• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan pengadilan negeri nomor: 61/PID.B/2011/PN.PWR tentang pencurian disertai pembunuhan berencana dalam tinjauan hukum pidana islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Putusan pengadilan negeri nomor: 61/PID.B/2011/PN.PWR tentang pencurian disertai pembunuhan berencana dalam tinjauan hukum pidana islam"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh :

Mikail El Dhafin 1110045100021

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr. Tentang Pencurian Disertai Pembunuhan Berencana Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam. Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1436 H/2014 M. iv + 71 halaman + 1 lampiran.

Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai pencurian yang menebabkan meninggalnya seseorang yang terdapat dalam putusan nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr yang memvonis Adriawan Bin Subarjo dengan penjara seumur hidup atau selama- lamanya dua puluh tahun. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Putusan Pengadilan Negeri Purworejo terhadap terdakwa Adriawan Bin Subarjo ditinjau dari hukum pidana Islam.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berarti penulis tidak menggunakan sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan, penulis melakukan pengidentifikasian secara sistemis dari sumber yang berkaitan dengan objek kajian. Setelah data diperoleh penulis menganalisis secara yuridis normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian (Putusan Nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdakwa tidak layak dikenakan hukuman seumur hidup, sebab ditinjau dari hukm pidana Islam mengenai sanksi bagi tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa yakni pencurian yang disertai pembunuhan sekalipun ulama berbeda pendapat akan tetapi semua pendapat tersebut menunjukkan kepada hukuman mati yang membedakan hanya penambahan hukuman salib dan amputasi tangan dan kaki secara silang.

Kata Kunci: hirâbah

(6)

ii





KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahman dan rahim-Nya

kita diberikan pilihan untuk hidup dan bersikap sewajarnya manusia yang berfikir,

tanpa lupa akan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Shalawat serta salam

kepada Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut beliau yang

diakui serta diberikan syafa’atnya di akhirat kelak. Ậmîn.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang, baik

secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian skripsi

ini.

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA.

2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. Dra. Hj. Maskufa, M.Ag

dan Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag.

3. Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag selaku dosen pembimbing, yang dengan

arahan dan bimbingan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap dosen fakultas syari’ah dan hukum yang dengan ikhlas

(7)

iii

motivasi dan masukan yang diberikan keduanya kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi dan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ghozian El Shidqi, Faris Luthfan El Haidi, dan Maryam Almas El Shabrina

selaku adik yang selalu memberi motivasi khususnya selama penulisan skripsi

ini berjalan.

7. Teman- Teman seperjuangan Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi

Pidana Islam angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan motivasi

selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul Farid Fauzi

(Narji), Ridwan Daus, M. Fadillah (Bedil), Masrur Fuadi (Mas Mukey), Edo

Fahmi (Edos), dan Badru Tamam (Gondes) Terima kasih

sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi maupun

berpetualang.

9. Kepada sahabatku yang setia menamaniku dalam pembuatan skripsi, Aiza

Faqih (Bang Bor), Irsyad Trianto (Sadun), Muhammad Ilham, Ahmad Rijal

(Qwill) dan Ahmad Farid Zamani saya ucapkan beribu-ribu terimakasih.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberi mereka balasan yang

jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan dan berikan, khususnya kepada penlis,

(8)

iv

lainya. Peulis berharap semoga skripsi ini Allah jadikan wasîlah yang dapat

memberikan manfaat khususnya terhadap diri saya sendiri, umumya bagi pembaca

sekalian.

Ậmîn yâ Rabb al- ‘Ậlamîn.

Jakarta, 30 Maret 2015

(9)

v

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian ... 8

E. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM A. Definisi Pencurian dan Definisi Kekerasan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Dalam Hukum Pidana Islam ... 13

B. Macam-macam Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam ... 14

C. Sanksi Tindak Pidana Pencurian Disertai Dengan Kekerasan yang Menyebabkan Kematian Dalam Hukum Pidana Islam... 21

D. Sanksi tindak pidana pencurian disertai dengan kekerasan yang menyebabkan kematian dalam hukum pidana Islam ... 25

BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Definisi Pencurian disertai kekerasan yang mengakibatkan kematian (pembunuhan) dalam hukum positif ... 28

(10)

vi

C. Sanksi tindak pidana pencurian yang disertai kekerasan dalam hukum

positif ... 36

D. Sanksi tindak pidana pencurian disertai dengan kekerasan yang

menyebabkan kematian dalam hukum pidana positif... 43

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 61/PID.B/2011/PN.PWR

A. Deskripsi kasus pencurian yang disertai kekerasan yang menyebabkan

kematian Pengadilan Negeri nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr ... 46

B. Putusan Pengadilan Negeri nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr ... 49

C. Analisis Sanksi Putusan Pengadilan Negeri nomor

61/Pid.B/2011/PN.Pwr Perspektif Hukum Pidana Islam ... 51

BAB V Penutup

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan yang tidak saja melanggar

norma-norma sosial yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat, tetapi lebih jauh lagi,

kejahatan ini juga bisa mengganggu keharmonisan dan stabilitas masyarakat. Tindak

pidana pencurian di Indonesia, dalam pengertian pencurian menurut hukum beserta

unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362, 363, 364, dan 365 KUHP. Pencurian

dalam hukum positif merupakan perbuatan mengambil barang, yang sama sekali atau

sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan

melawan hukum.1

Pencurian dengan Kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP yang berbunyi:

“(1) diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan Tahun, pencurian yang

didahului disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap

orang, dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam

hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta

lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya”.2

1

R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional Offset Printing, 1980) h. 376.

2

(12)

2

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 365 KUHP merupakan gequalificeerde

diefstal atau suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan

unsur-unsur memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP

sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan

pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, dari kejahatan pencurian

dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang.3 Maka sudah jelas bahwa pada

hakekatnya, pencurian dengan kekerasan adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma

agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan

kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional,

penyelenggaraan pencurian dengan kekerasan merupakan perilaku yang negatif dan

merugikan terhadap moral masyarakat.

Indonesia adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai konsekuensi logis dari pengaturan tersebut,

maka seluruh tata kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia harus

berpedoman pada norma-norma hukum. Salah satu perwujudan dari norma hukum

tersebut, khususnya hukum publik adalah keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) yang ditegakkan dengan hukum acara pidana dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).4

Namun, di sisi lain Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk

yang mayoritas beragama Islam. Islam sendiri memiliki aturan hukum yang juga

3

Simons, Leerboek van het Nederlandse Strafrecht II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h 106.

4

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

(13)

harus dipatuhi dan ditegakkan oleh para pemeluknya, jika tidak, maka akan

digolongkan ke dalam orang-orang yang kâfir, fâsiq atau dzâlim.

Pencurian merupakan suatu pelanggaran norma yang hidup di masyarakat

yaitu norma agama dan norma hukum. Agama manapun melarang tindakan suatu

pencurian karena hal tersebut merupakan dosa yang harus di pertanggung jawabkan

oleh pelakunya di akhirat nanti. Hukum juga melarang suatu tindak pencurian, karena

merugikan orang lain dan melanggar hak-hak pribadi dari setiap orang, Salah satunya

adalah hak memiliki setiap benda.5

Akhir-akhir ini tindak pidana pencurian dengan kekerasan banyak terjadi

dalam masyarakat dan mengakibatkan kerugian baik fisik maupun non fisik yang

sangat besar. Sebaga contoh yang terdapat dalam putusan pengadilan Negeri

Purworejo dengan nomor perkara 61/pid.B/2011/PN.Pwr dimana terdakwa pada

awalnya hanya berniat untuk mencuri, akan tetapi korban mengetahui perbuatan

terdakwa sehingga terdakwa membacok kepala korban sampai meninggal dunia.6

Dari hal inilah penulis tertarik untuk menganalisa kriteria dan sanksi terhadap tindak

pidana pencurian dengan kekerasan.

Berangkat dari latar belakang di atas, menurut hemat penulis sanksi tindak

pidana pencurian yang disertai kekerasan yang mengakibatkan kematian menjadi hal

yang menarik untuk dikaji. Dalam skripsi ini penulis melakukan analisis terhadap

5

Sabri Samin, Pidana Islam Dalam Politik Hukum Pidana Indonesia Efektisme dan

Pandangan Non Muslim, (Jakarta, Kholam Publishing)

6

(14)

4

“Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 61/Pid.B/2011/PN.Pwr Tentang Pencurian

Yang Mengakibatkan Kematian Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Tindak Pidana pencurian tentunya mempunyai ruang lingkup yang

sangat luas. Dengan demikian, fokus masalah dalam studi ini dibatasi pada

pandangan hukum pidana Islam dan hukum pidana positif terkait pencurian

berencana yang mengakibatkan orang lain mati dalam putusan Pengadilan

Negeri nomor : 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas perumusan masalah skripsi ini

diformulasikan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pandangan hukum pidana positif mengenai pencurian

disertai pembunuhan berencana?

b. Bagaimanakah pandangan hukum pidana Islam mengenai pencurian

disertai pembunuhan berencana?

c. Bagaimana sanksi putusan Pengadilan Negeri nomor:

(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum, studi ini bertujuan, pertama, menjelaskan tentang

pandangan hukum positif mengenai pencurian disertai pembunuhan

berencana; kedua, merumuskan dan menjelaskan pandangan hukum Islam

mengenai pencurian disertai pembunuhan berencana yang mengakibatkan

orang lain mati; dan ketiga, menjelaskan analisis hukum pidana Islam

terhadap sanksi dalam putusan PN 61/Pid.B/2011/PN.Pwr. Secara spesifik,

penelitian ini bertujuan :

a. Menjelaskan secara komprehensif pandangan hukum positif mengenai

pencurian disertai pembunuhan berencanai;

b. Menjelaskan secara komprehensif pandangan hukum Islam mengenai

pencurian disertai pembunuhan berencana;

c. Menjelaskan secara komprehensif analisis hukum pidana Islam terhadap

sanksi dalam putusan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih

mendalam mengenai pencurian yang disertai kekerasan dan pembunuhan

(16)

6

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membuka pemikiran, terkait

pencurian yang disertai kekerasan dan pembunuhan berencana dalam

hukum pidana Islam.

c. Hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan dapat memberikan

perbandingan mengenai sanksi terhadap putusan PN nomor

61/Pid.B/2011/PN.Pwr dengan sanksi yang berlaku dalam hukum pidana

Islam yang sesuai dengan perkara pidana tersebut.

3. Tinjauan Pustaka/ Penelitian Terdahulu

Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendalam terhadap masalah

tersebut penyusun berusaha melakukan penelitian terhadap literatur yang

relevan terhadap masalah yang menjadi objek penelitian. Sehingga

mendapatkan referensi tepat yang berkaitan dengan kasus pencurian disertai

kekerasan.

Penelitian terkait masalah pencurian yang mengakibatkan hilangnya

nyawa orang lain memang sudah ada hanya saja penelitian yang secara

spesifik meneliti dalam tinjauan hukum islam belum ditemui oleh penulis.

Tetapi penulis tetap mengambil kerangka penelitian terhadap hasil-hasil

karya ilmiah terdahulu untuk membantu melengkapi dan menjadi bahan acuan

penulisan skripsi ini. Adapun hasil penelitian terdahulu yang menunjang

penelitian ini adalah :

a. Skripsi karya AIDIL MUHARRAM SAGALA, alumni Universitas

(17)

KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM DAN KRIMINOLOGI DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA.7 Dalam skripsi ini lebih menekankan

aspek kriminologi hukum terhadap pencurian yang disertai kekerasan

yang mengakibatkan kematian. Hasil penelitian ini menjabarkan

faktor-faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana pencurian yang disertai

kekerasan yang menyebabkan kematian dan cara menangulanginya.

Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah bahwa penelitian ini tidak

memfokuskan pembahasan terhadap sanksi dari tindak pidana pencurian

tersebut serta tidak meninjaunya dari hukum pidana Islam.

b. Skripsi karya LEONARD MARUATAL TAMBUNAN, alumni

Universitas Padjadjaran Bandung, yang Berjudul Studi Kasus Putusan

Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:44/Pid.B/2011/Pn. Pwr Mengenai Perkara Pencurian Disertai Pembunuhan.8

Pada skripsi ini membahas

mengenai tindak pidana pencurian yang disertai pembunuhan yang

ditinjau dari hukum positif terhadap suatu putusan, dalam hal ini, putusan

pengadilan negeri Purwokerto.

7

Aidil Muharram Sagala, Kejahatan Pencurian Disertai Kekerasan Yang Menyebabkan

Hilagnya Nyawa Orang Lain Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Kriminologi Di Kecamatan Medan Helvetia, (Sumatera, Universitas Sumatera Utara Medan, 2005).

8

Leonard Maruatal Tambunan, Yang Berjudul Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

Purwokerto Nomor:44/Pid.B/2011/Pn. Pwr Mengenai Perkara Pencurian Disertai Pembunuhan,

(18)

8

Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah

bahwa penelitian tersebut tidak membahas atau menganalisis hasil putusan

dari aspek hukum pidana Islam.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, artinya

penulis tidak membutuhkan populasi dan sampel. Objek pembahasan ini

tertuju pada penelitian suatu putusan pengadilan, maka kajian ini termasuk

pada penelitian hukum normatif. Penelitian yuridis normatif yang bersifat

kualitatif, adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat

dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta

norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.9

Sumber-sumber penelitian terdiri dari dua sumber diantaranya adalah

sumber primer dan sumber sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan

hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan

primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

9

(19)

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan.

a. Data Primer: Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek

yang diteliti.10 Konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan tindak

pidana pencurian disertai kekerasan, dalam hal ini mengenai Putusan PN

nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.

b. Data Sekunder: Data Sekunder yaitu data pendukung yang berupa

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk

laporan dan lain sebagainya.11

Peter Marzuki mengemukakan bahwa di dalam penelitian hukum

terdapat sejumlah pendekatan, yakni (a) pendekatan undang-undang (statute

approach), (b) Pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan

pendekatan konseptual (conceptual approach).12

Dari sudut pandang tersebut,

penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menerapkan pendekatan

kasus (case approach).

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan metode

penelitian kepustakaan. Kajian kepustakaan adalah upaya pengidentifikasian

10

Adi Rianto, Metodologi PenelitianSosialdan Hukum, Jakarta; Granit, 2004, hlm. 57.

11

Amirudin Zaianal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 30.

12

(20)

10

secara sistemis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang

memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah

penelitian.13

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini untuk hukum

positif adalah KUHP sebagai pedoman hukum acara pidana yang berlaku di

Indonesia, dan untuk hukum Islam-nya, sumber data yang digunakan adalah

kitab-kitab fiqih.

Sehubungan dengan ini, maka teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah studi kepustakaan.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan metode

penelitian kepustakaan. Kajian kepustakaan adalah upaya pengidentifikasian

secara sistemis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang

memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah

penelitian.14

E. Sistematika Pembahasan

Materi laporan penelitian skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. Bab Pertama

bertajuk “Pendahuluan”. Di dalam bab ini diuraikan pokok-pokok pikiran yang

13

Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17.

14

(21)

melatarbelakangi penelitian ini, yang diorganisir menjadi 6 (enam) sub-bab, yaitu (1)

latar belakang masalah, (2) pembatasan dan perumusan masalah, (3) tujuan

penelitian, (4) penelitian terdahulu yang relevan, (5) metode penelitian, (6)

sistematika pembahasan, (7) Rancangan Out Line dan (8) Daftar Pustaka Sementara

Bab Kedua berjudul “Deskripsi Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian

Disertai Kekerasan Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Perspektif

Hukum Pidana Islam”. Bab ini terdiri dari 4 ( empat ) sub-bab, yaitu (1) definisi

pencurian disertai pembunuhan berencana dalam hukum pidana Islam. (2)

macam-macam Pencurian dalam hukum pidana Islam. (3) unsur-unsur pencurian dalam

hukum pidana Islam. (4) sanksi tindak pidana pencurian disertai pembunuhan

berencana dalam hukum pidana Islam.

Bab Ketiga bertajuk “Deskripsi Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian

Disertai Kekerasan Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Perspektif

Hukum Positif”. Dalam bab ini diuraikan mengenai bagaimana pembuktian dalam

hukum positif khususnya di Indonesia dan pembuktian dalam hukum pidana Islam.

Bab ini menyajikan 4 ( tiga ) sub-bab, yaitu (1) definisi Pencurian disertai kekerasan

yang mengakibatkan kematian (pembunuhan) dalam hukum positif. (2) unsur-unsur

pencurian dan kekerasan yang menyebabkan kematian (pembunuhan sengaja) dalam

hukum positif. (3) unsur-unsur tindak pidana pencurian dan pembunuhan berencana

dalam hukum pidana positif. (4) sanksi tindak pidana pencurian yang disertai

(22)

12

Bab Keempat berjudul “Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor

61/Pid.B/2011/PN.Pwr ”. Komposisi dari bab ini akan terdiri dari 3 (tiga) sub-bab,

yaitu (1) Deskripsi kasus pencurian yang disertai kekerasan yang menyebabkan

kematian PN nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr, (2) Putusan Pengadilan Negeri nomor

61/Pid.B/2011/PN.Pwr, dan (3) Analisis sanksi Putusan Pengadilan Negeri nomor

61/Pid.B/2011/PN.Pwr perspektif hukum pidana Islam.

Bab Kelima merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan rekomendasi.

Dalam bab ini diuraikan pokok-pokok/inti temuan penelitian yang dihasilkan. Selain

(23)

13

PEMBUNUHAN BERENCANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

A. Definisi Pencurian dan Definisi Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam.

Pencurian secara etimologi berasal dari kata 1, yang

berarti

“ yaitu mengambil harta orang lain secara sembunyi-

sembunyi.2 Atau “ “ yang artinya, mengambil

sesuatu dari orang lain atas jalan sembunyi- sembunyi.3 Sedangkan secara

terminologi pencurian dalam hukum pidana Islam adalah :

Artinya: “Seorang mukallaf yang mengambil harta orang lain secara sembunyi- sembunyi (minimal) sekadar sepuluh dirham hal keadaannya melakukan spekulasi terhadap suatu barang yang dijaga di suatu tempat atau oleh suatu penjagaan tanpa syubhat kepemilikan mengenai barang tersebut.”4

Menurut hukum Islam pembunuhan disebut dengan لْتقْلا berasal dari kata لتق

yang sinonimnya تاما artinya mematikan. Abdul Qadir Audah memberikan definisi

pembunuhan sebagai berikut:

1

Mahmûd Yûnus, Qâmûs ‘Arabî- Indûnisî, Jakarta; Mahmud Yunus Wa al-Dzurriyyah, 1990, hlm. 168.

2 Ibrâhîm Anîs, ‘Abdu al

-Halîm Muntasir, dkk. al-Mu’jam al-Wasît, (Mesir: Maktabat al-Syurûq al-Dauliyyah, 2010) hlm. 444

3

Alî bin Muhammad al-Jurjânî, al-Ta’rîfât, (T.tp: al-Haramain, 2001), hlm. 117.

4

(24)

14

Artinya: “Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan

kehidupan yakni pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa manusia dengan

sebab perbuatan manusia lain”.5

Pembunuhan merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’, Allah SWT

berfirman dalam Al-Quran Surah Al-An’am ayat 151:



















Artinya: “janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”.6

B. Macam-macam Pencurian dan Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam.

Dalam syarî’ah Islam, pencurian terbagi kepada 2 (dua) macam : (1)

pencurian yang hukumannya hadd, (2) pencurian yang hukumannya ta’zîr.

1. Pencurian yang hukumannya had

Pencurian yang hukumannya hadd terbagi kepada 2 (dua) macam: (a)

pencurian ringan dan (b) pencurian berat.

a. Pencurian ringan adalah mengambil harta orang lain secara sembunyi-

sembunyi.

b. Pencurian berat adalah mengambil harta orang lain dengan cara kekerasan.

Perbedaan antara pencurian ringan dan pencurian berat adalah

bahwasanya pencurian ringan adalah mengambil harta tanpa sepengetahuan

5

Abdul Qadir Audah, At-TAsyri Al-Jina’I Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanun Al-Wad’I (Beirut: Al-Risalah, 1998), Juz II, hlm. 6

6

(25)

korban dan tanpa adanya ridâ dari si korban. Dan mesti ada kedua syarat ini dalam pencurian kecil, sebab jika tidak ada salah satu dari kedua syarat

tersebut maka tidak lah dianggap pencurian ringan.

Barang siapa yang mengambil harta dari sebuah rumah, di mana yang

punya rumah melihat perbuatannya tersebut, dan tidak ada kekerasan dalam

pencurian tersebut, maka pencurian tersebut tidak dianggap pencurian ringan,

sebab tidak adanya syarat “secara sebunyi-sembunyi” di dalam tersebut, maka

pencurian tersebut disebut Ikhtilâs. Dan barang siapa yang merampas harta dari orang lain, maka tidak pula perbuatan tersebut dianggap pencurian

ringan.

Ikhtilâs,7 nahb,8 dan gasab9 semuanya merupakan gambaran dari

pencurian, akan tetapi tidak dihukum dengan hukuman hadd bagi

pelakunya.10

Barang siapa yang mengambil harta dari rumah seseorang dengan

adanya ridâ dari pemilik barang tersebut sekalipun tanpa sepengetahuan si pemilik harta, maka tidaklah perbuatan tersebut dianggap pencurian ringan,

7

Apabila pelaku mengambil harta orang lain secara terang- terangan dan berpegangan kepada lari. Lihat, Ibrâhîm al- Bâjûrî, Hâsyiyah al-Syaikh Ibrâhîm al- Bâjûrî ‘Alâ Syarh al- ‘Allâmah Ibn Qâsim al- Gazi, (Ttp, Dâr al- Kutub al- Islâmiyyah, Ttt), jilid. 2, hlm. 241.

8

Apabila pelaku mengambil harta orang lain secara terang- terangan dan berpegangan kepada kekuatan. Lihat, Ibrâhîm al- Bâjûrî, Hâsyiyah al-Syaikh Ibrâhîm al- Bâjûrî ‘Alâ Syarh al- ‘Allâmah Ibn Qâsim al- Gazi, jilid. 2, hlm. 241

9

Memiliki atau menguasai hak orang lain sekalipun hak orang lain tersebut berupa kemanfaatan. Lihat, Abû Bakar Syattâ, Hâsyiyah I’ânah al- Tâlibîn ‘Alâ Hilli Alfâdzi Fathi al- Mu’în Li Syarh Qurrati al-‘Ain Bi Muhimmâti al- Dîn, (Beirût: Dâr al- Fikr, Ttt), jilid. 3, hlm. 136.

10

(26)

16

sebab tidak adanya syarat yang kedua, yakni “tanpa adanya ridâ dari si korban”

Adapun pencurian berat adalah mengambil harta korban dengan

sepengetahuan korban akan tetapi dengan tanpa adanya ridâ dari si korban dengan jalan kekerasan. Maka jika tidak ada unsur kekerasan dalam perbuatan

tersebut, maka perbuatan tersebut adalah Ikhtilâs, nahb, atau gasab selama tidak adanya ridâ dari si korban.11

2. Pencurian yang hukumannya ta’zîr

Pencurian yang dihukum dengan hukuman ta’zîr ada 2 (dua) macam:

(1) masuk ke dalamnya tiap- tiap pencurian kategori hudûd akan tetapi tidak

mencukupi syarat- syarat hudûd di dalamnya, atau ditolak hudûd pada

perbuatan tersebut karena adanya syubhah, dan (2) mengambil harta orang

lain dengan tanpa sembunyi- sembunyi, yakni dengan sepengetahuan korban

dan tanpa ridâ si korban namun tanpa adanya unsur kekerasan, kategori ini juga masuk ke dalam Ikhtilâs, gasab, dan nahb, seperti orang yang mengambil

pakaian orang lain, kemudian ia lari dengan sepengetahuan si korban.12

Kedua kategori pencurian di atas tidak ada hukuman hadd bagi

pelakunya, yakni tidak diamputasi tangannya berdasarkan atas sabda Nabi :

11

Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid. 2, hlm. 514-515.

12

(27)

Artinya: “Dari Jabir bin Abdillah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: seorang penghianat, perampas dan pencopet tidak dipotong tangannya. (H.R. Ibn Mâjah)”13

Sedangkan dalam hukum Islam tindakan menghilangkan nyawa

manusia ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:

1. Pembunuhan Sengaja (‘amd).

Pembunuhan sengaja yaitu tindak pembunuhan terencana

menggunakan alat yang dapat mematikan, baik berupa benda tumpul

seperti kayu atau batu maupun benda tajam seperti pisau dan sejenisnya.14

Menurut Abdul Qadir Audah,

Artinya: “Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana

perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat

untuk membunuh korban”.15

Adapun dasar hukum penghukuman bagi pelaku pembunuhan ini

adalah ayat Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 178

































































13

Ibn Yazîd al- Qazwînî, Sunan Ibn Mâjah, (Beirût: Dâr al- Fikr, Ttt), jilid. 2, hlm. 864.

14

Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi’I Al-Muyassar, (Beirut: Darul Fikr, 2008), hlm. 154

15

(28)

18







































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”.16

Dasar Hukum dari Hadits Nabi adalah:

Artinya: “Dari Abi Syuraih Al-Khuza’I ia berkata: telah bersabda Rasulullah Saw. Maka barangsiapa yang salah seorang anggota keluarganya menjadi korban pembunuhan setelah ucapanku ini, keluarganya memiliki dua pilihan: adakalanya memilih diat, atau memilih kisas”. (Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa’i).

Berdasarkan ayat dan hadits di atas hukuman bagi pembunuhan

sengaja adaah terdiri dari dua pilihan, yaitu: kisas dan diat mughallazah

apabila keluarga memaafkan.17 Selain dari kedua itu sbagian fukaha

berpendapat dalam hukuman pokok terdapat hukuman lain yaitu takzir dan

kafarat, ini merupakan hukuman pengganti. Hukuman tambahan dari

16

Lihat Al-Quran Surah Al-Baqarah (2) ayat 178

17

(29)

pembunuhan ini ada dua: pencabutan hak waris, dan pencabutan hak

menerima wasiat.18

2. Pembunuhan tidak sengaja (Khata’)

Pembunuhan tidak sengaja yaitu pelaku tidak berencana

melakukan pembunuhan. Misalnya dia melempari sesuatu seperti tembok,

hewan, atau pohon lalu lemaparan itu mengenai orang; atau dia terjatuh

dari tempat yang tinggi dan menimpa orang di bawahnya hingga tewas.

Pada contoh pertama pelaku sengaja melakukan sesuatu (lemparan) tanpa

maksud mengenai target seseorang, sedangkan yang kedua pelaku tidak

merencanakan keduanya.

Sayid Sabiq memberikan definisi sebagai berikut:

Artinya ; “Pembunuhan karena kesalahan adalah apabila seorang mukallaf melakukan perbuatan yang diperbolehkan untuk dikerjakan, seperti menembak binatang buruan atau membidik suatu sasaran, tetapi kemudian mengenai orang yang dijamin keselamatannya dan

membunuhnya”.19

Dasar Hukum penghukuman pembunuhan ini adalah Al-Quran Surah

An-Nisa ayat 92.

18

Alie, Yafie, Ensiklopedi Hukum Islam III, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu), hlm. 271

19

(30)

20

















































Artinya: “dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.20

Pembunuhan ini mendapatkan hukuman berupa kewajiban

membayar diat ringan (mukhaffafah) terhadap ahli waris ashabah (‘aqilah)

pelaku yang dibayar dalam jangka waktu tiga tahun.21 Sayid Sabiq

menerangkan bahwasannya tidak hanya sebatas diat ringan tetapi pelaku

juga menunaikan kafarah, yaitu memerdekakan budak mukmin, jika tidak

mampu maka pelaku harus berpuasa dua tahun berturut-turut.22

3. Pembunuhan Semi Sengaja (Syibh ‘amd)

Pembunuhan Semi Sengaja (syibh ‘amd) atau Sengaja tapi kelirua

(‘amdal-khata’), yaitu berencana melakukan pembunuhan dengan alat

yang biasanya tidak mematikan. Misalnya memukul seseorang dengan

tongkat yang ringan atau cambuk dan sebagainya yang tidak mematikan,

lalu dia tewas.23

20

Lihat Al-Quran Surah An-Nisa (4) ayat 92

21

Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi’i Al-Muyassar,hlm. 154

22

Sayid, Sabiq, Fiqh As-Sunah Juz II, hlm. 331

23

(31)

Abdul Qadir Audah berpendapat,

Artinya: “Pembunuhan menyerupai sengaja adalah suatu

pembunuhan dimana pelaku sengaja memukul korban dengan tongkat

cambuk, batu, tangan, atau benda lain yang mengakibatkan kematian”.24

Jenis hukuman pembunuhan ini adalah diat mughallazah yang

diberikan waktu dan kafarat. Hukuman pengganti yaitu takzir sebagai

pengganti diat dan puasa sebagai pengganti kafarat, yaitu memerdekakan

budak atau bersedekah sesuai dengan harganya. Hukuman tambahan

pencabutan hak menerima wasiat.

C. Unsur- Unsur Tindak Pidana Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam.

Unsur- unsur tindak pidana pencurian dalam hukum pidana Islam ada 4

(empat) yaitu: (1) mengambil secara sembunyi- sembunyi, (2) barang yang diambil

berupa harta, (3) harta yang diambil tersebut milik orang lain, dan (4) melawan

hukum.25

1. Mengambil secara sembunyi- sembunyi.

Pengertian dari “mengambil secara sembunyi- sembunyi” adalah

bahwasanya pelaku mengambil mengambil sesuatu (dalam hal ini adalah

harta) dengan tanpa sepengetahuan si korban dan tanpa adanya ridâ dari si

24

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm. 141.

25

(32)

22

korban. Seperti seseorang yang mengambil harta orang lain dari rumahnya

pada saat korban tidak ada dirumahnya atau korban sedang tertidur, atau

seperti orang yang mengambil hasil produksi dari tempat penimbunan

seseorang pada saat orang tersebut tidak ada atau saat orang tersebut sedang

tertidur. Jika pencurian di lakukan pada saat adanya si korban, dan tanpa

adanya kekerasan, maka perbuatan tersebut disebut ikhtilâs, bukan pencurian

(sariqoh). Dan jika pencurian dilakukan dengan tanpa sepengetahuan korban,

akan tetapi dengan adanya ridâ dari korban, maka perbuatan tersebut tidak

dianggap sebagai tindak pidana.26

Proses pencurian ini harus sempurna, tidak cukup hanya dengan

adanya pelaku yang berada di dakat barang curian. Perihal mengambil barang

orang lain ini harus memenuhi tiga syarat. Pertama, pencuri mengambil

barang curian itu dari tempat penyimpanan. Kedua, barang curian tersebut

dikeluarkan dari pemeliharaan pihak korban. Ketiga, barang curian berpindah

tangan dari pihak korban kepada pihak pelaku. Kalau syarat-syarat ini tidak

terpenuhi maka proses pencurian dinilai tidak sempurna dan hukumannya

berupa ta’zir, bukan potong tangan.27

2. Barang yang diambil berupa harta

Wajib bahwasanya sesuatu yang dicuri adalah berupa harta. Konsep

harta dalam Islam tampaknya terjadi pergeseran makna antara sebelum dan

26

Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid. 2, hlm. 517.

27

(33)

sesudah dihapuskannya perbudakan oleh PBB. Sebelum dihapuskannya

pebudakan atau pada masa perbudakan masih merajalela, hamba sahaya/

budak laki- laki maupun perempuan merupakan termasuk ke dalam kategori

harta, dari sisi bahwasanya mereka memungkinkan untuk dipergunakan

layaknya harta, sekalipun dari sisi lain mereka juga manusia. Adapun setelah

dihapuskannya perbudakan, maka tidak mungkin manusia menjadi objek

pencurian, ini adalah pendapat Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad. Adapun

Imam Malik berpendapat bahwasanya anak kecil yang belum mumayyiz28

dapat disebut objek pencurian sekalipun orang merdeka, dan wajib diamputasi

tangan pelakunya, sebagaimana diamputasi tangan pelaku pencurian harta.29

Selanjutnya, agar pelaku pencurian dapat dikenai hukuman potong

tangan, harus memenuhi beberapa persyaratan yang dikemukakan oleh Abdul

Qadir Auda berikut.

Harta yang dicuri harus memenuhi beberapa syarat agar pelaku dapat

dihukum potong tangan. Syarat-syarat dimaksud (1) berupa harta yang

bergerak, (2) berupa benda berharga, (3) disimpan di tempat penyimpanan,

dan (4) harus mencapai nisab.

28Mumayyiz

dapat dikatakan, mengetahui sisi kanan dan sisi kiri, ada juga yang berpendapat, memahami pembicaraan orang yang mengajak bicara, dan dapat menjawabnya, dan ada juga yang berpendapat bahwasanya mumayyiz adalah mengetahui yang manfaat dan yang bahaya. Lihat, Abû Bakar Syattâ, Hâsyiyah I’ânah al- Tâlibîn ‘Alâ Hilli Alfâdzi Fathi al- Mu’în Li Syarh Qurrati al-‘Ain Bi Muhimmâti al- Dîn, (Beirût: Dâr al- Fikr, Ttt), jilid. 1, hlm. 24

29

(34)

24

Perihal harta yang dicuri, yaitu berupa benda berharga dan mencapai

nisab. Adapun perihal harta yang berupa benda bergerak dan disimpan di

tempat penyimpanan, dijelaskan oleh Abdul Qadir Auda. Menurutnya, harta

yang berupa benda bergerak adalah benda yang memungkinkan untuk

dipindahtangankan dan tidak harus berupa benda yang secara fisik dapat

dilihat mata.30

3. Harta yang di ambil adalah milik orang lain.

Hal ini penting, karena kalau ternyata harta yang diambil itu milik

pelaku, sekalipun dilakukan dengan sembunyi-sembunyi tetap tidak dapat

disebut pencurian. Demikian pula kalau harta tersebut menjadi milik bersama

antara pelaku dan korban, juga tidak termasuk pencurian. Hal serupa juga

berlaku antara pelaku dan korban yang memiliki hubungan kekerabatan,

seperti ayah yang mengambil harta anak atau sebaliknnya (menurut Imam Al-

Syafi’I dan Ahmad).31

4. Melawan hukum.

Sebuah tindakan pengambilan terhadap harta orang lain tidak dianggap

pencurian, kecuali apabila telah tercukupi unsur yang keempat ini di sisi si

pelaku. Dan tercukupi unsur melawan hukum ini manakala pelaku mengambil

harta orang lain dan dia mengetahui bahwasanya perbuatan tersebut

30

M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 115

31

(35)

diharamkan, dan selama ia bermaksud untuk memiliki harta tersebut serta

tanpa adanya ridâ dari korban.32

D. Sanksi Tindak Pidana Pencurian Disertai Pembunuhan Berencana Dalam Hukum Pidana Islam.

Apabila tindak pidana pencurian telah dapat dibuktikan maka pencuri dapat

dikenai dua macam hukuman, yaitu sebagai berikut: (1) penggantian kerugian, dan

(2) hukuman potong tangan.33 Hukuman potong tangan sudah pasti dilaksanakan,

akan tetapi bagi hukuman penggantian kerugian, terdapat perbedaan pendapat di

dalamnya. Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya berpendapat bahwasanya apabila

telah terbukti suatu tindak pidana pencurian, maka pelaku wajib menanggung/

mengganti harga harta barang yang dicuri, dan wajib diamputasi tangannya. Akan

tetapi mereka berpendapat bahwasanya sanksi ganti rugi dan sanksi amputasi tangan

tidak dapat digabungkan. Apabila tangan si pelaku telah diamputasi, maka pelaku

tidak wajib mengganti harta yang telah dicurinya, dalilnya adalah bahwa al-Qur’an

hanya memerintahkan untuk mengamputasi saja.

Sedangkan Imam Malik mewajibkan mengembalikan harta yang dicuri

sekalipun tangan si pelaku telah di amputasi selama harta yang dicuri masih ada, baik

harta tersebut masih di tangan si pelaku maupun sudah berpindah tangan. Dan di sisi

32

Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid. 2, hlm. 608

33

(36)

26

lain Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwasanya sanksi amputasi dan

sanksi ganti rugi dihimpun bagaimanapun keadaannya. Karena bahwasanya pelaku

tindak pidana pencurian datang dengan suatu perbuatan yang mewajibkan amputasi,

dan sekaligus yang mewajibkan harga harta yang dicuri, yakni tindak pidana

pencurian.34

Hanafiyyah berpendapat apabila pelaku mengambil harta, maka diamputasi

tangan dan kaki pelaku secara silang. Jika pelaku membunuh saja, maka sanksinya

juga hukuman mati. Jika pelaku membunuh dan mengambil harta, maka Imam/

pemerintah dapat memilih, ia bisa saja mengamputasi tangan dan kaki pelaku secara

silang kemudian membunuhnya atau mensalibnya, atau bisa saja tidak mengamputasi,

yaitu langsung membunuh atau menyalibnya. Jika pelaku hanya meneror, tidak

membunuh dan mengambil harta maka sanksinya di asingkan dari bumi, yakni di

penjara dan di hukum dengan hukuman ta’zîr,

Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat apabila pelaku mengambil harta,

maka diamputasi tangan dan kaki pelaku secara silang. Jika pelaku membunuh dan

tidak mengambil harta, maka sanksinya hukuman mati saja, tidak disalib. Jika pelaku

membunuh dan mengambil harta, maka sanksinya hukuman mati dan disalib. Jika

pelaku hanya melakukan teror, maka sanksinya dipenjara.

Imam Malik berpendapat, perkara sanksi bagi pelaku tindak pidana hirâbah

dikembalikan kepada Ijtihâd Imam/ pemerintah, pandangan dan musyawarahnya

34

(37)

dengan pada Fuqaha untuk menjatuhkan sanksi yang lebih mengedepankan maslahah

dan menolak mafsadah, dan tentunya tidak boleh seorang Imam memutuskan perkara

seenaknya/ sesuai dengan nafsunya. Jika pelaku memberi teror, maka Imam dapat

memilih antara menyali, membunuh, mengamputasi tangan dan kaki secara silang,

mengasingkan, dan memukulnya, perinciannya adalah sebagai berikut:

Jika yang melakuakan teror adalah orang yang menjadi otak kejahatan dan

seseorang yang mempunyai kekuatan, maka sisi Ijtihâd Imam adalah membunuh dan

menyalibnya, apabila pelaku hanya mempunyai kekuatan, maka Imam mengamputasi

tangan dan kakinya secara silang, dan jika pelaku tidak mempunyai kedua sifat di

atas, maka Imam memberikan sanksi yang paling ringan, yaitu memukul dan

mengasingkan.

Jika pelaku melakukan pembunuhan, maka Imam mesti memberikan sanksi

hukuman mati, dan tidak ada pilihan bagi Imam untuk memberi hukuman amputasi

atau mengasingkan, sebab hakim hanya diberi pilihan antara membunuh atau

menyalib.

Jika pelaku hanya mengambil harta dan tidak membunuh, maka Imam diberi

pilihan antara menghukum mati, menyalib, mengamputasi tangan dan kaki secara

silang dan mengasingkannya.35

35

Wahbah bin Mustafâ al-Zuhailî, al-Tafsîr al-Munîr Fî al-‘Aqîdah Wa al-Syarî’ah Wa al

(38)

28 BAB III

DESKRIPSI UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG

LAIN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF

A. Definisi Pencurian dan Definisi Kekerasan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain dalam Hukum Pidana Positif

Pencurian merupakan suatu bentuk tindak pidana, hal ini berarti bagi siapa

pun orangnya yang melakukan pencurian atau mengambil barang milik orang lain

secara melawan hukum harus dikenai sanksi pidana sesuai dengan pasal yang

mengaturnya. Pengenaan sanksi tersebut dilakukan melalui suatu proses pengadilan.

Berikut ini akan diuraikan. tentang beberapa pengertian pencurian yaitu :

Menurut Kamus Hukum “Pencurian adalah : Perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja untuk mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum.”

Pencurian adalah: “Mengambil barang milik orang lain dengan sengaja dan

secara diam-diam dengan maksud untuk dimiliki secara hukum”.1 Ada juga yang

memberi pengertian, pencurian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

atau beberapa orang untuk mengambil barang, sebagian atau seluruhnya milik orang

lain dengan melawan hukum.2

1

Mr. J. M. Van Bemmelen, Hukum Pidana 3 Bagian Khusus Delict Khusus, Cetakan I, (Bandung; Bina cipta, 1986), hal. 133.

2

(39)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil

milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.

Sedangkan arti “pencurian” proses, cara, perbuatan.

Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan

dalam Pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya

yang berbunyi: barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian

milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam

karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling

banyak Rp.900,00-.3

Pengertian di atas menjelaskan bahwa tindak pidana pencurian berupa

perbuatan seseorang untuk mengambil barang kepunyaan orang lain dengan maksud

untuk dimiliki secara melawan hukum.4

Kata mencuri artinya mengambil barang orang lain dengan diam-diam dengan

sembunyi-sembunyi tanpa diketahui pemilik barang, perbuatan pencurian itu dapat

dibedakan antara pencurian ringan, pencurian berat dan pencurian dengan kekerasan.

Pencurian ringan adalah pencurian yang dilakukan dengan mengambil barang orang

lain dengan sembunyi-sembunyi dan harga barang yang dicuri biasanya relatif

rendah, sedangkan pencurian berat adalah pencurian yang dilakukan dengan

mengambil barang orang lain dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan

hukum, dan dalam pencurian dangan kekerasan tidak jauh beda dengan pencurian

3

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm. 128.

4

(40)

30

berat, tetapi dalam pencurian dengan kekerasan ini lebih menekankan pada cara yang

digunakan yaitu dengan kekerasan yang dapat mengakibatkan luka atau matinya

seseorang.

Di dalam bahasa sehari-hari mengambil barang orang lain dengan kekerasan

itu bisa disebut perampokan atau penodongan, apabila dilihat dari cara para pelaku

melakukan pencurian tersebut.5

Tindak pidana pencurian disertai kekerasan pada dasarnya identik sekali

dengan tindak pidana pembegalan atau perampokan. Hal ini berkaitan dengan cara

pengambilan harta itu sendiri, yaitu dilakukan dengan caraterang-terangan dan

menggunakan unsur kekerasan di dalamnya.6 Tindak pidana pencurian dengan

kekerasan itu oleh pembentuk undang-undang yang telah diatur dalam pasal 365

KUHP berbunyi :

Ayat (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun

pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal

tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri

atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang

dicuri.

5

Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1992), hlm.32

6

(41)

Ayat (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :

ke-1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah

atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum.

ke-2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu.

ke-3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu

atau pakaian jabatan palsu.

ke-4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

Ayat (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Ayat (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika

perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan

oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh

salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.7

B. Macam-macam pencurian dalam hukum pidana positif. 1. Pencurian Biasa

Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam PaSAL 362 KUHP

yang menyatakan:

7

(42)

32

“Barang siapa mengambil suatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik

orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum,

diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.8

2. Pencurian Dengan Pemberatan

Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doctrinal

disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang

dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan

cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat

dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian

biasa.9

Pencurian dengan pemberatan dirumuskan dalam Pasal 363 KUHP

yang juga menjelaskan klasifikasi dari pencurian pemberatan sebagai berikut :

Ke-1 Pencurian Ternak

Ke-2 Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi

atau gempa lain, peletusan gunung api, kapal karena terdampar,

kecelakaan kereta api, huru- hara, pemberontakan atau bahaya

perang.

8

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hlm. 128.

9

(43)

Ke-3 Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ

tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauan yang berhak.

Ke-4 Pencurian dilakukan oleh 2 orang atau lebih bersama- sama.

Ke-5 Pencurian yang dilakukan untuk dapat masuk ketempat kejahatan

atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan

jalan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak

kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.10

Dalam Pasal 101 KUHP yang disebut ternak yaitu semua binatang

yang berkuku satu, binatang memamah biak dan babi.11 Dan dianggap juga

suatu pencurian itu “pencurian dengan pemberatan” apabila pencurian

dilakukan pada malam hari, karena waktu malam merupakan waktu di mana

orang sedang beristirahat untuk tidur. Waktu malam itu sendiri menurut Pasal

98 KUHP yang menunjukkan waktu malam berarti waktu diantara matahari

terbenam dan matahari terbit.12

Pengertian kediaman menurut Lamintang, mendasar pada

yurisprudensi dari perkataan “worning” adalah setiap tempat yang

dipergunakan oleh manusia sebagai tempat kediaman, sehingga termasuk di

dalamnya juga gerbong- gerbong kereta api atau gubug- gubug terbuat dari

10

H. A. K. Moch. Ahmad, Hukum Pidana Bagian Khusus, (Bandung : Alumni, 1979), hlm. 18.

11

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hlm. 39.

12

(44)

34

kaleng- kaleng atau karton- karton yang didiami oleh para tunawisma, kapal-

kapal atau mobil- mobil yang dipakai sebagai tempat kediaman dan lain-

lainnya.13

Yang dimaksud dengan perkarangan tertutup yang ada rumahnya

adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda di amana menunjukkan, bahwa

tanah dapat dibedakan dari bidang tanah sekelilingnya. Tertutup tidak selalu

dikelilingi dengan tembok atau pagar sebgai tanda batas. Tanda batas dapat

juga terdiri atas saluran air, tumpukan batu, pagar tumbuh- tumbuhan, pagar

bambu. Sebagai unsur ditetapkan bahwa dalam perkarangan tertutup itu harus

berdiri suatu tempat kediaman orang.14

3. Pencurian Ringan

Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari

pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan

unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi

diperingan.15

Pencurian ringan diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHP yang

menyatakan “Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUHP

ke-4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada

13

PAF. Lamintang, Delik- Delik Khusus Kejahatan- Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 151.

14

H. A. K. Moch. Ahmad, Hukum Pidana Bagian Khusus, hlm. 20.

15

(45)

rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus puluh lima rupiah,dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”16

4. Pencurian Dengan Kekerasan

Pengertian dengan kekerasan terdapat dalam pasal 89 KUHP yang

berbunyi: membuat orang jadi pingsan dan tidak berdaya lagi disamakan

dengan menggunakan kekerasan. Dalam penjelasan arti dari pada “melakukan

kekerasan” ialah menggunakan tenaga atau menggunakan kekuatan jasmani

sekuat mungkin secara tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau

dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagian yang

menyebabkan orang yang terkena tindak kekerasan itu merasa sakit yang

sangat. Menurut pasal ini, “melakukan kekerasan” dapat disamakan dengan

“membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya”.17

Pencurian dengan kekerasan ini diatur dalam pasal 365 yang bunyi

pasal (1) nya sebagai berikut : “Diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk

mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan,

16

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hlm. 129.

17

(46)

36

untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk

tetap menguasai barang yang dicurinya”.18

5. Pencurian Dalam Keluarga

Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPIdana

ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun

korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367

KUHPidana akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri melakukan

(sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri

atau suaminya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) kUHPidana apabila suami

isteri tersebut masih dalam iktan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja

atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayaannya, maka pencurian atau

membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak dapat

dilakukan penuntutan.19

C. Unsur - unsur tindak pidana pencurian dan pembunuhan berencana dalam hukum pidana positif.

Di dalam Pasal 362 KUHP dan Pasal 363 KUHP, yakni mengenai pencurian

biasa, mengandung rumusan mengambil barang seluruhnya atau sebagian milik orang

18

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hlm. 129

19

(47)

lain, dengan tujuan memilikinya secara melanggar hukum. Adapun Unsur tindak

pidana pencurian menurut perumusannya dalam pasal 362 KUHP sebagai berikut:

1. Perbuatan Mengambil

Yang dimaksud dengan perbuatan mengambil di dalam perumusan

Pasal 362 KUHP adalah membawa suatu benda di bawah kekuasaannya

yang mutlak dan nyata atau sengaja menaruh sesuatu dalam

kekuasaannya.20

Perlu diketahui bahawa baik Undang-Undang maupun pembentuk

Undang-Undang ternyata tidak pernah memberikan sesuatu penjelasan tentang

dimaksud dengan perbuatan mengambil.21

Akan tetapi kata “mengambil” atau wegnemen dalam arti sempit

terbatas pada menggerakkan tangan dan jari- jari, memegang barangnya dan

mengalihkannya ke tempat lain. Yang dimaksud dengan kata “mengambil”

ialah sebelum perbuatan itu dilakukan.22

2. Yang Diambil Harus Suatu Barang

Yang dimaksud dengan suatu barang adalah suatu benda yang

berwujud dan dapat dipindahkan atau dipindahkan. Jadi bukan barang yang

tak dapat dipindahkan karena dalam pencurian barang itu haruslah dapat

dipindahkan.

20

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hlm. 63

21

Ardi Nugrahanto, Tinjauan Yuridis Tentang Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

Dan Pemberatan Di Wilayah Surabaya Putusan No.1836 / Pid. B / 2010/ PN. SBY, (Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional Veteran, 2011), hlm. 13.

22

(48)

38

Suatu barang adalah juga segala sesuatu yang berwujud termasuk pula

binatang (bukan manusia). Dalam pengertian barang termasuk pula daya

listrik dan gas, meskipun tidak berwujud. Barang ini tidak perlu mempunyai

nilai ekonomis. Apabila mengambil sesuatu barang tidak dengan ijin dari

pemiliknya, masuk pencurian.23 Meskipun di sisi lain ada yang berpendapat

jika tidak ada nilai ekonominya, sukar dapat diterima akal bahwa seseorang

akan membentuk kehendaknya untuk mengambil sesuatu barang yang tidak

memiliki nilai ekonomi.24

3. Barang Harus Kepunyaan Orang Lain Seluruhnya atau Sebagian

Tindak pidana pencurian tergolong dalam tindak pidana terhadap harta

kekayaan, oleh sebab itu obyek pencurian haruslah benda-benda yang ada

pemiliknya, jadi benda itu sebagian atau seluruhnya harus kepunyaan orang

lain.

Sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban,

maka barang yang diambil harus berharga. Harga ini tidak selalu bersifat

ekonomis. Barang yang diambil dapat seluruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain, yaitu apabila merupakan suatu barang warisan yang belum

dibagi-bagi, dan pencuri adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas

barang yang tersebut. Contoh lain sebagian kepunyaan orang lain misalnya :

23

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco, 1974), hlm. 15

24

S. R. Sianturi, Tindak Pidana Di Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Menurut

(49)

A bersama B membeli sebuah sepeda, maka sepeda itu milik A dan B,

disimpan di rumah A kemudian dicuri oleh B. Suatu barang yang bukan

kepunyaan seseorang tidak menimbulkan pencurian, misalnya binatang yang

hidup di alam bebas dan barang-barang yang sudah di buang oleh

pemiliknya.25

4. Pengambilan Barang Yang Sedemikian itu Harus Dengan Maksud

Memiliki Secara Melawan Hukum Melawan hukum atau bertentangan

dengan hukum maksudnya adalah perbuatan memiliki yang dikehendaki tanpa

hak atau kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa barang

yang diambilnya adalah milik orang lain.26

Adapun unsur- unsur Pasal 365 KUHP yakni mengenai tindak pidana

pencurian disertai kekerasan, termuat dalam penjelasan di bawah ini:

a. Unsur- unsur obyektifnya terdiri dari :

1. Didahului;

2. Disertai;

3. Diikuti;

Oleh kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap seseorang.

b. Sedangkan unsur subyektifnya terdiri dari :

1. Dengan maksud untuk;

2. Mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu atau;

25

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, hlm. 15

26

(50)

40

3. Jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau

peserta lain dalam kejahatan itu untuk melarikan diri dan untuk

mempertahankan pemilikan atas barang dicurinya.27

Unsur istimewa yang kini ditambahkan pada pencurian biasa ialah

“mempergunakan kekerasan atau ancaman kekerasan” dengan dua macam

maksud, yaitu ke – 1 maksud untuk mempersiapkan pencurian, dan ke-2

maksud untuk mempermudah pencurian.

Maksud yang ke –1 perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan

mendahului pengambilan barang, misalnya memukul atau menembak atau

mengikat penjaga rumah. Sedangkan dalam maksud yang ke – 2 pengambilan

barang dipermudah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, misalnya

memukul si penghuni rumah atau mengikatnya atau menodong mereka agar

mereka diam saja dan tidak bergerak, sementara pencuri lain mengambil

barang-barang dalam rumah.28

Adapun unsur-unsur pembunuhan berencana Dalam perbuatan

Referensi

Dokumen terkait

PERENCANAAN ULANG TIMBUNAN OPRIT DAN ABUTMENT JEMBATAN PLASMA BATU TUGU- PLASMA TANJUNG KURUNG, PALEMBANG (YANG MENGALAMI KERUNTUHAN SEBELUMNYA PADA SAAT PELAKSANAAN).. RIF’

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada lima yang terkait dalam hal ini yaitu (1)Implementasi kebijakan peraturan pemerintah nomor 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan

Pelaksanaan penelitian dilakukan di SDN Tahai Jaya-1 Kecamatan Maliku Kabupaten Pulang Pisau. Bahwa para siswa disana terkhusus kelas III masih banyak shalat

Berdasarkan uji validitas tersebut di atas menunjukkan bahwa nilai r hitung dan setiap item pernyataan kuesioner lebih besar darl r tabel sebesar 0,304 dengan n = 44 dan α =

Penelitian ini menggunakan peneltian hukum empiris dan hasil penelitian menyatakan bahwa di masyarakat Dusun Waung Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,

Terkait dengan pandangan ini perspektif ini, Mahfud (2001: 15) telah melakukan penelitian dengan berangkat dari asumsi bahwa konfigurasi politik suatu negara akan melahirkan