 10 Sidik Ragam Nilai DSA Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Dingin

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 7,064 1,766 1,65 0,236

Galat 10 10,678 1,068

Total 14 17,742

Lampiran 11 Sidik Ragam Nilai aw Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Dingin

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 0,0018231 0,0004558 115,38 0,000

Galat 10 0,0000293 0,0000029

Total 14 0,0018542

Lampiran 12 Sidik Ragam Nilai Total Mikroba Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan Suhu Ruang

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 2,49687 0,62422 103,58 0,000

Galat 10 0,06027 0,00603

(43)

29

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Bagan penelitian
Tabel 1 Formulasi pembuatan bakso
Tabel 2 Karakteristik tepung biji durian
Gambar 3 Grafik amilografi tepung biji durian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas tentang kesalahan penulisan transliterasi Arab-Latin dalam skripsi mahasiswa prodi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penelitian

[r]

Bogor, Bandung Jumlah KAK 1 buku Terfasilitasinya 75 ijin - - 131,500,000 131,500,000 144,650,000 sedang BPT Pengaduan Dalam Pelayanan Peluang

Kekhawatiran kedua istri ini sebenarnya tidak perlu ada, karena aturan hukum yang berlaku di Indonesia sudah menjelaskan bahwa “bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang,

Pada usia sekolah, anak mengalami tahap perubahan perkembangan dari “preoperational” ke “concrete operation” yang ditandai oleh kemampuan lebih

[r]

Berikut ini adalah kasus untuk menguji perangkat lunak yang sudah dibangun menggunakan metode BlackBox berdasarkan gambar rencana pengujian yang telah dibuat sebelumnya. Gambar

Bahwa untuk menjamin agar pelaksanaan pembangunan daerah berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran, diperlukan pengaturan mekanisme perencanaan pembangunan