ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT UNDERPRICING PADA PENAWARAN UMUM
PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh :
MUHAMAD DERY FAZRI NIM : 107081003279
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT UNDERPRICING PADA PENAWARAN UMUM
PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
MUHAMAD DERY FAZRI NIM : 107081003279
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Muhamad Dery Fazri
Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang, 17 November 1989
Agama : Islam
Alamat : Desa Cihuni Rt 01/02 No 12 Pagedangan, Tangerang
Telp / Hp : 085697139087
E-mail : Diery_Blasto@yahoo.com
PENDIDIKAN FORMAL
2007-2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2004-2007 : SMAN 1 Cisauk (sekarang SMAN 2 Tangerang Selatan)
2001-2004 : SMPN 1 Serpong
ABSTRACT
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis underpricing saham IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI), dari tahun 2007 sampai 2010. Penelitian ini juga menganalisis faktor yang mempengaruhi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO). Dengan menggunakan metode purposive sampling, banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah 61 perusahaan. Analisis data yang digunakan one sample t-test dan model regresi. Hasil uji one sample t-test menunjukkan bahwa saham IPO di BEI adalah
underpricing. Hasil uji regresi menemukan hanya variabel independen ROE yang berpengaruh signifikan terhadap underpricing, sedangkan variabel jenis industri, dan ukuran penawaran tidak berpengaruh signifikan. Hasil koefisien determinasi menunjukkan sebesar 19,0 % itu menandakan kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen sementara 81,0% dijelaskan oleh variabel lain.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang memiliki segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Indonesia”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Suri Tauladan kita Nabi Muhammad Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para Sahabat, tabi’in, tabi’ut tabiin dan keluarga
beliau yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman terang-benderang
seperti sekarang ini.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari orang-orang di sekitar penulis yang begitu
banyak memberi bantuan serta dukungan pada penulis. Untuk itulah, dengan selesainya
penulisan skripsi ini sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, izinkan
penulis mengucapkan rasa terima terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ibunda (Supriati) dan Ayahanda (Mulyadi) yang sudah memberikan cinta,
pengorbanan baik materil maupun non materil, dan kasih sayangnya serta segala
sesuatu yang dimilikinya untuk membesarkan anak-anaknya. Do’a kalian selalu
menyertai langkahku untuk menimba ilmu. Karena segala sesuatu yang telah
kalian berikan tidak akan pernah tergantikan oleh apapun. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan yang tak terhingga kepada Ayah dan Ibu baik di dunia
maupun akhirat. Amin. . .
2. Nenek, terima kasih atas doa yang terus kau panjatkan selalu untukku.
3. Adikku (Widya Adriati) yang selalu memberikan dukungannya. Serta segenap
sanak saudara yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas
dorongan semangat serta doanya.
4. Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dengan baik.
6. Ibu Amalia, SE, MSM selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dengan baik. Terima kasih banyak atas masukan dan motivasinya.
7. Suhendra, S.Ag., MM selaku Ketua Jurusan Manajemen.
8. Leis suzanawati, SE, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Manajemen.
9. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
10. Kekasih tercinta Siti Nugraha. Suka duka kita lewati bersama, yakin dan percaya
kita pasti bisa. Terima kasih atas segala doa, dukungan, pengertian dan
semangatnya.
11. Teman-teman Manajemen Keuangan B angkatan 2007 (Adit, Lingga, Fauzan,
Andri, Rizky, Elvin, Dedy, Agus, Bimo, Andi, Aryanto, Qodar, Aji, Ramdan,
Nidia, Ria, Eva, Umi, Ika, Emil, Oweng, Adlin, Tya, Diah, Susan, Weny, Pia,
Anggi), Terima kasih sudah mewarnai hidupku.
12. Teman-teman Manajemen D angkatan 2007 : (Lingga, Andri, Rio, Ivan, Haikal,
Adin, Dedy, Agus, Latif, Roby, Abi, Wahyudi, Qodar, Arul, Zia, Ferdy, Reza,
Embe, Fityan, Vita, Nadya, Yana, Deta, Diah, Tya, Dewi, Susan, Lia, Ika, Isti,
Rima, Tuty, Pipit), kenangan kalian terekam dan tak pernah mati.
13. Yandi dan Ichank, Friends forever. Senang bisa menjadi teman kalian. Hari
bersama kalian penuh canda tawa.
14. Ka Asbah (Ketua Mentoring Kelompok Mudharabah Propesa Cinta), juga
teman-teman mentoring: Fityan, Ari (terima kasih printernya), Idris, Hasby, Soleh, Zia.
15. Teman-teman Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2007 yang tidak dapat disebutkan
namanya satu per satu. Senang bisa mewarnai hidup kalian.
16. Seluruh teman-teman baik dari Fakultas Ekonomi maupun dari Fakultas lain,
17. Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
18. Keluarga Besar Guru MI Nurul Falah Cihuni, terima kasih untuk segala kerja
sama dan pengertiannya. Dan juga murid-murid ku yang penuh dengan canda
tawa dan kegembiraan.
19. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril maupun
materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, namun semua ini
semata-mata karena keterbatasan penulis. Akhir kata, besar harapan penulis, skripsi ini dapat
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, September 2011
DAFTAR ISI
Daftar Riwayat hidup... i
Abstract... ... ii
Abstrak... ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi... vii
Daftar Tabel... ... x
Daftar Gambar ... xi
Daftar Lampiran ... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10
A. Pasar Modal... 10
B. Penawaran Umum Perdana (IPO) ... 19
C. Underpricing... 22
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing... 28
E. Penelitian Terdahulu... 31
F. Kerangka Berpikir... 35
BAB III METODE PENELITIAN... 38
A. Ruang Lingkup Penelitian... 38
B. Metode Penentuan Sampel ... 38
C. Metode Pengumpulan Data ... 39
D. Metode Analisis Data ... 39
E. Operasional Variabel Penelitian ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 50
A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 50
1. Perkembangan Pasar Modal DI Indonesia ... 50
2. Struktur Pasar Modal Indonesia ... 51
B.Analisis Dan Pembahasan ... 52
1. Analisis Deskriptif Tingkat Underpricing... 53
2. Deskriptif Variabel-Variabel yang Digunakan... 58
3. Uji t-satu sampel... 61
4. Uji Asumsi Klasik ... 63
5. Analisis Model Regersi ... 67
6. Pengujian Hipotesis... 69
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 76
A.Kesimpulan ... 76
B.Implikasi ... 77
DAFTAR PUSTAKA... 78
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu 32
3.1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi 46
1.1 Perusahaan yang IPO Tahun 2007-2010 55
1.2 Seleksi Pemilihan Sampel 57
1.3 Sampel Yang Sesuai Kriteria 58
1.4 Statistik Deskriptif 60
1.5 Hasil Uji t-satu Sampel Tingkat Underpricing 61
1.6 Tabel Kolmogorov Smirnov 1 63
1.7 Tabel Kolmogorov Smirnov 2 64
1.8 Uji Autokorelasi 66
1.9 Uji Multikolinearitas 67
1.10 Hasil Regresi 68
1.11 Uji t (Parsial) 69
1.12 Uji F (Simultan) 73
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Berpikir Penelitian 37
4.1 Struktur Pasar Modal Indonesia 54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
Lampiran 1 Daftar Variabel Yang Digunakan 84
Lampiran 2 Umur Perusahaan 86
Lampiran 3 Jenis Industri dan ROE 88
Lampiran 4 Ukuran Penawaran 90
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Periode kesebelas dari pasar modal Indonesia dimulai bulan Januari 2008.
Pada akhir bulan Januari 2008, pasar modal dikejutkan dengan pengungkapan
kerugian Citybank sekitar 30% akibat dari kasus subprime mortgage di Amerika Serikat. Isu subprime mortgage yang sempat mencuat bulan Agustus tahun 2007 sebelumnya yang diperkirakan hanya mempunyai dampak jangka
pendek dan tidak berkepanjangan, ternyata merupakan suatu bom waktu yang
menunggu untuk meledak dan penyulutnya adalah pengungkapan kerugian dari
beberapa bank dan lembaga keuangan lainnya. Akibat pengungkapan kerugian
ini pasar modal Indonesia sempat terkoreksi turun dengan IHSG menjadi
2.294,524 pada tanggal 23 Januari 2008 (Jogiyanto, 2009 : 85)
Pasar keuangan (pasar finansial) adalah pasar tempat sekuritas diterbitkan
dan diperdagangkan. Sekuritas adalah aset keuangan yang diperdagangkan,
seperti selembar saham. Bagi perseroan, pasar saham mungkin adalah pasar
keuangan yang paling penting (Brealey, et.al, 2008 : 35).
emiten dengan penjamin emisi efek (underwriter) sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga perdana tinggi. Sebaliknya,
underwriter sebagai penjamin emisi berusaha meminimalkan resiko yang ditanggungnya. Dalam tipe full comitment, pihak underwriter akan membeli saham yang tidak di jual di pasar perdana. Keadaan tersebut membuat
underwriter tidak berkeinginan untuk membeli saham yang tidak laku dijual. Upaya yang dilakukan adalah dengan bernegosiasi dengan emiten agar saham
tersebut tidak terlalu tinggi harganya, bahkan cenderung underpriced (Amin, 2007 :2).
Perkembangan pasar modal yang pesat, menciptakan berbagai
peluang/alternatif investasi bagi investor. Disisi lain, perusahaan pencari dana
harus saling bersaing dalam mendapatkan dana dari investor dalam pasar
modal. Suatu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah fenomena-fenomena
yang terjadi di pasar modal, hal ini disebabkan fenomena yang terjadi
merupakan refleksi dari para investor yang bereaksi di pasar (Saftiana dan
Amelia, 2007:103).
Penerbitan saham baru meningkatkan baik jumlah kas yang dipegang oleh
perusahaan maupun jumlah saham yang dipegang oleh publik. Penerbitan
seperti itu dikenal sebagai penerbitan primer, dan dijual di pasar primer.Tapi di samping membantu perusahaan mendapatkan kas baru, pasar keuangan juga
memungkinkan investor untuk memperdagangkan sekuritas di antara mereka
sendiri. Pembelian dan penjualan dari sekuritas yang sudah ada seperti ini
saham juga disebut dengan pasar ekuitas,karena para pemegang saham dikatakan memiliki ekuitas bersama dari perusahaan. (Brealey, et.al, 2008: 36).
Initial Public Offering (IPO) merupakan langkah awal yang menentukan dalam kelangsungan hidup perusahaan publik. Pendapat umum menyatakan
bahwa penawaran publik mengindikasikan perusahaan berada pada tahapan
bertumbuh sehingga perusahaan memerlukan dana untuk ekspansi dan/atau
melakukan modernisasi. Keadaan ini menyebabkan semua perusahaan privat
yang sedang dalam tahap pertumbuhan cepat atau lambat akan menjadi
perusahaan publik untuk mendanai investasinya. (Almilia dan Silvy, 2003:1).
Salah satu cara untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka
pembiayaan atau pengembangan usaha bagi perusahaan yang sedang
berkembang adalah dengan go public. Selain digunakan untuk keperluan ekspansi, dana yang diperoleh dari go public biasanya juga digunakan untuk melunasi hutang. Akhirnya dana ini diharapkan akan semakin meningkatkan
posisi keuangan perusahaan di samping untuk memperkuat struktur
permodalan (Yasa, 2008:145).
Perusahaan dikatakan go public ketika perusahaan itu menjual penerbitan pertama sahamnya dalam penawaran umum kepada para investor. Penjualan
saham pertama ini dikenal sebagai penawaran publik awal, atau IPO (initial public offering)(Brealey, et.al, 2008 : 414).
Permasalahan penting yang dihadapi perusahan ketika melakukan
penawaran saham perdana di pasar modal adalah penutupan besarnya harga
berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi
(underwriter), sedangakan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan dan penawaran). Jika penentuan harga saham saat IPO
secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar
sekunder di hari pertama, maka terjadi underpricing. Pihak emiten tentu menerapkan harga jual yang tinggi, karena dengan harga jual tinggi
penerimaan dari hasil penawaran (proceeds) akan tinggi pula, yang berarti tingkat kesejahteraan (wealth) mereka juga akan semakin membaik. Di sisi lain, harga yang tinggi akan mempengaruhi respon atau minat calon investor
untuk membeli atau memesan saham yang ditawarkan. Bila harga terlalu tinggi
dan minat investor rendah, besar kemungkinan saham yang ditawarkan akan
kurang menarik. Dengan demikian, jelas bahwa penetapan harga yang layak
merupakan tugas antara emiten dan underwriter (Suyatmin dan Sujadi, 2006:12).
Untuk menciptakan harga saham yang ideal, terlebih dahulu perlu
dipelajari faktor-faktor yang mempengaruhi gejala underpricing. Dengan
mengetahui faktor yang mempengaruhi underpricing akan dapat
menghindarkan perusahaan yang akan go-public terhadap kerugian karena
underestimate atas nilai pasar sahamnya, sedangkan bagi investor adalah sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat dihubungkan dengan underpricing
adalah reputasi auditor, reputasi underwriter, profitabilitas, pengalaman manajemen, besaran perusahaan, umur perusahaan, leverage keuangan,
kondisi pasar. Dalam penelititan ini besarnya underpricing dalam hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya akan dibatasi oleh faktor-faktor
yang dapat dianalisis di pasar modal Indonesia. Yang dimaksud dapat
dianalisis di sini adalah faktor-faktor yang memang dapat dikuantifikasi serta
datanya tersedia dalam bentuk data sekunder (Kusumawati dan Sudento,
2005:94).
Dalam dua mekanisme penentuan harga tersebut sering terjadi perbedaan
harga terhadap saham yang sama antara di pasar perdana dan di pasar
sekunder. Apabila penentuan harga saham saat IPO secara sifnifikan lebih
rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekuder hari pertama,
maka terjadi yang disebut dengan underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat IPO secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang terjadi di
pasar sekunder pada hari pertama, gejala ini disebut overpricing (Yasa, 2008:145).
Sebelum memutuskan harga penerbitan, para penjamin umumnya
melakukan temu wicara yang memberi penjamin dan manajemen perusahaan
kesempatan untuk berbicara dengan para investor potensial. Para investor bisa
memperlihatkan reaksi mereka pada penerbitan ini, mengusulkan apa yang
mereka anggap sebagai harga yang adil, dan menunjukkan berapa banyak
saham yang akan mereka beli. Ini memungkinkan penjamin membuat
pembukuan kemungkinan pemesanan. Meskipun tidak terikat pada isyarat yang
memiliki reputasi yang baik di mata pihak penjamin, mereka tidak akan
melanggar janji tentang ekspresi minat mereka (Brealey, et. al, 2008: 416).
Penetapan harga IPO bukanlah hal sepele, tidak semua IPO terjual lebih
rendah dari seharusnya. Banyak saham menunjukkan penjualan yang buruk
setelah pelepasan perdana dan lainnya ada yang tidak bisa dijual sepenuhnya
ke pasar. Oleh penjamin emisi, saham yang tidak terjual diusahakan untuk
dijual rugi di pasar sekunder. Bankir investasi dalam hal ini menanggung
resiko harga atas saham yang tidak terjual (Bodie, et. al, 2006: 91).
Harga saham pada saat IPO ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
penjamin saham. Pada umumnya penjamin lebih banyak mengetahui tentang
informasi pasar modal dibandingkan dengan investor dan penjamin akan selalu
berupaya bernegosiasi dengan emiten agar saham – saham tidak terlalu tinggi
harganya karena jika tidak laku dijual, penjamin hrus membeli saham yang
tidak laku dijual tersebut. Oleh sebab itu, harga yang terjadi pada saat IPO
cenderung underpricing daripada overpricing (Khomsiyah, 2005:168).
Underpricing terjadi karena kondisi extante uncertainty mengenai harga yang ditawarkan saat IPO serta adanya asimetri informasi (Beatty dan Ritter
1986) dan Rock (1986) dalam Saftiana dan Amelia (2007:104) juga
berargumentasi bahwa underpricing di perusahaan IPO diperlakukan untuk mengkompensasi investor yang tidak mempunyai informasi (uninformed investor) dengan pihak yang lebih banyak mempunyai informasi.
Gumanti (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa secara rata-rata
hasil penelitian menunjukkan bahwa ownership retentiondan penggunaan dana IPO untuk investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap initial return.
Tingkat Underpricing dalam penelitian Saftiana dan Amelia (2007) cukup tinggi, yaitu sebesar 61, 5%. Temuan ini konsisten dengan temuan-temuan
sebelumnya, yang menyatakan bahwa fenomena underpricing juga terjadi di pasar modal Indonesia.
Yolana dan Martani (2005) melakukan penelitian dengan mengambil
populasi perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran perdana antara
tahun 1994-2001. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata underpricing sebesar 38% dengan standar deviasi sebesar 63,5%.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai underpricing. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel-variabel yang mempengaruhinya serta
periode yang digunakan dari tahun 2007-2010 merupakan saat di mana krisis
global terjadi sehingga diharapkan dapat mencerminkan dampak dari krisis
global tersebut. Penelitian ini menggunakan variabel jenis industri, rasio
profitabilitas (Return On Equity), dan ukuran penawaran. Variabel-variabel independen tersebut diambil karena dari berbagai penelitian terdahulu terdapat
ketidak konsistenan hasil penelitian, sehingga masih perlu dilakukan penelitian
kembali terhadap variabel-variabel tersebut.
Atas dasar itulah, judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Pada
B. Perumusan Masalah
Berbagai penelitian terdahulu yang telah dilakukan tentang fenomena
underpricing pada penawaran saham perdana mendapatkan hasil penelitian yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, penulis perlu melakukan penelitian lebih
lanjut tentang fenomena underpricing pada penawaran saham perdana dengan rumusan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di BEI. 2. Bagaimanakah pengaruh jenis industri, ROE, dan ukuran penawaran
terhadap tingkat underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di BEI. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk menganalisis underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di BEI
2. Untuk menganalisis pengaruh jenis industri, ROE, dan ukuran penawaran
terhadap tingkat underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di BEI. Manfaat dari penelitian ini diantaranya :
1. Akademisi/Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis
dan pembaca baik dari kalangan akademisi maupun non akademisi. Serta
hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi yang dapat
2. Investor
Bagi calon investor sebagai informasi dalam pengambilan keputusan
investasi dengan mempertimbangkan faktor–faktor yang dapat
mempengaruhi underpricing pada penawaran umum perdana. 3. Pihak Bursa
Diharapkan hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan oleh pihak bursa
untuk mengembangkan pasar modal yang lebih efisien yaitu pasar modal
yang harga sahamnya mencerminkan seluruh informasi yang tersedia baik
tersembunyi maupun yang dipublikasikan (informasi relevan). Dan
penelitian ini juga bisa membantu pihak bursa dalam mendorong terciptanya
iklim investasi yang kondusif dan saling menguntungkan karena bisa
memacu investor baik lokal maupun asing untuk berinvestasi misalnya pada saat penawaran umum perdana.
4. Perusahaan
Bagi perusahaan atau emiten yang akan melakukan penawaran umum
perdana perlu mengetahui faktor– faktor yang dapat mempengaruhi saham
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pasar Modal
1. Pengertian Pasar Modal
Pasar modal adalah pasar yang relatif berjangka panjang (lebih lama
dari waktu jatuh tempo satu tahun) untuk berbagai instrumen keuangan,
seperti, obligasi dan saham. (Van Horne dan Wachowicz, 2007 : 322).
Sedangkan menurut Brealey et, all (2008 : 37) pasar modal adalah pasar
untuk ekuitas dan utang jangka panjang. Modal perusahaan adalah
pendanaan jangka panjangnya. Sekuritas jangka pendek diperdagangkan di
pasar uang. Jangka pendek berarti kurang dari 1 tahun.
Brigham dan Houston (2009:150) mengungkapkan bahwa pasar modal
(capital market) adalah pasar untuk saham – saham dan utang jangka panjang atau jangka menengah perusahaan.
Pasar modal (capital market) merupakan pasar finansial yang khusus untuk jual beli sekuritas jangka panjang seperti saham dan obligasi (Herman
Darmawi, 2005: 24).
Pasar modal (capital market) adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang dan merupakan pasar yang konkret. Dana jangka panjang
adalah dana yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Pasar modal dalam
arti yang sempit adalah suatu tempat dalam pengertian fisik yang
Pengertian bursa efek (stock exchange) adalah suatu sistem yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (Budisantoso dan
Triandaru, 2006:279).
Pengertian pasar modal sebagaimana pasar pada umumnya yaitu
merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Di sini yang
diperjualbelikan adalah modal atau dana. Jadi pasar modal mempertemukan
penjual modal/dana dengan pembeli modal/dana yang lazim disebut investor
(Yulfasni, 2005:1).
Pasar modal (capital market) adalah lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai kegiatan berupa penawaran dan perdagangan efek. Selain
itu pasar modal juga merupakan lembaga profesi yang berkaitan dengan
transaksi jual beli efek dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek.
Dengan demikian, pasar modal dikenal sebagai tempat bertemunya penjual
dan pembeli modal/dana (Arthesa dan Handiman, 2006: 215).
Untuk mendapatkan dana, perusahaan dapat menggunakan pasar
keuangan (financial market). Bagian dari pasar keuangan yang sumber pembelanjaan jangka panjang bagi perusahaan adalah pasar modal (capital market). Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal, bahwa pengertian pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang
berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat terorganisasi di
mana efek-efek diperdagangkan yang disebut Bursa Efek. Bursa efek atau
stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara
langsung maupun dengan melalui wakil-wakilnya. Fungsi Bursa Efek ini
antara lain adalah menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek
yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran (Siamat Dahlan,
2001: 249).
Selanjutnya definisi Pasar Modal menurut Kamus Pasar Uang dan
Modal adalah kongkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang
menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu
tahun ke atas. Abstrak dalam pengertian pasar modal adalah transaksi yang
dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) (Siamat Dahlan, 2001: 249).
Pasar modal juga disebut sebagai bursa efek dalam bahasa Inggris
disebut Securitas Exchange atau Stock Market, seperti tampak pada istilahnya yang berbeda, namun pada intinya sama yaitu merupakan tempat
bertemunya penjual daan dan pembeli dana yang dipasar modal atau bursa
tersebut diperantarai oleh para anggota bursa selaku pedagang perantara
perdagangan efek untuk melakukan transaksi jual-beli (Yulfasni, 2005:1).
Dermawan Sjahrial (2006: 15) mengungkapkan bahwa pengertian pasar
a. Dalam Arti Sempit
Pasar modal merupakan kegiatan yang mempertemukan penjual dan
pembeli dana jangka panjang.
b. Dalam Arti Luas
1. Pasar modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang terorganisasi
termasuk bank-bank komersial dan semua perantara dibidang
keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan pendek.
2. Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisasi dan
lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya yang
berjangka waktu lebih dari satu tahun) termasuk saham-saham,
obligasi, hipotek dan tabungan serta deposito berjangka.
2. Fungsi pasar Modal
Menurut Yulfasni (2005:2) pasar modal dapat memainkan peranan
penting dalam suatu perkembangan ekonomi suatu negara. Karena suatu
pasar modal berfungsi sebagai:
a. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke
dalam kegiatan-kegiatan yang produktif;
b. Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan
pembangunan nasional;
c. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan
kesempatan kerja;
e. Memperkokoh beroperasinya mekanisme market dalam menata sistem
moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open market operation” sewaktu-waktu oleh Bank sentral;
f. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable;
dan
g. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.
3. Pasar Perdana dan Pasar Sekunder
a. Pasar Perdana (Primary Market)
Terdapat dua jenis saham biasa (common stock) yang diterbitkan melalui pasar perdana. Pertama, penawaran perdana (initial public offering-IPO) adalah saham perusahaan yang dijual pertama kali ke publik oleh perusahaan yang tadinya berbentuk perseroan terbatas.
Kedua, saham baru musiman (seasoned new issues) ditawarkan oleh perusahaan yang sudah pernah menerbitkan saham (Bodie, et.al, 2006:
86).
Menurut Brigham dan Houston (2009:150) pasar primer atau pasar
perdana adalah pasar dimana perusahaan – perusahaan mendapatkan
modal baru. Jika suatu perusahaan ingin menerbitkan saham – saham
biasa baru untuk mendapatkan modal, maka hal tersbut merupakan
transaksi pasar primer. Perusahaan yang menjual saham yang baru
diterbitkan tersebut akan menerima dana hasil penjualan atas penjualan di
dalam suatu transaksi pasar primer. Sedangkan menurut Brealey et, all
perusahaan. Penerbitan saham baru meningkatkan baik jumlah kas yang
dipegang oleh perusahaan maupun jumlah saham yang dipegang oleh
publik.
Pasar perdana adalah tempat penjamin emisi efek menjual efek baru
untuk pertama kalinya kepada pemodal melalui penawaran umum.
Penjamin emisi efek atas nama emiten wajib melakukan penawaran efek
kepada masyarakat melalui pasar perdana selama berlangsungnya masa
penawaran (offering period). Adapun pemasaran pendistribusian efek dilaksanakan penjamin efek dengan bantuan para agen penjual yang telah
menjadi anggota bursa efek Indonesia(Yulfasni, 2005:48).
Van Horne dan Wachowicz (2007 : 322) mengungkapkan pasar
perdana (primary market) adalah pasar untuk “penerbitan” baru. Di pasar inilah dana dikumpulkan melalui penjualan arus sekuritas baru dari para
pembeli sekuritas tersebut (sektor simpanan) kepada para penerbit
sekuritas (sektor investasi). Kemudian Weston dan Copeland (1995:98)
menambahkan bahwa pasar primer (primary market) merupakan pasar di mana saham dan obligasi pertama kali dijual.
Pasar perdana merupakan penawaran surat berharga oleh penjamin
emisi dibantu oleh broker pertama kali dibeli oleh kumpulan individu dan
lembaga investasi (Dermawan Sjahrial, 2006: 15).
Pasar primer (pasar perdana) adalah untuk penjualan sekuritas yang
Perusahaan yang akan menerbitkan sekuritas, misalnya saham,
membeli jasa bank investasi (investment bank) yang tugasnya melakukan proses penjaminan emisi (underwriting), yaitu menggaransi harga sekuritas dan menjualnya ke publik. Penjualan perdana sekuritas terjadi
di pesar primer (primary market), yaitu dibeli oleh investor pelanggan bank investasi yang bersangkutan (Ktut Silvanita, 2009: 4).
Apabila dalam pasar perdana terjadi kelebihan jumlah permintaan di
atas jumlah penawaran (over subscription) maka pendostribusian efek didasarkan pada sistem penjatahan (allotment). Adapun pembayaran kembali atas kelebihan uang pesanan (refund) dilakukan penjamin emisi dalam waktu selambat-lambatnya 4 hari setelah penjatahan kepada
pemodal. Selanjutnya pada tanggal yang telah ditentukan penjamin emisi
wajib menyerahkan seluruh hasil penjualan efek(Yulfasni, 2005: 49).
b. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder adalah pasar untuk sekuritas yang telah ada (telah
dibeli sebelumnya), bukan untuk emisi saham baru (Van Horne dan
Wachowicz, 2007 : 322). Sedangkan menurut Brealey et, all (2008 : 37)
pasar sekunder merupakan pasar tempat sekuritas yang diterbitkan
sebelumnya diperdagangkan diantara investor.
Brigham dan Houston (2009:150) mengungkapkan pasar sekunder
Senada dengan Brigham dan Houston, Weston dan Copeland
(1995:98) menambahkan bahwa pasar sekunder merupakan pasar di
mana saham dan obligasi yang telah dijual di pasar perdana kemudian
diperdagangkan.
Pasar sekunder merupakan transaksi surat berharga oleh penjamin
yang terjadi di pasar modal yang tidak akan mempengaruhi posisi
keuangan perusahaan, dan pengaruhnya hanya pada komposisi
kepemilikan saham perusahaan (Dermawan Sjahrial 2006: 15).
Pasar sekunder adalah pasar untuk jual beli sekuritas lama, sebagai
contoh adala bursa efek, bursa paralel, dan OTC (Herman Darmawi,
2005: 24).
Kemudian Bodie, et. al (2006: 86 )menambahkan bahwa pasar
sekunder (secondary market) merupakan tempat terjadinya pembelian dan penjualan antar investor atas sekuritas yang telah diterbitkan.
Sekuritas yang dibeli di pasar primer dijual kembali kepada publik di
pasar sekunder(secondary market). Dengan demikian, fungsi pasar sekunder adalah membuat sekuritas menjadi likuid. Selain itu, kondisi
Setelah melakukan penawaran pada pasar perdana dan semua efek
tercatat aats nama masing-masing investor atau efek yang bersangkutan
berada di tangan para investor, baru saham dicatatkan di bursa efek. Ini
berarti bahwa efek tersebut hanya boleh diperdagangkan di bursa efek,
sehingga kegiatan jual-beli saham perusahaan terjadi di luar perusahaan.
Uang hasil perdaganagn di pasar sekunder tidak masuk kepada
perusahaan melainkan ke dalam kas si penjual saham yang bersangkutan,
sang investor (Yulfasni, 2005: 50).
Pembelian dan penjualan saham dan obligasi yang telah
diperjualbelikan terjadi di pasar sekunder. Transaksi dalam pasar ini tidak memberikan tambahan dana untuk membeli pabrik baru atau
peralatan baru. Akan tetapi, keberadaan pasar sekunder yang terus
berjalan akan meningkatkan likuiditas sekuritas yang telah beredar.
Tanpa likuiditas ini, perusahaan yang menerbitkan sekuritas baru
membayar imbal hasil yang tinggi karena para investor kesulitan untuk
mencari pasar penjualan kembali bagi saham dan obligasi mereka. Jadi,
perdagangan yang berlangsung atas sekuritas yang telah diperjualbelikan
sangat penting untuk operasi pasar perdana yang efisien atau untuk
penerbitan baru sekuritas jangka panjang (Van Horne dan Wachowicz,
B. Penawaran Umum Perdana (IPO)
Pasar penawaran perdana (initial public offering-IPO) adalah turunan dari pasar primer. Di sini perusahaan–perusahaan melakukan “go public” dengan menawarkan saham–sahamnya kepada publik untuk pertama kalinya. Di
banyak IPO, pihak orang dalam akan menjual beberapa saham mereka plus
perusahaan menjual saham baru untuk mendapatkan tambahan modal (Brigham
dan Houston, 2009:151).
Adapun penawaran umum menurut definisi Pasal I Undang-Undang Pasar
Modal adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk
menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam
Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaanya (Yulfasni, 2005:26)
Pasar penawaran perdana (initial public offering-IPO) adalah saham perusahaan yang dijual pertama kali ke publik oleh perusahaan yang tadinya
berbentuk perseroan terbatas (Bodie et. al, 2006: 86).
Menurut Brealey et, al (2008 : 160) perusahaan menerbitkan lembaran
saham biasa kepada publik ketika mereka perlu menggalang dana yang pada
umumnya melibatkan perusahaan perbankan investasi untuk membantu mereka
memasarkan saham–saham ini. Penjualan saham baru oleh perusahaan
dikatakan terjadi pada pasar perdana. Ada dua tipe penerbitan saham perdana.
Dalam penawaran publik awal, atau IPO (initial public offering), perusahaan yang dimiliki pribadi secara tertutup menjual saham pada publik untuk kali
pertama. Perusahaan mapan yang telah menerbitkan saham kepada publik
menerbitkan saham tambahan. Penjualan saham baru oleh perusahaan seperti
ini juga merupakan penerbitan saham perdana, dan disebut dengan penawaran
tambahan (seasoned offering). Ketika suatu perusahaan menerbitkan saham baru kepada publik, pemilik sebelumnya berbagi kepemilikan perusahaan
dengan pemegang saham tambahan. Dalam hal ini, menerbitkan saham baru itu
seperti memiliki mitra baru yang dilibatkan dalam perusahaan.
Budisantoso dan Triandaru (2006: 285) mengungkapkan bahwa penawaran
umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada
masyarakat, berdasarkan tata cara yang diatur oleh undang-undang dan
peraturan pelaksanaanya. Kegiatan ini lebih populer disebut go public. Go public dapat menjadi strategi untuk mendapatkan dana dalam jumlah besar. Dana tersebut dapat digunakan untuk melakukan ekspansi, memperbaiki
struktur permodalan, dan divestasi. Dengan adanya proses penawaran umum,
perusahaan emiten akan mendapatkan banyak keuntungan. Keuntungan yang
dapat diperoleh dengan adanya penawaran umum adalah:
1. Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus tanpa
melalui termin-termin.
2. Proses untuk melakukan go public relatif mudah sehingga biaya untuk go pubic juga menjadi relatif murah.
3. Perusahaan dituntut untuk lebih terbuka sehingga hal ini dapat memacu
perusahaan untuk melakukan pengelolaan dengan lebih profesional.
Untuk mendapatkan dana dari pasar modal, sebuah perusahaan dapat
melakukan hal tersebut. Perusahaan yang dapat menerbitkan saham, obligasi,
atau bentuk sekuritas lain di pasar modal hanyalah perusahaan yang telah go public (Saftiana dan Amelia, 2007:103).
Ketika saham dari sebuah perusahaan tertutup ditawarkan untuk yang
pertama kalinya kepada masyarakat luas, maka perusahaan itu dikatakan masuk
bursa (going public). Pasar untuk saham yang baru saja ditawarkan kepada publik itu disebut pasar penawaran perdana (initial public offering market). IPO mendapat banyak sorotan dalam beberapa tahun terakhir ini, terutama
karena sejumlah penerbitan “panas” yang telah memberikan keuntungan yang
spektakuler, sering kali dalam menit-menit pertama perdagangan (Brigham dan
Houston, 2009:404).
Van Horne dan Wachowicz (2007 :343) mengungkapkan bahwa jika
perusahaan baru cukup berhasil, pemilik mungkin ingin “membawa perusahaan
ke publik” dengan menjual saham biasa ke pihak luar. Sering kali keinginan ini
diinspirasikan oleh para kapitalis perusahaan, yang ingin mendapatkan imbal
hasil tunai atas investasi mereka. Dalam situasi lainnya, para pendiri mungkin
hanya ingin menciptakan nilai, dan likuiditas, untuk saham biasa mereka.
Apapun motivasinya, para pemilik dapat memutuskan untuk mengubah
perusahaan mereka menjadi perusahaan publik. Terdapat pengecualian dalam
pola kejadian ini: beberapa perusahaan besar dan berhasil memilih untuk tetap
dimiliki secara terbatas.
Perusahaan yang menerbitkan sekuritas di pasar modal pada dasarnya
kelebihan dana (para investor) menyerahkan langsung dananya ke pihak yang
meemrlukan dana (perusahaan). Banyak pihak yang terlibat dalam penerbitan
sekuritas di pasar modal. Banyaknya pihak yang terkait tersebut antara lain
dimaksudkan agar tidak terjadi penipuan informasi kepada para pemodal
(Husnan dan Pudjiastuti, 2002: 428).
Perusahaan yang akan mencari dana tambahan dari masyarakat melalui
pasar modal maka perusahaan tersebut harus melakukan suatu proses going public atau go public. Pada hakekatnya perusahaan yang go public adalah perusahaan yang membuka diri terhadap keikutsertaan masyarakat dalam suatu
perusahaan yang pada walnya brsifat tertutup, baik dengan cara pemilikan
maupun dengan penetapan kebijakan pengelolaan perusahaanya(Yulfasni,
2005:30).
Sebuah perusahaan yang akan going public dapat mengikuti prosedur yang terdiri dari tiga tahapan utama. Yang pertama adalah persiapan diri. Yang
kedua adalah memperoleh ijin regristrasi dari BAPEPAM-LK. Yang ketiga
adalah melakukan penawaran perdana ke publik (initial public offering) dan memasuki pasar sekunder dengan mencatatkan efeknya di bursa. (Jogiyanto,
2009: 89).
C. Underpricing
Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau pada saat IPO. Selisih
investor. Underpricing adalah fenomena yang umum dan sering terjadi di pasar modal manapun saat emiten melakukan IPO (Yolana dan Martani, 2005: 538).
Underpricing adalah menerbitkan sekuritas pada harga penawaran yang ditetapkan di bawah nilai sekuritas sebenarnya (Brealey et, al, 2008 :416).
Para manajer perusahaan ingin mengamankan harga setinggi mungkin
untuk saham mereka, tapi para penjamin cenderung berhati-hati karena mereka
bisa menanggung saham tak terjual jika mereka salah mengestimasi permintaan
investor terlalu tinggi. Akibatnya para penjamin biasanya mencoba
memperendah harga penawaran publik awal. Cara yang dikenal sebagai
underpricing ini, menurut mereka, dibutuhkan untuk membujuk investor membeli saham dan mengurangi biaya pemasaran emisi pada pelanggan.
Underpricing menggambarkan biaya bagi pemilik saat ini karena investor baru diizinkan membeli saham perusahaan pada harga yang menguntungkan
(Brealey et, al, 2008 :416).
Investor menanamkan dananya di pasar perdana bertujuan untuk
memperoleh initial return yang diperoleh dari selisih lebih antara harga di pasar sekunder dengan harga perdananya. Adanya initial return ini mengindikasikan bahwa terjadi underpricing saham di pasar perdana ketika masuk ke pasar sekunder (Suyatmin dan Sujadi,2006:12).
Para manajer perusahaan ingin mengamankan harga setinggi mungkin
untuk saham mereka, tapi para penjamin cenderung berhati-hati karena mereka
bisa menanggung saham tak terjual jika mereka salah mengestimasi permintaan
memperendah harga penawaran publik awal. Cara yang dikenal sebagai
underpricing ini, menurut mereka, dibutuhkan untuk membujuk investor membeli saham dan mengurangi biaya pemasaran emisi pada pelanggan.
Underpricing menggambarkan biaya bagi pemilik saat ini karena investor baru diizinkan membeli saham perusahaan pada harga yang menguntungkan
(Brealey, et. al, 2008:416).
Beberapa teori tentang fenomena underpricing pada penawaran umum perdana diantaranya asymetric information, winner’s curse, dan signalings theory.
1. Asymetric Information
Informasi yang tidak asimetris atau asimetrik informasi (information asymetric) adalah informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat informasi saja (informed investrors). Asimetrik informasi dapat terjadi di pasar modal atau di pasar yang lain (Jogiyanto,
2009: 516).
Intinya adalah para calon investor sekuritas memiliki lebih sedikit
informasi daripada pihak manajemen, dan pihak manajemen cenderung
untuk menerbitkan sekuritas ketika penilaian pasar terhadap nilai
perusahaan lebih tinggi daripada penilaian pihak manajemen. Hal ini secara
khusus berlaku untuk saham biasa, dengan para investor hanya memiliki
klaim residual atas laba dan aktiva. Oleh karena arus kas akan terpengaruh
untuk dideteksi dengan menggunakan data dari peenrbitan baru tersebut
(Van Horne dan Wachowicz, 2007 : 345).
Jika manajer tahu bahwa saham dinilai terlalu tinggi (overvalued),
posisinya adalah sebaliknya. Jika perusahaan menjual saham baru pada
harga tinggi, perusahaan akan membantu pemegang saham saat ini dengan
mengorbankan pemegang saham baru. Manajer mungkin siap menerbitkan
saham meskipun kas baru hanya ditaruh di bank (Brealey et, al, 2008
:424).
Pada model Baron, penjamin emisi memiliki informasi yang lebih
baik mengenai permintaan terhadap saham-saham emiten dibandingkan
dengan emiten. Penjamin emisi akan memanfaatkan informasi yang
dimilikinya untuk memperoleh kesepakatan optimal dengan emiten yaitu
dengan memperkecil risiko keharusan membeli saham yang tidak laku
terjual. Karena emiten kurang memiliki informasi maka emiten harus
menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya (Suyatmin dan
Sujadi, 2006:12).
Ringkasnya, penerbitan sekuritas baru, maupun tawaran pertukaran,
tampak menyebabkan pengaruh informasi yang dapat mempengaruhi harga
saham. Manajer keuangan harus sadar atas pengaruh potensial ini sebelum
memutuskan untuk menerbitkan sekuritas (Van Horne dan Wachowicz,
2007 : 346).
Jika diasumsikan manajer (yang memiliki informasi lebih baik
terlalu rendah (undervalued). Jika perusahaan menjual saham baru pada harga rendah ini, perusahaan akan memberi pemegang saham baru
kesepakatan yang lebih baik dengan mengorbankan pemegang saham lama.
Dalam kondisi ini manajer mungkin siap mengorbankan investasi baru
daripada menjual saham pada harga yang terlalu rendah (Brealey et, al, 2008
:424).
Pada model Rock, informasi asimetri terdapat pada kelompok
informed investor dan uninformed investor. Informed investor mengetahui informasi lebih banyak mengenai prospek perusahaan emiten, sehingga
kelompok informed investor hanya berpartisipasi pada saham-saham yang
underpriced. Kelompok uninformed investor menerima alokasi yang tidak proporsional. Agar kelompok uninformed investor berpartisipasi dalam penawaran perdana maka emiten akan menerima harga yang murah
(underpriced) bagi penawaran sahamnya (Suyatmin dan Sujadi, 2006:12). 2. Winner’s Curse
Sayangnya, underpricing tidak berarti bahwa tiap orang bisa kaya dengan membeli saham dalam IPO. Jika emisinya di-underprice, semua orang mau membelinya dan penjamin tidak akan mempunyai cukup saham
untuk diputar. Karena itu investor cenderung hanya mendapatkan sedikit
saham dari emisi yang menggairahkan ini. Jika dihargai lebih tinggi dari
3. Signalings Theory
Kepercayaan pada tekanan harga ini menyiratkan bahwa emisi baru
menekan harga saham untuk sementara di bawah nilai sebenarnya. Akan
tetapi, pandangan ini sepertinya tidak sepenuhnya cocok dengan paham
efisiensi pasar. Jika harga saham turun hanya karena naiknya penawaran,
maka saham itu akan menawarkan pengembalian yang lebih tinggi daripada
saham yang setara dan investor akan tertarik padanya seperti semut melihat
gula (Brealey et, al, 2008 :423).
Ketika perusahaan publik mengumumkan penerbitan sekuritas, maka
mungkin terdapat pengaruh informasi yang menyebabkan reaksi pasar
saham. Di berbagai penelitian di mana faktor-faktor lain yang menyebabkan
pergerakan pasar dianggap konstan, para peneliti menemukan rekasi harga
saham yang negatif (atau “imbal hasil abnormal”) atas penerbitan saham
biasa atau sekuritas dapat dikonversi. Pengumuman mengenai utang biasa
dan saham preferen cenderung tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan
secara statistik (Van Horne dan Wachowicz, 2007 : 343).
Kecenderungan harga saham untuk turun pada saat emisi mungkin
tidak ada kaitannya dengan meningkatnya penawaran. Sebaliknya, emisi
saham mungkin hanya sinyal bahwa manajer yang memiliki informasi
percaya bahwa pasar telah menghargai saham terlalu tinggi (Brealey et, al,
D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing
1. Jenis Industri
Jenis industri digunakan sebagai variabel independen untuk melihat
apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu saja. Variabel jenis industri mungkin saja
mempengaruhi underpricing karena tiap industri memiliki resiko dan tingkat ketidakpastian berbeda sehingga dapat mempengaruhi investor
dalam mengambil keputusan berinvestasi. Risiko untuk setiap sektor
industri berbeda karena adanya perbedaan karakteristik. Perbedaan risiko ini
menyebabkan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor untuk
setiap sektor juga berbeda. Sehingga tingkat underpricing saham perdana untuk tiap sektor industri mungkin akan berbeda (Yolana dan Martani,
2005:544).
Setiap kelompok industri mempunyai karakteristik tertentu yang
berbeda dari kelompok industri lain. Jenis industri merupakan variabel
dummy. Pada hakekatnya variabel dummy ini dimaksudkan untuk menunjukkan apakah tingat underpriced perusahaan perusahaan dari industri manufaktur berbeda dengan perusahaan dari industri manufaktur
(Suyatmin dan Sujadi, 2006:16). Penelitian Mischelly dan Shaw (1995)
dalam Misnen Ardiansyah (2004:130) menemukan bahwa initial returns
Permasalahan yang sering dihadapi adalah adanya variabel independen
yang berskala ukuran non-metrik atau kategori. Jika variabel independen
berukuran kategori atau dikotomi, maka dalam model regresi variabel
tersebut harus dinyatakan sebagai variabel dummy dengan memberi kode 0 (nol) atau 1 (satu). Setiap variabel dummymenyatakan satu kategori variabel independen non-metrik, dan setiap variabel non-metrik dengan k kategori
dapat dinyatakan dalam k-1 variabel dummy(Imam Ghozali, 2005: 128).
2. Return On Equity (ROE)
Kim, Krinsky dan Lee (1993) dalam Saftiana dan Amelia (2007:108)
berpendapat bahwa profitabilitas perusahaan dapat memberikan informasi
kepada pihak luar perusahaan mengenai efektifitas operasional perusahaan,
dimana profitabilitas yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba. Profitabilitas ini diukur melalui
perbandingan antara laba bersih yang dihasilkan dengan total ekuitas atau
modal sendiri (ROE). Profitabilitas ini merupakan salah satu potensi yang
dimiliki oleh perusahaan untuk membantu menentukan harga (offering price).
Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak
dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal
sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik
3. Ukuran Penawaran
Pada saat perusahaan menawarkan saham baru maka terdapat aliran kas
masuk dari proceeds (penerimaan dan pengeluaran saham). Proceeds
menunjukkan besarnya ukuran penawaran saat IPO. Melalui IPO diharapkan
akan menyebabkan membaiknya prospek perusahaan perusahaan yang
terjadi karena ekspansi atau investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO.
Oleh karena itu, diduga bahwa proceeds berhubungan positif dengan harga pasar saham karena semakin tinggi proceeds, semakin rendah ketidakpastian yang berarti semakin tinggi harga saham. Dengan demikian semakin tinggi
E. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NO Judul Penelitian Peneliti Sampel Alat
Statistik Kesimpulan
Reputasi penjamin emisi
saham mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap tingkat underpricing, baik pengukuran reputasi yang menggunakan proksi market share saham yang dijamin
maupun saham yang
ditawarkan. Sedangkan
reputasi auditor mempunyai hubungan negatif signifikan
terhadap underpricing.
Variabel persentase saham
yang ditahan, umur
perusahaan, Return on Asset, financial leverage, Earning Per Share, dan price Earning Ratio tidak mempunyai
hubungan dengan tingkat
undepricing. Sedngkan ukuran perusahaan secara signifikan mempunyai hubungan dengan tingkat underpricing.
Hasil penelititan ini
menunjukkan tingkat
underpricing cukup tinggi, yaitu sebesar 61,5%. Dengan melihat hasil uji statistik, maka
variabel skala/besaran
perusahaan, umur perusahaan, persentase kepemilikan saham
yang ditahan, financial
leverage, dan profitabilitas perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan dengan tingkat signifikansi 5% baik
secara simultan maupun
NO Judul Penelitian Peneliti Sampel Alat
initial return dipengarhi oleh reputasi underwriter dan profitabilitas perusahaan (ROA). Penelitian ini gagal
untuk mendapatkan bukti
bahwa ada hubungan antara
reputasi underwriter, financial leverage, dan Return on Asset
(ROA) berpengaruh secara simultan terhadap tingkat
underpricing. Sedangkan reputasi underwriter dan
financial leverage berpengaruh secara parsial terhadap tingkat
underpricing dengan tingkat signifikansi 5%.
Nilai underpricing secara rata-rata dalam penelitian ini cukup besar yaitu 44, 21% dengan standar deviasi sebesar 56, 18%. Variabel profitabilitas perusahaan, ukuran perusahaan dan leverage keuangan (solvabilitas) secara simultan
berpengaruh signifikan
terhadap tingkat underpricing
pada penawaran perdana di Bursa Efek Jakarta (BEJ) untuk periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2002. Secara terpisah (parsial), variabel profitabilitas perusahaan (ROE) dan leverage keuangan
(solvabilitas) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing.
Sedangkan variabel ukuran perusahaan yang diproksi
dengan total aktiva
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing
NO Judul Penelitian Peneliti Sampel Alat
ownership retention dan penggunaan dana IPO untuk investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap initial return
Tingkat underpricing dalam penelitian ini cukup tinggi, yaitu 38%, secara simultan
variabel bebas terbukti
mempengaruhi variabel terikat
underpricing. Dari hasil regresi diperoleh adjusted R-squared
sebesar 28,15%. Keempat
variabel bebas(rata-rata kurs, skala perusahaan, ROE, jenis industri) berhasil membuktikan bahwa sevara parsial – dengan asumsi variabel bebas lain
konstan – mempengaruhi
underpricing dengan alasan yang telah dipaparkan di atas pada masing-masing variabel bebas. Sedangkan variabel
reputasi penjamin emisi
ternyata tidak terbukti
mempengaruhi underpricing
Hasil analisis regresi
pengaruh variabel keuangan terhadap initial return
menunjukkan bahwa hanya
earning per share yang
berpengaruh signifikan.
Informasi lain yaitu ROA, financial leverage, ukuran
penawaran (proceed),
pertumbuhan laba, current ratio, dan besaran perusahaan tidak berpengaruh terhadap
NO Judul Penelitian Peneliti Sampel Alat
initial return menunjukkan bahwa secara parsial variabel
total asset turnover,
prosentase penawaran saham, ROE berpengaruh signifikan terhadap return awal di pasar perdana pada alpha 0,05. Variabel lain yaitu Current Ratio, Debt to Eqiuty Ratio, Earning Per Share, umur
perusahaan dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return.
portofolio yang digunakan akan berdampak pada estimasi
abnormal return IPO. Rata-rata tingkat underpricing
jangka pendek yang diukur dengan initial return adalah
28,42%, sedangkan pada
jangka panjang menunjukkan tingkat underpricing yang lebih rendah.
Tingkat underpricing di pasar modal Amerika pada periode 1993-1998 sebesar 15,9%, periode 1999-2000 sebesar 64,5%, dan periode 2001-2008 sebesar 12,1% sehingga rata-rata underpricing sebesar 24,4%. Hasil analisis regresi
terhadap initial return
menunjukkan bahwa Reputasi
Underwriter, Ukuran Perusahaan, dan jenis industri
berpengaruh terhadap
underpricing. Sedangkan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing.
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu :
1. Periode yang digunakan dari tahun 2007-2010 merupakan saat di mana krisis
global terjadi sehingga diharapkan dapat mencerminkan dampak dari krisis
global tersebut terhadap penawaran perdana.
2. Penelitian ini menggunakan variabel jenis industri, rasio profitabilitas (Return On Equity), dan ukuran penawaran. Variabel-variabel independen tersebut diambil karena dari berbagai penelitian terdahulu terdapat ketidak konsistenan
hasil penelitian, sehingga masih perlu dilakukan penelitian kembali terhadap
F. Kerangka Berpikir
.
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penelitian One Sample t-test
Uji t (Parsial) Uji F (Simultan) Koefisien Determinasi
Interpretasi Analisis Model Regresi
BEI
Perusahaan Go Public
IPO Variabel Independen
1. Jenis Industri
2. Return On Equity (ROE)
3. Ukuran Penawaran Variabel Dependen
Tingkat Underpricing
Asumsi Klasik
Normalitas Multikolinearitas Autokorelasi Heteroskedastisitas
Model Regresi
G. Hipotesis Penelitian
1. Ho : µ ≤ 0 tidak terjadi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
Ha : µ > 0 terjadi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
2. Ho : β1= 0 tidak terdapat pengaruh jenis industri terhadap tingkat underpricing secara parsial.
Ha : β1≠ 0 terdapat pengaruh jenis industri terhadap underpricing
secara parsial.
3. Ho : β2= 0 tidak terdapat pengaruh ROE terhadap tingkat underpricing secara parsial.
Ha : β2≠ 0 terdapat pengaruh ROE terhadap underpricing secara
parsial.
4. Ho : β3= 0 tidak terdapat pengaruh ukuran penawaran terhadap
tingkat underpricing secara parsial.
Ha : β3≠ 0 terdapat pengaruh ukuran penawaran terhadap underpricing secara parsial.
5. Ho : β1= β2=β3= 0 tidak terdapat pengaruh jenis industri, ROE, dan
ukuran penawaran terhadap tingkat underpricing
secara simultan.
Ha : β1≠β2≠β3≠0 tidak terdapat pengaruh jenis industri, ROE, dan
ukuran penawaran terhadap tingkat underpricing
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel yang
mempengaruhi tingkat underpricing pada penawaran umum perdana saham (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Faktor–faktor tersebut adalah jenis industri, ROE dan ukuran
penawaran.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan Go Public
yang mengalami underpricing saat melakukan penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2010. Periode pengamatan dari
2007-2010 dipilih dikarenakan pada periode tersebut terdapat krisis global pada tahun
2008 yang diawali dari krisis yang terjadi di Amerika Serikat.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel yang diambil untuk keperluan penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling yaitu pemilihan sampel secara tidak acak yang disesuaikan dengan tujuan dan target tertentu. Kualifikasi sampel digunakan dengan kriteria
sebagai berikut :
1. Perusahaan melakukan penawaran saham perdana (IPO) pada periode 2007-2010.
2. Perusahaan mengalami underpicing pada penawaran perdana (IPO). Yaitu perusahaan yang memiliki nilai initial returnlebih besar dari nol.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari Indonesian Stock Exchange (IDX), yahoofinances, jurnal, literatur, dan internet. Data yang digunakan meliputi :
1. JSX/IDX Fact Book pada periode 2007-2010.
2. Data perkembangan harga saham harian pada saat perusahaan melakukan
penawaran perdana pada periode 2007-2010.
3. Laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan pada tahun perusahaan melakukan penawaran umum perdana pada periode 2007-2010.
4. Direktori Pasar Modal Indonesia (DPMI) atau Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
5. Ringkasan kinerja perusahaan yang terdaftar di BEI.
D. Metode Analisis
1. Menghitung initial return
Untuk dapat menentukan variabel IR (initial return) diperlukan data harga penawaran perdana dan harga saham pada penutupan pada hari pertama saham
tersebut dipedagangkan di pasar sekunder. Penentuan variabel IR dilakukan
40
IR = − 100%
IR = Initial Return
Offering Price = harga penawaran perdana saham IPO
Closing Price = harga penutupan hari pertama setelah melakukan IPO
Setelah IR dapat diketahui angkanya, kemudian ditentukan perusahaan
sampel. Yaitu perusahaan yang memiliki IR lebih besar dari nol.
2. Uji-t satu sampel (one sample t-test)
Uji-t satu sampel (one sample t-test) digunakan untuk menguji purata (mean) dari sampel tunggal terhadap suatu purata acuan (µ0) dengan asumsi data
terdistribusi normal (Uyanto, 2006:77).
Dalam penelitian ini objek yang akan diuji menggunakan uji-t satu sampel
ini adalah seluruh IPO saham perusahaan dari tahun 2007 sampai dengan 2010 di
Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini akan menguji apakah telah terjadi
underpricing di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2010 dengan α = 0,05. Jika hal ini benar, maka nilai initial return perusahaan akan lebih tinggi dari rata-rata µ0 =
0.; karena itu digunakan uji hipotesis satu sisi (one-sided atau one-tailed test) untuk sisi atas (upper tailed) dengan hipotesis:
Keputusan yang didapatkan apakah terjadi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2009. Kriteria
pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut :
Jika P-value < α, maka Ho ditolak
Jika P-value ≥ α, maka Ho tidak dapat ditolak 3. Uji Asumsi Klasik
Untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel independen terhadap
dependen baik secara parsial maupun secara simultan, maka digunakan regresi
linear berganda (Multiple Regression) dan alpha yang digunakan adalah 5%. Sebelum dilakukan pengujian dengan regresi berganda, variabel-variabel
penelitian diuji dengan asumsi klasik atau bisa dikenal dengan uji BLUE (Best Linear Unbiased Estimate) yaitu data terdistribusi normal (uji normalitas), tidak terjadinya heteroskedastisitas, tidak terjadinya autokorelasi dan tidak terjadinya
multikolinearitas (Suyatmin dan Sujadi, 2006: 22). Uji asumsi klasik terdiri dari
pengujian-pengujian sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji statistika Kolmogorov-Smirnov (K-S) merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi dengan distribusi
tertentu dalam hal ini adalah distribusi normal (Widarjono, 2010).
Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji
42
H0 : Data residual berdistribusi normal
Ha : Data residual tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut :
Jika P-value < α, maka Ho ditolak
Jika P-value ≥ α, maka Ho tidak dapat ditolak b. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi dalam model regrasi adalah: (1) residual (ei) memiliki nilai
rata-rata nol, (2) residual memiliki varian yang konstan atau var(ei)=σ2, dan (3) residual suatu observasi tidak saling berhubungan dengan residual observasi
lainnya atau cov(epe)=0, sehingga menghasilkan estimator yang BLUE
(Winarno, 2007: 5.8).
Apabila asumsi (1) tidak terpenuhi, yang terpengaruh hanyalah slope
estimator dan ini tidak membawa konsekuensi serius dalam analisis
ekonometri. Sedangkan apabila asumsi (2) dan (3) dilanggar, maka akan
membawa dampak serius bagi prediksi dengan model yang dibangun
(Winarno, 2007: 5.8).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara variabel dependen dan residualnya dimana sumbu Y adalah Y yang diprediksi, dan sumbu X adalah