IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN LABUHANBATU
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu sosial dan Ilmu Politik
OLEH
MARISI SIMANGUNSONG 110903091
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu
Nama : Marisi Simangunsong
Nim : 110903091
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. Rasudyn Ginting, M.Si
Pelayanan pendaftaran tanah yang dilaksanakan secara manual banyak mengalami kendala dan dirasakan tidak efesien karena data tekstual dan data grafisnya tidak terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang berbasis komputerisasi sehingga terdapat kesulitan dalam pencarian data maupun pemeliharaan data sehingga tumpang tindih kepemilikan tanah sering terjadi. Dengan program ini akan memudahkan pelayanan pertanahan kepada masayrakat dalam pengurusan legalitas hak tanahnya.
Penelitian ini dilaksanakan di kantor Badan Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai BPN Kabupaten Labuhanbatu, dan juga kepada masyarakat, selain itu data juga diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini digunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mengemukakan gejala/keadaan/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.
Dari penelitian yang penulis lakukan, pelaksanaan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional(SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik dalam membantu masyarakat untuk membuat legalitas tanahnya berdasarkan dimensi atau pun tolak ukur atas teori yang penulis gunakan. Dari ke-enam variable tersebut ada variabel yang masih belum terpenuhi dengan baik sehingga perlu diperhatikan agar program ini semakin baik, yakni sumber daya. Dari variable sumber daya yang menjadi masalah adalah dari pihak pelaksana berdasarkan kualitas sumber daya manusia masih dikatan kurang. Dengan kekurangan sumber daya yang menguasai secara maksimal program SIMTANAS ini akan mempengaruhi kelancaran pekerjaan dan menurunnya kualitas pelayanan kepada masayrakat. Selain itu, minimnya sarana dan prasarana seperti alat pembuatan peta digital di dalam pelaksanaan program SIMTANAS ini juga ikut menjadi penghambat di dalam pelaksanaan program.
Kata Kunci : Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional
(SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhan Batu”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar sarjana pendidikan bagi mahasiswa program S1 pada program
studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis
mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat mengucapkan terims kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun
tidak langsung kepada penulis dalam penyusun skripsi ini hingga selesai, terutama
kepada yang saya hormati:
1. Bapak Prof. Sublihar, Ph.D selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
4. Ibu Elita Dewi M.Sp selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku dosen Pembimbing skripsi
penulis yang telah memberikan kritik dan saran bimbingan maupun arahan
yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak/ Ibu dosen dan staff di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik khususnya jurusan ilmu administrasi negara yang telah banyak
membantu penulis untuk dapat melaksanakan penulisan dalam skripsi ini.
7. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, Sahat Simangunsong dan
Rukia Sinaga yang selalu mendoakan, memberi motivasi dan pengorbanan
baik dari segi moril dan materil kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaian skripsi ini,
8. Buat adik-adikku terkasih Yoshua Harisman Simangunsong dan Sinar
Yobelni Simangunsong serta semua keluarga besar penulis, yang selalu
memberikan doa dan dukungan.
9. Kepada kakak dan abang PKK (Norasina Lestari Pandia & Windo Harjoin
Sidabutar) dan saudara-saudariku Zebaoth Gearlic (Nova, K‟Della, Santo,
Yudita, Siska,dan Meria Blonde), Syema Elohim (Sutrisno dan Clara)
yang sudah memberikan semangat dan dukungan doa kepada penulis, dan
tidak bosan-bosannya mengingatkan penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
10.Terimakasih untuk The Diamond of Christ (Novita, Irma, Sandova, dan
Grace) adik-adik yang luar biasa memberikan dukungan semangat dan
11.Buat keluarga besar UKM KMK USU UP PEMA FISIP, terima kasih
untuk pelayanan dan persekutuan kita selama ini. Semoga kita tetap
semangat melayani Dia.
12.Kepada sahabat-sahabat DMK (Fannyku, Kak Lia, Cika, Ranita „Dewa‟,
Meria Blonde, Yuni Cute, Gio Sweet, Uci Unyu, Morina, Susi, Bang
Obed, Sabam) yang sudah menghabiskan waktu bersama selama
perkuliahan dengan kegilaan masing-masing. Terimakasih untuk
dukungan kalian semua.
13.Kepada Try Hermanto Siahaan, SST yang sudah membantu penulis,
memberi dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
Terimakasih untuk pinjaman laptopnya, sumbangan tenaga dan sudah
menjadi pendengar dan penasehat yang baik.
14.Terima kasih kepada semua anggota kelompok II magang, Andre Kepok,
Kansrida, Ranyta, Yudita, K‟Della Marinka, Yuniarti, Morina, Hosianna,
Sabam, Jimmy Jimbo, Utomo Jayen, yang memberikan dukungannya
masing masing pada penulis selama penyusunan skripsi ini.
15.Terima kasih kepada semua teman teman Ilmu Administrasi negara, yang
tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang memberikan
masukan untuk penyusunan skripsi ini.
16.Kepada Bapak Kepala BPN yang mengizinkan penulis untuk penelitian
dan juga kepada Bapak/Ibu Pegawai BPN Kabupaten Labuhan Batu yang
membantu penulis untuk mendapatkan data data dan informasi tentang
17.Kepada informan informan penulis yang mau berbagi informasi dan
banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan. Dan penulis hanya
bisa membalas semua kebaikan kalian semua lewat doa, agar hari ini hingga kelak
kuasa-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua.
Medan, Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... 8
C. TUJUAN PENELITIAN ... 8
D. MANFAAT PENELITIAN ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK ... 9
1. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ... 13
2. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK ... 15
3. MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ... 17
B. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM) ... 28
C. SIMTANAS ... 32
D. PENELITIAN TERDAHULU ... 43
E. DEFENISI KONSEP ... 44
F. SISTEMATIKA LAPORAN ... 46
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
1. LOKASI PENELITIAN ... 47
2. JENIS PENELITIAN ... 47
3. INFORMAN PENELITIAN ... 48
4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 48
5. TEKNIK ANALISIS DATA ... 49
BAB IV DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN ... 52
A. GAMBARAN UMUM KAB.LABUHANBATU ... 52
BAB IV PENYAJIAN DATA ... 93
A. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SIMTANASI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LABUHANBATU ... 93
1. STANDAR DAN SASARAN KEBIJAKAN ... 95
2. SUMBER DAYA ... 97
3. KOMUNIKASI ANTAR BADAN PELAKSANA... 103
4. KARAKTERISTIK AGEN PELAKSANA ... 109
5. KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK ... 111
6. DISPOSISI IMPLEMENTOR ... 112
BAB V ANALISIS DATA ... 116
A. STANDAR DAN SASARAN KEBIJAKAN ... 116
B. SUMBER DAYA ... 117
C. KOMUNIKASI ANTAR BADAN PELAKSANA... 119
D. KARAKTERISTIK AGEN PELAKSANA ... 121
E. KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK ... 122
F. DISPOSISI IMPLEMENTOR ... 122
BAB VI PENUTUP ... 125
A. KESIMPULAN ... 125
B. SARAN ... 126
DAFTAR TABEL
Tabel.1 Luas Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Per Kecamatan ... ... 52
Table.2 Jumlah Desa/Kelurahan/Dusun/lingkungan Per kecamatan ... ... 52
Tabel.3 jumlah Pegawai pada Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu Berdasarkan
Jenis Kelamin ... ... 75
Table.4 Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat pendidikan ... ... 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1 Model implementasi Edward III ... ... 20
Gambar.2 Model Implementasi Van Meter Van Horn... ... 22
Gambar.3 Peta kabupaten Labuhanbatu ... ... 51
ABSTRAK
Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu
Nama : Marisi Simangunsong
Nim : 110903091
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. Rasudyn Ginting, M.Si
Pelayanan pendaftaran tanah yang dilaksanakan secara manual banyak mengalami kendala dan dirasakan tidak efesien karena data tekstual dan data grafisnya tidak terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang berbasis komputerisasi sehingga terdapat kesulitan dalam pencarian data maupun pemeliharaan data sehingga tumpang tindih kepemilikan tanah sering terjadi. Dengan program ini akan memudahkan pelayanan pertanahan kepada masayrakat dalam pengurusan legalitas hak tanahnya.
Penelitian ini dilaksanakan di kantor Badan Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai BPN Kabupaten Labuhanbatu, dan juga kepada masyarakat, selain itu data juga diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini digunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mengemukakan gejala/keadaan/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.
Dari penelitian yang penulis lakukan, pelaksanaan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional(SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik dalam membantu masyarakat untuk membuat legalitas tanahnya berdasarkan dimensi atau pun tolak ukur atas teori yang penulis gunakan. Dari ke-enam variable tersebut ada variabel yang masih belum terpenuhi dengan baik sehingga perlu diperhatikan agar program ini semakin baik, yakni sumber daya. Dari variable sumber daya yang menjadi masalah adalah dari pihak pelaksana berdasarkan kualitas sumber daya manusia masih dikatan kurang. Dengan kekurangan sumber daya yang menguasai secara maksimal program SIMTANAS ini akan mempengaruhi kelancaran pekerjaan dan menurunnya kualitas pelayanan kepada masayrakat. Selain itu, minimnya sarana dan prasarana seperti alat pembuatan peta digital di dalam pelaksanaan program SIMTANAS ini juga ikut menjadi penghambat di dalam pelaksanaan program.
Kata Kunci : Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara mempunyai kewajiban untuk melayani setiap warga negara dan
penduduk dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasarnya. Kewajiban pelayanan
publik merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945. Oleh karena itu perlu kiranya dibangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah sebagai penyelenggara
pelayanan publik. Demikian diungkapkan dalam pertimbangan penyusunan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
publik (http://endanglarasati.blogspot.com/).
Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan unsur vital dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) merupakan kesatuan tanah air dari keseluruhan Bangsa Indonesia. Tanah
merupakan perekat NKRI oleh karena itu tanah perlu dikelola dan diatur secara
nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kerangka ini, kebijakan pertanahan diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Untuk membantu kesejahteraan rakyat dalam bidang pertanahan maka
dibentuk Badan Pertanahan Nasional. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
(BPN-RI) diawali dengan adanya pengesahan undang-undang Nomor 5 tahun 1960
33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar–besarnya
kemakmuran rakyat‟. Selain Pancasila dan UUD 1945, nilai-nilai dasar di bidang
pertanahan juga dinyatakan oleh TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala.
BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional. (Sesuai dengan Perpres No. 20 Tahun 2015). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara
nasional, regional dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Adapun Semboyan BPN-RI adalah: “Lihat ke depan, lakukan sesuatu yang
dibutuhkan, dipikirkan dan dirasakan rakyat”. Dengan melihat Visi BPN-RI, yaitu
menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia, maka dengan
semboyan tersebut BPN-RI bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai
kesejahteraan rakyat dalam bidang pertanahan dan diharapkan mampu utuk
melihat kebutuhan masyarakat dalam pelayanan bidang pertanahan.
Disadari bahwa kondisi aparatur negara masih dihadapkan pada sistem
manajemen pemerintahan yang belum efisien dan lemah. Kondisi ini
menghasilkan kualitas pelayanan publik yang rendah dan terjadi berbagai praktek
penyelenggaraan pemerintahan. Upaya perbaikan dan peningkatan kinerja
aparatur, diharapkan dapat mewujudkan pelayanan yang cepat, murah, mudah,
berkeadilan, berkepastian hukum, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan
sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat.
Pelayanan publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak
mendapat keluhan dari masyarakat pelanggannya, antara lain disebabkan masih
belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya. Paradigma yang
dipergunakan para pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif
yang hanya mengutamakan kepentingan pimpinan organisasinya saja.
Masyarakat sebagai penggguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun untuk
berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada
pengelolanya. Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan paradigma yang
bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan
masyarakatnya. Pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan
yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani (Larasati, 2007:36).
Sejalan dengan arus globalisasi yang terjadi di seluruh dunia pada saat ini
kebutuhan informasi semakin penting dan mendesak. Bahkan menurut Robert
Murdick (dalam Sutabri, 2005:114) informasi dianalogikan sebagai darah bagi
organisasi. Selanjutnya Sutabri (2005:114) mengemukakan bahwa informasi
merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untuk organisasi publik.
Informasi pada dasarnya adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna
bagi para pemakainya (Jogiyanto, 2003:36). Agar dapat mencapai tujuannya maka
Pada dasarnya sistem informasi manajemen merupakan sebuah sistem
informasi yang selain melakukan semua pengolahan transaksi yang diperlukan
oleh suatu organisasi, juga memberi dukungan informasi dan pengolahan untuk
fungsi manajemen dan proses pengambilan keputusan. Pesatnya perkembangan
organisasi publik yang ada saat ini, jika ditinjau dari segi administrasi negara,
membuat usaha untuk merumuskan kerangka kerja (framework). Sistem Informasi
Manajemen (SIM) pada organisasi publik merupakan kebutuhan yang mendesak
(Sutabri, 2005:117). Lebih lanjut Sutabri (2005:54) mengatakan bahwa
pentingnya SIM dalam konteks organisasi publik salah satu penyebabnya adalah
bahwa organisasi sekarang sudah cenderung mendasarkan pengambilan
keputusannya pada sistem informasi, dan bukan pada struktur hirarkhi
wewenang/tanggung jawab yang statis.
Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan akan sistem informasi yang lebih
efisien dan dapat diandalkan dalam membuat keputusan manajemen, teknologi
atau komputerisasi adalah unsur utama yang berpengaruh. Kemampuan komputer
telah membantu perkembangan konsep Sistem Informasi Manajemen karena
perangkat keras dan perangkat lunak telah membuka dimensi baru yang
digunakan dalam konseptualisasi sistem informasi bagi sebuah organisasi.
Penggunaan komputer di dalam SIM sangat banyak membantu pemerintah dalam
proses pengambilan keputusan.
Berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan, maka penyediaan
pelayanan pemerintah harus difokuskan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat,
masyarakat penggunanya. Perhatian akan pemberian kepuasan masyarakat ini
sangatlah penting, mengingat kepuasan masyarakat merupakan tolok ukur dari
keberhasilan pelayanan yang efektif dan efisien yang diberikan oleh pemerintah.
Badan Pertanahan Nasional adalah salah satu instansi pemerintah yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Disadari
bahwa sistem informasi dan manajamen yang baik dalam sistem pemerintahan
dapat membantu meningkatkan pelayanan publik yang memadai dan menciptakan
kenyamanan kepada masyarakat sehingga pemerintah juga mendapat kepercayaan
dari masyarakat. Pengembangan e-government merupakan upaya untuk
mengembangkan penyelenggaraan pemerintah yang berbasis elektronik dalam
rangka meningkatkan pelayanan publik secara efektif dan efesien, hal ini sesuai
dengan Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2001 tentang
Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia dan Intruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
e-government.
Proses transformasi menuju e-government di Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia (BPN-RI) dimulai dengan dibangunnya Sistem Informasi dan
Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS). Sejak tahun 1997 BPN telah
menyelenggarakan kegiatan SIMTANAS melalui kegiatan Land Office
Computerization (LOC) atau Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) di Kantor
Pertanahan dan Kantor Wilayah BPN. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama
Pemerintah Repulik Indonesia dengan Pemerintahan Kerajaan Spanyol di bidang
Dalam meningkatkan pelayanan pertanahan maka pemerintah membentuk
satu kementerian dan menetapkan peraturan-peraturan bidang pertanahan. Salah
satu peraturan tersebut adalah SIMTANAS (Sistem Informasi dan Manajemen
Pertanahan Nasional) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun
2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, Peraturan Kepala
BPN-RI Nomor 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Pertananahan Bab I pasal 3 huruf e dan Bab II
pasal 53 huruf i. Sebelum SIMTANAS di kantor pertanahan dikembangkan, setiap
Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota berusaha meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan teknologi informasi yang
mereka miliki.
Secara external SIMTANAS bertujuan untuk membantu memudahkan
masyarakat dalam proses mendapatkan informasi dari sisi waktu, biaya, tenaga,
dan prosedur. Secara internal tujuan SIMTANAS adalah membantu pejabat
struktural dalam memperoleh informasi tentang kinerja kantor berupa laporan
secara cepat, akurat, dan aktual karena dikerjakan oleh sistem (bukan SDM) dan
membangun kedisiplinan seluruh pegawai untuk memelihara dan konsisten
terhadap aplikasi KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan) yang sudah dibangun
BPN-RI sehingga kualitas informasi pada SIMTANAS terjaga tetap cepat, akurat,
dan aktual.
Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, adalah salah satu kantor
pertanahan yang telah menerapkan komputerisasi sistem informasi manajemen
pertanahan tidak luput dari perhatian berbagai pihak karena dalam pelaksanaan
pelayanan pertanahan masih banyak terdapat permasalahan yang terjadi
dilapangan, diantaranya prosedur yang rumit dan mahal, adanya keluhan dari
masyarakat karena kurang cepatnya dalam pelayanan, lambatnya penyelesaian
pensertifikasian tanah, dan sebagainya. Hal ini seperti yang terjadi di Kantor
Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu.
Sebelumnya pelayanan yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten
Labuhanbatu dilakukan secara manual menggunakan mesin ketik dan beberapa
peralatan manual yang sederhana lainnya. Setelah berkembangnya teknologi
komputer, pelayanan pertanahan memanfaatkan aplikasi komputer seperti aplikasi
micrsoft word dan microsoft excel untuk pengolahan data tekstual dan software
autocad untuk pengolahan data grafis dalam pemograman yang sederhana.
Pelayanan yang dilaksanakan secara manual tersebut banyak mengalami kendala
dan dirasakan tidak efesien karena data tekstual dan data grafisnya tidak
terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang berbasis komputerisasi sehingga
terdapat kesulitan dalam pencarian data maupun pemeliharaan data. Guna
memenuhi tuntutan masyarakat dan arus globalisasi, aparatur pemerintah di
lingkungan Kantor Pertanahan Kabubapen Labuhanbatu perlu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat menguasai bidang tugasnya dengan
rasa tanggung jawab.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik mengadakan penelitian
MANAJEMEN (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN
LABUHANBATU”
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan demikian permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: “Bagaimana implementasi kebijakan Sistem Informasi dan
Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan
Nasional Kabupaten Labuhanbatu?”.
C. TUJUAN PENELITIAN
Sebuah kegiatan yang dilaksanakan memiliki tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan memahami bagaimana penerapan Kebijakan Sistem Informasi dan
Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten
Labuhanbatu.
D. MAFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan
mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam
mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang
berguna bagi instansi terkait.
3. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak
dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah
manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar
kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan
berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan,
walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah
letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Dye,
1992:2-4). Kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono (2009:2)
mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah,
bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus
dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah; (3) kebijakan pemerintah
untuk tidak membuat program baru atau tetap pada status quo, misalnya tidak
menaikkan pajak adalah suatu kebijakan publik.
Kebijakan menurut James E. Anderson (dalam Islamy 2001:17), yaitu : “ A
purposive course of action followed by an actor or set of factor in dealing with a
problem or matter of concern” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Istilah kebijakan publik lebih
pemerintah. Anderson (dalam Tangkilisan 2003:32) lebih rinci menjelaskan
bahwa defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh
badan-badan dan pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah:
1) kebijakan publik selalu mempunya tujuan tertentu atau tindakan yang
berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;
3) kebijakan publik merupakan yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi
bukan merupakan apa yang dimaksdukan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik
yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah
mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti
merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan
pemerintah setidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan
perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Tidak jauh berbeda,menurut Chandler dan Plano (dalam Tangkilisan,
2003:30) juga berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah
banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun
politisi untuk memecahkan masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa
kebijakan publik merupakan suatu intervensi yang dilakukan secara terus menerus
oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan
publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran untuk kepentingan seluruh masyarakat, yang mampu
mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat, baik dilakukan
atau tidak dilakukan, pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat Islamy
(2001:20) menyatakan “Kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.” Kebijakan Negara tersebut dapat berupa peraturan perundang
-undangan yang dipergunakan untuk tujuan, sasaran dari program program dan
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Namun demikian tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan
benar, namun bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat
mengatasi permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai
faktor, sebagaimana dikatakan Amara Raksasataya dalam Islamy (2001:17)
mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu :
1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.
2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi.
Dengan mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu
banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan,
dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang
dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan
masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan,
setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh
pemerintah, masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.
Mendasari pengertian kebijakan di atas maka dapat dikatakan bahwa
kebijakan SIMTANAS termasuk kebijakan publik yang bertujuan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Dalam
pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhan
Batu mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaannya dalam rangka mencapai
tujuan yang lebih baik, hal tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho
(2003:51) bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang
dicita-citakan. Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah
diukur, disamping itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang
disampaikan oleh Kismartini (2005:16), bahwa terdapat beberapa hal yang
terkandung dalam kebijakan yaitu :
1. Tujuan tertentu yang ingin dicapai adalah tujuan yang berpihak kepada
kepentingan masyarakat ( interest public ).
2. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun
untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan
3. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam
ataupun luar pemerintahan,
4. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi berupa sumber daya baik
manusia maupun bukan manusia.
5. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi.
1. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang sangat penting dalam proses
kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah
dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan
melaksanakan kebijakan tergantung pada tingkat kemampuan pemerintah dalam
melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat dilihat pada kemampuan
melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Menurut Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan (2003 : 17),
implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan
sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk
menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara
untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah
pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.
Jones dalam Tangkilisan (2003:17-18) mengemukakan beberapa dimensi
dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah
disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang
Jadi implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara
terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan.
Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada
penempatan suatu progran ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.
Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan
menurut Tangkilisan (2003 : 18) adalah :
1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program
ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke
dalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
upah, dan lain-lainnya.
Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan
mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat
saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah
konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan ( Wahab,
2004:59). Implemetasi merupakan rangkaian kegiatan setelah kebijakan
dirumuskan. Tanpa suatu implementasi suatu kebijakan yang dirumuskan akan
sia-sia. Oleh karena itulah implementasi mempunyai kedudukan penting dalam
kebijakan publik. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan
kebijakan dengan implementasi kebijakan, walaupun perumusan dilakukan
persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula
sebaliknya.
2. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara
pembentukan sebuah kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah unsang-undang
yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupan masyarakat. Secara garis besar
dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi adalah untuk membentuk suatu
hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan
publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang
dilakukan pemerintah.
Kebijakan publik timbul karena adanya gejala yang muncul atau dirasakan
dalam masyarkat. Jadi dapat disimpulkan kebijakan sifatnya dinamis oleh karena
bersumber dari kehidupan masyarakat. Sistem birokrasi yang hanya menekankan
pada formalitas saja, tanpa mengindahkan dan menghargai unsur manusia yang
secara utuh akan mengakibatkan kebijakan publik relatif tidak tepat sasaran. Oleh
karena itu, sementara para ahli berpendapat bahwa hal yang paling esensial dalam
kebijakan publik adalah usaha untuk melaksanakan kebijakan itu sendiri. Jika
suatu kebijakan telah diputuskan, kebijakan tersebut tidak berhasil dan tidak
terwujud jika tidak diimplementasikan.
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur , dan teknik
yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak
Sedangkan menurut Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan (2003:20)
implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk
merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam
mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah
diseleksi. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar
tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan
pemerintah.
Berikut ini merupakan bagan yang menggambarkan kerangka proses
kebijakan publik:
1. Input, sumber daya-sumber daya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam
proses administrasi maupun organisasi pelaksana.
2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis
sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat.
3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan
tersebut.
4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapakan dimana akan memberikan tujuan
kebijakan positif kepada pemerintrah dan masyarakat sebagai penerima
manfaat.
Sebagaimana penjelsan tersebut berbagai teori yang berkaitan dengan
implementasi suatu kebijakan publik William Dunn dalam Tangkilisan (2003:21)
mengatakan kebijakan adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan outcomes Output
(termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau
kantor-kantor pemerintah. Faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan
dan kinerja implementasi yaitu :
a) Standar dan sasaran kebijakan
b) Komunikasi antara organisasi dan pengukuran aktivitas
c) Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi
d) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik
e) Sumber daya
f) Sikap pelaksana.
Selain itu Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003:21) menyatakan
keberhasilan implementasi kebijakan prorgam dapat ditinjau dari tiga faktor yaitu:
a) Perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari
kepatuhan strate level burcancrats terhadap atasan mereka
b) Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya
persoalan
c) Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua
pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.
3. Model-model Implementasi Kebijakan Publik
Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :
a. Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward
III (Indiahono, 2009:31-33).
Model implementasi kebijakan publik yang dikemukankan oleh Edward
implementasi. Empat variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya,
disposisi, dan struktur birokrasi.
1) Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dikerjakan
dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antar pelaksana program
(kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran
dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat
menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Komunikasi menjadi
sangat penting dalam implementasi kebijakan karena kesalahan dalam
penyampaian kebijakan akan berakibat pada kegagalan pelaksanaan kebijakan.
2) Sumber daya, yaitu menunujuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber
daya memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial.
Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas
implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya
finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah progaram/kebijakan.
Kedua sumber daya tersebut harus diperhatikan ketersediaannya dalam
implementasi kebijakan. Keseimbangan antara sumber daya manusia dan
sumber daya finansial menjadi faktor pendukung keberhasilan implementasi
suatu kebijakan. Sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan akan
berjalan lambat. Sedangkan sumber daya finansial menjamin
keberlangsungan program/kebijakan tanpa ada dukungan finansial yang
memadai, program tidak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai
3) Disposisi, yaitu merupakan karakteristik implementor kebijakan. Karakter
yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan
demokratis. Komitmen tinggi dan kejujuran merupakan sikap yang sangat
perlu untuk dimiliki oleh implementor, sebab implementor yang memiliki
sikap ini akan bertahan ketika dihadapkan pada hambatan yang ditemui dalam
program kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada
dalam arah program yang telah ditetapkan. Komitmen dan kejujurannya
membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program
secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik
implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini
akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya
dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan
program/kebijakan.
4) Struktur birokrasi, menunjukkan bahwa struktur birokrasi menjadi penting
dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal
penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri.
Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standar
Operating Procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline
program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas,
sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami karena akan menjadi acuan
dalam berkerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun
sebisa menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur
atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat
lahir jika struktur didesain secara ringkas dan fleksibel untuk menghindari
birokrasi yang kaku.
Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun Edward memiliki
keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran
[image:31.595.183.456.275.483.2]program/kebijakan.
Gambar1. Model Implemetasi Edward III
Sumber: Edward III, 1980:48
b. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Van Meter dan Van
Horn (Indiahono, 2009:38-40).
Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan bebrapa
variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan.
Bebrapa variabel yang terdapat dalam model Meter dan Horn adalah sebagai
berikut:
1) Standar dan sasaran kebijkan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya
adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang Komunikasi
Sumberdaya
Implementasi Disposisi
berwujud maupun tidak, jangka pendek, mengengah atau panjang. Kejelasan
dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga diakhir
program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau
program yang dijalankan.
2) Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan
sasaran kebijakan yang telah ditetapkan diawal.
3) Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber
daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal tersulit yang
terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia)
untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja yang baik.
4) Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur
yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi
ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan
diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjukkan
adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan
program/kebijakan.
5) Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur
organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang
terjadi di internal birokrasi.
6) Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam
rana implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan
7) Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting
dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias, dan responsif
terhadap kelompok sasaran dan lingkungan yang ditunjuk sebagai bagian dari
sikap pelaksana ini. Adapun model dari Van Meter dan Van Horn dapat dilihat
[image:33.595.137.535.272.558.2]sebagai berikut:
Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Sumber : Van Meter and Horn.
Model Implementasi Meter dan Horn ini menunjukkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat
mempengaruhi variabel yang lain. Penelitian implementasi kebijakan seharusnya
tidak dilihat sebagai penelitian yang sederhana. Penelitian implementasi kebijakn
menjadi menarik jika dapat menggambarkan yang terjadi antar variabel. Komunikasi antara
organisasi dan pelaksanaan
kegiatan
Standar dan sasaran
Sikap pelaksana
Kinerja kebijakan Karakteristik
badan pelaksana
Sumber daya
Lingkungan sosial, ekonomi, dan
c. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top dwon
approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan
kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu.
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan atau kendala yang serius. Beberapa kendala/hambatan
pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para
administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan
wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut
tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik. Adapula kemungkinan hambatan
tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima/tidak
disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala
semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang
bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan
ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan
bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan
matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.
2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai. Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama,
dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang
politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam
waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap
dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli
dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana
untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap
pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan
program karena sumber sumber yang tidak memadai.
3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. Persyaratan
ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu
pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua
sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses
implementasinya perpaduan antara sumber-sumber tersebut harus benar-benar
dapat disediakan.
4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan
secara efektif bukan kebijakan tersebut diimplementasikan secara
sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat
penempatannya.
5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya. Pada kenyataannya program pemerintah, sesungguhnya teori
yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika
sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z.
Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan bahwa
kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata
rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan,
sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal
balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks
implementasinya.
6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna
menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal
untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada
badan lain walaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan
badan-badan/instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan
organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam
artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu
program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan
hubungan tertentu melainkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan
diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan
implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan
semakin berkurang.
7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini
menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan
kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting
tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila
dapat dikuantifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang
terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta
mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat
dimonitor.
8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Persyaratan
ini mengandung makna bahwa dalam mengayunkan langkah menuju
tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk
memerinci dan menyusun urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus
dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk
mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan
lagi. Disamping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat
dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak
dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang
secara ketat.
9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Persyatratan ini menggariskan
bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai
unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini
menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali
diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.
10)Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Persyaratan terakhir ini menjelaskan
sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila
terdapat potensi penolakan terhadap perintah tersebut maka harus dapat
diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem iformasinya dan dicegah sedini
mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.
d. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Merilee S. Grindle
(Grindle, 1980:9).
Menurut Grindle keberhasilan implementasi dipengaruhi beberapa variabel
yaitu:
Isi Kebijakan (content of policy)
1) Variabel isi kebijakan ini mencakup :
a) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan;
b) Jenis manfaat yang diterima oleh target group ;
c) Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan;
d) Apakah letak sebuah program sudah tepat;
e) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci;
dan
f) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
2) Lingkungan Implementasi (context of implementation)
Variabel kebijakan ini mencakup :
a) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para
aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;
b) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;
B. SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN (SIM)
Istilah Sistem Informasi Manajemen sudah dikenal sejak tahun 1960-an.
Konsep Sistem Informasi Manajemen saat itu berkembang seiring perkembangan
fokus pengguna teknologi komputer. Perkembangan teknologi komputer saat itu
telah memberikan kesadaran baru bahwa aplikasi komputer harus diterapkan
untuk tujuan utama menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan
manajemen.
Secara umum, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan hal atau
kegiatan atau elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang
dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk
melaksanakan suatu fungsi guna mencapai suatu tujuan.
Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang
penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan dasar dalam pengambilan
keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau
secara tidak langsung pada saat mendatang. Sedangkan manajemen dapat
diartikan sebagai proses pemanfaatan berbagai sumber daya yang tersedia untuk
mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Sistem
Informasi Manajemen merupakan sekumpulan subsistem yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama dan membentuk satu kesatuan, saling
berinteraksi dan bekerja sama antara bagian satu dengan bagian lainnya dengan
cara-cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data, menerima masukan
keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar bagi pengambilan keputusan
yang berguna dan mempunyai nilai nyata yang dapat dirasakan akibatnya,
mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan stategis organisasi dengan
memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan tersedia bagi fungsi tersebut
guna mencapai tujuan.
Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:8) sistem diartikan sebagai suatu
kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel-variabel yang
terorganisisr, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan terpadu.
Teori sistem pertama kali diutarakan oleh Kenneth Boulding terutama
menekankan pentingnya perhatian terhadap setiap bagian yang membentuk
sebuah sistem. Teori sistem mengatakan bahwa setiap unsur pembentuk organisasi
adalah penting dan harus mendapat perhatian yang utuh supaya manajer dapat
bertindak lebih efekif.Unsur-unsur yang mewakili sistem adalah masukan (input),
proses (processing) dan keluaran (output). Disamping itu sistem senantiasa tidak
terlepas dari lingkungan sekitarnya. Maka umpan balik (feed back) dapat berasal
dari output tetapi dapat juga berasal dari lingkungan sistem yang dimaksud.
Konsep lain yang terkandung di dalam defenisi tentang sistem adalah
konsep sinergi. Konsep ini mengandaikan bahwa di dalam suatu sistem, output
dari suatu organisasi diharapkan lebih besar dari pada output individual atau
output dari masing-masing bagian. Kegiatan bersama dari bagian yang terpisah
tetapi saling berhubungan secara bersama-sama akan menghasilkan efek total
yang lebih besar dari pada jumlah bagian individual yang terpisah menurut
mengutamakan pekerjaan-pekerjaan di dalam tim. Keberhasilan sebuah sistem
tidak dapat dilepaskan dari tingkat keterikatan dan kerjasama dalam setiap bagian
organisasi.
Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan data dan informasi.,
namun dalam kenyataannya kedua hal tersebut sangat berbeda. Murdick et al
dalam Kumorotomo (1994:11) mengatakan bahwa data adalah fakta yang tidak
sedang digunakan dalam proses keputusan, biasanya dicatat dan diarsipkan tanpa
maksud untuk segera diambil kembali untuk pengambilan keputusan. Sedangkan
informasi adalah data yang telah disusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan
bermanfaat karena dapat dikomunikasikan kepada seseorang yang akan
menggunakannya untuk membuat keputusan. Informasi yang memiliki kualitas
tinggi akan menentukan sekali efektivitas keputusan manajer. Burch &
Grudinitski dalam Kumorotomo (1994:11) menyebutkan adanya tiga pilar utama
yang menentukan kualitas informasi, yaitu akuransi, ketepatan waktu dan
relevansi. Syarat informasi yang baik juga diutarakan oleh Parker dalam
Kumorotomo (1994:11), yaitu ketersediaan (availability), mudah dipahami
(comprehensibility) dan relevan.
Manajemen merupakan proses antar yang dilakukan oleh seorang
manajer/pemimpin dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Lebih
ringkas, kegiatan manajemen tercakup dalam tiga jenis kegiatan, yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organising) dan pengendalian
(controling). Dalam perencanaan seorang pemimpin menyusun dengan rinci
tujuan organisasi sehingga arah kegiatan organisasi jelas. Manajemen membantu
seorang manajer dalam pengorganisasian dalam suatu organisasi sehingga
memudahkan dalam pengendalian seluruh aktivitas dalam mencapai tujuan
organisasi.
Akhirnya setelah dibahas pengertian masing-masing unsur pembentuk
istilah, yaitu sistem, informasi dan manajemen, dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari dibentuknya Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah supaya organisasi
memiliki suatu sistem yang dapat diandalkan dalam pengolahan data menjadi
informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan manajemen, baik yang
menyangkut keputusan-keputusan rutin maupun keputusan-keputusan strategis.
Dengan demikian Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem yang
menyediakan kepada pengelola organisasi datamaupun informasi yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. SIM diharapkan diharapkan akan
menunjang tugas-tugas para pegawai di suatu organisasi, para manajer, atau
pengguna jasa organisasi tersebut beserta semua unsur-unsur pokok yang terdapat
dalam lingkungan otoritas organisasi. Dalam hal ini terdapat tiga sistem terkait
yaitu: 1) sistem sosial yang disebut organisasi; 2) sistem manajemen atau tata
laksana yang dimnaksud untuk meningkatkan tata kerja, produkivitas, efektivitas
dan efisiensi organisasi serta satuan-satuan yang terdapat di dalamnya; 3) sistem
informasi sendiri yang berupa manajemen pengelolaan data beserta semua
kegiatan penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan.
Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:14) Sistem Informasi Manajemen
memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dan/atau untuk
mengendalikan organisasi. Defenisi ini pada dasarnya menekankan bahwa
informasi merupakan alat untuk mengurangi ketidak pastian yang akan senantiasa
dihadapi oleh seorang pemimpin organisasi.
1. Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS)
Sering terdengar ungkapan bahwa dunia dewasa ini berada dalam era
informasi dan masyarakat modern dikenal sebagai masyarakat informasional.
Teknologi informasi berlangsung dengan kepesatan yang sangat tinggi yang
berakibat pada perkembangan dan berbagai terobosan dibidang teknologi
informasi. Aplikasinya dalam “dunia kenyataan” pun sudah sangat beragam
sehingga dapat dikatakan bahwa ragam penggunaan teknologi mengakibatkan
seluruh bidang kehidupan berubah, tidak terkecuali bidang pemerintahan.
Pemerintah saat ini dan dimasa mendatang dituntut untuk dapat mengikuti
perkembangan teknologi guna memudahkan pemerintah dalam mengetahui
informasi yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini merupakan tantangan bagi
pemerintah bagaimana cara meningkatkan pelayanan publik melalui informasi
yang ada didalam sendi kehidupan masayarakat. Penggunaan informasi dalam
bidang pemerintahan yaitu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional
(SIMTANAS) Badan Pertanahan merupakan salah satu instansi pemerintah yang
harus menyadari betapa pentingnya teknologi informasi dalam peningkatan
pelayanan publik.
Meskipun bidang pertanahan merupakan bidang yang sangat penting, akan
banyak kantor pertanahan diseluruh Indonesia belum seluruhnya mengadopsi
sistem komputerisasi. Masih banyak kantor pertanahan di tanah air yang masih
menggunakan sistem analog, dan kebanyakan masih bersifat paper oriented.
Disisi lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi marupakan salah
satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi sebagian masalah
derasnya arus manajemen informasi. Teknologi informasi dan komunikasi saat
ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi.
Nampaknya penerapan teknologi informasi dalam bidang pertanahan mutlak
diterapkan dalam era serba digitalisasi seperti sekarang ini. Seperti diketahui
bahwa sebagian besar tanah di tanah air banyak yang belum memiliki sertifikat.
Oleh sebab itu, maka Badan Pertanahan Nasional merupakan pihak yang paling
berperan untuk mengatasi hal tersebut. Sebagai jalan keluar dari masalah tersebut
adalah penerapan teknologi informasi. Teknologi informasi memiliki banyak
kelebihan dibandingkan dengan sistem manual, diantaranya seperti memiliki
kemampuan dalam penyimpanan data dalam jumlah yang lebih besar berkali-kali
lipat dibandingkan dengan sistem manual, serta memiliki konektivitas antar
daerah maupun antara daerah dan pusat secara lebih cepat. Disamping itu hal ini
berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat
multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertanahan dan
keamanan serta sosial budaya
Pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi
merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan
dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamaman serta sosial budaya.
Pengelolaan data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem
Informasidan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang mengalirkan
informasi antar seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor
Wilayah, dan Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga
pengelolaan pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan
masyarakat yang semakin meningkat untuk mewujudkan good governance yang
akhirnya akan berkaitan dengan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan
pertukaran informasi antar instansi pemerintah.
Pada pasal 1 huruf b Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang
Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional (BPN)
mengemban tugas sebagai lembaga pelaksana untuk membangun dan mengemban
SIMTANAS. Salah satunya meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial
dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan
pemilikan tanah,yang dihubungakan dengan goverment, commerce,
e-payment. SIMTANAS merupakan suatu sistem terpadu yang mendukung fungsi
operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan
pengelolaan bidang bidang tanah dan pelayana kepada mayarakat.
a. Basis Data Pertanahan
Basis data merupakan kumpulan data dalam suatu organisasi, skala kecil,
sedang maupun skala besar dalam konteks kelembagaan maupun kenegaraan.
Basis data kepegawaian merupakan himpunan data manusia-manusia yang bekerja
divisi yang mana), atribut (nama, nomor kepegawaian, alamat dst) dan nilai/value
data (masing-masing nama pegawai, berapa umurnya dst).
Merujuk pada Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,
terdapat perubahan yang cukup monumental menyangkut tugas - tugas
pertanahan. Hal ini bertujuan untuk lebih mengoptimalkan tugas-tugas yang
diemban oleh BPN RI dalam mengelola sumber daya alam, khususnya
bidang-bidang tanah dan masalah-masalah pertanahan, seperti yang diamanatkan dalam
UUD 45, yaitu untuk sebesar-sebarnya kemakmuran masyarakat Indonesia.
Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan
mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan :
1) Survei, pengukuran dan pemetaan,
2) Pelayanan administrasi pertanahan,
3) Pendaftaran tanah,
4) Penetapan hak-hak atas tanah,
5) Penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus,
6) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah,
7) Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan,
8) Penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Basis data pertanahan secara operasional banyak dikelola oleh Kantor
Pertanahan sebagai perwakilan pemerintah dalam tingkat Kabupaten / Kota dan
Pusat oleh BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data
utama pertanahan yaitu:
1) Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis
dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
2) Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam
bentuk peta dan uraian.
3) Gambar Ukur,