• Tidak ada hasil yang ditemukan

keberagamaan kaum lesbian (study kasus komunitas our voice jakarta selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "keberagamaan kaum lesbian (study kasus komunitas our voice jakarta selatan)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh: Siti Nurhayati NIM: 1111032100043

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh

:

SITI NURHAYATI NIM: 1111032100043

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Komunitas Our Voice Jakarta Selatan) telah diujikan dalam sidang Munaqasah

Fakultas Ushuluddin Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tangga 24 Juli 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S1) Theologi Islam (S.Th.I.) pada Program Studi

Perbandingan Agama.

(4)

i

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 8 Maret 2015

(5)

ii

Jakarta, yang biasa orang kenal dengan sebutan kota Metropolitan, merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Kota besar yang menyimpan banyak cerita mengenai perkembangan berbagai sektor di Indonesia, baik sektor ekonomi, sektor sosial, maupun budaya. Lahirnya berbagai kelompok sosial yang ada di Jakarta tentu tidak bisa dihindari. Kelompok – kelompok tersebut dapat terbentuk karena adanya faktor kesamaan suku, bangsa, kelompok yang lahir karena adanya kesamaan dalam bidang pekerjaan, maupun kelompok yang lahir karena kesamaan persepsi dan cara berpikir.

Salah satu kelompok tersebut adalah kelompok lesbian, yaitu mereka yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama jenis. Kaum lesbian masih percaya terhadap agama dan segala ajarannya. Semua agama memang melarang sebuah percintaan sesama jenis (gay atau lesbian). Namun kaum Lesbian berargumen bahwa itu bukan kemauan mereka melainkan kehendak Sang Maha Pencipta. Hal ini dibuktikan oleh mereka menjalankan semua ritual keagamaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberagamaan kaum lesbian dalam komunitas Our Voice Jakarta Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan menggunakan pendekatan psikologi agama, yaitu menggambarkannya melalui dimensi-dimensi keberagamaan. Diantara dimensi-dimensi keberagamaan tersebut adalah dimensi keyakinan, dimensi ritualistic, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan, dan dimensi konsekuensial.

Hasil penelitian penulis, kelima subjek penelitian mempunyai dimensi keberagamaan yang berbeda-beda. Dimensi yang paling menonjol adalah dimensi ritualistik dan dimensi pengetahuan, kemudian dari dimensi-dimensi tersebut terimplementasi dalam dimensi konsekuensial yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dari keberagamaan tersebut kaum lesbian lebih pasrah menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

(6)

iii

Sehingga dengannya manusia dapat mencapai derajat makhluk yang mulia

dibandingkan dengan makhluk-makhluknya yang lain. Shalawat serta salam

semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah

membuka jalan kebenaran tentang agama Islam.

Tiada kata yang dapat penulis ucapkan, kecuali ucapan syukur yang amat

besar kepada Allah SWT. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk

memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) di

Fakultas Ushuluddin dengan judul skripsi “KEBERAGAMAAN KAUM

LESBIAN (Study Kasus Komunitas Our Voice Jakarta Selatan)”.

Dalam lubuk hati yang paling dalam, penulis menyadari bahwa skripsi ini

tidak akan terealisasi tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada Yth:

1. Kepada kedua orang tua tercinta yaitu Bapak dan ibu. Terima kasih atas

segala pengorbanan dan do’a yang tak terhingga kepada penulis. Serta

dukungan moril, materil dan juga tenaga sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi yang kesemuanya itu tak bisa terbayarkan dengan

materi, hanya doalah yang dapat adinda berikan. Serta saudara penulis yang

tercinta, mbak Rusmiyati S.pd, Mas Senot Warnoto S.Fil.I, Mas M.

Nurrochim, Mas Waram, mbk Ma’rifah, dan mbk Asliyati yang telah

(7)

iv

2. Prof. Dr. Masri Mansour, Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Ahmad Ridho, DESA dan Dra. Halimah Mahmudy, MA. Selaku Ketua

dan sekretaris Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. Zahruddin AR. MMSi., Pembimbing skripsi yang tak pernah lelah

membimbing, mengarahkan, dan mengkritik penulis dalam penyelesaian

skripsi ini.

5. Sri Mulyati, Dr, MA., Dosen penasehat akademik dan seluruh dosen di

Fakultas Ushuluddin yang telah membimbing dan mendidik penulis selama

kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepada kekasih penulis, kakanda Nurrohim S.Sy terimakasih telah

memberikan dukungan dan pengorbananannya serta kasih sayangnya kepada

penulis sehingga penulis dengan cepat bisa menyelesaikan skripsinya.

7. Untuk teman-teman komunitas Our Voice, terimakasih atas pengalaman dan

pengajaran yang diberikan kalian dan dukungan yang membuat skripsi ini

terselesaikan dengan tepat waktu.

8. Keluarga besar Ponpes Salafiyah Buaran Pekalongan beserta asatidz dan

asatidzah selaku orang tua penulis selama belajar di Pesantren, yang telah

memberikan teladan, mendidik, mengajarkan disiplin, dan memberikan ilmu

(8)

v

Lilik, dan kang Burhan. Serta teman seperjuangan saya Lailatul Fawaiddah

dan mbak Fadhilati Haqiqiyah yang telah memberikan motivasi dan semangat

didalam penulisan sekripsi ini.

10. Kawan-kawan HMI komisariat Ushuluddin dan Yunda-dinda KOHATI

Cabang Ciputat yang selalu memberikan motivasi untuk terus membaca,

membaca dan membaca.

Akhirnya, tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kecuali

hanya doa semoga semua pihak yang telah membantu penulis, mendapatkan

ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Ciputat, 8 Maret 2015

(9)

term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Fonem konsonan Arab, yang dalam sistem tulisan Arab seluruhnya dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasinya ke tulisan Latin sebagian dilambangkan dengan lambang huruf, sebagian dengan tanda, dan sebagian lainnya dengan huruf dan tanda sekaligus sebagai berikut :

ARAB LATIN

Kons. Nama Kons. Nama

ا

Alif Tidak dilambangkan

Ba b Be

ت

Ta t Te

Sa s\ Es (dengan titik di atas)

ج

Jim j Je

ح

Ha h} Ha (dengan titik di bawah)

خ

Kha kh Ka dan Ha

Dal d De

Zal z\ Zet (dengan titik di atas)

Ra r Er

ز

Zai z Zet

س

Sin S Es

ش

Syin Sy Es dan Ye

ص

Sad s} Es (dengan titik di bawah)

Dad d} De (dengan titik di bawah)

Ta t} Te (dengan titik di bawah)

Za z} Zet (dengan titik di bawah)

ع

Ain ‘ Koma terbalik (di atas)

غ

Gain g Ge

ف

Fa f Ef

Qaf q Ki
(10)

م

ن

Nun n En

Wau w We

ھ

Ha h Ha

Hamzah ' Apostrof

Ya y Ya

2. Vokal tunggal ataumonoftongbahasa Arab yang lambangnya hanya berupa tanda atau harakat, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf sebagai berikut :

a. Tandafathah dilambangkan dengan huruf a, misalnyaFasakh. b. Tandakasrah dilambangkan dengan huruf i, misalnyaAjir. c. Tandadammah dilambangkan dengan huruf u, misalnyaUlama.

3. Vokal panjang atau maddah yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya dilambangkan dengan huruf dan tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnyaIja>rah.

4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang bertandasyaddah itu, misalnyaAbbas.

5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-la>m, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sesuai dengan bunyinya dan ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan diberi tanda sempang sebagai penghubung. Misalnya ats-Tsawab, al-Muta’aqqidain, az-Zahiriyah.

6. Ta>’ marbu>tah mati atau yang dibaca seperti berharakat sukun, dalam tulisan

Latin dilambangkan dengan huruf “h”, sedangkan ta>’ marbu>tah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnyaFiqih

7. Tanda apostrof (‘) sebagai transliterasinya huruf hamzah hanya berlaku untuk yang terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya syafi’iyah, sa’ad, a’yan. Sedangkan di awal kata, huruf hamzah tidak dilambangkan dengan sesuatupun, misalnyaIwad}.

(11)

viii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TRANSLITERASI ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D.Studi Review ... 7

E. Landasan Teori ... 11

F. Metode Penelitian ... 15

G.Sistematika Penulisan ... 19

BAB II KAJIAN TEORI A.Keberagamaan ... 21

1. Pengertian Keberagamaan ... 21

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keberagamaan ... 25

B.Dimensi-Dimensi Keberagamaan ... 29

1. Dimensi Ideologis ... 30

2. Dimensi Ritualistik ... 31

(12)

ix

C. Lesbian ... 34

1. Pengertian Lesbian ... 34

2. Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Lesbian... 36

3. Karakteristik Kaum Lesbian ... 38

4. Problematika Kaum Lesbian ... 38

BAB III KEHIDUPAN KEBERAGAMAAN KAUM LESBIAN KOMUNITAS OUR VOICE A.Sekilas Deskripsi Tentang Komunitas OurVoice ... 40

B.Kehidupan keberagamaan Kaum Lesbian ... 44

C.Gambaran Umum Dimensi Keberagamaan Kaum Lesbian ... 46

1. Dimensi Keyakinan ... 46

2. Dimensi Ritualistik ... 47

3. Dimensi Pengalaman ... 48

4. Dimensi Intelektual ... 48

5. Dimensi Konsekuensial ... 49

BAB IV ANALISIS INTER-KASUS DIMENSI KEBERAGAMAAN KAUM LESBIAN A.Deskripsi Dimensi Keberagamaan paa Kaum Lesbian ... 51

1. Kasus Ara ... 51

2. Kasus Lena ... 55

3. Kasus Farda ... 58

(13)

x

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 71

B.Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(14)

1

A. Latar Belakang

Lesbian dipandang oleh sebagian besar masyarakat adalah sebagai

perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan norma agama. Sehingga lesbian

dalam kelompok masyarakat diposisikan sebagai kaum marginal. Sebagian

besar masyarakat Indonesia juga masih menganggap kaum lesbian sebagai

penyimpangan seksual yang belum berlaku secara umum dan belum dapat

diterima oleh masyarakat. Ketidaktahuan atas orientasi seksual lesbian

membuat masyarakat menilai negatif kaum lesbian. Orientasi kaum lesbian

dianggap berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Sampai saat ini masih

terjadi penolakan pada kaum lesbian di kalangan masyarakat. Hal ini juga

membuat kaum lesbian cenderung menutup diri.

Penyebab terjadinya lesbian sendiri belum dapat diketahui secara pasti.

Lesbian berasal dari kata Lesbos. Sebuah pulau ditengah lautan Eigs yang

pada zaman dahulu dihuni oleh para perempuan dan mereka saling melakukan

hubungan seks disana.1 Lesbian2 adalah istilah bagi pelaku homoseksual

perempuan. Berdasarkan definisi, homoseksual dapat diartikan sebagai

orientasi seksual seseorang yang diarahkan pada jenis kelamin yang sama.

Secara psikiatri, homoseksual diartikan sebagai rasa tertarik secara perasaan,

1

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Masdar

Maju. 1989), h. 249.

2

(15)

kasih sayang dan hubungan emosional, dan secara erotik terhadap orang yang

berjenis kelamin sama. Homoseksual dibagi menjadi dua, yaitu homoseksual

pria yang dikenal dengan istilah gay, dan homoseksual kaum perempuan yang

dikenal dengan istilah lesbian.

Fenomena lesbian, dalam aspek psikologis dapat dikatakan sebagai

gejala abnormalitas seksual.3 Menurut Kartini Kartono, beberapa ahli

berpandangan bahwa keadaan abnormalitas seseorang tidak dapat dipisahkan

dari proses perkembangan manusia, sejak ia berada dalam kandungan, lahir,

dan dibesarkan dalam kehidupan di dunia.4

Perilaku seks yang normal dapat diartikan jika seseorang dapat

melakukan relasi seksual dengan lawan jenisnya yang bersifat tidak saling

merugikan, baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri serta bertanggung

jawab atas segala yang dilakukan, tidak melanggar norma sosial dan hukum

yang berlaku. Sebaliknya, ketidakwajaran seksual (sexual perversion)

mencakup perilaku-perilaku atau fantasi-fantasi seksual yang ditujukan pada

pencapaian orgasme melalui relasi seksual di luar hubungan kelamin

heteroseksual yang pada umumnya bersifat kompulsif dan menetap.5 Oleh

karena itu, disfungsi sosial serta hubungan seks yang menyimpang merupakan

satu aspek dari gangguan kepribadian dan merupakan penyakit neorotis.6

3

Abormalitas Seksual ialah perilaku seksual yang menyimpang, dimana salah satunya

adalah lesbian. Lihat Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 228.

4

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 230.

5

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 228.

6

Penyakit Neurosis berasal dari bahasa Yunani yaitu neuron artinya saraf dan osis artinya

penyakit atau gangguan. Istilah neurosis pertama kali dipopulerkan oleh William Cullen pada 1769. Cullen mengartikan neurosis sebagai gangguan perasaan dan gerakan yang disebabkan oleh kelainan saraf. Saat ini, neurosis didefinisikan sebagai gangguan mental yang mengenai sebagian kecil aspek kelainan saraf. Saat ini, neurosis didefinisikan sebagai gangguan mental yang mengenai sebagian kecil aspek kepribadian, dan orang yang mengalaminya masih dapat

(16)

Tuhan menciptakan banyak misteri di alam ini. Sebagian mudah untuk

dipecahkan dan diselesaikan, tetapi masih terlalu banyak misteri-misteri

Tuhan yang membuat manusia membutuhkan waktu yang panjang untuk

mengungkapnya. Salah satu dari jutaan misteri Tuhan bisa jadi adalah lesbian.

Kontroversi atas penerimaan dan pengakuan kaum lesbian di kalangan

masyarakat menjadi sebuah tanda tanya tentang keberadaan kaum lesbian itu.

Landasan agama sering kali jadi acuan dalam penolakan kaum lesbian di

kalangan masyarakat, walaupun kerap menjadi perbedaan pendapat atas

penerimaan kaum lesbian dalam agama tertentu, tidak terkecuali Islam sebagai

agama terbesar di Indonesia.

Islam hanya memandang hubungan seksual legal adalah hubungan

seks yang dilakukan antara perempuan dan laki-laki yang secara sah telah

menikah. Dengan sendirinya praktik seperti lesbian tidak dapat dipenuhi

keduanya, yakni berbeda jenis kelamin dan keabsahan, oleh pasangan lesbian.

Bahkan beberapa ayat di dalam al-Qur’an, menginformasikan

bahwasannya Surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi :













Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah7 dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Rum 21).

7

(17)

Dari penjelasan ayat tersebut, menjelaskan bahwa manusia hidup dan

diciptakan untuk berpasang-pasangan, hal ini jelas menutup keberadaan

lesbian dalam “pernikahan”. Oleh karena itu lesbian muslim cenderung

menyerahkan segalanya kepada kekuasaan Tuhan, sebagaimana diungkapkan

oleh beberapa informan bahwa apa yang diperbuat manusia hanya rahasia

Tuhan. Manusia sendiri tidak pernah sampai memikirkannya, karena

umumnya Islam hanya bertumpu pada persoalan-persoalan teks.8

Banyak faktor yang mungkin dapat menyebabkan seseorang

mengambil keputusan menjadi seorang lesbian. Salah satu faktor keputusan

yang diambil tidaklah selalu dilatarbelakangi oleh pengalaman menyakitkan

dengan lawan jenis.9

Penyebab terjadinya lesbian belum dapat diketahui secara pasti.

Beberapa dari subjek penelitian meng bahwa takan kepada penulis bahwa

pilihan menjadi seorang lesbiannsalah satunya disebabkan oleh adanya

hubungan yang tidak menyenangkan dengan lawan jenis, dimana pihak

perempuan merasa tersakiti, sehingga timbul perasaan benci.10

Secara sosial kahidupan lesbian sama halnya dengan kelompok

masyarakat lainnya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh kaum lesbian

sama seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, karena

secara fisik tidak ada perbedaan antara lesbian dengan perempuan normal..

8

Wawancara pribadi dengan salah satu objek penelitian berinisial Ara (bukan nama sebenarnya), pada Senin, 9 Februari 2015.

9

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 229.

10

(18)

Disisi lain, identitas kaum lesbian sangat tertutup. Hal ini yang

membedakan kaum lesbian dengan kaum gay. Hal ini disebabkan karena

masyarakat menganggap posisi perempuan jauh memiliki keterbatasan

dibandingkan laki-laki. Itu sebabnya kaum gay di Indonesia lebih terbuka

dibanding lesbian. Norma menjadi faktor utama mengapa lesbian lebih

tertutup dibanding kaum gay. Adanya tuntutan yang lebih besar pada

perempuan dalam hal berperilaku sesuai norma membuat batasan secara

otomatis dalam diri seorang perempuan. Hal ini yang menjadikan kaum

lesbian lebih tertutup, dibanding kaum gay. Pada umumnya kaum gay dapat

lebih terbuka dan memiliki tempat-tempat mangkal, maka berbeda dengan

dunia lesbian, yang umumnya lebih sedikit memiliki tempat-tempat khusus

sebagai media komunikasi. Selain itu, konflik intrapersonal yang terdapat

dalam diri lesbian menjadi masalah tersendiri dalam berhubungan dengan

lingkungan sosial.

Jakarta, yang biasa orang kenal dengan sebutan kota Metropolitan,

merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Kota besar yang menyimpan

banyak cerita mengenai perkembangan berbagai sektor di Indonesia, baik

sektor ekonomi, sektor sosial, maupun budaya.

Jakarta sendiri menjadi salah satu kota yang berkembang dengan

proses asimilasi dan akulturasi berbagai budaya, baik budaya lokal Indonesia,

maupun budaya dari belahan dunia yang lainnya. Lahirnya berbagai kelompok

sosial yang ada di Jakarta tentu tidak bisa dihindari. Kelompok – kelompok

(19)

kelompok yang lahir karena adanya kesamaan dalam bidang pekerjaan,

maupun kelompok yang lahir karena kesamaan persepsi dan cara berpikir.

Keberagaman kelompok dan komunitas sosial di DKI Jakarta tentunya

menimbulkan pola – pola komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam setiap

kelompok atau komunitas tersebut. Dan kita juga tidak dapat menutup mata

bahwa diantara kelompok dan komunitas yang ada di DKI Jakarta ada

beberapa diantaranya adalah yang berasal dari kaum marjinal atau kaum –

kaum minoritas. Salah satunya adalah kelompok atau komunitas Lesbian.

Dari beberapa uraian diatas ada yang perlu bagi peneliti untuk

melakukan penelitian pada kaum lesbian di Kota Jakarta mengenai tentang

keberagamaan mereka dalam keseharian. Setelah mengkaji lebih dalam dan

objektif tentang keberagamaan kaum lesbian di Jakarta. Peneliti membuat

laporan dalam bentuk skripsi dengan mengambil judul:

“KEBERAGAMAAN KAUM LESBIAN (Studi Kasus Komunitas

OUR VOICE Jakarta Selatan)”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian penulis dalam latar belakang masalah, agar

dalam pembahasaan skripsi ini tidak melebar dan keluar dari pokok

pembahasan, maka penulis membatasi masalah pada Pola Keberagamaan

Kaum Lesbian

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian yang berada

(20)

b. Bagaimana analisis inter-kasus dimensi-dimensi keagamaan kaum

lesbian?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian skripsi ini

adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian yang

berada dalam komunitas Our Voice

b. Untuk mengetahui analisis inter-kasus dimensi-dimensi keagamaan

kaum lesbian

2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat yang mungkin saja bisa

berguna bagi kehidupan beragama di Indonesia mengenai keberadaan

komunitas yang dianggap menyimpang dari norma masyarakat.

b. Penelitian ini akan memberikan tambahan literatur penelitian dalam

bidang psikologi-keagamaan pada UIN Syarif Hidayatullah dan dapat

memperluas cakrawala pengetahuan mengenai kondisi masyarakat

Jakarta.

D. Studi Review

Penelitian oleh Susialandari (2004), yaitu: “Konsep Diri Lesbian Dan

Strategi Penyesuaian Sosial Dalam Komunitas Islam di Yogyakarta”.

(21)

menemukan bahwa tidak mudah bagi seorang lesbian untuk dapat hidup di

sebuah masyarakat, sehingga diperlukan strategi-strategi tertentu agar dapat

hidup berdampingan. Hal ini disebabkan karena tidak semua masyarakat dapat

menerima orientasi seksual. Akan tetapi orientasi seksual merupakan

persoalan yang tersembunyi dan tidak muncul sebagai sebuah identitas fisik.

Dengan sendirinya terdapat standar nilai yang ganda bagaimana masyarakat

memandang lesbian. Dengan cara yang sama dapat dikatakan bahwa

umumnya masyarakat menentang lesbianisme, namun mereka tidak menolak

peran-peran sosial yang dilakukan seorang lesbian dalam masyarakat.11

Kemudian oleh Budhiarty (2011), yaitu “Gaya Hidup Lesbian (Studi

Kasus di Kota Makassar). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,

dengan hasil penelitian menenjukkan bahwa lesbian dalam menjalani

hidupnya sehari-hari yang normal pada umunya, yang membedakan hanyalah

perilaku seksual mereka. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa, lesbian jenis

Butch yaitu semuanya berasal dari keluarga menengah ke bawah, dan

kehidupan keluarga sangat harmonis. Saat melakukan interaksi dalam

komunitas, mereka cenderung melakukan hal-hal yang mengarah pada hal-hal

yang negatif, khususnya saat mengalami permasalahan hidup. Maka informan

minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba jenis ringan, bahkan sampai

ada yang melukai pergelangan tangan menggunakan silet. Saat mereka

berkumpul dalam komunitas, mereka tidak hanya cenderung membicarakan

biologis mereka, namun juga membicarakan hal-hal yang umum seputar

11

Endah Susilandari, Konsep Diri Lesbian dan Strategi Penyesuaian Sosial Dalam

Kominitas Islam di Yogyakarta. Tesis: Program Pascasarjana Program Studi Kependudukan

(22)

kehidupan remaja sehari-hari. Cara berpakaian jenis Butch yakni, menyerupai

cara pakaian laki-laki, menggunakan kaos, celana panjang dan sepatu kets, dan

selalu ingin berpenampilan maskulin. Sedangkan lesbian jenis Femme,

berpenampilan layaknya wanita pada umumnya, memakai rok, memakai

aksesoris seperti, bando, gelang, kalung dan cincin, sikapnya manja dan

perhatian dalam menjalin suatu hubungan. Kegiatan-kegiatan diatas, menjadi

salah ciri gaya hidup Lesbian di Kota Makasaar,12

Tarigan (2011), “Komunikasi Interpersonal Kaum Lesbian di Kota

Pontianak Kalimantan Barat”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,

dengan hasil penelitian adalah beberapa kaum lesbian dapat menyatakan

dirinya pada masyarakat melalui interaksi simboliknya. Lesbian yang

memiliki pemahaman konsep diri positif lebih mudah untuk membuka diri

atau melakukan komunikasi yang baik dengan masyarakat. Dengan membuka

batasan informasi privat yang mereka miliki melalui berbagai cara dalam

komunikasi interpersonalnya, kaum lesbian berharap masyarakat dapat

menembus batasan kolektif mereka dapat dihargai dan diterima. Disisi lain ada

kaum lesbian yang berpengaruh oleh hambatan-hambatan yang terjadi dalam

komunikasi, yaitu karena masing-masing kepentingan, motivasi dan prasangka

sehingga memilih untuk tertutup. Sehingga mereka tidak menyatakan interaksi

simboliknya pada masyarakat sekitar, artinya mereka lebih menetapkan

informasi privat mereka pada batasan-batasan personal saja. Tetapi pada

umumnya pada komunitas lesbian ataupun interaksi sesama jenis saja mereka

12

Astry Budhiarty, Gaya Hidup Lesbian (Studi Kasus di Kota Makassar). Skripsi:

(23)

dapat berinteraksi dengan baik, tentunya dengan gestur, tatapan, signal-signal

tertentu yang hanya dapat dipahami oleh kaumnya beserta dengan bahasa

sendiri.13

Dessy (2012), “Dinamika Pembentukan Identitas Diri mahasiswa

Lesbian di Yogyakarta”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,

dengan hasil penelitian bahwa keberagaman status sosial, ekonomi dan budaya

menjadi latar belakang kehidupan seorang lesbian. Hal ini pula yang

menyebabkan beragamnya proses pembentukan identitas diri yang terjadi di

kalangan mahasiswa lesbian khususnya mahasiswa Lesbian di Jogjakarta.

Banyak faktor yang mungkin dapat menyebabkan seseorang mengambil

keputusan untuk menjadi seorang lesbian. Setiap keputusan yang diambil

tidaklah selalu dilatarbelakangi oleh pengalaman menyakitkan dengan lawan

jenis. Keberagaman tren tentang kehidupan mahasiswa yang dijadikan sebagai

gaya hidup dapat membuka ruang untuk terjadinya lesbianisme. Sedangkan

Pembentukan identitas diri seseorang tidak terlepas dari tugas perkembangan

yang berhasil dilalui, dimana dalam hal ini pula tingkat kematangan pada diri

seseorang mempengaruhi pembentukan sikap dan pola perilaku pada identitas

diri seseorang.14

Berdasarkan beberapa penelitian diatas yang penulis sertakan, di dalam

penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Dimana

dalam penelitian sebelumnya peneliti hanya melihat konsep diri dan strategi

13

Megawati Tarigan, Komunikasi Interpersonal Kaum Lesbian di Kota Pontianak

Kalimantan Barat, Skripsi: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi,

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, 2011.

14

Dessy, Dinamika Pembentukan Identitas Diri Mahasiswa Lesbian di Yogyakarta,

(24)

penyesuaian sosial serta pembentukan identitas diri. Sedangkan dalam

penelitian ini, peneliti berusaha mengungkap pola keberagamaan kaum

lesbian. Yang di dalamnya membahas tentang bagaimana kaum lesbian

melakukan ritual keagamaanya.

E. Landasan Teori

1. Pengertian Lesbian

Lesbian berasal dari kata Lesbos. Sebuah pulau ditengah lautan

Eigs yang pada zaman dahulu dihuni oleh para perempuan dan mereka

saling melakukan hubungan seks disana.15 Lesbian sendiri dapat diartikan

sebagai perempuan yang secara seksual tertarik kepada perempuan,

dimana perilaku seksual diarahkan (disalurkan) kepada perempuan,

memiliki fantasi seksual terhadap perempuan, memiliki ketertarikan secara

emosional terhadap perempuan, memiliki gaya hidup yang tertarik kepada

sesama jenis, dan mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan yang

menyukai perempuan.

2. Kehidupan Lesbian

Perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan kaum gay

merupakan fenomena sosiologis yang merebak di berbagai tempat. Prilaku

ini sudah menjadi gaya (life style) sebagian masyarakat yang berorientasi

pada seks. Kehidupan komunitas ini memang tidak dapat dihindari lagi,

karena pasti mereka mempunyai alasan yang kuat kenapa memilih

berorientasi seperti itu.

15

(25)

3. Sikap Keberagamaan

Menurut Jalaluddin, sikap atau perilaku keberagamaan adalah

suatu tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh

keyakinan terhadap agama yang dianutnya.

Karena, pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan

dalam banyak hal, baik mengenai sesuatu yang tampak maupun yang

ghaib. Dan juga keterbatasan dalam memprediksi apa yang akan terjadi

pada dirinya, orang lain dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan

adanya keterbatasan yang dimiliki, maka manusia memerlukan agama.

Disamping itu manusia memerlukan agama sebagai pedoman dalam

membimbing dan mengarahkan kehidupannya agar selalu berada dijalan

yang benar. Secara psikis-mental, agama dapat menentramkan jiwa dan

batin seseorang.16

Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang sejarah hidup

manusia adalah fenomena keberagamaan (religiosity). Untuk menerangkan

secara ilmiah, bermunculan beberapa konsep religiusitas. Salah satu

konsep yang diikuti oleh ahli psikologi dan sosiologi ialah konsep

religiusitas rumusan C.Y. Glock dan R. Stark, bahwa untuk mengetahui

kadar religiusitas, ada beberapa hal pokok yang menjadi landasannya,

yaitu:

a. Dimensi keyakinan (idiologis) yaitu sejauh mana seseorang menerima

hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka masing-masing.17

16

Zakiyah Darajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung

Mulia, 1988), h. 56. 17

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar (Bandung: Mizan, 2004), h.

(26)

b. Dimensi praktek agama (ritualistik) yaitu tingkatan sejauh mana

seseorang mengerjakan kewajiban ibadah dalam agama mereka.

Praktek keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:

1) Ritual, yang mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan

formal dan praktek-praktek suci. Sebagai contoh diambil dari

mereka yang beragama Islam apakah mereka berpuasa, sholat, dan

membayar zakat. Bagi mereka yang Kristen apakah mereka pergi

ke gereja secara teratur setiap hari minggu dan sebagainya.18

2) Ketaatan terhadap perintah dan larangan dalam kepercayaannya.

Ketaatan dengan ritual bagaikan ikan dengan air, yang satu sama

lain tidak dapat dipisahkan, meskipun ada perbedaan yang

mendasar antara keduanya.

c. Dimensi pengalaman (eksperiensial)

Dalam dimensi ini menunjukkan apakah seseorang yang pernah

mengalami pengalaman spektakuler yang merupakan keajaiban yang

datang dari Tuhan. Misalnya, apakah seseorang pernah merasakan

bahwa doanya dikabulkan oleh Tuhan, apakah dia merasakan juga

bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan

lain-lain.

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta-fakta bahwa di

dalam agama manapun terdapat pengharapan-pengharapan tertentu,

meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama

18

(27)

dengan baik maka suatu waktu ia akan mencapai pengetahuan

subyektif dan langsung mengetahui kenyataan akhir (kenyataan akhir

bahwa dia mencapai suatu kontak langsung dengan kekuatan

supranatural).

Aspek ini berkaitan langsung dengan sensasi-sensasi yang

dialami seseorang, pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, dan

persepsi-persepsi tentang keyakinannya.

d. Dimensi pengetahuan agama (intelektualitas)

Dimensi ini menggambarkan sejauhmana seseorang

mengetahui tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh aktivitasnya di

dalam menambah pengetahuan agama, memahami agama dan

menggali kitab-kitab sucinya.

Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan penting,

karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi

penerimanya. Dengan demikian bahwa seseorang dapat memiliki

keyakinan yang kuat apabila dimensi pengetahuan keagamaanya juga

mendalam.

e. Dimensi pengamalan (konsekuensial)

Dimensi ini yaitu tindakan sejauhmana perilaku seseorang

konsekuen atau selaras dengan ajaran dan nilai agamanya. Misalnya

praktek korupsi dan judi adalah hal yang dilarang agama, apakah dia

(28)

mengerjakan atau tidak tindakan itu yang masing-masing dari

perbuatan itu memiliki konsekuensi atau balasannya.19

Dengan demikian, bagi setiap manusia yang beragama, agama

bukan hanya sekedar alat kesertaan kegiatan bersama, tapi sebagai

sesuatu yang pribadi peorangan.20 Menurut Murtadho Muthahari,

moral dan agama mempunyai hubungan yang erat karena agama

merupakan dasar tumpuhan akhlak atau moral.21 Dalam hal ini, tidak

ada sesuatu selain agama yang mampu mengarahkan pada tujuan yang

agung dan terpuji.

Hal-hal diatas yang kemudian menjadi landasan penelitian

untuk sejauh mana melihat keberagamaan para lesbian dengan

dimensi-dimensi keberagamaan yang ada, bagaimana proses mereka

beragama, kehidupan keberagamaannya, serta bagaimana mereka

memandang agama sebagai suatu nilai dalam hidup, menurut rumusan

atau konsep dari C.Y. Glock dan R. Stark.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh suatu hasil yang maksimal dari suatu karangan

ilmiah, maka metode penelitian yang dijalankan akan memegang peranan

yang sangat penting. Hal ini yang sangat mempengarui sampai tidaknya isi

19

Roland Robertson, (edisi terjemah), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi

Sosiologis, h. 291.

20

Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama,terj, Djaman’nuri, (Jakarta: CV. Rajawali,

1989), h. 3.

21

Murtadho, Muthahari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, terj,

(29)

penulisan itu kepada tujuan yang ingin dicapai. Metode yang penulis gunakan

dalam penelitian sekripsi adalah:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat

kualitatif, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

perilaku seseorang yang dapat diamati.22

Selain itu penulis menggunakan pendekatan psikologi agama,

penulis dapat meneliti kehidupan keberagamaan serta mempelajari hal-hal

lain yang berkaitan dengan kepribadian keagamaan seseorang yang

menyangkut pertumbuhan, perkembangan, dan faktor yang

mempengaruhinya.23

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian atau informan adalah orang yang berhubungan

langsung dalam memberikan laporan tentang situasi dan kondisi latar

penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah kaum

lesbian yang berada dalam komunitas OurVoice.24 Berdasarkan objek

penelitian yang diperoleh penulis, dalam komunitas Our Voice terdiri dari

kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender. Akan tetapi penulis

disini lebih fokus dalam satu kelompok yaitu lesbian. Kelompok lesbian

22

Lexy J. Meolog, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1990), h. 3.

23

M. Amin Abdullah, dkk, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner,

(Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakara, 2006), h. 88 24

(30)

sendiri ada sekitar kurang lebih 20 anggota. Disini penulis menggunakan 5

objek sebagai sempel penelitian. Dari 5 objek tersebut jika dilihat dari

agama yang dianut adalah Muslim 3 dan Kristen 2. Jadi penulis tidak

hanya melihat dari satu agama saja.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian lapangan, penulis menggunakan

metode pengumpulan data yang terbagi atas:

a. Dokumentasi

adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen yang ada.25 Sumber dokumen mengenai hal-hal

atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, media online,

majalah, prasasti, rapat, agenda dan sebagainya.

b. Interview (wawancara)

Interview adalah melakukan tanya jawab secara langsung

antara peneliti dengan responden atau narasumber atau informan untuk

mendapatkan informasi.26 Dalam hal ini penulis menggunakan

wawancara dengan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur

(sistematis), kemudian diperdalam untuk mengorek keterangan lebih

lanjut. Penulis melakukan wawancara dengan kaum lesbian di

komunitas Ourvoice.

25

Irwan Suhartono, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),

h. 70.

26

Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,

(31)

c. Observasi

Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam

suatu penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau

objek yang diteliti.27 Penulis melakukan observasi langsung terhadap

kaum lesbian komunitas Our Voice dengan mengamati perilaku dan

aktivitas mereka. Pengamatan ini dimaksudkan agar penulis dapat

memperoleh data secara detail dan valid. Serta Implementasi dalam

kehidupan sehari-hari.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisa adalah proses penyusunan data agar dapat

ditafsirkan, dituliskan dalam bentuk kata-kata atau tulisan. Adapun

langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (a) mereduksi data, yaitu

memilih data yang diperlukan untuk diolah dan disusun dalam bentuk

uraian yang lengkap; (b) melakukan unitisasi, yaitu menyusun data yang

telah disederhanakan; (c) menguraikan unit-unit tersebut secara

menyeluruh dan memperoleh konklusi yang tepat dan akurat.28

5. Teknik penulisan

Dalam penyusunan teknik penulisan dan berpedoman pada

prinsip-prinsip yang diatur dan dibukukan dalam pedoman penulisan Sekripsi

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.

27

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006), h. 124.

28

Milles, M.B. dan Huberman, AM, Analisa Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang

(32)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang materi yang

menjadi pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami

tata aturan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaaat penelitian,

review studi terdahulu, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II, dalam bab ini berisi kajian teoritis tentang keberagamaan

kaum lesbian. Dalam bab ini menjelaskan sekilas tentang keberagamaan,

dimensi-dimensi keberagamaan, dan lesbian. Keberagamaan mulai dari

pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan. Dimensi

keberagamaan, mulai dari dimensi keyakinan, dimensi ritualistik, dimensi

pengalaman, dimensi pengetahuan, dan dimensi konsekuensial. Sedang

lesbian, mulai dari pengertian, karakteristik, dan problematika lesbian.

BAB III, dalam bab ini berisi tentang kehidupan keberagamaan kaum

lesbian komunitas Our Voice. Dalam bab ini menjelaskan tentang sekilas

deskripsi tentang komunitas Our Voice, kehidupan keberagamaan kaum

lesbian, dan gambaran umum dimensi keberagamaan kaum lesbian dalam

komunitas Our Voice.

BAB IV, dalam bab ini merupakan bab inti dari skripsi ini, penulis

(33)

analisis tentang keberagamaan kaum lesbian menggunakan teori Glock and

Stark. Dan yang terakhir penulis memaparkan analisis inter kasus.

BAB V, dalam bab ini merupakan penutup, pada bab penutup ini berisi

kesimpulan sebagai jawaban atas masalah yang dirumuskan, dan diakhiri

dengan saran. Penulis juga melampirkan daftar pustaka dan lampiran-lampiran

(34)

21

A. Keberagamaan

1. Pengertian Keberagamaan

Berbicara mengenai keberagamaan memang tidak terlepas dari

konsep agama itu sendiri, baik yang mengkajinya dengan menggunakan

sudut pandang antropologi, maupun dengan menggunakan sudut pandang

teologi. Masing-masing ahli mempunyai pendapat dan argumen

sendiri-sendiri.

Secara estimologis istilah agama berasal dari bahasa sansekerta

yang terdiri dari dua suku kata yaitu a artinya tidak dan gama artinya

kacau. Dari pengertian seperti ini, agama dapat diartikan sebagai suatu

institusi penting yang mengatur kehidupan manusia agar tidak terjadi

kekacauan. Istilah agama juga dapat disamakan dengan kata religi yang

berasal dari bahasa latin religio yang berasal dari akar kata religare yang

berarti mengikat.1

Sebagai sistem keyakinan maka agama berbeda dengan sistem

keyakinan dan isme-isme lainnya karena landasan keyakinan agama

adalah konsep suci (sacred) dan ghaib (supranatural) yang dibedakan dari

yang duniawi (profane) dan hukum-hukum alamiah (natural). Selain itu

yang membedakan agama dengan isme-isme lainnya adalah ajaran-ajaran

agama bersumber dari wahyu Tuhan atau wangsit yang diturunkan kepada

1

(35)

Nabi sebagai utusan-Nya Adapun ciri yang mencolok dari agama yang

berbeda dengan isme-isme adalah penyerahan diri secara total kepada

Tuhannya.2 Lebih sederhananya, agama merupakan sebuah pengalaman

dan keyakinan (mengenai Tuhan).3

Agama dalam perspektif sosiologi adalah gejala yang umum dan

dimiliki oleh semua masyarakat yang ada didunia ini. Dari pengertian ini

agama merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari

sistem sosial suatu masyarakat untuk membentuk memecahkan

persoalan-persoalan yang tidak mampu dipecahkan oleh masyarakat itu sendiri.

Selain pengertian diatas ternyata masih banyak pengertian agama yang

diberikan oleh para ahli sosiologi yang satu sama lain saling berbeda-beda,

yaitu diantaranya:

Emile Durkheim mendefinisikan agama adalah sistem terpadu yang

terdiri atas kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan hal yang

suci. Kepercayaan dan praktek tersebut mempersatukan semua orang yang

beriman kedalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat.4 Sebagai

tambahan Durkheim mengatakan bahwa semua kepercayaan agama

mengenal pembagian semua benda yang ada di bumi ini, baik yang

berwujud nyata maupun yang berwujud ideal-kedalam kedua kelompok

yang saling bertentangan yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang

bersifat suci (sacred).

2

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14.

3

Michael Argyle, Psychology and Religion: An Introduction (New York: Routledge,

2000), h.2-3

4

(36)

Menurut Quraish Shihab agama adalah ketetapan Illahi yang

diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia.

Karakteristik agama diantaranya adalah hubungan makhluk dengan Sang

Pencipta yang terwujud dalam sikap batinnya, tampak dalam ibadah yang

dilakukannya serta tercermin dalam perilaku kesehariannya. Dengan

demikian agama meliputi tiga persoalan pokok yaitu tata keyakinan (atas

adanya kekuatan supranatural), tata peribadatan (perbuatan yang

berkaitan dengan zat yang diyakini sebagai konsekuensi keyakinan, dan

tata kaidah (yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia dan

alam sekitarnya).5

Sedangkan di dalam bukunya Zakiah Daradjat, berapapun definisi

agama yang diberikan oleh para ahli, namun agama bagi kita yang

terpenting adalah agama yang dirasakan oleh hati, pikiran dan

dilaksanakan dalam tindakan serta memahami dalam sikap dan cara

menghadapi hidup pada umumnya.6

Penjelasan yang bagaimanapun adanya tentang agama tidak akan

pernah tuntas tanpa mengikut sertakan aspek-aspek sosiologinya karena

agamanya menyangkut kepercayaan serta berbagai prateknya. Karena itu

agama benar-benar merupakan masalah sosial. Dalam kamus sosiologi

pengertian agama ada 3 macam, kepercayaan pada hal-hal yang spiritual,

perangkat kepercayaan, dan praktek-praktek spiritual yang dianggap

5

Fuad Nashori dan Bachtiar Diana Mucharam, Mengembangkan kreativitas Dalam

Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2000), cet. !, h. 71.

6

(37)

sebagai tujuan tersendiri dan idiologi mengenai hal-hal yang bersifat

supranatural.7

Sebagaimana kita ketahui, pengertian agama dengan keberagamaan

itu sangat berkaitan erat antara keduanya. Dimana antara keduanya saling

berhubungan antara satu sama lain. Seperti yang diungkapkan oleh

Jalaluddin, agama menurut Jalaluddin adalah hubungan manusia dengan

sesuatu yang dianggap adikodrati (supranatural).8 Sedangkan dalam kajian

keagamaan, Jalaluddin Rahmat menyebutkan ada dua kajian agama, yaitu

ajaran dan keberagamaan. Ajaran adalah teks lisan atau tulisan yang sakral

dan menjadi sumber rujukan bagi suatu pemeluk agama. Sedangkan

keberagamaan (religiosity) adalah perilaku yang bersumber langsung atau

tidak langsung kepada ajaran agama.9

Agama mempunyai peran yang penting tidak hanya pada individu,

tapi pada kelompok-kelompok manusia. Agama dapat melalui dua

pendekatan, yaitu secara teologis maupun secara sosial. Meskipun

pendekatan sosial terhadap agama terus berkembang, namun dengan

adanya pendekatan teologis, membawa individu pemeluk agama untuk

merasakan pengalaman-pengalaman yang tidak biasa. Agama mampu

memberikan jawaban tersendiri dalam menghadapi kesulitan hidup.

Terhadap individu beragamalah yang sebelumnya menjadi studi agama

yang kemudian berkembang menjadi psikologi agama. Kemudian

7

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h.129.

8

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 1.

9

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Edisi Terjemah), Metodologi Penelitian Agama,

(38)

digunakan oleh sebagian peneliti yang sering disebut dengan istilah

keberagamaan untuk melihat individu benar-benar orang yang taat

beragama atau kondisi sebaliknya.

Keberagamaan yang terdapat didalam diri seseorang diharapkan

dapat memenuhi keinginan para peneliti psikologi agama untuk

menjelaskan fakta-fakta agama dalam diri seseorang. Agar

dimensi-dimensi agama dapat dijangkau secara nyata dalam bentuk spriritualitas,

maka keberagamaan menjadi salah satu yang diteliti oleh peneliti psikologi

agama. Sebagaimana ungkapan James dalam salah satu bukunya, bahwa

keberagamaan dalam bentuk istilah lain adalah sentiment keagamaan

(religious sentiment). Menurutnya, persoalan keberagamaan adalah

persoalan emosi dan mental semata.10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan

a. Faktor Internal

1) Faktor Hereditas

Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai

faktor bawaan yang diwariskan secara turun temurun, melainkan

terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup

kognitif, afektif, dan konatif. Tetapi dalam penelitian terhadap

janin terungkap bahwa makanan dan perasaan Ibu berpengaruh

terhadap kondisi janin yang dikandungnya. Demikian Margareth

Mead menemukan dalam penelitiannya terhadap suku

10

William James, The Varieties of Religious Experience: A Study in Human Nature (New

(39)

Mundugumor dan Arapesh bahwa terdapat hubungan antara cara

menyusui dengan sikap bayi. Bayi yang disusukan tergesa-gesa

(Arapesh) menampilkan sosok yang agresif dan yang disusukan

secara wajar dan tenang (Mundugumor) akan menampilkan sikap

yang toleran dimasa remajanya.11

Meskipun belum dilakukan penelitian mengenai hubungan

antara sifat-sifat kejiwaan anak dengan orang tuanya, namun

tampaknya pengaruh tersebut dapat dilihat dari hubungan

emosional. Rasulullah menyatakan bahwa memakan daging yang

haram, maka nerakalah yang lebih berhak atasnya. Pernyataan ini

setidaknya menunjukkan bahwa ada hubungan antara status hokum

makanan (halal dan haram) dengan sikap.12

2) Tingkat Usia

Sebagaimana dikutip Jalaluddin dalam bukunya The

Development of Religious on Children, Ernest Harms

mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada anak-anak

ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut

dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan

termasuk perkembangan berfikir. Ternyata anak yang menginjak

usia berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama.

Selanjutnya pada usia remaja saat mereka menginjak usia

11

Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 214.

12

(40)

kematangan seksual, pengaruh itu pun menyertai perkembangan

jiwa mereka.13

Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami

remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan, yang cenderung

mempengaruhi konversi agama. Bahkan menurut Starbuck dalam

bukunya Psikologi Agama memang benar pada usia adolesensi

sebagai rentan umur tipikal terjadinya konversi agama.

Terlepas dari ada tidaknya hubungan konversi dengan

tingkat usia seseorang, namun hubungan antara tingkat usia dengan

perkembangan jiwa keagamaan barangkali tak dapat diabaikan

begitu saja. Berbagai penelitian Psikologi Agama menunjukkan

adanya hubungan tersebut, meskipun tingkat usia bukan

merupakan satu-satunya faktor penentu dalam perkembangan jiwa

keagamaan seseorang. Yang jelas kenyataan ini dilihat dari adanya

perbedaan pemahaman agama pada tingkat usia yang berbeda.

3) Memurut Arnot F. Witting, dalam bukunya psikologi agama

kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur,

yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara

unsur hereditas dengan pengaruh lingkungan inilah yang

membentuk kepribadian. Adanya kedua unsur yang membentuk itu

menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter tipologi

lebih ditekankan oleh adanya pengaruh lingkungan.14

13

Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 215.

14

(41)

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan satuan keluarga yang paling sederhana

dalam kehidupan manusia. Bagi anak-anak, keluarga merupakan

lingkungan social pertama yang dikenalnya. Dengan demikian

kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi

pembentukan jiwa keagamaan anak.

2) Lingkungan Instusional

Lingkungan Instusional yang ikut mempengaruhi jiwa

perkembangan keagamaan bias berupa instusional formal seperti

sekolah ataupun informal seperti perkumpulan dan organisasi.

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal memberikan

pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak.

Menurut Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Psikologi Agama,

pengaruh itu dpat dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu: 1) Kurikulum

dan anak; 2) hubungan guru dan murud; dan 3) hubungan anak dan

anak. Dilihat dari kaitannya dengan perkembangan keagamaan,

tampaknya ketiga kelompok tersebut turut berpengaruh. Sebab

pada prinsipnya perkembangan jiwa keagamaan tak dapat

dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur.15

3) Lingkungan Masyarakat

Boleh dikatakan setelah menginjak usia sekolah sebagian

besar waktu jaganya dihabiskan disekolah dan di masyarakat.

Berbeda dengan situasi dirumah dan sekolah. Umumnya pergaulan

15

(42)

dimasyarakat kurang menekankan pada disiplin atau aturan yang

harus dipatuhi secara ketat.

Meskipun tampaknya longgar, namun kehidupan

bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang

didukung warganya. Karena itu setiap warga berusaha untuk

menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai

yang ada. Dengan demikian kehidupan bermasyarakat memiliki

suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama.

Jalaluddin mengutip Sutari Imam Barnadib menyatakan,

sepintas lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan

yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya

merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang

ada terkadang lebih bersifat mengikat. Bahkan terkadang

berpengaruh lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan

baik dalam bentuk positif maupun negatif.16

B. Dimensi-Dimensi Keagamaan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori dimensi keagamaan

C. Y Glock and R. Stark sebagai teori untuk meneliti dimensi keagamaan

pada kaum lesbian.

Pada dasarnya dimensi keagamaan dapat dilihat dari berbagai aspek,

karena tidak terlepas dari bagaimana para peneliti psikologi agama

membutuhkan teori tersebut untuk meneliti keagamaan seseorang. Dalam

16

(43)

penelitian ini, dimensi keagamaan Glock and Stark digunakan agar keagamaan

kaum lesbian dapat dilihat dan dianalisis sebaik mungkin.

Teori Glock and Stark mengenai tentang dimensi keagamaan ini

memetakan keberagamaan kaum lesbian dalam beberapa dimensi, sehingga

akan terdapat sebuah kejelasan dimensi mana saja yang dimiliki atau

sebaliknya. Dimensi-dimensi keagamaan yang sering digunakan oleh para

peneliti psikologi agama dikenal dengan sebutan lima dimensi keagamaan,

yaitu: dimensi idiologis, dimensi ritualistik, dimensi intelektual, dimensi

eksperensial, dan dimensi konsekuensial.17 Untuk lebih jelas lima dimensi

tersebut adalah sebagai berikut:

1. DimensiKeyakinan (idiologis)

Dimensi keyakinan (idiologis) adalah keberagamaan seseorang yang

berhubungan dengan sesuatu yang harus diimani atau dipercayai. Dengan

kata lain yaitu sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis

dalam agama mereka masing-masing. Kepercayaan, iman atau doktrin

agama adalah dimensi yang paling mendasar dari keberagamaan

seseorang. Dimensi ini sesungguhnya yang membedakan antara satu

agama dengan yang lainnya, bahkan antara satu aliran keagamaan dengan

dalam suatu agama dengan aliran yang lain dalam agama tersebut.18

Dimensi keyakinan sangat kuat berada dalam diri masing-masing

umat yang beragama. Semua orang yang beragama dapat dipastikan

memiliki dimensi keyakinan ini, sesuai dengan agama yang dianutnya,

17

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar (Bandung: Mizan, 2004), h.

43

18

(44)

walaupun terkadang mereka tidak menjalankan semua perintah-perintah

agama dan terkadang hidup tidak sesuai dengan aturan agama.

2. Dimensi Praktek Agama (ritualistik)

Dimensi praktek agama (ritualistik) yaitu perilaku seseorang untuk

mengukur tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban

ibadah dalam agamanya. Menurut Jalaluddin Rahmat, yang dimaksud

dengan perilaku atau perbuatan disini bukanlah perbuatan umum yang

dipengaruhi oleh keimanan seseorang, melainkan mengacu pada

perbuatan-perbuatan khusus yang ditetapkan oleh agama. Misalnya salat

dalam Islam dan hadir digereja dalam agama Kristen dan Katolik, perilaku

ini dapat mengidentifikasi terhadap agama yang dianut seseorang.19

Dalam praktek keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:

a. Ritual, yang mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan

formal dan praktek-praktek suci. Misalnya dalam Islam, seorang

Muslim diwajibkan menjalankan salah lima waktu dalam sehari

semalam, seperti salat subuh, dzuhur, ashar, magrib dan isya.

b. Ketaatan terhadap perintah dan larangan dalam kepercayaannya.

Terkadang orang yang beragama belum tentu menjalankan

semua perintah-perintah agama dan menjauhi semua larangan-larangan

agama. Hal ini yang dapat menjadi pembeda terhadap para penganut

yang satu dengan yang lainnya.

3. Dimensi Pengalaman (eksperiensial),

Dimensi pengalaman (eksperiensial) ini menunjukkan apakah

seseorang yang pernah mengalami pengalaman spektakuler agama yang

19

(45)

berasal dari Tuhan. Dengan kata lain berkaitan dengan perasaan

keagamaan yang dialami oleh penganut agama. Psikologi menyebutnya

dengan Religious Experience.20 Misalnya, dari dimensi pengalaman,

misalnya apakah seseorang pernah merasakan bahwa doanya dikabulkan

oleh Tuhan, apakah dia merasakan juga bahwa jiwanya selamat dari

bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta-fakta bahwa

didalam agama manapun terdapat pengharapan-pengharapan tertentu,

meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan

baik maka suatu waktu ia akan mencapai pengetahuan subyektif dan

langsung mengetahui kenyataan akhir (kenyataan akhir bahwa dia

mencapai suatu kontak langsung dengan kekuatan supranatural). Aspek ini

berkaitan langsung dengan sensasi-sensasi yang dialami seseorang,

pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, dan persepsi-persepsi tentang

keyakinannya.

Wach mengemukakan bahwa ada empat pendapat mengenai

hakikat pengalaman keagamaan. Pertama, pendapat yang menyangkal

adanya pengalaman keagamaan. Kedua, pendapat ini mengakui adanya

eksistensi pengalaman keagamaan, namun mengatakan bahwa pengalaman

keagamaan tidak dapat dipisahkan dengan pengalaman lainnya. Ketiga,

pendapat ini mempersamakan antara bentuk sejarah agama dengan

pengalaman keagamaan yang menjadi ciri dalam suatu masyarakat yang

20

(46)

beragama. Dan keempat, mengakui adanya suatu pengalaman keagamaan

murni dan pengalaman keagamaan yang terstruktur.21

4. Dimensi Pengetahuan Agama (intelektualitas)

Dimensi pengetahuan agama ini menggambarkan sejauhmana

seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh

aktivitasnya didalam menambah pengetahuan agama, memahami agama

dan mengali kitab-kitab sucinya. Misalnya pakah ia mengikuti pengajian,

membaca buku-buku agama, mambaca dan mendalami isi Al-Qur’an bagi

orang yang beragama Islam.

Dimensi pengetahuan ini berkaitan dengan harapan bahwa

orang-orang yang beragama paling tidak memiliki pengetahuan, minimal tentang

dasar-dasar keyakinannya, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.

Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan penting, karena

pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya.

Dengan demikian bahwa seseorang dapat memiliki keyakinan yang kuat

apabila dimensi pengetahuan keagamaanya juga mendalam.

5. Dimensi Pengamalan (konsekuensial)

Dimensi pengamalan ini sering disebut juga dengan dimensi sosial,

yaitu efek dari empat dimensi sebelumnya.22 Dimensi pengalaman juga

bisa didefinisikan dengan tindakan sejauhmana perilaku seseorang

konsekuen atau selaras dengan ajaran dan nilai agamanya.23 Misalnya

21

Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan Bentuk Pengalaman Keagamaan,

(Jakarta: CV Rajawali, 1992), h. 43-44

22

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, h. 47

23

Roland Robertson, (edisi terjemah), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis,

(47)

praktek korupsi dan judi adalah hal yang dilarang agama, apakah dia

setuju atau tidak dengan tindakan seperti itu, dan apakah dia mengerjakan

atau tidak tindakan itu yang masing-masing dari perbuatan itu memiliki

konsekuensi atau balasannya.

Sedangkan menurut Psikolog G.W. Allport mendefiniskan

keberagamaan melalui dua tipe keberagamaan, yaitu keberagamaan

ekstrinsik dan keberagamaan intrinsik. Keberagamaan Ekstrinsik adalah

agama yang dimanfaatkan, agama berguna melawan kenyataan atau

memberi sangsi pada suatu cara hidup. Keberagamaan intrinsik adalah

agama yang dihayati, iman yang dipandang sebagai suatu yang bernilai

pada diri sendiri yang menuntut pada keterlibatan dan mengatasi

kepentingan.24

C. Lesbian

1. Pengertian Lesbian

Lesbian berasal dari kata Lesbos. Sebuah pulau ditengah lautan

Eigs yang pada zaman dahulu dihuni oleh para perempuan dan mereka

saling melakukan hubungan seks disana.25 Lesbian sendiri dapat diartikan

sebagai perempuan yang secara seksual tertarik kepada perempuan,

dimana perilaku seksual diarahkan (disalurkan) kepada perempuan,

memiliki fantasi seksual terhadap perempuan, memiliki ketertarikan secara

24

Roland Robertson, (edisi terjemah), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis,

h. 295-297.

25

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Masdar

(48)

emosional terhadap perempuan, memiliki gaya hidup yang tertarik kepada

sesama jenis, dan mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan yang

menyukai perempuan.

Oetomo dalam Jurnal Online Psikologi, Lesbianisme adalah

sekelompok manusia yang terpinggirkan dalam masyarakat, karena orang

tidak bisa menerima orientasi lesbian. Orientasi seksual mereka dianggap

menyimpang dalam hal psikologis, aspek sosial, budaya dan agama,

mereka tidak hanya dianggap sebagai menyimpang, tetapi juga sebagai

individu sakit. Jadi bagi orang normal mereka dianggap telalu aneh dan

harus dihindari. Tapi untuk kaum lesbian, mereka menyebut setara dengan

masyarakat heteroseksual. Kelompok lesbian pada umunya merasa bahwa

mereka bukan kelompok orang “sakit”.26

Lesbian mencuat sebagai akibat dari provokatif Ann Koedt

berjudul the Myth of the Vaginal Orgasm (1970), bahwa orgasme yang

selama ini perempuan rasakan dari hubungan seksual heteroseksual

bukanlah berasal dari vagina melainkan dari stimulasi pada klitoris.

Feminis radikal-kultural menafsirkan esai Koedt sebagai penegasan bahwa

tidak ada alasan psikologis bagi perempuan untuk tetap melakukan

hubungan heteroseksual. Karena itu jika seseorang perempuan ingin

menjadi feminis yang sesungguhnya, ia harus menjadi seseorang lesbian.

Sementara dalam pandangan feminis radikal-libertarian, esai Koedt

memberikan alasan kuat tentang ketidakharusan heteroseksualitas. Namun,

26

Nurkholis, Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Lesbian dan Kondisi Psikologinya,

(49)

hal ini tidak berarti mewajibkan perempuan menjadi lesbian. Ketidak

puasan hubungan seksual heteroseksual dengan laki-laki bukan disebabkan

oleh jenis kelamin laki-laki tersebut, tetapi lebih pada cara yang digunakan

dalam hubungan seksual. Apabila laki-laki dapat membuat kepuasaan

seksual perempuan sama pentingnya dengan kenikmatan seksual mereka

sendiri, kenikmatan seksual pun akan dapat dirasakan perempuan.27

Di dalam bukunya psikologi abnormal karya Jeffrey dkk.,

menyatakan bahwa untuk mengikuti saran dari American Psychological

Association’s(1991) Committee on lesbian and gay Concerns, kami

mengacu pada sebutan gay dan le

Referensi

Dokumen terkait

6. Informed consent yang sudah di tanda tangani oleh pasien atau keluarga pasien disimpan dalam rekam medic.. Bila informed consent yang diberikan oleh pihak lain atau pihak ke

Agar dapat menentukan zona gempa yang tepat untuk mengaplikasikan dinding geser, maka harus dilakukan perhitungan gaya gempa terlebih dahulu. Karena belum adanya standar

5.1.1 Secara generik, model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) berbasisi permainan anak kelas I SD pada subtema Kegiatan Pagi Hari disusun sesuai

Each offer was to contain the following information: (i) the proposed amount of the funds to be invested in relation to that wakala transaction, "the investment

Dari segi hubungan antara kepuasan terhadap komunikasi organisasi dan komitmen keorganisasian, hasil analisis menunjukkan bahawa responden lebih dipengaruh oleh kepuasan

TULISKAN “K" DI KOLOM 1 PADA KALENDER BULAN TERAKHIR UNTUK KEHAMILAN YANG BERAKHIR DENGAN KEGUGURAN, "A" UNTUK KEHAMILAN YANG BERAKHIR DENGAN DIGUGURKAN,

Jenis game dalam penelitian ini adalah game RPG (Role Playing Game), salah satu jenis game yang menitikberatkan pada peran dan jalan cerita yang memiliki tujuan.. Player

Dalam penelitian ini akan dilakukan suatu analisis kefektivitasan kebijakan BLT menggunakan sebuah instrumen pemodelan dinamis yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan