• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Paparan Flavor Pada Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa Terhadap Kuantitas Streptococcus Mutans Secara In-Vivo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Paparan Flavor Pada Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa Terhadap Kuantitas Streptococcus Mutans Secara In-Vivo."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Streptococcus mutans

SECARA

IN-VIVO

PRASTITI LARAS NUGRAHENI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Paparan Flavor

pada Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa terhadap Kuantitas Streptococcus mutans secara In-Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Prastiti Laras Nugraheni

(4)

Chewy Candy Non-Sukrosa terhadap Kuantitas Streptococcus mutans secara In-Vivo. Dibimbing oleh CHRISTOFORA HANNY WIJAYA, BOY MUKHLIS BACHTIAR dan DEDE ROBIATUL ADAWIYAH.

Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang mayoritas diderita oleh masyarakat Indonesia. Salah satu pangan fungsional yang sudah dikembangkan saat ini untuk pencegahan karies gigi adalah cajuputs candy. Cajuputs candy merupakan jenis permen keras yang dikonsumsi dengan cara dikulam, sehingga diduga memiliki waktu kontak flavor yang terbatas. Untuk mengoptimalkan potensi cajuput candy sebagai produk kesehatan mulut, dilakukan pengembangan produk cajuput candy (permen keras) menjadi cajuputs chewy candy (permen lunak) dan optimasi flavor. Optimasi flavor dilakukan untuk merangsang sekresi aliran saliva yang lebih banyak melalui gerakan mastikasi dan rangsangan flavor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi lama dan intensitas paparan flavor pada cajuputs chewy candy non-sukrosa dalam menekan kuantitas

Streptococcus mutans.

Konsentrasi cajuputs chewy candy non-sukrosa diperoleh berdasarkan kesukaan konsumen, yaitu konsentrasi cajuputs oil flavor x % (formula 1) dan x+0.36 % (formula 2). Potensi cajuputs chewy candy non-sukrosa diukur secara in-vivo dengan cara menggunakan saliva manusia. Flow rate saliva, pH, dan kuantitas

Streptococcus mutans telah dilakukan pengukuran. Pengujian lama dan intensitas paparan flavor dilakukan dengan menggunakan metode time intensity, guna mengetahui komposisi flavor yang memiliki kontribusi paling besar dalam merangsang saliva manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama dan intensitas paparan flavor

berpengaruh pada peningkatan flow rate, pH, dan jumlah Streptococcus mutans

pada saliva. Stimulasi dengan pengunyahan dan paparan flavor dari cajuputs chewy candy non-sukrosa formula 1 dan formula 2 memberikan peningkatan flow rate

saliva yang signifikan (p < 0.05). Flavor yang memiliki lama dan intensitas paparan

flavor terbesar adalah flavor peppermint pada formula 2. Paparan flavor yang besar pada formula 2 menghasilkan flow rate saliva yang lebih besar pula dibandingkan formula 1. Meningkatnya flow rate saliva menyebabkan terjadinya peningkatan pH saliva yang signifikan (p < 0.05). Peningkatan nilai pH mendekati pH netral menyebabkan penurunan kuantitas Streptococcus mutans. Pada saliva yang distimulasi dengan permen formula 2 menunjukkan kontribusi yang lebih baik dalam menekan kuantitas Streptococcus mutans hingga tidak berbeda nyata dari sampel saliva yang diambil setelah menyikat gigi (kontrol) (p > 0.05).

(5)

PRASTITI LARAS NUGRAHENI. The Effect of Flavor Exposure of Non

Sucrose Cajuputs Chewy Candy against Streptococcus mutans Quantity In-Vivo. Supervised by CHRISTOFORA HANNY WIJAYA, BOY MUKHLIS BACHTIAR and DEDE ROBIATUL ADAWIYAH.

Dental caries is the major oral health problem in Indonesia. Cajuputs candy has been developed lately as one of functional food to support dental health. Cajuputs candy is a type of hard candy which being assumed for having limited flavor contact time with the teeth. To maximize the potency this candy as an oral care product, the changing form of hard candy into soft candy as well as the optimization of flavor content have been conducted. A better flow rate by stimulation of mastication and flavor has been expected. This study aimed to evaluate the duration and intensity of flavor exposure of non sucrose cajuputs chewy candy to suppress the quantity of Streptococcus mutans.

Cajuputs chewy candy with concentration based on consumer preferences, namely cajuputs chewy candy with x % (formula 1) and x + 0.36 % (formula 2) cajuput oil concentrations has been selected. The potency of cajuputs chewy candy non sucrose was measured in-vivo by collecting human saliva samples. The flow rates of saliva, pH, and Streptococcus mutans quantities has been measured. The duration and intensity of flavor exposure by time intensity method has been evaluated by determining flavor composition has the greatest contribution in stimulate the secretion of human saliva.

The result showed those the duration and intensity of flavor exposure of non sucrose cajuputs chewy candy had effect on increasing the flow rates, pH, and

Streptococcus mutans quantities on saliva. Stimulation of mastication and exposure flavor from non-sucrose cajuputs chewy candy formula 1 and formula 2 cause significant increasing of the flow rate (p < 0.05). Flavor which has the longest duration and higher intensity on flavor exposure is peppermint in formula 2. The greatest of flavor exposure on formula 2 caused increase of flow rate is greater than formula 1. Increasing of salivary flow rate caused significant increase of pH value (p < 0.05). Increasing pH of saliva approached neutral pH caused the decrease of the quantity of Streptococcus mutans. Stimulation of formula 2 showed a better contribution in suppressing the quantity of Streptococcus mutans until similar to the saliva was collected after toothbrush (control) (p > 0.05).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Streptococcus mutans

SECARA

IN-VIVO

PRASTITI LARAS NUGRAHENI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

pada Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa terhadap Kuantitas Streptococcus mutans secara In-Vivo” ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai penelitian ini melalui program Hibah Kompetensi 2014.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr selaku ketua komisi pembimbing, Prof drg Boy M Bactiar, MS PhD dan Dr Ir Dede R Adawiyah, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas waktu yang telah diluangkan dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukkan selama penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan artikel jurnal hingga penyusunan tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Sukarno, MSc selaku penguji luar komisi pembimbing atas saran dan masukannya demi kesempurnaan tesis ini.

Ucapan terimakasih mendalam juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Dr Ir Joko Prihatno, MM dan Ibu Dr Tuti Iriani, MSi, yang telah memberikan dukungan materiil dan moril kepada Penulis dalam menyelesaikan studi S2 ini. Terimakasih pula kepada suami tercinta Danan Widiprasojo, STP, yang telah memberikan doa, dukungan, bantuan, dan semangatnya hingga penulis berhasil menyelesaikan Tesis ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Saudari Dessy Ashari, SSi dan Saudari Maysaroh, SSi selaku teknisi Laboratorium Biologi Oral FKG-UI; kepada teknisi dan staf di Program Studi IPN, terutama Ibu Antin, Ibu Sri, Pak Rojak, Mba May, dan Mba Dian; kepada rekan-rekan seperjuangan, Diana, Puri, Rina, Anis, Wulan, Mas Fajri, Kamil, Mas Novan, Sari, Mb Ino, Mb Bunga, Yunita (UPH), Balqis, Mba Ratna, Mba Winny, Della, Vanessa, Mas Syafi’I; dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu memberikan semangat, masukkan, bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini dalam penyelesaian tesis ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan panelis terlatih, yaitu Risma, Ayu, Anis, Tuti, Ka Tiwi, Ranti, Lolo, Edo, Reno, Mb Irul, Isty, dan Siti atas kerjasamanya, bantuannya dan telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengikuti keseluruhan rangkaian penelitian dengan penuh semangat dan kesabaran.

Akhir kata penulis berharap semoga penelitian dan tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2015

(11)

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Permen 4

Cajuputs Candy 4

Flavor 5

Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi 6

Saliva 7

Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction 8

Time Intensity (TI) Sensory Evaluation 8

3 METODE 10

Waktu dan Tempat 10

Bahan 10

Alat 10

Subjek Penelitian 11

Prosedur Penelitian 11

3.1 Penelitian Pendahuluan: Pembuatan Sampel Uji 11 3.2 Penelitian Utama: Pengujian Paparan Flavor CCCNS 14

Analisis Statistik 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

4.1 Pembuatan Sampel Uji CCCNS 22

4.1.1 Suhu Pemanasan 22

4.1.2 Batas atas Cajuputs OilFlavor (FCO) 23

4.1.3 Penentuan Kesukaan Konsumen 24

4.2 Kemampuan CCCNS dalam Menekan Pertumbuhan S.mutans 25

4.2.1 Flow Rate Saliva 25

4.2.2 Derajat Keasaman (pH) Saliva 26

4.2.3 Kuantitas Streptococcus mutans 27

4.3 Paparan Flavor CCCNS 31

5 SIMPULAN DAN SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA 37

(12)

DAFTAR TABEL

1 Risiko karies gigi pada volume dan pH saliva 7

2 S. mutansprimer dan 16sRNA universal total bakteri 10

3 Formula cajuputs chewy candy non-sukrosa per 100g 12

4 Rasa dasar yang digunakan dalam tahap seleksi panelis 19

5 Profile tekstur menggunakan texture profile analyzer 22

6 Hasil kesukaan konsumen terhadap berbagai konsentrasi FCO pada CCCNS 24

7 Proporsi S.mutans terhadap kontrol 31

8 Analisis parameter kurva Time Intensity hasil rataan 6 panelis 33

DAFTAR GAMBAR

1 Cajuputs candy 4

2 Kurva time intensity 9

3 Alur penelitian 12

4 Diagram alir proses pembuatan cajuput chewy candy 13

5 Ilustrasi Pengambilan Sampel 15

6 Penerimaan konsumen terhadap peningkatan konsentrasi FCO 24

7 Perbandingan flow rate saliva 25

8 Perbandingan pH saliva 26

9 Kurva standar S.mutans 28

10 Kuantitas S.mutans saliva terhadap kontrol 29

11 Kurva standar total bakteri 31

12 Kurva paparan cajuput oilflavor pada CCCNS 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulir pre-screening 42

2 Surat keterangan lolos etik 44

3 Formulir informed consent 45

4 Hasil ANOVA dan Duncan pengujian TPA 46

5 Flow rate saliva 48

6 Hasil ANOVA dan Duncan flow rate saliva 48

7 pH saliva 49

8 Hasil ANOVA dan Duncan pH saliva 49

9 Perhitungan perubahan kuantitas Streptococcus mutans 51

10 Hasil ANOVA dan Duncan perubahan kuantitas S.mutans 52

11 Perhitungan proporsi S.mutans 53

12 Hasil ANOVA dan Duncan proporsi S.mutans 54

13 Paparan cajuput oilflavor pada CCCNS formula 1 55

14 Paparan cajuput oilflavor pada CCCNS formula 2 56

15 Paparan peppermintflavor p ada CCCNS formula 1 57

16 Paparan peppermintflavor pada CCCNS formula 2 58

(13)
(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang mayoritas diderita oleh masyarakat Indonesia. Angka prevalensi penderita karies gigi di Indonesia sebesar 73.3% dari jumlah penduduk (RISKESDAS, 2007). Karies gigi terjadi karena adanya fermentasi karbohidrat oleh bakteri kariogenik penghasil asam organik. Fermentasi karbohidrat menjadi gula dan akhirnya menghasilkan asam organik terutama laktat, format dan asam asetat. Asam yang terbentuk akan menyebabkan penurunan pH plak sehingga menyebabkan demineralisasi gigi dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan Streptococcus mutans (Lumikari dan Loimaranta, 2000). Streptococcus mutans adalah bakteri yang memiliki peran utama sebagai faktor mikrobiologis yang menyebabkan karies gigi (Tanzer dan Livingston, 2001).

Salah satu pangan fungsional yang sudah dikembangkan saat ini untuk mendukung pemeliharaan kesehatan gigi adalah cajuputs candy yang merupakan permen penghambat karies gigi (Wijaya, 2007). Beberapa penelitian tentang

cajuputs candy telah dilakukan, antara lain penelitian Nurramdhan, (2010) mengenai cajuputs candy sukrosa (CCS) yang terbukti mampu menekan akumulasi biofilm S. mutans serotip c dan d yang dapat menyebabkan karies gigi. Christie (2012) mengembangkan cajuputs candy non-sukrosa(CCNS) agar menjadi permen kesehatan oral yang rendah kalori dan telah dibuktikan oleh Iftari et al. (2013), bahwa formula CCNS dengan cajuput oil flavor dan peppermint flavor mampu menghambat aktivitas gtfC S.mutans yang berperan dalam aktivitas pembentukan biofilm dengan potensi penghambatan sebesar 65.64%. CCNS dan CCS juga telah dibuktikan oleh Sari (2013) efektif dalam menghambat pembentukan biofilm multispesies (S.sanguinis+S.mutans) dengan potensi penghambatan 68.2% dan 59.2%. Penelitian Rachmatillah et al. (2014) menunjukkan CCS juga memiliki kemampuan dalam menghambat viabilitas Candida albicans, khamir yang dapat memicu sariawan.

Kemampuan cajuputs candy yang telah terbukti sebagai penghambat karies gigi disebabkan oleh senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba yang terkandung didalam minyak kayu putih dan peppermint. Senyawa aktif dari minyak kayu putih yang digunakan pada pembuatan cajuputs candy memiliki senyawa volatil utama 1, 8-sineol (22.45%), α-terpineol (12.45%), dan E-karyofilena (6.9 %) (Muchtaridi et al., 2004; Iftari et al., 2013). Senyawa volatil dari minyak peppermint adalah mentol (29-48 %) dan menton (20-31 %) (Iftari et al., 2013). Menurut Inouye et al.(β001), α-terpineol memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, dan setara dengan mentol pada minyak peppermint.

Penelitian terbaru dilakukan oleh Dewi (2014) yang mengembangkan

(16)

merangsang aliran saliva lebih banyak sehingga diduga dapat meningkatkan penghambatan jumlah S.mutans penyebab karies gigi. Asumsi ini didasarkan pada laporan Snow dan Wackym (2008) yang menyatakan bahwa mengunyah permen dapat menstimulasi pengeluaran saliva. Seiring meningkatnya sekresi saliva, kapasitas buffer saliva dan pH saliva maka risiko karies semakin menurun (Gopinath dan Azreanne, 2006). Pada saat pengunyahan, matriks permen akan terhidrasi dan melunak oleh saliva, dan pada saat itu senyawa aktif dari flavor akan perlahan-lahan terlepas (Dodds, 2012).

Berdasarkan asumsi tersebut dilakukan pengujian lama paparan flavor di dalam mulut dan dampaknya terhadap flow rate, pH serta kuantitas S.mutans pada saliva yang distimulasi dengan CCCNS untuk mengetahui kemampuan CCCNS dalam menurunkan kuantitas S.mutans.

Perumusan Masalah

Mikroorganisme kariogenik yang terdapat di mikroflora oral normal manusia akan memetabolisme karbohidrat terfermentasi sehingga menghasilkan asam dan berdampak pada terbentuknya kondisi yang menguntungkan bagi

Streptococcus mutans, seperti penurunan pH saliva. Peningkatan pH dapat dilakukan dengan perangsangan sekresi saliva. Perangsangan sekresi saliva dapat dilakukan dengan pengunyahan cajuputs chewy candy non-sukrosa (CCCNS) yang mengandung zat aktif antimikroba dari minyak kayu putih. Selain flow rate dan pH saliva, lamanya paparan flavor yang terjadi saat flavor mulai release hingga intensitas flavor tidak terdeteksi lagi diduga dapat merangsang sekresi saliva sehingga dapat menghambat pertumbuhan S. mutans.

Kajian mengenai keterkaitan antara flow rate dan pH saliva akibat pengunyahan dan paparan flavor yang mengandung zat aktif antimikroba pada permen CCCNS terhadap perubahan kuantitas S.mutans perlu dilakukan untuk menganalisa efektifitas CCCNS. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji pengaruh paparan dan intensitas flavor CCCNS terhadap perubahan kuantitas S. mutans pada saliva. Dengan demikian masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana lama dan intensitas paparan setiap flavor yang terkandung dalam

CCCNS?

2. Bagaimana pengaruh pengunyahan dan konsentrasi flavor CCCNS terhadap

flow rate dan pH saliva?

3. Bagaimana pengaruh pengunyahan, konsentrasi dan paparan flavor CCCNS terhadap kuantitas S.mutans?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lama dan intensitas paparan flavor

(17)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu pengembangan produk baru dari cajuputs candy yaitu CCCNS, permen kunyah yang memiliki kemampuan dalam menghambat karies gigi. Pengembangan produk ini diharapkan dapat meningkatkan nilai fungsinya dalam meningkatkan sekresi saliva, mengontrol pH dan menurunkan jumlah S.mutans dalam pemenuhan kesukaan konsumen terhadap permen kunyah.

Hipotesis

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Permen

Permen atau kembang gula telah dikenal secara internasional sebagai produk confectionary, yaitu jenis pangan padat yang terdiri dari gula sebagai komponen utamanya. Istilah confectionary berasal dari bahasa latin confecto

artinya penambahan (to compound). Sedangkan istilah candy berasal dari bahasa arab “quan” yang berarti gula (Ketaren, 1986).

Secara garis besar permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras

(hard candy) dan permen lunak (soft candy). Menurut SNI 3547-1-2008, permen keras merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah. Sedangkan berdasarkan SNI 3547.2-2008 permen lunak adalah jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula, atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan BTP yang diijinkan, bertekstur lunak atau menjadi lunak jika dikunyah.

Cajuputs Candy

Cajuputs candy merupakan permen keras pelega tenggorokan dengan kandungan senyawa aktif dari minyak kayu putih dan peppermint dan berfungsi sebagai oral health care khususnya untuk pencegah karies pada gigi sekaligus dapat mencegah infeksi sariawan pada mulut (Wijaya, 2002). Senyawa aktif dari minyak kayu putih dan peppermint yang digunakan pada pembuatan cajuputs candy

memiliki senyawa volatil utama 1,8-sineol (22.45 %), α-terpineol (12.45 %), dan E-kariofilena (6.9 %) untuk minyak kayu putih (Muchtaridi et al., 2004; Iftari et al., 2013) dan senyawa volatil mentol (29-48 %) dan menton (20-31 %) untuk minyak peppermint (Iftari et al., 2013). Menurut Inouye et al. (β001), α-terpineol

memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, dan aktivitas antimikroba α-terpineol pada minyak kayu putih setara dengan dengan mentol pada minyak peppermint.

Gambar 1. Cajuputs Candy

(19)

Cajuputs chewy candy non-sukrosa (CCCNS) (Dewi, 2014). Berdasarkan penelitian Nurramdhan (2010) CCS dengan cajuputs oil flavor 0.5 % dilaporkan mampu menekan akumulasi biofilm bakteri S.mutans serotip c dan d penyebab karies gigi secara in vitro. Penelitian Rachmatillah et al. (2011), melaporkan formula cajuputs candy dengan cajuputs oil flavor 0.6 % mampu menghambat viabilitas Candida albicans. Christie (2012) mengembangkan CCNS agar menjadi permen kesehatan oral yang rendah kalori. Penelitian Iftari et al. (2013) membuktikan bahwa CCNS mampu menghambat aktifitas mRNA gtfC S.mutans

yang berperan dalam aktivitas pembentukan biofilm. Penelitian Sari (2013), formula CCS dan CCNS mampu memelihara daya kompetitif S.sanguinis terhadap

S.mutans dalam lingkungan biofilm multispesies. Penelitian Tanadi (2013), mengembangkan CCNS dengan flavor susu dan honeydew. Penelitian Dewi (2014), mengembangkan CCCNS dengan penambahan flavor pisang.

Komposisi formula CCS terdiri dari sukrosa, glukosa, minyak kayu putih, dan minyak peppermint (Halimah, 1997). Menurut Decker dan Loveren (2003), kandungan sukrosa dan glukosa sangat mudah difermentasi oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan asam dan dapat menyebabkan timbulnya karies gigi. Oleh karena itu dikembangkan formula CCNS oleh Christie (2012), yang dibuat dengan mengganti glukosa dan sukrosa dengan bahan poliol isomalt dan pemanis buatan asesulfam-K. Penelitian CCNS dengan penambahan flavor buah dan susu oleh Tanadi (2013) dilakukan guna meningkatkan penerimaan konsumen. Pengembangan CCCNS yang dilakukan oleh Dewi (2014) dilakukan guna meningkatkan potensi cajuputs candy sebagai penghambat karies gigi dan meningkatkan penerimaan konsumen khususnya anak-anak.

Flavor

Flavor merupakan hasil kombinasi rasa yang dirasakan oleh reseptor lidah, aroma yang dirasakan oleh reseptor hidung, dan iritasi yang dirasakan oleh reseptor mukosa (Taylor dan Roberts, 2004). Flavor hanya dapat diterima jika selama konsumsi senyawa volatil dan non-volatil terlepas dari makanan dalam rongga mulut. Senyawa non-volatil yang memberikan kesan rasa harus mampu larut dalam saliva, sedangkan senyawa volatil harus dalam bentuk gas dan dapat mencapai epitel penciuman (Ziegler, 2007). Kekuatan mekanik seperti pengunyahan akan membantu senyawa volatil dan non-volatil rilis dari matriks pangan, sehingga dapat meningkatkan kontak area permukaan dan bercampur dengan saliva. Perbedaan release-nya flavor dalam matriks pangan akan memberikan perbedaan persepsi

flavor secara keseluruhan (Bredie dan Peterson, 2006). Flavor merupakan salah satu karakteristik penting dalam produk pangan yang menentukan penerimaan konsumen dan memberikan profil tertentu pada produk (Voilley dan Etievant, 2006)

(20)

(4.70 %), -selinena (3.82 %), -mirsena (3.58 %), α-selinena (2.9 %), dan α -terpenil asetat (2,74 %). Sineol yang merupakan kandungan terbesar pada minyak kayu putih inilah yang menyebabkan minyak kayu putih terasa hangat dan wangi. Selain berperan memberikan karakteristik aroma, minyak kayu putih juga berperan sebagai aroma aktif yang mempunyai aktivitas antibakteri.

Minyak peppermint diperoleh dari hasil distilasi daun Mentha piperita,

berwarna bening sampai kuning pucat, mempunyai viskositas mirip dengan air, dan mempunyai karakteristik aroma segar, tajam, bau mentol yang kuat, sweet, rasa

balsamic yang tajam, diikuti sensasi dingin ketika udara behembus masuk ke dalam mulut (Burdock, 2010). Kandungan komponen utama pada minyak peppermint

seperti mentol, menton, mentil asetat, 1.8-sineol, limonen, pinena, dan -kariofilena dilaporkan mampu menghambat beberapa bakteri (Catherine et al.

2012). Selain memiliki sifat antibakteri yang baik, senyawa mentol yang terdapat pada minyak peppermint juga memiliki aroma khas yang manis dan efek dingin yang menyegarkan (Reineccius, 2006).

Honeydewflavor memiliki rasa manis dan segar yang cukup kuat. Flavor

ini memiliki 43 jenis komponen yang sebagian besar didominasi oleh komponen ester asetat yaitu nonenil asetat (Lim, 2012). Honeydew flavor juga mengandung (Z,Z)-3,6-nonadien-1-ol dan feniletil alkohol, yang memberikan karakter sweet-floral, aroma segar, dan memberikan kontribusi terhadap senyawa melon (Perry et al., 2009).

Flavor susu memiliki rasa manis dan aftertaste yang cukup kuat (Clark et al., 2009). Berdasarkan identifikasi senyawa flavor dari condensed milk yang dilaporkan Shimoda (2001), komponen asam nonanoat dan dekalakton memiliki peran penting dalam memberikan flavor manis dan aroma susu. Flavor susu memiliki kandungan diasetil yang memberikan sensasi penuh di mulut atau sensasi

rich. Flavor susu didominasi oleh komponen dimetil sulfon yang berperan memberikan aroma segar dan manis pada flavor susu (Spanier et al., 2001).

Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi

Karies gigi adalah penyakit menular yang paling umum terjadi oleh manusia dan dianggap kronis (Noel, 2011). Karies gigi terjadi karena adanya fermentasi karbohidrat oleh bakteri kariogenik penghasil asam organik. Ketika fermentasi karbohidrat ini terjadi, asam organik utama akan menghasilkan laktat, format dan asam asetat. Asam yang terbentuk akan menyebabkan penurunan pH plak sehingga menyebabkan demineralisasi gigi dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan Streptococcus mutans (Lumikari dan Loimaranta, 2000).

S.mutans adalah bakteri yang memiliki peran utama sebagai faktor mikrobiologis yang menyebabkan karies gigi (Tanzer dan Livingston, 2001).

(21)

Berdasarkan Zhan Yong et al. (2012), kelompok streptococcus terdiri dari tujuh serotip, namun yang umum dianggap sebagai agen utama penyebab karies gigi adalah serotip:

a. Serotip c dari plak manusia b. Serotip e dari karies gigi

c. Serotip f dari plak anak yang memiliki resiko karies gigi.

S.mutans serotip c merupakan jenis yang paling banyak dijumpai pada saliva dan plak. Pravelensinya mencakup 75-90 %. S.mutans dapat menimbulkan terjadinya karies gigi apabila jumlahnya mencapai <105 untuk low caries activity dan >106 untuk high caries activity (Pintauli dan Hamada, 2008).

Saliva

Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan jaringan mulut (Edgar et al., 2012). Menurut Rantonen (2003) saliva memiliki efek

buffer dan melawan basa dan asam kuat, saliva menyediakan ion yang dibutuhkan untuk remineralisasi gigi, dan saliva memiliki kapasitas antibakteri, antijamur, dan antivirus karena saliva mengandung antibodi spesifik (secretory IgA), lisozyme, laktoferin, dan laktoperoksidase.

Keadaan sekresi saliva dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran saliva, volume saliva, pH saliva, dan buffer saliva. Seiring meningkatnya sekresi saliva, kapasitas buffering dan pH saliva maka risiko karies semakin menurun (Gopinath dan Azreanne, 2006). Pada keadaan normal, laju aliran saliva pada individu yang sehat berkisar antara 0.3 mL/menit (Rantonen, 2003). Kelenjar saliva dapat distimulasi dengan rasa, pengunyahan, aroma dan melihat makanan (Edgar et al., 2012). Bila dirangsang aliran saliva akan meningkat menjadi 1,0-3,0 mL/menit (Rantonen,2003). Peningkatan laju aliran saliva akan meningkatkan kebersihan mulut dari debris dan bakteri sehingga pembentukan plak terhambat (Dodds, 2012).

Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada pH dalam saliva untuk mempertahankan derajat keasaman saliva berada dalam interval normal sehingga keseimbangan mulut terjaga. Sistem buffering yang paling penting dalam saliva adalah bikarbonat. Bikarbonat saliva meningkatkan pH dan kapasitas

buffering pada saliva, khususnya selama pengunyahan (Rantonen, 2003). Pada saat tidak distimulasi (keadaan istirahat), pH saliva adalah 5.6 - 7.0 dengan rata-rata pH 6.7, dan saat distimulasi sekresi saliva akan meningkat pH nya mencapai angka netral yaitu 7.62 (Haroen, 2002). Derajat keasaman (pH) optimum saliva untuk pertumbuhan bakteri adalah 6.5 - 7.5. Apabila rongga mulut memiliki pH yang rendah antara 4.5 - 5.5 maka akan mempermudah pertumbuhan kuman asidogenik seperti S.mutans (Nolte, 1973).

Tabel 1. Risiko karies gigi pada volume dan pH saliva

Pengukuran Kategori Risiko

Tinggi Sedang Rendah

Volume (5 menit) <3.5 mL 3.5-10 mL >10 mL

pH 5.0-5.8 6.0-6.6 6.8-7.8

(22)

Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction

Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) atau disebut juga sebagai PCR kuantitatif merupakan metode analisis untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi bakteri. Teknik RT-PCR lebih spesifik dalam mengidentifikasi dan kuantifikasi Streptococcus mutans dibandingkan metode kultur konvensional (Yano, 2002).

Quantitative RT-PCR mempunyai prinsip kerja yang sama dengan PCR tradisional, yaitu penggandaan eksponesial molekul DNA menggunakan enzim DNA polimerase dan primer spesifik. Analisis PCR dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan PCR. Proses ini menggunakan beberapa siklus, yaitu (Bio-rad, 2014):

1. Denaturasi, dilakukan dengan pemansan hingga 90 ˚C selama γ0 - 60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.

2. Annealing, setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturunkan ke kisaran 40-60 ˚C selama β0 - 40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer

menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen

primer.

3. Ekstensi/elongasi, dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-7β ˚C. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A maka akan dipasangkan dengan dNTP, dan begitu seterusnya (A dengan T, dan C dengan G, dan begitu pula sebaliknya). Pada tahap ini SYBR Green akan berikatan dengan DNA rantai ganda yang baru terbentuk dan memancarkan fluoresens. Intensitas fluoresens yang dihasilkan oleh SYBR Green adalah berupa nilai CT yang akan digunakan untuk menghitung jumlah rantai ganda DNA yang baru dihasilkan. CT didapatkan ketika DNA terget teramplifikasi. Semakin besar jumlah DNA terget, semakin cepat muncul pancaran fluoresens sehingga nilai CT akan lebih rendah. Nila CT akan digunakan untuk menghitung hasil penelitian.

Perhitungan kuantifikasi bakteri menggunakan teknik qRT-PCR ini dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode absolut dan relatif (Yoshida et al.

2003). Metode absolut digunakan untuk menentukan jumlah penggandaan sampel yang dimasukkan dengan cara membandingkan sinyal PCR terhadap suatu kurva standar (Pfaffl, 2004). Metode relatif mengaitkan sinyal PCR dari transkripsi target pada suatu kelompok perlakuan dengan transkripsi kelompok lain yang tidak diberikan perlakuan (Lifetechnologies, 2012).

Time Intensity (TI) Sensory Evaluation

(23)

dirasakannya dengan cara menggerakkan kursor. Hasilnya akan tampak dilayar monitor berupa gambar kurva TI. Parameter-parameter yang terukur, seperti intensitas maksimum (Imax), persepsi awal atribut (RX), lamanya waktu yang

diperlukan untuk mencapai intensitas maksimum (Tmax), durasi persepsi (Tdur),

kenaikan dan penurunan atribut yang diteliti (Bloom et al., 1994).

Evaluasi TI merupakan tipe khusus dari analisis deskriptif. Oleh karena itu digunakan seleksi acak dan pelatihan berdasarkan metode deksriptif yang direkomendasikan oleh ASTM. Dibandingkan dengan metode deskriptif lainnya, panelis yang digunakan pada uji TI harus memiliki kemampuan yang lebih untuk menyelesaikan tugas pada uji TI. Hal tersebut dikarenakan kerumitan metode dan teknik pada pengujian TI (ASTM E1909-97, 2003).

Metode deskriptif yang digunakan pada seleksi panelis untuk evaluasi TI adalah metode quantitative descriptive analysis (QDA). Tahapan seleksi pada QDA adalah seleksi berdasarkan kriteria, uji kemampuan dengan uji rasa dan aroma dasar, serta uji pembedaan dengan triangle test. Seleksi kriteria dapat dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari kuesioner atau wawancara. Informasi yang diperlukan dalam seleksi kriteria adalah minat calon panelis, kesediaan, ketepatan waktu, kesehatan, kemampuan verbal, kesukaan terhadap produk, dan faktor lain seperti pendidikan atau pekerjaan. 10-12 orang yang lolos pada tahap seleksi kemudian melanjutkan ke tahap pelatihan (ASTM 758,1981).

Gambar 2. Kurva Time Intensity

(Sumber: Meilgard, 1999)

(24)

3 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai April 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Sensori Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB; Laboratorium Sensori SEAFAST dan Laboratorium Biologi Oral FKG UI-Salemba, Jakarta Timur.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cajuput oilflavor (FCO) (produksi Pulau Buru, Maluku), food grade peppermint flavor (FP) (PT. Brataco, Bekasi), honeydew flavor (Singapore), condensed milk flavor, maltitol (PT.Astabumi Ciptadaya), isomalt, air, sukralosa, gum arab (Houjin,Cina), lemak nabati, lesitin dan monogliserida (PT. Setiaguna, Bogor), batu es, Phosphate Buffer Salin (PBS, pH 7,2) steril, akuabides steril, alkohol 70 %, es batu, 16sRNA

universal primers (forward primer dan reverse primer (Genetika Science Indonesia), S. mutans primers (forward primers dan reverse primer (Genetika Science Indonesia), not-DEPC water (Applied Biosystems), dan SYBR® Select Master Mix (Applied Biosystems). Urutan basa primers S. mutans dan 16sRNA bakteri disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. S. mutans Primer dan 16sRNA universal total bakteri

Primer Sekuens Primer (5'-3')

S. mutans fwd GGTTTAACGTCAAAATTAGCTGTATTAGC

S. mutans rvs CTCAACCAACCGCCACTGTT

16s RNA fwd TTAAACTCAAAGGGATTGACGG 16s RNA rvs CTCACGACACGAGCTGACGAC Sumber : Shemesh et al. (2007)

Alat

Peralatan yang digunakan antara lain adalah hotplate listrik (Thermolyne, USA), refraktometer (Spectronic Instruments, USA), TPA-XT2i (Stable Micro System, UK), stopwatch, indikator lakmus universal, tabung Eppendorf 1,5 ml (RNAse and DNAse free, ExtraGene Inc.), tabung Eppendorf 15 ml (RNAse and DNAse free, ExtraGene Inc.), corong steril, timbangan analitik (Ohauss), centrifuge

(SORVALL® Legend RT), freezer -β0 ˚C (GEA), vortex (Biorad BR-2000),

(25)

Subjek Penelitian

Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari komite etik riset FKGUI dengan Nomor : 47/ Ethical Clearance/ FKGUI/ VI/ 2014 (lampiran 1). Subjek penelitian adalah mahasiswa/i Institut Pertanian Bogor yang telah menandatangani

informed consent (contoh terdapat pada lampiran 3) dan telah menyetujui semua peraturan selama penelitian. Pada penelitian ini digunakan 6 orang subjek penelitian dengan usia berkisar 20-30 tahun. Kategori inklusi berupa subjek memiliki gigi geraham yang lengkap, tidak berlubang, bebas karies, tidak merokok, tidak menggunakan alat ortodental, tidak dalam keadaan sakit, memiliki kebiasaan menjaga kebersihan mulut dengan menyikat gigi 2x/hari (pagi dan malam sebelum tidur) dan tidak dalam keadaan hamil. Kriteria ini bertujuan untuk meminimalisir kemungkinan ragam yang tinggi. Pengetahuan subjek mengenai kebersihan mulut dan gigi diasumsikan sama (homogen) apabila subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan setara mahasiswa/i.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan berupa pembuatan sampel uji yaitu cajuputs chewy candy non-sukrosa (CCCNS) dan penelitian utama berupa pengujian paparan flavor CCCNS terhadap kuantitas

S.mutans. Pada pembuatan sampel uji dilakukan penentuan suhu pemanasan, penentuan batas atas penerimaan cajuputs oil flavor, dan penentuan kesukaan konsumen terhadap konsentrasi cajuputs oil flavor (FCO) pada CCCNS. Pada pengujian paparan flavor CCCNS terhadap kuantitas S.mutans, dilakukan analisa paparan flavor, flow rate saliva, pH saliva, dan perhitungan kuantitas S.mutans

untuk mengetahui kemampuan CCCNS dalam menekan pertumbuhan S.mutans. Ilustrasi alur penelitian tergambar pada Gambar 3.

3.1 Penelitian Pendahuluan: Pembuatan Sampel Uji (Cajuput Chewy Candy Non-Sukrosa)

(26)

Gambar 3. Alur penelitian

Tabel 3. Formula Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa per 100g

Bahan Persen (%)

Isomalt 32.8 (w/v)

Maltitol 47.75 (v/v)

Gum Arab 1.45 (w/v)

Maltodextrin 4.5 (w/v)

Sukralosa 0.01 (w/v)

Air 6 (v/v)

Fat 5.9 (v/v)

Lesitin 0.4 (v/v)

Monogliserida 0.3 (w/v)

Peppermintflavor (FP) 0.2 (v/v)

Honeydewflavor (FH) 0.15 (v/v)

Condensed milkflavor (FCM) 0.3 (v/v)

Cajuput oilflavor (FCO) x (v/v)

Sumber: Modifikasi dari Dewi (2014),Wijaya et al. (2011), Tanadi (2013), Guillou et al. (1978), dan Grenby (1997).

Modifikasi flavor

Analisis: Batas Atas

Kesukaan Konsumen

Penelitian Utama Penelitian Pendahuluan

Formulasi terpilih

Flow rate dan pH saliva Kuantifikasi S.mutans

dengan qRT-PCR

Paparan flavor dengan time intensity

Persetujuan etik

Pemilihan Subjek Penelitian Sesuai Kriteria

Pengolahan dan analisis data

Laporan penelitian Pembuatan sampel uji CCCNS

Analisis: Texture Analyzer

Pengujian formula CCCterpilih

(27)

Tahap penelitan pendahuluan dalam pembuatan sampel uji CCCNS ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penentuan suhu pemanasan cajuput chewy candy

non-sukrosa, penentuan batas atas penerimaan konsentrasi FCO, dan penentuan kesukaan konsumen terhadap konsentrasi cajuput oilflavor (FCO) pada CCCNS.

3.1.1 Penentuan Suhu Pemananasan

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap CCCNS dengan tiga suhu pemanasan yang berbeda yaitu pemanasan hingga mencapai suhu 135 oC, 136 oC dan 137 oC dengan permen komersil sebagai pembanding produk. Penentuan suhu pemanasan dilakukan untuk mendapatkan permen yang memiliki tekstur yang tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras sehingga mudah untuk dikunyah dan tidak lengket pada permukaan gigi. Pengujian ini menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i dengan mode Texture Profile Analysis (TPA). Pada mode TPA, probe akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah/menggigit makanan. Parameter tekstur yang diuji adalah adhesiveness, hardness, springiness, cohesiveness, gummines, dan chewiness. Parameter yang digunakan mengacu pada Csima et al.

(2014), yaitu menggunakan cylinder metal compression probe dengan diameter 75mm dan deformasi relatif sebesar 50%. Pre test speed sebesar 1mm/s, post test speed sebesar 1.0 mm/s, dan gaya yang diberikan sebesar 10 g.

Air : Isomalt : Maltitol sirup : gum arab : sukralosa

Pencampuran

Pemasakan hingga mencapai suhu y oC

Pulling 10 menit*

Pemotongan

Cajuputs chewy candy non-sukrosa Penambahan lemak nabati : lesitin :

monogliserida

Dinginkankan pada suhu ruang hingga mencapai suhu 110 oC

Dinginkankan pada suhu ruang hingga mencapai suhu 40oC

Penambahan flavor (FCO : FP : FH : FCM)

(28)

3.1.2 Penentuan Batas atas Penerimaan Cajuputs OilFlavor (FCO)

Penentuan batas atas dan bawah FCO merupakan tahap pra-pendahuluan sebelum dilakukannya pengujian rating kesukaan. Penentuan batas atas dan bawah FCO dilakukan untuk mengetahui konsentrasi FCO dalam CCCNS yang masih dapat diterima oleh konsumen. Batas bawah diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu 0.7 % (Nurramdhan (2010); Christie (2012); Tanadi (2013). Batas atas diperoleh berdasarkan uji in-deep interview yang dilakukan pada 70 orang konsumen. Setelah diperoleh batas bawah dan atas dari FCO, maka dilakukan uji rating kesukaan dengan menggunakan kisaran FCO diantara kedua batas tersebut.

3.1.3 Penentuan Kesukaan Konsumen terhadap Konsentrasi FCO pada CCCNS

Penentuan kesukaan konsumen terhadap konsentrasi cajuput oil flavor

(FCO) pada CCCNS dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan formula permen terpilih yang memiliki sensori terbaik yang dapat diterima oleh konsumen. Penentuan kesukaan konsumen dilakukan pada 70 orang panelis dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan waktu jeda 5 menit antar sampel. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode uji afektif yang mengacu pada Svensson (2012), yang dimana menggunakan skala garis tidak terstruktur dari sangat tidak suka sekali hingga sangat suka sekali. Atribut yang diujikan terdiri dari rasa, aroma, dan mouthfeel dari CCCNS. CCCNS dengan konsentrasi FCO yang paling disukai oleh konsumen akan dijadikan formulasi terpilih yang akan dilakukan pengujian.

3.2 Penelitian Utama: Pengujian Paparan Flavor CCCNS dalam Menekan Pertumbuhan S.mutans

Pada penelitian utama, dua formulasi terpilih dengan nilai uji rating kesukaan tertinggi dilakukan pengujian paparan flavor CCCNS dengan menggunakan analisis sensori time intensity (TI) dan pengujian kemampuan CCCNS dalam menekan pertumbuhan S.mutans dengan analisa flow rate dan pH saliva, dan kuantifikasi Streptococcus mutans dengan RT-PCR.

Peneliti telah mendapatkan persetujuan dari komisi etik FKG UI (lampiran. 2), melakukan seleksi subjek secara acak dengan kriteria yang telah disebutkan pada sub bab subjek penelitian (hlm. 10) dan memberikan informasi mengenai rancangan penelitian yang dilakukan kepada subjek penelitian.

3.2.1 Pengujian Kemampuan CCCNS dalam Menekan Pertumbuhan S.mutans

(29)

Sampel saliva yang diperoleh dilakukan pengujian flow rate, pH, dan kuantifikasi

S.mutans.

3.2.1.1 Pengambilan Saliva

Pengambilan sampel saliva dilakukan sebanyak 3 kali setiap subjek penelitian, yaitu pada jam 06.30 setelah membersihkan gigi dengan pasta gigi (Kontrol), jam 09.30 setelah sarapan namun tidak mengkonsumsi CCCNS, dan jam 12.30 setelah makan dan mengkonsumsi permen CCCNS. Ilustrasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Ilustrasi Pengambilan Sampel

Prosedur pengumpulan saliva menggunakan metode spitting yang mangacu pada Navazesh dan Kumar (2008). Pada saliva yang telah distimulasi dengan CCCNS pengumpulan saliva dilakukan dengan cara menginstruksikan subjek untuk duduk dengan tenang dan menyandarkan kepala ke depan mendekati corong. Sebelum pengambilan sampel saliva, subjek diminta berkumur dengan air putih, dan menelan saliva yang ada dimulutnya. Subjek diinstruksikan untuk mengunyah CCCNS dengan kecepatan yang telah ditentukan sebelumnya dan tidak menelan air liur selama prosedur berlangsung, melainkan dikumpulkan di dalam rongga mulut. Subjek diminta untuk meludahkan air liur setiap 30 detik ke dalam tabung saliva. Pada saliva yang tidak distimulasi, sebelum melakukan pengumpulan saliva subjek diminta untuk menelan sisa saliva yang ada di mulut. Subjek kemudian diinstruksikan untuk memijat secara perlahan kedua pipi selama 30 detik dan kemudian mengumpulkan saliva selama 2 menit 15 detik ke dalam tabung saliva.

3.2.1.2 Flowrate Saliva

Perhitungan flowrate saliva mengacu pada metode Navazesh dan Kumar (2008).Volume saliva yang diperoleh setelah subjek melakukan pengunyahan CCCNS hingga massa permen kunyah habis didalam mulut dibagi dengan waktu pengumpulan saliva. Hasil perhitungan flowrate dihitung dalam satuan gr/menit.

(30)

3.2.1.3 Derajat Keasaman (pH) Saliva

Pengukuran pH saliva dilakukan pada semua sampel saliva setiap perlakuan, yaitu saliva kontrol, tidak distimulasi, dan distimulasi dengan CCCNS. Pengujian pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus indikator universal ke dalam saliva, kemudian dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna yang terjadi dan dibandingkan dengan warna standar yang tertera pada kemasan kotak. Sampel saliva yang telah digunakan untuk uji flow rate dan pH, kemudian disimpan pada suhu -20 oC untuk selanjutnya digunakan dalam kuantifikasi S.mutans menggunakan qRT-PCR.

3.2.1.4 Kuantifikasi S.mutans

Tahapan kuantifikasi S. mutans meliputi ekstraksi DNA, standardisasi konsentrasi, dan penentuan jumlah S.mutans yang terkandung di dalam sampel saliva menggunakan qRT-PCR.

3.2.1.4.1 Ekstraksi DNA (Jara et al. 2008)

Ekstraksi DNA adalah tahap awal dalam proses analisis dengan metode qRT PCR. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode thermal shock. Sampel saliva dalam tabung eppendorf divorteks lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 ×g selama 1 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang tertinggal ditambahkan 1 ml larutan PBS steril, kemudian divortex selama 10 detik. Sampel dalam tabung disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 ×g selama 1 menit. Hasil sentrifugasi memisahkan kembali supernatan dan pelet di dalam tabung. Supernatan yang terbentuk selanjutnya dituangkan ke dalam tabung eppendorf

kemudian ditambahkan akuabides sebanyak 100 µL. Sampel kemudian diinkubasi pada suhu 100 ˚C selama β0 menit dalam waterbath, tabung sampel dikeluarkan dan segera dibenamkan ke dalam kotak berisi pecahan es selama 10 menit. Sampel selanjutnya dihomogenisasi dengan vortex selama 10 detik kemudian disentrifugasi kembali selama 2 menit dengan kecepatan 10000 ×g. Sampel membentuk bagian pelet dan supernatan, bagian supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tabung

eppendorf yang baru sebagai sampel DNA yang akan digunakan.

3.2.1.4.2 Standardisasi Konsentrasi DNA (Li et al. 2003)

Pada blanko dimasukkan 500 µL akuabides dalam kuvet kontrol. Pada kuvet sampel dimasukkan akuabides sebanyak 495 µL akuabides dan kemudian ditambahkan DNA hasil ekstraksi dari saliva sebanyak 5 µL, kemudian dimasukkan kedalam kuvet yang sebelumnya telah diisi dengan akuabides sebanyak 495 µL. Kuvet dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 260 nm (A260). Kegunaan dari spektrofotometri adalah untuk menentukan konsentrasi dan kemurnian DNA yang diperlukan pada kuantifikasi dengan quantitative real time PCR. Konsentrasi DNA dihitung dengan rumus:

[DNA]x µg/ml = A260 × faktor pengenceran × 50 µg/mL

(31)

distandardisasi sehingga semua mempunyai konsentrasi sebesar 100µg/mL dengan rumus:

V � M = V � M Keterangan:

V1 : Volume awal sampel

M1 : Konsentrasi DNA sampel yang terukur

V2 : Volume yang dibutuhkan untuk melakukan percobaan M2 : Konsentrasi DNA standar (100 µg/mL)

3.2.1.4.3 Kuantifikasi S.mutans (Shemesh et al, 2007)

Pada saliva yang telah diekstrak DNA dan distandardisasi dilakukan kuantifikasi S.mutans dengan menggunakan mesin Quantitave Real Time PCR

(StepOne AB Applied Biosystems). Campuran pereaksi qRT-PCR 10µL terdiri dari 5 μL SYBR Green, 0,5 μLforward primer gen (10mM), 0,5 μL reverse primer gen

(10mM), γ µL sampel DNA (100µg/ml), dan 1 μL not-DEPC water. Campuran yang telah disiapkan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 1 menit sebelum dianalisis dengan RT-PCR. Dalam penelitian ini, primer 16SrRNA

S.mutans merupakan target dan 16SrRNA total bakteri sebagai standar internal (mRNA referensi). Primer yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

Berikut merupakan program awal amplifikasi di dalam qRT-PCR. Periode denaturasi dilakukan pada suhu 95 °C selama 10 menit, diikuti dengan 40 siklus amplifikasi pada 94 oC selama 15 detik dan annealing dan ekstensi pada suhu 60 °C selama 1 menit, dilanjutkan proses melting dengan menaikkan suhu kembali 95 oC selama 15 detik lalu suhu diturunkan kembali hinggal 60 oC dan ditahan 1 menit. Suhu kemudian dinaikkan kembali hingga 95 oC selama 15 detik. Pembentukan primer-dimer pada semua pasangan primer dilakukan dengan mengamati kurva disosiasi (melt curve). Selama proses analisis dengan qRT-PCR berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap nilai CT. Ambang siklus kritis (CT) ditentukan sebagai siklus pada saat perpendaran (fluorescence) mulai terdeteksi di atas background, dan secara proporsional berbanding terbalik dengan logaritma jumlah molekul templat awal.

3.2.1.4.4 Perhitungan Jumlah Bakteri(Livak dan Schmittgen, 2008)

Perhitungan kuantifikasi bakteri menggunakan teknik qRT-PCR dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode absolut dan relatif. Metode absolut didasarkan pada penghitungan jumlah replikasi gen dengan mengkorelasikan signal PCR pada kurva standar. Kurva standar S.mutans dan total bakteri diperoleh dari kuantifikasi DNA standar S.mutans dan 16sRNA total bakteri. Kuantitas S. mutans

dan total bakteri dari sampel yang tidak diketahui ditentukan dengan melakukan interpolasi nilai CT ke dalam persamaan pada kurva standar. Data metode absolut disajikan sebagai jumlah replikasi DNA per sell.

Metode relatif mengaitkan sinyal PCR dari transkripsi target pada suatu kelompok perlakuan dengan transkripsi kalibrator atau kontrol internal. Metode relatif yang banyak digunakan adalah metode comparative CTyang biasa disebut

(32)

ekspresi gen 16sRNA dalam dua sampel yang berbeda (tidak distimulasi dan setelah distimulasi) adalah sebagai berikut:

∆� = � . , − � �,

∆� � = � . , � − � �, �

∆� � = � . , � − � �, �

∆∆� � = ∆� . , � − ∆� . ,

∆∆� � = ∆� . , � − ∆� . ,

� = �−∆∆��

3.2.2 Pengujian Paparan Flavor menggunakan Time Intensity (TI)

Sampel uji CCCNS dengan kons. FCO terpilih kemudian dilakukan pengujian paparan flavor. Paparan flavor CCCNSdianalisis menggunakan metode

Time Intensity (TI) dengan menggunakan panelis terlatih. Time Intensity adalah tipe khusus dari analisis deskriptif.

Panelis yang digunakan dalam pengujian TI telah melalui proses pra-seleksi, seleksi utama dan pelatihan panelis. Hal tersebut dilakukan agar panelis yang digunakan dalam pengujian TI ini mampu dalam mengenali dan menetukan skala atribut sensori yang diuji.

3.2.2.1 Seleksi Panelis (ASTM STP 758, 1981) Pra-Seleksi

Pra-seleksi dilakukan pada 40 orang dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner terdapat pada lampiran. 1 guna memaksimalkan efisiensi training, keterangan mengenai kandidat dikumpulkan melalui kuesioner tersebut untuk dapat menyeleksi panelis sesuai dengan kriteria khusus yang ditentukan.

Seleksi Utama

20 orang kandidat yang lolos pada tahap pra-seleksi selanjutnya mengikuti seleksi utama. Seleksi utama dilakukan dengan menggunakan uji rasa dan aroma dasar serta uji segitiga.

 Rasa dan Aroma Dasar

Uji rasa dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan kandidat dalam membedakan berbagai rasa yang kemungkinan terdapat dalam sampel CCCNS yaitu manis, pahit, asam, dan asin dengan konsentrasi di atas ambang batas. Empat rasa dasar dan satu atau dua rasa ulangan diberikan kepada kandidat panelis pada satu waktu. Kandidat panelis membilas dengan sampel penetral pada saat berpindah dari satu sampel ke sampel lainnya.

(33)

Tabel 4. Rasa dasar yang digunakan dalam tahap seleksi panelis sebanyak 19 orang. Pada uji aroma dasar, kandidat panelis dinyatakan lolos jika mampu menjawab benar sebanyak minimal 70 % dari seluruh pengujian. Pada pengujian aroma dasar kandidat yang lolos seleksi sebanyak 17 orang.

 Segitiga

Kandidat panelis yang lolos pada tahap uji rasa dan aroma dasar kemudian melakukan uji segitiga. Uji segitiga dilakukan untuk memperoleh panelis yang memiliki kepekaan dalam mendeteksi perbedaan konsentrasi atribut sensori antar sampel CCCNS. Uji segitiga dilakukan dengan menyajikan 12 set tes diskrimasi dengan 6 atribut yang teridiri dari rasa manis, pahit, flavor cajuput oil, peppermint, honeydew, dan susu yang diulang sebanyak dua kali. Setiap set terdiri dari 2 sampel yang identik dan 1 sampel yang berbeda setiap setnya. Kandidat panelis diinstruksikan untuk memilih sampel yang berbeda. Panelis yang lolos uji segitiga minimal dapat menjawab minimal 60 % jawaban benar. Kandidat yang lolos seleksi uji segitiga sebanyak 13 orang.

3.2.2.2 Pelatihan Panelis (ASTM STP 758, 1981)

Sebanyak 10 orang panelis yang lolos seleksi kemudian diberikan pelatihan. Pelatihan dilakukan agar panelis dapat mengidentifikasi dan mengukur intensitas dari atribut sensori dalam sampel, dapat terus fokus pada atribut sensori tunggal, melatih tingkat kepekaan terhadap perubahan intensitas dan dapat memberikan penilaian secara konsisten (ASTM E1909-97, 2003). Pelatihan yang digunakan mengacu pada metode peringkat atribut dalam ASTM STP 758 (1981). Metode peringkat atribut adalah pengukuran intensitas karakteristik atribut tertentu dengan menggunakan salah satu dari dua pendekatan skala (skala kategori atau skala rasio). Metode ini membutuhkan keakraban dengan komponen atribut sensori, dan pengetahuan tentang rasa dan tekstur untuk pengembangan standar referensi atau acuan. Pelatihan ini dilakukan dalam dua tahap yaitu:

a. Pengenalan dan pembiasan pada peralatan uji dan prosedur pengujian. Hal ini dilakukan dengan cara :

i. Penjelasan mengenai prosedur evaluasi sensori dengan menggunakan metode Time Intensity

(34)

Hal ini dilakukan untuk meminimalisir hasil bias yang dapat disebabkan oleh perbedaan kecepatan pengunyahan. Waktu di saat pemen habis dicatat.

b. Pengenalan dan pelatihan dalam membedakan flavor yang terdapat pada

cajuputs chewy candy non-sukrosa. Hal ini bertujuan untuk menunjukan onset yang berbeda, masa yang stabil atau karakteristik durasi pada sampel pelatihan (ASTM E1909-97, 2003). Berikut ini adalah prosedur pengenalan dan pelatihan atribut flavor (ASTM STP 758, 1981) :

i. Panelis diajarkan untuk mengenali atribut rasa tertentu melalui penggunaan standar referensi, standar referensi yang digunakan merupakan tingkat intensitas dari setiap atribut yang diukur.

ii. Setiap panelis memberikan rating pada sampel referensi

iii. Setelah melakukan diskusi pada sampel referensi dan menentukan kode intensitas, sampel diacak dan setiap kandidat melakukan evaluasi dengan memberikan rating sampel menggunakan skala rasio sesuai dengan atribut yang ditetapkan.

iv. Setiap calon kandidat memberikan rating pada seri sampel minimal empat ulangan. Jumlah ulangan ditentukan oleh tingkat keahlian para peserta.

3.2.2.3 Pengujian Paparan Flavor (ASTM E1909-97, 2003)

Pengujian intensitas dilakukan menggunakan evaluasi sensori Single Attribute Time Intensity (SATI) pada formula terpilih dengan atribut uji rasa minyak kayu putih dan peppermint, dengan menggunakan perangkat TI. Pengujian masing-masing atribut dilakukan secara terpisah dan masing-masing atribut diulang sebanyak 3 kali. Pengujian dilakukan dengan menggunakan kursor skala garis time intensity 0-15 yang dihubungkan dengan komputer. Panelis melakukan pengujian dari awal pengunyahan pertama hingga flavor target tidak teridentifikasi lagi di dalam mulut. Pengunyahan dilakukan dengan cara mengunyah CCCNS di salah satu gigi geraham dengan waktu 1kunyahan/detik. Pengujian dilakukan sebanyak 60 kali sampling dengan interval 5 detik. Jeda antar sampel dilakukan selama 5 menit dengan penetral air hangat dan biskuit tawar.

Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi metode real time dan cude, metode cude dilakukan untuk menentukan Tonset, dan kemudian dilanjutkan dengan metode real time. Metode cude adalah panelis melaporkan respon secara manual dengan menggunakan stopwatch sedangkan metode real time dilakukan secara berkelanjutan selama waktu evaluasi berlangsung. Hal-hal yang dilakukan sebelum melakukan pengujian time intensity adalah sebagai berikut (ASTM E1909-97, 2003):

1. Menentukan lamanya waktu pengumpulan data, yaitu sampai intensitas flavor hilang

2. Menentukan durasi teknik evaluasi, yaitu 6 kunyahan per 5 detik dan data intensitas dikumpulkan setiap 10 detik

(35)

4. Menentukan waktu tunggu untuk mengevaluasi sampel berikutnya, yaitu sampai after taste benar-benar hilang dari mulut dengan dibantu sampel penetral. Sampel penetral dan waktu untuk menetralkan mulut diperoleh dari hasil diskusi dengan panelis pada saat pelatihan.

5. Merancang desain pengujian, yaitu pengujian dilakukan per-atribut uji dengan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Penilaian dimulai saat permen berada di dalam mulut sampai intensitas atribut hilang atau waktu pengujian telah selesai (Thabis).

Hasil ulangan dihitung rata-ratanya per interval waktu yang sama kemudian diplotkan menghasilkan kurva TI rata-rata tiap panelis.

Analisis Statistik

(36)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Sampel Uji CCCNS 4.1.1 Suhu Pemanasan

Pada penelitian pembuatan cajuput chewy candy oleh Dewi (2014) digunakan suhu pemanasan 137 oC, namun mengingat penggunaan hotplate yang berbeda maka kecepatan pemanasan untuk mencapai tekstur yang diinginkan berbeda pula walaupun menggunakan formula yang sama, maka dari itu dilakukan pengujian kembali untuk mengetahui suhu pemanasan yang dapat menghasilkan

cajuput chewy candy non-sukrosa (CCCNS) dengan parameter tekstur yang mendekati sampel referens (sampel komersial). Suhu yang diujikan adalah pemanasan hingga mencapai suhu 135 oC, 136 oC, dan 137 oC. Suhu tersebut digunakan karena berdasarkan Koswara (2009), dalam pembuatan permen lunak non-jelly seperti permen taffy suhu yang digunakan berkisar 132 oC 143 oC. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan derajat kekentalan pada campuran gula sehingga dapat mencegah kristalisasi. Isomalt yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan CCCNS, berdasarkan Mitchell (2006) memiliki sifat kecenderungan untuk mengkristal dari larutan jenuh dikarenakan kelarutannya yang rendah (Mitchell, 2006). Pencegahan kristalisasi juga dilakukan dengan penggunaan maltitol sirup. Maltitol sirup memiliki kelarutan yang tinggi sehingga mampu mempengaruhi kelarutan isomalt dan menghambat terjadinya kristalisasi (Mitchell, 2006). Hasil analisis tekstur menggunakan texture profile analyzer dari ketiga sampel tersebut dan sampel komersial dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Profile tekstur menggunakan texture profile analyzer

Atribut (satuan) Sampel p-value

Komersil 135 oC 136 oC 137 oC

Adhesiveness (gs) -1669.01b -3360.23a -4299.55a -4376.34c 0.000

Hardness (g) 21275.45b 9876.33a 18046.39b 25337.8c 0.000

Gumminess (g) 5935.24a 2675.12a 4310.75a 8729.52b 0.000

Chewiness (g) 1655.76a 724.59a 1029.71a 3007.54a 0.103

Springiness 0.45a 0.59b 0.34a 0.37a 0.038

Cohesiveness 0.28a 0.27a 0.24a 0.34a 0.088

Ket: Perbedaan notasi menunjukkan sampel berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 % (α = 0.05)

(37)

produk komersial hanya ditunjukkan pada atribut adhesiveness. Atribut lainnya menunjukkan adanya persamaan sifat dengan produk komersial.

Pada pembuatan CCCNS, bahan yang digunakan adalah isomalt, maltitol sirup, gum arab, maltodekstrin, lesitin, lemak nabati, monodigliserida dan flavor. Kelengketan yang tinggi pada CCCNS dibandingkan dengan permen komersil mungkin disebabkan penggunaan maltitol sirup. Maltitol sirup memiliki sifat higroskopis yang cukup tinggi (Mitchell, 2006). Kecenderungan higroskopis pada bahan makanan dapat menjadi masalah serius selama produksi dan penyimpanan. Penyerapan kelembaban akan menyebabkan kelengketan pada permukaan sehingga membatasi umur simpan produk (Zumbe et al., 2001).

Oleh karena itu pada pembuatan sampel CCCNS yang digunakan pada penelitian ini adalah suhu pemanasan 136 oC. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa suhu menjadi faktor penting dalam pembentukan tekstur chewy candy. Perbedaan suhu 1 oC mampu menghasilkan permen dengan tekstur yang berbeda. Hal tersebut mungkin karena ketika suhu air meningkat, jumlah molekul air akan menurun dan menjadi gas. Berdasarkan Winarno (2008), bila suatu larutan gula dipanaskan maka air akan menguap dan menyebabkan konsentrasinya akan meningkat. Diduga hilangnya molekul air menjadi gas dan meningkatnya konsentrasi gula menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sehingga meningkatkan kekerasan produk.

4.1.2 Batas atas Cajuputs OilFlavor (FCO)

Pada penelitian cajuputs candy sebelumnya oleh Nurramdhan (2010) dan Rachmatillah et al. (2011) digunakan kisaran FCO sebesar x - 0.2 % sampai x + 0.3 %. Namun demikian, penerimaan konsumen terdapat pada FCO x %. Pada penelitian ini, pengembangan produk cajuputs candy menjadi cajuputs chewy candy memungkinkan terjadinya perubahan batas penerimaan konsumen terhadap

cajuputs oil flavor. Oleh karena itu, dilakukan pengujian kembali untuk menentukan batas atas FCO pada CCCNS.

Penentuan batas atas dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif in deep interview terhadap 7 orang panelis ahli dengan menggunakan 3 serial konsentrasi diatas konsentrasi FCO yang pernah dilakukan oleh Nurramdhan (2010) dan Rachmatillah (2011), yaitu x + 0.8 %, x + 1.3 %, dan x + 1.8 %.Hasil

in deep interview menunjukkan bahwa 4 dari 7 orang menyatakan konsentrasi FCO x + 1.8 % telah menjadi batas penerimaan. Namun dikarenakan in-deep interview

(38)

Gambar 6. Penerimaan konsumen terhadap peningkatan konsentrasi FCO lebih dari x + 1.8 %

4.1.3 Penentuan Kesukaan Konsumen terhadap Konsentrasi FCO pada CCCNS

Penentuan kesukaan konsumen terhadap konsentrasi FCO pada CCCNS dilakukanguna mengevaluasi kesukaan konsumen terhadap atribut uji dari berbagai konsentrasi FCO pada sampel CCCNS. Penentuan kesukaan konsumen terhadap konsentrasi FCO ini dilakukan dengan menggunakan metode uji afektif yang mengacu pada Svensson (2012). Uji afektif atau disebut juga tes penerimaan, tes preferensi atau hedonik tes untuk mengukur preferensi konsumen atau tingkat suatu produk tidak dsukai (Svensson, 2012). Penentuan kesukan konsumen terhadap konsentrasi FCO dilakukan terhadap 70 orang panelis, menggunakan sampel CCCNS dengan 6 konsentrasi FCO yang dipilih berdasarkan kisaran batas bawah x % (berdasarkan penelitian sebelumnya) dan batas atas x + 1.8 % (berdasarkan penentuan batas atas FCO pada CCCNS), yaitu x %; x + 0.36 % ; x + 0.72 % ; x + 1.08 %; x + 1.44 % ; x + 1.8 %. Hasil analisis uji afektif FCO ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil kesukaan konsumen terhadap berbagai konsentrasi FCO pada CCCNS

Atribut Konsentrasi FCO p-value

x % x+0.36% x+0.72% x+1.08% x+1.44% x+1.8%

Rasa 10.73d 9.74c 8.75b 8b 8.75b 6.79a 0.00

Aroma 9.27c 9.34c 8.71bc 8.28ab 8.55bc 7.67a 0.00

Mouthfeel 9.48c 8.79bc 8.29b 7.32ab 8.28b 6.75a 0.00

Ket: Perbedaan notasi pada baris yang sama menunjukkan sampel berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 % (α = 0.05)

Sampel yang paling disukai dari atribut rasa adalah CCCNS dengan konsentrasi FCO x % dengan nilai sebesar 10.73; atribut aroma adalah CCCNS dengan konsentrasi FCO x + 0.36 %, x %, x + 0.72 %, dan x + 1.44 %; atribut

mouthfeel adalah CCCNS dengan konsentrasi FCO x % dan x + 0.36 %. Berdasarkan hasil penentuan kesukaan konsumen terhadap kons. FCO dari ketiga atribut tersebut diketahui bahwa yang memiliki nilai preferensi paling besar adalah CCCNS dengan konsentrasi FCO x % (CCCNS formula 1) dan x + 0.36 % (CCCNS formula 2). Oleh karena itu, dua konsentrasi FCO tersebut yang digunakan untuk pengujian pengaruh paparan flavor CCCNS terhadap kuantitas S.mutans

9%

91%

Menerima

(39)

4.2 Kemampuan CCCNS dalam Menekan Pertumbuhan S.mutans

Pengambilan sampel saliva kontrol, tidak distimulasi, dan distimulasi oleh CCCNS formula 1 dan 2 dilakukan pada dua hari yang berbeda. Saliva yang telah diperoleh kemudian dilakukan pengujian flowrate, pH, dan kuantitas S.mutans.

4.2.1 Flow Rate Saliva

Pengujian flow rate saliva dilakukan untuk mengetahui pengaruh stimulasi

cajuput candy non-sukrosa (CCCNS) formula 1 dengan cajuputs oilflavor x % dan

cajuput candy non sukrosa (CCCNS) formula 2 dengan cajuputs oilflavor x + 0.36 % dalam meningkatkan sekresi saliva. Gopinath dan Azreanne (2006) menyatakan bahwa dengan seiring meningkatnya sekresi saliva maka kapasitas buffer saliva dan pH saliva akan meningkat, sehingga akan menurunkan risiko karies. Pasien dengan

flow rate saliva yang distimulasi kurang dari 1,0 mL/menit mengindikasikan memiliki risiko pembentukan karies gigi, sedangkan pada flow rate saliva yang distimulasi lebih dari 1,0 mL/menit dianggap normal (Dawes, 1987; Gopinath, 2006). Perbandingan flow rate saliva kontrol, yang tidak distimulasi dan distimulasi oleh CCCNS formula 1 dan 2 terdapat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perbandingan flow rate saliva kontrol, tidak distimulasi dan dengan stimulasi oleh cajuput chewy candy Non-Sukrosa formula 1 dan formula 2 dengan konsentrasi flavor cajuput oil x % ( ) dan x + 0.36 % ( )

Gambar 7 menunjukkan bahwa flow rate saliva yang diambil 30 menit setelah sarapan (tanpa stimulasi) mengalami sedikit kenaikan namun tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan saliva kontrol. Hal tersebut menjelaskan bahwa pengunyahan yang dilakukan 30 menit sebelum pengambilan saliva tidak memberikan pengaruh dalam merangsang saliva. Nilai flow rate yang diperoleh dari kedua perlakuan tersebut berkisar 0.330 - 0.851 ml/menit. Beberapa penelitian

Gambar

Tabel 1. Risiko karies gigi pada volume dan pH saliva
Gambar 2. Kurva Time Intensity
Gambar 3. Alur penelitian
Gambar 5. Ilustrasi Pengambilan Sampel
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada 2011, posisi ULN swasta meningkat cukup signifikan menjadi 106.7 miliar USD (27,4% yoy) dibandingkan tahun sebelumnya peningkatan terutama disebabkan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian sebanyak tiga orang siswa. Pemilihan ketiga subjek didasarkan pada hasil tes

merupakan blok diagram sistem MPPT dengan menggunakan konverter ZETA dengan metode modified P&amp;O untuk mendapatkan daya maksimum dari 6 PV sebagai

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 49 sampai dengan Pasal 53 Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa,

Capaian Pembelajaran (Komp Mata Kuliah) : Setelah mengikuti kuliah mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang pengertian meteorologi dan klimatologi, sejarah

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hubungan dua garis, besar dan jenis sudut, serta sifat sudut yang terbentuk dari dua garis yang di potong garis lain.. *

Penggunaan bahan pemanis sintetis yang diizinkan sesuai peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/ VI/1985 yaitu siklamat dengan jenis bahan makanan es krim

(return) yang diberikan sumber daya manusia kepada perusahaan sebagai akibat. dari modal- human capital yang