BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan Menurut Hukum Internasional
Dalam pembahasan ini, pertama-tama akan dibahas terlebih dahulu terkait
reklamasi yang dilakukan oleh China atas gugusan pulau yang berdiri di Laut
China Selatan dan apakah diperbolehkan oleh hukum internasional atau tidak.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang sebelumnya bahwasannya
China mereklamasi sejumlah karang yang terletak di Laut China Selatan dimana
karang-karang yang membentuk gugusan pulau tersebut ada yang berdiri diatas
laut bebas, dan ada pula yang berdiri diatas zona ekonomi eksklusif milik
Filiphina. Masing – masing zona laut ini mempunyai ketentuan – ketentuan yang
berbeda terkait dengan pengaturan pendirian pulau buatan.
Pada sub-bab ini akan dibahas hal terkait gugusan pulau apa saja yang
direklamasi oleh China, letak geografis dan bentuk geografis gugusan pulau
tersebut, dan perkembangan reklamasi atas gugusan pulau tersebut. Hal ini
penting untuk dibahas guna memahami reklamasi yang menghasilkan pulau
buatan yang dilakukan oleh China. Selanjutnya, pembahasan tentang letak
geografis dan perkembangan reklamasi atas gugusan pulau tersebut merupakan
salah satu dasar pemecahan masalah pada rumusan masalah pertama dalam
menyelesaikan permasalahan mengenai apakah reklamasi atas gugusan pulau
4.1.1 Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Laut Bebas
Sebelum dibahas lebih lanjut terkait apakah pulau buatan hasil reklamasi
gugusan pulau milik China yang terletak di Laut China Selatan yang berada di
zona laut bebas sah atau tidak, akan dibahas terlebih dahulu boleh tidaknya suatu
negara membangun pulau buatan hasil reklamasi gugusan pulau di zona laut
bebas.
4.1.1.1 Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Laut Bebas
Laut bebas memiliki ciri khasnya tersendiri dibandingkan dengan
zona-zona laut lainnya. Ciri khasnya tersebut ialah berupa keberadaan prinsip
kebebasan yang mengatur rezim laut bebas. Prinsip ini mempunyai pengaruh
signifikan terkait kebebasan-kebebasan di laut bebas dan terutama status hukum
kapal-kapal dan pesawat yang melintasi dan berlayar di laut bebas.1 Salah satu
prinsip kebebasan yaitu kebebasan membangun pulau buatan.2
Pembangunan pulau buatan sebagai hasi reklamasi gugusan pulau di laut
bebas dapat dilakukan oleh negara manapun. Hal ini dikarenakan laut bebas dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan dan laut bebas juga terbuka untuk seluruh
negara,baik berpantai maupun tidak berpantai. Keterbukaan laut bebas ini dapat
dilihat pada kebebasan setiap negara atas laut bebas, dimana kebebasan ini
disebutkan dalam pasal 87 Bab VII UNCLOS 1982.
1 Dr. Boer Mauna, Op.Cit,. Hal 312-313.
Pasal 87
Kebebasan laut bebas
1. Laut bebas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak berpantai. Kebebasan laut bebas, dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam Konvensi ini dan ketentuan lain hukum internasional. Kebebasan laut bebas itu meliputi, inter alia, baik untuk Negara pantai atau Negara tidak berpantai :
(a) kebebasan berlayar; (b) kebebasan penerbangan;
(c) kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan tunduk pada Bab VI;
(d) kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi bangunan lainnya yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional, dengan tunduk pada Bab VI;
(e) kebebasan menangkap ikan, dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam bagian 2;
(f) kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada Bab VI dan XIII. 2. Kebebasan ini akan dilaksanakan oleh semua Negara, dengan
memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan laut bebas itu, dan juga dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam Konvensi ini yang bertalian dengan kegiatan di Kawasan.
Perlu diketahui sebelumnya bahwa antara pulau buatan dan instalasi
bangunan diatas pulau buatan tersebut merupakan satu-kesatuan. Hal ini terlihat
pada digabungkannya kata pulau buatan dengan instalasi bangunan pada pasal 87
ayat (1) huruf d. Penggabungan kata pulau buatan dengan kata instalasi bangunan
dalam satu kalimat menunjukkan bahwa antara pulau buatan dan instalasi
bangunan diatasnya memiliki keterikatan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa
adanya instalasi bangunan, pulau buatan tersebut hanyalah sekedar pulau buatan
dengan fungsi yang tidak diketahui atau tidak jelas. Begitu halnya dengan tanpa
adanya pulau buatan, instalasi-instalasi bangunan tersebut tidak mungkin berdiri
tegak dan kokoh. Berdirinya instalasi bangunan diatas pulau buatan akan
menentukan untuk tujuan apa suatu negara membangun pulau buatan hasil dari
Dari penjelasan pasal 87 diatas, pada ayat (1) huruf d sudah secara umum
menyebutkan setiap negara berhak membangun pulau buatan dan instalasi
bangunan di atas laut bebas. Namun pembangunan pulau dan instalasi bangunan
diatasnya harus mengacu pada BAB VI, tepatnya pada pasal 80 UNCLOS 19823
yang mutatis mutandis terhadap pasal 60 UNCLOS 1982. Pasal 60 ayat (1) huruf
b4 sendiri menghendaki negara yang mendirikan pulau buatan dan instalasi
bangunan diatasnya untuk mengikuti ketentuan dalam pasal 56 UNCLOS 1982.
Jadi reklamasi gugusan pulau untuk membangun pulau buatan dan instalasi
bangunan diatasnya diperbolehkan untuk tujuan ekonomi seperti halnya
eksploitasi dan eksplorasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam,
produksi energi yang berasal dari arus air laut dan angin, riset ilmiah dan tentunya
perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, seperti yang disebutkan dalam pasal
pasal 60 ayat (1) huruf b juncto pasal 56.
Selain tujuan diatas, UNCLOS 1982 juga menyiratkan pembangunan
pulau buatan di laut bebas untuk tujuan-tujuan lain yaitu untuk tujuan damai. Hal
ini sesuai dengan pasal 88 UNCLOS 19825 dimana laut bebas dimaksudkan untuk
tujuan damai. Dua ahli hukum laut internasional, Mc Dougal dan Burke juga
mengemukakan bahwa setiap penggunaan laut bebas untuk tujuan damai ialah
dibenarkan atau diijinkan dibawah hukum internasional.6 Ini berarti bahwa
pembangunan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan diatasnya
diperbolehkan asalkan untuk tujuan damai. Namun sayangnya UNCLOS 1982
3 Pasal 80 UNCLOS 1982 : Pasal 60 berlaku mutatis mutandis untuk pulau buatan, instalasi bangunan dan bangunan di atas landas kontinen.
4 Pasal 60 ayat (1) huruf b : instalasi dan bangunan untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 dan tujuan ekonomi lainnya;
5 Pasal 88 UNCLOS 1982 : Laut bebas dicadangkan untuk maksud damai.
tidak menjelaskan secara spesifik maksud daripada tujuan damai tersebut dan
terkadang negara-negara tertentu menafsirkan tujuan damai tersebut untuk
menegakkan kedaulatannya atas pulau buatan tersebut dan dijadikan base point
untuk menarik garis pangkal.
Reklamasi gugusan pulau untuk membangunan pulau buatan beserta
instalasi dan bangunan untuk tujuan damai sebenarnya memiliki
bermacam-macam bentuk. Adapun bentuk-bentuk tujuan damai itu berupa penumpasan
peromapakan, pembajakan di laut, perdagangan obat terlarang dan budak yang
menggunakan laut bebas sebagai jalur pelayarannya, penyiaran gelap yang diatur
menurut pasal 99 sampai pasal 110 UNCLOS 1982. Negara – negara yang merasa
dirugikan atas perompakan, pembajakan di laut, perdagangan obat terlarang dan
budak yang menggunakan laut bebas sebagai jalur pelayarannya, dan penyiaran
gelap dapat mendirikan pulau buatan dilaut bebas untuk menumpas
kejahatan-kejahatan tersebut. Negara-negara tersebut dapat tergabung dalam suatu perjanjian
untuk memanfaatkan pulau buatan dengan instalasi dan bangunan (biasanya
instalasi dan bangunan militer)7 diatasnya sebagai pusat kontrol dan pusat
komando untuk menumpas dan menindak peromapakan, pembajakan di laut,
perdagangan obat terlarang dan budak yang menggunakan laut bebas sebagai jalur
pelayarannya, dan penyiaran gelap di laut bebas. Kapal-kapal perang dan alat
militer lainnya dari berbagai negara berkumpul dalam satu komando dan kontrol
guna menumpas dan menindak peromapakan, pembajakan di laut, perdagangan
obat terlarang dan budak yang menggunakan laut bebas sebagai jalur
pelayarannya, dan penyiaran gelap di laut bebas.
4.1.1.2 Tidak Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Laut Bebas
Tidak diperbolehkannya suatu negara melakukan reklamasi gugusan
pulau untuk mendirikan pulau buatan ialah terkait penegakkan kedaulatan yang
dilakukan negara tersebut atas pulau buatan yang didirikannya di laut bebas.
Penegakkan kedaulatan melalui pendirian pulau buatan beserta instalasi dan
bangunan di laut bebas yang ditafsirkan sebagai tujuan damai oleh beberapa
negara tentu dilarang menurut UNCLOS 1982. Penegakkan kedaulatan atas pulau
buatan hasil reklamasi gugusan pulau ini akan memiliki efek samping lainnya
dimana pulau buatan tersebut akan dijadikan base point. Sehingga apabila suatu
negara mengklaim banyak gugusan pulau dan melakukan rekalamasi diatasnya
untuk didirikan pulau buatan maka disetiap pulau buatan tersebut akan dijadikan
base point yang nantinya akan ditarik garis pangkal menghubungkan antar pulau
buatan tersebut.8 Terhubungnya pulau-pulau buatan tersebut juga akan berimbas
pada diklaimnya laut dan udara disekitar pulau buatan tersebut. Pada dasarnya
pulau buatan tidak memiliki status pulau dan tidak memiliki garis pangkal untuk
mengukur laut teritorial, ZEE dan landas kontinen seperti yang disebutkan dalam
pasal 60 ayat (8)9 dan oleh karenanya tidak dapat dijadikan base point.
8 Hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 7 ayat (4) dimana : Garis pangkal lurus tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut kecuali jika di atasnya didirikan mercusuar atau instalasi serupa yang secara permanen ada di atas permukaan laut atau kecuali dalam hal penarikan garis pangkal lurus ke dan dari elevasi demikian telah memperoleh pengakuan umum internasional.
Penegakkan kedaulatan yang dilakukan oleh suatu negara melalui
reklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau buatan di laut bebas tentu
menjadi suatu permasalahan dikarenakan rezim laut bebas UNCLOS 1982 tidak
mengijinkan negara manapun untuk menegakkan kedaulatannya atas laut bebas
seperti yang disebutkan dalam pasal 89 UNCLOS 198210. Tidak sahnya suatu
negara menegakkan kedaulatannya melalui reklamasi gugusan pulau yang
menghasilkan pulau buatan di laut bebas pada dasarnya berasal dari konsep
hukum laut milik bangsa Romawi, konsep res communis beserta doktrin res
communis omnium. Doktrin res communis omnium sendiri memiliki pengertian
bahwa laut adalah milik bersama seluruh umat manusia, dan masing-masing negara tidak dapat menegakkan kedaulatannya di ruang udara diatas laut bebas. Setiap negara mempunyai hak yang sama untuk bernavigasi di ruang udara diatas laut bebas tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari negara lain”
Pendapat tersebut dapat dikecualikan terhadap keberadaan kapal bendera
suatu negara dimana kapal bendera tersebut memiliki kedaulatannya sendiri, yaitu
kedaulatan negara milik kapal berbendera tersebut. Adapun penenegakkan
kedaulatan suatu negara atas bagian-bagian dari laut bebas tersebut, kecuali
keberadaan kapal bendera, adalah ilegal. Hal ini termasuk penundukkan
10 Pasal 89 UNCLOS 1982 : Tidak ada suatu Negara pun yang dapat secara sah menundukkan kegiatan manapun dari laut bebas pada kedaulatannya.
11 Dikdik Mohammad Sodik, Op.Cit., Hal 2.
kedaulatan melalui reklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau buatan di
laut bebas yang tentunya merupakan tindakan sepihak yang dilakukan oleh suatu
negara tanpa persetujuan negara lain.
Pasal 87 ayat (1) huruf d, pasal 88, pasal 89 UNCLOS 1982 saling
memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Jika suatu negara mendirikan pulau
buatan berikut dengan instalasi bangunan atau bangunan diatasnya, maka instalasi
bangunan tersebut harus yang diperbolehkan menurut hukum internasional, sesuai
dengan bunyi pasal 87 ayat(1) huruf d UNCLOS 1982. Namun kata “yang
diperbolehkan menurut hukum internasional” disini adalah kabur dan UNCLOS
1982 tidak menjelaskan secara spesifik instalasi bangunan atau bangunan apa saja
yang diperbolehkan berdiri diatas pulau buatan yang berada di laut bebas dan
UNCLOS 1982 juga tidak merujuk ke sumber hukum internasional lainnya
sebagai acuan untuk menjelaskan instalasi atau bangunan apa saja yang boleh
didirikan menurut hukum internasional.
Setelah kita ketahui bahwasannya pasal 87 ayat (1) huruf d UNCLOS 1982
tidak memberikan batasan dan penjelasan terkait instalasi atau bangunan yang
dapat didirikan dipulau buatan yang berdasarkan hukum internasional, maka
dilakukan penafsiran gramatikal terhadap pasal tersebut. Kata “yang
diperbolehkan menurut hukum internasional” dapat diartikan sebagai “yang tidak
mengancam atau merusak perdamaian internasional”. Kata “yang tidak
mengancam atau merusak perdamaian internasional” ini ternyata dapat ditemukan
pada pasal 88 UNCLOS 1982 dimana laut bebas dimaksudkan untuk tujuan
damai. Tujuan damai yang dimaksudkan untuk laut bebas ini juga memiliki makna
dimaksudkan untuk laut bebas. Salah satu batasan yang dapat kita lihat adalah
pada pasal 89 UNCLOS 1982 dimana disebutkan bahwa negara manapun tidak
dapat menundukkan kedaulatannya pada laut bebas.
Batasan ini jelas melarang suatu negara untuk menegakkan kedaulatannya di
laut bebas melalui berbagai kegiatan apapun, termasuk kegiatan reklamasi yang
menghasilkan pulau buatan dengan pendirian instalasi dan bangunan diatasnya.
Pendirian instalasi dan bangunan di pulau buatan dengan tujuan menegakkan
kedaulatan suatu negara tentu merupakan suatu perbuatan yang akan mengancam
perdamaian di laut bebas tersebut, terlebih apabila pendirian pulau buatan tersebut
tidak mendapat persetujuan dari negara-negara internasional.
Rezim laut bebas juga menganut prinsip kebebasan dimana setiap negara,
baik berpantai maupun tidak berpantai bebas melakukan penangkapan ikan,
penerbangan dan berlayar diatasnya serta pemasangan pipa dan kabel bawah laut
seperti yang dijelaskan dalam pasal 87 ayat (1) huruf a, b, dan c. Apabila suatu
negara menegakkan kedaulatannya atas pulau buatan tersebut, tentu prinsip ini
akan hilang. Hal ini dikarenakan, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
gugusan pulau yang direklamasi menghasilkan pulau buatan tersebut akan
dijadikan base point oleh negara pengklaim sehingga laut dan udara disekitar
pulau buatan tersebut tidak lagi bebas dilakukan penangkapan ikan, penerbangan
dan berlayar diatasnya serta pemasangan pipa dan kabel bawah laut. Hal ini tentu
akan merusak perdamaian dan prinsip-prinsip kebebasan di laut bebas yang
4.1.1.3 Analisis Hukum Internasional Terkait Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Laut Bebas
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa terdapat gugusan pulau
di Laut China Selatan yang direklamasi oleh China dimana gugusan pulau
tersebut terletak di zona laut bebas. Adapun gugusan pulau tersebut ialah : Fiery
Cross Reff, Cuarteron Reff, Subi Reff, dan Gaven Reef. Untuk pembahasan lebih
mendalam, maka akan dibahas terlebih dahulu letak geografis dan perkembangan
gugusan-gugusan pulau tersebut untuk kemudian dianalisis satu demi satu sah
atau tidaknya tindakan China reklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau
buatan tersebut.
4.1.1.3.1 Reklamasi di Fiery Cross Reef
Fiery Cross Reef (Yongshu Jiao menurut China dan Kagitingan Reef
menurut Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan
Spratly yang berdiri diatas zona laut bebas Laut China Selatan (Berada di luar laut
teritorial, landas kontinen maupun ZEE China). Fiery Cross Reef terletak sekitar
255 mil laut dari sebelah barat Pulau Palawan pada derajat 9° 33’N – 112° 54’E.
Fiery Cross Reef terdiri atas sebuah tepian atau onggokan yang terendam dengan
batu-batu yang muncul ke permukaan yang ukurannya tidak lebih dari 1 meter
diatas permukaan laut pada saat air pasang.13 Keadaan awal Fiery Cross Reef
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 1.4 Keadaan awal Fiery Cross Reef sebelum direklamasi oleh China. Tampak pada gambar terdapat konstruksi berbeton yang berdiri disebelah ujung
selatan. Gambar diambil pada tanggal 22 Januari 2006 melalui citra satelit.
Pada awal perkembangan Fiery Cross Reef ditandai dengan permintaan
dari UNESCO kepada China untuk membangun sebuah stasiun observasi dan
pemonitor cuaca guna memonitor cuaca dan melakukan observasi laut di sekitar
Spratly Island, Laut China Selatan. Hal ini dimintakan UNESCO ketika UNESCO
mengadakan konferensi pada bulan Maret tahun 1987 yang berhubungan dengan
sebuah survey laut global secara luas dan menyeluruh.14 China kemudian memilih
Fiery Cross Reef pada bulan April 1987 sebagai tempat dibangunnya stasiun
observasi pemonitor cuaca dikarenakan luasnya yang cukup besar dan juga Fiery
Cross Reef terisolasi dari gugusan pulau yang diokupasi oleh negara-negara
pengklaim gugusan pulau di Laut China Selatan15, seperti halnya Vietnam.
Selanjutnya laporan yang dikutip dari IHS Jane16 menyebutkan bahwa China
mulai membangun konstruksi berbeton berlantai dua pada tahun 1990 dimana
14 Lee Lai To, China and the South China Sea dialogues, Westport, Praeger Publisher, 1999, Hlm 14.
15 Min Gyo Koo, Island Disputes and Maritime Regime Building in East Asia : Between a Rock and a Hard Place, New York, Springer, 2010, Hlm 154.
diduga konstruksi bangunan tersebut merupakan sebuah pos pengamatan.
Bangunan ini kemudian dilengkapi dengan sebuah landasan helikopter dan
dermaga kecil17 seperti yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.5 Konstruksi berbeton milik China yang mulai dibangun pada tahun 1990 di Fiery Cross Reef. Terlihat konstruksi tersebut sudah selesai dibangun melalui gambar diatas yang diambil pada tanggal 22 Januari 2006
melalui pengamatan satelit.
Pada perkembangan selanjutnya, China memulai reklamasi pulau
buatannya pada bulan Agustus 2014. Diantara bulan Agustus dan November,
kapal keruk China membuat lahan baru yang membentang dan mencakup seluruh
karang dan koral yang membentuk Fiery Cross Reef. Luas lahan yang terbentuk
adalah sepanjang 3000 meter dan lebar sekitar 200-300 meter. Reklamasi yang
dilakukan oleh China ini telah menambah luas area Fiery Cross Reff dari luas
awal 0,08 k m2 hingga mencapai 0,96 k m2 .18 Adapun hingga saat ini
konstruksi-konstruksi bangunan yang sudah selesai di bangun di Fiery Cross Reef
adalah stasiun observasi dan pemonitor cuaca yang telah dijelaskan sebelumnya,
17 Asia Maritime Transparency Initiative, A Fiery Cross To Bear, http://amti.csis.org/fiery-cross/ (Online), 7 Januari 2016.
sebuah garnisun militer, sistem pertahanan anti udara dan anti permukaan, artileri
pantai, peralatan-peralatan kounikasi, radar-radar, sebuah landasan helikopter
(helipad) dan landasan pacu udara (runway), depot bahan bakar, sebuah dermaga,
pelabuhan untuk sipil, dan pelabuhan besar baik untuk menurunkan maupun
mengangkut kombatan permukaan.19 Keadaan Fiery Cross Reef setelah reklamasi
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 1.6 Keadaan Fiery Cross Reef setelah reklamasi yang dilakukan oleh China. Gambar diambil pada tanggal 3 September 2015 melalui
pengamatan satelit.
Fiery Cross Reef saat ini menjadi objek klaim sengketa antara China,
Filiphina, Taiwan dan Vietnam, namun China telah selangkah di depan dengan
mereklamasi Fiery Cross Reef menjadi pulau buatan dengan berbagai
instalasi-instalasi militer yang telah disebutkan diatas sehingga kontrol atas Fiery Cross
Reef secara penuh berada di tangan China.20 Melihat pada perkembangan dan
19 Congressional Research Service, Op.Cit,. Hlm 9.
keberadaan fasilitas militer di Fiery Cross Reef, bahwa keberadaan instalasi
militer seperti halnya garnisun militer, sistem pertahanan anti udara dan anti
permukaan, artileri pantai, peralatan-peralatan kounikasi, radar-radar, sebuah
landasan helikopter (helipad) dan landasan pacu udara (runway) digunakan oleh
China untuk menegakkan kedaulatannya atas Fiery Cross Reef yang telah
direklamasi dan dijadikan pulau buatan sekaligus menjadikannya base point untuk
penarikan garis pangkal (base line).
Padahal pada pasal 60 ayat (8) UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa pulau
buatan tersebut tidak memiliki status pulau dan laut teritorialnya sendiri dan
dengan demikian pulau buatan tersebut tidak dapat dijadikan base point untuk
penarikan garis pangkal. Oleh karena China menjadikan Fiery Cross Reef sebagai
base point21 untuk penarikan garis pangkal sebagai bagian upaya menegakkan
klaim U-Dash Line melalui pendirian pulau buatan diatasnya, hal ini akan
menganggu perdamaian yang nantinya akan berujung pada perang antar negara
pengklaim (China, Taiwan, Vietnam, dan Filiphina). Sehingga tindakan China ini
melanggar pasal 88 UNCLOS 1982 dimana laut bebas ditujukkan untuk maksud
damai. Selain itu pulau buatan di Fiery Cross Reef terletak di zona laut bebas,
maka segala bentuk penegakkan kedaulatan oleh China terhadap Fiery Cross Reef
adalah dilarang. Hal ini dikarenakan tidak ada suatu negara pun yang dapat
menegakkan kedaulatannya atas laut bebas, termasuk menegakkan kedaulatannya
dengan mendirikan pulau buatan yang berdiri diatas zona laut bebas sesuai dengan
pasal 89 UNCLOS 1982.
China boleh-boleh saja membangun pulau buatan ataupun membangun
instalasi diatas Fiery Cross Reef seperti halnya yang dilakukan oleh China ketika
pada tahun 1987, China membangun fasilitas stasiun observasi dan pemonitor
cuaca sesuai permintaan UNESCO22 sesuai dengan pasal 60 ayat (1) huruf b
juncto pasal 56. Namun sayangnya pembangunan fasilitas stasiun observasi dan
pemonitor cuaca di Fiery Cross Reef tersebut disisipi kepentingan China guna
menguasai Fiery Cross Reef,menegakkan kedaulatannya atas Fiery Cross Reef,
dan menjadikannya base point sebagai bagian dari upaya menegakkan klaim
U-Dash Line. Tindakan China ini jelas bertentangan dengan pasal 60 ayat (8), pasal
88, dan pasal 89 UNCLOS 1982.
4.1.1.3.2 Reklamasi di Cuarteron Reef
Cuarteron Reef (Huayang Jiao menurut China dan Calderon Reef
menurut Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan
Spratly yang berdiri diatas zona laut bebas Laut China Selatan (Berada di luar laut
teritorial, landas kontinen maupun ZEE China). Kondisi geografisnya berupa
sekelompok batu karang yang ukurannya tidak lebih dari 1,5 meter. Cuarteron
Reef terletak sekitar 8° 51’N – 112° 50’E dan sekitar 245 mil laut sebelah barat
Pulau Palawan.23 Gambar Cuateron Reef sebelum direklamasi dapat dilihat
dibawah ini :
22 Lee Lai To, Op.Cit., Hlm 14.
Gambar 1.7 Keadaan awal Cuarteron Reef sebelum direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 14 Januari 2014 melalui citra satelit.
Setidaknya sebelum reklamasi secara besar-besaran dilakukan di
Cuarteron Reef, China telah terlebih dahulu telah membangun konstruksi
bangunan berbeton yang diduga merupakan sebuah benteng pertahanan.
Kontruksi ini terlihat telah dibangun pada tahun 2013. Konstruksi bangunan ini
dilengkapi dengan peralatan komunikasi, radar, juga senjata anti kapal permukaan,
senjata anti pesawat, dan pelabuhan kecil untuk berlabuhnya kapal patroli
angkatan laut China.24 Gambar konstruksi bangunan tersebut dapat dilihat
dibawah ini :
Gambar 1.8 Konstruksi bangunan berlantai dua milik China yang dibangun di Cuarteron Reef. Tampak jelas pada gambar terlihat barak militer, senjata
anti-kapal permukaan dan sebuah dermaga kecil. Gambar diambil pada bulan Maret, 2013.
Perkembangan di Cuarteron Reef sebagai gugusan pulau paling selatan
yang diokupasi oleh China saat ini patut untuk di perhatikan. Konstruksi fasilitas
di Cuarteron Reef akan segera selesai dan reklamasi pulau buatan di Cuarteron
Reef saat ini mencakup area sekitar 211.500 m2 . Fasilitas-fasilitas yang sudah
ada di Cuarteron Reef sendiri adalah terdiri dari dua menara radar portabel yang
dibangun di sebelah utara. Fasilitas lain yang juga telah dibangun adalah sejumlah
tiang setinggi 20 meter di bagian selatan daripada pulau buatan. Tiang-tiang ini
diduga merupakan instalasi bangunan radar berfrekuensi tinggi yang mampu
secara signifikan menunjang kapabilitas China memonitor lalu lintas laut dan
udara disepanjang bagian selatan daripada Laut China Selatan. Selain konstruksi
fasilitas radar seperti yang telah disebutkan diatas, China juga telah membagun
sebuah bunker bawah tanah dan sebuah mercusuar di bagian utara daripada
Cuarteron Reef, sejumlah bangunan dan sebuah landasan helikopter ditengah
pulau buatan, perlengkapan komunikasi disebelah selatan, dan sebuah dermaga di
ujung barat pos militer.25 Kondisi Cuarteron Reef dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
Gambar 1.9 Keadaan pulau buatan milik China yang berdiri diatas Cuarteron Reef setelah reklamaso. Gambar diambil pada tanggal 21
Januari 2016.
Cuarteron Reef saat ini menjadi objek sengketa yang diklaim oleh
China,Vietnam dan Filipina26 namun China telah terlebih dahulu menempatkan
struktur berbeton yang menandakan Cuarteron Reef adalah wilayahnya. China
secara langsung membangun bangunan militer diatas Cuarteron Reef sebagai
upaya menegakkan klaim kedaulatannya atas Laut China Selatan melalui U-Dash
Line. Selain itu China menjadikan Cuarteron Reef sebagai base point untuk
penarikan garis pangkal sebagai bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line.
Jadi apabila China kemudian berhasil menguasai keseluruhan gugusan pulau di
Kepulauan Spratly (baik melalui jalur diplomatis maupun jalur perang)27, China
26 Emma Reynolds, China ‘building secret military weapons’ on tiny islands, http://www.news.com.au/technology/innovation/inventions/china-building-secret-military-weapo ns-on-tiny-islands/news-story/268d14bda4cf381b5ad5cae9a1860938 (Online), 14 April 2016.
kemudian akan menarik garis pangkal dari base point di Cuarteron Reef28
menghubungan gugusan-gugusan pulau lainnya. Sehingga selain menguasai
gugusan pulau di Kepulauan Spratly, China juga akan menguasai laut
disekitarnya. Dalam UNCLOS 1982, tepatnya pada pasal 60 ayat(8), pulau buatan
tidak memiliki status pulau dan tentunya tidak memiliki garis pangkalnya. China
memang menjadikan Cuarteron Reef sebagai base point untuk menarik base line,
maka hal itu adalah ilegal dan bertentangan dengan pasal 60 ayat (8) UNCLOS
1982.
Dalam hukum internasional, tindakan China telah melanggar pasal 89.
China secara ilegal telah menegakkan kedaulatannya atas Cuarteron Reef yang
terletak di zona laut bebas melalui pendirian pulau buatan diatas Cuarteron Reef
dilengkapi dengan instalasi dan bangunan militer. Rezim laut bebas tidak
mengizinkan negara manapun untuk menegakkan kedaulatan diatasnya karena
laut bebas adalah Res Communis. Tindakan China menegakkan kedaulatannya
diatas Cuarteron Reef ini mengakibatkan rusaknya perdamaian di Laut China
Selatan dan dengan demikian China juga melanggar pasal 88 dimana laut bebas
ditujukkan untuk maksud damai.
4.1.1.3.3 Reklamasi di Subi Reef
Subi Reef (Zhubi Jiao menurut China dan Zamora Reef menurut
Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan Spratly yang
berdiri diatas zona laut bebas Laut China Selatan (Berada di luar laut teritorial,
landas kontinen maupun ZEE China). Keadaan geografis Subi Reef sendiri ialah
terdiri atas sekelompok karang dengan elevasi surut. Subi Reef terletak terletak
pada derajat 10° 55’N - 114° 05’E. Subi Reef terletak 230 mil laut dari sebelah
barat Pulau Palawan.29 Kondisi Subi Reef sebelum reklamasi dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Gambar 2.0 Keadaan awal Subi Reef sebelum direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 8 Agustus 2012 melalui pengamatan satelit.
Perkembangan awal Subi Reef dimulai pada tahun 1988 dimana pada
tahun tersebut China mengokupasi Subi Reef sebagai bagian dari upaya
meningkatkan dan menegaskan klaim China di Laut China Selatan.30 Pada tahun
1990-an China mulai membangun konstruksi sebagai langkah awal tindakan
okupasi. Pada tahun 1997, sesuai dengan pengamatan satelit, Subi Reef
mempunyai struktur barak militer semi-permanen, sebuah bangunan berlantai dua
dengan satu satelit komunikasi. Dua struktur lainnya adalah sebuah helipad
29 The Department of Foreign Affairs of Republic of the Philippines, Op.Cit,. Hlm 8.
(tempat pendaratan helikopter) dan sebuah jembatan semen kokoh yang
menghubungkan helipad dengan bangunan utama.31 Konstruksi dan struktur
bangunan tersebut dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 2.1 Kondisi Subi Reef yang diambil pada bulan Januari 2015 dengan struktur yang telah dibangun oleh China
Perkembangan signifikan terjadi pada bulan Juli tahun 2014 kemarin
dimana China mulai membangun reklamasi pulau buatannya di Subi Reef.
Laporan yang dikeluarkan oleh IHS Jane’s menyebutkan bahwa jika reklamasi
lahan di Subi Reef terus dilanjutkan, Subi Reef nantinya akan menyediakan
runway kedua setelah runway pertama yang terletak di Fiery Cross Reef. Laporan
lainnya menyebutkan bahwasannya fasilitas saat ini yang sudah beridiri di Subi
Reef mampu menampung sampai 200 tentara.32
Seperti yang telah diestimasikan melalui laporan yang dikeluarkan oleh
IHS Jane’s diatas, pada bulan September 2015 lalu, melalui foto satelit, tampak di
Subi Reef sendiri sedang dibangun sebuah runway dengan panjang mencapai
31 James C. Bussert, Facilities in the South China Sea Reflect Technologies Otherwise Hidden, http://www.warfighter.org/chinatech.html (Online), 8 Januari 2016.
2.200 meter dan lebar 60 meter. Penetapan fasilitas pertahana udara ini
dikemudian hari akan meningkatkan kapasitas China untuk menerapkan ADIZ
(Air Defense Identification Zone)33 di Laut China Selatan.34 Kondisi Subi Reef
setelah reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.2 Kondisi Subi Reef tertanggal 3 September 2015. Tampak kemungkinan China sedang membangun landasan pesawat kedua
selain landasan pesawat yang dibangun di Fiery Cross Reef
Subi Reef saat ini diklaim selain oleh China juga oleh Vietnam dan
Filipina.35 China telah membangun sturktur terlebih dahulu sebelum dua negara
tersebut yang membuat Subi Reef diokupasi oleh China. Subi Reef juga menjadi
bagian dari klaim U-Dash Line China dimana China kemudian menempatkan
instalasi dan bangunan militer untuk mempertahankan klaimnya. Padahal dalam
hukum internasinal sendiri disebutkan dalam pasal 89 bahwa laut bebas tidak
dapat dimiliki negara manapun. Hal ini berarti subi reef (yang berdiri diatas laut
33 ADIZ (Air Defense Identification Zone) secara umum didefinisikan sebagai wilayah udara yang diperluas yang berada diluar wilayah udara teritorial suatu negara. Di wilayah ini pesawat yang tidak dikenal oleh negara pemilik ADIZ dapat di interograsi dan jika perlu bisa dicegat untuk identifikasi sebelum pesawat tak dikenal tersebut melintas ke wilayah udara teritorial negara pemilik ADIZ, dalam foreignaffairs.com .
34 Victor Robert Lee, South China Sea : Satelite Imagery Makes Clear China’s Runway Work at Subi Reef, http://thediplomat.com/2015/09/south-china-sea-satellite-imagery-makes-clear-chinas-runway-work-at-subi-reef/ (Online), 18 Maret 2016.
35
Gabriel Cardinoza, China lighthouse on Subi reef threatens peace, http://globalnation.inquirbebas) tidak dapat dimiliki oleh China. Tindakan China ini menimbulkan konflik
sehingga merusak perdamaian dan akibatnya China juga melanggar pasal 88.
Selain itu Subi Reef ini juga dijadikan base point oleh China sebagai
bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line dimana base point ini akan
digunakan untuk penarikan base line.36 Menurut pasal 60 ayat (8) tentu hal ini
adalah ilegal dan tidak bisa dilakukan karena pulau buatan yang berdiri diatas
Subi Reef tidak memiliki status pulau dan tidak dapat dilakukan penarikan garis
pangkal.
4.1.1.3.4 Reklamasi di Gaven Reef
Gaven Reefs berlokasi di ujung barat daripada Tizard Bank37. Gaven
Reefs sendiri terdiri atas 2 karang yaitu North Gaven Reef yang sudah diokupasi
oleh China yang terletak di Kepulauan Spratly yang berdiri diatas zona laut bebas
Laut China Selatan (Berada di luar laut teritorial, landas kontinen maupun ZEE
China), pada derajat 10°12’48”N, 114°13’9”E dan South Gaven Reef. Kondisi
geografis North Gaven Reef sendiri ialah berbentuk seperti berlian dengan luas
area mencapai 86 hektar, memiliki satu batu karang besar yang berdiri 1,9 meter
diatas air pasang dimana bagian 1,2 meter keatas dalam keadaan kering. Adapun
South Gaven Reef memiliki luas yang lebih kecil yaitu seluas 67 hektar dan pada
bagian 1 meter dari titik tertinggi nya dalam keadaan kering.38 Gaven Reef sendiri
36
Ibid.37 Tizard Bank merupakan adalah sebuah wilayah berkarang yang luas di bagian utara daripada kelompok Kepulauan Spratly. Tizard Bank terbentang antara derajat 10N19 dan 10N25, antara 114E12 dan 114E45, dalam 425dxn.org
berlokasi pada 205 mil laut sebelah barat laut Pulau Palawan.39 Kondisi Gaven
Reef sebelum reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.3 Kondisi Gaven Reef sebelum direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 1 September 2007 melalui pengamatan satelit.
China mulai melakukan tindakan okupasi atas Gaven Reef dengan
mendirikan sebuah instalasi semi permanen berbahan bambu dan kayu berbentuk
seperti rumah panggung yang sudah berdiri pada tahun 1990. Pembangunan
instalasi semi permanen ini diduga dilakukan sebagai fasilitas penangkapan ikan
bagi nelayan China. Perkembangan selanjutnya ialah pembangunan struktur
berbeton berwarna putih yang dilengkapi senjata diatas atap, satelit parabola dan
antena komunikasi.40 Fasilitas ini didirikan sebagai bagian dari rencana
penempatan garnisun tentara di Gaven Reef. Hal ini terbukti lantaran China
sendiri telah menempatkan garnisun tentara semenjak tahun 2003. Penempatan
garnisun ini sudah termasuk keberadaan sebuah dermaga yang memungkinkan
kapal-kapal untuk berlabuh, beberapa penempatan senjata, dan satelit parabola,
9.
39 The Department of Foreign Affairs of Republic of the Philippines, Op.Cit,.Hlm 8.
dan antena komunikasi seperti yang disebutkan diatas.41 Adapun bangunan semi
permanen dan konstruksi tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.4 Instalasi milik China yang berdiri diatas Gaven Reef pada tahun 1990.
Perkembangan reklamasi pulau buatan di Gaven Reef oleh China
dimulai setelah tanggal 30 Maret 2014. Reklamasi tersebut menghasilkan sebuah
daratan baru seluas 114.000 m2 dimana daratan utama di tengah terhubung
dengan lahan reklamasi lain disebelah utara dan selatan. Adapun konstruksi
bangunan yang sudah lebih dahulu berdiri yang berlokasi di sebelah utara
terhubung dengan daratan utama di tengah melalui jembatan. Di lahan baru yang
terletak di wilayah selatan, terdapat sebuah kawasan pelabuhan seluas 66.402
m2 yang juga terhubung dengan daratan utama melalui jembatan penghubung.
Selain fasilitas-fasilitas diatas, adapun fasilitas lainnya yang telah dibangun adalah
dua landasan helikopter, pabrik semen, tembok laut yang telah diperkuat, fasilitas
militer terbaru, senjata anti pesawat, dan yang sedang dibangun adalah sebuah
antena komunikasi radio yang berukuran besar.42 Kondisi Gaven Reef setelah
reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.5 Kondisi Gaven Reef setelah direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 20 Februari 2015 melalui pengamatan satelit.
Gaven Reef saat ini diklaim oleh China, Vietnam dan Filipina43, namun
berada dalam kontrol China melalui pulau buatan miliknya yang didirikan diatas
Gaven Reef. Sebelumnya China telah mendirikan bangunan semi-permanen
diduga merupakan fasilitas penangkapan ikan bagi nelayan China pada tahun
1990.44 Untuk hal ini, apabila China membangun pulau buatan sebagai
perkembangan pembangunan lanjutan untuk melengkapi bangunan
semi-permanen yg merupakan fasilitas penangkapan ikan, maka pulau buatan tersebut
adalah legal. Hal ini dikarenakan pasal 87 ayat (1) huruf d juncto Pasal 56
UNCLOS 1982 memberikan kebebasan bagi setiap negara untuk mendirikan
42Ibid.
43 Ben Blanchard, China: U.S. patrol in South China Sea harmed trust, http://cnnphilippines.co
m/world/2015/11/06/china-united-states-patrols-south-china-sea.html (Online), 14 April 2016.
pulau buatan untuk tujuan penangkapan ikan (eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya alam hayati).
Namun dalam perkembangannya bangunan semi permanen tersebut
digunakan oleh China untuk menegakkan kedaulatannya secara diam-diam atas
Gaven Reef. Penegakkan kedaulatan ini dilakukan melalui reklamasi atas Gaven
Reef untuk mendirikan pulau buatan diatasnya. Tindakan ini tentu ilegal menurut
pasal 88 dimana pulau buatan tersebut berdiri diatas laut bebas, seharusnya tidak
memiliki kedaulatan sama sekali karena rezim laut bebas melarang penegakkan
kedaulatan negara manapun atas laut bebas.
4.1.2 Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina
Sebelum dibahas lebih lanjut terkait apakah pulau buatan hasil reklamasi
gugusan pulau milik China yang terletak di Laut China Selatan yang berada di
zona ekonomi eksklusif milik Filipina sah atau tidak, akan dibahas terlebih dahulu
boleh tidaknya suatu negara membangun pulau buatan hasil reklamasi gugusan
pulau di zona ekonomi eksklusif milik negara lain.
4.1.2.1 Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Zona Ekonomi Eksklusif Negara Lain
Zona ekonomi eksklusif (ZEE) merupakan suatu zona dengan lebar tidak
lebih dari 200 mil yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan
zona-zona laut lainnya. Ciri khas daripada zona-zona ekonomi eksklusif ini juga terdapat di
zona laut lepas dan zona laut teritorial. ZEE sendiri dapat dikatakan sebagai
ekslusif dalam hal eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam namun di ZEE
juga terdapat kebebasan-kebebasan lainnya. Kebebasan-kebebasan tersebut ialah
kebebasan melakukan kegiatan penerbangan pesawat dan pelayaran kapal serta
kebebasan meletakkan kabel dan pipa di bawah laut. Hal ini juga menjadikan ZEE
sebagai rezim yang sui generis yang maksudnya adalah ZEE menerapkan
aspek-aspek tertentu dari kebebasan di laut lepas, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya.45
ZEE memiliki ciri khas berupa hak eksklusif atau berdaulat atas sumber
daya alam di permukaan, dasar laut, dan tanah dibawahnya.46 Hak eksklusif ini
hanyalah dimiliki oleh negara pantai pemilik ZEE saja dan apabila negara pantai
tidak mengklaim suatu ZEE dengan sendirinya hak eksklusif itu hilang dan ZEE
tersebut berubah statusnya menjadi laut lepas. Hak lain yang diberikan UNCLOS
1982 kepada negara pantai pemilik ZEE ialah hak perlindungan atas lingkungan
laut (permukaan, dasar laut, maupun tanah di dalamnya), dan juga riset ilmiah
kelautan dan tentunya hak mendirikan dan pengunaan pulau buatan (artificial
island) serta instalasi dan bangunan diatasnya.47
Sebagai bagian dari salah satu hak yang diberikan oleh UNCLOS 1982,
hak mendirikan pulau buatan beserta instalasi bangunan diatasnya mengacu pada
pasal 60 UNCLOS 1982.
45 Heru Prijanto, Op.Cit,. Hal 17.
46Ibid., Hal 11.
Pasal 60
Pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan di zona ekonomi eksklusif
(1)Di zona ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan untuk menguasakan dan mengatur pembangunan operasi dan penggunaan :
(a) pulau buatan;
(b) instalasi dan bangunan untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 dan tujuan ekonomi lainnya;
(c) instalasi dan bangunan yang dapat mengganggu pelaksanaan hak-hak Negara pantai dalam zona tersebut.
(2)Negara pantai mempunyai yurisdiksi eksklusif atas pulau buatan, instalasi dan bangunan demikian, termasuk yurisdiksi yang bertalian dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, kesehatan, keselamatan dan imigrasi.
(3)Pemberitahuan sebagaimana mestinya harus diberikan mengenai pembangunan pulau buatan, instalasi atau bangunan demikian dan sarana tetap guna pemberitahuan adanya instalasi atau bangunan demikian harus dipelihara. Setiap instalasi atau bangunan yang ditinggalkan atau tidak terpakai harus dibongkar untuk menjamin keselamatan pelayaran, dengan memperhatikan setiap standar internasional yang diterima secara umum yang ditetapkan dalam hal ini oleh organisasi internasional yang berwenang. Pembongkaran demikian harus memperhatikan dengan semestinya penangkapan ikan, perlindungan lingkungan laut, dan hak-hak serta kewajiban Negara lain. Pengumuman yang tepat harus diberikan mengenai kedalaman, posisi dan dimensi setiap instalasi atau bangunan yang tidak dibongkar secara keseluruhan.
oleh organisasi internasional yang berwenang. Pemberitahuan yang semestinya harus diberikan tentang luas zona keselamatan tersebut. (6)Semua kapal harus menghormati zona keselamatan ini dan harus
memenuhi standar internasional yang diterima secara umum yang bertalian dengan pelayaran di sekitar pulau buatan, instalasi, bangunan dan zona keselamatan.
(7)Pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan serta zona keselamatan di sekelilingnya tidak boleh diadakan sehingga dapat mengakibatkan gangguan terhadap penggunaan alur laut yang diakui yang penting bagi pelayaran internasional.
(8)Pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai status pulau. Pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai laut teritorialnya sendiri, dan kehadirannya tidak mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.
Dari pasal 60 tersebut dapat kita lihat pada ayat (1) bahwa negara pantai
pemilik ZEE memiliki hak eksklusif membangun pulau buatan dan instalasi
bangunan diatasnya. Hak eksklusif ini juga memiliki kesamaan dengan hak
eksklusif lainnya yang diberikan oleh UNCLOS 1982 kepada negara pantai
pemilik ZEE, seperti misalnya hak eksklusif mengeksplorasi dan mengeksploitasi
sumber daya alam yang terdapat di ZEE, dasar laut dan tanah dibawahnya. Atas
dasar penjelasan tersebut bahwa hak ini hanya diberikan kepada negara pantai
pemilik ZEE saja dan negara lainnya tentu tidak berhak menggunakan hak
eksklusifnya mendirikan pulau buatan dan instalasi bangunan di wilayah ZEE di
negara lain tanpa seizin negara pemilik ZEE tersebut. Hal ini dapat dikecualikan
manakala negara pemilik ZEE tersebut mengizinkan negara lain mendirikan pulau
buatan diatas wilayah ZEE-nya melalui suatu kerjasama.
Keberadaan pulau buatan suatu negara asing beserta instalasi bangunan
diatasnya di wilayah ZEE suatu negara pantai tentu harus mendapat izin dari
bilateral atau trilateral yang dilakukan oleh antar dua atau tiga negara dimana
negara pemilik ZEE mengizinkan negara lain melakukan aktifitas reklamasi dan
mendirikan pulau buatan disana. Tujuan didirikannya pulau buatan tersebut pun
bermacam-macam, seperti misalnya sebagai fasilitas penunjang kegiatan
pengeboran minyak offshore, riset ilmiah kelautan, pelestarian ekosistem
lingkungan laut, sebagai pelabuhan sementara penangkapan ikan, dan lain
sebagainya. Tujuan diatas sesuai dengan maksud daripada pasal 60 ayat (1) huruf
b UNCLOS 1982, dimana pendirian pulau buatan beserta instalasi dan bangunan
diatasnya haruslah sesuai ketentuan dari pasal 56 UNCLOS 1982 serta tujuan
ekonomi lainnya.
Adapun tujuan lain didirikannya pulau buatan negara asing di wilayah
ZEE suatu negara adalah sebagai objek kerjasama dalam pemberantasan tindakan
kriminal di laut sekitar wilayah ZEE milik negara pantai. Pulau buatan tersebut
biasanya dilengkapi dengan instalasi dan bangunan militer serta fasilitas
penunjang lainnya dalam melaksanakan operasi keamanan dari tindak kriminal di
laut. Tentunya pendirian pulau buatan dengan instalasi bangunan militer diatasnya
harus mendapatkan izin dari negara pantai pemilik ZEE tersebut. Kewenangan
pemberantasan tindak kriminal di wilayah ZEE milik negara pantai berdasar pada
pasal 58 ayat (2) UNCLOS 198248. Hal ini berarti pemberantasan tindak kriminal
di laut wilayah ZEE suatu negara pantai sama halnya dengan pemberantasan
tindak kriminal di laut lepas. Namun apabila negara lain berkehendak untuk
melakukan pemberantasan terhadap tindak kriminal di wilayah ZEE suatu negara
pantai dengan mendirikan pulau buatan beserta instalasi bangunan militer
diatasnya, negara lain harus meminta izin pendirian pulau buatan kepada negara
pantai pemilik ZEE tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, izin ini
dapat berbentuk kerjasama bilateral (antar dua negara), trilateral (antar tiga
negara), atau multilateral (antar banyak negara).
4.1.2.2 Tidak Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Zona Ekonomi Eksklusif Negara Lain
Tidak diperbolehkannya suatu negara asing melakukan reklamasi
gugusan pulau untuk mendirikan pulau buatan ialah terkait penegakkan
kedaulatan yang dilakukan negara tersebut atas pulau buatan yang didirikannya di
zona ekonomi eksklusif milik negara lain. Penegakkan kedaulatan ini biasanya
melalui pendirian instalasi bangunan militer diatas pulau buatan hasil reklamasi
gugusan pulau. Pulau buatan tersebut tentu memiliki status yang ilegal
dikarenakan didirikan tanpa seizin negara pemilik ZEE tersebut.
Pendirian pulau buatan secara ilegal ini tentu melanggar pasal 56 dan 60
ayat (1) UNCLOS 1982. Pelanggaran pasal 56 ialah negara asing tersebut
melanggar yurisdiksi negara pantai pemilik ZEE terkait kegiatannya melakukan
pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan yang didirikan di
wilayah ZEE milik negara pantai. Pelanggaran pasal 60 ialah negara asing
tersebut mengabaikan hak eksklusif yang dimiliki negara pemilik ZEE, dimana
dalam pasal tersebut hanya negara pemilik ZEE saja yang berhak mendirikan,
membangun, mengusahakan, dan mengoperasikan pulau buatan, instalasi, dan
bangunan diatasnya. Hal ini berarti negara pantai mempunyai hak eksklusif atas
wilayah ZEE dan negara asing lain tentu tidak berhak membangun,
bangunan militer secara sepihak untuk menegakkan kedaulatan negara asing atas
pulau buatan tersebut. Pendapat serupa juga sebenarnya sudah dikemukakan oleh
negara-negara berkembang melalui draft proposal yang diajukan pada saat
berlangsungnya sidang UNCLOS III, dinyatakan bahwa49 :
“Tidak ada satu negarapun yang berhak membangun, mengurus, menyebarkan atau mengoperasikan, di dalam zona ekonomi eksklusif negara lain, setiap instalasi atau perangkat militer, atau instalasai dan perangkat lainnya untuk tujuan apapun tanpa persetujuann negara pantai.”
Dari pendapat negara-negara berkembang tersebut, dapat disimpulkan
bahwasannya apabila negara pemilik ZEE tidak memberikan izin, maka negara
asing tidak dapat mendirikan instalasi dan bangunan militer diatas pulau buatan
yang berdiri diatas wilayah ZEE milik negara pantai tersebut. Dan apabila negara
asing tersebut tetap mendirikan, maka dapat dikatakan pulau buatan beserta
instalasi diatasnya memiliki status ilegal dan bertentangan dengan hukum
internasional, yaitu bertentangan dengan pasal 56 dan pasal 60 ayat (1) UNCLOS
1982.
Tidak bolehnya suatu negara asing mendirikan pulau buatan di atas ZEE
negara pantai adalah karena rezim ZEE tidak mengizinkan negara manapun
menegakkan kedaulatannya. Apabila suatu negara asing membangun pulau buatan
beserta instalasi dan bangunan diatas wilayah ZEE suatu negara pantai, negara
asing tersebut melanggar prinsip free of souvereignty di wilayah ZEE negara
pemilik ZEE. Maksud dari free of souverignty ini adalah bahwa wilayah ZEE
negara pantai terebut tidak dapat ditundukkan pada kedaulatan negara manapun.
Hal ini jelas tercermin dalam pasal 58 ayat (2) yang menyataka bahwa ketentuan
pasal 88 sampai pasal 115 berlaku bagi ZEE. Dengan demikian pasal 89 juga
berlaku terhadap wilayah ZEE negara pantai dimana tidak ada satu negara pun
yang dapat menundukkan kedaulatannya atas wilayah ZEE, termasuk negara
pantai pemilik ZEE sekalipun.
4.1.2.3 Analisis Hukum Internasional Terkait Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa terdapat gugusan pulau
di Laut China Selatan yang direklamasi oleh China dimana gugusan pulau
tersebut terletak di zona ekonomi eksklusif milik Flipina. Adapun gugusan pulau
tersebut ialah : Mischief Reef, Johnson South Reef, dan di Hughes Reef. Untuk
pembahasan lebih mendalam, maka akan dibahas terlebih dahulu letak geografis
dan perkembangan gugusan-gugusan pulau tersebut untuk kemudian dianalisis
satu demi satu sah atau tidaknya tindakan China mereklamasi gugusan pulau yang
menghasilkan pulau buatan tersebut.
4.1.2.3.1 Reklamasi di Mischief Reef
Mischief Reef (Meiji Jiao menurut China dan da Vanh Khan menurut
Vietnam) merupakan kumpulan karang yang terletak di Kepulauan Spratly.
Mischief Reef terbentang 50 nm sebelah timur Union Banks. Mischief Reef sendiri
terletak pada derajat 9o55’N, 115o32’E. Kondisi georgrafis Mischief Reef ialah
seperti lingkaran namun tidak sempurna dengan panjang 3 nm dari utara ke
selatan dan 4,2 nm dari timur ke barat.50 Mischief Reef terletak di dalam ZEE
Filiphina yang berjarak 129 nm dari Pulau Palawan.51 Adapun kondisi Mischief Reef
sebelum reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawa ini :
Gambar 2.6 Kondisi Mischief Reef sebelum reklamasi dilakukan oleh China. Gambar diambil pada tanggal 24 Januari 2012.
China mengambilalih kontrol daripada Mischief Reef pada tahun 1995
dimana China kemudian membangun beberapa struktur berbentuk oktagonal.
China menganggap bahwasannya struktur tersebut dibangun sebagai fasilitas
penangkapan ikan bagi nelayan asal China. Perkembangan di Mischief Reef terus
berlanjut dari tahun ke tahun. Dari empat shelter sementara yang berdiri diatas
platform besi dan baja, China kemudian menambah fasilitas lagi berupa dua
bangunan berbeton yang berdiri diatas platform berbeton dimana fasilitas terbaru
ini dapat berfungsi sebagai dermaga untuk kapal-kapal China yang datang.
Struktur ini oleh China kemudian diperluas lagi dengan tujuan agar kapal perang
dapat masuk dan bersandar. 52
51 Asia Maritime Transparency Initiative, Mischief Reef Tracker, http://amti.csis.org/mischief-reef-tracker/ (Online), 18 Maret 2016.
Perkembangan reklamasi daratan di Mischief Reef dimulai pada awal
tahun 2015. Reklamasi lahan baru ini kemudian menghasilkan lahan reklamasi
seluas 5,580,000 m2 . Adapun selain lahan reklamasi, fasilitas yang dibangun
China di Mischief Reef adalah 9 pabrik semen, 9 dermaga sementara untuk
keperluan muatan barang, dinding laut penahan ombak, 3 antena satelit
komunikasi, akses kanal, fasilitas militer yang sudah ada sebelumnya, dan juga
shelter untuk nelayan yang sudah ada sejak tahun 1995.53
Gambar 2.7 Kondisi Mischief Reef pada tanggal 8 September 2015. Tampak kemungkinan China sedang membangun landasan pesawat ketiga selain landasan pesawat yang dibangun di Fiery Cross Reef dan Subi Reef
Mischief Reef berada di zona ekonomi eksklusif Filipina, saat ini
diklaim oleh Taiwan, Filipina dan Vietnam namun telah diokupasi dan berada
dalam kontrol penuh China.54 Sebelumnya China telah mendirikan bangunan
berbentuk otagonal (segi delapan) yang diduga merupakan fasilitas penangkapan
53 Asia Maritime Transparency Initiative, Mischief Reef Trackers, http://amti.csis.org/mischief-reef-tracker/ (Online), 18 Maret 2016.
54
Ed Umbao, China Building Submarine Harbor at Panganiban (Mischief) Reef, http://philnikan pada tahun 1995. Apabila bangunan tersebut memang fasilitas penangkapan
ikan dan China kemudian merekalamsi Mischief Reef untuk dijadikan pulau
buatan guna menunjang fasilitas penangkapan ikan tersebut, hal ini
dipermasalahkan menurut UNCLOS 1982 pasal 56 dan pasal 60. Hal ini
dikarenakan hanya Filipina saja yang berhak mendirikan pulau buatan dan
menangkap ikan diwilayah ZEE-nya sendiri (sebagai hak eksklusif Filipina).
China tentu tidak diperbolehkan menangkan ikan ataupun mendirikan pulau
buatan diatas Mischief Reef tanpa izin Filipina.
Dalam perkembangannya bangunan oktagonal milik China tersebut
malah dijadikan landasan bagi China untuk menegakkan klaim secara diam-diam
pada Mischief Reef. Penegakkan klaim tersebut dilakukan kemudian dengan
mereklamasi Mischief Reef untuk dijadikan pulau buatan. Tindakan China ini
tentu melanggar pasal 56 dan pasal 60 serta pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89
UNCLOS 1982. China tidak berhak mendirikan pulau buatan diatas Mischief
Reef karena Michief Reef berada dalam wilayah ZEE Filipina. Hal ini beararti
hanya Filipina saja yang berhak mendirikan dan mengoperasikan pulau buatan di
Mischief Reef dan negara lain tentu tidak berhak tanpa izin dari Filipina. China
(dan juga sebenarnya Filipina) juga tidak berhak menegakkan kedaulatannya atas
Mischief Reef yang berada di wilayah ZEE Filipina karena wilayah ZEE
merupakan wilayah dengan prinsip Free of Sovereignty. Penegakkan kedaulatan
akan bertentangan dengan pasal 58 (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982 dan
4.1.2.3.2 Reklamasi di Johnson South Reef
Johnson South Reef (Chigua Jiao menurut China dan Mabini Reef
menurut Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan
Spratly. Johnson South Reef terletak di derajat 9° 42' N-114°22' E dan
diperkerikan berjarak sekitar 108 nm sebelah barat laut daripada Pulau Palawan55,
yang menjadikannya berada di dala zona ekonomi eksklusif milik Filiphina.
Secara keseluruhan luas Johnson South Reef ialah 7,2 km2 dan berbentuk
seperti huruf U, Johnson South Reef sendiri merupakan jenis karang yang selalu
terendam air yang menjadi bagian daripada Union Banks. Adapun kondisi
Johnson South Reef sebelum reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.8 Kondisi Johnson South Reef tertanggal 9 November 2004. Tampak China belum melakukan reklamasi untuk mendirikan
pulau buatan di Johnson South Reef
Tidak banyak diketahui perkembangan Johnson South Reef pada saat
China mengokupasi karang ini. Sampai pada awal tahun 2014, satu-satunya
struktur yang berdiri diatas Johnson South Reef adalah bangunan berbeton
berukuran kecil dimana dilengkapi dengan fasilitas komunikasi, sebuah bangunan
garnisun militer, dan dermaga untuk keperluan muatan barang.56
Struktur ini sekarang dikelilingi oleh sebuah pulau (lahan reklamasi)
dimana jarak antara struktur berbeton tersebut dengan titik terlebar daripada pulau
ialah 400 meter. Pulau buatan sebagai hasil daripada reklamasi lahan yang
dilakukan China atas Johnson South Reef saat ini mempunyai luas 109.000 m2 .
Adapun fasilitas – fasilitas yang didirikan oleh China di atas pulau buatan ini ialah
pabrik beton, menara pertahanan, pompa desalinasi air, tempat pembuangan sisa
bahan bakar, pelabuhan kecil dengan ruang tempat berlabuh kapal yang terbatas,
dan dua stasiun muatan barang, area pelabuhan seluas 3.000 m2 , kemungkinan
ladang panel surya sebanyak 44 panel, mercusuar, 2 landasan helikopter, dermaga
roll on dan roll off, dinding laut, 2 turbin udara, fasilitas komunikasi dan
bangunan garnisun militer yang sudah ada, dermaga kecil, akses kanal selebar 125
meter dan fasilitas militer multi level berukuran besar.57 Adapun kondisi Johnson
South Reef setelah reklamasi yang dilakukan oleh China dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
56 Asia Maritime Transparency Initiative, Johnson Reef Tracker, http://amti.csis.org/johnson-reef-tracker/ (Online), 18 Maret 2016.
Gambar 2.9 Kondisi Johnson South Reef tertanggal 4 Maret 2015 setelah reklamasi yang dilakukan oleh China. Tampak hanya sebagian kecil dari Johnson South Reef yang direklamasi dan dijadikan pulau buatan.
Johnson South Reef saat ini diklaim oleh China, Filipina, Taiwan,
dan Vietnam namun saat ini telah diokupasi dan dalam kontrol penuh China.58
Upaya okupasi dan kontrol penuh China tersebut dilakukan untuk menegakkan
klaim dan kedaulatannya atas Johnson South Reef melalui pendirian pulau buatan
dan instalasi serta bangunan militer. Selain itu juga pulau buatan tersebut
digunakan China untuk menegakkan base point guna mengukur garis pangkal.59
Penegakkan kedaulatan dan base point atas Johnson South Reef ini sebagai bagian
upaya menegakkan klaim U-Dash Line oleh China. Pendirian pulau buatan
beserta instalasi dan bangunan militer diatas Johnson South Reef oleh China ini
dilakukan tanpa seizin Filipina.
58
Zachary Keck, Philippines Releases Photos of China’s Construction in Disputed South China Sea,http ://thediplomat.com/2014/05/philippines-releases-photos-of-chinas-construction-in-disputed-south-china-sea/ (Online), 14 April 2016.
59
Jesse Johnson, Beijing opens new lighthouse on man-made island in South China SeaTindakan China ini bertentangan dengan pasal 56 dan pasal 60 serta
pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982. Menurut pasal 56 dan 60, hanya
Filipina saja yang berhak mendirikan, mengoperasikan pulau buatan beserta
instalasi dan bangunan diatasnya karena Johnson South Reef berada di dalam ZEE
Filipina dan karena itu merupakan hak eksklusif Filipina. Menurut pasal 58 ayat
(2) juncto pasal 89, China (dan sebenarnya juga Filipina) tidak dapat mendirikan
pulau buatan untuk tujuan menegakkan kedaulatan di atas wilayah ZEE Filipina
karena rezim ZEE tidak memperbolehkan penegakkan kedaulatan atas wilayah
ZEE dan akan bertentangan dengan prinsip Free of Sovereignty di wilayah ZEE.
4.1.2.3.3 Reklamasi di Hughes Reef
Hughes Reef merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan
Spratly, tepatnya berada di Union Banks sebelah utara. Hughes Reef tepat berada
pada derajat 9°55’N, 114°30’E yang oleh China, Hughes Reef ini dinamakan
Dongmen Jiao.60 Hughes Reef terbentang 14 km sebelah timur dari Sin Cowe
Island dan secara alamiah merupakan karang jenis elevasi surut yang berada
diatas permukaan air laut pada saat pasang surut namun berada di bawah
permukaan air laut pada saat air pasang. Hughes Reef diketahui diokupasi oleh
China pada tahun 1988.61 Kondisi Hughes Reef sebelum reklamasi dapat diliha
pada gambar dibawah ini :
60 David Hancox dan Victor Prescott, Clive Schofield (Ed), Op.Cit,. Hlm 11.
Gambar 3.0 Kondisi Hughes Reef tertanggal 12 Maret 2008 sebelum direklamasi oleh China.
Perkembangan reklamasi yang menghasilkan pulau buatan di Hughes
Reef diketahui telah dimulai pada musim panas tahun 2014. Pada tahun 2004,
sebuah perbandingan yang dikeluarkan Digital Globe menunjukkan bahwa di
Hughes Reef sendiri hanya terdapat sebuah konstruksi berbeton seluas 380 m2 .
Berdasarkan laporan dari IHS Jane’s, konstruksi berbeton tersebut saat ini
tergabung dalam lahan reklamasi seluas 75.000 m2 berikut dengan telah
dibangunnya fasilitas besar disekitar sruktur awal. Adapun fasilitas-fasilitas yang
terdapat di Hughes Reef sendiri terdiri atas akses kanal selebar 118 meter, benteng
pesisir, empat menara pertahanan, pelabuhan besar seluas 292.000 m2 ,
dermaga seluas 35.350 m2 , fasilitas militer, landasan helikopter dan mercusuar,
dinding-dinding laut, dan pabrik semen.62 Adapun kondisi Hughes Reef setelah
reklamasi yang dilakukan oleh China dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.1 Kondisi Hughes Reef setelah reklamasi tertanggal 14 Februari 2015
Hughes Reef saat ini telah diokupasi dan berada dalam kontrol penuh
China. China telah melakukan reklamasi atas Hughes Reef dengan mendirikan
pulau buatan beserta instalasi dan bangunan militer diatasnya dengan tujuan untuk
menegakkan klaim kedaulatan atas Hughes Reef. China juga menjadikan Hughes
Reef sebagai base point63 untuk menarik garis pangkal sebagai bagian upaya
menegakkan klaim U-Dash Line oleh China. Pendirian pulau buatan beserta
instalasi dan bangunan militer diatas Hughes Reef oleh China ini dilakukan tanpa
seizin Filipina, dan pulau buatan China tersebut adalah ilegal.
Tindakan China mendirikan pulau buatan, instalasi dan bangunan militer
diatas Hughes Reef yang terletak di ZEE Filipina bertentangan dengan pasal 56
dan pasal 60 serta pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982. Menurut
pasal 56 dan pasal 60, China tidak berhak mendirikan pulau buatan, instalasi dan
bangunan di Hughes Reef dikarenakan China tidak memiliki izin dari Filipina dan
Hughes Reef berada di ZEE Filipina. Hanya Filipina saja yang berhak mendirikan
pulau buatan, instalasi dan bangunan diatas Hughes Reef karena itu merupakan
hak eksklusif Filipina. China juga melanggar pasal pasal 58 ayat (2) juncto pasal
89 dimana pulau buatan tersebut didirikan untuk menegakkan klaim kedaulatan
atas Hughes Reef. Padahal rezim ZEE melarang negara manapun, termasuk China,
menegakkan kedaulatannya atas wilayah ZEE karena wilayah ZEE terkandung
prinsip Free of Soverignty. Prinsip ini harus dihormati oleh China, juga
negara-negara lain (termasuk Filipina juga tidak boleh menegakkan kedaulatannya atas