• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat rebung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat rebung"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI LIMA JENIS BAMBU DITINJAU DARI

STIMULUS MANFAAT REBUNG

EVA FAUZIAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat Rebung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

EVA FAUZIAH. Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat Rebung. Dibimbing oleh ERVIZAL AM. ZUHUD dan SYAMSUL HIDAYAT.

Rebung merupakan bagian tumbuhan yang berfungsi sebagai nutraceutical satau sering disebut makanan fungsional, selain dapat dijadikan sebagai pangan juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jenis rebung terbaik dan mengkaji stimulus manfaat mengenai rebung serta mengidentifikasi aksi konservasi bambu yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Uji Organoleptik IPB, Balai Besar Industri Agro (BBIA), dan Kampung Pasir Peundeuy Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor pada bulan Juni-Agustus 2013. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan uji Organoleptik dan uji HCN untuk mengetahui jenis rebung yang unggul, observasi lapang dan wawancara dengan metode snowball untuk kajian pemanfaatan rebung dan kondisi umum bambu. Berdasarkan hasil penelitian, rebung dari bambu gombong merupakan jenis terbaik dengan parameter warna sebesar 5.49, aroma 4.71, tekstur 5.60 dan rasa 4.20 dan kandungan asam sianida terendah sebesar 53 mg/kg. Adapun bentuk pemanfaatan rebung yang dilakukan masyarakat yaitu untuk pangan sebesar 80% dan obat 20%. Konservasi terhadap bambu masih kurang, karena hanya 30% responden yang pernah melakukan budidaya bambu.

Kata Kunci: konservasi, rebung, stimulus manfaat.

ABSTRACT

EVA FAUZIAH. Conservation of the Five Types of Bamboo are Reviewed from Stimulus Benefits of Bamboo Shoots. Supervised by ERVIZAL AM. ZUHUD and SYAMSUL HIDAYAT.

Bamboo shootsis a part plant that useful as nutraceuticals or commonly called as functional foods, and also beneficial for health. The purpose of this research is to identify the best type of bamboo shoots and review stimulus benefits of bamboo shootand identified bamboo conservation actions by the community Kampung Pasir Peundeuy. This research was done at Organoleptic Test Laboratory IPB, Center for Agro Industry (BBIA), and Kampung Pasir Peundeuy Bogor from June-August 2013. The data was collected by Organoleptic test and cyanide test to determine the type of bamboo shoots superior, field observation and interviewing by snowball method. Based on the research, the bamboo shoots of bamboo gombong the best type with color parameters of 5.49, 4.71 for scent, 5.60 for texture and 4.20 for flavor. Bamboo gombong has the lowest levels of cyanide at 53 mg/kg. The usefulness type of bamboo shoot which is done by village public are 80% for food and 20% for medicine. Conservation of bamboo is still less, because 30 % of respondents who ever did the cultivation of bamboo.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KONSERVASI LIMA JENIS BAMBU DITINJAU DARI

STIMULUS MANFAAT REBUNG

EVA FAUZIAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi :Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat Rebung

Nama : Eva Fauziah NIM : E34090116

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS Pembimbing I

Ir R Syamsul Hidayat, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT.atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat Rebung”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MSselaku pembimbing pertama dan Ir R Syamsul Hidayat, MSi selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Mama dan Bapak atas motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis dalam menjalankan studinya. Terima kasih kepada suami tercinta Eko Suhardiono dan putri kecil Nadhifa Al-Fathiyya yang telah memberi motivasi dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Jenis Data 3

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Kondisi Umum Bambu di Kampung Pasir Peundeuy 6 Uji Organoleptik 7 Kandungan Asam Sianida pada Rebung 10 Pengetahuan Masyarakat terhadap Pemanfaatan Rebung 12

Aksi Konservasi Bambu 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan teknik pengolahan data 3

2 Jenis bambu yang tumbuh di Kampung Pasir Peundeuy 7

3 Kandungan HCN pada lima jenis rebung 11

4 Komposisi rebung per 100 gram 13

DAFTAR GAMBAR 1 Kondisi lahan bambu 7

2 Nilai organoleptik warna terhadap lima jenis rebung 8

3 Warna rebung 8

4 Nilai organoleptik aroma terhadap lima jenis rebung 9

5 Nilai organoleptik tekstur terhadap lima jenis rebung 9

6 Nilai organoleptik rasa terhadap lima jenis rebung 10

7 Persentase pemanfaatan jenis rebung 12

8 Contoh bentuk pemanfaatan rebung 13

9 Persentase responde yang membudidayakan bambu 14

10 Teknik budidaya bambu 15

11 Kaitan stimulus rebung dan bambu dengan sikapmasyarakat 16

DAFTAR LAMPIRAN 1 Data uji organoleptik warna rebung 20

2 Data uji organoleptik aroma rebung 21

3 Data uji organoleptik tekstur rebung 22

4 Data uji organoleptik rasa rebung 23

5 Data responden dan pemanfaatan rebung oleh masyarakat 24

6 Bambu di Kampung Pasir Peundeuy 26

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu adalah salah satu hasil hutan non kayu yang mempunyaiperanan sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu, bambu juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu, sehingga penggunaan bambu ini diharapkan dapat mengurangi penebangan pohon di hutan. Bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, perabotan rumah tangga, kerajinan, alat musik dan salah satu bagian bambu yang dapat dimanfaatkan adalah bambu muda atau biasa disebut rebung yaitu tunas muda tanaman bambu yang muncul di permukaan dasar rumpun. Tunas muda bambu tersebut digolongkan ke dalam sayuran atau pangan dan memiliki cita rasa yang enak. Bambu yang penting sebagai penghasil rebung yaitu dari genus Gigantochloa dan Dendrocalamus. Rebung mempunyai posisi yang cukup penting dalam menu masyarakat di berbagai Negara Asia timur, sepert Cina, Taiwan, Korea dan Jepang, sehingga budidaya dan teknologi pengolahannya sudah jauh berkembang (Winarno 1992).

Rebung merupakan bagian tumbuhan yang memiliki potensi sebagai obat dan sumber nutrisi yang cukup baik. Namun demikian masyarakat belum banyak yang mengetahui bahwa tidak semua jenis rebung aman untuk dikonsumsi. Hal ini karena setiap rebung memiliki kandungan asam sianida (HCN) yang berbeda-beda. Menurut Asrori (2008) HCN atau asam sianida merupakan asam lemah yang bersifat korosif dan apabila dikonsumsi langsung akan membahayakan tubuh. Andoko (2003) menyatakan apabila rebung bambu mengandung HCN yang tinggi maka akan memiliki ciri rasa yang pahit dan berbahaya untuk dikonsumsi. Berdasarkan kasus yang terjadi di masyarakat, banyak masyarakat yang memanen rebung tanpa mengetahui jenis rebung mana yang aman dikonsumsi. Pemanenan rebung yang salah dapat menganggu kelestarian bambu, karena rebung yang seharusnya dapat tumbuh menjadi bambu terbuang sia-sia. Oleh karena itu,diperlukan analisis lebih lanjut mengenai uji organoleptik dan kandungan asam sianida (HCN) dari beberapa rebung yang tidak membahayakan bagi kesehatan sehingga diperoleh spesies bambu yang menghasilkan rebung terbaik yang aman dikonsumsi.

(12)

maupun obat dan selanjutnya masyarakat terdorong untuk melakukan aksi konservasi terhadap bambu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi spesies bambu yang menghasilkan rebung pangan terbaik dan mengkaji stimulus manfaat rebung dari lima jenis bambu berdasarkan uji organoleptik dengan parameter warna, aroma, tekstur dan rasa.

2. Mengidentifikasi aksi konservasi bambu yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenaijenis rebung yang aman dikonsumsi dan bermanfaat baik untuk pangan maupun obat. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat sehingga diharapkan masyarakat akan terdorong untuk melakukan aksi konservasi terhadap bambu.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan diLaboratorium uji Organoleptik Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Balai Besar Industri Agro (BBIA) dan Kampung Pasir Peundeuy Ciomas Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2013.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 (lima) jenis bambu muda atau rebung yang terdiri dari bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu ater (Gigantochloa atter), bambu gombong (Gigantochloa verticillata), bambu mayan (Gigantochloa robusta) dan bambu tali (Gigantochloa apus). Adapun Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kandungan HCN (asam sianida) adalah Aquadest (H2O), Argenti nitrat (AgNO3), NaOH dan NH4OH dan Kl.

(13)

Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan teknik pengolahan data

No. Jenis Data Uraian Sumber Data Metode

Studi literatur dilakukan untuk mencari informasi-informasi tentang teori, metode dan konsep yang relevan dengan permasalahan. Literatur yang digunakanyaitu berkaitan dengan bioekologis bambu, manfaat dan kandungan nutrisi rebung dan teknik pengurangan kandungan asam sianida.

Uji Organoleptik

Menurut SNI 01-2346-2006 pengujian organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya terima terhadap makanan. Menurut Riwan (2008) indera yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah:

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

2. Indera peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur, dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis, dan halus.

(14)

4. Indera pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa pahit pada bagian belakang lidah. Uji organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Uji rating hedonik. Pada uji rating hedonik, panelis diminta untuk menilai atribut sensori tertentu produk meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa berdasarkan tingkat kesukaannya (Adawiyah dan Waysima 2009). Dalam penelitian ini, digunakan panelis tidak terlatih yang bertujuan agar tidak terjadi bias sebanyak 30 orang. Panelis tidak terlatih merupakan orang awam yang hanya diperbolehkan untuk menilai sifat-sifat oranoleptik yang sederhana, seperti sifat kesukaan (hedonik).

Uji organoleptik dilakukan terhadap lima jenis rebung yang sudah diolah. Para panelis dibimbing untuk menempati ruang uji organoleptik yang bersekat (booth) sehingga antara satu panelis dengan panelis lain tidak dapat saling berdiskusi. Panelis diminta untuk mencicipi sampel dan memberikan pendapat dalam kuisioner dengan memberikan tanda cek (√) pada pilihan menurut persepsi panelis. Kuisioner yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala

kategori 7-pointyaitu 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4

= netral; 5 = agak suka; 6 = suka dan 7 = sangat suka.

Berikut ini adalah prosedur persiapan sampel untuk pengujian organoleptik :

Penyiapan Bahan

Pada awal pelaksanaan penelitian ini dilakukan pemanenan atau pengambilan sampel lima jenis rebung yaitu bambu betung, bambu gombong, bambu ater, bambu mayan dan bambu tali. Umumnya rebung yang diambil adalah rebung yang masih muda atau yang baru keluar dari dalam tanah. Rebung yang dipanen didalam tanah akan menghasilkan rebung yang berwarna putih dan lembut sedangkan rebung yang sudah hijau dan kuncupnya membuka tidak diambil karena rasanya yang pahit. Disamping itu, tinggi rebung yang siap panen adalah sekitar 20 cm dengan diameter 7 cm atau umur 2 bulan.

Pencucian Bahan

Pencucian adalah membuang kotoran dan mengurangi residu yang masih tertinggal pada rebung. Rebung yang sudah dipanen dapat dibersihkan dari tanah yang menempel dengan menggunakan air yang mengalir. Proses selanjutnya yaitu pengupasan kulit rebung dengan secepat mungkin untuk menghindari perubahan warna. Setelah itu dapat dilakukan pemotongan bagian atas dan bagian bawah (bonggol) rebung dan rebung siap untuk diolah.

Pengolahan Rebung

(15)

pahit dan rasa asam, membangkitkan selera, mempertajam rasa manis, mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, bersifat higroskopis dan dapat mengurangi kelarutan oksigen. Adapun waktu perebusan untuk kelima jenis rebung sama yaitu sekitar 20 menit sampai tekstur rebung tidak keras dan dapat dimakan.

Uji Kandungan Asam Sianida (HCN)

Pengujian kandungan asam sianida (HCN) menggunakan metode titrimetri. Metode titrimetri adalah pengukuran jumlah larutan yang digunakan untuk mentitrasi yang bereaksi dengan analit. Menurut Suciati (2012) metode titrimetri dapat dilakukan yaitu dengan menimbang 20 gram sampel rebung yang telah dihaluskan kemudian ditambahkan 100 ml aquadest dalam erlenmeyer dan didiamkan selama 2 jam. Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquadest dan didestilasi dengan uap. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 20 ml NaOH (Natrium hidroksida) 2.5%. Setelah didestilasi mencapai volume 150 ml maka proses destilasi dihentikan. Destilatsi kemudian ditambahkan 5 ml Kl (Kalium iodide) 5% dan 8 ml NH4OH (amoniak). Campuran destilat tersebut dititrasi dengan larutan AgNO3 (Argenti nitrat) 0.02 N sampai terjadi kekeruhan.

Wawancara

Wawancara dilakukan kepada masyarakat Kampung Pasir Peundeuy untuk mengetahui pemanfaatan rebung dengan menggunakan kuisioner sebagai panduan wawancara. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu menentukan responden kunci (key person) untuk kemudian menentukan responden lainnya berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Wawancara dihentikan ketika tidak ada penambahan informasi dari responden. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 30 orang.

Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:

Uji organoleptik

Data hasil uji rating hedonik diolahdengan menghitung hasil rata-rata skor penilaian responden pada lima jenis rebung yang diujikan terhadap parameter warna, aroma, tekstur dan rasa. Rata-rata skor penilaian responden dapat dihitung dengan rumus :

Uji kandungan asam sianida (HCN)

(16)

Wawancara

Data hasil wawancara dengan masyarakat mengenai jenis dan pemanfaatan rebung dianalisis dengan cara sebagai berikut:

Pemanfaatan jenis rebung

Persentase pemanfaatan jenis rebung yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy dapat dihitung dengan cara berikut:

Bentuk pemanfaatan rebung

Persentase bentuk pemanfaatan rebung oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy dapat dihitung dengan cara berikut:

Budidaya bambu

Persentase masyarakat yang melakukan budidaya terhadap bambu di Kampung Pasir Penudeuy dapat dihitung dengan cara berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Bambu di Kampung Pasir Peundeuy

Bambu merupakan tanaman berumpun, termasuk suku poaceae.Bambu mudah dibedakan dengan tumbuhan lain karena bambu memiliki batang yang berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang, berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Sutarno 1996). Tanaman inimudah tumbuh dalam berbagai kondisi yaitu dapat tumbuh pada iklim kering sampai tropika basah, pada kondisi subur dan kurang subur serta dari dataran rendah sampai lereng-lereng gunung atau tebing-tebing sungai.

(17)

Tabel 2 Jenis bambu yang tumbuh di Kampung Pasir Peundeuy

No Jenis bambu Nama Latin Jumlah (rumpun)

1 Bambu betung Dendrocalamus asper 8

2 Bambu gombong Gigantochloa verticillata 7

3 Bambu tali Gigantochloa apus 5

4 Bambu ampel Bambusa vulgaris 4

5 Bambu ater Gigantochloa atter 3

6 Bambu hitam Gigantochloa atroviolacea 4

7 Bambu mayan Gigantochloa robusta 3

8 Bambu krisik Bambusa tuldoides 10

Berdasarkan observasi lapang yang telah dilakukan, jenis bambu yang mendominasi Kampung Pasir Peundey adalah bambu krisik sebanyak 10 rumpun. Bambu krisik memiliki ukuran batang yang kecil dan tidak menghasilkan rebung yang dapat dikonsumsi, sehingga bambu tersebut hanya berfungsi sebagai pagar. Disamping itu, jenis bambu betung dan bambu gombong juga cukup mendominasi Kampung Pasir Peundeuy. Kedua bambu tersebut menghasilkan rebung yang dapat dikonsumsi masyarakat. Namun menurut salah satu warga jumlah tersebut terus berkurang setiap tahunnya karena pemilik lahan bambu lebih memilih menjual lahannya untuk dijadikan perumahan, villa dan rumah-rumah makan karena lebih menguntungkan secara ekonomi.

(a) (b)

Gambar 1 Kondisi lahan bambu (a) lahan yang ditebangi (b) lahan bambu dijadikan bangunan

Uji Organoleptik

Warna

(18)

Gambar 2 Nilai organoleptik terhadap warna lima jenis rebung

Skor kesukaan terhadap warna rebung berkisar antara 3.08 sampai 5.49. Berdasarkan penilaian responden warna yang paling menarik dan disukai adalah rebung dari bambu gombong sebesar 5.49 (suka), sedangkan rebung dari bambu tali memiliki skor kesukaan terendah sebesar 3.08 (agak tidak suka). Data ini menunjukan bahwa warna rebung bambu gombong lebih disukai responden dibandingkan jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena warna rebung yang baik biasanya berwarna putih bersih. Adapun warna yang dihasilkan oleh bambu gombong yang telah melewati proses perebusan yaitu putih kekuningan dan bersih sedangkan warna yang dihasilkan bambu tali yaitu hampir kecokelatan. Rebung yang baik biasanya berwarna putih bersih dan rebung tersebut muncul dari dalam tanah (Kencana et. al 2012).

(a) (b)

Gambar 3 Warna rebung (a) Bambu Gombong (b) Bambu Tali

Aroma

(19)

Gambar 4 Nilai organoleptik terhadap aroma lima jenis rebung Skor kesukaan tertinggi untuk aroma adalah rebung dari bambu gombong sebesar 4.71 (agak suka), sedangkan skor kesukaan terendah yaitu rebung dari bambu tali sebesar 3.46 (netral). Namun, aroma pada rebung bambu tali tidak berbeda nyata dengan rebung bambu betung, bambu ater dan bambu mayan. Hal itu terlihat pada nilai skala yang hampir sama pada ketiga jenis rebung tersebut. Data ini menunjukan bahwa aroma rebung bambu gombong lebih disukai dibandingkan keempat jenis lainnya yang memiliki aroma yang menyengat. Skor kesukaan terhadap rebung berkisar antara 3.46 – 4.71 (mendekati netral-agak suka). Hal ini berkaitan dengan kandungan HCN pada rebung, dimana semakin tinggi kandungan HCN maka akan semakin menyengat aroma yang dihasilkan dari rebung tersebut.

Tekstur

Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi dan langit-langit. Menurut Meilgaard et al. (1999) faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan dan kemudahan dikunyah. Skor kesukaan tertinggi diperoleh rebung bambu gombong dan yang paling rendah yaitu rebung bambu tali. Tekstur pada rebung bambu mayan tidak berbeda nyata dengan rebung bambu ater dan bambu betung. Data pada gambar 5 menunjukan tekstur rebung bambu gombong lebih disukai dibandingkan jenis lainnya. Skor kesukaan tekstur rebung berkisar antara 4.20-5.60 (agak suka-suka).

(20)

terpotong bila digigit atau dikunyah (Choudhury 2010). Berdasarkan penilaian responden, bambu gombong memiliki tekstur paling renyah dan lembut dibandingkan dengan keempat jenis rebung lainnya.

Rasa

Rasa merupakan faktor terpenting dalam penerimaan suatu produk makanan. Meskipun warna, aroma dan tekstur baik namun jika rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan itu.

Gambar 6 Nilai organoleptik terhadap rasa lima jenis rebung

Skor kesukaan rasa rebung berkisar antara 2.11-4.20 (agak tidak suka-agak suka). Rasa yang dihasilkan rebung umumnya adalah pahit dan menyengat. Hal ini disebabkan karena dalam rebung terdapat kandungan asam sianida yang cukup membahayakan kesehatan. Namun, kandungan asam sianida tersebut berbeda-beda pada setiap jenis rebung. Berdasarkan uji organoleptik, rebung bambu gombong yang paling disukai oleh responden, karena memiliki rasa yang relatif manis dibandingkan dengan jenis lainnya yang memiliki rasa pahit. Menurut Winarno (1992) rebung dari bambu betung terkenal paling enak dimakan. Namun dalam pengujian kali ini, bambu gombong yang memiliki rasa manis dibandingkan keempat rebung lainnya. Menurut Choudhury (2010) bahwa rasa, bentuk dan ukuran rebung dipengaruhi oleh lokasi, kedalaman dan nutrisi dari tanah, kondisi drainase, suhu, pH dan kesuburan tanah.

Berdasarkan pengujian dari beberapa parameter meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa yang memiliki skor kesukaan tertinggi adalah rebung bambu gombong, sehingga dapat disimpulkan bahwa rebung dari bambu gombong paling disukai oleh responden.

Kandungan Asam Sianida pada Rebung

Kandungan Asam Sianida pada Lima Jenis Rebung

Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap

(21)

jaringan sel-sel dalam tubuh. Dengan sistem keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah (Winarno 2004).

Semua rebung mengandung HCN (asam sianida) yang merupakan senyawa beracun dengan tingkat beragam. Berdasarkan hasil uji di laboratorium kandungan asam sianida pada beberapa jenis rebung dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3 Kandungan HCN pada lima jenis rebung Nama Bambu

Sumber : Hasil analisa laboratorium Balai Besar Industri Agro (2013)

Berdasarkan uji laboratorium rebung yang memiliki kandungan asam sianida yang rendah adalah rebung dari jenis bambugombong, bambu betung dan bambu mayan. Adapun rebung dari bambu gombong merupakan jenis rebung yang memiliki kandungan asam sianida paling rendah yaitu 53 mg/kg, hal ini ditandai dengan rasa manis yang dihasilkan dari rebung tersebut. Menurut Andoko (2003) rebung dengan kandungan asam sianida yang rendah memiliki rasa yang tidak pahit. Hal ini sejalan dengan uji organoleptik yang telah dilakukan, bahwa jenis rebung paling disukai oleh responden adalah rebung dari bambu gombong.

Kandungan HCN memiliki batas normal konsumsi yaitu < 50 ppm atau mg/kg. Dalam hal ini, bambu tali dan bambu ater memiliki kandungan asam sianida yang cukup tinggi, sehingga diperlukan pengolahan yang tepat agar tidak membahayakan jika dikonsumsi. Choudhury (2010) menyatakan bahwa besarnya racun dalam setiap rebung dapat berubah, hal ini dipengaruhi oleh kondisi iklim, keadaan tanah, budidaya dan perlakuan pada rebung itu sendiri seperti perebusan dan pemberian garam.

Pengurangan Kandungan Asam Sianida

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan asam sianida yang terdapat pada rebung yaitu dengan cara perendaman, pencucian, perebusan, pengukusan, penggorengan dan pengolahan lain. Berdasarkan hasil wawancara,cara yang dilakukan masyarakat Kampung Pasir Peundeuy untuk mengurangi rasa pahit pada rebung yaitu dengan proses perebusan, kemudian dibuang airnya dan direndam dengan air selama beberapa jam. Hal tersebut karena asam sianida memiliki sifat mudah larut dalam air, sehingga cara yang paling mudah yaitu dengan merendam dan merebus rebung dalam air (Winarno 2004).

(22)

pengolahan. Oleh karena itu disarankan ketika mengolah rebung tidak perlu menggunakan penutup sehingga asam sianida akan terbuang melalui uap yang dikeluarkan. Menurut Ferreira et al. (1995) diacu dalam Hunter (2002) merebus rebung dalam waktu 20 menit dengan suhu 980C akan menghilangkan 70% kadar asam sianida.

Pengetahuan Mayarakat terhadap Pemanfaatan Rebung

Pemanfaatan Jenis Rebung

Jenis bambu yang tumbuh di Kampung Pasir Peundeuy memang cukup banyak, namun hanya beberapa jenis saja yang dimanfaatkan masyarakat untuk dijadikan olahan rebung. Jenis-jenis rebung yang digunakan masyarakat diantaranya bambu betung, bambu gombong, bambu hitam dan bambu kuning.

Gambar 7 Persentase pemanfaatan jenis rebung

Berdasarkan hasil wawancara bahwa masyarakat terlihat sangat kurang pengetahuannya mengenai rebung, bahkan sekitar 40% masyarakat tidak mengetahui jenis rebung yang mereka olah. Persentase bambu betung dan bambu gombong sama yaitu 20% karena kedua bambu tersebut memang memiliki rasa yang manis dibandingkan jenis bambu lainnya. Sebagian besar masyarakat sudah mengetahui cara menghilangkan rasa pahit pada rebung, namun jika masih terasa pahit karena penggunaan jenis bambu yang tidak tepat, maka mereka langsung membuang rebung tersebut. Hal ini tentu akan menjadi sia-sia dan rebung tidak dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga akan mengganggu kelestarian bambu tersebut.

Bentuk Pemanfaatan Rebung

Masyarakat sudah sejak jaman dahulu memanfaatkan rebung sebagai bahan masakan. Bentuk pemanfaatan oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy berupa pemanfaatan pangan dan obat saja. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat bahwa bentuk pemanfaatan rebung yang paling dominan adalah sebagai pangan sebesar 80%. Sebagian besar masyarakat hanya mengetahui manfaat rebung sebagai pangan saja. Adapun cara pengolahan rebung oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy adalah dengan sayur lodeh, tumis rebung dan acar. Adapun pengetahuan masyarakat mengenai manfaat rebung sebagai obat

(23)

hanya sebesar 20%. Pengolahan rebung sebagai obat sangat sederhana yaitu hanya dengan mengambil air rebusan dari rebung saja.

(a) (b)

Gambar 8 Contoh bentuk pemanfaatan rebung (a) rebung digunakan sebagai bahan pangan; (b) rebung digunakan sebagai obat.

Secara umum rebung merupakan bahan makanan yang kaya akan gizi. Nutrisi dalam rebung adalah protein, karbohidrat, asam amino, mineral, lemak, gula, serat, dan garam-garam anorganik. Rebung juga mempunyai kandungan kalium serta serat yang cukup tinggi. Kadar kalium per100 gram rebung adalah 533 mg. Kandungan lemak cukup rendah (0.26 % sampai 0.94 %) dan kadar gula rata-rata 2.5% lebih rendah dibandingkan dengan sayuran lain. Adapun komposisi rebung mentah per 100 gram dapatdilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi rebung mentah per 100 gram

Komposisi Jumlah

Protein (gram) 2.60

Kalori (cal) 27.00

Lemak (gram) 0.30

Karbohidrat (gram) 5.20

Serat (gram) 1.00

Air (gram) 91.00

Fosfor (mg) 59.00

Kalsium (mg) 13.00

Besi (mg) 0.50

Abu (gram) 0.90

Kalium (mg) 533.00

Vitamin A (SI) 20.00

Thiamin (mg) 0.15

Riboflavin (mg) 0.70

Niasin (mg) 0.60

Vitamin B1 (mg) 0,15

Vitamin C (mg) 4.00

(24)

Berdasarkan analisis gizi, rebung merupakan makanan dengan sumber nutrisi yang baik dan saat ini sedang diproyeksikan sebagai makanan kesehatan yang baru. Namun demikian, hanya sedikit masyarakat yang mengetahui manfaat rebung sebagai obat. Berdasarkan hasil wawancara, umumnya hanya responden yang berusia diatas 50 tahun yang mengetahui manfaat rebung sebagai obat, mereka memperoleh informasi tersebut berdasarkan pengetahuan turun menurun. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi mengenai manfaat rebung sebagai obat, sehingga rebung dapat dimanfaatkan secara optimal baik dalam bentuk pemanfaatan pangan maupun obat.

Adapun karakteristik rebung yang bermanfaat bagi kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Fungsi sebagai nutraceuticals : nutraceuticals sering disebut functional food atau makanan fungsional, dimana selain dapat dijadikan bahan makanan juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Rebung mengandung pitosterol dan tinggi serat, pitosterol berfungsi sebagai penurun kolesterol (Brufauet al. 2008). 2. Rebung bambu memiliki kandungan serat yang cukup tinggi sehingga sangat

bermanfaat dalam proses pencernaan, mencegah kanker usus, menetralisir lemak dan melancarkan peredaran darah (Andoko 2003).

3. Kandungan lemak yang sangat rendah dalam rebung (2.46gr/100gr) sangat baik dikonsumsi bagi orang-orang yang sedang diet.

4. Rebung memiliki kandungan kalium sebesar 533 mg. Makanan yang sarat kalium minimal 400 mg sudah dapat mengurangi resiko stroke dan penyakit kardiovaskular (WHO 2003).

5. Menurut Fujimura et al. (2005) rebung mengandung agen antikanker, antibakteri dan aktivitas antivirus karena adanya lignin yang merupakan komponen penting dari serat.

Budidaya Bambu

Masyarakat Kampung Pasir Peundeuy yang pernah melakukan budidaya bambu masih sangat kurang. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat yang pernah menanam bambu hanya sekitar 30% sedangkan 70% responden tidak pernah melakukan budidaya bambu. Bambu-bambu yang berada di Kampung Pasir Peundeuy merupakan bambu yang tumbuh secara liar.

Gambar 9 Persentase responden yang membudidayakan bambu Namun demikian masyarakat memiliki pengetahuan mengenai teknik budidaya bambu.Menurut responden di Kampung Pasir Peundeuy, budidaya bambu sangat mudah dilakukan dan tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit

30% 70%

Menanam

(25)

karena bambu mudah tumbuh. Budidaya bambu dapat dilakukan sembarang orang dengan peralatan sederhana dan tidak memerlukan bekal pengetahuan yang tinggi.

Teknik budidaya bambu dapat dilakukan secara generatif (dengan biji) dan vegetatif (tanpa biji).Namun di Indonesia tidak ditemukan jenis bambu yang menghasilkan bunga dan biji, sehingga pembibitan dilakukan secara vegetatif (Sutiyono et.al 1999). Menurut Kencana et. al (2012) budidaya bambu dengan stek atau bibit cukup efektif. Budidaya tersebut menggunakan potongan batang bambu yang memiliki mata tunas yang masih segar, kemudian batang tersebut ditimbun dengan sedikit tanah dan mata tunas akan tumbuh menjadi bambu dewasa. Masyarakat Kampung Pasir Peundeuy melakukan budidaya bambu dengan stek rimpang dan stek batang. Adapun teknik penanaman yang dilakukan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Stek rimpang

Pemilihan bambu untuk stek rimpang umumnya bambu yang muda, agar tidak mengalami pengeringan ketika ditanam. Kemudian cabut batang bambu hingga ke akar (rhizome). Siapkan lubang tanam berukuran 30cm x 30cm x 30cm, kemudian tanam batang bambu dan timbun dengan tanah dan siram dengan air. Pada bagian atas bambu ditutup dengan plastik untuk menghindari pembusukan akibat terkena air hujan.

2. Stek batang

Pemilihan batang bambu untuk stek batang umumya bambu yang masih muda sekitar umur 1 tahun. Stek dilakukan pada bagian bawah bambu dengan memotong bambu secara menyerong. Siapkan lubang tanam berukuran 30cm x 30cm x 30cm, kemudian tancapkan stek bambu pada tanah, timbun dengan tanah dan siram dengan air secukupnya. Pada bagian atas bambu ditutup dengan plastik untuk menghindari pembusukan akibat terkena air hujan.

Menurut masyarakat penanaman bambu tanpa pemberian pupuk dan pemeliharaan lainnya bambu akan tetap tumbuh. Adapun pemanenan bambu dilakukan dengan sistem tebang pilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian bambu. Cara menebang bambu dengan sistem tebang pilih adalah sebagai berikut: batang di tebang kurang dari 30 cm diatas tanah serta rebung dan akar-akar diperhatikan agar tidak terganggu. Keuntungan dari tebang pilih adalah untuk mempermudah penebangan berikutnya dan memberikan kesempatan pada rebung untuk berkembang dengan baik. Hal tersebut merupakan salah satu aksi konservasi yang dilakukan masyarakat Kampung Pasir Peundeuy.

(a) (b)

(26)

Aksi Konservasi Bambu

Stimulus rebung sepatutnya menjadi pendorong untuk sikap dan aksi konservasi masyarakat terhadap bambu. Berdasarkan hasil wawancara, aksi konservasi terhadap bambu masih belum terwujud sepenuhmya di Kampung Pasir Peundeuy, hal ini terlihat dari keengganan masyarakat untuk menanam bambu. Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih memilih untuk menjual lahan bambu dengan alasan lebih menguntungkan sehingga tidak ada lagi lahan untuk budidaya bambu. Adapun lahan berupa sempadan sungai yang dikuasai oleh Negara merupakan lokasi yang cocok untuk penanaman bambu, karena secara ekologi bambu mempunyai pertumbuhan yang cepat, sistem perakaran yang kuat dan luas sehingga dapat mencegah tanah longsor, erosi dan banjir (BAPEDAL 2010). Sempadan sungai di Kampung Pasir Peundeuy tidak dapat dimanfaatkan masyarakat karena menurut pengakuan masyarakat lahan tersebut sudah ada pemiliknya masing-masing. Hal ini terbukti dengan dibangunnya rumah-rumah di pinggir sungai, sehingga diperlukan penyuluhan oleh pemerintah setempat mengenai kepemilikan lahan terutama di sekitar sempadan sungai.

Disamping keterbatasan lahan, pada dasarnya masyarakat tidak memiliki keinginan untuk melakukan budidaya bambu. Masyarakat menganggap manfaat ekonomi bambu sudah berkurang. Dahulu bambu sangat berguna untuk rangka atap bangunan dan peralatan rumah tangga, namun saat ini kegunaan bambu sudah mulai berkurang karena masyarakat lebih cenderung menggunakan kayu untuk rangka atap bangunan dan peralatan rumah tangga dari hasil pabrik. Hal ini yang menjadi penyebab masyarakat tidak tertarik untuk menanam bambu. Oleh karena itu diperlukan stimulus untuk memotivasi masyarakat dalam melakukan aksi konservasi terhadap bambu.

Keterangan : (+) = terwujud; (-) = tidak terwujud

(27)

Tristimulus Amar Pro-Konservasi merupakan suatu konsep untuk membangun sikap masyarakat yang pro-konservasi. Menurut Zuhud et. al (2007) sikap Konservasi masyarakat harus dibangun melalui tiga konteks pemahaman yaitu berupa nilai-nilai alamiah (bioekologis dan kelangkaan), nilai-nilai manfaat (ekonomi) dan nilai-nilai religious (agama, keikhlasan, sosial-budaya). Sikap masyarakat tersebut merupakan prasyarat terwujudnya aksi konservasi di lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian, stimulus alamiah di Kampung Pasir Peundeuy adalah berupa pengetahuan masyarakat mengenai cara budidaya bambu. Disamping itu, masyarakat mengetahui teknik penebangan bambu secara lestari. Namun stimulus ini tidak sepenuhnya terwujud, karena pengetahuan masyarakat mengenai pemilihan jenis bambu untuk pangan atau obat masih sangat kurang. Oleh karena itu, penyampaian informasi mengenai jenis-jenis bambu yang aman dikonsumsi harus sampai pada masyarakat, sehingga tidak terjadi pemanenan bambu yang sia-sia.

Stimulus manfaat bagi masyarakat Kampung Pasir Peundeuy berupa pemanfaatan rebung sebagai pangan. Tetapi stimulus ini tidak menjadi pendorong bagi sikap dan aksi konservasi masyarakat di lapangan. Hal ini terkait dengan terbatasnya pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan rebung, dimana masyarakat hanya mengetahui manfaat rebung sebagai pangan, sedangkan pengetahuan mengenai manfaat obat masih sangat kurang. Oleh karena itu, informasi mengenai manfaat rebung yang memiliki kandungan nutrisi yang baik dan berkhasiat sebagai obat harus ditingkatkan, sehingga pemanfaatan rebung dapat dilakukan secara optimal.

Stimulus rela akan muncul ketika stimulus alamiah dan manfaat sudah terwujud. Kerelaan masyarakat untuk menanam bambu belum terwujud di Kampung Pasir Peundeuy, hal ini dikarenakan keterbatasan lahan untuk budidaya bambu, anggapan masyarakat mengenai berkurangnya kegunaan bambu dan bambu dapat tumbuh secara alamiah atau liar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan dari lima jenis rebung yang diujikan bahwa rebung bambu gombong merupakan penghasil rebungpangan terbaik, dimana rebung tersebut memiliki rasa yang enak dan paling disukai dengan parameter warna sebesar 5.49 (suka), aroma sebesar 4.71 (agak suka), tekstursebesar 5.60 (suka) dan rasa sebesar 4.20. Hal ini sejalan dengan kandungan asam sianida dari rebung bambu gombong yang memiliki kandungan HCN yang paling rendah diantara jenis lain. Oleh karena itu masyarakat perlu mengetahui tentang rebung mana sajakah yang dapat dijadikan bahan pangan, sehingga tidak terjadi pemanenan yang sia-sia dan kelestarian bambupun dapat terjaga.

(28)

tidak adanya lahan yang cukup untuk budidaya bambu dan anggapan masyarakat terhadap kegunaan bambu yang sudah berkurang dan bambu dapat tumbuh secara alamiah atau liar.

Saran

1. Perlu dilakukan upaya penyuluhan untuk membangun pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai manfaat rebung sebagai bahan pangan juga berkhasiat sebagai obat.

2. Lahan di sekitar sempadan sungai yang merupakan lahan publik sepatutnya dikelola oleh pemerintah untuk memaksilmalkan fungsinya dengan budidaya bambu.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan. Edisi ke-1. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Andoko. 2003. Budidaya Bambu Rebung. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Asrori A. 2008. Efektivitas penghambatan ekstrak daging biji picung (Pangium edule) terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp. secara In Vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BAPEDAL].2010.Pelestarian Bambu dan Manfaatnya Terhadap Lingkungan Hidup.http://members.fortunecity.com/ [21 Nov 2013].

Brufau G, Canela MA, Rafecas M. 2008. Phytosterols: physiologic and metabolic aspects related to cholesterol-lowering properties. Nutr Res28(4): 217–25. Choudhury D, Sahu JK, Sharma D. 2010. Biochemistry of bitterness in bamboo

shoots. Assam University Journal of Science and Technology 6(11): 105-111.

[SNI] Standar Nasional Indonesia (01-2346-2006) tentang pengujian Organoleptik. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perikanan.

Fujimura M, Ideguchi M, Minami Y, Watanabi K, Tadera K. 2005. Amino acid sequence and antimicrobial activity of chitin binding peptides, Pp-AMP 1 and Pp-AMP2, from japanese bamboo shoots(Phyllostachys pubescens). Biosci Biotech Biochem 69 (2005) :642–5.

Hunter I, Yang F. 2002. Cyanide in bamboo shoot. INBAR Working Paper. 39:7. Publisher International Network for Bmaboo and Rattan.

Kencana PKD, Widia W, Antara NS. 2012. Praktek Baik Budidaya Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ). Denpasar (ID): UNUD-USAID-TPC Project.

Meilgaard M, Civille GV, Car BT. 1999. Sensory Evaluation Technique. 3rd Edition. Washington DC (US) : CRC Pr.

(29)

Sutarno H, Harjadi SS, Sutiyono.1996. Budidaya Bambu Guna Meningkatkan Produktivitas Lahan. Bogor (ID): Prosea Indonesia-Yayasan Prosea. Sutiyono, Hendromono, M. Wardani, I. Sukardi. 1999. Teknik BudidayaTanaman

Bambu. Info Hutan 114.Bogor(ID). Puslitbang Hutan.

[WHO] World Health Organization. 2003. Diet, nutrition, and the prevention of chronic diseases. Geneva (US): WHO.

Widjajarta M. 2007. Memilih bahan pangan yang alami. Jurnal penelitian.http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/SNI. [20 Nov 13]. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT.Gramedia Pustaka

Utama.

Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT.Gramedia Pustaka Utama.

(30)
(31)
(32)
(33)
(34)

Lampiran 5 Data responden kajian pemanfaatan rebung

No. Nama Umur Jenis bambu Cara Khasiat

(tahun) memperoleh

1 Iyam 61 B. gombong Pasar Obat pegal-pegal

2 Iyah 65 B. hitam, Kebun Obat liver

3 Sati 45 B. betung Kebun Pangan

4 Emar 40 B. betung Kebun Pangan

5 Yati 71 B. betung, Kebun Obat liver, stroke, darah tinggi

6 Tini 38 B. gombong Kebun Pangan

7 Lia 52 B. kuning Kebun Obat stroke dan asam urat

8 Ami 75 B. betung Kebun Obat stroke, asma dan darah tinggi

9 Hj. Itoh 64 B. betung Pasar Obat liver dan pegal-pegal

10 Imas 28 - Pasar Pangan

11 Dilah 23 - Pasar Pangan

12 Cahya 22 - Pasar Pangan

13 Sumiati 52 B. Hitam Kebun Pangan

14 Erna 34 - Pasar Pangan

15 Nunung 36 B. kuning Pasar Pangan

16 Isro 31 B. gombong Pasar Pangan

17 Yani 32 - Pasar Pangan

18 Utas 65 B. gombong Pasar Obat stroke

19 Warni 53 B. gombong Kebun Pangan

20 Novi 28 - Pasar Pangan

(35)

Lampiran 5 Data responden kajian pemanfaatan rebung (lanjutan)

No. Nama Umur

(tahun) Jenis bambu Cara memperoleh Khasiat

22 Lilih 32 - Pasar Pangan

23 Juju 29 - Pasar Pangan

24 Neneng 36 - Pasar Pangan

25 Asih 70 B. betung Kebun Darah tinggi, asam urat dan batu ginjal

26 Ani 45 - Pasar Pangan

27 Nengsih 43 - Pasar Pangan

28 Eroh 39 - Pasar Pangan

29 Marsah 42 B. kuning Pasar Pangan

30 Iyum 58 B. hitam Kebun Pangan

(36)
(37)

Lampiran 7 Teknik Budidaya Bambu Stek Rimpang

Bambu dengan stek rimpang Penanaman bambu Penimbunan dengan tanah Stek Batang

Pembuatan lubang tanam Penyetekan bambu Pembungkusan dengan plastik

(38)
(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 November 1991 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Ikhwan Khoerudin dan Ibu Nuraeni. PadaTahun 2009, penulis lulus dari MAN 2 Bogor sertaberhasil masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis aktif sebagai anggota organisasi kemahasiswaan Himpunan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada tahun 2010 sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF). Pada tahun 2011 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Tangkuban Perahu-Cikeong dan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2012 serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Kebun Raya Bogor padatahun 2013.

Gambar

Tabel 1 Jenis dan teknik pengolahan data
Tabel 2 Jenis bambu yang tumbuh di Kampung Pasir Peundeuy
Gambar 2 Nilai organoleptik terhadap warna lima jenis rebung
Gambar 5 Nilai organoleptik terhadap tekstur lima jenis rebung
+6

Referensi

Dokumen terkait

Beban batas adalah beban yang bekerja pada kondisi ultimit dari struktur, yaitu Beban batas adalah beban yang bekerja pada kondisi ultimit dari struktur,

Untuk perizinan, kami melakukan perjanjian kepada pihak Titan untuk bisa masuk kedalam venue pada jam 8 pagi dan selesai pada jam 3 sore, sedangkan untuk di Binus, kami

Karakter antinomi dari eudaimonia tersebut, menurut Spaemann, sudah tampak dalam definisi eudaimonia , yaitu sebagai hidup yang berhasil ketika dilihat secara

Program Peningkatan Mutu Pelayanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun buas-buas dapat menurunkan tingkat kerusakan paru-paru pada pelebaran lumen alveolus, penebalan dinding

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa siswa dengan prestasi rendah kurang mampu dalam menguasai soal serta tidak dapat menguasai indikator penalaran

1,200 Accumulated Depreciation – Furniture and Fixtures ..... To have a goodwill, the only possible base is the capital

Hasil pada penelitian ini menjelaskan bahwa kebijakan dividen menunjukan nilai yang dapat dibagikan untuk memberikan kontribusi terhadap saham bagi perusahaan