PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA DAN SELF-REGULATED
LEARNING MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED DI SMP NEGERI 3
PADANGSIDIMPUAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
HAFNI SURYATIS NIM : 8146171030
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
HAFNI SURYATIS. P ening kat an K emamp uan P emecahan Mas alah Mat emat ik S is wa d an S elf -R egu la ted Learn in g melalui P end ekat an O p en -En d ed d i S MP N eg eri 3 P ad angs id imp uan . Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2016.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended lebih tinggi daripada pembelajaran dengan pendekatan ekspositori; 2) peningkatan self-regulated learning siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended lebih tinggi daripada pembelajaran dengan pendekatan ekspositori; 3) interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa; 4) interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap self-regulated learning siswa; 5) keragaman jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematik pada masing-masing pembelajaran. Jenis penelitian ini quasi eksperiment. Populasi seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Sampel menggunakan random sampling terdiri dari kelas VII-1 diberi pendekatan open-ended dan kelas VIII-4 diberi pendekatan ekspositori. Instrumen penelitian yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan angket self-regulated learning. Analisis data menggunakan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan open-ended dengan siswa yang diajarkan dengan pendekatan ekspositori, dengan nilai signifikan sebesar 0,010 < 0,05; 2) terdapat peningkatan self-regulated learning siswa yang diajarkan dengan pendekatan open-ended dengan siswa yang diajarkan dengan pendekatan ekspositori,dengan nilai signifikan sebesar 0,022 < 0,05; 3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, dengan nilai signifikan sebesar 0,425 > 0,05; 4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap
self-regulated learning siswa, dengan nilai signifikan sebesar 0,632 > 0,05; 5) proses penyelesaian jawaban siswa yang diajarkan pendekatan open-ended
lebih bervariasi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan pendekatan ekspositori.
ii ABSTRACT
HAFNI SURYATIS. Upgrades of Mathematical Problem Solving Students and Self-Regulated Learning through Open-Ended Approach in SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Thesis. Medan: Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan. 2016. early mathematical ability of students to the mathematical problem solving abilities of students; 4) the interaction between the learning model with early mathematical ability of students to the students' self-regulated learning; 5) the diversity of responses of the students in solving problems solving mathematical problems in each lesson. This type of research is quasi experiment. Population entire seventh grade students of SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Sample using random sampling which consists of two classes, a class VII-1 was given an open-ended approach and VIII-4 by expository approach. The instrument used in this study consisted of a test of mathematical problem solving skills and self-regulated learning questionnaire. Analysis of data using ANOVA two paths. The results showed that: 1) there is an increase in mathematical problem solving ability of students taught with an open-ended approach to the students taught by expository approach. This is evident from the significant values obtained for 0.010 < 0.05; 2) there is an increased self-regulated learning of students who are taught by open-ended approach to the students taught by expository approach, This is evident from the significant value gained 0.022 < 0.05; 3) there is no interaction between the learning model with early mathematical ability of students to the mathematical problem solving ability of students. This is evident from the significant values obtained for 0.425 > 0.05; 4) there is no interaction between the learning model with early mathematical ability of students to the students' self-regulated learning. This is evident from the significant values obtained for 0.632 > 0.05; 5) the settlement process responses of the students are taught to use the open-ended approach is more varied than the students taught using expository approach.
iii KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa dan Self-Regulated Learning melaui Pendekatan Open-Ended di SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Shalawat beserta salam penulis hanturkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang dihiasi iman dan ilmu seperti saat ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan sampai terselesaikannya tesis ini. Semoga Allah SWT membalas semua bantuan yang telah saya terima dengan kebaikan yang setimpal. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Asmin. M.Pdselaku Pembimbing I dan Bapak Dr. KMS. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi yang sangat bermanfaat dan berharga bagi penulis dalam penyusunan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pdselaku narasumber I, Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pdselaku narasumber II dan Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku narasumber III yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan tesis ini.
iv
Seketaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED serta Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED, Bapak Dapot Tua Manullang, M. Si. selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.
4. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana UNIMED dan Bapak Prof. Dr. Busmin, M.Pd selaku Asisten Direktur II Program Pascasarjana UNIMED serta staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan serta bantuan administrasi selama pendidikan di UNIMED.
5. Bapak Drs. Ibnu Hajar, M.Pd, selaku Kepala SMP Negeri 3 Padangsidimpuan yang telah memberi kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, Ibu Sri Yanna yang telah mengizinkan penulis dan mendampingi penulis saat melakukan penelitian, guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
6. Teristimewa kepada Ibunda Dra. Hj. Rosmawati Nasution yang telah memberikan doa, perhatian, serta motivasi yang sangat berharga dalam setiap langkah penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Serta abang, kakak dan adik segenap keluarga besar yang telah mendoakan dan memberi semangat dan dukungan moril bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 7. Teman-teman seperjuangan angkatan XXIII Apriadani Harahap, Nova
v
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik atas bantuan, dukungan dan bimbingan yang diberikan. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi sumbangan dalam memperkaya khasanah ilmu dalam bidang pendidikan dan menjadi masukan bagi penelitian lebih lanjut.
Medan, April 2016 Penulis
vi
2.2.1 Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 27
2.2.2 Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika ... 29
2.2.3 Tahap-Tahap Pemecahan Masalah ... 32
2.2.4 Strategi Pemecahan Masalah... 33
2.3 Self-Regulated Learning ... 33
2.3.1 Pengertian Self-Regulated Learning ... 33
2.3.2 Siklus Self-Regulated Learning ... 35
2.3.3 Karakteristik Self-Regulated Learning ... 36
2.3.4 Peranan Guru dalam Self-Regulated Learning ... 39
2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning ... 41
2.4 Pendekatan Open-Ended ... 42
2.4.1 Pengertian Pendekatan Open-Ended ... 42
2.4.2 Pembelajaran Pendekatan Open-Ended ... 44
2.4.3 Soal Open-Ended ... 48
2.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended ... 50
2.5 Metode Ekspositori ... 51
2.6 Teori Belajar yang Mendukung ... 54
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan ... 59
2.8 Kerangka Konseptual ... 61
2.8.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa yang Memperoleh Pembelajaran menggunakan Pendekatan Open-Ended Lebih Baik daripada yang diajar Menggunakan Metode Ekspositori... 61
2.8.2 Peningkatan Self-Regulated Learning Siswa yangMemperoleh Pembe- lajaran menggunakan Pendekatan Open-Ended LebihBaik daripada yang diajar Menggunakan Metode Ekspositori... 62
vii
DenganKemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan
Self-Regulated Learning Siswa ... 64
2.8.5 Pola Jawaban dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematik Pada Masing-Masing Pembelajaran... 64
2.9 Hipotesis Penelitian ... 65
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 67
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 67
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 68
3.4 Variabel Penelitian ... 69
3.5 Desain Penelitian... 69
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 70
3.6.1 Kemampuan Awal Matematika ... 71
3.6.2 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 72
3.6.3 SkalaSelf-Regulated Learning ... 74
3.7 Uji Coba Instrumen ... 76
3.8 Prosedur Penelitian ... 86
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 94
4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 94
4.1.2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 98
4.1.3 Hasil Angket Self-Regulated Learning ... 113
4.1.4 Keragaman Pola Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 130
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 137
4.2.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa... 137
4.2.2 Peningkatan Self-Regulated Learning ... 139
4.2.3 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matema- tika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 142
4.2.4 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matema- tika Siswa terhadap Peningkatan Self-Regulated Learning Siswa ... 144
4.2.5 Keterbatasan Penelitian ... 146
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, dan SARAN 5.1 Simpulan... 149
5.2 Implikasi ... 150
5.3 Saran ... 152
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai UN SMP Negeri 3 Padangsidimpuan dari Tahun 2013-2015.... 5
Tabel 1.2 Rata-Rata Nilai Rapor Semester Genap Kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan Tahun Ajaran 2014/2015... 5
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Penyelesaian Masalah Menurut J. Dewey... 32
Tabel 2.2 Keunggulan dan Kelemahan Metode Ekspositori... 53
Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Open-Ended dengan Pembelajaran Ekspositori... 54
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian... 70
Tabel 3.2 Keterkaitan Antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat... 70
Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM... 72
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Tes Pemecahan Masalah... 73
Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah... 74
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Angket Self-Regulated Learning... 75
Tabel 3.7 Skor Alternatif Jawaban Angket Self-Regulated Learning... 76
Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 77
Tabel 3.9 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 78
Tabel 3.10 Hasil Validasi Angket Self-Regulated Learning... 78
Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Product-Moment... 80
Tabel 3.12 Analisis Validasi Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik81 Tabel 3.13 Analisis Validasi Angket Self-Regulated Learning... 81
Tabel 3.14 Klasifikasi Reliabilitas... 82
Tabel 3.15 Analisis Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik 83 Tabel 3.16 Analisis Reliabilitas Angket Self-Regulated Learning... 83
Tabel 3.17 Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Kemampuan Peme-cahan Masalah Matematik... 84
Tabel 3.18 Rangkuman Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 85
Tabel 3.19 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, dan Jenis Uji Statistik... 92
Tabel 4.1 Hasil Rata-Rata dan Simpangan Baku KAM... 95
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas KAM Siswa... 96
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas KAM Siswa... 97
Tabel 4.4 Sebaran Sampel Penelitian... 98 Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM... 104
Tabel 4.12 Deskripsi Data untuk Indikator-1... 106
Tabel 4.13 Deskripsi Data untuk Indikator-2... 106
Tabel 4.14 Deskripsi Data untuk Indikator-3... 106
Tabel 4.15 Deskripsi Data untuk Indikator-4... 107
Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa... 109
Tabel 4.17 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa... 110
Tabel 4.18 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur... 111
Tabel 4.19 Deskripsi Pretes Angket Self-Regulated Learning Siswa Berdasarkan Pembelajaran... 114
Tabel 4.20 Deskripsi Postest Angket Self-Regulated Learning Siswa Berdasarkan Pembelajaran... 115
Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas Pretes Angket Self-Regulated Learning Siswa. 116 Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas Postest Angket Self-Regulated Learning Siswa 117 Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Pretes Angket Self-Regulated Learning Siswa 118 Tabel 4.24 Hasil Uji Homogenitas Postest Angket Self-Regulated Learning Siswa 118 Tabel 4.25 Deskripsi Data N-Gain Angket Self-Regulated Learning Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM... 119
Tabel 4.26 Deskripsi Data untuk Indikator-1... 121
Tabel 4.27 Deskripsi Data untuk Indikator-2... 121
Tabel 4.28 Deskripsi Data untuk Indikator-3... 122
Tabel 4.29 Deskripsi Data untuk Indikator-4... 122
Tabel 4.30 Deskripsi Data untuk Indikator-5... 122
Tabel 4.31 Deskripsi Data untuk Indikator-6... 122
Tabel 4.32 Deskripsi Data untuk Indikator-7... 122
Tabel 4.33 Deskripsi Data untuk Indikator-8... 122
Tabel 4.34 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Self-Regulated Learning Siswa... 125
Tabel 4.35 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Self-Regulated Learning Siswa 126 Tabel 4.36 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur... 127
Tabel 4.37 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesisi Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self-Regulated Learning pada Taraf Signi- fikansi 5 %... 130
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jawaban Siswa... 9
Gambar 1.2 Jawaban Siswa... 9
Gambar 1.3 Jawaban Siswa... 10
Gambar 3.1 Prosedur Pengambilan Sampel... 69
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian... 93
Gambar 4.1 Grafik Kemampuan Awal... 95
Gambar 4.2 Peningkatan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Berdasarkan Kategori KAM... 105
Gambar 4.3 Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik untuk Setiap Indikator... 107
Gambar 4.4 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa... 113
Gambar 4.5 Peningkatan N-Gain Self-Regulated Learning Berdasarkan Kategori KAM... 120
Gambar 4.6 Data Peningkatan Self-Regulated Learning untuk Setiap Indikator. 124 Gambar 4.7 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM Terhadap Peningkatan Self-Regulated Learning Siswa... 129
Gambar 4.8 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelas Eksperimen... 132
Gambar 4.9 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelas Kontrol... 132
Gambar 4.10 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelas Eksperimen... 133
Gambar 4.11 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelas Kontrol... 134
Gambar 4.12 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelas Eksperimen... 135
Gambar 4.13 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelas Kontrol... 135
Gambar 4.14 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelas Eksperimen... 136
Gambar 4.15 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelas Kontrol... 137
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 (Kelas Eksperimen)... 160
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 (Kelas Eksperimen)... 164
Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 (Kelas Eksperimen)... 168
Lampiran A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4 (Kelas Eksperimen)... 172
Lampiran A.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 (Kelas Kontrol) ... 176
Lampiran A.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 (Kelas Kontrol)... 179
Lampiran A.7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 (Kelas Kontrol)... 182
Lampiran A.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4 (Kelas Kontrol)... 185
Lampiran A.9 Lembar Aktivitas Siswa 1 (LAS-1)... 188
Lampiran A.10 Lembar Aktivitas Siswa 2 (LAS-2)... 193
Lampiran A.11 Lembar Aktivitas Siswa 3 (LAS-3)... 198
Lampiran A.12 Lembar Aktivitas Siswa 4 (LAS-4)... 203
Lampiran B.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 208
Lampiran B.2 Soal PreTes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 209
Lampiran B.3 Soal PostTes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 211
Lampiran B.4 Alternatif Jawaban PreTes... 213
Lampiran B.5 Alternatif Jawaban PostTes... 220
Lampiran B.6 Kisi-Kisi Angket Self-Regulated Learning... 226
Lampiran B.7 Angket Self-Regulated Learning... 227
Lampiran C.1 Laporan Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian... 234
Lampiran C.2 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 257
Lampiran C.3 Perhitungan Hasil Uji Coba Angket Self-Regulated Learning.... 261
Lampiran D.1 Nilai Rapor Kelas Eksperimen... 263
Lampiran D.2 Nilai Rapor Kelas Kontrol... 264
Lampiran D.3 Perhitungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Eksperimen... 265
Lampiran D.4 Perhitungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Kontrol... 266
Lampiran D.5 Perhitungan Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Tiap Indikator Kelas Eksperimen... 267
Lampiran D.6 Perhitungan Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Tiap Indikator Kelas Kontrol... 268
Lampiran D.7 Perhitungan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Tiap Indikator Kelas Eksperimen... 269
Lampiran D.8 Perhitungan Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Tiap Indikator Kelas Kontrol... 270
Lampiran D.9 Perhitungan Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Skor Tiap Indikator Kelas Kontrol... 271
Lampiran D.10 Perhitungan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Skor Tiap Indikator Kelas Kontrol... 272
Lampiran D.11 Perhitungan Angket Self-Regulated learning Kelas Eksperimen 273 Lampiran D.12 Perhitungan Angket Self-Regulated learning Kelas Kontrol... 274
Lampiran D.13 Perhitungan Pretest Angket Self-Regulated learning Siswa Tiap Indikator Kelas Eksperimen... 275
Lampiran D.14 Perhitungan Postest Angket Self-Regulated learning Siswa Tiap Indikator Kelas Eksperimen... 276
Lampiran D.15 Perhitungan N-Gain Angket Self-Regulated learning Siswa Tiap
Indikator Kelas Kontrol... 277
Lampiran D.16 Perhitungan Pretest Angket Self-Regulated learning Siswa Tiap Indikator Kelas Kontrol... 278
Lampiran D.17 Perhitungan Postest Angket Self-Regulated learning Siswa Tiap Indikator Kelas Kontrol... 279
Lampiran D.18 Perhitungan N-Gain Angket Self-Regulated learning Siswa Tiap Indikator Kelas Kontrol... 280
Lampiran E.1 Foto Dokumentasi Pembelajaran... 281
Lampiran E.2 Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing... 282
Lampiran E.3 Undangan Seminar Proposal Tesis... 283
Lampiran E.4 Izin Penelitian Lapangan... 284
Lampiran E.5 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian... 285
Lampiran E.6 Undangan Ujian Tesis... 286
Lampiran E.7 Riwayat Hidup... 287
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu upaya manusia untuk melakukan
perubahan kearah yang lebih baik, baik dari segi pengetahuan, sikap dan
perilaku. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sagala (2009:1) yang
mengatakan pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala situasi lingkungan dan sepanjang hidup. Karena dengan pendidikan
manusia memperoleh pengetahuan dan kecerdasan serta dapat mengembangkan
kemampuan, sikap dan tingkah laku. Pendidikan juga membawa seseorang
kearah kedewasaan, seperti yang dikemukakan oleh M.J. Langeveld (Gulo,
2011:40) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk mencapai tingkat
kedewasaan secara susila. Yang mana kedewasaan tersebut tidak memandang
usia. Pendidikan juga akan menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Selain itu, pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi sekarang ini.
Setiap orang berhak memperoleh pendidikan tanpa memandang keadaan
sosialnya. Ini dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Pasal 31 Ayat (1) yang mengatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan, dan Ayat (3) yang mengatakan bahwa Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
2
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu,
seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Selain itu sistem pendidikan di
Indonesia juga mengalami sedikit kemajuan. Ini dapat dilihat dari Program Wajib
Belajar 9 Tahun, yang mana mewajibkan setiap warga negara Indonesia memiliki
pendidikan paling rendah di tingkat SMP. Sehingga warga negara Indonesia
tidak ada lagi yang buta huruf seperti yang terjadi pada masa penjajahan.
Walaupun dapat dilihat bahwa pendidikan Indonesia tersebut masih sangat jauh
tertinggal dari negara tetangga seperti Singapura. OECD menyatakan bahwa
kualitas pendidikan paling baik di dunia berada pada negara Singapura.
Pendidikan tidak dapat diperoleh begitu saja, namun terjadi secara terus
menerus dan berlahan-lahan. Sekolah, lingkungan ataupun keluarga adalah
wadah untuk memperoleh pendidikan. UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003
menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan dari pendidikan adalah memperoleh
pengetahuan. Dengan pengetahuan tersebut akan tercipta sumber daya manusia
yang berkualitas dan bermoral. Ini dapat diwujudkan melaui kreatifitas, berpikir
kritis, logis, mandiri serta sikap positif, bertanggung jawab dan berakhlak baik.
3
tujuan tersebut diperoleh. Sehingga dapat dilihat betapa pentingnya pendidikan
itu.
Namun kenyataannya pendidikan di Indonesia masih sangat rendah, salah
satunya di bidang matematika. Ini dapat dilihat dari beberapa survey yang telah
dilakukan di beberapa negara dan Indonesia selalu berapa di urutan yang bawah.
Survey yang dilakukan oleh PISA (Program for International Student
Assessment) di bawah Organization Economic Cooperation and Development
(OECD) pada tahun 2012 menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-64
dari 65 peserta pada bidang matematika dengan skor rata-rata sebesar 375. Selain
itu hasil survey TIMSS
(http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss) pada tahun 2011 menyatakan bahwa Indonesia berada pada
urutan yang ke-38 dari 63 peserta dengan nilai rata-rata matematika siswanya
sebesar 386.
Matematika merupakan pelajaran yang universal dan dipelajari disetiap
jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi. Dan
bahkan dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang selalu menggunakan
matematika. Matematika dapat meningkatkan cara berpikir seseorang terutama
dalam pembelajaran di sekolah. Kemampuan berpikir siswa dapat diasah melalui
matematika sehingga siswa dapat berpikir kritis dan kreatif. Perkembangan
teknologi yang semakin pesat sekarang ini tidak jauh dari peran serta
matematika. Dan bahkan ilmu pengetahuan lainnya juga menggunakan
matematika, seperti ekonomi, sosial, fisika dan lain sebagainya. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Hudojo (2005:38), yang menyatakan bahwa ciri
4
Sehingga dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
sangat banyak memiliki manfaat dan tidak dapat terlepas dari kehidupan
seseorang.
Matematika sangatlah berperan penting dalam meningkatkan kemampuan
berpikir siswa. Hudojo (Agus, 2013:85) menyatakan bahwa matematika
merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis
dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan
mental yang tinggi. Matematika memerlukan logika dalam menyelesaikan
masalah-masalah dalam matematika. Informasi ataupun pengetahuan yang
dimilikinya sebelumnya dan menghubungkannya dengan masalah tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah matematika. Paling
(Abdurahman, 2012:203) mengatakan bahwa matematika adalah suatu arah
untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara
menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,
menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan
hubungan-hubungan. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa tidak dapat menjadi
patokan bahwa siswa tersebut bisa atau tidak menyelesaikan masalah-masalah
matematika yang dihadapinya. Dan ini akan berpengaruh terhadap tinggi atau
rendahnya hasil belajar matematika siswa.
Rendahnya hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai UN SMP Negeri 3
Padangsidimpuan selama tiga tahun terakhir. Dalam kurun dua tahun terakhir,
5
Adapun hasil nilai UN SMP Negeri 3 Padangsidimpuan selama tiga tahun
terakhir dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Nilai UN SMP Negeri 3 Padangsidimpuan dari Tahun 2013-2015
No Mata Pelajaran 2012/2013 2013/2014 2014/2015 Tahun Ajaran 1 Bahasa Indonesia 7,41 8,45 88,04 2 Bahasa Inggris 6,92 8,78 87,89 3 Matematika 7,43 8,62 86,32
4 IPA 7,11 8,39 80,72
Sumber: Kumpulan Nilai UN SMP Negeri 3 Padangsidimpuan
Rendahnya hasil belajar matematika siswa juga dapat dilihat dari rata-rata
nilai rapor kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan pada tahun ajaran
2014/2015 semester genap. Rata-rata nilai setiap pelajaran yang diperoleh siswa
kelas VII tersebut dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Rata-Rata Nilai Rapor Semester Genap Kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan Tahun Ajaran 2014/2015
NO MATA PELAJARAN RATA-RATA
NILAI RAPOR
Sumber: Rata-rata nilai rapor kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan
Pembelajaran matematika merupakan sesuatu yang membosankan bagi
siswa. Ini dikarenakan matematika memerlukan kemampuan berpikir yang tinggi
yang mana matematika selalu berhubungan dengan angka, simbol ataupun
6
Kalimat-kalimat yang digunakan dalam matematika juga berbeda dengan kalimat
yang digunakan dalam pelajaran lainnya. Jika seorang peserta didik salah
mengartikan kalimat yang ditunjukkan dalam soal matematika maka hasil yang
akan diperoleh juga otomatis salah. Pemikiran negatif siswa terhadap matematika
membuat siswa kurang berminat dalam belajar matematika. Sehingga diperlukan
bantuan guru untuk mengubah pandangan siswa tersebut dengan menjadikan
pelajaran matematika menjadi menyenangkan. Dan ketika siswa merasa senang
terhadap matematika, maka siswa tersebut akan memiliki motivasi belajar
sehingga dapat menyelesaikan atau memecahkan masalah matematika yang
dihadapinya.
Namun harus dipikirkan bagaimana cara menghilangkan pandangan buruk
siswa terhadap matematika. Matematika selalu berhubungan dengan pemecahan
masalah yang mana pemecahan masalah merupakan sarana untuk
mengembangkan keterampilan siswa. Terlebih dahulu yang harus dilakukan
adalah menghilangkan pandangan negatif siswa terhadap matematika.
NCTM menyatakan bahwa tujuan dari pelajaran adalah untuk
mengembangkan dan menguasai keterampilan tertentu. Dalam pelajaran
matematika, salah satu keterampilan yang harus dikembangkan adalah
keterampilan pemecahan masalah. Namun dapat dikatakan untuk memiliki
keterampilan atau kemampuan pemecahan masalah itu bukanlah hal yang mudah
karena membutuhkan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SMP pada Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 dijelaskan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran
7
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang di peroleh (Depdiknas, 2006).
Dengan kata lain, kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting dimiliki
oleh siswa agar dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika baik di
sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Soal-soal dalam matematika
merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh siswa. Namun soal-soal
matematika tidak selalu menjadi masalah bagi sebagian siswa karena
kemampuan matematika siswa berbeda-beda. Contohnya: ketika guru
memberikan soal kepada siswa, siswa yang memiliki pengetahuan yang lebih
tinggi mengganggap soal tersebut bukanlah masalah dalam matematika karena
dengan mudah dia menyelesaikannya dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Sedangkan siswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah menganggap
soal tersebut merupakan masalah karena tidak dapat menyelesaikannya. Jadi
dapat dikatakan bahwa suatu soal bisa menjadi masalah bagi seseorang namun
soal tersebut belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. Hal ini sejalan
dengan penjelasan Polya (Suherman, 1992: 253), yang menyatakan bahwa: soal
matematika tidak akan menjadi masalah bagi seorang siswa, jika siswa itu:
(1) mempunyai kemampuan dalam menyelesaikannya, ditinjau dari segi
kematangan mental dan ilmunya; (2) berkeinginan untuk menyelesaikannya.
Setiap soal bertujuan untuk dipecahkan. Namun suatu soal dikatakan sebagai soal
pemecahan masalah jika soal tersebut memerlukan tingkat pemahaman yang
tinggi dalam memecahkannya.
Pemecahan masalah merupakan usaha sadar dari seseorang untuk
8
pemecahan masalah adalah usaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan
supaya mencapai sasaran yang tidak dengan serta merta diperoleh. Karena dalam
memecahkan masalah matematika memerlukan pengetahuan yang lebih agar
dapat menyelesaikan soal-soal dalam matematika. Siswa yang ingin melakukan
pemecahan masalah matematika bukan hanya sekedar menyelesaikan masalah
tersebut tetapi harus mengikuti langkah-langkah pemecahan masalahnya. Adapun
langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya adalah: memahami masalah,
membuat rencana pemecahan, menjalankan, dan memeriksa kebenaran hasil.
Dalam kurikulum matematika menyatakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa yang tercantum
dalam standar isi pembelajaran matematika. Sagala (2009:22) mengatakan bahwa
memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan
menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi
yang berlainan. Dalam pembelajaran matematika, memecahkan masalah dapat
memberikan motivasi bagi siswa untuk bekerja keras dalam menjawab
pertanyaan tersebut. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan
yang sangat sulit untuk dimiliki oleh siswa karena memerlukan proses berpikir
yang lebih tinggi. Ketika siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah, maka
kemampuan berpikirnya juga akan meningkat. Selain itu pengetahuan yang
dimilikinya juga akan ikut berkembang karena siswa tersebut akan mencari cara
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan bantuan pengetahuan
yang dimilikinya sebelumnya. Namun kenyataan sekarang dapat dilihat bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. Shadiq (Kadir,
9
matematik siswa juga disebabkan oleh proses pembelajaran matematika dikelas
kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking
skill) dan kurang terkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah. Ini
dapat dilihat dari hasil tes yang dilakukan oleh peneliti pada siswa kelas VII
SMP Negeri 3 Padangsidimpuan berjumlah 30 orang. Salah satu contoh soal
pemecahan masalah yang diberikan kepada siswa SMP Negeri 3
Padangsidimpuan adalah: Seorang pedagang membeli 24 kg mangga seharga
Rp. 42.000,-. Pada hari berikutnya, ia membeli lagi 60 kg mangga dengan
kualitas yang sama. Tentukanlah besar uang yang harus dibayar oleh pedagang
tersebut?
Contoh jawaban siswa dalam soal tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1,
gambar 1.2 dan gambar 1.3 berikut.
Gambar 1.1 Jawaban Siswa
Pada gambar 1.1, proses dan perhitungan siswa benar tetapi siswa tidak
merumuskan apa yang diketahui dan ditanyakan, merencanakan, dan memeriksa
kembali jawabannya.
10
Pada gambar 1.2, siswa melakukan proses dan perhitungan jawaban yang
salah, tetapi siswa tidak merumuskan apa yang diketahui dan ditanyakan,
merencanakan, dan memeriksa kembali jawabannya.
Gambar 1.3 Jawaban Siswa
Pada gambar 1.3, siswa hanya membuat jawabannya, tidak merumuskan
apa yang diketahui dan ditanyakan, merencanakan, melakukan proses jawaban
dan memeriksa kembali jawabannya.
Dari soal yang diberikan tersebut, hanya 11 siswa yang menjawab dengan
benar dari 31 orang siswa. Namun tidak ada satupun siswa yang melakukan
langkah-langkah pemecahan masalah dalam soal tersebut, yaitu menuliskan apa
yang diketahui dan ditanyakan, merencanakan penyelesaiannya, serta melakukan
strategi memecahan masalah tersebut dan memeriksa jawabannya apakah telah
benar atau tidak. Siswa hanya melakukan perhitungan saja dan bahkan ada
beberapa siswa yang hanya menuliskan jawabannya saja.
Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa siswa masih
memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah. Hal tersebut dapat
dilihat dari bagaimana siswa memecahkan masalah matematika yang telah
diberikan. Siswa tidak melakukan langkah-langkah pemecahan masalah secara
keseluruhan, sehingga indikator dari kemampuan pemecahan masalah matematik
juga tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh siswa. Karena dalam langkah-langkah
11
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa mungkin
disebabkan oleh kesulitan belajar siswa dan lambatnya daya pikir siswa. Dalam
pembelajaran matematika, siswa sering mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal cerita. Ini disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa
tentang apa yang dijelaskan dalam soal tersebut dan keterampilan siswa dalam
mengartikan kalimat-kalimat matematika, serta kurangnya keterlibatan siswa
dikelas dalam pembelajaran. Dalam memecahkan masalah matematika, siswa
juga memerlukan bimbingan dari guru agar mampu mengklarifikasi pengetahuan
konseptual dan prosedural, dan mengkaji ulang pemecahan masalah matematika
sehingga menjawab benar.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah seperti yang dikemukakan
oleh Sumarno (Fauziah, 2010:1) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah
merupakan hal yang sangat penting sehingga tujuan umum pengajaran
matematika bahkan sebagai jantungnya matematika. Kemampuan pemecahan
masalah merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh siswa agar siswa dapat
memecahkan masalah matematika yang dihadapinya dan menerapkannya dalam
berbagai situasi, serta meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Dalam memecahkan masalah matematika juga dibutuhkan kemauan
dalam belajar. Karena tanpa kemauan belajar, tidak mungkin siswa dapat dan
mau menyelesaikan masalah matematika. Kemauan belajar tersebut dapat berupa
motivasi belajar. Pintrich (Arends, 2009:142) melihat bahwa motivation berasal
dari kata kerja bahasa Latin movere dan mengacu pada “apa yang membuat
individu bergerak” kearah kegiatan dan tugas tertentu. Ketika siswa termotivasi
12
dari sebelumnya. Namun kebanyakan siswa tidak memiliki motivasi untuk
belajar terutama dalam pelajaran matematika. Siswa akan mengalami kesulitan
dalam belajarnya sehingga siswa mengindar untuk melakukan pembelajaran
karena kurang siap untuk belajar. Motivasi belajar siswa dapat dilihat dari
kemandirian belajarnya. Kemandirian belajar dikenal dengan self-regulated
learning.
Self-regulated learning (kemandirian belajar) merupakan pengaturan atau
pengolahan diri. Pengolahan diri tersebut berupa kemampuan untuk mengatur
perilaku yang dimilikinya. Zimmerman (Latipah, 2010:111) mengatakan bahwa
self-regulated learning menekankan pentingnya tanggungjawab personal dan
mengontrol pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperoleh.
Self-regulated learning membuat siswa aktif di kelas yang mana siswa mencari cara
bagaimana memperoleh pengetahuannya. Keaktifan siswa ini juga berpengaruh
terhadap kemampuan pemecahan masalahnya. Siswa dapat membangun
pengetahuannya melalui self-regulated learning. Ini sesuai dengan teori
konstruktivisme dimana siswa membangun pengetahuannya sendiri. Self-regulated learning memberikan kebebasan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuannya. Melalui self-regulated learning, siswa dapat mencari cara-cara
yang sesuai untuk digunakannya dalam pembelajarannya.
Woolfolk (Fauzan, 2013:9) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar meliputi pengetahuan (knowledge), motivasi
(motivation), dan disiplin pribadi (self-discipline).
Namun pada kenyataannya self-regulated learning siswa masih rendah
13
siswa yang selalu pasif di kelas. Siswa hanya bergantung pada pengetahuan yang
diberikan oleh guru tanpa harus berusaha mencari tahu tentang pengetahuan
tersebut. Selain itu siswa hanya mengerjakan apa yang disuruh guru saja tanpa
memiliki niat atau kemauan untuk melakukan hal yang lebih baik lagi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya self-regulated learning dimiliki oleh
siswa agar siswa tersebut lebih bersemangat dalam melakukan pembelajaran dan
memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.
Rendahnya self-regulated learning siswa juga dapat dilihat dari hasil
observasi yang peneliti lakukan kepada 30 siswa berupa angket. Adapun angket
yang diberikan oleh peneliti kepada siswa dapat dilihat pada lampiran 1.1. Hasil
dari jawaban siswa tersebut menunjukkan bahwa self-regulated learning siswa
masih rendah.
Self-regulated learning sangatlah diperlukan dalam proses pembelajaran
dikelas agar siswa mampu mengetahui dan mengenal pengetahuan yang akan
dimilikinya nanti. Karena dalam self-regulated learning, siswa akan melakukan
proses menemukan, mengenal, dan mengidentifikasi serta membuat
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari pengetahuan ataupun masalah yang dihadapinya.
Self-regulated learning juga akan membuat siswa menjadi lebih dewasa lagi,
lebih disiplin dan bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran yang akan
dilakukannya sehingga menuju tujuan yang akan dicapai.
Pentingnya self-regulated learning seperti yang dikemukakan oleh
Zimmerman & Schunk (2011:1) adalah ... to improve achievement of student that
14
Dalam pembelajaran abad ke-21, keaktifan siswa sangatlah diperhatikan.
Namun dalam pelajaran matematika, kebanyakan siswa tidak tertarik untuk
melakukan pembelajaran tersebut. Ini dikarenakan matematika selalu berkaitan
dengan konsep-konsep abstrak berupa simbol-simbol, rumus, ataupun gambar
yang susah untuk dimengerti oleh siswa. Hal tersebut dapat menjadi alasan bagi
siswa tidak menyukai pelajaran matematika sehingga siswa juga tidak aktif di
kelas. Padahal matematika merupakan saran berpikir logis, analisis dan
sistematis. Sehingga diperlukan peran guru untuk merubah pandangan buruk
siswa terhadap matematika dan membuat pelajaran tersebut menarik bagi siswa
dan menyenangkan. Ketika siswa tertarik terhadap matematika, maka minat
siswa untuk belajar juga meningkat dan dapat menimbulkan keingintahuan siswa
terhadap matematika tersebut. Ketika guru menyajikan pelajaran matematika
sedikit berbeda dari biasanya dan menarik, maka perhatian siswa juga akan
tertuju kepada apa yang telah dijelaskan oleh guru tersebut. Hal tersebut akan
merubah siswa yang pasif menjadi aktif di kelas. Dan ketika siswa aktif dan
menyukai pelajaran matematika, maka dengan sendirinya hasil belajar siswa juga
akan mengalami peningkatan dari sebelumnya. Selain itu pengetahuan siswa juga
akan berkembang. Untuk mewujudkan siswa aktif tersebut dapat dilakukan
dengan memilih pendekatan pembelajaran yang tepat. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik dan self-regulated learning
tersebut dapat ditingkatkan melalui kemampuan guru mengolah pembelajaran di
kelas melalui pendekatan pembelajaran.
Namun pembelajaran saat ini masih banyak yang berpusat pada guru
15
sedangkan siswanya pasif. Guru memandang bahwa belajar adalah suatu proses
mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowlwdge) dari pengajar ke peserta
didik, sehingga guru secara terus menerus menjelaskan tentang materi yang akan
dibahas sedangkan siswa hanya diam dan mendengarkan penjelasan guru tanpa
harus bertanya apa yang tidak dimengertinya. Guru tidak memperhatikan
kebutuhan siswa. Guru hanya berpikir bahwa tugasnya adalah memberikan
materi pelajaran kepada siswa dan untuk mengejar materi selanjutnya agar tidak
ketinggalan. Siswa tidak diberi kesempatan untuk bertanya ataupun
menyampaikan ide atau gagasan yang dimilikinya. Sehingga siswa yang bersifat
pasif akan melakukan proses menghapal daripada memahami. Proses menghapal
tersebut akan memberikan kesulitan bagi siswa. Seperti yang dikemukakan oleh
Marpaung (Alam, 2012:2) mengatakan bahwa matematika tidak ada artinya bila
hanya dihafalkan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih
mengerti akan konsep matematika pelajaran itu sendiri. Ketika siswa diberikan
masalah yang sedikit berbeda dari masalah yang sebelumnya diberikan, maka
siswa tersebut tidak akan dapat menyelesaikannya karena siswa tersebut tidak
memahami bagaimana caranya menyelesaikanya. Sehingga kreativitas dan
kemampuan berpikir matematika siswa tidak dapat berkembang secara optimal.
Oleh karena itu, guru harus memilih pendekatan pembelajaran yang tepat dikelas.
Pembelajaran saat ini harus berpusat pada siswa (student-centre). Hal ini
bertujuan agar siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Guru hanya
bersifat fasilitator dan pembimbing. Keaktifan siswa dikelas dapat dilihat dari
diskusi kelompok, kreatifitas, percaya diri dalam menyampaikan ide yang
16
satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Pendekatan
open-ended adalah salah satu pendekatan pembelajaran dalam matematika yang
memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pola pikir yang dimiliki oleh
siswa sesuai dengan minat dan kemauan yang dimiliki oleh siswa tersebut.
Pendekatan open-ended adalah suatu pendekatan pembelajaran berbasis
masalah yang pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika
Jepang dalam upaya inovasi pendidikan matematika. Pendekatan ini lahir sekitar
dua puluh tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Shigeru Shimada,
Toshio Sawada, Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi Shibuya (Nodha, 2000).
Kemunculan pendekatan berasal dari reaksi atas pendidikan matematika sekolah
dasar saat itu yang aktifitas kelasnya disebut “isse jugyow” (frontal teaching);
guru menjelaskan konsep baru didepan kelas kepada siswa dan memberikan
contoh untuk penyelesaian beberapa soal.
Shimada (Fadillah, tanpa tahun:146) mengatakan bahwa pendekatan
open-ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dari
mengenalkan atau menghadapkan siswa pada masalah terbuka. Masalah terbuka
adalah masalah yang memiliki banyak cara untuk menyelesaikannya. Jawaban
dari suatu pertanyaan ataupun soal dalam pendekatan open-ended tidaklah
tunggal melainkan banyak jawabannya. Ini berbeda dengan pertanyaan yang
tertutup yang hanya memiliki satu jawaban saja. Namun kedua jenis pertanyaan
tersebut sangatlah penting digunakan dalam pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan berpikir siswa sehingga terjadi peningkatan
kemampuan pemecahan masalah siswa. Selain itu siswa juga menjadi mandiri
17
membangun pengetahuannya. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan
pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya yang mana siswa hanya bersifat
menerima apa yang diberikan oleh guru. Dengan kata lain siswa hanya
melakukan tugas dikelas seperti, duduk, diam, mendengarkan dan mengerjakan
soal yang diberikan oleh guru.
Dalam pertanyaan terbuka, keterlibatan siswa sangatlah penting dalam
proses mencari jawaban ataupun solusinya. Hal ini tidak sejalan dengan
pembelajaran yang biasanya hanya berorientasi pada jawaban benar siswa tanpa
mengetahui bagaimana proses ataupun cara memperoleh jawaban tersebut.
Dalam pertanyaan terbuka, siswa memberikan kontribusi berupa ide-ide yang
dimilikinya dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan oleh guru.
Khabibah (Mustikasari, dkk. 2012:46) mengatakan bahwa gambaran yang
tampak dalam pembelajaran matematika sampai saat ini, menekankan lebih pada
hapalan dan mencari satu jawaban yang benar untuk soal-soal yang diberikan,
sedangkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal dengan banyak strategi
dan banyak solusi kurang mendapat perhatian. Melalui self-regulated learning,
siswa menggunakan kemampuan berpikirnya. Sehingga saat pembelajaran
terjadi, pengetahuan siswa akan lebih banyak dan berkembang. Ini dapat dilihat
dari hasil yang diperoleh oleh siswa. Ketika guru mengumpulkan hasil tersebut,
maka dapat dilihat bahwa jawaban yang diperoleh siswa banyak dan bukan
hanya bertumpu pada satu jawaban saja. Jawaban tersebut dapat dilihat hasilnya
apakah benar atau tidak melalui diskusi kelas. Sehingga guru dapat mengetahui
18
Guru juga dapat memberikan keyakinan kepada siswa bahwa siswa
tersebut dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pendekatan open-ended
adalah salah satu pendekatan yang dapat membuat siswa yakin bahwa dia dapat
melakukan suatu hal melalui penguatan positif yang diberikan oleh guru.
Penguatan tersebut dapat berupa motivasi belajar. Yang mana telah dijelaskan
bahwa motivasi belajar dapat mempengaruhi kemandirian belajar (self-regulated
learning). Seperti yang dikemukakan oleh Fadillah (tanpa tahun:147) bahwa
pembelajaran dengan pendekatan open-ended menekankan keterlibatan aktif
siswa belajar, baik dalam tugas-tugas mandiri maupun kelompok, hal ini akan
membentuk sikap kerja keras dan sikap mandiri siswa dalam belajar.
Dalam pembelajaran, setiap siswa memliki kemampuan baik sebelum
diberikan pembelajaran ataupun setelah diberikan pembelajaran. Kemampuan
yang dimiliki oleh siswa sebelum diberikan pembelajaran disebut dengan
kemampuan awal. Kemampuan awal siswa berbeda-beda mulai dari rendah,
sedang dan tinggi. Untuk melihat kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa
dapat dilakukan dengan pemberian tes sebelum pembelajaran dimulai ataupun
dari nilai rapor siswa.
Hanum (2009:105) menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang
terstruktur karena tersusun atas dasar matematika sebelumnya sehingga
penguasaan materi pelajaran matematika pada jenjang pendidikan sebelumnya
merupakan kemampuan awal dalam mempelajari matematika berikutnya.
Selanjutnya Usdiyah, dkk (2009:8) mengatakan bahwa kemampuan awal
matematika siswa perlu diperhatikan guru sebelum melakukan pembelajaran
19
atau konsep baru yang mensyaratkan penguasaan materi atau konsep
sebelumnya.
Kemampuan awal matematik siswa mempengaruhi proses pembelajaran
khususnya dalam metode penemuan. Ruseffendi (1991:97) mengatakan bahwa
setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada
yang kurang pandai serta bukan merupakan bawaan lahir (hereditas) tetapi dapat
juga dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan belajar tersebut dapat berupa
pemilihan pendekatan pembelajaran yang mana dapat mengembangkan
kemampuan berpikir matematik siswa. Kemampuan berpikir matematik yang
dimiliki siswa tersebut dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa juga tanpa harus adanya perlakuan yang berbeda untuk
masing-masing kelompok siswa.
Pengelompokan siswa tersebut dapat memberikan gambaran bahwa
kemampuan awal matematik yang dimiliki siswa yang menggunakan pendekatan
open-ended memberikan pengaruh terhadap kemampuan akhir siswa yaitu
kemampuan pemecahan matematik siswa ataupun self-regulated learning siswa.
Karena siswa yang memiliki kemampuan awal matematik yang tinggi lebih
mudah memahami pembelajaran dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan
awal matematik sedang dan rendah. Penggunaan pendekatan open-ended
terhadap siswa yang memiliki kemampuan awal sedang dan rendah dapat
memberikan pengaruh berupa peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
self-regulated learning, dan pada siswa yang memiliki kemampuan awal
matematik yang tinggi tidak memberikan pengaruh yang besar karena siswa
20
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematik dan self-regulated learning dipengaruhi oleh pendekatan
open-ended dan kemampuan awal matematik yang dimiliki oleh siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan
penelitian tentang “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa dan Self-Regulated Learning melalui Pendekatan Open-Ended Di SMP
Negeri 3 Padangsidimpuan”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasi masalah yang dapat
menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik dan
self-regulated learning siswa sebagai berikut:
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2. Matematika merupakan pembelajaran yang membosankan.
3. Kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika.
4. Self-regulated learning siswa masih rendah.
5. Motivasi belajar siswa yang rendah.
6. Pembelajaran berpusat pada guru.
7. Pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan ekspositori.
8. Belum menggunakan pendekatan open-ended.
9. Jawaban siswa yang kurang bervariasi dalam memecahkan masalah
matematika.
21
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, masalah yang dikaji dalam penelitian
ini perlu dibatasi sehingga penelitian ini menjadi lebih terarah, efektif dan efisien
serta memudahkan melakukan penelitian. Adapu batasan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa menyebabkan
siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika yang
ada.
2. Rendahnya self-regulated learning siswa, sehingga kemampuan siswa sulit
untuk melakukan proses pemecahan masalah menggunakan kemampuan
yang dimilikinya.
3. Pembelajaran berpusat pada guru, menyebabkan guru tidak tahu
kemampuan apa saja yang telah dimiliki oleh siswa serta tingkat
pemahaman dari setiap siswanya.
4. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang tepat menyebabkan
siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang dimilikinya.
5. Keragaman jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah matematika pada masing-masing pembelajaran.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah penelitian yang akan diselidik
22
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended lebih tinggi
daripada pembelajaran dengan pendekatan ekspositori?
2. Apakah peningkatan self-regulated learning siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan open-ended lebih tinggi daripada
pembelajaran dengan pendekatan ekspositori?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (open-ended dan ekspositori)
dengan pengetahuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (open-ended dan ekspositori)
dengan kemampuan awal matematika terhadap self-regulated learning siswa?
5. Bagaimanakah keragaman jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal
pemecahan masalah matematika pada masing-masing pembelajaran?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended lebih
tinggi daripada pembelajaran dengan pendekatan ekspositori.
2. Mengetahui apakah peningkatan self-regulated learning siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended lebih tinggi
23
3. Mengetahui bahwa terdapat interaksi antara pembelajaran (open-ended dan
ekspositori) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
4. Mengetahui bahwa terdapat interaksi antara pembelajaran (open-ended dan
ekspositori) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap
self-regulated learning siswa.
5. Mengetahui keragaman jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal
pemecahan masalah matematika pada masing-masing pembelajaran.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dan self-regulated learning
melalui pendekatan open-ended.
2. Bagi siswa, diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan
pemecahan masalah matematik dan self-regulated learning melalui
pendekatan open-ended.
3. Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.7 Defenisi Operasional
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kemampuan
bagaimana cara menyelesaikan masalah matematika dengan benar
24
masalah, membuat rencana pemecahan, menjalankan rencana dan memeriksa
kembali hasilnya.
2. Self-regulated learning atau disebut juga kemandirian belajar merupakan
suatu proses belajar dimana siswa diberi keleluasan untuk mengolah sendiri
cara pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang optimal. Adapun
langkah-langkah self-regulated learning adalah mengamati dan mengawasi diri
sendiri, membandingkan posisi diri dengan standar tertentu, dan memberikan
respon sendiri (respon positif dan respon negatif).
3. Pendekatan open-ended merupakan pendekatan pembelajaran berbasis
masalah yang memberikan masalah terbuka, yang mana jawabannya tidak
tunggal melainkan memiliki banyak cara untuk menyelesaikan masalah
tersebut.
4. Pendekatan ekspositori adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dimana
guru menyiapkan materi pelajaran secara utuh dan sistematis.
Langkah-langkahnya adalah guru menyiapkan bahan pelajaran secara sistematis dan
rapi, menjelaskan materi pelajaran, memberikan kesempatan bagi siswa untuk
bertanya, siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru, siswa dan
guru membahas soal latihan dan kemudian memberikan soal-soal pekerjaan
149
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pembelajaran matematika baik dengan pendekatan open-ended maupun denganmetode ekspositori dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dan self-regulated learning siswa. Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
2. Terdapat peningkatan self-regulated learning siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pendekatan open-ended dan pembelajaran biasa) dengan kemampuan awal matematik (KAM) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pendekatan open-ended dan pembelajaran biasa) dengan kemampuan awal matematik (KAM) terhadap self-regulated learning siswa.
5. Proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar dengan pendekatan open-ended lebih bervariasi, lebih mampu mengutarakan ide, mampu
150
memunculkan cara-cara yang berbeda dalam proses penyelesaian masalah dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa yang mana siswa hanya menjawab sesuai dengan yang diajarkan guru dan tidak bervariasi.
5. 2 Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, implikasinya adalah terhadap pemilihan pendekatan pembelajaran oleh guru matematika. Guru matematika di sekolah menengah pertama harus mempunyai cukup pengetahuan teoritis maupun keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran, mampu mengubah siswa menjadi lebih aktif lagi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri.
Adapun implikasi penelitian ini adalah:
1. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan open-ended dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Ini dapat dilihat dari hasil rata-rata N-Gain yang diajarkan dengan pendekatan open-ended sebesar (0,626), dan rata-rata N-Gain yang diajarkan dengan pembelajaran biasa sebesar (0,529). Selain itu nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,010, yang mana nilai tersebut lebih kecil dari (0,05) Sehingga H0 ditolak. Indikator ke-2 yaitu membuat perencanaan
151
2. Terdapat peningkatan self-regulated learning siswa yang diajarkan dengan pendekatan open-ended dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Ini dapat dilihat dari hasil rata-rata N-Gain yang diajarkan dengan pendekatan open-ended sebesar (0,340), dan rata-rata N-Gain yang diajarkan dengan pembelajaran biasa sebesar (0,288). Selain itu nilai signifikan yang diperoleh sebesar (0,022), yang mana nilai tersebut lebih kecil dari (0,05) sehingga H0 ditolak. Indikator ke-4
yaitu mencari informasi (seeking information) merupakan indikator yang paling lemah dengan rata-rata sebesar (0,230).
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pendekatan open-ended dan pembelajaran biasa) dengan KAM terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Ini dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diajarkan dengan pendekatan open-ended untuk KAM rendah, sedang dan tinggi sebesar (0,519), (0,596), (0,783), dan nilai rata-rata yang diajarakan dengan pembelajaran biasa untuk KAM rendah, sedang dan tinggi sebesar (0,494), (0,502), (0,638). Dan jika dibuat dalam bentuk grafik keduanya tidak berpotongan. Selain itu nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,425, yang mana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima.
152
pembelajaran biasa untuk KAM rendah, sedang dan tinggi sebesar (0,214), (0,277), (0,378). Dan jika dibuat dalam bentuk grafik keduanya tidak berpotongan. Selain itu nilai signifikan yang diperoleh sebesar (0,632), yang mana nilai tersebut lebih besar dari (0,05) sehingga H0 diterima.
5. Proses penyelesaian jawaban masalah di kelas eksperimen dengan pendekatan open-ended lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol dengan pembelajaran biasa. Siswa yang pembelajaran menggunakan pendekatan open-ended lebih banyak variasi jawabannya dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa.
Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan pendekatan open-ended menjadikan siswa aktif mengemukakan pendapat. Diskusi kelompok yang terjadi menjadikan siswa yang berkemampuan tinggi membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah. Diskusi antar kelompok menjadikan siswa lebih kreatif dalam menanggapi hasil pekerjaan kelompok lain serta dalam diskusi terjadi refleksi atas penyelesaian yang telah dilakukan pada masing-masing kelompok.
5. 3 Saran
153
matematika khususnya pada tingkat pendidikan sekolah menengah. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kepada Guru
a. Pembelajaran menggunakan pendekatan open-ended pada pembelajaran matematika yang menekankan kepada kemampuan pemecahan masalah matematik dan self-regulated learning siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi segi-empat di kelas VII.
b. Pada pembelajaran biasa hendaknya guru dapat memberikan motivasi lebih kepada siswa untuk dapat mengajak siswa dalam penekanan “ process of doing mathematics” dengan memberikan lembar aktivitas yang dikerjakan oleh siswa sendiri.
c. Waktu mengerjakan LAS cukup membutuhkan banyak waktu, sehingga untuk memperbaiki hal tersebut guru diharapkan dapat membagi kelompok-kelompok belajar ke dalam 4-5 orang siswa dalam satu kelompok. Dengan demikian siswa lebih mudah mengkomunikasikan masalah yang diberikan dan melakukan diskusi dalam menyelesaikan jawaban tersebut.
d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi lebih berani beragumentasi, lebih percaya diri dan lebih kreatif. e. Agar pendekatan open-ended lebih efektif diterapkan pada pembelajaran
154
membuat perencanaan mengajar yang baik dengan adanya daya dukung sistem pembelajaran yang baik ( Buku Guru, Buku Siswa, LKS, RPP, dan media yang digunakan).
2) Kepada Lembaga Terkait
a. Pendekatan open-ended dengan menekankan kemampuan komunikasi dan self-regulated masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karena itu perlu disosiaisasikan oleh kepala sekolah atau lembaga yang terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self-regulated siswa.
b. Pendekatan open-ended dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan self-regulated learning siswa pada pokok bahasan segi-empat dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.
3) Kepada Peneliti Lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan open-ended dalam meningkatkan kemampuan komunkasi dan self-regulated learning siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang bagus.