PENGEMBANGAN METODE PENGUJIAN SIFAT BENIH
PEPAYA (Carica papaya L.) MELALUI STUDI DORMANSI,
KETAHANAN BENIH TERHADAP DESIKASI DAN
SUHU RENDAH
NOFLINDAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih Pepaya (Carica papaya L.) melalui Studi Dormansi, Ketahanan Benih terhadap Desikasi dan Suhu Rendah” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
.
Bogor, 30 Januari 2013
ABSRACT
NOFLINDAWATI. Development of Testing Method of Papaya (Carica papaya L.) Seed Behaviour Through Studies on Seed Dormancy, Desication Tolerance and Low Temperature. Supervised by M. RAHMAD SUHARTANTO and FAIZA CHAIRANI SUWARNO.
Papaya (Carica papaya. L.) seeds are generally classified as intermediate because of it’s sensitive to desiccation until the moisture content below of 10%. It will loss germination when stored at low temperature, but several research determined papaya seed as ortodox. This research aimed to develop detection method of papaya seed behavior through 1) study on seed dormancy and its treatments, 2) study on papaya seeds tolerance to desiccation and 3) study on papaya seeds tolerance to low temperatures. The experiment was conducted at Leuwikopo Experimental Station and Laboratory of Seed Science and Technology of Bogor Agricultura University, and Sumani Experimental Station, Research Centre on Topical Fruit, Solok, West Sumatera from, December 2011 to September 2012. The first experiment separately compiled based on six genotypes of papayas are tested using the Split Plot in randomized complete Design. The first factor is the retention time (0,2,4,6,8 weeks) as the main plot and the second was the seed treatment (dry seeds, soaking with water, heat shock and treatment GA3) as the subplot. A second experiment using Split Plot in Complete Randomized Design. The first factor is the variety /genotype of papaya (Sukma, Merah Delima, Dampit varieties, and 1x2, 6x9 1xD) as the main plot, and each treatment was replicated four times. The second factor is the moisture content (4-6%, 8-10% and 11-13%) as the subplot. The third experiment seed storage at low temperatures with water content (4-6%) using a completely randomized design (CRD) using those genotypes. The results showed that there were no dormancy on all genotypes tested. The effects of desiccation showed that six genotypes tested were tolerance to low moisture content (MC 4-6 %) with a maximum growth potential > 89% and 88.5%. It showed that Merah Delima and 1x2 genotypes were tolerance to low temperature (-20 °C) with germination percentage range between 79-85%, so that both genotypes classified as orthodox and the others (Sukma, Dampit, 1xD and 6x9 genotypes) classified as intermediate because germination percentage less than 60 %. Based on information of seed dormancy, desiccation tolerance to 4-6% moisture content and low temparature tolerance (-20 °C for 2 days), we can develop method to detect papaya seed behaviour and classified it as intermediate or orthodox.
Keywords: papaya, dormancy, desiccation, low temparature
RINGKASAN
NOFLINDAWATI. Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih Pepaya (Carica papaya L.) melalui Studi Dormansi, Ketahanan Benih terhadap Desikasi dan Suhu Rendah. Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO dan FAIZA CHAIRANI SUWARNO.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode pengujian sifat benih pepaya yang lebih cepat dengan, 1) mempelajari lama dormansi dan perlakuan benih beberapa genotipe pepaya, 2) mempelajari ketahanan benih pepaya terhadap desikasi 3) mempelajari ketahanan benih pepaya terhadap suhu rendah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan Sumani Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok, Sumatera Barat yang dimulai bulan Desember 2011 sampai Sepetember 2012.
Penelitian terdiri 3 tahapan, yaitu:1) Studi dormansi benih pepaya dan perlakuan benih, 2) Pengujian ketahanan benih terhadap desikasi dan 3) Pengujian ketahanan benih terhadap suhu rendah (-20 °C). Percobaan pertama disusun terpisah berdasarkan verietas/genotipe yang diuji dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang diacak secara lengkap. Faktor pertama adalah waktu simpan (0, 2, 4, 6 dan 8 minggu) sebagai petak utama dan faktor kedua adalah perlakuan benih (benih kering, perendaman dengan air, heat shock dan pemberian GA3) sebagai anak petak. Percobaan kedua menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan rancangan lingkungan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Faktor pertama adalah varietas/genotipe pepaya (varietas Sukma, Merah Delima, Dampit, genotipe 1x2, 1xD dan 6x9) sebagai petak utama. Faktor kedua kadar air (4-6 %, 8-10 % dan 11-13 %) sebagai anak petak, kombinasi perlakuan diulang empat kali. Percobaan ketiga penyimpanan benih pada suhu rendah (-20 °C) selama 2x24 jam dengan kadar air (4-6 %) menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan varietas/genotipe yang sama pada percobaan II sebagai perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang empat kali .
Pengamatan yang dilakukan antara lain daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), potensi tumbuh maksimum (PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan kadar air (KA) benih. Pada percobaan kedua dan ketiga dilakukan pengamatan viabilitas tetrazolium.
informasi dormansi, ketahanan benih terhadap desikasi dan ketahanan terhadap suhu rendah maka pengujian sifat benih dapat dilakukan lebih cepat .
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PENGEMBANGAN METODE PENGUJIAN SIFAT BENIH
PEPAYA (Carica papaya L.) MELALUI STUDI DORMANSI,
KETAHANAN BENHI TERHADAP DESIKASI DAN
SUHU RENDAH
NOFLINDAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih Pepaya (Carica papaya L.) Melalui Studi Dormansi, Ketahanan Benih Terhadap Desikasi dan Suhu Rendah
Nama : Noflindawati
NIM : A251100091
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Benih
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Ujian: (30 Januari 2013)
Tanggal Lulus: Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si.
Ketua
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Dr. Ir. Faiza Chairani Suwarno, M.S. Anggota
Dekan Sekolah Pascasarjana
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012 berjudul: Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih Pepaya (Carica papaya L.) Melalui Studi Dormansi, Ketahanan Benih Terhadap Desikasi dan Suhu Rendah .
Terima kasih penulis ucapkan kepada: Bapak Dr. Ir. M. Rahmad Suhartano, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Faiza Chairani Suwarno, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala arahan dan bimbingan yang beliau berdua berikan kepada penulis sejak awal penelitian sampai penulisan tesis ini. Terimakasih dan pengahargaan penulis kepada Ibu Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, MS, selaku penguji luar komisi yang telah memberi saran dan masukan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini dan kepada ibu Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih.
Penghargaan atas dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Pimpinan dan Staf di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas segala fasilitas pendidikan, layanan administrasi, dan bantuan yang telah diberikan.
2. Kepala Badan Litbang Pertanian, Kepala Puslitbanghorti, dan Kepala Balitbu Tropika yang telah memberikan beasiswa, kesempatan dan izin untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana.
3. Pimpinan dan staf Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Kepala Kebun Percobaan Pasir Kuda yang telah memberi kesempatan penulis untuk menggunakan varitas Sukma dan genotipe 6x9 sebagai materi penelitian. 4. Teknisi dan staf di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo,atas segala bantuan yang telah diberikan selama aktivitas di laboratorium dan rumah kaca
5. Ibunda tercinta, mertua, suami, kakak- kakak, keponakan-keponakanku dan anak-anakku tercinta atas doa dan restunya yang selalu menyertai penulis. 6. Teman-teman Pascasarjana ITB 2010 (pak Cipto Basuki, bu Pepi, pak Agus,
pak Patta Sija, pak Evi Dwi S, Pak Jo, bu Rini, Cici, Ratri, Anis, Ikrarwati, Reren dan Candra B) serta teman-teman ITB 2011) Fakultas Pertanian yang telah memberikan bantuan dan dukungannya baik dalam keadaan suka maupun duka selama perkuliahan sampai akhir masa studi.
Tesis ini merupakan upaya maksimal yang dapat penulis sajikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan dibidang perbenihan. Amin.
Bogor, 30 Januari 2013
Riwayat Hidup
Penulis dilahirkan di Kepala Hilalang, Padang Pariaman 23 November 1972, dari ayah Rusli Syah (Alm) dan ibu Hj Fatimah. Penulis merupakan anak yang ketujuh dari tujuh bersaudara. Penulis menikah dengan Mus Mulyadi, SP dan dikaruniai dua putra Abdur Rauf Alfathani dan Fairuz Rafiqi.
Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Andalas (UNAND) Padang lulus pada tahun 1997. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman 1.2 Tujuan Penelitian ….……… 1.3 Hipotesis ………... 1.4 Ruang Lingkup Penelitian……….
2 TINJAUAN PUSTAKA………..
2.1 Botani Pepaya………..…. 2.2 Genotipe Pepaya………... 2.3 Dormansi Benih.. ...……….. 2.4 Desikasi dan Kadar Air Benih……….
3 BAHAN DAN METODE………
3.1 Tempat dan Waktu ….……….. 3.2 Bahan dan Alat ……… 3.3 Metode Penelitian ………... 3.4 Percobaan Studi Dormansi Benih Pepaya dan Perlakuan
Benih……… 3.5 Percobaan Pengujian Ketahanan Benih terhadap
Desikasi……… 3.6 Percobaan Pengujian Ketahanan Benih terhadap Suhu
Rendah………..
3.7 Pengamatan………...
4 HASIL DAN PEMBAHASAN………
4.1 Studi Dormansi dan Teknik Perlakuan Benih………. 4.1.1 Pepaya Varietas Sukma……… 4.1.2 Pepaya Varietas Dampit……… 4.1.3 Pepaya Varietas Merah Delima……… 4.1.4 Pepaya Genotipe 6x9……… 4.1.5 Pepaya Genotipe 1x2……… 4.1.6 Pepaya Genotipe 1XD……….. 4.2 Ketahan Benih terhadap Desikasi………. 4.3 Ketahanan Benih terhadap Suhu Rendah………. 4.4 Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih……….
DAFTAR TABEL Halaman
1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS) dan pematahan dormansi (P) dan interaksinya terhadap DB,
IV, PTM dan KCT varietas Sukma………..
2 Pengaruh interaksi antara waktu simpan dan pematahan dormansi terhadap tolok ukur indeks vigor (IV) varietas Sukma……….
3 Pengaruh tunggal waktu simpan dan pematahan dormansi terhadap tolok ukur DB, PTM dan KCT varietas Sukma…... 4 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS)
dan pematahan dormansi (P) dan interaksi terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Dampit………….. 5 Pengaruh tunggal waktu simpan dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Dampit……….
6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS) dan pematahan dormansi (P) dan interaksinya terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Merah Delima….. 7 Pengaruh tunggal waktu simpan, pematahan dormansi
terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Merah Delima………..
8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS) dan pematahan dormansi (P) dan interaksinya terhadap DB,
IV, PTM dan KCT genotipe 6x9……….
9 Pengaruh interaksi waktu simpan dan pematahan dormansi terhadap tolok indeks vigor genotipe 6x9………..
10 Pengaruh waktu simpan dan pematahan dormansi terhadap tolok ukur DB, PTM dan KCT pada genotipe 6x9…………... 11 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS)
dan pematahan dormansi (P) dan interaksinya terhadap tolok ukur daya DB, IV, PTM dan KCT pada genotipe 1x2………. 12 Pengaruh interaksi waktu simpan dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur indeks vigor (IV) pada genotipe 1x2..
13 Pengaruh interaksi waktu simpan dan perlakuan benih terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT %/etmal) pada genotipe 1x2………
14 Pengaruh tunggal waktu simpan, pematahan dormansi terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM) pada genotipe 1x2……….
15 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS) dan pematahan dormansi (P) dan interaksinya terhadap tolok ukur daya DB, IV, PTM dan KCT pada genotipe 1XD 16 Pengaruh interaksi waktu simpan dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur daya berkecambah pada genotipe 1x D
17 Pengaruh waktu simpan, pematahan dormansi terhadap tolok ukur IV, PTM dan KCT pada genotipe 1x D………….. 18 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh genotipe (G) dan
kadar air (K) dan interaksinya terhadap tolok ukur DB, IV, PTM, KCT dan VTTz pada enam genotipe papaya…………... 19 Pengaruh interaksi genotipe dan kadar air benih terhadap
tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM)……….
20 Pengaruh genotipe, kadar air terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT) dan Viabilitas TTZ (Vttz)………..
21 Pengaruh perlakuan suhu rendah terhadap daya
berkecambah (DB), indeks vigor (IV), potensi tumbuh maksimum (PTM) dan kecepatan tumbuh (KCT) dan viabilitas tetrazolium (VTtz) pada enam genotipe papaya…...
37
37
38
39
40
41
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Alur Protokol Pengujian Sifat Benih Hong dan Ellis (1996)……...
2. Bagan alir penelitian………
3. Penentuan viabilitas benih pepaya berdasarkan pola pewarna dengan Tetrazolium (Shie dan Kuo 1999)………
4. Skema Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih
Pepaya………
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto buah pepaya varietas Merah Delima, Sukma, Dampit, dan genotipe 1x2, 1xD dan 6x9………..
2. Data Suhu dan Kelembaban Rumah Pelastik………
3. Kadar air benih sebelum dan sesudah simpan pada
Percobaan I………
4. Kadar air benih sebelum dan sesudah simpan pada suhu rendah (- 20 o C) selama 2x24 jam……….. 5. Pola Pewarnaan Benih Pepaya dengan Tetrazolium ………
6. Deskripsi varietas Sukma………
7. Deskripsi varietas Merah Delima………....
8. Deskripsi varietas Dampit………...
9. Deskripsi genotipe 1x2………...
12
14
21
46
Halaman
59
60
61
61
62
63
65
67
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan buah tropika yang mempunyai
prospek baik untuk terus dikembangkan. Pepaya sering dinamakan sebagai
the health fruit of the angels , karena rasa dan manfaatnya (Sobir 2009). Pepaya memiliki banyak manfaat yaitu sebagai buah segar, olahan, sayur
(baik daun maupun buahnya), sumber vitamin A (91.5 IU/100g). Selain itu
juga bermanfat pelangsing tubuh karena mengandung papain sebagai
penghancur lemak dan vitamin C (55 mg/100g), peluruh empedu, pelancar
air seni dan melancarkan ASI serta abortivum (Salunkhe dan Desai 1984).
Pepaya umumnya diperbanyak dengan menggunakan benih walaupun
dapat diperbanyak dengan cara kultur jaringan tetapi masih mempunyai
beberapa permasalahan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi inisiasi
akar dan pertumbuhan kultur jaringan pepaya antara lain garam mineral,
auksin, gula, suhu dan cahaya (Drew 1986). Perbanyakan dengan benih
lebih mudah dan ekonomis dibandingkan dengan cara kultur jaringan karena
dalam satu buah pepaya dihasilkan benih yang cukup banyak.
Kegiatan pemuliaan pepaya terus dilakukan untuk mendapatkan
ideotipe pepaya yang disukai konsumen. Balai Penelitian Tanaman Buah
Tropika (Balitbu Tropika) dan Pusat Pengkajian Hortikultura Tropika
(PKHT) IPB melakukan kegiatan pemuliaan pepaya melalui hibridisasi dan
telah melepas varietas unggul baru pepaya. Balai Penelitian Buah Tropika
telah melepas pepaya Carindo (2005), Merah Delima (2010), sedangkan
PKHT telah melepas Calina, Arum Bogor (2008), Carisya dan Sukma
(2010).
Benih merupakan sumber genetik dan materi plasma nutfah untuk
perakitan varietas baru pepaya sehingga diperlukan penanganan dan
konservasi. Kegiatan pengembangan varietas unggul pepaya perlu didukung
oleh ketersediaan sumber daya genetik benih yang bermutu. Benih sebagai
materi plasma nutfah perlu penanganan yang baik dalam penyimpanan
2
ditentukan oleh daya hidup (viabilitas) benih sehingga mampu
manghasilkan tanaman yang normal Sadjad (1994). Benih pepaya selain
sebagai materi plasma nutfah, juga berfungsi dalam komersialisasi atau tata
niaga, sehingga benih pepaya membutuhkan konservasi dan teknik
penyimpanan yang benar.
Faktor penting yang perlu diketahui sebelum melakukan
penyimpanan benih antara lain adalah sifat benih yang akan disimpan.
Faktor internal yang mempengaruhi daya simpan benih meliputi viabilitas
awal, genetik (sifat dormansi dan komposisi kimia benih) dan kadar air
benih. Faktor eksternal yang mempengaruhi daya simpan benih meliputi
suhu simpan benih, kelembaban, oksigen, mikroorganisme dan manusia.
Dormansi benih merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak
mampu berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan
walaupun kondisi lingkungan optimum untuk perkecambahannya. Menurut
Copeland dan Mc. Donald (2001) dormansi merupakan fenomena fisiologis
yang menunjukkan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada
kondisi optimum. Dormansi benih dapat berlangsung beberapa hari,
beberapa minggu hingga beberapa bulan tergantung pada jenis tanaman.
Benih pepaya yang baru dipanen diduga mengalami dormansi.
Menurut Doijode (2001) benih pepaya memperlihatkan masa dormansi
selama 35 hari, benih yang baru dipanen berkecambah tidak serentak dan
daya berkecambah sekitar 6 %. Hal yang sama dikemukakan oleh Dias et al.
(2010) bahwa benih pepaya yang segar mengalami dormansi dan patah
dormansinya setelah enam bulan disimpan pada suhu ruang.
Benih pepaya selain memiliki sifat dormansi juga sensitif terhadap
desikasi (pengeringan) dan suhu rendah. Berdasarkan sensitifitas terhadap
desikasi dan suhu ruang simpan, benih dibagi tiga kelompok yaitu benih
ortodoks, benih rekalsitran dan benih intermediate. Kelompok benih
ortodoks tahan desikasi sampai kadar air sangat rendah (<5 %) dan dapat
disimpan pada suhu sangat rendah (<0 °C), kelompok benih rekalsitran
tidak tahan desikasi dan suhu rendah ( dibawah 16-18 °C) sehingga tidak
3
dan rekalsitran, dimana benih intermediate dapat disimpan dengan kadar air
rendah tetapi sensitif dengan suhu rendah. Menurut Hong dan Ellis (1996)
benih dikelompokkan ke dalam tipe intermediet bila tahan terhadap desikasi
mencapai kadar air 10-12.5 % (dengan RH sekitar 40-50 % pada suhu
20 ºC) tetapi viabilitas menurun bila kadar air diturunkan ke level yang lebih
rendah. Benih menunjukkan sifat ortodoks bila benih tahan atau tidak terjadi
penurunan viabilitas saat dikeringkan mencapai kadar air 5 % dengan RH
10-13 % pada suhu 20 ºC .
Benih pepaya dikelompokkan ke dalam benih intermediate
(Adimargono 1997), dimana benih pepaya akan mengalami penurunan
viabilitas bahkan mati jika dikeringkan sampai kadar air kurang dari 10 %.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat perbedaan pendapat
mengenai sifat benih pepaya, karena memperlihatkan antara sifat
intermediet dan sifat ortodoks.
Penelitian yang mengelompokkan benih pepaya bersifat ortodoks
berdasarkan ketahanan terhadap desikasi antara lain Sari (2005) melaporkan
varietas Arum Bogor dengan kadar air mencapai 6-7 % benih masih hidup,
sedangkan Magill et al. dalam Wood et al. (2000) pepaya tahan pada level kadar air 5 %. Salomao dan Mundim (2000) selain meneliti ketahanan
benih terhadap desikasi, juga meneliti respon benih pepaya yang diberi
perlakuan suhu -20 ºC selama 3 hari yang menunjukkan hasil bahwa benih
tidak kehilangan viabilitas. Menurut hasil penelitian Wulandari (2007)
pepaya varietas Sukma menunjukkan sifat ortodoks sedangkan varietas
Arum Bogor menunjukkan sifat intermediate. Hasil penelitian Oktaviani
(2012) menggunakan tiga varietas (Sukma, Calina dan Carisya) pengujian
pada suhu rendah menyimpulkan varietas Sukma termasuk intermediate
karena nilai daya berkecambah < 50 % setelah masa simpan tiga bulan.
Hong dan Ellis (1996) membuat protokol pengujian sifat benih terkait
dengan sifat penyimpanan benih (Gambar 1). Benih yang tahan terhadap
desikasi hingga taraf kadar air 5 % selanjutnya dapat diuji dengan
penyimpanan pada suhu -20 °C selama 3 bulan. Pengujian terhadap
4
atau hidup maka benih tersebut dikelompokkan ke sifat ortodoks. Protokol
ini berlaku umum dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
pengujian serta mengabaikan sifat dormansi benih.
Pengelompokan benih pepaya hingga saat ini masih kontroversi,
karena ada yang mengelompokkan benih ortodoks dan ada intermediate.
Metode pengujian benih yang ada perlu dikembangkan tujuannnya
mempercepat proses pengujian dan dapat membantu menentukan kelompok
benih. Metode tersebut selain cepat juga mempertimbangkan adanya sifat
dormansi benih.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah mengembangkan metode pengujian
sifat benih pepaya dengan :
1. Mempelajari sifat dormansi dan perlakuan benih beberapa genotipe
pepaya.
2. Mempelajari ketahanan benih pepaya terhadap desikasi.
3. Mempelajari ketahanan benih pepaya terhadap suhu rendah.
1.3 Hipotesis
1. Adanya perbedaan lama dormansi benih pepaya yang diuji dan
perlakuan terbaik untuk pematahan dormansi
2. Benih pepaya tahan terhadap desikasi sampai kadar air benih 4-6 %.
3. Benih pepaya tahan terhadap penyimpanan pada suhu -20 °C.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian diawali dengan studi dormansi varietas/genotipe pepaya
(Varietas Sukma, Merah Delima, Dampit dan Genotipe 1x2, 1xD, 6x9) serta
perlakuan benih (benih kering, perendaman air, heat shock, GA3)
Percobaan kedua dilakukan pengujian ketahanan benih pepaya
(varietas/genotipe yang sama dengan percobaan pertama) terhadap desikasi
dengan kadar air rendah, sedang dan tinggi. Genotipe yang tahan terhadap
kadar air rendah selanjutnya diuji ketahanan terhadap suhu rendah (-20 oC).
Hasil percobaan ketiga untuk menyimpulkan varietas/genotipe masuk
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman tropis yang berasal dari
Amerika Tropis dan menyebar ke wilayah Asia dan Pasifik Selatan pada
sekitar abad ke XVIII. Tanaman pepaya merupakan tanaman dikotil yang
termasuk dalam ordo Caricales famili Caricaceae dan genus Carica
(Nakasone dan Paull 1998). Tanaman pepaya terdiri dari lima genus dan 34
spesies. Spesies Carica papaya L. merupakan salah satu spesies yang
memiliki nilai ekonomi penting. Pepaya termasuk ke dalam kelompok
herbaceous besar dengan batang tunggal dan tinggi tanaman mencapai 9 Meter (Villegas 1997).
Biji pepaya berbentuk agak bulat dengan bobot dan ukuran yang
berbeda antar varietas. Bagian biji terdiri dari embrio, endosperm, endotesta
dan aril benih yang disebut sarkotesta (Suwarno 1984).
Buah pepaya merupakan buah buni, kulit luar tipis, daging buah
tebal dengan rongga ditengah buah (Pantastico 1989, Villegas 1997).
Menurut hasil penelitian Decraene dan Smets dalam Suketi (2011) letak
bakal biji pepaya pada ovarium termasuk tipe parietal (parietal placentae)
karena buah pepaya mempunyai rongga buah di bagian tengahnya.
Bentuk buah pepaya sangat beragam mulai dari bulat, pear shaped,
oval dan elongata. Buah yang berasal dari bunga betina selalu berbentuk bulat sedangkan buah dari bunga hermaprodit bentuknya bisa elongata atau
petandria (Suketi 2011).
Batangnya dapat dijadikan bahan campuran pada pakan ternak
melalui proses pengeringan dan pengirisan. Selain itu, produk sampingan
pepaya dalam bentuk enzim papain dari getah pepaya juga sering
dimanfaatkan untuk kebutuhan industri pengolahan daging kalengan, bir,
permen karet serta industri farmasi sebagai bahan pemecah protein
6
2.2 Genotipe Pepaya
Kultivar-kultivar pepaya yang ada dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu tipe besar yang bentuk dan ukuran buahnya besar dan panjang
dengan bobot rata-rata diatas 2 kg, tipe kecil yang bentuk dan ukuran
buahnya agak membulat dengan bobot yang dibawah 1 kg. Tipe sedang
yang memiliki bobot buah 1-2 kg. Pepaya tipe besar yang banyak ditanam di
Indonesia antara lain pepaya Bangkok, pepaya Cibinong, pepaya Meksiko
Dampit dan Subang (Chan 1994; Kalie 2001).
Pepaya Solo Sunrise di Malaysia ukuran buah berkisar 350 g untuk
buah hermaprodit dan 500 g untuk betina. Di Indonesia rata-rata ukuran
buah pepaya bertipe kecil berkisar 300 g dan di Philipina berkisar 450 g.
Meskipun buahnya berukuran kecil, pepaya Solo Sunrise mempunyai rasa
yang enak dan kandungan gula yang tinggi (Chan 1994). Australia
mempunyai varietas pepaya hibrida 1B, hibrid 13 dan hibrida 29 yang
berukuran rata-rata > 1000 g dengan bentuk buah yang membulat (Ross et
al. 2000).
Mutu buah pepaya yang diinginkan oleh konsumen umumnya
mempunyai ideotipe yang sama. Menurut hasil penelitian Purnomo (1999)
ideotipe pepaya versi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika adalah
ukuran sedang dengan bobot 0,5 – 0,85 kg/buah, ukuran sangat besar lebih
dari 2,85 kg/buah dengan bentuk buah sempurna, warna kulit kuning
kemerahan pada saat masak, warna daging buah jingga kemerahan, daging
tebal dan kadar padatan terlarut total lebih besar dari 13 0Brix. Menurut
Pusat Kajian Hortikultura Tropika (2008) mutu buah yang diinginkan
konsumen ialah mempunyai ukuran buah medium (0,5-1,0 kg),warna daging
buah jingga sampai merah, edible portion tinggi (rongga buah kecil), bentuk
buah lonjong dan rasa daging buah manis.
Varietas Sukma merupakan pepaya tipe besar yang dilepas oleh
PKHT dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sukabumi.
Genotipe ini berasal dari seleksi pohon induk pilihan yang telah
dibudidayakan oleh petani sejak lama di desa Cibodas, Kecamatan Parung
7
Sukma termasuk jenis pepaya besar dengan bobot mencapai 2800 g dan
panjang buah 30-35 cm, bentuk buah lonjong dengan pangkal tegak.
Hasil penelitian Suketi (2011) pepaya genotipe IPB 9 (Calina)
kategori bobot buah sedang, diameter lebih kecil dan mempunyai bobot biji
yang lebih kecil sehingga rongga buah lebih kecil dibanding genotipe lain
yang diuji. Wulandari (2007) tipe buah sedang yang menjadi genotipe
unggulan dari PKHT adalah genotipe IPB 9 yang memiliki ciri mirip dengan
pepaya California.
Pepaya Dampit berasal dari daerah Dampit, Malang Jawa Timur.
Varietas ini diunggulkan karena ukuran buahnya yang besar dan berat buah
mencapai 3,5 kg/buah. Daging buah berwarna jingga kemerahan, rasa manis
segar dan tesktur keras sehingga tahan dalam pengangakutan. Rongga buah
yang kecil membuat daging papaya dampit tebal. Kulit buah kasar serta
bewarna hijau dan kuning saat matang (Sobir 2009).
Pepaya genotipe Merah Delima yang dilepas tahun 2010 oleh Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika dengan bentuk buah elongata, bobot buah
rata-rata 800 g, lingkar buah 35 cm, warna daging buah merah orange, kadar
padatan terlarut 12-13 0Brix. Varietas Merah Delima berasal dari
penggaluran hibrid pepaya. Hibrid yang digalurkan tersebut berasal dari
persilangan tetua betina Sekaki-03 dan tetua jantan Eksotika-03 (Sunyoto
et al . 2010).
2.3 Dormansi Benih
Benih dorman adalah benih yang mengalami masa istirahat total,
benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena tumbuh walaupun dalam
keadaan media perkecambahan optimum (Sadjad 1994).
Dormansi fisiologis disebabkan suatu keadaan fisiologis dimana
dihambatnya perkecambahan benih terkait dengan mekanisme dalam benih
akibat lingkungan tidak memadai untuk perkecambahan Eira dan Caldas
(2000). Sementara Arnold et al. (2000) mendefinisikan dormansi adalah
kondisi internal benih dimana perkecambahan terhambat karena terbatasnya
8
Induksi dari dormansi sekunder dapat terjadi satu sampai satu
setengah bulan setelah benih mencapai fase masak fisiologi, dan berkurang
secara terus-menerus saat diantara fase masak fisiologi dan fase
penyimpanan. Benih yang terinduksi dormansi sekunder memerlukan
metode pematahan dormansi yang tepat (Copeland dan Mc. Donald 2001).
Mekanisme pematahan dormansi menurut Bewley dan Black (1985)
ada dua proses yaitu :
1. Proses dormansi hormonal, konsep ini dihubungkan dengan horman
pengatur tumbuh, baik yang menghambat (inhibitor) maupun yang
merangsang pertumbuhan (promotor). Dormansi dapat dipatahkan
dengan menghilangkan inhibitor atau dengan penggunaan promotor yang
mampu mempercepat terjadinya keseimbangan antara inhibitor dan
promotor.
2. Proses pengaruh metabolik sebagai akibat perlakuan pematahan
dormansi, konsepnya melibatkan lintasan pentose fosfat untuk sintesis
RNA, DNA dan protein.
Pematahan dormansi pepaya yang sudah banyak dilakukan
penelitian adalah dengan menggunkan KNO3, perendaman benih sebelum
dikecambahkan dalam KNO3 dapat meningkatkan persentase
perkecambahan benih pepaya dibandingkan tanpa perendaman dengan
KNO3 (Melvin et al. 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Paz dan Vazquez-Yanes dalam
Vazquez-Yanes et al. (1999) pada benih pepaya liar memiliki dormansi
enforced karena membutuhkan cahaya untuk perkecambahan. Benih pepaya liar tersebut ditemukan di dasar hutan tropis dan dapat bertahan tidak
berkecambah selama beberapa tahun. Ditambahkan hasil penelitian Dias et
al. (2010) bahwa pada kondisi lingkungan benih pepaya segar di panen akan menunjukkan pecah dormansinya setelah 6 bulan.
Penelitian Salamao dan Mundim (2000) menyimpulkan benih
pepaya yang dikecambahkan di atas kapas yang dibasahi dengan larutan
GA3 10-3 M dapat meningkatkan perkecambahan dibandingkan dengan
9
melakukan perendaman benih pepaya IPB 1 dalam larutan KNO3 10%
selama satu jam, hasilnya dapat mempercepat dan mengoptimalkan
perkecambahan benih pepaya.
Perbedaan hasil penelitian tentang benih pepaya disampaikan oleh
Baskin dan Baskin (1998), yang menjelaskan tentang adanya variasi tingkat
dormansi dan perlakuan untuk mematahkan dormansi benih pepaya dari
populasi yang berbeda. Perlakuan untuk mempercepat perkecambahan benih
pepaya dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Perendaman dengan
menggunakan larutan KNO3, larutan GA3, Furutani dan Nagao (1987). Hasil
penelitian Sari (2005) melaporkan bahwa pembuangaan aril benih atau
sarkotesta menunjukkan respon yang positif bagi perkecambahan.
Benih pepaya yang diaplikasikan dengan giberellin
perkecambahannya meningkat tetapi setelah dikeringkan terjadi penurunan
vigor dan viabilitasnya di ruang AC (Marcos and Maleus. 2008 dalam
Bautista Calles et al. 2008). Hasil penelitian Andreoli dan Khan (1993),
perlakuan benih pepaya dengan giberellin (GA) dapat menghilangkan
inhibitor perkecambahan pada benih pepaya, dimana efek dari GA dapat
memblokir keberadaan dari inhibitor perkecambahan dan meningkatkan
aktifitas mannanase yang terlibat dalam proses perombakan endosperm
sehingga menghilangkan kendala mekanis pada pertumbuhan embrio.
Pematahan dormansi pada benih pepaya sering menggunakan KNO3
dan, GA3. Teknik heat shock juga dapat digunakan untuk pematahan
dormansi pepaya. Menurut Wood et al. (2000) dormansi akibat pengeringan
pada benih pepaya dapat dihilangkan dengan heat shock pada suhu 36 °C
selama 4 jam kemudian air pada suhu 26 °C sebelum benih dikecambahkan.
Teknik heat shock merupakan perlakuan yang paling tepat dibandingkan
perlakuan lain yang dicobakan untuk meningkatkan daya kecambah benih.
Pematahan dormansi ini selain terhadap benih pepaya, heat shock juga telah
diteliti pada sugar beet, Brassica napus dan tembakau.
Berdasarkan respon benih pepaya terhadap heat-shock dan rehidrasi,
10
dan tidak toleran desikasi, (2) benih dorman (3) benih tidak dorman, tetapi
mudah dormansi apabila dikeringkan kembali (Wood et al. 2000).
2.4 Desikasi dan Kadar Air Benih
Berdasarkan ikatan air dengan senyawa kimia benih, air dalam benih
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:1) bound water, air yang terikat
sangat kuat pada amino dan karboxyl, air ini mengelilingi molekul makro
(karbohidrat dan protein), 2) adsorpsi water, air yang terikat agak lemah
oleh grup hidroxyl dan amida, 3) free water, air yang tertahan dalam benih
berdasarkan daya kapilernya. Air ini berada di dalam ruang antar sel dan
antar jaringan yaitu air yang mudah bergerak dan berpindah atau dilepaskan
(Pammenter et al . 1998).
Pengeringan benih pepaya dengan bahan desikan seperti silica gel
menghasilkan nilai perkecambahan dan vigor benih yang tinggi (92 % dan
57%) dibandingkan dengan pengeringan dengan matahari dan oven
(Pacehey et al. 2003).
Benih bersifat higroskopis, jika benih diletakkan di dalam ruangan
dengan RH tinggi maka benih akan menyerap air. Benih juga bersifat dalam
equilibrium dengan kondisi di sekitarnya dan bersifat spon yaitu dapat menyimpan air yang diserap sampai seimbang dengan kaadaan di sekitarnya
(Kuswanto 2003).
Menurut King dan Robert dalam Erista (2000), kepekaaan benih
terhadap kerusakan akibat pengeringan berhubungan dengan ukuran benih
dan ketebalan kulit benih. Kadar air yang rendah menyebabkan kerusakan
komponen sub-seluler yaitu perubahan permanen struktur enzim, struktur
protein dan penurunan intergritas membran sel. Pengeringan pada benih
berukuran besar menyebabkan gangguan plasmodesmata (saluran antar sel).
Benih dikelompokkan ke dalam tipe intermediet bila tahan terhadap
desikasi mencapai kadar air 10-12.5 % (dengan RH sekitar 40-50 % pada
suhu 20 ºC) tetapi viabilitas menurun bila kadar air diturunkan ke level yang
lebih rendah. Benih menunjukkan sifat ortodoks bila benih tahan atau tidak
11
RH 10-13 % pada suhu 20 ºC (Hong dan Ellis 1996). Benih pepaya
tergolong benih intermediet dapat disimpan selama 3 - 6 tahun pada suhu
5 °C dan RH 40 - 60%, tetapiakan kehilangan viabilitas jika disimpan pada
suhu di bawah 0 °C (Walters dan Towill, 2000).
Hasil penelitian Nurlovi (2004), menyimpulkan bahwa benih pepaya
IPB 1 rentan terhadap desikasi karena terjadi penurunan viabilitas ketika
benih diturunkan kadar airnya menjadi 6-8 % dan kadar air optimum untuk
penyimpanan adalah 11-13 %. Genotipe yang sama juga digunakan pada
penelitian Sari (2005) yang melaporkan pepaya genotipe IPB 1 (Arum
Bogor) mengarah pada sifat ortodoks. Benih IPB 1 tanpa sarkotesta tahan
dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 6-7 % tanpa kehilangan viabilitas
maupun induksi dormansi dan cenderung meningkatkan daya simpannya
Perbedaan genotipe atau varietas pepaya memperlihatkan perbedaan
ketahanan benih terhadap desikasi. Hasil penelitian Wulandari (2007)
menggunakan tiga genotipe pepaya dalam pengujian terhadap suhu rendah
(-20 °C) varietas Calina (IPB 9) pada KA 9.44 % dan Sukma (IPB 6c) pada
KA (6.7 %) menyimpulkan bahwa pada dan bersifat ortodoks. Sedangkan
verietas Arum Bogor (IPB 1) pada KA 8.41% bersifat intermediate.
Pengujian sifat benih juga dilakukan oleh Oktaviani (2012) melaporkan dari
tiga genotipe yang diuji yaitu varietas Sukma, Calina dan Carisya diuji
terhadap ketahanan pada suhu rendah (-20 ºC) menyimpulkan varietas
Sukma termasuk benih intermediate karena daya berkecambah hanya 34 %
dibanding pada suhu kamar daya berkecambahnya 81 %, sedangkan varietas
Calina dan Carisya termasuk benih ortodoks.
Menurut Magill et al. dalam Wood et al. (2000) benih pepaya tahan
terhadap desikasi hingga 5 % tanpa kehilangan viabilitas, namun benih
tersebut belum tentu menunjukan sifat ortodoks dan memerlukan
pengujian-pengujian lebih lanjut. Hong dan Ellis (1996) membuat protokol pengujian-pengujian
untuk menentukan sifat penyimpanan benih. Benih yang tahan desikasi
hingga kadar air 5 % dapat diuji lebih lanjut dengan disimpan dalam suhu
yang ekstrim yaitu -20 ºC dan dievaluasi viabilitasnya untuk menentukan
12
Pengujian terhadap suhu rendah pernah dilakukan Salomao dan
Mundim (2000), benih pepaya selain tahan terhadap desikasi, juga tahan
diberi perlakuan suhu rendah (-20 ºC) selama tiga hari yang menunjukkan
hasil bahwa benih tidak kehilangan viabilitas. Benih tersebut
dikelompokkan ke dalam tipe ortodoks.
Ektraksi Benih
Pengujian kadar air dan viabilitas awal benih
Pengeringan Kadar Air Benih sampai 10 -12 %
Pengujian Viabilitas Benih
Sebagian Besar Benih Mati Sebagian Besar Benih Hidup
Pengeringan sampai kadar air 5 %
Pengujian Viabilitas
Sebagian besar benih hidup
Sebagian besar
benih mati Penyimpanan Kedap Udara pada suhu - 20 0C selama 3 bulan
Benih>mati
Pengujian viabilitas
Sebagian besar benih hidup
Berkemungkinan
bersifat rekalsitran
Berkemungkinan bersifat intermediate
Berkemungkinan bersifat Ortodoks
Pengujian viabilitas pada kondisi penyimpanan udara
kering Pengujian viabilitas pada
kondisi penyimpanan terbuka
Asal Benih Tropis Suhu optimum 10 0 C
Asal Benih Sub-tropis Suhu optimum < 50 C
13
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo
Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman
Buah Tropika Sumani, Sumatera Barat mulai bulan Desember 2011 sampai
September 2012 .
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah alumunium foil, garam tetrazolium
(2,3,5 triphenyltetrazolium chloride), gibereline acid (GA3), silica gel,
pasir, kain kasa, aquadest, aquabidest. Benih pepaya varietas Merah
Delima, Dampit, Sukma, genotipe 1xD, 1x2, dan 6x9.
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: pisau, saringan,
nampan plastik, oven, desikator, inkubator, cawan alumunium, timbangan
analitik, waterbath, bak kecambah, foot sealer listrik, refrigerator freezer, mikroskop, lup, gelas ukur, silet, thermohigrometer, pinset dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian Sumber Benih
Benih diambil dari buah yang masak dipohon dengan kriteria
semburat 75 %. Buah pepaya: varietas Merah Delima, Dampit, genotipe
1xD, 1x2 berasal dari kebun percobaan Balitbu Tropika Solok Sumatera
Barat, varietas Sukma dan genotipe 6x9 berasal dari KP. PKHT Pasir Kuda
Ciomas, Bogor. Bentuk buah keenam jenis pepaya yang diuji terdapat pada
(Lampiran 1). Benih yang diambil adalah 2/3 bagian, benih pada bagian
ujung dibuang dan benih yang tenggelam yang akan digunakan. Benih
dibersihkan dari sarkotesta dengan menggosok benih pada saringan dibawah
air mengalir. Kemudian benih dikering anginkan (3-5 jam) diatas kertas
koran sampai tidak ada air yang menetes dari benih, selanjutnya benih
dikeringkan sesuai dengan kadar air percobaan.
Penelitian terdiri atas tiga tahap yaitu:1) Studi dormansi benih
14
desikasi dan 3) Pengujian ketahanan benih terhadap suhu rendah. Bagan
alir penelitian pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan alir penelitian Percobaan III
Pengujian Ketahanan Benih Terhadap Suhu Rendah (-200C)
Pengamatan : DB, IV, PTM, KCT, VTTz
Output:
• Intermediate atau Ortodoks
• Informasi pengembangan metode uji sifat benih pepaya
Percobaan II Pengujian ketahanan benih
terhadap desikasi
• Petak Utama : Varietas/ genotipe pepaya :
¾ MerahDelima, Sukma, Dampit,
Studi dormansi dan perlakuan benih
•Petak Utama:
¾ 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu
•Anak Petak:
¾ Benih tanpa perendaman ¾ Direndam air suhu (26-27 oC)
Pengamatan DB, IV, PTM, KCT dan VTTz
Varietas/ Genotipe yang masih hidup(viabel) dengan kadar air benih 4-6 %
Lama dormansi masing-masing genotipe dan teknik pematahan dormansi yang terbaik
15
3.4 Percobaan Studi Dormansi Benih Pepaya dan Perlakuan Benih
Percobaan disusun terpisah berdasarkan varietas/genotipe pepaya
yang diuji, dengan dua faktor yaitu waktu simpan dan perlakuan benih.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot
Design), yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama waktu simpan yaitu 0, 2, 4, 6 dan 8
minggu sebagai petak utama dan perlakuan benih sebagai anak petak,
terdiri dari empat taraf yaitu (1) benih kering (kontrol), (2) perendaman
dengan air biasa suhu 26-27 °C selama 4 jam, (3) Heat shock yaitu
perendaman benih dengan air panas suhu (36 ±1 ºC) selama 4 jam
kemudian direndam kembali direndam dalam air suhu 26 °C selama 30
menit (Wood et al. 2000), (4) perendaman benih dengan GA3 1000 ppm
selama 1 jam. Setiap kombinasi perlakuan diulang empat kali,
masing-masing ulangan terdiri dari 25 butir benih .
Model linear yang digunakan adalah :
Keterangan :
Yijk : nilai pengamatan dari faktor lama penyimpanan benih ke-i,
perlakuan benih ke –j dan kelompok ke-k
(WD)ij : komponen interaksi dari faktor lama penyimpanan dan faktor
perlakuan benih
ijk : pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2)
i : perlakuan lama penyimpanan benih
j : perlakuan benih
k : ulangan 1, 2, 3, 4
Benih diekstraksi dan dikeringkan sampai kadar air 12-13 %
16
pada suhu kamar (26-28 °C) dan RH (55-78%). Perlakuan kontrol 0
minggu benih langsung diuji daya berkecambahnya, selanjutnya pengujian
daya berkecambah dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah simpan.
Perlakuan heat shock dilakukan dengan merendam benih dalam waterbath
dengan suhu 36 °C selama 4 jam kemudian benih direndam pada air biasa
suhu 26-27 0C selama 30 menit. Pengujian daya berkecambah dilakukan
pada media pasir steril dengan menggunakan bak pengecambah.
3.5 Percobaan Pengujian Ketahanan Benih terhadap Desikasi Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
rancangan perlakuan Rancangan Petak Terbagi (split plot design) dua
faktor. Petak utama adalah benih pepaya yaitu: varietas Merah Delima,
Dampit, Sukma serta genotipe 1XD, 1x2 dan 6x9. Anak petak adalah kadar
air benih yang terdiri dari 3 taraf yaitu kadar air 4-6 %, 8-10 % dan kadar air
12-14 %, sehingga didapatkan 18 kombinasi setiap kombinasi perlakuan.
Pelaksanaan pengujian daya berkecambah dilakukan per ulangan yaitu
empat kali ulangan sehingga didapat 72 satuan percobaan. Setiap ulangan
menggunakan 25 butir benih sehingga dibutuhkan 1200 benih setiap
genotipe atau varietas.
Model rancangan yang digunakan adalah :
Keterangan :
Yijk : nilai pengamatan dari genotipe ke-i, kadar air benih ke-j dan
ulangan ke-k μ : nilai rataan umum
Gi : pengaruh genotipe ke-i
ik : komponen acak dari petak utama yang menyebar normal
Kj : pengaruh kadar air benih ke-j
(GK)ij : interaksi antara genotipe ke-j dan kadar air benih ke-i
ijk : komponen acak dari anak petak yang menyebar normal
i : perlakuan varietas/genotipe
17
Kadar air benih 4-6 %, 8-10 % dan 12-14 % didapatkan dengan
cara benih dikeringkan dalam desikator yang berisi 0,5 kg silica gel /1000
benih suhu 28-30 ºC. Benih dibagi tiga bagian pertama untuk mendapatkan
kadar air 4-6 % benih dikeringkan selama 4-5 hari (RH 25-30%), untuk
mendapatkan kadar air 8-10 % benih dikeringkan selama 2-3 hari (RH
35-40 %) dan kadar air 11-13 % benih dikeringkan selama 1-2 hari (RH 45-
50 %). Perhitungan kadar air berdasarkan ISTA (2010) dengan metode oven
pada suhu 103 ± 2 °C selama 17 jam ± 1 jam .
Benih dikecambahkan sesuai perlakuan kadar air dengan
menggunakan media pasir yang telah disterilkan pada bak perkecambahan
diletakkan di rumah plastik (suhu 30-40 ºC) dan kelembaban relatif (50-80
%) bila cuaca cerah data. Suhu dan RH rumah plastik (Lampiran 2).
Sebelum pengecambahan, benih di letakkan pada ruang dengan kelembaban
tinggi secara bertahap untuk memberi kesempatan kadar air yang
berkesetimbangan dengan RH, untuk menghindari kerusakan akibat
desikasi. Pengamatan terdiri atas daya berkecambah (DB), uji cepat
viabilitas dengan tetrazolium (VTTZ), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh
(KCT) dan potensi tumbuh maksimum (PTM). Data dianalisis ragam
dengan uji F jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan dilanjutkan dengan
uji lanjut DMRT pada taraf 5 %.
3.6 Percobaan Pengujian Ketahanan Benih terhadap Suhu Rendah
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap menggunakan
benih varietas/genotipe yang sama dengan percobaan II, benih keringkan
sampai kadar air 4-6 % dengan silica gel. Benih selanjutnya dikemas
dengan alumunium foil sesuai varietas/genotipe dengan empat ulangan.
Benih disimpan dalam freezer dengan suhu (-20 ±1 °C) dengan RH
(60-80 %) selama 2 x 24 jam, setelah itu dilakukan pengujian terhadap
viabilitas benih. Sebelum pengujian daya berkecambah benih dikeluarkan
dari frezeer ditempatkan dalam refrigerator selama 1 jam kemudian ruang
AC suhu (18-20 ºC) kemudian ditempatkan pada suhu kamar selama satu
18
Model rancangan yang digunakan adalah :
Dimana : i = 1,2…..perlakuan j= 1,2, 3, 4 = ulangan
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
i = pengaruh perlakuan ke –i
ij= pengaruh acak perlakuan ke-i ulangan k-j
Benih dikecambahkan dengan media pasir steril menggunakan bak
kecambah dari plastik mika berukuran 20 x 20 cm yang dietmpatkan di
rumah kaca. Pengamatan terdiri atas kadar air (KA) setelah penyimpanan,
daya berkecambah (DB), uji cepat viabilitas dengan tetrazolium (VTTZ),
indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT) dan potensi tumbuh maksimum
(PTM).
3.7 Pengamatan 1. Kadar Air Benih (%)
Penghitungan kadar air dilakukan dengan 3 ulangan sebanyak 50 butir
benih setiap unit. Penghitungan menggunakan rumus (ISTA 2007)
sebagai berikut :
KA MM MM x %
Keterangan :
KA : Persentase kadar air
M1 : Bobot cawan + tutup
M2 : Bobot cawan + tutup + benih sebelum dioven
M3 : Bobot cawan + tutup + benih setelah dioven
2. Uji daya berkecambah (%)
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan viabilitas benih secara fisiologis,
benih di kecambahkan pada media pasir yang telah disterilisasi. Benih
dikecambahkan dengan menanam 25 benih setiap ulangan pada bak
perkecambahan. Bak perkecambahan ditempatkan dirumah kaca dengan
sinar matahari penuh dan kelembaban media terjaga. Kriteria kecambah
normal adalah apabila hipokotil tumbuh lurus dan sehat kotiledon telah
ij i ij
19
terbuka sempurna, disertai tunas yang sehat. Hitungan pertama pengamatan
kecambah dilakukan pada 14 hari setelah tanam dan hitungan kedua
dilakukan pada 21 hari setelah tanam (HST) (Nurlovi 2004; Sumartuti
2004), suhu perkecambahan dirumah plastik (Lampiran 2).
Rumus untuk menghitung persentase daya berkecambah (DB) benih adalah:
DB Jumlah benih yang ditanam x ∑ KN I ∑ KN II %
Keterangan:
DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (hari ke-14)
KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua (hari ke-21)
3. Kecepatan Tumbuh
Pengujian dilakukan dengan mengamati jumlah kecambah normal yang
muncul setiap hari mulai hari pertama hingga pengamatan kecambah
hitungan kedua (21 HST). Kecepatan tumbuh (KCT) dihitung dengan sebagai
berikut :
KCT d
Keterangan:
KCT : Kecepatan tumbuh benih (%/etmal)
d : Tambahan persentase kecambah normal setiap etmal ( 1 etmal = 24
jam)
4. Indeks Vigor (IV)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal yang
muncul pada pengamatan hitungan pertama (hari ke 14).
IV Jumlah benih yang dikecambahkan∑ KN I %
Keterangan:
IV = indeks vigor (%)
20
5. Potensi Tumbuh Maksimal (PTM)
Potensi tumbuh maksimum benih diperoleh dengan menghitung jumlah
benih yang berkecambah dengan kriteria perkecambahan yang ditinjau dari
aspek fisiologi. Berdasarkan tinjauan ini benih dinyatakan berkecambah
walaupun embrio baru memunculkan radikula (calon akar). Potensi
Tumbuh Maksimum dihitung pada penghitungan kedua atau pada akhir
periode pengamatan yang dilakukan pada 21 HST.
Rumus penghitungan PTM dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
PTM Jumlah benih yang berkecambahJumlah benih yang ditanam x %
6. Uji Cepat Viabilitas dengan Tetrazolium Vttz ( %) untuk percobaan
II dan III.
Uji ini terhadap 25 butir benih pada setiap ulangan, dilakukan empat
ulangan pengamatan berdasarkan metoda Shie dan Kuo (1999) (Gambar 3)
yang dimodifikasi. Benih direndam selama 24 jam, seed coat (bagian yang
hitam dari benih) dibuang, direndam larutan 2,3,5 triphenyltetrazolium
chloride 0.5 % suhu 37.5 °C selama 3 jam dalam incubator. Selanjutnya keluarkan embrio dari kotiledon dengan memotong bagian basal benih ±
0,5 mm sehingga embrio bias dilepas dari kotiledon selanjutnya embrio
diamati. Uji tetrazolium dimaksudkan untuk mengetahui keadaan benih
yang sesungguhnya ketika benih tidak berkecambah sehingga dapat
membedakan benih yang dorman atau benih yang sudah mati. Pengamatan
pola pewarnaan untuk mengskoring benih viabel atau non viabel sesuai
21
Gambar 3 Penentuan viabilitas benih papaya berdasarkan pola pewarna dengan Tetrazolium (Shied dan Kuo 1999)
Keterangan Gambar 3: Benih yang viable :
1. Embrio seluruhnya berwarna merah
2. Bagian tengah merah terang, radikula terwarnai, merah bagian
lainnya.
3. Setengah distal dari kotiledon berwarna merah terang, merah bagian
lainnya. Radikula1/3 ujung kurang terwarnai
Benih non viable :
4. Lebih dari 1/3 ujung radikula tak terwarnai
5. Kotiledon berwarna merah terang
6. Radikula tak terwarnai
7. Embrio utuh berwarna merah terang atau warna buram
8. Lebih dari1/3 radikula tidak terwarnai, lainnya terwarnai merah
terang
9. Kotiledon tak terwarnai
10.Bagian basal kotiledon dan radikula terwarnai merah terang
11.Embrio terwarnai merah terang
22
23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Studi Dormansi dan Perlakuan Benih
4.1.1 Pepaya Varietas Sukma
Rekapitulasi hasil analis ragam varietas Sukma terlihat pada Tabel 1.
Pengaruh waktu simpan nyata terhadap daya berkecambah, indeks vigor,
potensi tumbuh maksimum dan kecepatan tumbuh benih. Perlakuan
terhadap benih tidak nyata terhadap semua tolok ukur sedangkan interaksi
sangat nyata terlihat pada tolok ukur indeks vigor.
Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS), perlakuan benih (P) dan interaksinya terhadap DB, IV, PTM dan KCT varietas Sukma Daya Bekecambah
Indeks Vigor
Potensi Tumbuh Maksimum Kecepatan Tumbuh
Pengaruh interaksi waktu simpan dan perlakuan benih sangat nyata
terhadap indeks vigor benih varietas Sukma (Tabel 2). Nilai indeks vigor
benih sebelum simpan (M0) dan tanpa perlakuan benih yaitu (29.33%) lebih
rendah dibanding nilai IV benih yang diberi perlakuan. Perlakuaan benih
dengan air meningkatkan indeks vigor benih menjadi 74.67 %. Air berperan
pada awal perkecambahan pada proses imbibisi dan mengaktifkan enzim
yang terlibat dalam perkecambahan. Menurut Bewley dan Black (1985)
proses awal perkecambahan adalah proses imbibisi yaitu penyerapan air
dibutuhkan untuk hidrasi protein dan organel sel, serta media untuk
transportasi, metabolisme dan sebagai substrat untuk reaksi hidrolitik.
Benih setelah simpan minggu kedua (M2) memiliki IV lebih tinggi
dibanding kontrol. Perlakuan dengan GA3 pada M2 juga dapat
meningkatkan IV yaitu 77.33 % dibandingkan dengan IV benih pada
24
perlakuan yang sama sebelum simpan (M0). Gibereline efektif berperan
dalam mengaktifkan enzim dan pengangkutan cadangan makanan pada awal
perkecambahan, sehingga dapat meningkatkan vigor benih pada
pengamatan hitungan pertama. Sadjad et al. (1999) menyatakan vigor benih
menunjukkan kecepatan yang tinggi dalam proses pertumbuhannya apabila
kondisi di sekelilingnya suboptimum untuk tumbuh dan proses
metabolismenya tidak terhambat.
Tabel 2 Pengaruh interaksi antara waktu simpan dan perlakuan benih terhadap tolok ukur IV (%) varietas Sukma
Waktu
Keterangan: angka diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α 0.01
Indek vigor benih setelah disimpan minggu keempat (M4) 45.33 %
lebih rendah dibandingkan dengan IV benih yang diberi perlakuan. Tabel 2
menunjukkan IV benih dengan perlakuan heat shock (78.67 %) lebih tinggi
daripada kontrol. Indeks vigor benih pada akhir masa simpan (M8) baik
kontrol maupun benih yang diberi perlakuan relatif sama, sehingga
perlakuan benih tidak perlu diberikan.
Tabel 3 menunjukkan DB dan PTM benih varietas Sukma sebelum
simpan (M0) sudah tingggi yaitu 95 % dan 98.67 %, hal ini memperlihatkan
benih tidak memiliki dormansi. Viabilitas dan vigor benih varietas Sukma
sebelum dan awal penyimpanan tinggi, sejalan dengan lama waktu
penyimpanan mengalami penurunan. Benih yang sudah disimpan 8 minggu
mengalami penurunan viabilitas yang cukup besar yaitu DB 41.92 %.
Penurunan viabilitas dengan cepat pada minggu ke delapan diduga
disebabkan kenaikan kadar air benih dari awal simpan 12.45 % menjadi
13.05 % (Lampiran 3). Tingkat vigor awal tidak dapat dipertahankan karena
25
akan mengalami proses kemunduran secara kronologis. Sifat kemunduran
ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki secara
sempurna. Menurut Ilyas (2010) semakin tinggi kadar air benih dan suhu
ruang simpan mempercepat repirasi terjadi akibatnya mempecepat
kemunduran benih sehingga benih kehilangan viabilitasnya.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan terhadap benih tidak nyata
mempengaruhi DB, KCT dan PTM benih (Tabel3). Hal ini disebabkan
benih tidak memiliki sifat dormansi sehingga perlakuan untuk pematahan
dormansi tidak perlu diberikan.
Tabel 3 Pengaruh tunggal waktu simpan dan perlakuan benih terhadap tolok ukur DB, PTM dan KCT varietas Sukma
Perlakuan
Tolok Ukur
DB (%) PTM (%) KCT
(%/etmal) Waktu simpan (minggu)
M0 95.00 a 98.67 a 6.25 b
Keterangan : angka pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05
DB : daya berkecambah, PTM : potensi tumbuh maksimum, KCT : kecepatan
tumbuh
Pemberian GA3 eksogenus dapat meningkatkan nilai PTM benih
(94.13%) lebih tinggi dibanding kontrol, namun berbeda tidak nyata dengan
perlakuan air dan heat shock. Potensi tumbuh maksimum merupakan tolok
ukur viabilitas total pada benih, dimana benih mempunyai kemampuan
untuk berkecambah (hidup) dan adanya proses metabolisme yang terjadi.
Menurut Subedi dan Bhattarai (2003) GA3 mempercepat hidrolisis pati
26
4.1.2 Pepaya Varietas Dampit
Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan dan perlakuan
benih seperti terlihat pada Tabel 4. Interaksi antara waktu simpan dan
perlakuan benih berbeda tidak nyata terhadap DB, IV, KCT dan PTM.
Pengaruh tunggal perlakuan waktu simpan berpengaruh sangat nyata
terhadap IV dan KCT, sedangkan pengaruh perlakuan benih tidak nyata
terhadap semua tolok ukur.
Tabel 4 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS), perlakuan benih (P) dan interaksinya terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Dampit
Daya Bekecambah Indeks Vigor
Potensi Tumbuh Maksimum Kecepatan Tumbuh
tn
Pengaruh waktu simpan tidak nyata terhadap DB dan PTM varietas
Dampit terlihat pada Tabel 5. Daya berkecambah (DB) benih varietas
Dampit yang belum disimpan (M0) sudah tinggi yaitu 93.75 % dan nilai
PTM 94.50 %, hal ini memperlihatkan benih tidak mengalami masa
dormansi. Daya berkecambah benih dari awal periode (M0) sampai akhir
penyimpanan (M8) tetap tinggi > 90 %, nilai DB dan PTM yang masih
tinggi menunjukan benih memiliki kemampuan mempertahankan viabilitas
tetap tinggi. Tolok ukur DB dan PTM benih menurut (Sadjad et al. 1999)
bahwa viabilitas potensial diukur dengan tolok ukur daya berkecambah
benih. Viabilitas potensial yaitu kemampuan benih menumbuhkan tanaman
normal dan berproduksi secara normal pada kondisi lingkungan yang
optimum. Viabilitas total yaitu kemampuan benih untuk menunjukkan
gajala hidup baik langsung oleh pertumbuhan maupun gejala
metabolismenya.
Nilai IV dan KCT benih varietas Dampit sebelum simpan (M0) dan
27
minggu ke empat (M4). Nilai IV merupakan cerminan kekuatan tumbuh
benih pada hitungan pertama. Data pada Tabel 5 menunjukkan benih
varietas Dampit sebelum simpan memiliki kecepatan tumbuh lebih lambat
yaitu 67.75 % dibandingkan kecepatan tumbuh benih setelah disimpan
sampai M4. Kecepatan tumbuh benih meningkat sejalan dengan lama umur
simpan benih terlihat pada nilai KCT benih akhir waktu simpan M8 8.41
%/etmal. Peningkatan vigor simpan benih ini diduga terkait dengan adanya
antioksidan dalam benih papaya yang berperan dalam meningkatkan umur
simpan benih. Menurut hasil penelitian Andarwulan et al. (1999) dan Sari
et al. (2005) melaporkan bahwa antioksidan yang dapat menunda deteriorasi dan meningkatkan daya simpan benih adalah fenol.
Tabel 5 Pengaruh tunggal waktu simpan, perlakuan benih terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Dampit
Keterangan : angka pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05
DB : daya berkecambah, IV : indeks vigor, PTM : potensi tumbuh maksimum, KCT : kecepatan tumbuh
Tabel 5 memperlihatkan perlakuan terhadap benih dengan tujuan
pematahan dormansi tidak diperlukan pada benih varietas Dampit.
Perlakuan benih tidak nyata meningkatkan viabilitas dan vigor benih
dibanding kontrol.
Benih varietas Dampit sudah memiliki vigor yang tinggi, dimana
28
dalam proses pertumbuhannya apabila kondisi di sekelilingnya optimum
untuk tumbuh dan proses metabolismenya tidak terhambat. Ditambahkan
Ilyas (2010) bahwa vigor benih merupakan salah satu aspek dari mutu
fisiologis benih. Definisi vigor benih adalah sifat-sifat benih yang
menentukan potensi pemunculan kecambah yang cepat, seragam dan
perkembangan kecambah normal pada kondisi lapangan yang bervariasi.
4.1.3 Pepaya Varietas Merah Delima
Rekapitulasi analisis ragam pengaruh interaksi waktu simpan (WS)
dengan perlakuan benih (P) terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT
varietas Merah Delima terlihat pada Tabel 6. Pengaruh perlakuan waktu
simpan sangat nyata terhadap tolok ukur DB, IV dan KCT tetapi tidak nyata
terhadap PTM. Pengaruh tunggal perlakuan benih berpengaruh sangat nyata
terhadap IV dan nyata terhadap DB sedangkan PTM dan KCT berpengaruh
tidak nyata.
Tabel 6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS), perlakuan benih (P) dan interaksinya terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Merah Delima
Tolok Ukur
Perlakuan KK WS P Interaksi
WS*P
(%)
Daya Bekecambah Indeks Vigor
Potensi Tumbuh Maksimum Kecepatan Tumbuh
Berdasarkan Tabel 7, nilai DB dan PTM varietas Merah Delima
sebelum simpan (M0) dan minggu simpan (M2) sudah tinggi 97.25 %. Nilai
DB yang tinggi membuktikan varietas Merah Delima tidak memiliki masa
dormansi. Benih varietas Merah Delima selama penyimpanan masih
memiliki viabilitas yang tinggi sampai akhir masa simpan. Viabilitas yang
tinggi mencerminkan kemampuan benih untuk menjadi tanaman yang
normal juga tinggi, sehingga benih varietas Merah Delima dapat dikatakan
29
Vigor benih terlihat pada tolok ukur IV dan KCT sebelum simpan
cukup tinggi, hal ini terkait dengan benih varietas Merah Delima tidak
memiliki dormansi, sehingga pada hitungan pertama benih sudah banyak
yang tumbuh. Nilai kecepatan tumbuh (KCT) benih varietas Merah Delima
setelah simpan selama 8 minggu (M8) masih tinggi (9.22 %/etmal), nilai
vigor merupakan indikator benih mempunyai mutu fisiologis yang tinggi.
Nilai IV dan KCT benih mencerminkan kemampuan benih untuk
menjadi pertanaman yang normal, kinerja pertumbuhan yang serempak,
homogen serta pertumbuhannya cepat pada kondisi sub-optimum. Sadjad
(1994) menyatakan benih yang memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dapat
menghasilkan tanaman yang tegar di lapang meski lingkungan tumbuh yang
sub-optimum.
Tabel 7 Pengaruh tunggal waktu simpan, perlakuan benih terhadap tolok ukur DB, IV, PTM dan KCT pada varietas Merah Delima
Perlakuan
Keterangan : angka pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05
DB : daya berkecambah, IV : indeks vigor, PTM : potensi tumbuh maksimum, KCT : kecepatan tumbuh
Faktor yang mempengaruhi vigor benih menurut Ilyas (2010) selain
faktor tumbuh dilapangan vigor benih juga dipengaruhi oleh proses dan cara
benih dikeringkan, dibersihkan, disortir dan dikemas. Kondisi simpan yang
30
umur simpan benih (meningkatkan daya simpan). Mutu fisiologis
berhubungan dengan viabilitas dan vigor benih dimana mutu benih yang
tinggi antara lain dicirikan daya berkecambah dan vigor yang tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan benih varietas Merah Delima tidak
memiliki dormansi sehingga perlakuan benih untuk pematahan dormansi
yang diberikan tidak efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Hasil
ini penelitian berbeda dengan hasil penelitian Ellis et al. (1991) yang
melaporkan benih pepaya daya kecambahnya yang rendah, tidak serentak
dan tidak menentu. Doijode (2001) menyatakan benih pepaya yang baru
dipanen memperlihatkan dormansi dimana patah dormansinya setelah 35
hari disimpan pada suhu kamar.
4.1.4 Pepaya Genotipe 6x9
Rekapitulasi analisis ragam terhadap genotipe 6x9 terlihat pada Tabel
8.Pengaruh interaksi waktu simpan dan perlakuan benih pada genotipe 6x9
terlihat Tabel 9 terhadap tolok ukur Indeks Vigor (IV), sedangkan terhadap
tolok ukur DB, PTM dan KCT pengaruh interaksi tidak nyata.
Tabel 8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh waktu simpan (WS) perlakuan benih (P) dan interaksinya terhadap DB, IV, PTM dan KCT genotipe 6x9
Daya Bekecambah Indeks Vigor
Potensi Tumbuh Maksimum Kecepatan Tumbuh
**
Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan indeks vigor benih
genotipe 6x9 sebelum simpan (M0) tidak dipengaruhi oleh perlakuan benih
kecuali pemberian GA3. Perlakuan benih dengan GA3 meningkatkan IV
menjadi 76.00 % lebih tinggi dibanding kontrol. Hal ini diduga benih
31
sehingga dengan penambahan GA3 eksogen dapat menstimulus benih
memiliki kekuatan untuk berkecambah lebih awal.
Hasil yang sama pada penelitian Sehrawat et al. (2010) bahwa
dengan pemberian GA3 1000 ppm indeks vigor benih papaya yang baru
dipanen lebih tinggi dibanding perlakuan priming lain. Fungsi giberellin
menurut Copeland dan Mc. Donald (2001); Subedi dan Bhattarai (2003)
yaitu giberellin mempunyai peranan besar dalam perkecambahan dan
perkembangan benih dengan cara memicu sintesis enzim-enzim hidrolisis
seperti α amilase, ribonuklease, endo-β-glukanase dan fosfatase.
Tabel 9 Pengaruh interaksi waktu simpan dan perlakuan benih terhadap tolok indeks vigor (IV) genotipe 6x9
Waktu simpan (minggu)
Perlakuan Benih
Kontrol Perendaman
air Heat shock GA3
Keterangan :angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf
α 0.05
Indeks vigor benih genotipe 6x9 setelah waktu simpan M2 sampai
akhir waktu simpan (M8) tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan benih.
Vigor benih merupakan tolok ukur benih mempunyai kekuatan untuk
tumbuh normal pada kondisi suboptimum tanpa perlakuan pada benih
maupun dengan perlakuan benih.
Pengaruh tunggal waktu simpan nyata pada tolok ukur DB, PTM dan
KCT terlihat pada Tabel 10. Daya berkecambah genotipe 6x9 tinggi baik
sebelum simpan maupun setelah simpan. Nilai DB yang tinggi sebelum
simpan dan pada awal penyimpanan mencerminkan benih tidak memiliki
dormansi. Viabilitas dan vigor benih genotipe 6x9 mulai menurun setelah
waktu simpan minggu keempat (M4). Penurunan viabilitas benih diduga
karena secara alami benih akan mengalami kemunduran, seperti dinyatakan