• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Besi, Kalsium, dan Fosfor dalam Darah pada Tikus dengan Implan Tulang Berbahan Logam Besi Berpori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kadar Besi, Kalsium, dan Fosfor dalam Darah pada Tikus dengan Implan Tulang Berbahan Logam Besi Berpori"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR BESI, KALSIUM, DAN FOSFOR DALAM DARAH

PADA TIKUS DENGAN IMPLAN TULANG BERBAHAN

LOGAM BESI BERPORI

DWIDA RAHMADANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Besi, Kalsium, dan Fosfor dalam Darah pada Tikus dengan Implan Tulang Berbahan Logam Besi Berpori adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Dwida Rahmadani

(4)

ABSTRAK

DWIDA RAHMADANI. Kadar Besi, Kalsium, dan Fosfor dalam Darah pada Tikus dengan Implan Tulang Berbahan Logam Besi Berpori. Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan HERA MAHESHWARI.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kadar besi (Fe), kalsium (Ca), dan fosfor (P) dalam darah tikus setelah implantasi menggunakan implan logam besi berpori. Sebanyak 60 ekor tikus Sprague Dawley jantan dengan berat rataan 175 g

dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan. Kelompok tersebut adalah kelompok dengan implan ukuran pori 450µm, 580µm, 800µm, dan kontrol yang diamati kadar Fe, Ca, dan P pada hari ke 0, 7, 14, dan 30. Hasil menunjukkan kadar Fe, Ca, dan P mengalami peningkatan dan penurunan pada setiap hari pengamatan. Peningkatan dan penurunan kadar Fe pada hari ke-7 dan ke-14 tidak berbeda nyata (p>0,05) sedangkan pada hari ke-30 berbeda nyata (p<0,05) untuk semua kelompok perlakuan. Peningkatan kadar Ca pada hari ke-14 serta penurunan pada hari ke-30 berbeda nyata. Peningkatan dan penurunan kadar P pada setiap hari pengamatan berbeda nyata untuk semua kelompok perlakuan. Peningkatan dan penurunan kadar Fe, Ca, dan P yang terjadi setelah implantasi dipengaruhi oleh ukuran pori implan dan lamanya waktu implantasi.

Kata kunci: biodegradasi, darah, fosfor, implan, kalsium, pori, zat besi

ABSTRACT

DWIDA RAHMADANI. Ferum, Calcium, and Phosphorus Levels in the Blood in Rats with Bone Implants Made of Metal Iron Porous. Supervised by DENI NOVIANA and HERA MAHESHWARI.

This study aimed to determine ferum (Fe), calcium (Ca), and phosphorus (P) blood levels in rats after implantation using iron porous metal implants. A total of 60 Sprague Dawley rats with an average weight of 175 g were divided into

4 groups. The groups consisted of 15 rats each and were devided based on implant pore size 450µm, 580µm, 800µm and control group. Blood tests performed at day 0, 7, 14, and 30 after implantation showed the results of Fe, Ca, and P levels have increased and decreased at each observation time. Increased and decreased levels of Fe at day 7 and 14 were not significantly different (p>0,05), while at day 30 was significantly different (p<0,05) on all treatment groups. Increased levels of Ca at day 14 and a decreased at day 30 was significantly different. Increased and decreased levels of P at each observation day were significantly different on all treatment groups. Increased and decreased levels of Fe, Ca, and P that occur after implantation of the implants were influenced by the pore size and duration of implantation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

KADAR BESI, KALSIUM, DAN FOSFOR DALAM DARAH PADA TIKUS DENGAN IMPLAN TULANG BERBAHAN LOGAM BESI BERPORI

DWIDA RAHMADANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kadar Besi, Kalsium, dan Fosfor dalam Darah pada Tikus dengan Implan Tulang Berbahan Logam Besi Berpori

Nama : Dwida Rahmadani NIM : B04100076

Disetujui oleh

Prof Drh Deni Noviana, PhD

Pembimbing I Dr Drh Hera Maheshwari, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini ialah Kadar Besi, Kalsium, dan Fosfor dalam Darah pada Tikus dengan Implan Tulang Berbahan Logam Besi Berpori.

Penulis menyampaikan Terima kasih kepada Prof Drh Deni Noviana, PhD selaku pembimbing pertama skripsi dan pembimbing akademik, serta Dr Drh Hera Maheshwari, MSc selaku pembimbing kedua skripsi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Drh Fakhrul Ulum, MSi yang telah banyak membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Faharuddin, Ibunda Andi Makkawaru, kakak Afriandy Faurikka, adik Triya Amalia, Queeny, teman-teman seperjuangan penelitian Drh Budi, Drh Devi, Jojo, Risti, Anizza, Arlita, dan Fajar, sahabat-sahabat Anisa Hasby, Ika Septiana, dan Gamma Prajnia, serta teman-teman Firas dan Ukhwah atas segala doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan untuk penulisan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 3

Bahan 4

Alat 4

Prosedur Penelitian 4

Analisa data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kadar Besi (Fe) 6

Kadar Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) 9

SIMPULAN 14

SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm, 580µm dan 800µm selama 30 hari

pengamatan 6

2 Kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori pada hari ke-0, 7, 14 dan 30 dengan implan ukuran 450µm, 580µm, dan

800µm. 8

3 Kadar Ca dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori 450µm,

580µm, dan 800µm selama 30 hari pengamatan 10

4 Kadar P dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari pengamatan. 11 5 Perbandingan kadar Ca dan P dalam darah tikus berimplan logam Fe

berpori 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari pengamatan. 12

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar Fe dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari

pengamatan. 7

2 Kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan implan ukuran 450µm, 580µm, dan 800µm pada hari ke-0, 7,

14 dan 30 8

3 Kadar Ca dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari

pengamatan. 10

4 Kadar P dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari

pengamatan. 11

5 Kadar Ca dan P dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm (a)580µm (b) dan 800µm (c) selama

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biomaterial terdegradasi merupakan salah satu jenis implan yang mulai digunakan pada dunia ortopedik. Akhir-akhir ini peningkatan kebutuhan biomaterial implantasi medis menjadi sangat tinggi terutama berkaitan dengan berbagai kasus kesehatan, seperti implan ortopedik, pembuluh darah, gigi, dan lain-lain. Biomaterial telah digunakan sebagai perlengkapan internal untuk membantu persembuhan retak tulang dan jaringan selama lebih dari 100 tahun. Saat ini biomaterial yang umumnya digunakan untuk implan seperti stainless steel, titanium (Ti) dan cobalt-cromium (Co-Cr) alloy. Meskipun implan

permanen telah banyak digunakan dan umumnya biokompatibel, tapi dapat menyebabkan masalah seperti stress shielding dan pelepasan ion logam beracun

melalui korosi dari waktu ke waktu (Kuhlmann et al. 2012). Hal ini mendorong

dilakukan penelitian dalam pengembangan bahan implant biomaterial baru, agar didapatkan biomaterial yang tepat dan berharga murah untuk menemukan solusi terkait seputar masalah tersebut.

Logam yang dapat terdegradasi (biodegradasi) seperti magnesium dan besi sangat berpotensi sebagai implan medis (Ulum et al. 2013). Studi tentang logam

degradasi telah banyak dilakukan, baik menggunakan metode in vitro ataupun

metode in vivo. Metode in vivo menyediakan informasi degradasi lingkungan yang

lebih realistis (Noviana et al. 2013a). Studi implantasi hewan in vivo logam

biodegradasi dapat memberikan hasil yang paling dekat dengan implantasi manusia. Implantasi yang berbeda dapat menyebabkan reaksi jaringan yang berbeda, maka kelompok yang sama dari sampel logam kemungkinan memiliki laju degradasi yang berbeda (Noviana et al. 2013b). Serangan elektrokimia yang

terjadi di dalam tubuh pada proses degradasi, dapat menyebabkan penurunan bertahap pada material. Partikel degradasi dalam jumlah besar dapat berbahaya, sehingga pelepasan bahan harus dipahami untuk keamanan serta distribusinya dalam jaringan dan sirkulasi (Paramitha et al. 2013). Penggunaan logam

biodegradasi khususnya besi sebagai bahan implan masih belum banyak diteliti sehingga masih banyak data yang belum diketahui. Salah satunya adalah belum adanya informasi kadar besi (Fe) dalam darah akibat besi yang diimplankan kedalam tubuh.

Darah merupakan cairan tubuh yang pertama kali kontak dengan biomaterial yang diimplan ke dalam tubuh (Kuhn 2005). Perubahan yang dapat ditimbulkan akibat implantasi tersebut adalah perubahan kadar besi (Fe), kalsium (Ca) serta fosfor (P) dalam darah. Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian untuk mengetahui pengaruh bahan implan terhadap kadar besi (Fe), kalsium (Ca), dan fosfor (P) dalam darah setelah dilakukan implantasi.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang kadar besi (Fe), kalsium (Ca), dan fosfor (P) dalam darah akibat dari implantasi menggunakan logam biodegradasi besi (Fe) berpori pada tulang. Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan pada penggunaan implan biodegradasi berbahan dasar Fe khususnya dalam bentuk pori.

TINJAUAN PUSTAKA

Biomaterial

Biomaterial adalah suatu bahan yang berinteraksi dengan jaringan dan cairan tubuh untuk mengobati, meningkatkan, atau mengganti elemen anatomi tubuh (Noviana et al. 2012). Biomaterial biasanya dicirikan sebagai bahan yang

digunakan sebagai organ buatan, perangkat rehabilitasi, atau implan untuk menggantikan jaringan tubuh alami. Lebih spesifik, biomaterial adalah bahan yang digunakan didalam atau berkontak langsung dengan tubuh untuk menambah atau mengganti bahan rusak (Bauer et al. 2013). Menurut kinerja degradasi,

biomaterial dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu bioinert dan bahan biodegradable (Tan et al. 2013). Biomaterial harus bersifat osteoinduktif,

osteokonduktif, biokompatibel, bioaktif, stabil secara biomekanis, bebas penyakit, serta mengandung faktor antigen minimal biodegradasi. Biomaterial diklasifikasikan menjadi biomaterial sintetik yaitu logam, keramik, polimer dan komposit. Beberapa biomaterial sintetik yang dikomersialkan dan dapat diterapkan dalam bidang medis seperti metal hip, dacron, plastic intraocular lens

dan lain-lain. Biomaterial sintetik memiliki beberapa kelemahan seperti struktur dan komposisi bahan tidak sama dengan organ atau jaringan asli, biokompatibilitas dan kemampuan untuk remodelling jaringan rendah. Bentuk

biomaterial lainnya yaitu biomaterial yang berasal dari bahan alami. Biomaterial bahan alami dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kelompok termasuk berbasis protein biomaterial (kolagen, gelatin, sutra, dan lain-lain), biomaterial berbasis polisakarida (selulosa, kitin/kitosan, glukosa, dan lain-lain) dan turunan

decellularized tissue-derived biomaterials (katup jantung, pembuluh darah, hati,

dan lain-lain) (Ha et al. 2013).

Darah

(13)

3 antikoagulan kemudian disentrifus dalam sebuah tabung. Sel-sel yang lebih berat dari plasma akan mengendap ke bagian bawah selama sentrifus (Cunningham 2002)

Plasma merupakan cairan intravaskuler yang mempunyai komposisi dan konsistensi tertentu dan merupakan cairan ekstraseluler tempat sel-sel darah melakukan fungsinya. Plasma darah mengandung berbagai zat makanan, vitamin, mineral untuk disalurkan ke seluruh sel-sel tubuh dan juga terdapat enzim, hormon di dalam plasma (Cotter 2001). Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Sel darah merah (eritrosit) mengandung hemoglobin yang berfungsi sebagai alat pengangkut oksigen dan karbon dioksida. Sel darah putih berfungsi memerangi penyakit sedangkan platelet sangat berperan penting dalam pembekuan darah (Bacha dan Linda 2012).

Mineral

Mineral merupakan bahan organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang kecil. Peningkatan jumlah mineral dalam darah dapat dikarenakan efek

kehamilan, kelahiran, menyusui dan usia dari hewan (Lane et al. 2014). Menurut

kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral esensial dan nonesensial. Esensial diperlukan dalam proses fisiologis hewan, sehingga mineral golongan ini merupakan unsur nutrisi penting yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis atau disebut penyakit defisiensi mineral. Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk

enzim untuk proses metabolisme tubuh, yaitu kalsium (Ca), fosfor (P), kalium

(K), natrium (Na), klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), kobalt (Co), iodin (I), dan selenium (Se). Mineral nonesensial adalah golongan mineral yang tidak berguna, atau belum diketahui kegunaannya dalam tubuh hewan, sehingga hadirnya unsur tersebut lebih dari normal dapat menyebabkan keracunan (Inoue et al. 2002).

Unsur mineral sangat penting dalam proses fisiologis baik hewan maupun manusia. Unsur mineral esensial makro seperti Ca, Mg, Na, K, dan P diperlukan untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mo, dan I berfungsi untuk aktivitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Selain mengakibatkan keracunan, mineral juga dapat

menyebabkan penyakit defisiensi (Darmono 2007).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(14)

4

Bogor (IPB). Pengujian sampel darah dilakukan di laboratorium Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Hewan Penelitian

Hewan coba yang digunakan yaitu 60 ekor tikus Sprague Dawley jantan

dengan rataan berat badan 175 gram kemudian dibagi dalam empat kelompok. Kelompok I menggunakan implan dengan material logam besi (Fe) berpori ukuran 450 µm, kelompok ke II menggunakan implan material logam besi (Fe) berpori ukuran 580 µm, kelompok III menggunakan implan dengan material logam besi (Fe) berpori ukuran 800 µm dan kelompok IV sebagai kelompok kontrol yang diasumsikan sebagai kondisi awal sebelum perlakuan. Pemeliharaan hewan coba selama penelitian berupa pemberian pakan komersial dan air secara ad libitum.

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari komisi etik hewan IPB dengan nomor ACUC 6-2014 IPB.

Bahan

Material logam besi (Fe) berpori dengan ukuran 450 µm, 580 µm dan 800 µm. Antihelmintik praziquantel 50 mg dan pyrantel 144 mg, antiprotozoa metronidazol 125 mg/5 ml, obat bius kombinasi ketamin HCl 10% dan xylazin 2% dosis, antikoagulan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA), desinfektan menggunakan alkohol 70%, antibiotik doxycycline 100 mg, benang Vicryl® polyglactin 910 ukuran 5/0 dan iodine tincture 3%. Perawatan tikus dengan pakan

dan air ad libitum.

Alat

Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat bedah minor, syringe 3 ml, vacum tube EDTA, Eppendorf, alat sentrifuge, dan alat Atomic Absorption Spectrophotometer AA-7000.

Prosedur Penelitian Aklimatisasi Hewan Percobaan

(15)

5 Persiapan Implan

Bahan dasar implan diperoleh dari Allatum Korea dalam bentuk powder

yang berasal dari tambang yang dimurnikan untuk diambil kandungan besinya, kemudian diproses di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) sehingga didapatkan bahan implan Fe berpori dalam bentuk lembaran dengan ketebalan 0.3-0.4 mm. Pembentukan dilakukan dengan cara menambahkan garam polimer ke dalam Fe

powder dan dilakukan pencetakan serta pengompresan. Selanjutnya cetakan Fe powder dipanaskan melalui pemanasan bertingkat (>1300 0C) agar garam-garam

polimer menguap dan membentuk lembaran dengan ruang-ruang kosong (pori). Implan yang digunakan dalam penelitian berupa Fe berpori dengan ukuran 450 µm, 580 µm dan 800 µm. Implan Fe berpori dipotong sesuai dengan ukuran panjangxlebar yang ditetapkan yaitu 2x5 mm dengan ketebalan 0.3-0.4 mm, kemudian diamplas lalu ditimbang. Semua materi disterilisasi menggunakan sterilisator UV dan oven dengan suhu 100 ˚C masing-masing selama 1 jam

sebelum diimplankan ke tikus.

Penanaman Implan

Implantasi dilakukan seminggu setelah aklimatisasi. Penanaman implan pada tikus dilakukan melalui operasi aseptis. Sebelum operasi, tikus dibius menggunakan kombinasi ketamin HCl 10% dosis 20 mg/kg berat badan dan xylazin 2% dosis 5 mg/kg berat badan secara intramuscular. Setelah terbius,

rambut tikus dicukur di daerah lateral kaki kanan dan didesinfeksi menggunakan alkohol 70% dan iodine tincture 3%. Penanaman implan dilakukan dengan operasi

di kaki tepatnya pada daerah m. bicep femoris untuk mencapai os. femur,

kemudian bagian os. femur dikikissampai ke korteks sumsum tulang. Selanjutnya

implan ditempelkan atau ditanam tepat diatas korteks sumsum tulang os. femur.

Penutupan jaringan dilakukan dengan cara penjahitan sederhana menggunakan benang Vicryl®. Penanganan post operasi dilakukan dengan pemberian antibiotik doxycyline secara peroral dengan dosis 10 mg/kg berat badan setiap hari selama tiga hari.

Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan darah dilakukan pada saat implan, mulai dari hari pertama (H0) sebelum implan dan setiap pengamatan dilakukan pada hari ke-7, ke-14, dan hari ke-30 dengan dua cara yaitu dari ekor tikus dan melalui intracardial. Sampel

darah diambil dari ekor tikus melalui vena coccigea yang telah dibius pada saat

sebelum implan sebanyak 0,5 ml, kemudian dimasukkan kedalan vacuum tube

EDTA. Sampel darah diambil melalui intracardial pada saat hari pengamatan.

Pengambilan dengan metode ini dilakukan dengan cara sampel darah diambil sebanyak 3 ml menggunakan syringe 3 ml yang sebelumnya dibasahi

menggunakan antikoagulan EDTA. Sampel darah yang telah didapat di masukkan ke dalam vacuum tube EDTA. Darah kemudian dihomogenkan secara perlahan

(16)

6

putaran 4000 rpm selama 15 menit. Setelah terjadi pemisahan antara plasma dan komponen darah lainnya, plasma sebanyak 0,3 ml kemudian dipisahkan ke dalam tabung Eppendorf lain untuk dianalisa menggunakan metode AAS.

Pengujian Sampel Darah

Pengujian sampel darah dilakukan menggunakan alat AAS di laboratorium Ternak Sapi Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Kadar mineral besi (Fe) dan kalsium (Ca) diuji dengan metode atomic absorption spectrophotometry sedangkan kadar fosfor (P) diuji dengan metode spectrophotometry.

Analisis Data

Data yang didapat dianalisa dengan metode ANOVA post hoc Duncan Test menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Sciences

(SPSS®) v. 16. Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Besi (Fe)

Mineral besi (Fe) merupakan salah satu unsur mineral esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Kehadiran mineral Fe sangat penting karena merupakan salah satu mineral dengan potensi yang cukup besar toksisitasnya (Abboud dan Haile 2000). Kadar Fe penting diketahui sebagai efek dari implantasi menggunakan logam Fe. Pengaruh implan logam Fe berpori terhadap peningkatan dan penurunan kadar Fe dalam darah tikus setelah implantasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar 1.

Tabel 1 Kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm, 580µm dan 800µm selama 30 hari pengamatan.

(17)

7

Gambar 1 Grafik kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm 580µm dan 800µm selama 30 hari pengamatan.

Pengaruh implan terhadap kadar Fe dalam darah tikus setelah implantasi dapat dilihat pada Gambar 1. Peningkatan dan penurunan kadar Fe dalam darah tidak lepas dari degradasi yang dihasilkan oleh implan. Pengamatan hari ke-7 menunjukkan penurunan kadar Fe pada implan ukuran pori 450µm dan 580µm sedangkan pada implan ukuran pori 800µm kadar Fe mengalami peningkatan. Hari ke-14 kadar Fe mengalami peningkatan dan pada hari ke-30 mengalami penurunan untuk semua ukuran pori implan. Peningkatan dan penuruan kadar Fe pada hari ke-7 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) (Tabel 1) sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran pori implan tidak terlalu berpengaruh pada hari tersebut.

Peningkatan kadar Fe yang paling signifikan terjadi pada hari ke-14 untuk semua ukuran pori implan dapat dilihat pada Gambar 1. Hal tersebut kemungkinan pada hari ke-14 setiap implan mengalami degradasi yang lebih banyak dari sebelumnya. Menurut Sargeant dan Goawami (2005), jumlah dan ukuran dari korosi yang dihasilkan implan dapat masuk ke dalam aliran darah sehingga memengaruhi kadar ion yang ada dalam darah. Peningkatan kadar Fe dalam darah pada hari ke-14 terjadi pada semua kelompok perlakuan, namun tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar setiap kelompok perlakuan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan ukuran pori implan tidak terlalu berpengaruh terhadap kadar Fe dalam darah. Semua bahan logam implan termasuk bahan yang paling tahan korosi akan mengalami reaksi kimia atau elektrokimia di beberapa tingkat yang terbatas (Mudali et al. 2003).

(18)

8

degradasi, morfologi, porositas, kekasaran, bentuk, ukuran, kesterilan, dan sifat kimia (Morais et al. 2010).

Penurunan kadar Fe pada hari ke-30 berbeda nyata (p<0,05) ditunjukkan pada Tabel 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran implan memengaruhi penurunan kadar Fe di dalam darah. Ukuran implan 800µm menunjukkan respon penurunan yang lebih baik dibandingkan dengan implan ukuran 450µm dan 580µm. Hal tersebut dikarenakan permukaan dari implan ukuran 450µm dan 580µm lebih luas, menyebabkan ion Fe yang dilepaskan akibat dari degradasi lebih banyak dibandingkan dengan implan ukuran 800µm. Akibat dari lebih banyaknya Fe yang dihasilkan, Fe yang dimetabolisme juga lebih banyak sehingga penurunan kadar Fe relatif lebih lambat dibandingkan dengan implan ukuran 800µm. Luas permukaan berpengaruh terhadap jumlah korosi yang dihasilkan oleh implan. Semakin luas permukaan pada implan, jumlah korosi yang dihasilkan semakin banyak (Bauer et al. 2013).

Menurut Morais et al. (2010),faktor yang dapat memengaruhi kadar ion di

dalam darah adalah lamanya implan berada di dalam tubuh. Pengaruh hari terhadap peningkatan dan penurunan kadar Fe di dalam darah setelah implantasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar 2.

Tabel 2 Kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori pada hari ke-0, 7, 14 dan 30 dengan implan ukuran 450µm, 580µm, dan 800µm.

Huruf superskrip (a,b) yang berbeda pada tiap kolom menyatakan berbeda nyata (p<0,05).

Gambar 2 Kadar besi dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori 450µm 580µm dan 800µm pada hari pengamatan ke-7, 14, dan 30

Hari Pengamatan Kadar Fe (ppm)

(19)

9 Pengaruh hari terhadap peningkatan dan penurunan kadar Fe dalam darah dapat dilihat pada Gambar 2. Kadar Fe pada tikus dengan implan ukuran pori 450µm mengalami penurunan pada hari ke-7, meningkat pada hari ke-14 dan kembali menurun pada hari ke-30. Peningkatan dan penurunan kadar Fe pada hari tersebut pada Tabel 2 tidak berbeda nyata (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu pada implan 450µm tidak begitu berpengaruh terhadap kadar Fe di dalam darah.

Peningkatan dan penurunan kadar Fe ditunjukkan pada implan ukuran pori 580µm dan 800µm pada hari ke-7, 14, dan 30. Peningkatan dan penurunan tersebut berbeda nyata (p<0,05) pada Tabel 2. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu pada implan ukuran pori 580µm dan 800µm berpengaruh terhadap peningkatan dan penurunan kadar Fe dalam darah.

Penurunan yang terjadi pada kadar Fe dalam darah terjadi pada hari ke-7 dan hari ke-30. Penurunan kadar Fe kemungkinan dikarenakan ion Fe hasil degradasi dari implan belum sampai ke sirkulasi darah pada hari ke-7. Penurunan kadar Fe pada hari ke-30 kemungkinan disebabkan fase kronis dari persembuhan luka ataupun fase kronis interaksi tubuh dengan benda asing implan. Menurut Morais et al. (2010), proses inflamasi persembuhan luka sebagai respon tubuh

terhadap benda asing melibatkan fase akut dan fase kronis. Pada akhir fase kronis akan dibentuk dinding kolagen yang membatasi implan, sehingga mencegah implan berinteraksi dengan jaringan sekitarnya. Pembentukan dinding kolagen tersebut kemungkinan dapat mencegah korosi atau besi (Fe) masuk ke dalam aliran darah. Metabolisme besi dilakukan dengan baik oleh tubuh dan pelepasan Fe dari implan dapat ditekan oleh pembentukan dinding kolagen, menyebabkan kadar Fe dalam darah pada hari ke-30 menjadi menurun. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa derajat dan tingkat dari respon tubuh terhadap benda asing dapat juga disebabkan akibat lamanya perangkat berada di dalam tubuh.

Peningkatan kadar Fe di dalam darah yang signifikan terjadi pada hari ke-14 untuk semua jenis ukuran pori implan. Hal tersebut diduga pada hari ke-ke-14 keadaan fisiologis tikus telah normal dan ion yang dilepaskan oleh korosi yang dihasilkan dari implan yang awalnya tidak dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, seiring dengan bertambahnya hari dapat masuk ke sirkulasi darah.

Hal lain yang dapat memengaruhi kadar Fe adalah kemampuan individu untuk memetabolisme Fe, fungsi fisiologis yang terganggu dan pakan, sehingga jenis pakan yang digunakan untuk hewan coba harus diperhatikan. Menurut Paramitha et al. (2013), distribusi bahan degradasi dapat ditentukan oleh jenis

bahan itu sendiri dan respon jaringan terhadap bahan.

Kadar Kalsium (Ca) dan Kadar Fosfor (P)

(20)

10

Tabel 3 Kadar Ca dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari pengamatan

Huruf superskrip (a,b,c) yang berbeda pada setiap kolom menyatakan berbeda nyata (p<0,05).

Gambar 3 Kadar Ca dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm 580µm dan 800µm selama 30 hari pengamatan.

Kadar Ca di dalam darah tikus setelah implantasi mengalami penurunan dan peningkatan tiap hari pengamatan. Penurunan kadar Ca pada hari ke-7 terjadi pada implan ukuran pori 450µm dan 580µm sedangkan pada implan ukuran pori 800µm mengalami peningkatan. Kadar Ca mengalami peningkatan pada hari ke-14 dan pada hari ke-30 mengalami penurunan untuk semua ukuran pori implan (Grafik 3). Perbedaan kadar Ca pada hari ke-7 untuk setiap kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Peningkatan pada hari ke-14 serta penurunan yang terjadi pada hari ke-30 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) pada Tabel 3.

Fosfor mempermudah dalam kalsifikasi yang diawali dengan pengendapan fosfor pada matriks tulang. Fosfor yang berikatan dengan kalsium membentuk hidroksiapatit yang memberikan kekuatan dan kekakuan pada tulang (Zainuddin 2010). Peningkatan dan penurunan kadar P di dalam darah setelah implantasi disajikan pada Tabel dan Gambar 4.

(21)

11 Tabel 4 Kadar P dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori 450µm, 580µm,

dan 800µm selama 30 hari pengamatan.

Huruf superskrip (a,b,c) yang berbeda pada setiap kolom menyatakan berbeda nyata (p<0,05).

Gambar 4 Kadar P dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm 580µm dan 800µm selama 30 hari pengamatan.

Kadar P di dalam darah tikus mengalami penurunan dan peningkatan tiap hari pengamatan setelah implantasi. Hari ke-7 terjadi penurunan pada implan ukuran pori 450µm dan 580µm sedangkan implan ukuran pori 800µm mengalami peningkatan. Hari ke-14 terjadi peningkatan dan pada hari ke-30 terjadi penurunan kembali untuk semua jenis ukuran pori implan (Gambar 4). Kadar P pada hari ke-7, ke-14, dan ke-30 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) (Tabel 4).

Peningkatan dan penurunan kadar Ca dan P pada setiap hari pengamatan kemungkinan disebabkan oleh respon tubuh pada setiap individu (tikus) dalam

remodelling pada tulang berbeda. Peningkatan dan penurunan kadar Ca di dalam

darah pada hari ke-7 setelah implantasi (Tabel 3) tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal tersebut dapat disimpulkan ukuran pori implan tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan dan penurunan kadar Ca pada hari ke-7. Berbeda halnya pada kadar P pada hari ke-7 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) pada Tabel 4 sehingga menunjukkan pengaruh ukuran pori implan terhadap kadar P di dalam darah pada hari ke-7.

Peningkatan kadar Ca dan P yang signifikan terlihat pada hari ke-14 (Grafik 3 dan 4). Hal tersebut diduga sebagai puncak dari remodelling tulang

akibat implantasi berada pada hari tersebut. Menurut Torres et al. (2013), pada

(22)

12

ke dua sampai minggu ke tiga pascaoperasi, melalui proses ossifikasi endokhondral. Kadar Ca dan P di dalam darah pada hari ke-30 mengalami penurunan karena luka pada tulang akibat implantasi sedikit demi sedikit mengalami persembuhan. Menurut Emam dan Mark (2013), salah satu hal yang dapat memengaruhi kadar kalsium dan fosfor di dalam darah pada persembuhan tulang, yaitu kemampuan tubuh merespon luka untuk menghasilkan mineral-mineral yang dibutuhkan untuk persembuhan. Kalsium dan fosfor berperan dalam pengendapan atau pemadatan tulang pada proses remodelling tulang (Alma et al.

2013).

Kadar Ca dan P saling bekerja sama serta harus memiliki perbandingan yang seimbang untuk menjalankan fungsinya dalam proses remodelling tulang.

Perbandingan peningkatan dan penurunan kadar Ca dan P di dalam darah setelah implantasi disajikan pada Tabel dan Gambar 5.

Tabel 5 Perbandingan kadar Ca dan P dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari pengamatan.

Hari

Pengamatan Ca (ppm) 450µm P (ppm) Ca (ppm) 580µm P (ppm) Ca (ppm) 800µm P (ppm) 7 28,84±2.59c 14,57±0.67e 27,87±1.35d 14,06±0.69f 43,63±12.38b 22,43±4.81cd 14 56,87±7.11a 26,49±5.73cd 82,34±4.88a 41,08±2.62c 98,70±1.70a 49,50±0.84b 30 41,74±1.69b 21,15±1.04d 46,93±3.13b 23,36±1.33e 27,69±3.40c 13,91±2.13d

Kontrol Ca: 41,91±12.35 P: 21,46±5.95

Huruf superskrip (a,b,c,d,e,f) yang berbeda pada setiap kolom menyatakan berbeda nyata (p<0,05).

(23)

13

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Kadar Ca dan P dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori dengan ukuran implan 450µm (a)580µm (b) dan 800µm (c) selama 30 hari pengamatan.

(24)

14

dapat memengaruhi biodegradasi adalah pori (porosity). Menurut Nandi et al.

(2009), pori-pori di dalam implan akan meningkatkan kemampuan ikatan tulang, karena beberapa alasan antara lain a) adanya pori-pori akan memperbesar area permukaan sehingga menghasilkan daya bioreabsorpsi yang tinggi, dan dapat lebih menginduksi bioaktivitas, b) pori-pori yang saling berhubungan dapat memberikan suatu kerangka atau tempat untuk pertumbuhan tulang ke dalam matriks implan, c) hubungan antar pori juga berfungsi sebagai tempat saluran vaskularisasi, sehingga pembuluh darah dapat masuk ke dalam implan dan dapat menyuplai nutrien untuk pertumbuhan tulang.

SIMPULAN

Kadar besi, kalsium, dan fosfor dalam darah tikus mengalami peningkatan serta penurunan setelah implantasi. Peningkatan serta penurunan kadar Fe di dalam darah dipengaruhi oleh ukuran pori implan dan lamanya implantasi. Penurunan dan peningkatan kadar Ca berbanding lurus dengan peningkatan dan penurunan kadar P di dalam darah setelah implantasi. Perbandingan kadar Ca dan P di dalam darah setelah implantasi dipengaruhi oleh ukuran pori implan. Implan ukuran pori 800µm menunjukkan respon yang lebih baik dibandingkan implan ukuran pori 450µm dan 580µm.

SARAN

(25)

15 DAFTAR PUSTAKA

Abboud S, Haile DJ. 2000. A novel mammalian iron-regulated protein involved in intracellular iron metabolism. J Biol Chem. 275(2000):19906–19912.

Alma Y, Parra T, Margarita VF, Lorena O, Rafael VC. 2013. Molecular aspects of bone remodelling. InTech.doi: 10.5772/54905.

Bacha W, Linda M. 2012. Color Atlas of Veterinary Histology. 3th ed . New York

(US): J Wiley.

Bauer S, Patrik S, Klaus M, Jung P. 2013. Engineering biocompatible implant surfaces Part I: Materials and surfaces. Progress in Materials Science. 58

(2013): 261–326.doi: 10.1016/j.pmatsci.2012.09.001

Chao LMB, Erin YT, Mark SK, Liu Y, Mahesh C, Jerry K. 2013. Advances in bone tissue engineering. InTechopen.doi: 10.5772/55916.

Cunningham. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. 3th ed. America (US):

Saunders.

Cotter SM. 2001. Hematology. South King Street (US): Teton New Media.

Darmono, 2007. Penyakit Defisiensi Mineral Pada Ternak Ruminansia dan Upaya Pencegahannya. Bogor (ID): Litbang Pertanian.

Emam HA, Mark RS. 2013. Concepts in bone reconstruction for implan rehabilitation. InTech.doi: 10.5772/53401.

Ha TLB, Quan TM, Vu DN, Minh D. 2013. Naturally derived biomaterials: preparation and application, regenerative medicine and tissue engineering.

InTech.doi: 10.5772/55668.

Inoue, Y., T. Osawa, A. Matsui, Y. Asai, Y. Murakami, T. Matsui, H. Yano. 2002.

Changes of serum mineral concentration in horses during exercise. Asian

Aust. J. Anim. Sci. 15(4): 531−536.

Kuhlmann J, Bartsch I, Willbold E, Schuchardt S, Holz O, Hort N, Höche D, William R. H, Witte F. 2012. Fast escape of hydrogen from gas cavities around corroding magnesium implants. Acta Biomat. 2428:8.doi:

10.1016/j.actbio.2012.10.008.

Kuhn LT. 2005. Biomaterials. JD Enderle, SM Blanchard, JD Bronzino, Editor. Introduction to Biomedical Engineering. 2 nd Edition. Burlington (US):

ElsevierScience. 257, 262-268, 281, 296.

Lane AG, Campbell JR, Krause GF. 2014. Blood mineral composition in ruminants. J. Anim. Sci. 27:766-770.

Mudali K, Sridhar T, Baldev R. 2003. Corrosion of bio implants. S¯ adhan¯ a.

28(3):601-637.

Morais JM, Fatios P, Diane JB. 2010. Biomaterials/tissue interactions: possible

solutions to overcome foreign body response. The AAPS Journal.

12(2):188-197. doi: 10.1208/s12248-010-9175-3

Nandi SK, Biswanath K, Someswar D, Dipak KD, Debabrata B. 2009. The repair of segmental bone defects with porous bioglass: An experimental study in goat. Res in Vet Sci.86:162–173.

(26)

16

Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013a. Degradation of Fe-bioceramic composites at two different implantation sites in sheep animal model observed by X-ray radiography. European Cells and Materials. 26(5):

56.

Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013b. Monitoring of early biodegradation of Fe-bioceramic composites by B-mode ultrasonography imaging in sheep animal model. European Cells and Materials. 26(5): 57.

Paramitha D, Estuningsih S, Noviana D, Ulum MF, Hermawan H. 2013. Distribution of Fe-based degradable materials in mice skeletal muscle.

European Cells and Materials. 26(5): 55.

Reddy R, Swamy MSK. 2010. The use of hydroxyapatite as a bone graft substitute in orthopedic conditions. Indian J Orthop.39: 52-54.

Sargeant A, Goawami T. 2005. Hip implants-ion concentrations. Materials & Design. 28(4):155-171.doi:10.1016/j

Tan L, Xiaoming Y, Peng W, Ke Y. 2013. Biodegradable materials for bone repairs. Sci Verse Science Direct. 29(6): 503-513.doi:

10.1016/j.jmst.2013.03.002

Torres AYP, Margarita VF, Lorena O, Rafael VC. 2013. Molecular aspect of bone remodelling. InTech.doi: 10.5772/54905.

Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Kadir A, Hermawan H. 2013. In vitro and in vivo degradation evaluation of novel iron-bioceramic

composites for bone implant applications. Materials Science and Engineering C. 2014(336–344).doi: 10.1016/j.msec.2013. 12. 022.

(27)

17 RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dwida Rahmadani. Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 30 Maret 1992. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Faharuddin dan Ibu Andi Makkawaru. Penulis dibesarkan di Kabupaten Watan Soppeng, Sulawesi Selatan bersama Afriandy Faurikka dan Tria Amalia.

Penulis telah menjalani jenjang pendidikan formal yaitu lulus dari SD Negri 275 Jampu Sereng pada tahun 2004, lulus dari SLTA Negeri 1 Liliriaja pada tahun 2007 dan lulus dari SMA Negeri 1 Liliriaja pada tahun 2010. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selain mengikuti kegiatan akademik, penulis juga aktif sebagai anggota di Himpro Profesi Ruminansia (2011-2013).

Gambar

Gambar 1 Grafik kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori
Tabel 2 Kadar besi (Fe) dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori pada hari
Tabel 3 Kadar Ca dalam darah tikus berimplan logam Fe berpori 450µm, 580µm, dan 800µm selama 30 hari pengamatan
Tabel 5 Perbandingan kadar Ca dan P dalam darah tikus berimplan logam Fe
+2

Referensi

Dokumen terkait

Biaya tambahan disini yang kami maksud adalah apabila memesan dengan cara manual atau lewat Blocker yang pastinya akan menaikan harga resmi dari PT menjadi lebih tinggi. Kami

Dari segi Kebersihan Lingkungan dan Kelayakan Tempat Tinggal, rumah dan halaman keluarga bapak I ketut Gejen masih belum terbilang rapi dan bersih karena

Sebenarnya kapasitas parkir yang disediakan oleh pengelola ritel sudah cukup luas, karena dapat me-nampung sekitar 100 motor dan juga 100 mobil, tetapi tempat parkir tersebut

Skripsi yang berjudul Perluasan Hama Sasaran Formulasi Insektisida Nabati FTI-2 terhadap beberapa Jenis Hama Gudang ini merupakan salah satu syarat tugas akhir di

lingkungan. 3) Pertambahan penduduk, dengan bertambahnya jumlah penduduk, namun luasan lahan tidak akan pernah bertambah. Sehingga menimbulkan suatu permasalahan

lingkungan. 3) Pertambahan penduduk, dengan bertambahnya jumlah penduduk, namun luasan lahan tidak akan pernah bertambah. Sehingga menimbulkan suatu permasalahan

Dari hasil penelitian dan analisis, dapat ditarik kesimpulan yaitu dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen Rumah Makan yang kepentingannya dirugikan

Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan manusia sebagai manusia terbaik dan sekaligus memberikan akal pikiran untuk membedakan mana yang baik dan mana yang