• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI DI DESA

KOTABATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR

NURUL FITRIYANTI

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(3)

NURUL FITRIYANTI. Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan DWI SADONO.

Penelitian ini berfokus pada partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan metode survey dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam. Responden dalam penelitian ini berjumlah 45 orang dan dipilih dengan metode sampel acak. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalis hubungan faktor internal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri, 2) Menganalisis hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri, dan 3) Menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam program PNPM-Mandiri. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil faktor internal yang berpengaruh adalah usia dan faktor eksternal yang sangat berpengaruh adalah intensitas komunikasi. Pada program ini masyarakat kurang berpartisipasi tetapi masyarakat tetap merasakan tingkat pencapaian yang tinggi.

Kata kunci: Partisipasi, faktor internal, faktor eksternal, dan pencapaian.

ABSTRACT

NURUL FITRIYANTI. Community Participation In Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Rural, Ciomas subdistrict, Bogor regency. Supervised by DWI SADONO.

This research focuses on community participation in the Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Rural, District Ciomas, Bogor Regency. This study uses quantitative with survey methods and qualitative methods with in-depth interviews. Respondents in this study amounted to 45 people and are selected by random sampling method. The purposes of this study are 1) to analyze the correlation of internal factors in the community with the level of participation in PNPM-Mandiri, 2) to analyze the correlation of external factors that exist in the community with the level of participation in PNPM-Mandiri, and 3) to analyze the correlation between community participation the level of achievement gained in the community-PNPM Mandiri program. Based on the research results to internal factors that influence is age and external factors that influence is intensity of communication. In this program, people participate less, but people still feel a high level of achievement.

(4)

DESA KOTABATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN

BOGOR

NURUL FITRIYANTI

Skripsi

sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(5)

Nama : Nurul Fitriyanti

NIM : I34100137

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Sadono MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah MSc Ketua Departemen

(6)

karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini dibuat sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan tentang program pinjaman bergulir yang merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat dari PNPM-Mandiri, menganalisis hubungan faktor internal dan hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri, menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM-Mandiri dan menganalisis tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam program PNPM-Mandiri.

Skripsi ini terbagi menjadi sembilan bab, terdiri dari Bab I yang berisi latar belakang penelitian mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Bab II yang memaparkan pendekatan teoritis yang menjadi landasan dalam melakukan penelitian. Bab III menguraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi. Penulis menguraikan situasi serta kondisi lokasi penelitian dalam Bab IV. Deskripsi mengenai Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu dituliskan pada Bab V. Pembahasan skripsi ini dimulai pada Bab VI yang berisi hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat. Bab VII membahas mengenai hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat dan Bab VIII membahas mengenai hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaiannya dalam Program Pinjaman Bergulir. Bab IX adalah bab yang terdiri dari simpulan dan saran.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Dwi Sadono MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan, informasi, waktu serta curahan pikiran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih dan hormat kepada orang tua tercinta Djayadi dan Yanti, adik tersayang Annisa dan keluarga besar yang selalu sabar memberikan doa, semangat, dukungan, materi dan semua pengorbanannya dengan penuh ikhlas kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Gumanti Muhamad Subagja, Dwi Rahayu, Putri Rodiah Sumantapura, Sarah Isaura Viandini, Rima Febrina, Ratu Anna Rufaida, Pia Adelia, Shita Renita I, Umi Athiah, Chyntya Wijaya dan Fifi Fergi yang telah memberikan banyak pengalaman belajar, memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis selama kuliah, kepada teman-teman SKPM 47 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan responden dan informan yang telah membantu dalam penelitian ini. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(7)

Halaman

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penulisan 4

Kegunaan Penelitian 5

PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka

Partisipasi 7

Pengertian Partisipasi 7

Tahapan-tahapan Partisipasi 8

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Partisipasi 10

Faktor Internal 11

Faktor Eksternal 12

Pemberdayaan 13

Pengertian Pemberdayaan 13

Prinsip Pemberdayaan 16

PNPM Mandiri 18

Sejarah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) 18

Pinjaman Bergulir 20

Kerangka Pemikiran 21

Hipotesis 23

Definisi Operasional 23

Faktor Internal 23

Faktor Eksternal 24

Tingkat Partisipasi 26

(8)

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Teknik Penentuan Informan Responden 29

Teknik Pengumpulan Data 30

Teknik Analisis Data 30

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis 33

Kondisi Ekonomi 33

Kondisi Sosial 35

Gambaran Desa Kotabatu 35

Ikhtisar 36

PROGRAM PINJAMAN BERGULIR DALAM PNPM-MANDIRI

Pelatihan Program Pinjaman Bergulir 35

Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 35

Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 37

Pelatihan RT dan RW Sebagai Penggerak Program Pembangunan 38

Ikhtisar 38

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT

Faktor Internal 41

Usia 41

Tingkat Pendidikan 41

Jenis Pekerjaan 42

Tingkat Pendapatan 42

Tingkat Partisipasi 42

Tingkat Partisipasi Pada Tahap Pengambilan Keputusan 43

Tingkat Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan 44

Tingkat Partisipasi Pada Tahap Menikmati Hasil 45

Tingkat Partisipasi Pada Tahap Evaluasi 46

Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 47

Hubungan Usia dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 47

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat

48

Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 49 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi

Masyarakat

(9)

HUBUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT

Faktor Eksternal 53

Keaktifan Pemimpin 53

Intensitas Komunikasi 53

Intensitas Sosialisasi Kegiatan 54

Keaktifan Fasilitator 54

Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 54 Hubungan Keaktifan Pemimpin Formal/Informal dengan Tingkat

Partisipasi Masyarakat

55

Hubungan Intensitas Komunikasi dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat

56

Hubungan Intensitas Sosialisasi Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat

56

Hubungan Keaktifan Fasilitator dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat

57

Ikhtisar 58

HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN TINGKAT PENCAPAIANNYA

Tingkat Pencapaian 61

Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Tingkat Pencapaiannya

61

Ikhtisar 63

PENUTUP

Simpulan 65

Saran 65

(10)

1. Pelaksanaan penelitian tahun 2014 28 2. Sebaran luas wilayah menurut penggunaan di Desa Kotabatu

tahun 2010

33

3. Sebaran jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Kotabatu tahun 2010

34

4. Sebaran angkatan kerja di Desa Kotabatu tahun 2010 34

5. Sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Kotabatu tahun 2010 Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

41

8. Sebaran jumlah responden menurut tingkat partisipasi dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

43

9. Tingkat partisipasi responden pada setiap tahapan di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor

43

10. Hubungan usia dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

47

11. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

48

12. Hubungan jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

49

13. Hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

50

14. Sebaran jumlah responden menurut faktor eksternal dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

53

15. Hubungan keaktifan pemimpin dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

55

16. Hubungan intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

56

17. Hubungan intensitas sosialiasi kegiatan dengan tingkat Partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

57

18. Hubungan keaktifan fasilitator dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa

(11)

20. Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu

62

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabel pelaksanaan penelitian 2014 69

2. Sketsa wilayah Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor

70

3. Kerangka sampling 71

4. Hasil uji Rank Spearman dengan SPSS 72

5. Hasil uji Chi-Square dengan SPSS 75

6. Dokumentasi penelitian 76

7. Daftar responden 77

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan di wilayah pedesaan tentunya tidak akan terlepas dari pelibatan masyarakat dan stakeholders yang terlibat. Pentingnya pelibatan masyarakat dalam sebuah proses pembangunan di pedesaan dapat menjadi faktor keberhasilan program tersebut. Partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut pada subjek yang sadar (Nasdian 2012).

Menurut Slamet dalam Mardikanto (2010), partisipasi ini akan terwujud dalam kegiatan nyata apabila ada kemampuan, kemauan dan kesempatan. Kemampuan dan kemauan masyarakat dalam berpartisipasi dalam sebuah program tertentu berasal dari dalam diri masyarakat sendiri, artinya meskipun ada kesempatan yang diberikan oleh pemerintah atau negara untuk membangun infrastuktur tetapi jika tidak ada kemampuan dan kemauan dari masyarakat maka pertisipasi tidak akan terwujud. Partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki hidupnya.

Sebelum diluncurkannya PNPM-Mandiri pada tahun 2007, telah banyak program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Dimulai dari program yang paling terkenal di masa Pemerintahan Orde Baru adalah program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dimulai pada tahun 1993/1994 pada awal Repelita VI. Program IDT dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha, pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan. Program-program pemerintah pengentas kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat mulai dicanangkan. Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia menurut UU No 25 tahun 2004 mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri (Departemen Dalam Negeri 2008).

(13)

prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Tujuan PNPM adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri, meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan pemerintah dalam bersinergi dengan masyarakat untuk mengefektifkan program-program pembangunan pedesaan yang sesuai dengan kearifan lokal yang terdapat pada daerah tersebut.

Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air, bahkan terbesar di dunia. Pelaksanaan program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan pinjaman bergulir bagi kelompok swadaya masyarakat, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah pedesaan. Ruang lingkup PNPM-Mandiri, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 2013).

Berdasarkan penjelasan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 2013 tentang PNPM-Mandiri perdesaan, kegiatan pembangunan prasarana dibuat atas dasar pemikiran bahwa prasarana di Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk membuka akses informasi dan pemasaran terutama di daerah terpencil atau tertinggal. Meskipun demikian, kegiatan perbaikan prasarana ini tidak hanya sebatas membangun program fisik, tetapi lebih dimaksudkan untuk menyiapkan tatanan sosial masyarakat yang lebih baik sekaligus memberdayakan masyarakat agar mampu mengakses manfaat program fisik secara optimal bagi perbaikan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Sejak 1998, PNPM-Mandiri telah dilaksanakan dilebih dari 58% desa di seluruh Indonesia. Hingga tahun 2008 program ini menjangkau 42 319 desa termiskin di Indonesia. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 28.07 juta jiwa atau sekitar 11.37% dari total penduduk Indonesia. Meskipun mengalami penurunan sebesar 0.29% dibandingkan tahun lalu, masalah kemiskinan tetap menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam hal pembangunan demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

(14)

sarana dan prasarana dan kegiatan pembangunan atau perbaikan drainase (saluran air).

Pengamatan dalam penelitian ini difokuskan pada Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang secara ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin serta sasaran dari kegiatan tersebut. Program Pinjaman Bergulir adalah salah satu bentuk program pemberdayaan ekonomi dari beberapa program dari PNPM-Mandiri yang ada di Desa Kotabatu. Pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar. Program Pinjaman Bergulir tersebut sudah berjalan sejak tahun 2010 sampai sekarang. Salah satu prinsip dasar PNPM-Mandiri adalah partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azimi (2013) menjelaskan bahwa tingkat partisipasi masyarakat masih berada pada tingkatan yang sedang karena dalam tahap perencanaan pengambilan keputusan masih berada pada pihak yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari masyarakat. Tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi masyarakat masih memiliki keterlibatan yang sangat rendah. Pernyataan tersebut menunjukan pentingnya pelibatan masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga tahap evaluasi, yang ditujukan agar masyarakat mampu menjalankan program pemberdayaan dengan baik dan merasa memperoleh peningkatan taraf hidup dari program yang dilaksanakan. Selain itu, Nasdian (2012) juga menjelaskan bahwa masyarakat yang menghadiri rapat pun kurang terlibat dalam memberikan ide, pendapat, masukan, kritikan dan banyaknya masyarakat yang kurang tertarik dan merasa proses evaluasi cukup dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat saja. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik.

(15)

Rumusan Masalah

Faktor-faktor yang dapat menghambat pemberdayaan dan partisipasi serta menjadi penyebab permasalahan masyarakat lapisan bawah di tingkat komunitas tidak berdaya menghadapi lapisan yang lebih kuat perlu dicermati dan diperhatikan dengan baik. Salah satunya adalah faktor internal. Faktor internal berasal dari dalam diri atau karakteristik individu yang mempengaruhi pemberdayaan dan partisipasi di tingkat komunitas. Faktor internal yang berhubungan yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Oleh karena itu, menjadi lebih menarik dalam penelitian ini untuk dibahas bagaimana hubungan faktor internal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri?

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang menghambat pemberdayaan dan partisipasi serta menjadi penyebab permasalahan masyarakat di tingkat komunitas menjadi tidak berdaya. Faktor eksternal yang berhubungan yaitu keaktifan pemimpin formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator. Oleh karena itu, menjadi lebih menarik dalam penelitian ini untuk dibahas bagaimana hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri?

Hasil sebuah program pemberdayaan dapat dinilai oleh keberhasilan program yang dilaksanakan secara partisipasi. Keberhasilan suatu program pembangunan akan sangat efektif dan efisien jika dapat dinikmati atau dimanfaatkan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat. Tingkat pencapaian yang diperoleh yaitu peningkatan fasilitas sarana sosial dan ekonomi, peningkatan peluang usaha, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi pedesaan, peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup. Oleh karena itu, menjadi lebih menarik dalam penelitian ini untuk dibahas bagaimana hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam program PNPM-Mandiri?

Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Penelitian secara umum adalah untuk mengetahui

“Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor” dan secara khusus bertujuan untuk:

1. Menganalisis hubungan faktor internal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri.

2. Menganalisis hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri.

(16)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi:

1. Penulis, sebagai media aplikasi teori dan penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan, sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya dalam memahami penerapan program pemerintah kepada masyarakat desa.

2. Pemerintah, memberikan informasi bagi pemerintah tentang pelaksanaan PNPM di lapangan dan menjadi evaluasi serta bahan kajian bagi pemerintah dalam pelaksanaan program-program selanjutnya.

(17)
(18)

PENDEKATAN TEORITIS

Partisipasi Pengertian Partisipasi

Secara etimologi arti kata partisipasi berasal dari bahasa latin, pars artinya bagian dan capare berarti mengambil bagian atau dapat juga disebut peran serta atau keikutsertaan. Jadi partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan secara sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri (Supriyadi 2001 dalam Wibowo 2011).

Kamus sosiologi yang dikutip oleh Mardikanto (2010), partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang didalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki hidupnya.

Partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut pada subjek yang sadar (Nasdian 2012).

Slamet dalam Mardikanto (2010), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan tiga unsur pokok yaitu:

1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi

2. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi; dan 3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

Menurut Wibowo (2011), partisipasi rakyat merupakan prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan di Indonesia. Namun hal ini belum menjadi perhatian utama karena di lapangan masih terdapat hambatan yaitu belum dipahaminya konsep partisipasi yang sebenarnya oleh pihak perencana dan pihak pembangunan.

Kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi menurut Ife dan Tesoriero (2008):

1. Mereka akan ikut berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting.

(19)

3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.

4. Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya. 5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan.

Adanya keaktifan warga dalam pemberian ide-ide pada tahap perencanaan dinilai sangat penting, selain itu adanya kesadaran dan rasa kepemilikan yang tinggi dari masyarakat dibutuhkan dalam tahap pelaksanaan, adanya manfaat yang dirasakan masyarakat dan keikutsertaan masyarakat dalam menilai hasil kerja pada tahap evaluasi merupakan hal terpenting yang harus ada dalam tahapan partisipasi (Girsang 2011).

Mendorong dan mendukung partisipasi adalah suatu proses yang membutuhkan keterampilan dan melibatkan pemantauan terus menerus tentang dampaknya terhadap rakyat mengenai partisipasi mereka dalam kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat. Partisipasi harus menghasilkan keluaran positif, baik dari segi membangun kepercayaan pribadi dan dalam segi kontrol terhadap lingkungan seseorang dan kemampuan untuk memengaruhi keputusan yang akan memberi dampak pada kehidupan seseorang. Hal-hal tersebut bukanlah keluaran yang secara otomatis mengalir dari partisipasi.

Pelibatan masyarakat dalam sebuah program sangatlah penting, tetapi dalam mendefinisikan partisipasi masyarakat haruslah berhati-hati. Hal ini dikarenakan adanya berbagai kepentingan yang ada dalam pelaksanaan partisipasi. Ada beberapa unsur yang perlu dipertimbangkan dalam partisipasi masyarakat adalah insiatif dan proses pengambilan keputusan yang berasal dari bawah, yaitu komunitas. Masyarakat memiliki pengalaman tersendiri akibat adanya proses interaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan lingkungannya (Susantyo 2007).

Tahapan-tahapan Partisipasi

Menurut Cohen dan Uphoff seperti yang dikutip Girsang (2011), menjelaskan pengertian partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Cohen dan Uphoff juga membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat.

2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.

(20)

4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.

Yadav dalam Mardikanto (2010), mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan pembangunan, yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, serta partisipasi dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi langsung didalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang-tunai, dan atau berbentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang bersangkutan.

3. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.

4. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan sering terlupakan. Sebab, tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Partisipasi sering kurang mendapat perhatian pemerintah dan administrasi pembangunan pada umumnya, yang seringkali menganggap bahwa dengan selesainya pelaksanaan pembangunan itu otomatis manfaatnya pasti dapat dirasakan oleh masyarakat sasarannya.

Menurut Wilcox dalam Mardikanto (2010) ada lima tahapan partisipasi yaitu:

1. Memberikan informasi (Information)

2. Konsultasi (Consultation): menawarkan pendapat sebagai pendengar yang baik untuk memberikan umpan balik, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut.

(21)

4. Bertindak bersama (Acting together): dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi juga terlibat dalam menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatan.

5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) yaitu dimana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan.

Azimi (2013) juga menjelaskan bahwa dalam tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi masyarakat masih memiliki keterlibatan yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan partisipasi yang berasal dari stakeholders yaitu pihak swasta masih sangat tinggi, sehingga hal ini membuat masyarakat kurang membuat taraf hidup masyarakat menjadi lebih baik dan tidak ada rasa memiliki dalam menjalankan program pemberdayaan. Pernyataan tersebut menunjukan pentingnya pelibatan masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga tahap evaluasi, yang ditujukan agar masyarakat mampu menjalankan program pemberdayaan dengan baik dan merasa memperoleh peningkatan taraf hidup dari program yang dilaksanakan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi

Menurut Nasdian (2012) faktor-faktor yang menghambat pemberdayaan dan partisipasi serta menjadi penyebab mengapa masyarakat lapisan bawah di tingkat komunitas tidak berdaya menghadapi lapisan yang lebih kuat perlu dicermati dan diperhatikan dengan baik. Kendala upaya pemberdayaan dan meningkatkan partisipasi warga komunitas pada dasarnya dapat ditelaah dari dimensi struktural-kultural. Dimensi struktural bersumber terutama pada struktur sosial yang berlaku dalam suatu komunitas. Dimensi kultural adalah sikap pasrah dari anggota komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik. Dimensi struktural-kultural mengandung makna berlakunya hubungan-hubungan sosial dan interaksi sosial yang khas dalam komunitas yang mengakibatkan berlangsungnya suatu

kebiasaan yang dapat “membius” dan membatasi inisiatif dan semangat warga

komunitas untuk berkembang. Berlangsungnya sikap-sikap pasrah, kurang kreatif, inisiatif dan berani dalam masyarakat secara langsung atau tidak langsung dapat mengkekalkan bentuk-bentuk dan sifat hubungan sosial yang khas dalam komunitas.

Tingkat partisipasi masyarakat dapat dikatakan tergolong rendah karena adanya kendala yang berasa dari dimensi kutural masyarakat yang lebih memilih tidak yang pada saat kegiatan rapat, dengan alasan kesibukan pekerjaan dan tidak punya akses menuju tempat rapat. Selain itu, masyarakat yang menghadiri rapat pun kurang terlibat dalam memberikan ide, pendapat, masukan, kritikan, dan banyaknya masyarakat yang kurang tertarik dan merasa proses evaluasi cukup dilakukan oleh Ketua RT dan tokoh-tokoh masyarakat saja. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik.

(22)

informasi-informasi. Struktur birokrasi yang sulit untuk dipahami dan kurang sistematis. Kemudian aspek fragmentasi dari luar yang terlalu ikut campur dalam pelaksanaan. Wibowo (2011) juga mengemukakan bahwa hambatan yang sering dihadapi di lapangan ketika mewujudkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan adalah karena belum dipahaminya makna atau konsep yang sebenarnya dari partisipasi oleh pihak perencana dan pihak pembangunan.

Faktor Internal

Pangestu dalam Girsang (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga dan jumlah serta pengalaman berkelompok.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden dalam Yulianti (2012) mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya tiga komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet dalam Yulianti 2012). Slamet dalam Yulianti (2012) juga mengemukakan secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi.

Menurut Plumer dalam Yulianti (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

1. Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada.

2. Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi. 3. Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi

(23)

4. Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan.

5. Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.

Faktor Eksternal

Menurut Sunarti dalam Yulianti (2012), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholders), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2012) yang menjelaskan peran pemerintah, pengurus kelurahan (RT/RW), tokoh masyarakat dan peran fasilitator yang merupakan faktor eksternal mempengaruhi seluruh bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat.

Selain itu, Tjokroamidjojo dalam Girsang (2011) mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah

1. Faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya pimpinan dan kualitas; dan

2. Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.

Faktor kepemimpinan juga disinggung dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Susantyo (2007) yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan lokal juga merupakan faktor strategis dari partisipasi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu kelembagaan ekonomi dan saluran pendapatan publik terhadap kebijaksanaan pembangunan. Kita tidak hanya cukup meyakinkan diri bahwa pemimpin lokal lebih mempunyai pengaruh secara informal dari pada pemimpin formal terhadap anggota masyarakat. Oleh karena itu, dengan menggunakan pengaruh ini masyarakat dapat dilibatkan dalam program ekonomi dan memberi dukungan terhadap suatu kebijakan. Hal yang paling mendasar adalah ketaatan masyarakat terhadap adat yang menyatukan mereka, dimana pemimpin sebagai simbol adat dari kaidah-kaidah tersendiri dalam memutuskan masalah yang dihadapi anggota masyarakat.

(24)

Pemberdayaan

Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment)

berasal dari kata “Power” (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya ide utama

pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial, karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Pemahaman kekuasaan seperti ini pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna, dengan kata lain kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal (Suharto 2010):

1. Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.

2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan; b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan dan c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Suharto (2010) mengemukakan pendapat beberapa ahli yang mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan:

1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife 1995).

2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons et.al 1994).

3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin 1987). 4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport 1984).

(25)

yang memuat berbagai besaran yang harus dicapai. Ketiga, sumber anggaran pembangunan sebagi perkiraan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Keempat, kerangka dan perangkat kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat. Kelima, program-program pemberdayaan masyarakat yang secara konsisten diarahkan pada pengembangan kapasitas masyarakat. Keenam, indikator keberhasilan program yang memuat perangkat pencatatan sebagai dasar pemantauan evaluasi program dan penyempurnaan program serta kebijaksanaan yang menyangkut kelangsungan program.

Pemberdayaan menurut Ife dan Tesoriero (2008) memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan penguasaan atau penguasaan klien atas:

1. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan.

2. Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

3. Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.

4. Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan.

5. Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.

6. Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa. 7. Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran,

perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mengetahui pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

(26)

tertinggal. Keterkaitan antar program pemberdayaan masyarakat mencangkup keterkaitan misi, tujuan, dan pendekatan lintas sektor. Proses perubahan itu hanya dapat lestari dan berkelanjutan jika mampu digerakkan oleh masyarakat. Aparat dan pihak luar adalah fasilitator yang melakukan campur tangan minimum jika masyarakat belum mampu melakukan proses tersebut.

World Bank dalam Mardikanto (2010), mengartikan pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuai dengan (konsep, metoda, produk, tindakan dan lain-lain) yang terbaik bagi pribadi, keluarga dan masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat.

Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup kuat dalam berpartisipasi dalam berbagi pengontrolan dan mempengaruhi kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.

Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan,

pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons et al. 1994 dalam Mardikanto 2010). Upaya memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan potensi yang terpendam dalam masyarakat yang mengharuskan adanya fasilitator untuk membangun kapasitas produktif masyarakat (Indrianingrum 2011).

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil). Menurut Berger dkk

dalam Suharto (2010), “struktur penghubung” (medicating structures) yang memungkinkan kelompok-kelompok lemah mengekspresikan aspirasi dan menunjukan kemampuannya terhadap lingkungan sosial yang lebih luas, kini cenderung melemah. Munculnya industrialisasi yang melahirkan spesialis kerja dan pekerjaan mobile telah melemahkan lembaga-lembaga yang berperan sebagai struktur penghubung antara masyarakat lemah dengan masyarakat luas. Organisasi-organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan (masjid dan gereja) dan lembaga keluarga yang secara tradisional merupakan lembaga alamiah yang dapat memberi dukungan dan bantuan informal, pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan para anggotanya, cenderung semakin melemah peranannya. Oleh karena itu, seringkali sistem ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pembangunan proyek-proyek fisik, selain di satu pihak mampu meningkatkan kualitas hidup sekelompok orang, juga tidak jarang malah semakin meminggirkan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

(27)

berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif.

Nasdian (2012) mengemukakan bahwa partisipasi dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Dengan kemampuan warga komunitas berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian yang dapat dikategorikan sebagai

“kemandirian material”, “kemandirian intelektual”, dan “kemandirian manajemen”. Kemandirian material adalah kemampuan produktif guna memenuhi

kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis. Kemandirian intelektual merupakan pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus yang muncul diluar kontrol terhadap pengetahuan itu. Sementara kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan situasi kehidupan mereka.

Prinsip pemberdayaan

Suharto (2010) mengemukakan beberapa pendapat ahli Solomon (1976), Rappaport (1981,1984), Pinderhughes (1983), Swift (1984), Swift dan Levin (1987), Weick et.al (1989) tentang beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial:

1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan masyarakat bekerjasama sebagai partner.

2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.

3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan.

4. Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat.

5. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut.

6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang.

7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.

(28)

9. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.

10. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif (permasalahan selalu memiliki beragam solusi).

11. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara pararel.

Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (2010) mengungkapkan prisip-prinsip pemberdayaan yang lain yang mencangkup:

1. Minat dan kebutuhan, artinya pemberdayaan akan efektif jika selalu mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat.

2. Organisasi masyarakat bawah, artinya pemberdayaan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuh organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.

3. Keragaman budaya, artinya pemberdayaan harus memperhatikan adanya keragaman budaya. Perencanaan pemberdayaan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam.

4. Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan pemberdayaan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan pemberdayaan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya.

5. Kerjasama dan partisipasi, artinya pemberdayaan hanya akan efektif jika mampu menggerakan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program pemberdayaan yang telah dirancang.

6. Demokrasi dan penerapan ilmu, artinya dalam pemberdayaan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi disini, bukan terbatas pada tawar menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda pemberdayaan, serta proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan masyarakat sasarannya.

7. Belajar sambil bekerja, artinya kegiatan pemberdayaan harus diupayakan

agar masyarakat dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari

pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan. Pemberdayaan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh pengalaman melalui kegiatan secara nyata.

8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya pemberdayaan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi dan nilai sosial budaya) sasarannya.

(29)

penyuluh sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan pemberdayaan.

10.Spesialis yang terlatih, artinya penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yangs esuai dengan fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).

11.Segenap keluarga, artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial. Berhubungan dengan hal ini, terkandung pengertian-pengertian:

a) Pemberdayaan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga.

b) Setiap anggota keluarga memiliki peran atau pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan.

c) Pemberdayaan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama.

d) Pemberdayaan mengajarkan pengelolaan keuangan keluarga.

e) Pemberdayaan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usaha tani.

f) Pemberdayaan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda.

g) Pemberdayaan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya.

h) Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakatnya.

12.Kepuasan, artinya pemberdayaan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan. Adanya kepuasan akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program pemberdayaan selanjutnya.

PNPM-Mandiri

Sejarah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Berdasarkan penjelasan dari petunjuk teknis operasional PNPM-Mandiri pedesaan 2008, yang ditinjau dari aspek historis PNPM-Mandiri diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Program ini merupakan scaling up (pengembangan yang lebih luas) dari program-program penanggulangan kemiskinan pada era-era sebelumnya. PNPM-Mandiri digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen yang ada pada saat itu, khususnya yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya.

(30)

langsung dengan pelaku program bahkan sudah lebih dari 30 negara

mengirimkan dutanya untuk belajar tentang pemberdayaan

masyarakat di Indonesia, maka mulai awal tahun 2006 gagasan PNPM sudah menjadi wacana di Istana Negara. Tepatnya pada bulan Agustus 2006, presiden memutuskan bahwa pemberdayaan masyarakat harus menjadi program nasional, kemudian lahirlah pada tahun itu kebijakan tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Dua program yang menjadi pilar utama PNPM-Mandiri sebelum program-program lain bergabung adalah PPK (Program Pengembangan Kecamatan) dan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan), kemudian mulai bergabung pada tahun-tahun berikutnya ke dalam PNPM-Mandiri adalah P2DTK, PPIP, PUAP, PISEW dan Pariwisata.

Sebelum diluncurkannya PNPM-Mandiri pada tahun 2007, telah banyak program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Dimulai dari program yang paling terkenal di masa Pemerintahan Orde Baru, adalah program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dimulai pada tahun 1993/1994, awal Repelita VI. Program ini merupakan manivestari dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Program IDT dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha berupa dana bergulir kepada lebih 20 ribu desa tertinggal dengan dana sebesar 20 juta rupiah setiap tahun. Bantuan dana bergulir ini diberikan selama tiga tahun anggaran. Sejalan dengan bantuan dana bergulir tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat desa dalam rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut (Departemen Dalam Negeri 2008).

Belajar dari keberhasilan dan kegagalan IDT, kemudian lahir generasi kedua program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya adalah PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri-1998, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum-1999, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral (Departemen Dalam Negeri 2008).

Sesuai dengan Pedoman Umum tentang PNPM-Mandiri perdesaan 2013, PNPM-Mandiri mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM-Mandiri:

1. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pengertian prinsip bertumpu pada pembangunan manusia adalah masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.

(31)

3. Desentralisasi. Pengertian prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.

4. Berorientasi pada masyarakat miskin. Pengertian prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada miskin.

5. Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil.

6. Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.

7. Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat.

8. Transparansi dan akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.

9. Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan.

10.Keberlanjutan. Pengertian prinsip keberlanjutan adalah bahwa dalam setiap keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya.

Pinjaman Bergulir

(32)

Peran PNPM hanya membangun dasar-dasar solusi yang berkelanjutan untuk jasa pinjaman dan non-pinjaman di tingkat kelurahan. Sasaran utama pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir adalah rumah tangga miskin (berpendapatan rendah) di wilayah kelurahan/desa Lembaga Keswadayaan Masyarakat/Unit Pengelola Kegiatan berada, khususnya masyarakat miskin. Indikator tercapainya sasaran tersebut meliputi peminjam berasal dari rumah tangga miskin yang telah diidentifikasi, minimal 30 persen peminjam adalah perempuan, para peminjam dari rumah tangga miskin tersebut telah bergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) khusus untuk kegiatan ini beranggotakan minimal lima orang dan akses pinjaman bagi KSM peminjam yang kinerja pengembaliannya baik terjamin keberlanjutannya baik melalui dana Bantuan Langsung Masyarakat maupun melalui dana hasil chanelling dengan kebijakan pinjaman yang jelas. Jangka waktu pinjaman 3-12 bulan disesuaikan dengan kondisi usaha peminjam. Diharapkan dengan jangka waktu demikian pembelajaran kepada peminjam tentang pinjaman yang baik akan lebih cepat tercapai. Frekuensi Pinjaman masing-masing peminjam ditetapkan maksimal empat kali yang bisa dibiayai dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan 2012)

Kerangka Pemikiran

Pemerintah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dalam wujud kerangka kebijakan dan acuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di wilayah pedesaan merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang mendukung PNPM-Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya adalah masyarakat desa. Tujuan umum dari program tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. PNPM-Mandiri memiliki prinsip bottom-up dimana kegiatan tersebut bertumpu pada masyarakat dan membutuhkan partisipasi masyarakat. Kerangka penelitian mengenai Progam Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu disajikan pada Gambar 1.

(33)

kepemimpinan desa, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan tim pendamping kegiatan.

Menurut Ife dan Tesoriero (2008), pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan atau hasil, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mengetahui pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Tingkat pencapaian sebuah program pemberdayaan dapat dinilai oleh keberhasilan program yang dilaksanakan secara partisipasi. Keberhasilan suatu program pembangunan akan sangat efektif dan efisien jika dapat dinikmati atau dimanfaatkan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat. Manfaat yang diperoleh yaitu terdapat peningkatan fasilitas prasarana dan sarana sosial dan ekonomi, peningkatan peluang usaha, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup.

(34)

Hipotesis

Berdasarkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian adalah:

1. Terdapat hubungan nyata antara faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

2. Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal (keaktifan pemimpin formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator) dengan tingkat partisipasi masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

3. Terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

Definisi Operasional Faktor internal

Faktor internal atau karakteristik individu adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden yang dapat memotivasi diri atau merupakan dorongan dalam diri untuk ikut berpartisipasi dalam program PNPM-Mandiri. Faktor internal meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

1. Usia adalah lama hidup responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung sejak hari kelahiran yang dinyatakan dalam satuan tahun. Pengelompokkan usia berdasarkan data di lapang dan dibedakan dalam skala ordinal.

a. Usia 20 sampai 40 tahun, diberi skor 1 b. Usia 41 sampai >80 tahun, diberi skor 2

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan dikategorikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan data BPS per Mei 2012 membagi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan 2010-2012 dan diukur dalam skala ordinal.

a. Tidak sekolah, diberi skor 1 b. SD, diberi skor 2

c. SMP, diberi skor 3 d. SMA/SMK, diberi skor 4

3. Jenis Pekerjaan adalah kegiatan yang langsung memperoleh penghasilan berupa uang. Jenis pekerjaan dikategorikan berdasarkan keadaan di lapangan dan diukur dengan skala nominal.

(35)

b. Ibu rumahtangga, diberi kode 2 c. Buruh/pedagang, diberi kode 3 d. Karyawan swasta, diberi kode 4

4. Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah pemasukan atau pendapatan total yang diperoleh konsumen dalam sebulan. Tingkat pendapatan digolongkan berdasarkan Upah Minimum Kabupaten Bogor tahun 2013 dikelompokkan ke dalam dua kategori pendapatan dan diukur dalam skala ordinal.

a. <Rp2 042 000, diberi skor 1 b. >Rp2 042 000, diberi skor 2

Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu atau lingkungan yang berhubungan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam program PNPM-Mandiri. Faktor eksternal meliputi keaktifan pemimpin formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

1. Keaktifan pemimpin adalah kemampuan pemimpin desa (kepala desa, kepala RW dan kepala RT) dalam mengajak masyarakat mengikuti kegiatan yang dilihat dari keaktifan pemimpin dan frekuensi kedatangannya dalam kegiatan tersebut. Keaktifan pemimpin diukur dalam skala ordinal yang digolongkan menjadi:

1. Kemampuan pemimpin formal/informal dalam menyampaikan informasi tentang Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi:

a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2

2. Kemampuan pemimpin formal/informal dalam mengarahkan masyarakat untuk terlibat dalam Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi:

a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2

3. Kemampuan pemimpin formal/informal ketika Program Pinjaman Bergulir sedang terlaksana, dikategorikan menjadi:

a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2

4. Kemampuan pemimpin formal/informal dalam menyampaikan informasi dalam tahap evaluasi Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi:

a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2

Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dikategorikan keaktifan pemimpin formal/informal yang diperoleh tinggi (skor 7-8) skor 2 dan keaktifan pemimpin formal/informal yang diperoleh rendah (skor 4-6) skor 1.

Gambar

Tabel pelaksanaan penelitian 2014
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 2 Sebaran luas wilayah menurut penggunaan di Desa Kotabatu tahun 2010
Tabel 3 Sebaran jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Kotabatu tahun 2010
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi cendawan dari tanah perakaran bambu yang dapat sebagai endofit dan menekan penyakit akar gada pada tanaman brokoli.. Ada dua

Tujuan penulisan laporan akhir ini adalah membuat sistem informasi e-learning pada SMA Negeri 4 Palembang yang meliputi proses pengolahan data kelas, data mata pelajaran,

Dengan menggunakan kelima brand elements yang berubah, peneliti mencari tahu mengenai tingkat brand awareness masyarakat Surabaya terhadap brand

Mesoderm lateral terdiri dari lapisan somatis dan lapisan splankhnis yang melebar jauh di luar embrio, karenanya pada somatis dan lapisan splankhnis yang melebar jauh di luar

Seperti yang terlihat pada Tabel 3.2, angka buta aksara pemuda yang berumur 30-35 tahun lebih tinggi dibanding yang berumur 25-29 tahun, begitu juga angka buta aksara pada kelompok

Hasil analisis dengan menggunakan model Logit yang dilakukan oleh Soentoro (1996) menunjukkan bahwa pengambilan keputusan petani untuk menanam tebu dipengaruhi oleh luas garapan,

Penelitian terkait dengan media pembelajaran berbasis android antara lain mengacu pada hasil penelitian Galuh Danang Sumari [9] dengan judul “ Pengembangan Mobile

Pada tahap awal Define peneliti menganalisis kebutuhan siswa untuk mengidentifikasi masalah Selanjutnya pada tahapan Design, yaitu menyiapkan dan merancang bahan ajar