MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh : Sepa Gustaria
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA
Pada
Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
ABSTRACT
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA
BANDAR LAMPUNG
By : Sepa Gustaria
In line with the current globalization is happening all over the world at the moment information needs more important and urgent. According to Robert Murdick, the Sutabri (2005: 114) information analogous to the blood for the organization. Furthermore He argued that information is one of a very important resource for public organizations.
To meet the need for more efficient information systems and can be relied upon in making decisions management, omputerized technology is a main element or influential . The computer concept has helped the development of information system management ( SIM ) Because it is hardware and software has opened a new dimension used in the conceptualization of an organization's information system. And the Office of the city of Bandar Lampung Land was one of the organizations that use SIM In information systems and national land management (SIMTANAS), A presidential decree issued in the year 2003 number 34 about the national land policy, Who commissioned national land agency for establishing and developing SIMTANAS. Thus researchers want to know how the implementation of policies of SIMTANAS in the Office of land the city of Bandar Lampung. Source data obtained from the primary data and secondary data. And qualitative research methods.
ABSTRAK
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA
BANDAR LAMPUNG
Oleh : Sepa Gustaria
Sejalan dengan arus globalisasi yang terjadi diseluruh dunia pada saat ini kebutuhan informasi semakin penting dan mendesak. Menurut Robert Murdick dalam Sutabri, (2005:114) informasi dianalogikan sebagai darah bagi organisasi. Selanjutnya Ia mengemukakan bahwa informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untuk organisasi publik.
Untuk memenuhi kebutuhan akan sistem informasi yang lebih efisien dan dapat diandalkan dalam membuat keputusan manajemen, teknologi atau komputerisasi adalah unsur utama yang berpengaruh. Kemampuan komputer telah membantu perkembangan konsep Sistem Informasi Manajemen (SIM) karena perangkat keras dan perangkat lunak telah membuka dimensi baru yang digunakan dalam konseptualisasi sistem informasi bagi sebuah organisasi. dan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung adalah salah organisasi yang menggunakan SIM dalam Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS), yang dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Presiden nomor 34 tahun 2003 tentang kebijakan nasional pertanahan, yang menugaskan Badan Pertanahan Nasional untuk membangun dan mengembangkan SIMTANAS. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui bagaimana Implementasi kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dan menggunakan metode penelitian kualitatif.
memahami tentang kebijakan SIMTANAS.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Kegunaan Penelitian... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik ... 11
B. Implementasi Kebijakan ... 15
1. Pengertian Implementasi Kebijakan... 15
2. Model Implementasi Kebijakan... 18
C. Sistem Informasi Manajemen ... 27
E. Kerangka Pikir... 41
BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 42
B. Fokus Penelitian ... 43
C. Lokasi Penelitian ... 45
D. Sumber Data ... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ... 47
F. Teknik Keabsahan Data... 48
G. Analisis Data... 51
H. Identitas Informan... 52
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan ... 54
B. Agenda Kebijakan ... 55
C. Struktur Organisasi ... 56
D. Sumber Daya Manusia ... 62
E. Kegiatan Pelayanan Bidang Pertanahan... 63
F. Mekanisme Pelayanan ... 64
G. Basis Data ... 71
H. Komputerisasi ... 73
I. Larasita ... 75
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian dan Pembahasan... 78
1. Standar Dan Sasaran Kebijakan... 80
2. Sumber Daya... 87
3. Komunikasi Antar Organisasi & Penguatan Aktivitas... 90
4. Karakteristik Agen Pelaksana... 92
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran ... 104
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama pemerintah adalah sebagai
upaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pengadaan jasa yang
diperlukan masyarakat. Pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat
sangat menentukan bagi kelangsungan dan tegaknya sistem pemerintahan.
Disadari bahwa kondisi aparatur negara masih dihadapkan pada sistem
manajemen pemerintahan yang belum efisien dan lemah yang antara lain
menghasilkan kualitas pelayanan publik yang rendah dan terjadi berbagai praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme serta mengakibatkan inefisiensi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Upaya perbaikan dan peningkatan kinerja
aparatur, diharapkan dapat mewujudkan pelayanan yang cepat, murah, mudah,
berkeadilan, berkepastian hukum, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat.
Pelayanan publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak
mendapat keluhan dari masyarakat pelanggannya, antara lain disebabkan masih
dipergunakan para pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif
yang hanya memperhatikan/mengutamakan kepentingan pimpinan organisasinya
saja. Masyarakat sebagai penggguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun
wujud berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada
pengelolahnya. Seharusnya, pelayanan publik dikelolah dengan paradigma yang
bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan
masyarakatnya, pengelolah pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan
yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani. (Larasati, 2007:36)
Sejalan dengan arus globalisasi yang terjadi diseluruh dunia pada saat ini
kebutuhan informasi semakin penting dan mendesak. Bahkan menurut Robert
Murdick informasi dianalogikan sebagai darah bagi organisasi. Selanjutnya Ia
mengemukakan bahwa informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat
penting untuk organisasi publik (Sutabri, 2005:114). Informasi pada dasarnya
adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna bagi para pemakainya.
Agar dapat mencapai tujuannya maka dibentuklah suatu sistem informasi. Dengan
demikian pada dasarnya sistem informasi manajemen merupakan sebuah sistem
informasi yang selain melakukan semua pengolahan transaksi yang diperlukan
oleh suatu organisasi, juga memberi dukungan informasi dan pengolahan untuk
fungsi manajemen dan proses pengambilan keputusan. (Jogiyanto, 2003:36)
Pesatnya perkembangan organisasi publik yang ada saat ini, jika ditinjau dari segi
administrasi negara, membuat usaha untuk merumuskan kerangka kerja
(framework) Sistem Informasi Manajemen (SIM) pada organisasi publik
3
Lebih lanjut Sutabri mengatakan bahwa pentingnya SIM dalam konteks
organisasi publik ini salah satu penyebabnya adalah bahwa organisasi sekarang
sudah cenderung mendasarkan pengambilan keputusannya pada sistem informasi,
dan bukan pada struktur hierarkhi wewenang/tanggung jawab yang statis.
Pemimpin-pemimpin strategik dalam sektor publik modern memberdayakan para
manager dan karyawan mereka untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
peningkaan kinerja pelayanan publik. Terkait dengan hal ini para pemimpin dalam
sektor publik membutuhkan desain sistem perencanaan strategik yang tepat
(Garsperz, 2004:2). disamping itu, dalam ilmu manajemen, para
manajer/pimpinan umumnya diwajibkan menyatakan masalah dan asumsi secara
teliti, biasanya dalam bentuk kuantitas atau suatu ukuran agar mereka dapat
memperoleh uraian lebih baik tentang masalahnya.
Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan akan sistem informasi yang lebih
efisien dan dapat diandalkan dalam membuat keputusan manajemen, teknologi
atau komputerisasi adalah unsur utama yang berpengaruh. Kemampuan komputer
telah membantu perkembangan konsep SIM karena perangkat keras dan perangkat
lunak telah membuka dimensi baru yang digunakan dalam konseptualisasi sistem
informasi bagi sebuah organisasi. Penggunaan komputer di dalam SIM sangat
banyak membantu para manajer dalam proses pengambilan keputusan.
Tugas terpenting dari setiap instansi pemerintah adalah memberikan pelayanan.
Bahkan pada dasarnya pembentukan instansi-instansi Pemerintah ditujukan
sebagai perangkat utama dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu sebagai
dipengaruhi dan ditentukan oleh prosedur dan kebijakan tertentu, untuk
kemudian di pertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat sebagai
pemberi mandat.
Berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan, maka penyediaan pelayanan
pemerintah harus difokuskan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik secara
kualitas maupun kuantitas sebagai upaya pemberian kepuasan masyarakat
penggunanya. Perhatian akan pemberian kepuasan masyarakat ini sangatlah
penting, mengingat kepuasan masyarakat merupakan tolok ukur dan keberhasilan
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Kepuasan masyarakat/pelanggan
adalah terpenuhinya keinginan dan kebutuhan pelanggan. Suatu pelayanan dinilai
memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang
disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak
efisien.
Sistem informasi mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan informasi
bagi manajemen dalam semua tingkatan, supaya informasi yang dihasilkan oleh
sistem informasi dapat digunakan bagi manajemen, maka analisis untuk
perancangan sistem haruslah memenuhi kebutuhan informasi yang diinginkan
oleh manajemen. Pengembangan dan analisis sistem informasi (SI) pada suatu
organisasi bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas informasi
yang akan dihasilkan, meningkatkan kontrol pada organisasi dan penghematan
5
membuat banyak peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi baik tidaknya kinerja sistem informasi tersebut.
Pada sebagian besar organisasi, pusat informasi secara fisik memberikan fasilitas
pada para pemakai (user) agar dapat mengakses perangkat keras (hardware) dan
perangkat lunak (software), meminta dukungan pengembangan aplikasi dan
memperoleh pelatihan. Unit organisasi yang ingin berhasil baik, perlu adanya
identitas atas informasi yang diperlukan oleh manajemen yang lebih
memfokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dengan baik. Hal ini menunjukkan
pentingnya pemahaman sistem informasi dalam melaksanakan tugas.
Sebagai komponen dari sistem informasi, teknologi informasi memainkan peranan
dalam banyak aspek dalam organisasi, mulai dari pengembangan produk baru
sampai dengan mendukung penjualan dan pelayanan kepada pelanggan, sebagai
alat bantu pengambilan keputusan. Keberadaan teknologi informasi dengan
perencanaan dan implementasi strategi yang tepat akan memungkinkan organisasi
berperan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini disebabkan
sebuah organisasi akan mampu mendapatkan dan mengetahui informasi kondisi
internal organisasi, posisi perusahaan dalam persaingan, serta perubahan
lingkungan eksternal lainnya.
Menghadapi dunia bisnis yang semakin kompetitif, organisasi yang ingin
bertahan harus dapat membangun daya saing secara berkelanjutan. Daya saing
organisasi lahir dari keunggulan dalam efisiensi, keunggulan dalam mutu,
keunggulan dalam inovasi (proses dan produk), serta keunggulan dalam pelayanan
pengelolaan asset berwujud/fisikal (tangible assets) ke pengelolaan strategi
berbasis pengetahuan yang menampilkan asset tak-berwujud/intelektual
(intangible assets) organisasi terutama kapabilitas, ketrampilan, dan motivasi
karyawan (Kaplan & Norton, 2001:2).
Dengan demikian nilai keunggulan bersaing organisasi dapat diciptakan melalui
manajemen SDM (sumber daya manusia) yang efektif. Sumber daya manusia
merupakan asset perusahaan (human capital) yang paling dapat diandalkan dalam
penciptaan nilai keunggulan bersaing yang berkelanjutan karena memiliki semua
ciri-ciri dari suatu faktor keunggulan bersaing organisasi yaitu: sulit ditiru oleh
para pesaing, berdurasi panjang, dan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja dari individu tenaga kerja diantaranya
adalah kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, kepuasan kerja dan
komitmen organisasi, serta hubungan mereka dengan organisasi. Komitmen
organisasi bisa diukur dengan dua indikator, yaitu kedisiplinan dan keluar-masuk
(turn over) pegawai, sedangkan hubungan dengan organisasi bisa diukur dengan
indikator kontrak psikologis (kesetiaan, perlakuan adil, keamanan kerja dan
lain-lain).
Hal yang sangat mendasar dalam keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh
tindakan sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi tersebut (Arthur,
1994:110). Pada dasarnya untuk mendapatkan suatu sumber daya sesuai dengan
kebutuhan diperlukan suatu strategi dalam mengelola sumber daya manusia.
Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan memberikan kemajuan bagi
7
dan berkembang. Strategi fungsional sumber daya manusia haruslah berpedoman
pemanfaatan efektif terhadap sumber daya manusia untuk mencapai sasaran
tahunan organisasi maupun kepuasan dan pengembangan karyawan.
Kinerja BPN dalam fungsinya untuk penyelenggaraan pelayanan pertanahan juga
tidak luput dari perhatian berbagai pihak, karena dalam pelaksanaan pelayanan
pertanahan, masih banyak terdapat permasalahan yang di keluhkan oleh
masyarakat, diantaranya prosedur yang rumit, berbelit belit, mahal, tidak ada
kepastian waktu penyelesaian, dan sebagainya. Hal ini seperti yang terjadi di
Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.
Peningkatan volume pekerjaan dalam pelayanan pendaftaran tanah dan
penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah yang semakin meningkat,
menimbulkan permasalahan baru pada pelayanan pertanahan pada Kantor
Pertanahan Kota Bandar Lampung, yaitu proses pelayanan menjadi lama. Kualitas
dan kuantitas petugas yang cukup baik, diperlukan untuk menciptakan kondisi
kerja yang efektif dan efesien. Baik dalam pengumpulan, penelitian, pengolahan
data maupun dalam penyajian informasi pertanahan. Kondisi itu menimbulkan
kebutuhan akan suatu sistem kerja yang mampu membentuk suatu tata kerja yang
efektif dan efesien khususnya dalam bidang administrasi, yaitu mengenai
pelayanan pertanahan (www.bpn.go.id/berita.aspx. diakses 15 Maret 2013).
Sebelumnya pelayanan yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Bandar
Lampung dilakukan secara manual menggunakan mesin ketik dan beberapa
peralatan manual yang sederhana lainnya. Pelayanan yang dilaksanakan secara
data tekstual dan data grafisnya tidak terintegrasi dalam suatu sistem informasi
yang berbasis komputerisasi, sehingga terdapat kesulitan dalam pencarian data
maupun pemeliharaan data.
Guna mengatasi masalah pelayanan yang tidak efisien tersebut, aparatur
pemerintah di lingkungan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung perlu
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat menguasai bidang
tugasnya. Setelah berkembangnya teknologi komputer, pelayanan Kantor
Pertanahan Kota Bandar Lampung memanfaatkan aplikasi komputer seperti
aplikasi micrsoft word dan microsoft excel untuk pengolahan data tekstual dan
software autocad untuk pengolahan data grafisnya, dalam pemograman yang
sederhana. (http://www.bpn.go.id/berita.aspx, diakses 15 Maret 2013).
Sehubungan dengan permasalahn tersebut, Kantor Pertanahan Kota Bandar
Lampung untuk mengatasi permasalahan di atas berupaya meningkatkan
pelayanannya dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi dan manajemen
modern melalui kebijakan Sistem Informasi dan Manajeman Pertanahan Nasional
(SIMTANAS). Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti kinerja
aparat pelayanan pada Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam mengatasi
permasalahan yang ada melalui program SIMTANAS.
Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan program
SIMTANAS meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam
pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan
pemilikan tanah, yang dihubungakan dengan goverment, commerce,
9
operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan
pengelolaan bidang bidang tanah dan pelayanan kepada mayarakat.
(www.bpn.go.id/.layanan-pertanahan.aspx, diakses 15 Maret 2013).
Sehubungan dengan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul : “Implementasi Kebijakan
Sistem Informasi Dan Manajemen Pertanahan Nasional Di Kantor Pertanahan
Kota Bandar Lampung”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas,maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
Bagaimana implementasi kebijakan Sistem Informasi dan Manajeman Pertanahan
Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini :
Untuk mengetahui dan memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan Kebijakan
Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor
Pertanahan Kota Bandar Lampung.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat diantaranya
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi
penulis dan pembaca tentang konsep Sistem Informasi dan Manajemen
Pertanahan Nasional (SIMTANAS).
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi kantor
Pertanahan Kota Bandar Lampung untuk meningkatkan Implementasi
Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Publik
Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi
masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang
menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang
bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu.
Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan
masyarakat sebagai penerima layanan.
Kebijakan menurut James E. Anderson, yaitu : serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku
atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Istilah kebijakan
publik lebih sering dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau
kegiatan pemerintah (Islamy 2001:17).
Pendapat George C. Edwads III dan Ira Sharkansky yang menyatakan bahwa
“Kebijakan Negara adalah suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan
tetapi juga yang tidak dilaksanakan (Islamy, 2001:18). Demikian pula pendapat
Thomas Dye yang mengatakan kebijakan publik adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan, definisi tersebut mengandung
makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan
atau tidak dilakukan oleh pemerintah (Subarsono, 2005:2).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik
merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai
tujuan dan sasaran untuk kepentingan seluruh masyarakat, yang mampu
mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat, baik dilakukan
atau tidak dilakukan, pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat (Islamy
2001:20) menyatakan “Kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh
masyarakat.” Kebijakan Negara tersebut dapat berupa peraturan
perundang-undangan yang dipergunakan untuk tujuan, sasaran dari program-program dan
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan publik di atas, maka disimpulkan
bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan pemerintah yang bersifat mengatur
dalam rangka merespon permasalahan yang dihadapi masyarakat dan mempunyai
tujuan tertentu, berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat) dan
bertujuan untuk mengatasi masalah, memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh
13
yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah yang dalam
pelaksanaanya terdapat unsur pemaksaan kepada pelaksana atau pengguna
kebijakan agar dipatuhi, hal ini sejalan dengan pendapat Easton (Islamy,
2001:19) bahwa kebijakan mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat
dilakukan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan benar, namun
bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat mengatasi
permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai faktor,
sebagaimana dikatakan Amara Raksasataya dalam (Islamy 2001:17)
mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu :
a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.
b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi.
Mengidentifikasi dari tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu atau
masalah publik, dimana masalahnya bersifat mendasar, strategis, menyangkut
banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan,
dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang
dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan
masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan,
setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh
Mendasari pengertian kebijakan di atas maka dapat dikatakan bahwa kebijakan
SIMTANAS termasuk kebijakan publik yang bertujuan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Dalam pelaksanaan
kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung mengalami
beberapa kendala dalam pelaksanaannya dalam rangka mencapai tujuan yang
lebih baik, hal tersebut sejalan dengan pendapat (Riant Nugroho 2003:51) bahwa
kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.
Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah diukur, disamping
itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang disampaikan oleh
(Kismartini 2005:16), bahwa terdapat beberapa hal yang terkandung dalam
kebijakan yaitu :
a. Tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan tertentu adalah tujuan yang
berpihak kepada kepentingan masyarakat (interest public).
b. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan. Serangkaian tindakan untuk
mencapai tujuan adalah strategi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan
lebih mudah yang acapkali dijabarkan ke dalam bentuk program dan proyek.
c. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam
ataupun luar pemerintahan,
d. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi. Input berupa sumber daya baik
manusia maupun bukan manusia.
e. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
15
B. Implementasi Kebijakan
1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, mengenai Implementasi
Kebijakan. Menurut Mazmanian dan Sabatier yang dimaksud dengan
implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara
untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya dalam (Wahab,
2004:68).
Pengertian tentang implementasi kebijakan yang sangat sederhana menurut
(Nyimas 2004:9) : Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses
melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif, atau Instruksi
Presiden. Sedangkan menurut (Wibawa 1994:42), implementasi kebijakan
merupakan pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar,
biasanya tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk
instruksi instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya
keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak
ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara
kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat
direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.
Implementasi kebijakan yang merupakan major strategis dari proses kegiatan
perumusan kebijakan perlu untuk dikupas dalam penelitian ini. Dipandang perlu,
karena implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dari
keseluruhan proses kebijakan. Bahkan Udoji secara jelas menyatakan bahwa
pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih
penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa
impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan (Wahab, 1997:59).
Implementasi Kebijaksanaan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut
dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam
prosedur-prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut
konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa implementasi kebijaksanaan merupakan aspek
yang penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan. Grindle (1980:51)
Dalam kaitannya dengan konsep implementasi (Wahab 1997:64) secara jelas
menyimpulkan “Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses
melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit
presiden)”.
Bahkan Daniel A Mazmanian dan Paul A Sabatier di dalam buku yang sama
17
sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus
perhatian Implementasi kebijakan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang
timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup
baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan
akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
Menurut Anderson dalam (Islamy, 1992:79), dampak kebijakan memiliki
beberapa dimensi yaitu:
1) Dampak kebijakan yang diharapkan (intended consequences) atau tidak
diharapkan (Unintended Consequences) baik pada problemnya maupun pada
masyarakat.
2) Limbah kebijakan terhadap situasi atau orang-orang (kelompok) yang bukan
menjadi sasaran/tujuan utama dari kebijakan tersebut, biasanya disebut
“externalities”.
3) Dampak kebijakan dapat terjadi atau berpengaruh pada kondisi sekarang atau
kondisi yang akan datang.
4) Dampak kebijakan terhadap “biaya” langsung atau direct cost dari kebijakan
terhadap“biaya”tidak langsung (indirect cost) sebagaimana yang dialami oleh
anggota-anggota masyarakat.
Berdasarkan pandangan yang diuraikan oleh para ahli tersebut di atas dapat kita
simpulkan bahwa proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak
hanya menyangkut perilaku badan-badan administrative yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari
semua yang terlibat dan akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
2. Model Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi
tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut.
Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung
secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.
Sekalipun benyak dikembamgkan model-model yang membahas tentang
implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa
model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi
berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.
Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :
1. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn.
Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top dwon
approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan
kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu.
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.
Beberapa kendala atau hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali
19
memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana.
Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik.
adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa
baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
melaksanakannya tidak diterima atau tidak disepakati oleh berbagai pihak
yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan
mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para
administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat
dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa
kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu
merumuskan kebijakan.
b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai.
Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam
pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat
eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis
tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang
biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu
pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan
lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian
tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya,
sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program
mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena
c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian
bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua
sumber-sumber yang diperlukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses
implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus
benar-benar dapat disediakan.
d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal.
Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan
lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono atau asal-asalan,
melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.
e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya.
Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari
kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan,
maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X,
maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan
ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan
yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat
panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin
panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara
21
f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil
Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya
terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya,
tidak perlu tergantung pada Badan-badan lain kalaupun dalam pelaksanaannya
harus melibatkan Badan-badan atau Instansi-instansi lainnya, maka hubungan
ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang
minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika
implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian
tahapan dan jalinan hubungan tertentu melainkan juga kesepakatan terhadap
setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang
bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan
kemungkinan akan semakin berkurang.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai
dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang
penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses implementasi.
Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi
apabila dapat dipahami,serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam
organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan
selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor.
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam langkah menuju tercapainya
dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus
dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk
mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan
lagi. Disamping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat
dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak
dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang
secara ketat.
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang
sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood
dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang
sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas
penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari siapapun
dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap
perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem
informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang
handal.
2. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III
Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi
23
a. Komunikasi
Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi, yakni
transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Transmisi adalah
keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah telah diteruskan kepada personil
yang tepat. Kejelasan adalah perintah-perintah yang akan dilaksanakan
tersebut haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan.
Konsistensi adalah perintah-perintah tersebut harus jelas dan tidak
bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat
berjalan lebih efektif.
b. Sumber-sumber
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan
konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini
pun cenderung tidak efektif.
c. Kecenderungan
Yaitu dimana para pelaksana memiliki kecenderungan tidak sepakat dengan
suatu kebijakan sehingga mengabaikan beberapa persyaratan yang tidak sesuai
pandangan mereka. Oleh karena para pelaksana memegang peran penting
dalam implementasi kebijakan publik, maka usaha-usaha untuk memperbaiki
kecenderungan-kecenderungan mereka menjadi penting. Salah satu hal yang
d. Struktur Birokrasi
Menurut Edward, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni
prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard
Operating Procedure (SOP) berkembang sebagai tanggapan internal terhadap
waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan
untuk keseragaman dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang
kompleks dan tersebar luas. Fragmentasi adalah tekanan-tekanan di luar
unitunit birokrasi, seperti komite-komite legislative, kelompok-kelompok
kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan
yang mempengaruhi organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.
3. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn
Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa
perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang
akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang
mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan
suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja.
Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur
implementasi.
Van Meter dan Van Horn dalam (Subarsono 2005:99) ada enam variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
25
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti
interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
b. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
c. Komunikasi Antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi
keberhasilan suatu program.
d. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompokkelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau
menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit
f. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon implementor
terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan
kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c)
intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
Variabel-variabel kebijakan bersangkutan dengan tujuan-tujuan yang telah
digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan
pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan
komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya
mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para
pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka
yang mengoperasionalkan program di lapangan ( Subarsono, 2005:99).
Model implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk
menganalisis proses implementasi kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen
Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.
Alasan penulis menggunakan model ini karena variabel ataupun indikator yang
dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn merupakan variabel yang bisa
menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih
27
C. Sistem Informasi Manajemen
Keberadaan sistem informasi sangat penting untuk mendukung para pemakai
dalam melaksanakan tugasnya. Pada sebagian besar organisasi, pusat informasi
secara fisik memberikan fasilitas pada para pemakai (user) agar dapat mengakses
perangkat keras (hardware)dan perangkat lunak (software), meminta dukungan
pengembangan aplikasi dan memperoleh pelatihan.Unit organisasi yang ingin
berhasil baik, perlu adanya identitas atas informasi yang diperlukan oleh
manajemen yang lebih memfokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dengan baik .
Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman sistem informasi dalam
melaksanakan tugas. Kriteria tugas yang pasti akan mendorong pencapaian tugas
secara tepat, sehingga berfungsi dalam pengambilan keputusan.
Sistem informasi mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan informasi
bagi manajemen dalam semua tingkatan, supaya informasi yang dihasilkan oleh
sistem informasi dapat digunakan bagi manajemen, maka analisis untuk
perancangan sistem haruslah memenuhi kebutuhan informasi yang diinginkan
oleh manajemen . Pengembangan dan analisis sistem informasi (SI) pada suatu
organisasi bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas informasi
yang akan dihasilkan, meningkatkan kontrol pada organisasi dan penghematan
biaya perolehan informasi. Begitu pentingnya perkembangan sistem informasi
membuat banyak peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi baik atau tidaknya kinerja sistem informasi tersebut.
Sistem Informasi memberikan nilai tambah terhadap proses, produksi, kualitas,
kompetitif yang tentu saja sangat berguna bagi kegiatan bisnis .Hal-hal yang bisa dikerjakan oleh sistem informasi tentu saja terkait dengan kemampuan yang dapat
dilakukannya, antara lain menyediakan komunikasi dalam organisasi atau antar
organisasi yang murah, akurat dan cepat, mempercepat pengetikan, penyuntingan,
dan pembiayaan yang jauh lebih murah daripada pengerjaan secara manual.
Kesempatan untuk mengembangkan suatu organisasi akan lebih besar jika
ditunjang dengan adanya sistem informasi yang memadai dan dikelola dengan
baik, mengingat sistem informasi pada saat ini telah ditunjang oleh sistem
komputer dimana telah kita ketahui bahwa kecepatan dan keakuratan perangkat
komputer lebih bisa diandalkan dibanding dengan cara manual. Demikian juga
dengan Kebijakan Sistem Informasi dan Mananjemen Pertanahan Nasional
(SIMTANAS). Dalam menerima suatu kebijakan pemerintah, sikap para
pelaksana memegang peranan yang sangat penting. Sikap pelaksanan dalam hal
ini para pegawai yang mendukung atau tidak mendukung kebijakan tersebut akan
berpengaruh pada efektivitas kebijakan itu sendiri. Jika pelaksana berpandangan
positif terhadap suatu kebijakan, maka kemungkinan besar mereka akan
melaksanakan apa yang dikendaki oleh pembuat kebijakan. Tetapi bila sikap atau
perspektifnya berbeda, maka proses implementasi menjadi terancam
kesuksesannya.
Sistem dalam lingkup informasi didefinisikan sebagai sekumpulan komponen
yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan atau sasaran.
Komponen-komponen yang saling berhubungan untuk mengumpulkan, memproses dan
29
koordinasi dan pengambilan keputusan organisasi. Sistem informasi merupakan
suatu kerangka kerja di mana sumber daya (manusia dan komputer)
dikoordinasikan untuk mengubah masukan (data) menjadi keluaran (informasi)
guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Fungsi sistem yang utama adalah
menerima masukan, mengolah masukan, dan menghasilkan keluaran. Agar dapat
menjalankan fungsi ini , sistem akan memiliki komponen-komponen input,
proses, keluaran dan kontrol untuk menjamin bahwa semua fungsi dapat berjalan
dengan baik. Informasi adalah data yang sudah diolah sehingga dapat untuk
pembuatan keputusan. Data adalah representasi suatu obyek. Data yang belum
diolah belum dapat dipergunakan untuk pengambilan suatu keputusan.
Apabila masing-masing pengertian di atas digabung, akan diperoleh pengertian
sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling bekerja sama, yang
digunakan untuk mencatat data, mengolah data dan menyajikan informasi untuk
para pembuat keputusan agar dapat diperoleh suatu keputusan yang terbaik.
Menurut O‟Brien dalam (Husein dan Wibowo 2002:8) di dalam sistem informasi
terdapat 4 (empat) komponen utama. Keempat komponen utama tersebut adalah:
1. Sumber daya manusia
Yang termasuk dalam sumber daya manusia dalam sistem informasi adalah end
user dan IT specialist. End user adalah orang-orang yang menggunakan sistem
informasi, sedangkan IT specialist adalah orang-orang yang mengembangkan dan
mengoperasikan. Yang termasuk dalam kalangan ini adalah system analyst,
programer, operator komputer dan staf sistem informasi yang lainnya. Secara
singkat, system analyst merancang system informasi berdasar permintaan
spesifikasi dari system analyst, sedangkan operator komputer mengoperasikan
sistem informasi.
2. Sumber daya perangkat keras
Perangkat keras meliputi semua perangkat fisik dan material yang digunakan
dalam pemrosesan informasi. Secara khusus, perangkat keras tidak hanya meliputi
mesin-mesin seperti komputer, tetapi juga semua media penyimpanan data.
Contoh dari perangkat keras dalam sebuah sistem informasi yang berbasis
komputer adalah:
a. Sistem komputer. Misalnya komputer personal,mainframedanserver.
b. Periperal komputer. Misalnya alat input seperti mouse dan keyboard serta
perangkat output seperti monitor, printer dan media penyimpanan data seperti
disket danharddisk.
c. Jaringan telekomunikasi. Jaringan telekomunikasi meliputi komputer, kartu
jaringan dan perangkat lain yang saling terhubung oleh berbagai media
telekomunikasi dalam sebuah organisasi.
3. Sumber daya perangkat lunak
Sumber daya perangkat lunak meliputi semua kumpulan perintah-perintah
pemrosesan informasi. Konsep ini tidak hanya meliputi suatu kumpulan perintah
bernama program yang mengatur dan mengontrol perangkat keras komputer,
tetapi juga kumpulan perintah pemrosesan informasi untuk sumber daya
manusianya. Hal tersebut disebut dengan prosedur. Contoh dari perangkat lunak
31
a. Perangkat lunak sistem. Berfungsi untuk mengontrol dan mendukung operasi
dari sebuah system komputer. Misalnya sistem operasi (Linux, Windows dan
lain-lain).
b. Perangkat lunak aplikasi. Hal ini meliputi program-program yang secara
langsung mengatur penggunaan komputer untuk keperluan tertentu oleh end
users. Contohnya antara lain software pengolah data, ,spreadsheet, dan
pengolah gambar.
c. Prosedur. Adalah instruksi-instruksi kepada pengguna sistem informasi.
Contohnya petunjuk penggunaan sebuah perangkat lunak.
4. Data.
Data lebih dari sekedar bahan mentah dari sebuah sistem informasi. Konsep dari
data telah menjadi luas bagi manajer dan profesional sistem informasi. Mereka
menyadari bahwa sumber daya berharga bagi organisasinya. Sumber daya data
dari sebuah sistem informasi biasanya dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Database.Memproses dan mengorganisasi data
b. Knowledge bases. Terdiri dari berbagai macam bentuk seperti fakta dan aturan
tentang sebuah subyek tertentu.
D. Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS)
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai
sektor termasuk pertanahan. Meskipun bidang pertanahan merupakan bidang yang
sangat penting, akan tetapi adopsi teknologi informasi relative tertinggal. Sebagai
contoh, dari sebagian banyak kantor pertanahan diseluruh Indonesia belum
tanah air yang masih menggunakan sistem analog. Dan kebanyakan masih bersifat
paper oriented. Disisi lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi
marupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi
sebagian masalah derasnya arus manajemen informasi.
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini adalah bagian penting dalam
manajemen informasi. Nampaknya penerapan teknologi informasi dalam bidang
pertanahan mutlak diterapkan dalam era serba digitalisasi seperti sekarang ini.
Seperti diketahui bahwa sebagian besar tanah di tanah air banyak yang belum
memiliki sertifikat. Oleh sebab itu, maka Badan Pertanahan Nasional merupakan
pihak yang paling berperan untuk mengatasi hal tersebut. Sebagai jalan keluar dari
masalah tersebut adalah penerapan teknologi informasi. Teknologi informasi
memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem manual, diantaranya
seperti memiliki kemampuan dalam penyimpanan data dalam jumlah yang lebih
besar berkali-kali lipat dibandingkan dengan sistem manual, serta memiliki
konektivitas antardaerah maupun antara daerah dan pusat secara lebih cepat.
Disamping itu hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri
yang bersifat multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik,
pertanahan dan keamanan dan sosial budaya. (http://eleveners.wordpress.com).
Pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi
merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan
karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait
33
Pengelolaan data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem Informasi
dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang mengalirkan informasi
antar seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan
Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga pengelolaan
pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang
semakin meningkat untuk mewujudkan good governance yang akhirnya akan
berkaitan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan pertukaran informasi antar
instansi pemerintah ( http://suyuswindayana.blogspot.com/).
Pada pasal 1 huruf b Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang
Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional (BPN)
mengemban tugas sebagai lembaga pelaksana untuk membangun dan mengemban
SIMTANAS.Salah satunya meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial
dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan
pemilikan tanah,yang dihubungakan dengan e-goverment,e-commerce,epayment.
SIMTANAS merupakan suatu sistem terpadu yang mendukung fungsi operasi,
manajemen dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan pengelolaan
bidang-bidang tanah dan pelayanan kepada mayarakat.
1. Basis Data Pertanahan
Basis data merupakan kumpulan data dalam suatu organisasi, skala kecil, sedang
maupun skala besar dalam konteks kelembagaan maupun kenegaraan. Basis data
kepegawaian merupakan himpunan data manusia-manusia yang bekerja dan
terhimpun dalam suatu organisasi yang meliputi data entitas (masuk dalam divisi
atau value data (masing-masing nama pegawai, berapa umurnya dan seterusnya).
Merujuk pada Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, terdapat perubahan
yang cukup monumental menyangkut tugas – tugas pertanahan. Hal ini bertujuan
untuk lebih mengoptimalkan tugas-tugas yang diemban oleh BPN RI dalam
mengelola sumber daya alam, khususnya bidang-bidang tanah dan
masalah-masalah pertanahan, seperti yang yang dimanatkan dalam UUD 1945, yaitu untuk
sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Indonesia.
Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan
mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan :
a. survei, pengukuran dan pemetaan,
b. pelayanan administrasi pertanahan,
c. pendaftaran tanah,
d. penetapan hak-hak atas tanah,
e. penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus,
f. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah,
g. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan,
h. penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Basis data pertanahan secara operasional banyak dikelola oleh Kantor Pertanahan
sebagai perwakilan Pemerintah dalam tingkat Kabupaten atau Kota dan sebagian
dihasilkan oleh Kantor Wilayah pada tingkat Provinsi dan pada tingkat Pusat oleh
BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data utama
35
a. Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis
dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
b. Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam
bentuk peta dan uraian.
c. Gambar Ukur, yaitu dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang
tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang
tanah baik berupa jarak, sudut,ataupun sudut jurusan.
d. Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang atau
bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.
e. Peta Tematik Pertanahan, yaitu gambaran permukaan bumi pada bidang datar
yang menyajikan tema tertentu.
f. Warkah, yaitu dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data
yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran
bidang tanah tersebut.
g. Surat Keputusan Pemberian Hak, yaitu penetapan Pemerintah yang
memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak,
pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas Hak
Pengelolaan.
Data pertanahan di simpan dalam bentuk daftar, berkas, buku dan peta – peta
(paper base). Sertifikat merupakan bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang
disimpan pemilik. Sesuai dengan prinsip pendaftaran, (mirror principle) pemilik
tanah memiliki copy bukti yang aslinya tersimpan di Kantor Pertanahan. Konsep
basis data bermula dari semakin banyak volume yang terhimpun dalam
konvensional memicu kreatifitas dalam pemanfaatan teknologi informasi yang
dapat membantu dalam mengelola data tersebut. Biasanya salah satu ciri nya
adalah datanya terstruktur. Sistem basis data mengacu pada sistem pengumpulan,
penyusunan, dan pencatatan (record) serta menyimpan dengan memanfaatkan
komputer sebagai mesin mengolah dengan tujuan dapat menyediakan informasi
setiap saat untuk berbagai kepentingan. Dengan mengacu pada konsep di atas,
komponen basis data meliputi unsur-unsur yang berperan dalam membangun
suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software), (sistem operasi, aplikasi, database / DBMS) dan pengguna (user).
2. Komputerisasi Kantor Pertanahan
Pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan pada prinsipnya adalah pelayanan
data dan informasi pertanahan. Data yang tersimpan di Kantor Pertanahan
merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang
mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun 2005
tentang Standar Prosedur Opersional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaruan
data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau obyek hak atas
tanah. Karena sifatnya yang sangat dinamis, maka data pertanahan mempunyai
tingkat pengambilan ( retrievel ) dan pembaruan ( up dated ) yang cukup tinggi.
Di satu sisi membutuhkan kecepatan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam
menarik/mengambil data, di sisi lain akan membutuhkan persyaratan dalam
penyimpanan data (storage) yang dapat mendukung proses pengambilan data
37
Proses pengambilan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data merupakan
proses yang dengan sangat mudah dilakukan teknologi informasi dengan mudah
dan cepat. Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data pertanahan disimpan
dalam suatu penyimpanan yang berbasis teknologi informasi atau database,
sedangkan pengolahan dilakukan dengan kecanggihan aplikasi perangkat lunak,
semua proses pelayanan data pertanahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
Kemajuan teknologi merupakan salah satu cara untuk mengakses basis data dalam
upaya membentuk terwujudnya pelayanan pemerintah yang berbasis elektronik (
e-Gov). Salah satu usaha untuk mengotimalkan tugas-tugas pelayanan pertanahan
dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi adalah pembangunan dan
pengembangan komputerisasi kantor pertanahan (KKP). Kantor Pertanahan
merupakan basis terdepan dalam kegiatan pelayanan. Dikembangkan model
pelayanan yang berbasis on-line system. Pembangunan pelayanan on-line,
membangun database elektronik, pembangunan infrastruktur perangkat keras dan
jaringan koneksi, peningkatan sumber daya manusia dalam kemampuan
penguasaan Informasi Teknologi (IT) serta sosialisasi kegiatan di kalangan intern
dan ekstren merupakan tahap-tahap kegiatan yang harus dilakukan pada
kantor-kantor yang sedang dan sudah menerapakan KKP.
Beberapa keuntungan dalam pelaksanaan KKP antara lain :
a. Transparansi pelayanan, karena masyarakat dapat memperoleh informasi
secara langsung dalam hal biaya, waktu pelaksanaan dan kepastian
b. Efisiensi waktu, prinsip one captured multi used merupakan kunci utama
dalam optimalisasi pemanfaatan database elektronik.
c. Kualitas data dapat diandalkan karena pemberian nomor-nomor Daftar Isian
dilakukan oleh sistem secara otomatis.
d. Sistem Informasi Eksekutif yang memungkinkan para pengambil keputusan
untuk dapat memperoleh dan menganalisa data sehingga menghasilkan
informasi yang terintegrasi.
e. Pertukaran data dalam rangka membangun pelayanan pemerintah secara
terpadu (one stop services) dan memgembangkan perencanaan pembangunan
berbasis data spasial (spatial planning).
Pembangunan Komputerisasi Kantor Pertanahan tidak hanya memberikan
pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara
on-line system,tetapi sekaligus membangun basis data digital. Dalam kurun waktu 10
tahun terakhir melalui program KKP telah dilakukan digitalasisasi data pertanahan
(Buku Tanah, Surat Ukur, Gambar Ukur dan Peta Pendaftaran Tanah) yang
mencakup bidang tanah sejumlah ± 15 juta bidang (25% dari bidang tanah
terdaftar.
3. Larasita
Pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan yang berbasis elektronik sangat
membantu bagi pengguna. Pengguna dari sisi pemberi pelayanan akan
memberikan informasi yang berasal satu sumber sehingga akan menjamin
keakuratannya. Di sisi lain, pengguna yang mendapatkan pelayanan dimanjakan
39
yang berada di loket-loket pelayanan. Namun demikian masih dirasakan adanya
kekurangan terhadap segmen „pelanggan' tertentu, yaitu pemohon atau
pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan data pertanahan yang tidak bisa
atau terhambat karena tidak mempunyai kemampuan untuk akses secara langsung
di Kantor Pertanahan.
Bentuk pelayanan seperti apa yang dapat diberikan kepada pelanggan seperti ini,
Dalam kenyataannya segmen „pelanggan' seperti disebutkan di atas adalah
masyarakat yang tinggal di pedesaan dan berada jauh dari lokasi kantor
pelayanan. Komunikasi data secara elektronik merupakan salah satu bentuk
kemajuan teknologi informasi yang sangat sangat membantu bagi pengguna.
Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi pengiriman data dengan koneksi
jaringan, merupakan kata kunci dalam inovasi pelayanan berbasis IT yang
dikembangkan dalam Larasita. Melalui Larasita pelayanan di kantor pertanahan
akan menjadi lebih dekat dengan „pelanggan' yang tidak berada di Kantor
Pertanahan. Karena karakteristik penggunaan teknologi informasi dalam bentuk
pelayanan yang diberikan, program Larasita dilaksanakan pada lokasi kantor
pertanahan yang sudah menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik (KKP).
Pada awalnya Larasita teknologi komunikasi yang berbasis wifi, memanfaatkan
komunikasi gelombang radio yang bekerja pada gelombang dengan frekuensi 2,4
MHz.
Kemajuan teknologi yang terus berkembang dan karena alasan lain, saat ini
digunakan teknologi koneksi yang berbasis file transfer protocol (FTP) yaitu
memberikan penawaran dalam percepatan pelayanan data antar pengguna semakin
memperkuat penggunaan internet dalam koneksi data. Larasita adalah Kantor
Pertanahan yang bergerak. Dengan adanya pelayanan ini akan terwujud bentuk
persamaan pelayanan untuk semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat
yang rendah aksesibilitas untuk datang ke Kantor Pertanahan. Percepatan
pendaftaran diharapkan dapat terwujud apabila bentuk pelayanan Larasita dapat
menjangkau semua wilayah tanah air.
Tujuan kegiatan pelayanan Larasita antara lain :
a. menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional
(reforma agrarian).
b. melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang
pertanahan.
c. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar.
d. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan
bermasalah.
e. memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan
di lapangan.
f. menyambungkan program BPN-RI dengan aspirasi yang berkembang
dimasyarakat.
41
Gambar 1. Kerangka Pikir Pengolahan Data Pertanahan
Perkembangan Teknologi Informasi
Pasal 1 huruf b Kepeutusan Presiden
no. 34 Tahun 2003
Implementasi kebijakan ( SIMTANAS)
• Standar kebijakan
• Sumber daya
• Disposisi
• Komunikasi
• Kondisi
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi artinya pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan
dengan objek studi ilmu yang bersangkutan. Dengan kata lain metodologi itu
menjelaskan tata cara dan langkah yang akan ditempuh utuk mencapai tujuan dari
penelitian.
A. Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Krik and
Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Moleong, 2002 : 3).
Oleh karena itu, strategi penelitian ini terarah pada penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif. Bogdan dan taylor mengatakan metodelogi kualitatif sebagai
prosedur-prosedur penelitian yang digunakan untuk menghasilkan data deskriptif,
yang ditulis atau yang diucapkan orang dan perilaku-perilaku yang dapat diamati
(Pawito, 2007 : 84). Studi deskriptif kualitatif adalah suatu metode untuk
menggambarkan suatu gejala-gejala sosial atau berusaha mendiskripsikan
43
B. Fokus Penelitian
Menurut (Sugiyono 2011:207), batasan masalah dalam penelitian kualitatif
dinamakan fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum.
Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting karena untuk
membatasi studi dan mengarahkan pelaksanaan atau pengamatan. Fokus
penelitian dalam penelitian ini adalah implementasi Kebijakan Sistem Informasi
dan Manajeman Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota
Bandar Lampung, sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut Van Meter dan Van
Horn dalam (Subarsono 2005:99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi, yaitu:
a. Standar dan Sasaran Kebijakan .
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti
interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
b. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi
keberhasilan suatu program.
d. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok
kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik
mendukung implementasi kebijakan
f. Dispo