TESIS
Oleh
POSAN
117011148/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
POSAN
117011148/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nama Mahasiswa : POSAN
Nomor Pokok : 117011148
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum
Nama : POSAN
Nim : 117011148
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENGURUSAN HARTA
KEKAYAAN ANAK ANGKAT DIBAWAH UMUR PADA
WNI KETURUNAN TIONGHOA (STUDI KASUS
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 2161
K/PDT/2011)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusan/penetapan Pengadilan Negeri. Akibat hukum pengangkatan anak terhadap orangtua angkatnya adalah bahwa anak angkat tersebut memiliki hubungan keperdataan terhadap orangtua angkatnya, dalam arti anak angkat tersebut memiliki hak yang sama dengan anak kandung dari orangtua yang mengangkatnya dalam hal pembagian harta warisan orangtua angkatnya. Akibat hukum pengangkatan anak tersebut adalah memutuskan hubungan keperdataan dengan orangtua kandungnya.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai hukum pengangkatan anak (adopsi), ketentuan hak pewarisan terhadap anak angkat, dan ketentuan tentang perwalian terhadap anak angkat tersebut apabila kedua orang tua angkatnya telah meninggal dunia.
Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai penguasaan dan pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah umur menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata, dan penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Perdata yang berlaku untuk golongan Timur Asing Tionghoa
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perwalian terhadap anak angkat di bawah umur yang kedua orangtuanya telah meninggal dunia menurut Pasal 359 KUH Perdata adalah wali yang ditunjuk oleh pengadilan. Bahwa hak kepengurusan harta kekayaan di bawah umur atas anak-anak bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim diberikan kepada wali yang sah yakni Nyonya Amini Nurdin sesuai dengan penetapan pengadilan sebagaimana tersebut di atas, dan hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memerintahkan, mengembalikan 3 (tiga) batang emas murni milik anak-anak tersebut kepada wali yang sah. Mahkamah Agung juga membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru dan menyatakan tergugat I Lim Agek alias Agek dan tergugat II Lim Asiong alias Asiong telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi.
consequence on a child adoption is that the adopted child will have civil law relationship with his adopting parents. In this case, he will have the same right as his adopting parents’ biological children, particularly in inheritance. Another legal consequence is that the relationship with his biological parents will be broken off.
The type of the research was judicial normative with descriptive analytical approach in which the problems of the research were studied by analyzing the prevailing legal provisions on adopting a child, inheritance given to an adopted child, and the guardianship for an adopted child if his adopting parents die.
The problem of the research was about the control and the taking care of an under-aged child, according to the civil law on the Chinese ethnic group.
The result of the research showed that guardianship for an under-aged adopted child whose parents had died according to Article 359 of the Civil Code was the person who was appointed by the Court. It was found that a legitimate ‘wali’ (guardian) who was appointed by the Court in having control over and taking care of the property of an under-aged adopted child was Amininurdin under the Decree No. 371/Pdt.P/2005/PN.Mdn on October 20, 2005. It was also found that the legitimate guardian appointed by the Court was Amininurdin who filed a complaint to the defendant I, Lim Agek alias Agek and the defendant II, Lim Asiong alias Asiong because both defendants still have control over the under-aged adopted child’s property which consisted of three ingots of pure gold. The Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court dismissed the lawsuit of Amininurdin by the grounds of a law suit that the object of the suit was vague. The Supreme Court of the Republic of Indonesia vacated the Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court and stated that the defendant I, Lim Agek alias Agek and the Defendant II, Lim Asiong alias Asiong had performed breach of contract or default and required both of them to return the three ingots of pure gold owned by the three under-aged adopted children to their legitimate guardian, Amininurdin, based of the Court’s Ruling.
“ANALISIS YURIDIS PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN ANAK
ANGKAT DIBAWAH UMUR PADA WNI KETURUNAN TIONGHOA
(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 2161
K/PDT/2011)”, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum.
Selanjutnya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah meluangkan
waktu dalam membimbing saya dan atas masukan dan arahan serta membekali
penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam penyelesaian studi.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telah membimbing dan membina
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara dan selaku Dosen Pembimbing Ketiga yang telah memberikan semangat
kepada penulis dan banyak memberikan ilmu tanpa pamrih kepada penulis.
5. Bapak Notaris Dr. H. Syahril Sofyan, SH, MKn dan Dr. Dedi Harianto, SH,
MHum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan yang
konstruktif dalam penulisan tesis ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
khususnya Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi
yang tidak terbalaskan oleh penulis.
7. Para pegawai/staf pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan studi.
8. Teman-teman seangkatanku, antara lain : Pak Budi Sugiyarso, Pak Kimun Kuara,
Pak Khusdjono, Pak Herianto Sinaga, serta teman-teman yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu tanpa kalian perkuliahan ini akan sepi dan terasa
berat untuk dijalani, serta tawa canda kita akan kurindukan, terima kasih untuk
Chandra Lim, Clara Claresta Angelim yang telah memberikan doa, perhatian, dan
kasih sayang serta dukungannya kepada penulis sedemikian sehingga penulisan tesis
ini dapat selesai.
Penulis berharap semoga perhatian dan bantuan yang telah diberikan
mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna. Walaupun
demikian, Penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2014 Penulis,
Tempat / Tgl. Lahir : Panjang Bidang / 3 Desember 1977
Alamat : Jl. Kaharudin Nasution No. 78 Pekan Baru
Status : Menikah
Agama : Budha
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri 115476 Ranto Selamat Kec. Kualuh Hulu 1983-1989
2. SMP Swasta Nasional Aek Kanopan 1989-1992
3. SMA Swasta Nasional Aek Kanopan 1992-1995
4. S1 Universitas Islam Riau (UIR) Fakultas Hukum 2007-2011
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR SINGKATAN / ISTILAH ASING ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Keaslian Penelitian ... 8
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9
G. Metode Penelitian ... 15
BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA ... 19
A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata .... 19
B. Perwalian Anak Di bawah umur ... 25
C. Pengurusan Terhadap Harta Milik Anak Di bawah umur ... 36
BAB III PENERAPAN HAK TERHADAP PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2161 K/PDT/2011 ... 42
A. Kasus Posisi ... 42
Angkat Di Bawah Umur ... 77
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 105
A. Kesimpulan ... 105
B. Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 109
SEMA : Surat Edaran Mahkamah Agung
HIR : HerzieneIndonesische Reglemen
RBG : Reglement voor debuiten gewesten
Aangehuwden : Semenda atau periparan
Ab intestato : Menurut undang-undang
Adoptan : Yang mengangkat anak
Algemeene Regels : Ketentuan umum
A priori : Berdasarkan pendapat sendiri yang belum
terbukti kebenarannya
Aquo : Kondisi tidak berubah
Aantreanennimes : Asas peran serta hakim dalam pemeriksaan
perkara di pengadilan
Beherlijk : Perjanjian yang dilaksanakan secara wajar
Belegen : Menyimpan
Beslissend : Menentukan
Beslissende bewijs kracht : Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti bersifat menentukan
Beslissende eed : Sumpah pemutus
Bewaargever : Orang yang menyerahkan barang untuk disimpan
Bewaarnemer : Orang yang menerima barang untuk disimpan.
Bezit geldtals volkomen titel : Titel yang sempurna
Bijstand : Pendamping
Billijkheidstheorie : Teori kepatutan
Bloedvermanten : sedarah
Burjerlijke Wetboek : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Force majeur : Keadaan memaksa
Formeel waarheid : Kebenaran formil
General regulation : Peraturan umum
General rule : ketentuan Umum
Gezinj Voogd : Wali soma
Good faith : Itikad baik
Het minst wordt bezwaard : untuk membuktikan
Illegal : Tidak sah
Immateriil. : Sesuatu yang tidak dapat dihitung dengan uang
Ingebrekestelling : Debitur dinyatakan dalam keadaan lalai
Innatura : Tidak memperoleh imbalan atas pekerjaan yang
dilakukannya
Inkracht van gewijse : Berkekuatan hukum tetap
Invalid : Dinyatakan cacat hukum
Judex Factie : Fakta hukum
Judex juris. : Penilaian hakim atas penerapan hukum
Juridicto contentiosa : Mengadili suatu sengketa di muka pengadilan
Juridicto voluntair : Perkara yang memohon suatu penetapan di pengadilan
Materiil : Sesuatu yang dapat dihitung dengan uang
Meerderjarig : telah menjadi dewasa
Minderjarige : Anak dibawah umur
Negatief wettelijk stelsel : Sistem pembuktian yang bersifat stelsel negatif
Negligence : karena kelalaian
Objectief rechtelijke theorie : Teori Hukum Obyektif
Bersangkutan
Testamentair : Menurut surat wasiat
Titel : Gelar / Nama
To enforce the truth an justice : Tujuan dan fungsi peradilan menegakkan kebenaran dan keadilan
Safety box : kotak pengaman pada bank
Subjectiefrechtelijke theorie : Teori Hak
Ultra petitum partium : Putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan
Uit voerbaar bij voorraad : Secara serta merta
Ultra vires : Batas kewenangan
Volleding : sempurna
Voogdij : Perwalian
Volledig bewijskracht : Nilai kekuatan sempurna
Vrijbewijs kracht : Nilai kekuatan bebas
Weeskamer : Wali Pengawas
Weeskamer : Wali pengawas
pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusan/penetapan Pengadilan Negeri. Akibat hukum pengangkatan anak terhadap orangtua angkatnya adalah bahwa anak angkat tersebut memiliki hubungan keperdataan terhadap orangtua angkatnya, dalam arti anak angkat tersebut memiliki hak yang sama dengan anak kandung dari orangtua yang mengangkatnya dalam hal pembagian harta warisan orangtua angkatnya. Akibat hukum pengangkatan anak tersebut adalah memutuskan hubungan keperdataan dengan orangtua kandungnya.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai hukum pengangkatan anak (adopsi), ketentuan hak pewarisan terhadap anak angkat, dan ketentuan tentang perwalian terhadap anak angkat tersebut apabila kedua orang tua angkatnya telah meninggal dunia.
Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai penguasaan dan pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah umur menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata, dan penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Perdata yang berlaku untuk golongan Timur Asing Tionghoa
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perwalian terhadap anak angkat di bawah umur yang kedua orangtuanya telah meninggal dunia menurut Pasal 359 KUH Perdata adalah wali yang ditunjuk oleh pengadilan. Bahwa hak kepengurusan harta kekayaan di bawah umur atas anak-anak bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim diberikan kepada wali yang sah yakni Nyonya Amini Nurdin sesuai dengan penetapan pengadilan sebagaimana tersebut di atas, dan hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memerintahkan, mengembalikan 3 (tiga) batang emas murni milik anak-anak tersebut kepada wali yang sah. Mahkamah Agung juga membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru dan menyatakan tergugat I Lim Agek alias Agek dan tergugat II Lim Asiong alias Asiong telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi.
consequence on a child adoption is that the adopted child will have civil law relationship with his adopting parents. In this case, he will have the same right as his adopting parents’ biological children, particularly in inheritance. Another legal consequence is that the relationship with his biological parents will be broken off.
The type of the research was judicial normative with descriptive analytical approach in which the problems of the research were studied by analyzing the prevailing legal provisions on adopting a child, inheritance given to an adopted child, and the guardianship for an adopted child if his adopting parents die.
The problem of the research was about the control and the taking care of an under-aged child, according to the civil law on the Chinese ethnic group.
The result of the research showed that guardianship for an under-aged adopted child whose parents had died according to Article 359 of the Civil Code was the person who was appointed by the Court. It was found that a legitimate ‘wali’ (guardian) who was appointed by the Court in having control over and taking care of the property of an under-aged adopted child was Amininurdin under the Decree No. 371/Pdt.P/2005/PN.Mdn on October 20, 2005. It was also found that the legitimate guardian appointed by the Court was Amininurdin who filed a complaint to the defendant I, Lim Agek alias Agek and the defendant II, Lim Asiong alias Asiong because both defendants still have control over the under-aged adopted child’s property which consisted of three ingots of pure gold. The Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court dismissed the lawsuit of Amininurdin by the grounds of a law suit that the object of the suit was vague. The Supreme Court of the Republic of Indonesia vacated the Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court and stated that the defendant I, Lim Agek alias Agek and the Defendant II, Lim Asiong alias Asiong had performed breach of contract or default and required both of them to return the three ingots of pure gold owned by the three under-aged adopted children to their legitimate guardian, Amininurdin, based of the Court’s Ruling.
A. Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Memiliki keturunan di dalam suatu perkawinan merupakan hal yang
didambakan oleh setiap keluarga untuk meneruskan keturunan dan menambah
kebahagiaan keluarga. Akan tetapi terkadang keinginan tersebut tidak dapat terwujud
karena terbentur pada takdir Ilahi sehingga terdapat kekurangan dan hambatan di
antara pasangan tersebut.
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta tumpuan
harapan baik bagi orang tua, masyarakat maupun negara. Anak sebagai generasi
penerus bangsa mempunyai hak dan kewajiban untuk membangun negara dan bangsa
Indonesia. Anak yang dilahirkan dalam keadaan apapun juga, jika ia dilahirkan hidup
maka ia sebagai subjek hukum yang perlu dilindungi kepentingannya.
Apabila dalam suatu keluarga itu tidak dilahirkan seorang anak maka untuk
melengkapi unsur keluarga itu atau untuk melanjutkan keturunannya dapat dilakukan
suatu perbuatan hukum yaitu dengan mengangkat anak (adopsi).2 Perbuatan
1Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
pengangkatan anak bukanlah merupakan perbuatan yang terjadi pada suatu saat,
seperti halnya dengan penyerahan barang, melainkan merupakan suatu rangkaian
kejadian hubungan kekeluargaan yang menunjukkan adanya cinta kasih, kesadaran
yang penuh dan segala akibat yang ditimbulkan dari pengangkatan anak tersebut.
Tujuan awal pengangkatan anak adalah untuk meneruskan keturunan
meskipun dalam perkembangannya tujuan pengangkatan anak berubah menjadi untuk
kesejahteraan anak, hal ini tercantum pula dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang
menyebutkan bahwa, “pengangkatan anak (adopsi) dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak. Kepastian hukum pengangkatan
anak diperoleh dari suatu keputusan pengadilan”.3
Pengangkatan anak dapat diartikan sebagai perbuatan hukum yang
mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang
sah/walinya yang sah, pada orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua angkat berdasarkan putusan/penetapan Pengadilan Negeri.4
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak yang dikeluarkan pada tanggal 3 Oktober 2007 merupakan
tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan mengenai pengangkatan anak sebagaimana
3Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal.37.
4
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
yang diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2002 adalah untuk memberikan
perlindungan terhadap anak.
Pemberian perlindungan kepada anak terutama yang masih di bawah umur di
dalam hukum perdata sangatlah penting. Pada hakekatnya perlindungan anak dalam
bidang hukum perdata meliputi banyak aspek hukum, diantaranya : kedudukan anak,
pengakuan anak, pengangkatan anak (adopsi), kuasa asuh (hak dan kewajiban) orang
tua terhadap anak, pencabutan dan pemulihan kuasa asuh orang tua, perwalian
(termasuk Balai Harta Peninggalan), tindakan untuk mengatur yang dapat di ambil
guna perlindungan anak serta biaya hidup anak yang ditanggung orang tua akibat
perceraian (alimentasi).5
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah
menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah
dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus
demi terlindunginya hak-hak anak.6 Rangkaian kegiatan tersebut harus terus
berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk
mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa.
5Sholeh Soeaidy, & Zulkhair, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka
Mandiri, Jakarta, 2001, hal.17. 6
Undang-undang perlindungan anak juga meletakkan kewajiban memberikan
perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminatif, kepentingan yang
terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta
penghargaan terhadap pendapat anak.7
Dalam pelaksanaan pembagian harta warisan yang menjadi bagian dari anak
angkat seringkali keluarga kandung (sedarah) pewaris mengabaikan perlindungan
hukum atas hak-hak anak angkat sehingga berusaha menguasai harta warisan yang
menjadi hak anak angkat secara tidak sah. Pengurusan harta warisan anak angkat
tersebut merupakan perbuatan wan prestasi yang mengakibatkan kerugian bagi anak
angkat.
Salah satu kasus yang terjadi adalah terkait dengan perlindungan harta warisan
milik anak angkat yang masih di bawah umur masing-masing bernama : Viviani,
Vincent dan Vernia Everlim, yang menjadi sengketa di Pengadilan Negeri Pekanbaru
dengan Perkara Nomor 79/Pdt/G/2009/PN.PBR.
Viviani, Vincent dan Vernia Everlim adalah anak angkat dari Sui Liong alias
A Hok alias Suryadi Suwandi dengan Kartini. Pada tanggal 5 September 2005 Sui
Liong alias A Hok alias Suryadi Suwandi dan Kartini meninggal dunia dalam
kecelakaan pesawat terbang Mandala di Medan.
Setelah kedua orangtua angkat tersebut meninggal dunia, melalui penetapan
Nomor : 371/Pdt.P/2005/PN.Mdn tertanggal 20 Oktober 2005, Amini Nurdin yang
merupakan nenek dari Viviani, Vincent dan Vernia Everlim menjadi wali bagi ketiga
anak angkat tersebut.
Dari peninggalan orangtuanya (Kartini dan Sui Liong alias A Hok alias
Suryadi Suwandi), ketiga anak angkat tersebut yaitu Viviani, Vincent dan Vernia
Everlim memperoleh bagian dari harta orangtua angkatnya masing-masing 1 (satu)
potong emas murni batangan yang dipesan di toko mas Gemar yang beralamat di
Jalan Hasyim Ashari Nomor 12 A Pekanbaru.
Viviani memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 185 gram, Vincent
memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 179 gram dan Vernia Everlim
memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 179 gram sebagaimana termuat di
dalam Nota tertanggal 21 Maret 2006.
Selanjutnya dalam pengurusan harta-harta peninggalan milik ketiga cucunya
tersebut Nyonya Amini Nurdin selaku wali telah mengajukan perkara perdata di
Pengadilan Negeri Medan Nomor 446/Pdt.G/2007/PN.Mdn kepada pihak-pihak yang
menguasai harta-harta peninggalan dari orangtua ketiga cucunya dan perkara perdata
dimaksud telah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana Salinan Putusan perkara
perdata Nomor : 446/Pdt.G/2007/PN.Mdn tertanggal 10 Juli 2008.
Kemudian sebagian dari harta peninggalan berupa 1 (satu) potong emas murni
batangan seberat 185 gram atas nama Viviani beserta surat aslinya, 1 (satu) potong
emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vincent beserta surat aslinya dan 1
(satu) potong emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vernia Everlim
pada saat itu oleh Penggugat dititipkan kepada Tergugat I, Lim A Gek alias Agek,
pada tanggal 18 Juli 2008 dan akan dikembalikan kepada Penggugat sebulan
kemudian, sesuai dengan Surat Tanda Penitipan Barang tertanggal 18 Juli 2008.
Setelah lewat waktu dari penitipan, Penggugat telah berulang kali meminta
kepada Tergugat I Lim A Gek alias Agek secara baik-baik untuk mengembalikan
emas-emas murni batangan dimaksud, namun Tergugat I Lim A Gek tidak
mempunyai itikad baik untuk mengembalikannya kepada Penggugat dan bahkan
menurut Tergugat I telah diberikannya kepada Tergugat II Lim A Asiong alias
Asiong tanpa sepengetahuan dari Penggugat.
Setelah dikonfirmasi kepada Tergugat II, Tergugat II menerangkan memang
benar emas batangan dimaksud ada padanya dan hingga gugatan diajukan, Tergugat
II tidak juga menyerahkan emas murni batangan tersebut kepada Penggugat.
Dari uraian-uraian tersebut jelaslah bahwa Tergugat-tergugat telah melakukan
perbuatan wanprestasi karena menguasai benda yang merupakan milik ketiga anak
angkat (selaku penggugat yang dalam hal ini diwakili oleh wali mereka) secara tidak
sah karena telah dilakukan penitipan secara sah kepada para tergugat, sehingga
menimbulkan kerugian bagi ketiga anak tersebut.
Pengadilan Negeri Pekanbaru memutus perkara tersebut dengan menyatakan
bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Selanjutnya Penggugat mengajukan
banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor : 76/PDT/2010/PTR juga memutuskan
Penggugat/Pembanding mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan perkara
Nomor : 2161 K/Pdt/2011.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu suatu penelitian dengan judul
“Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Di bawah umur Pada
Wni Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161
K/Pdt/2011).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, merumuskan beberapa masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah umur
menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata?
2. Bagaimana penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak angkat
di bawah umur dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2161
K/PDT/2011?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah
umur menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata.
2. Untuk mengetahui Penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak
angkat di bawah umur dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2161
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat serta diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang keperdataan khususnya yang
berkaitan dengan perlindungan terhadap harta warisan milik anak angkat yang masih
di bawah umur.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan berbagai permasalahan yang
timbul dalam kasus pengurusan harta warisan milik anak angkat yang masih di bawah
umur.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dan informasi serta penelusuran yang dilakukan di
kepustakaan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul Analisis
Yuridis Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Di bawah umur
Pada Wni Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161
K/Pdt/2011) belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya terutama dalam topik dan
permasalahan yang sama, sehingga dengan demikian penelitian ini adalah asli dan
Judul tesis lain yang berkaitan dengan masalah harta warisan yang pernah
ditulis sebelumnya, adalah :
Penelitian dengan judul “Kedudukan anak terhadap harta warisan dari
orangtuanya yang perkawinannya tidak dicatatkan di Dinas Kependudukan : Pada
Masyarakat Tionghoa Kota Medan” oleh Rehbana, Mahasiswa Magister
Kenotariatan, Nomor Induk 017011052. Rumusan permasalahan yang dibahas
adalah:
1. Mengapa etnis Tionghoa di Kota Medan tidak mencatatkan perkawinannya di
Dinas Kependudukan?
2. Bagaimana tanggungjawab orangtua terhadap nafkah anak yang lahir dari
perkawinan yang tidak dicatatkan di Dinas Kependudukan?
3. Bagaimana hak anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan di
Dinas Kependudukan terhadap harta peninggalan dari orangtua biologisnya?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan ”kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan(problem), yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.8
Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih
konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.9 Teori itu
bukanlah pengetahuan yang sudah pasti tetapi harus dianggap sebagai petunjuk
analisis dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga merupakan masukan eksternal
bagi penelitian ini.
Teori-teori tersebut berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa
gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.10
Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebutdi
atas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang “Analisis Yuridis Analisis
Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Di bawah umur Pada WNI
Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161
K/Pdt/2011), maka dipergunakan teori keadilan dan teori kepastian hukum.
Keadilan dikonsepkan sebagai hasil-hasil konkrit yang bisa diberikan kepada
masyarakat. Menurut Roscoe Pound, bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya
berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan
sekecil-kecilnya. Dengan kata lain semakin meluas/banyak pemuasan kebutuhan
manusia tersebut, maka akan semakin efektif menghindari pembenturan antara
manusia.11
Tujuan dari hukum adalah menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari
hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang di katakan adil dan apa
9Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosial Yuridis dan Masyarakat, Alumni, Bandung,
1983, hal 129.
10Ibid,hal.129. 11
yang dikatakan tidak adil. Menurut teori yang dikemukakan oleh Roscoe Pound
tersebut, tugas suci dan luhur dari hukum ialah keadilan dengan cara memberikan
kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima sehingga diperlukan peraturan
tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka menurut teori
ini hukum harus membuat apa yang dinamakan peraturan/ ketentuan umum
(Algemeene Regels).12
Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan
ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum (peraturan/ketentuan umum)
mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas
mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara
alat-alatnya (aparatur negara).
b. Sifat undang- undang yang berlaku bagi siapa saja.
Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan
apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah
bagaimana perbuatan lahiriahnya. Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada
seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang diberi sanksi
adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya
perbuatan yang nyata atau konkrit.
Namun demikian dalam prakteknya apabila kepastian hukum dikaitkan
dengan keadilan sering sekali tidak sejalan satu sama lain. Hal ini dikarenakan di satu
sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip keadilan dan
sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum.
Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan
keadilan, maka keadilanlah yang harus diutamakan. Alasannya adalah bahwa
keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian
hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.
Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, didalamnya diatur
bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan
dukungan dan prasarana dalam menyelenggarakan perlindungan anak. Pasal 23 ayat
(1) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan
anak.13
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.14
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan
melalui peran masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan anak15.
Di Indonesia pandangan modern tentang peranan hukum sebagai sarana
pembangunan digambarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan mengatakan
bahwa hukum itu mempunyai dua fungsi yakni sebagai sarana ketertiban masyarakat
(menjamin adanya ketertiban dan kepastian) dan sarana perubahan masyarakat.
13Rika, Saraswati,Opcit,hal.211
Dalam keterkaitannya dengan kasus ini diharapkan Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2161 K/PDT/2011 dapat memberikan suatu keadilan dan
kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
2. Kerangka Konsepsi
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi
operasional.16 Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam
melakukan penelitian atau penguraian, sehingga memudahkan bagi orang lain untuk
memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.17
Kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau
pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak,
sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit
dalam proses penelitian.18
Agar terdapat persamaan persepsi dalam memahami penulisan di dalam
penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa konseptual
sebagaimana terdapat di bawah ini:
Pengurusan : proses, cara, perbuatan menguasai sesuatu. Bentuk pengurusan
secara khusus dihasilkan dari pengurusan terhadap harta yang belum dimiliki oleh
seseorang atau badan hukum, seperti : mengambil air di sungai, pengurusan melalui
transaksi seperti jual beli, pengurusan melalui peninggalan seperti harta warisan atau
pengurusan dari harta yang dimiliki seperti buah dari pohon.
Harta Warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva
yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada ahli waris (hak dan kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang).19
Ahli Waris adalah orang yang menggantikan kedudukan pewaris di dalam
kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian
tertentu.20
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa
dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa,
sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi
serta hak sipil dan kebebasan.
Anak angkat adalah anak yang diambil dan dijadikan anak oleh orang lain
sebagai anaknya. Anak angkat itu mungkin seorang laki-laki, mungkin pula seorang
19Surini Ahlan Sjarif, dkk, Hukum Kewarisan Perdata Barat Pewarisan Menurut
Undang-Undang, Kencana, Jakarta, 2006, hal.10 20
anak perempuan.21 Anak Di bawah umur adalah setiap anak yang belum berusia 21
tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.22
Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Anak memberikan defenisi anak
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang
tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua
angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.23
G. Metode Penelitian
Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu ”method” yang berarti jalan
atau cara untuk memikirkan dan memeriksa sesuatu menurut rencana tertentu,
menyangkut cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan24.
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan
fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun
sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang
menjadi objek penelitian.25 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
21B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di
Kemudian Hari, Rajawali, Jakarta 1983, hal.39 22Ibid,hal 7.
23Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
24M.Marwan dan Jimmy P,Kamus Hukum,Reality Publisher, Surabaya, 2009, hal.434 25
adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yaitu suatu
penelitian yang didasarkan kepada ketentuan yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai anak angkat (adopsi), perwalian, dan
penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur yang kedua
orangtuanya telah meninggal dunia serta peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur
tersebut.26 Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara menganalisa ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana tersebut di atas sebagai
bahan acuan dan rujukan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian
ini dan mencari solusi yang tepat atas permasalahan tersebut.
2. Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan atau library
research27yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan, yang meliputi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dan Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor : 2161/ K/Pdt/2011.
26Johny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing,
b. Bahan hukum sekunder adalah hasil penelitian para ahli hukum yang termuat
dalam literatur, jurnal maupun artikel, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang pasal-pasalnya mengatur dan berhubungan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus hukum, kamus umum, ensiklopedia hukum yang berhubungan dengan
materi penelitian ini.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengadakan studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi
literatur yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan tentang hak
warisan anak angkat yang masih di bawah umur.
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang
dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah
dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang
pemikiran tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam
pengurusan dan pengelolaan harta warisan milik anak angkat.
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori
dan satuan uraian dasar.28 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa
kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
yang bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan
kompleks karena terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi
(keragaman).29 Dengan demikian kegiatan analisis data ini dilakukan dengan
pendekatan kualitatif yang diharapkan dapat memberikan kesimpulan solusi yang
baik dan benar yang dilakukan dengan menggunakan metode analisa dedukatif yaitu
cara berpikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya mengambil
hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan sekaligus jawaban dari permasalahan dan tujuan
penelitian ini.30
28Lexy J. Moleong, Opcit, hal. 103 29
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Pengurusan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53
BAB II
PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA
A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata
Sejak diundangkannya Staatblad. 1917 Nomor 129 tanggal 29 Maret 1917
juncto Staatblad. 1924-557 yang diundangkan pada tanggal 1 Maret 1975 dinyatakan
bahwa seluruh ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) yang berlaku bagi golongan Eropa termasuk hukum keluarganya juga
memuat ketentuan-ketentuan tentang pengangkatan anak berlaku juga bagi golongan
Timur Asing Tionghoa31.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak mengatur secara
tegas dan jelas tentang pengangkatan anak. Pengangkatan anak di kalangan Warga
Negara Indonesia keturunan Tionghoa merupakan suatu perbuatan hukum yang lazim
dilakukan karena menurut tradisi, seorang laki-laki harus mempunyai anak laki-laki
untuk melanjutkan garis keturunannya.32
Pengangkatan atas 3 (tiga) orang anak di bawah umur yang berada di bawah
perwalian Nyonya Amini Nurdin masing-masing bernama Viviani, Vincent dan
Vernia Everlim menggambarkan bahwa pengangkatan bagi Warga Negara Indonesia
keturunan Tionghoa tidak lagi mengharuskan mengangkat anak laki-laki.
31
Soedaryo Soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 78.
Semula pengangkatan anak bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa
diharuskan mengangkat anak laki-laki. Namun dalam perkembangannya
dimungkinkan pengangkatan anak perempuan yaitu berdasarkan Putusan Pengadilan
Negeri Istimewa Jakarta Nomor 907/1963 tertanggal 29 Mei 1963 yang menetapkan
tentang pengangkatan anak perempuan, dalam hal ini secara otomatis kedudukan
anak angkat perempuan ini dipersamakan dengan anak angkat laki-laki.
Pengangkatan anak mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara
anak yang diangkat dengan orang tua kandung,33 dan kedudukan anak angkat
dipersamakan dengan anak kandung oleh orang tua yang mengangkat, sehingga
apabila orangtua angkat meninggal dunia maka anak angkat berhak mewaris harta
kekayaan dari orang tua angkatnya tersebut.
Akibat hukum yang timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian
orangtua angkat adalah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban orangtua angkat yang meninggal dunia tersebut. Penyelesaian
hak dan kewajiban tersebut diatur oleh hukum kewarisan.34
Hukum kewarisan memuat ketentuan yang mengatur cara penerusan dan
peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para
ahli warisnya.35
33Tamakiran S, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, CV. Pionir Jaya,
Bandung,1992, hal. 52.
Ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari dua
jenis, yaitu ahli waris ab intestato (menurut undang-undang) dan ahli waris
testamentair (menurut surat wasiat).36 Mengenai ahli waris, dalam KUH Perdata
digolongkan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :
1. Anak atau keturunannya dan isteri (suami) yang masih hidup;37
2. Orang tua (bapak dan ibu) dan saudara pewaris;38
3. Kakek dan nenek, atau leluhur lainnya dalam garis lurus ke atas.39
4. Sanak keluarga dalam garis kesamping sampai derajat ke enam.40
Sebagaimana diketahui bahwa masalah pengangkatan anak (adopsi) tidak
diatur dalam KUH Perdata. Di dalam KUH Perdata yang diatur hanyalah
pengakuan anak luar kawin, yaitu sebagaimana termuat pada BUKU I Bab
XII bagian III Pasal 280 sampai dengan Pasal 289 KUH Perdata. Pengakuan
anak sebagaimana terjadi dalam praktek di masyarakat dan dunia peradilan
saat ini, tidak hanya terbatas pada pengakuan anak luar kawin, tetapi sudah
mencakup pengakuan anak dalam arti luas.41
Pengangkatan anak dalam hukum perdata barat dikenal dengan istilah adopsi
yang diatur dalamStaatsblad Tahun 1917 Nomor 129 tanggal 29 Maret 1917, yang
merupakan satu-satunya pelengkap bagi KUH Perdata yang memang tidak mengatur
36Syahril Sofyan,Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan, Medan Pustaka
Bangsa Press, 2010, hal. 23. 37Pasal 852 KUH Perdata
38Pasal 854, 856 dan 857 KUH Perdata 39Pasal 853 KUH Perdata
40Pasal 861 ayat 1 KUH Perdata
masalah adopsi. Adopsi yang termuat dalamStaatsblad 1917 Nomor 129 tersebut di
atas hanya berlaku untuk golongan Timur Asing Tionghoa. Pasal 5 huruf a
Ketentuan tentang pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam Staatsblad 1917
Nomor 129 tersebut menyebutkan,
“Suami, istri atau duda yang tidak mempunyai anak laki-laki yang sah dalam garis keturunan laki-laki, baik keturunan dari kelahiran atau keturunan karena pengangkatan. Orang demikian diperbolehkan mengangkat anak laki-laki sebagai anaknya dari seorang janda (cerai mati) yang tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak dilarang oleh bekas suaminya dengan suatu wasiat”.
Pasal 6 Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan, “Yang boleh diangkat
adalah anak tionghoa laki-laki yang tidak beristri dan tidak beranak serta tidak sedang
dalam status diangkat oleh orang lain”. Pasal 7 ayat (1) Staatsblad1917 Nomor 129
menyebutkan, “ Usia anak laki-laki yang diangkat harus 18 (delapanbelas) tahun
lebih muda dari suami dan 15 (limabelas) tahun lebih muda dari istri. Pasal 10
Staatsblad1917 Nomor 129 menyebutkan bahwa, “Adopsi harus dilakukan atas dasar
kata sepakat, dan pengangkatan anak harus dilakukan dengan akta notaris”. Pasal 15
ayat (1) Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan, “Suatu adopsi tidak dapat
dibatalkan dengan kesepakatan para pihak”. Pasal tersebut merupakan penyimpangan
dari ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Suatu
perjanjian yang dibuat secara sah dapat dibatalkan dengan sepakat para pihak yang
membuat perjanjian yang bersangkutan”. Secara yuridis formal, motif pengangkatan
anak tidak ada ketentuannya, akan tetapi secara kultural motif pengangkatan anak
dalam sistem adat tionghoa adalah agar dapat meneruskan keturunan, agar dapat
laki-laki. “Selanjutnya Pasal 15 ayat (2) Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan,
“Pengangkatan terhadap anak perempuan dan pengangkatan dengan cara tidak
membuat akta otentik batal demi hukum. Disamping itu adopsi atas tuntutan oleh
pihak yang berkepentingan juga dapat dinyatakan batal demi hukum”.
Akibat hukum pengangkatan anak adalah bahwa anak angkat tersebut
mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat seperti anak yang lahir dari
perkawinan suami-istri yang mengangkatnya dan hubungannya dengan keluarga asal
menjadi putus. Penerimaan anak angkat sebagai keluargaadoptandatang tidak hanya
dari keluargaadoptan,tetapi juga dari masyarakat lingkungannya.42
Ada 3 (tiga) akibat hukum dari pengangkatan anak yaitu:43
a. Memberikan ketentuan bahwa adopsi menyebabkan anak angkat tersebut
berkedudukan sama dengan anak sah dari perkawinan orang tua yang
mengangkatnya
b. Adopsi menghapus semua hubungan kekeluargaan dengan keluarga asal, kecuali
dalam hal, penderajatan keluarga sedarah dan semenda dalam bidang hukum
perkawinan, Ketentuan pidana didasarkan atas keturunan, perhitungan biaya
perkaradan penyanderaan, mengenai pembuktian dengan saksi, mengenai saksi
dalam pembuatan akta otentik. Oleh karena akibat hukum adopsi menyebabkan
hubungan kekeluargaan dengan keluarga asalnya menjadi terputus, maka hal ini
berakibat pula pada hukum waris, yaitu anak angkat tersebut tidak lagi mewaris
42J.Satrio,Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Angkat Dalam Undang-Undang, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.192-193
dari keluarga sedarah asalnya, sebaliknya sekarang mewaris dari keluarga ayah
dan ibu yang mengadopsi dirinya. Pasal 11 Staatsblad 1917 Nomor 129
menyebutkan bahwa akibat hukum dari perbuatan pengangkatan anak adalah,
“Anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang
mengadopsi”. Selanjutnya Pasal 12 ayat (1) Staatsblad 1917 Nomor 129
menyebutkan bahwa, “Anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari
orang yang mengadopsi. Konsekuensinya anak adopsi menjadi ahli waris dari
orang yang mengadopsinya”. Anak adopsi dipersamakan kedudukan dan
derajatnya dengan anak sah yang lahir dari perkawinan suami-istri yang
mengadopsi anak tersebut dengan segala konsekuensi hukumnya, khususnya di
bidang hukum waris, dimana anak adopsi tersebut berhak mewarisi harta
kekayaan orang tua yang mengadopsinya bersama-sama dengan anak sah yang
dilahirkan dari perkawinan suami-istri yang mengadopsinya.44
Dalam kasus ini Viviani, Vincent dan Vernia Everlim selaku Anak Angkat
yang sah diangkat berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri memiliki status dan
kedudukan yang sama dengan anak kandung sehingga merupakan ahli waris
golongan pertama. Artinya mereka akan menutup atau menghalangi hak anggota
keluarga lainnya dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula
golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya.
Golongan ahli waris ditetapkan secara berurutan tetapi tidak membedakan
ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya
ada ketentuan jika terdapat orang-orang dari golongan pertama, mereka itulah yang
bersama-sama berhak mewaris semua harta peninggalan pewaris. Jika tidak terdapat
anggota keluarga dari golongan pertama, maka orang-orang yang termasuk dalam
golongan kedualah yang berhak sebagai ahli waris. Jika tidak terdapat anggota
keluarga dari golongan kedua, maka orang-orang yang termasuk dalam golongan
ketigalah yang berhak mewaris. Jika semua golongan ini tidak ada barulah mereka
yang termasuk dalam golongan ke empat secara bertingkat berhak mewaris. Jika
semua golongan ini sudah tidak ada, maka negaralah yang mewaris semua harta
peninggalan pewaris.45
B. Perwalian Anak Di Bawah Umur
Menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia setiap orang dapat
menjadi subyek hukum, akan tetapi ada subyek hukum yang tidak sempurna artinya
bahwa subyek hukum itu hanya mempunyai kehendak tetapi tidak mampu untuk
menuangkan kehendaknya di dalam perbuatan hukum. Subyek hukum yang tidak
sempurna tersebut diantaranya adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa/anak di bawah umur;
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
45
c. Orang-orang perempuan (wanita dalam perkawinan).46
Mengenai subyek hukum yang tidak sempurna, yaitu orang-orang yang belum
dewasa, menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah mereka yang belum mencapai umur
21 tahun dan belum pernah kawin sebelumnya,47 sedangkan wanita dalam
perkawinan sejak dikeluarkannya SEMA Nomor 03 Tahun 1963, maka kedudukan
wanita dalam perkawinan dianggap cakap menurut hukum, hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam hal anak angkat masih di bawah umur, maka ketika orangtua angkat
meninggal dunia negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menjamin
kepentingan anak-anak di bawah umur tersebut. Tanggungjawab negara terhadap
anak-anak di bawah umur diwujudkan dengan menetapkan wali (perwalian) bagi
anak-anak tersebut melalui penetapan Hakim. Perwalian(voogdij)adalah pengawasan
terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua
sehingga pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh
Undang-undang.48
Perwalian adalah pengawasan anak di bawah umur.49 Perwalian merupakan
suatu perbuatan hukum yang melahirkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban
sehingga dalam pelaksanaannya dituntut harus sesuai dengan aturan-aturan hukum
yang berlaku. Bahwa mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah
46R. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT. Internusa, Bandung, 1994, hal. 341.
47R. Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal. 90
kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana
diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab kelimabelas.50 Sistem
perwalian menurut KUH Perdata dikenal beberapa asas, yakni :
1. Asas tak dapat dibagi-bagi(Ondeelbaarheid)
Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali.51Ini tercantum dalam Pasal 331
KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Dalam setiap perwalian, hanya ada seorang
wali, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 351 dan Pasal 361 KUH Perdata”.
Selanjutnya Pasal 351 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
“Bila wali ibu kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian, selama dalam perkawinan antara suami dan istri tidak ada pisah meja dan ranjang atau tidak ada memisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan disamping istrinya bertanggung jawab secara tanggung menanggung sepenuhnya atas segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian peserta suami berakhir bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti menjadi wali”.
Pasal 361 KUH Perdata menyebutkan bahwa,
“Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di negeri Belanda atau di daerah jajahanya diluar Indonesia maka atas permintaan seorang pengurus di negeri Belanda dan didaerah jajahan tersebut. Dalam hal ibu wali tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pengurus itu. Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali.”
Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa perwalian yang tidak dapat
dibagi-bagi mengandung arti bahwa hanya ada 1 (satu) wali yang dapat ditunjuk
untuk menjadi wali bagi anak-anak di bawah umur yang dimintakan yang ditunjuk
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Wali untuk anak-anak di bawah umur
yang sama tidak boleh dibagi kepada 2 (dua) wali sekaligus.
2. Asas persetujuan dari keluarga
Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga
tidak ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedangkan apabila
pihak keluarga tidak datang meskipun telah diadakan panggilan dapat dituntut
berdasarkan pasal 524 KUH Pidana.
Pengangkatan wali menurut KUH Perdata adalah:
a. Perwalian oleh suami atau isteri yang hidup lebih lama.52
Pasal 345 KUH Perdata menyatakan “apabila salah satu dari kedua orang tua
meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa,
demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekedar ini tidak telah
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya”.
Pada pasal ini tidak dibuat pengecualian bagi suami istri yang hidup terpisah
disebabkan perkawinan putus karena perceraian atau pisah meja dan ranjang. Apabila
ayah setelah perceraian menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si ibu
dengan sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut.
b. Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta tersendiri
Pasal 355 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa masing-masing orang tua,
melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih
berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu
setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun karena penetapan Hakim menurut
Pasal 353, tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain.
Dengan kata lain, masing-masing orang tua yang menjadi wali atau
memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut
memang masih terbuka.
c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim
Pasal 359 KUH Perdata menentukan bahwa bagi sekalian anak belum dewasa,
yang tidak bernaung di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya tidak telah
diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali,
setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda.
Macam–macam perwalian di dalam Kitab Undang–Undang Hukum Perdata.
1. Wali demi hukum.53
Perwalian ini muncul jika salah satu orang tua sudah meninggal, dan orang tua
yang hidup terlama demi hukum akan menjadi wali bagi anak tersebut. Hal itu dimuat
dalam Pasal 345 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Apabila salah satu dari
kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang
belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini
tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya”.
Namun pada pasal ini tidak dibuat pengecualian bagi suami istri yang hidup
terpisah disebabkan perkawinan putus karena perceraian atau pisah meja dan ranjang.
Jadi, bila ayah setelah perceraian menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah
maka si ibu dengan sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut.
2. Wali dengan penetapan pengadilan54
Perwalian ini muncul dikarenakan kedua orang tua meninggal dunia atau ada
pemecatan terhadap orang tua. Maka dari itu oleh hakim untuk anak yang belum
dewasa tersebut ditetapkan wali. Pasal 359 KUH Perdata menentukan bahwa semua
minderjarige yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur
perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh Pengadilan.
Dalam kasus penelitian ini Nyonya Amini Nurdin selaku nenek dari ketiga
anak angkat dari Almarhumah Kartini dan Almarhum Sui Liong alias Ahok alias
Suryadi Suwandi adalah sebagai wali yang ditetapkan melalui suatu penetapan
pengadilan dalam hal ini adalah penetapan Pengadilan Negeri Medan Nomor
371/Pdt/P/2005/PN Medan tertanggal 20 Oktober 2005. Maka sesuai dengan Pasal
359 KUH Perdata maka Nyonya Amini Nurdin adalah sah sesuai hukum yang
berlaku menjadi wali dari anak-anak angkat yang bernama Viviani, Vincent dan
Verenia Everlim. Dalam Pasal 359 KUH Perdata tersebut menyebutkan bahwa bagi
kalian anak belum dewasa yang tidak bernaung di bawah kekuasaan orangtua dan
yang perwaliannya tidak telah diatur dengan cara yang sah, pengadilan negeri harus
mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau menganggil dengan sah para
keluarga sedarah dan semenda.
3. Wali dengan surat wasiat55
Perwalian ini muncul berdasarkan surat wasiat yang ditulis oleh orang tua si
anak. Pasal 355 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa masing-masing orang tua,
yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih
berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu
setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun karena penetapan Hakim menurut
ayat terakhir Pasal 353, tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain. Dengan kata
lain, orang tua masing-masing yang menjadi wali atau memegang kekuasaan orang
tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut memang masih terbuka.
4. Wali soma (Gezinj Voogd).
Perwalian ini muncul jika terjadi pemecatan atau pencabutan dari kekuasaan
orang tua.Tugas dari wali soma adalah mengawasi satu keluarga.Wali soma ini terjadi
jika orang tua dari si anak dipecat namun si anak masih kecil dan tidak dimungkinkan
untuk dipisahkan dari orang tua mereka. Maka dari itu si anak masih tetap dalam
asuhan orang tua mereka walaupun orang tua si anak sudah dipecat, akan tetapi wali
soma ini harus mengawasi anak tersebut.
5. Wali Pengawas (Weeskamer).
Wali pengawas tidak mengawasi anak seperti wali–wali yang lain tetapi ia
mengawasi wali–wali yang ada. Yang ditugasi menjadi wali adalah Balai Harta
Peninggalan.
Dari defenisi tersebut terlihat perbedaan antara kekuasaan orang tua dengan
perwalian, artinya terdapat perbedaan pokok antara kekuasaan orang tua dengan
perwalian yaitu kekuasaan orang tua harus diberikan oleh kedua orang tua (ayah dan
ibu). Jika perwalian diberikan pada salah satu orang tuanya saja atau orang lain.
Apabila harus terjadi pengangkatan seorang wali, maka oleh balai harta
peninggalan, baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu harus diadakan
tindakan-tindakan seperlunya guna pengurusan diri dan harta kekayaan si belum
dewasa sampai perwalian itu mulai berlaku.
Penetapan mengenai wali harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal orangtua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak
diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan
hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak
yang bersangkutan.
b. Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
melalui penetapan Pengadilan.
c. Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya
harus sama dengan agama yang dianut anak.
d. Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib
e. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.56
Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan Pengadilan dapat mewakili anak
untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak yang berada di bawah perwaliannya.57
Apabila seorang anak belum mendapat penetapan Pengadilan mengenai wali,
maka harta kekayaan anak tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau
Lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu yang bertindak sebagai wali
pengawas terhadap harta kekayaan anak tersebut untuk kepentingan si anak tersebut
yang harus dilakukan melalui Penetapan Pengadilan.58
Wali yang telah ditunjuk oleh Pengadilan sebagaimana yang dimuat di dalam
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dapat mewakili anak untuk
melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk
kepentingan anak yang terbaik untuk anak.59 Dalam hal wali yang ditunjuk tersebut
ternyata tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan
kekuasaan sebagai wali, atau wali yang ditunjuk tersebut meninggal dunia, maka
status perwaliannya akan dicabut dan ditunjuk orang lain sebagai wali melalui
penetapan Pengadilan.
56Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 57Ibid
Mengenai perwalian KUH Perdata mengatur bahwa perempuan bersuami
tidak boleh menerima perwalian itu tanpa bantuan atau izin tertulis dari
suaminya”.60Akan tetapi jika suami tidak memberikan izin maka bantuan dari
pendamping(bijstand)dapat digantikan dengan kekuasaan dari hakim.61 Pasal 332 b
ayat 2 KUH Perdata tersebut menyatakan :
“Apabila si suami telah memberikan bantuan atau izin itu atau apabila ia
kawin dengan perempuan itu setelah perwalian bermula, sepertipun apabila si
perempuan tadi menurut Pasal 112 atau Pasal 114 dengan kuasa dari hakim telah
menerima perwalian tersebut, maka si wali perempuan bersuami atau tidak bersuami,
berhak melakukan segala tindakan-tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu
tanpa pemberian kuasa atau bantuan ataupun juga dan atau tindakan-tindakan itupun
bertanggung jawab pula.”
Dalam KUH-Perdata diatur beberapa kewajiban seorang wali sebagai berikut:
1. Memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan.62 Apabila kewajiban ini
tidak dilaksanakan wali maka ia dipecat dan diharuskan membayar
biaya-biaya dan ongkos-ongkos.
2. Mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang diperwalikannya.63
3. Mengadakan jaminan.64
60Pasal 332 b ayat (1) KUH Perdata 61Pasal 332 b ayat (2) KUH Perdata 62Pasal 368 KUH Perdata
4. Menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun oleh anak
tersebut dan biaya pengurusan.65
5. Menjual perabotan rumah tangga minderjarigen dan semua barang bergerak
yang tidak memberikan hasil atau keuntungan kecuali barang-barang yang
diperbolehkan disimpaninnaturadengan izin wali pengawas(Weeskamer).66
6. Mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam harta kekayaan
minderjarigen ada surat piutang negara.67
7. Menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen setelah dikurangi biaya
penghidupan tersebut.
d. Berakhirnya Perwalian
Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari 2 (dua) keadaan yaitu :68
1) Dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir
karena :
a. Si anak telah menjadi dewasa(meerderjarig)
b. Matinya si anak
c. Timbulnya kembali kekuasaan orangtuanya
d. Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui
2) Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir karena:
a. Ada pemecahan atau pembebasan atas diri si wali
65Pasal 338 KUH Perdata 66Pasal 389 KUH Perdata 67Pasal 392 KUH Perdata