• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Mucuna Bracteata Dan Kadar Hara Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Pada Kombinasi Mikroba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan Mucuna Bracteata Dan Kadar Hara Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Pada Kombinasi Mikroba"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN

Mucuna bracteata

DAN KADAR HARA

KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN PADA

KOMBINASI MIKROBA

SKRIPSI

Oleh:

ADINDA NURUL HUDA M 060301039

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERTUMBUHAN

Mucuna bracteata

DAN KADAR HARA

KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN PADA

KOMBINASI MIKROBA

SKRIPSI

Oleh:

ADINDA NURUL HUDA M

060301039 / Budidaya Pertanian-Agronomi

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pertumbuhan Mucuna bracteata dan Kadar Hara Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Kombinasi Mikroba

Nama : Adinda Nurul Huda M

Nim : 060301039

Program Studi : Agronomi

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP. Ir. Sanggam Silitonga

Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Ir. Edison Purba, PhD Ketua Departemen Budidaya Pertanian

(4)

ABSTRAK

ADINDA NURUL HUDA M. Pertumbuhan Mucuna bracteata dan Kadar Hara Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Kombinasi Mikroba. Dibawah bimbingan RATNA ROSANTY LAHAY dan SANGGAM SILITONGA

Mucuna bracteata merupakan tanaman kacangan penutup tanah yang membutuhkan pupuk dalam jumlah besar untuk mendukung pertumbuhan kelapa sawit. Pemberian pupuk hayati diharapkan dapat mensubstitusi setengah dari penggunaan pupuk kimia. Penelitian ini menguji respons pertumbuhan Mucuna bracteata dan kadar hara kelapa sawit belum menghasilkan terhadap kombinasi mikroba. Penelitian dilakukan di Kebun Adolina PTPN IV, Serdang Bedagai mulai bulan Oktober 2008 sampai Desember 2009. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok non faktorial dengan 6 perlakuan, yaitu kontrol (TBM I), rhiphosant (TBM I), bioteks (TBM I), kontrol (TBM II), rhiphosant (TBM II), bioteks (TBM II) dengan 12 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata pada parameter bobot kering, kadar nitrogen, serapan hara nitrogen, serapan hara fosfor, kadar kalium, kadar klorofil Mucuna, kadar karbon, nitrogen, fosfor tanah dan kadar hara N, P, K kelapa sawit belum menghasilkan tetapi berpengaruh tidak nyata pada bobot basah, kadar fosfor Mucuna, serapan hara kalium Mucuna, dan pH tanah.

Kata kunci : Mucuna bracteata, Mikroba, Kelapa sawit

ABSTRACT

ADINDA NURUL HUDA M. Growth of Mucuna bracteata and Nutrient Rate of not Productive Palm Yet to Microbe Combination. Under Academic Supervision of RATNA ROSANTY LAHAY and SANGGAM SILITONGA

Mucuna bracteata is legume cover crop that needs a high amount of fertilizer to support growth of oil palm. Giving of biofertilizer were expected to substitute a half of chemistry fertilizer usage. This research studied growth response of Mucuna bracteata and nutrient rate of not productive palm yet to microbe combination. Research was done in Kebun Adolina PTPN IV, Serdang Bedagai in October 2008 until December 2009. Method of this research is randomized block design non factorial with 6 treatment, that is control (TBM I), rhiphosant (TBM I), bioteks (TBM I), control (TBM II), rhiphosant (TBM II), bioteks (TBM II) with 12 replications.

Result of research showed that the treatment significantly increase dry weight, nitrogen rate, nitrogen uptake, phosphorus uptake, potassium rate, chlorophyll rate of Mucuna, carbon, nitrogen, phosphorus of soil and nitrogen, phosphorus dan potassium uptake of not productive palm yet but insignificantly at fresh weight, phosphorus rate, potassium uptake of Mucuna, and pH of soil.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 10 Oktober 1988 putri dari Ayah

Abdurrachman Manurung dan Ibu Murni Daulay. Penulis merupakan anak ke 4

dari 4 bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Medan dan pada tahun yang

sama terdaftar masuk ke Program Studi Agronomi, Departemen Budidaya

Pertanian, Fakultas Pertanian USU melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Prestasi

(PMP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota bidang

informasi dan kreativitas BKM Al-Mukhlisin FP-USU (2006-2007), anggota

divisi tanaman hias Himadita Nursery (2007-2008), bendahara Himadita Nursery

(2008-2009), sekretaris Himadita Nursery (2009-2010), sebagai asisten

Laboratorium Biologi Umum (2007-2008), asisten Laboratorium Morfologi dan

Taksonomi Tumbuhan (2008-2009), asisten Laboratorium Anatomi Tumbuhan

(2008-2009) dan asisten Laboratorium Teknologi Benih (2008-2009).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan

Nusantara IV Kebun Pabatu, Tebing Tinggi dari tanggal 13 Juli sampai 9 Agustus

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pertumbuhan

Mucuna bracteata dan Kadar Hara Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Kombinasi Mikroba, yang merupakan sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana di Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua

yang telah memberikan dukungan moril dan materil, kepada Ibu Ir. Ratna Rosanty

Lahay, MP. dan Bapak Sanggam Silitonga selaku ketua dan anggota komisi

pembimbing, kepada Balai Bioteknologi Perkebunan Bogor (Ibu Dr. Happy

Widiastuti, Bapak Ir. Suharyanto, MS dan Mbak Fauzia Novianty), kepada

seluruh karyawan dan staf afdeling VII dan VIII Kebun Adolina, keluarga besar

stambuk 2006, keluarga besar Himadita Nursery dan seluruh pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu

saran dan kritik untuk perbaikan demi kesempurnaan sangat diharapkan.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2010

(7)

DAFTAR ISI

Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Basah (kg) ... 20

Bobot Kering (kg) ... 21

Kadar Hara Mucuna (%) ... 22

Serapan Hara Mucuna (g/tanaman) ... 23

Kadar Klorofil (mg/g jaringan) ... 24

Analisis tanah ... 26

pH tanah ... 26

Kadar hara tanah ... 27

Kadar hara N, P, K Kelapa Sawit (%) ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(9)

DAFTAR TABEL

Hal.

1. Perlakuan ... 15

2. Bobot basah Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi

mikroba ... 20

3. Bobot kering Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba ... 21

4. Kadar hara Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi

mikroba ... 22

5. Serapan hara Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi

mikroba ... 23

6. Kadar klorofil Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba ... 25

7. pH tanah Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi

mikroba ... 26

8. Kadar hara tanah Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba ... 27

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

1. Teknik pengambilan parameter kadar klorofil ... 34

2. Perhitungan konversi dosis pupuk ... 35

3. Bagan Penelitian ... 36

4. Tabel kegiatan penelitian ... 37

5. Data pengamatan bobot basah Mucuna bra cteata ... 38

6. Analisis sidik ragam bobot basah Mucuna bra cteata ... 38

7. Data pengamatan bobot kering Mucuna bra cteata ... 39

8. Analisis sidik ragam bobot kering Mucuna bracteata ... 39

9. Data pengamatan kadar nitrogen Mucuna bracteata ... 40

10.Analisis sidik ragam kadar nitrogen Mucuna bracteata ... 40

11.Data pengamatan serapan hara nitrogen Mucuna bracteata ... 41

12.Analisis sidik ragam serapan hara nitrogen Mucuna bracteata ... 41

13.Data pengamatan kadar fosfor Mucuna bracteata ... 42

14.Analisis sidik ragam kadar fosfor Mucuna bra cteata ... 42

15.Data pengamatan serapan hara fosfor Mucuna bracteata ... 43

16.Analisis sidik ragam serapan hara fosfor Mucuna bracteata ... 43

17.Data pengamatan kadar kalium Mucuna bracteata ... 44

18.Analisis sidik ragam kadar kalium Mucuna bracteata ... 44

19.Data pengamatan serapan hara kalium Mucuna bracteata ... 45

20.Analisis sidik ragam serapan hara kalium Mucuna bracteata ... 45

21.Data pengamatan kadar klorofil Mucuna bracteata ... 46

(11)

23.Data pengamatan pH tanah Mucuna bracteata ... 47

24.Analisis sidik ragam pH tanah Mucuna bracteata ... 47

25.Data pengamatan kadar fosfor tanah Mucuna bracteata ... 48

26.Analisis sidik ragam kadar fosfor tanah Mucuna bracteata ... 48

27.Data pengamatan kadar karbon tanah Mucuna bracteata ... 49

28.Analisis sidik ragam kadar karbon tanah Mucuna bracteata ... 49

29.Data pengamatan kadar nitrogen tanah Mucuna bracteata ... 50

30.Analisis sidik ragam kadar nitrogen tanah Mucuna bracteata ... 50

31.Data pengamatan kadar nitrogen kelapa sawit ... 51

32.Analisis sidik ragam kadar nitrogen kelapa sawit ... 51

33.Data pengamatan kadar fosfor kelapa sawit ... 52

34.Analisis sidik ragam kadar fosfor kelapa sawit ... 52

35.Data pengamatan kadar kalium kelapa sawit ... 53

36.Analisis sidik ragam kadar kalium kelapa sawit ... 53

37.Rangkuman uji beda rataan pertumbuhan Mucuna bracteata dan kadar hara kelapa sawit belum menghasilkan terhadap kombinasi mikroba ... 54

38.Foto lahan penelitian di pembibitan ... 55

(12)

ABSTRAK

ADINDA NURUL HUDA M. Pertumbuhan Mucuna bracteata dan Kadar Hara Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Kombinasi Mikroba. Dibawah bimbingan RATNA ROSANTY LAHAY dan SANGGAM SILITONGA

Mucuna bracteata merupakan tanaman kacangan penutup tanah yang membutuhkan pupuk dalam jumlah besar untuk mendukung pertumbuhan kelapa sawit. Pemberian pupuk hayati diharapkan dapat mensubstitusi setengah dari penggunaan pupuk kimia. Penelitian ini menguji respons pertumbuhan Mucuna bracteata dan kadar hara kelapa sawit belum menghasilkan terhadap kombinasi mikroba. Penelitian dilakukan di Kebun Adolina PTPN IV, Serdang Bedagai mulai bulan Oktober 2008 sampai Desember 2009. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok non faktorial dengan 6 perlakuan, yaitu kontrol (TBM I), rhiphosant (TBM I), bioteks (TBM I), kontrol (TBM II), rhiphosant (TBM II), bioteks (TBM II) dengan 12 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata pada parameter bobot kering, kadar nitrogen, serapan hara nitrogen, serapan hara fosfor, kadar kalium, kadar klorofil Mucuna, kadar karbon, nitrogen, fosfor tanah dan kadar hara N, P, K kelapa sawit belum menghasilkan tetapi berpengaruh tidak nyata pada bobot basah, kadar fosfor Mucuna, serapan hara kalium Mucuna, dan pH tanah.

Kata kunci : Mucuna bracteata, Mikroba, Kelapa sawit

ABSTRACT

ADINDA NURUL HUDA M. Growth of Mucuna bracteata and Nutrient Rate of not Productive Palm Yet to Microbe Combination. Under Academic Supervision of RATNA ROSANTY LAHAY and SANGGAM SILITONGA

Mucuna bracteata is legume cover crop that needs a high amount of fertilizer to support growth of oil palm. Giving of biofertilizer were expected to substitute a half of chemistry fertilizer usage. This research studied growth response of Mucuna bracteata and nutrient rate of not productive palm yet to microbe combination. Research was done in Kebun Adolina PTPN IV, Serdang Bedagai in October 2008 until December 2009. Method of this research is randomized block design non factorial with 6 treatment, that is control (TBM I), rhiphosant (TBM I), bioteks (TBM I), control (TBM II), rhiphosant (TBM II), bioteks (TBM II) with 12 replications.

Result of research showed that the treatment significantly increase dry weight, nitrogen rate, nitrogen uptake, phosphorus uptake, potassium rate, chlorophyll rate of Mucuna, carbon, nitrogen, phosphorus of soil and nitrogen, phosphorus dan potassium uptake of not productive palm yet but insignificantly at fresh weight, phosphorus rate, potassium uptake of Mucuna, and pH of soil.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak tahun 2003, perkebunan kelapa sawit berkembang dengan luas areal

perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645

ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%).

Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil

produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN)

sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar

4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan

85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya.

Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar

2,73 ton CPO/ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta

2,58 ton CPO/ha (http://www.litbang.deptan.go.id, 2009).

Rerata produksi minyak kelapa sawit tahunan sekitar 2,0-4,0 ton minyak

sawit mentah (MSM)/ha/tahun dan bervariasi antara satu negara dengan negara

lain tergantung kondisi iklim, tanah dan faktor agronomis. Produksi tertinggi

dicapai di daerah Asia Tenggara dan Amerika Selatan bagian tengah. Untuk

mencapai tingkat produksi yang tinggi sesuai dengan potensi genetisnya maka

pemupukan merupakan faktor yang utama. Dalam hal pemberian pupuk yang

sangat tinggi belum tentu dapat menjamin produksi yang tinggi, namun

keseimbangan pemberian dari berbagai jenis dan takaran pupuk lebih diutamakan

(14)

Pada tahun 2008 terjadi lonjakan harga pupuk yang sangat signifikan yang

membuat petani pekebun merasa perlu mensiasatinya. Salah satunya dengan

menekan biaya pemupukan melalui peningkatan efisiensi pemupukan dan

mengurangi pemakaian pupuk anorganik. Upaya yang dilakukan untuk

mengurangi kebutuhan pupuk anorganik adalah dengan memanfaatkan bakteri

penambat N udara, bakteri pelarut fosfat dan penggunaan pupuk organik

(http://ditjenbun.deptan.go.id/benihbun/benih, 2009).

Pemberian pupuk hayati dengan menambahkan mikroba seperti rhizobium,

bakteri pelarut unsur hara dan bakteri penghasil hormon tumbuh merupakan solusi

yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan.

Mikroba-mikroba tersebut diharapkan mampu memperbaiki tingkat serapan hara dan air.

Mucuna bracteata merupakan salah satu jenis tanaman penutup tanah yang banyak digunakan saat ini. Hal ini disebabkan karena mucuna memiliki kelebihan

dibanding tanaman penutup tanah lain. Kelebihan lain Mucuna bra cteata itu antara lain kandungan alelopati yang dapat menekan pertumbuhan gulma-gulma

utama perkebunan dan kemampuannya untuk hidup di bawah naungan dan dalam

kondisi cekaman kekeringan.

Melihat berbagai permasalahan yang ada, maka peneliti tertarik untuk

mencoba mengaplikasikan pupuk hayati pada Mucuna bracteata untuk meningkatkan kadar hara tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan dan

mengharapkan pengaruhnya ketika kelapa sawit telah berproduksi nantinya

sekaligus mengurangi jumlah pemakaian pupuk anorganik yang harganya mahal

(15)

Tujuan Penelitian

Menguji respons pertumbuhan Mucuna bracteata dan kadar hara kelapa sawit belum menghasilkan terhadap kombinasi mikroba.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respons yang nyata pada pertumbuhan Mucuna bracteata

dan kadar hara kelapa sawit belum menghasilkan akibat perlakuan kombinasi

mikroba.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Tanaman Kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer,

skunder, tertier dan kuartier. Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah,

sedangkan akar skunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke

bawah. Akar kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah.

Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai

kedalaman sekitar 1 meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Risza, 2008).

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.

Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang

kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Di batang

terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008).

Daun kelapa sawit dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan, biasanya

akan tumbuh dua lembar daun. Pertumbuhan awal daun berikutnya akan

membentuk sudut 1350. Daun pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan

daun lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus tegak lurus ke atas dan berwarna

kuning. Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80-120 lembar (Sastrosayono, 2005).

Tanaman kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai

mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong

memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit

(17)

pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan

perantaan angin dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008).

Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit,

pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin

menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa

sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin

tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg

(Sastrosayono, 2005).

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat

tumbuh di daerah antara 120 Lintang Utara 120 Lintang Selatan. Curah hujan

optimal yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian

yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara

5-7 jam per hari dan suhu optimum berkisar 240-380C. Ketinggian di atas

permukaan laut yang optimum berkisar 0-500 meter (Risza, 2008).

Di daerah-daerah yang musim kemaraunya tegas dan panjang,

pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dapat terhambat, yang pada gilirannya akan

berdampak negatif pada produksi buah. Suhu berpengaruh pada produksi melalui

pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme dalam tubuh

tanaman. Sampai batas tertentu, suhu yang lebih tinggi menyebabkan

meningkatnya produksi buah. Suhu 200C disebut sebagai batas minimum bagi

pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22-230C diperlukan

untuk berlangsungnya produksi buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di

(18)

persyaratan faktor iklim. Hal yang perlu ditekankan adalah pentingnya jenis

tanah untuk menjamin ketersediaan air dan ketersediaan bahan organik

dalam jumlah besar yang berkaitan dengan jaminan ketersediaan air

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai

tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase

yang jelek bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses

nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N).

Karena itu, drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit

harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang

(Sunarko, 2008).

Mucuna bracteata

Mucuna merupakan tanaman menjalar yang memiliki sulur dengan nodus

yang kontak langsung dengan tanah membentuk akar. Akar yang terbentuk dapat

menembus ke dalam tanah 2-3 m, laju pertumbuhan akar cukup tinggi, sehingga

pada umur di atas tiga tahun akar utamanya dapat mencapai kedalaman 3 m

(Subronto dan Harahap, 2002).

Batangnya tumbuh menjalar, merambat/membelit/memanjat, berwarna

hijau muda sampai hijau kecoklatan. Batang ini memiliki diameter 0,4-1,5 cm

berbentuk bulat berbuku dengan panjang buku 25-34 cm, tidak berbulu,

teksturnya cukup lunak, lentur, mengandung banyak serat dan berair

(19)

Daun dewasa (trifoliat) berwarna hijau gelap dengan ukuran 15x10 cm. Helaian daun akan menutup apabila suhu lingkungan tinggi (termonastik),

sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan permukaan. Karangan

bunga seperti buah anggur panjang 10-30 cm, terdiri dari 40-100 hiasan bunga

berwarna hitam keunguan (Subronto dan Harahap, 2002).

Mucuna bracteata memiliki hampir keseluruhan syarat leguminosae cover crop (LCC) ideal dan nyata lebih unggul dibandingkan dengan LCC

konvensional. Selain itu sifat unggul lain yang dimiliki LCC ini adalah tidak

disukai oleh ternak. Hal ini disebabkan karena kandungan senyawa

3-(3.4-dihydroxyphenyl)-L-alanine (dikenal sebagai L-Dopa) yang tinggi pada LCC ini

(Mathews, 1998).

Berdasarkan pengaruhnya terhadap kesuburan tanah ternyata kacangan

penutup tanah Mucuna bracteata memenuhi syarat sebagai penutup tanah (LCC). Tanaman ini penghasil bahan organik yang tinggi dan akan sangat bermanfaat jika

ditanam di daerah yang sering mengalami kekeringan dan pada areal yang rendah

kandungan organiknya. Nilai nutrisi dalam jumlah serasah yang dihasilkan pada

naungan sebanyak 8,7 ton dan di daerah terbuka sebanyak 19,6 ton. Jumlah ini

sama dengan 263 kg dan 531 kg, sedangkan Pueraria japonica hanya menghasilkan 4,8 ton serasah yang ekuivalen dengan 173 kg. Kandungan

karbon, total P, K tertukar dan KTK dalam tanah yang ditumbuhi M. bracteata

meningkat sangat tajam dibanding dengan lahan yang ditumbuhi gulma

(Subronto dan Harahap, 2002).

Keunggulan Mucuna bracteata antara lain:

(20)

- Mudah ditanam dengan input yang rendah.

- Tidak disukai ternak karena kandungann fenol yang tinggi.

- Toleran terhadap serangan hama dan penyakit.

- Memiliki sifat alelopati sehingga memiliki daya kompetisi yang tinggi

terhadap gulma.

- Memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah

dan menghasilkan serasah yang tinggi sebagai humus yang terurai lambat,

sehingga menambah kesuburan tanah.

- Mengendalikan erosi.

- Sebagai legumninosa dapat menambat N bebas dari udara.

- Tahan naungan dan kekeringan.

(Subronto dan Harahap, 2002).

Ketebalan vegetasi ini dapat mencapai 40-100 cm dari permukaan tanah.

Pada kultur teknis yang standar, laju penutupan kacangan pada masa awal

penanaman dapat mencapai 2-3 m2 per bulan. Penutupan areal secara sempurna

dicapai saat memasuki tahun ke-2 dengan ketebalan vegetasi berkisar

40-100 cm dan biomassa berkisar antara 9-12 ton bobot kering per ha

(Subronto dan Harahap, 2002).

Pemupukan M. Bracteata menggunakan Rock phosphate. Pemupukan pertama dilakukan pada umur 6 bulan dengan dosis 50 kg per ha. Pemupukan

berikutnya pada umur 12 bulan dengan dosis 100 kg per ha. Pada awal

penanaman, sekitar umur 3 bulan dapat juga diberikan pupuk cair untuk

meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Pemupukan setelah umur 12 bulan

(21)

Produksi awal kelapa sawit pada areal yang menggunakan penutup tanah

Mucuna bracteata lebih tinggi dibanding pada areal yang menggunakan penutup tanah konvensional. Tingkat kesuburan yang relatif tinggi dan kelembaban yang

selalu terjaga diduga menjadi penyebab utama produktivitas tanaman di areal

berpenutup tanah Mucuna bracteata lebih tinggi dibanding pada areal berpenutup

tanah kovensional. Serasah yang berasal dari biomassa penutup tanah

Mucuna bracteata yang jumlahnya sangat besar merupakan sumber hara penting bagi peningkatan kesuburan tanah dibanding pada areal berpenutup tanah

konvensional (Sebayang, dkk., 2004).

Rhiphosant

Rhizobium adalah jenis bakteri yang mampu melakukan fiksasi nirogen

(N2) dari udara menjadi senyawa-senyawa nitrat yang dapat digunakan oleh

jenis-jenis kacangan (legum) dalam suatu hubungan simbiosis dengan kacangan

tersebut. Pada akar kacangan, bakteri ini membentuk bintil-bintil akar (nodul).

Tanpa inokulasi bintil-bintil akar tersebut akan terbentuk juga jika dalam tanah

terdapat populasi rhizobium. Tetapi, dengan inokulasi pembentukan bintil-bintil

akar akan lebih cepat (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Inokulum Rhizobium adalah bahan yang mengandung bakteri Rhizobium spp yang digunakan untuk menjamin terbentuknya bintil akar efektif pada tanaman leguminosa. Jenis inokulum tertentu ditujukan untuk jenis tanaman

leguminosa tertentu pula (Departemen Pertanian, 1983).

Tanaman kacang-kacangan seperti buncis, kedelai, akarnya mempunyai

(22)

nitrogen tanah yang telah diserap tanaman dapat diganti. Simbiosis antara

tanaman dan bakteri saling menguntungkan untuk kedua pihak. Bakteri

mendapatkan zat hara yang kaya energi dari tanaman inang sedangkan tanaman

inang mendapatkan senyawa nitrogen dari bakteri untuk melangsungkan

kehidupannya. Bakteri penambat nitrogen yang terdapat didalam akar

kacang-kacangan adalah jenis bakteri rhizobium. Bakteri ini masuk melalui

rambut-rambut akar dan menetap dalam akar tersebut dan membentuk bintil pada akar

yang bersifat khas pada kacang–kacangan (Khairul, 2001).

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan

maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman,

yaitu nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas

mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan

udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman.

N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi

tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup

bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja,

sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua

jenis tanaman (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2005).

Tanaman kacang-kacangan, terutama tanaman penutup tanah leguminosa,

kedelai dan leguminosa pohon pada dasarnya memerlukan bantuan bakteri

(23)

berproduksi secara optimal. Kebutuhan ini menjadi sangat vital jika tanaman

tersebut diusahakan pada tanah-tanah marginal yang umum terdapat di Indonesia.

Pada tanah jenis ini, aktivitas mikroba secara umum tergolong sangat rendah,

sehingga untuk tanaman kacang-kacangan inokulum bakteri tersebut mutlak

diperlukan untuk mencapai hasil yang ekonomis. Selain itu, kadar fosfat pada

tanah ini juga sangat rendah atau jika ada, terdapat dalam bentuk terikat kuat oleh

partikel tanah, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Untuk meningkatkan

pasokan fosfat dari tanah dan pupuk ke tanaman, inokulum bakteri pelarut fosfat

yang sesuai dengan kondisi tanah masam sangat diperlukan. Isolat rhizobium dan

bakteri pelarut fosfat lokal yang adaptif dengan kondisi tanah-tanah marginal di

Indonesia telah diseleksi sehingga diperoleh isolat unggul. Formulasi bahan

pembawa yang tepat memungkinkan inokulan bakteri tersebut mampu bertahan

hidup dan bekerja efektif di lapang (http://www.ibriec.org, 2007b).

Nitrogen berperan dalam pembentukan sel, jaringan, dan organ tanaman.

Ia berfungsi sebagai sebagai bahan sintetis klorofil, protein, dan asam amino.

Karena itu kehadirannya dibutuhkan dalam jumlah besar, terutama

saat pertumbuhan vegetatif. Bersama fosfor (P), nitrogen digunakan

untuk mengatur pertumbuhan tanaman secara keseluruhan

(http://myadenium.com/memelihara/memelihara.php, 2006).

Kegunaan Rhiphosant adalah inokulan berbahan aktif bakteri penambat N

dan pelarut P unggul hasil isolasi dan seleksi dari mikroba indigenous

Indonesia yang dapat berfungsi membantu menambat nitrogen (N) dari udara

dan melarutkan senyawa fosfat (P) sukar larut di dalam tanah

(24)

Keunggulan rhiphosant: formulasi rhiphosant dikonstruksi sedemikian

rupa sehingga menjamin mutu dan efektivitasnya, menghemat pupuk NPK dan

kapur hingga tinggal 25% dari dosis anjuran konvensional, mampu meningkatkan

P dan kelarutan Kalium dalam tanah, mampu menghasilkan fitohormon asam

indole asetat (IAA) yang dapat meningkatkan perkembangan akar

(http://www.ibriec.org, 2007b).

Bioteks

Bioteks adalah pupuk bioorganik berbahan aktif fungi Trichoderma sp. dan bakteri Rhizobium sp. penghasil fitohormon dan bahan organik untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan mengurangi penggunaan pupuk kimia

serta berfungsi sebagai dekomposer, bahan organik, bahan humat, kascing,

fitohormon IAA dan serum (http://www.ibriec.org, 2007a).

Efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan dengan cara mengaplikasikan

pupuk bioorganik yang mengandung mikroba penghasil fitohormon, yaitu hormon

perangsang pertumbuhan tanaman yang dapat membantu penyerapan hara dan

pupuk. Bahan organik juga akan membantu memperbaiki struktur tanah sehingga

penyerapan hara akan lebih efisien. Bioteks juga mengandung sumber N alami

dari serum lateks (http://www.ibriec.org, 2007a).

Rhizobium sp. mampu menghasilkan fitohormon Indole Acetic Acid (IAA), yaitu hormon pemacu pertumbuhan bagi tanaman, sedangkan Trichoderma

sp. menghasilkan senyawa 6pp yang bekerja mirip dengan fitohormon. Senyawa

6pp bersama-sama dengan enzim kitinase dan glukanase yang dihasilkan

(25)

seperti Jamur Akar Putih (Rigidosporus lignosus) pada tanaman karet,

Ganoderma sp. pada tanaman kelapa sawit, dan Rhizoctonia solani pada kentang (http://www.ibriec.org, 2007a).

Keunggulan bioteks antara lain:

- Mampu mengurangi kebutuhan pupuk kimia hingga 50% dan meningkatkan

efisiensi pemupukan

- Memacu pertumbuhan tanaman

- Memperbaiki struktur tanah

- Menekan pertumbuhan penyakit tular tanah

- Meningkatkan kandungan bahan organik tanah

- Mendekomposisi limbah lignoselulosa seperti serasah, tandan kosong kelapa

sawit, bagas tebu, pangkasan teh, kulit buah kakao dan kulit buah kopi

(26)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan Afdeling VII dan VIII Kebun Adolina

PT. Perkebunan Nusantara IV di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara,

yang berada pada ketinggian ± 15 m di atas permukaan laut. Penelitian dilakukan

mulai bulan Oktober 2008 sampai bulan Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah bibit tanaman

kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) belum menghasilkan, benih Mucuna bracteteata, rhiphosant dan bioteks sebagai perlakuan aplikasi, pasir sebagai media tanam pendederan benih, plastik, spidol, tali plastik, kantong koran, kertas

ubi, air dan berbagai bahan lain yang diperlukan pada penelitian ini.

Alat yang digunakan pada penelitian adalah timbangan, pacak bambu

untuk membuat plot, alat tulis untuk mencatat data, dan alat lain yang diperlukan

pada penelitian ini.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak

(27)

Tabel 1. Perlakuan

500 g/Ha Rhiphosant 4 kg/Ha Rhiphosant + ½

dosis pupuk kebun

500 g/Ha Rhiphosant 4 kg/Ha Rhiphosant + ½

dosis pupuk kebun

R6 TBM II

(± 2 tahun)

800 g/Ha Bioteks 213 kg/Ha Bioteks +

½ dosis pupuk kebun

Jumlah ulangan (Blok) : 12 ulangan

Jumlah sampel per ulangan : 18 tanaman

Jumlah sampel : 196 tanaman

Ukuran plot sampel (1 tanaman) : 150 cm x 150 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

model linear aditif sebagai berikut :

Yij = µ + ρi + αj + εij

i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12 j = 1,2,3,4,5,6

Dimana:

Yij : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan ke-j

(28)

ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan pada taraf ke-j

εij : Galat dari blok ke-i, perlakuan ke-j

Bila sidik ragam menunjukkan F-hitung perlakuan nyata, maka dilanjutkan

dengan:

1. Uji Jarak Berganda Duncant dengan taraf 5 %

2. Uji Kontras antara :

- Lahan TBM I (R1, R2, R3) dengan Lahan TBM II (R4, R5, R6)

- Pemupukan kebun (R1, R4) dengan kombinasi rhizobum (R2, R3, R5,

R6).

- Perlakuan Rhiphosant (R2, R5) dengan perlakuan Bioteks (R3, R6).

Parameter yang Diamati

Pengamatan parameter Mucuna

1. Bobot basah (kg)

Pengamatan bobot basah dilakukan pada akhir pengamatan. Bobot

segar diamati dengan menimbang bobot segar Mucuna segera setelah

pemanenan berlangsung.

2. Bobot kering lapangan (kg)

Pengamatan bobot kering dilakukan pada akhir pengamatan. Bobot

(29)

tanaman kering dan berubah warna menjadi kecoklatan, kemudian

ditimbang.

3. Kadar klorofil (mg/g jaringan)

Kadar klorofil diambil pada akhir pengamatan. Parameter ini berguna

untuk mengetahui serapan unsur nitrogen oleh Mucuna dari tanah. Kadar

klorofil diukur pada 3 helai daun Mucuna bracteata dari sulur yang berbeda dan diambil secara acak dalam satu plot sampel. Daun yang diambil

merupakan daun yang berada pada bagian tengah sulur.

4. Analisis kadar (%) dan serapan hara N, P, K (g/tanaman)

Analisis serapan unsur hara dilakukan akhir pengamatan. Analisis

kadar dan serapan hara dilakukan untuk mengetahui jumlah unsur N, P dan

K yang terserap oleh Mucuna. Analisis kadar dan serapan hara N, P dan K

diukur pada 3 helai daun Mucuna bracteata dari sulur yang berbeda dan diambil secara acak dalam satu plot sampel. Daun yang diambil merupakan

daun yang berada pada bagian tengah sulur.

5. Analisis tanah

Analisis tanah dilakukan pada akhir pengamatan. Pengamatan analisis

tanah dilakukan dengan mengukur kandungan N, C, P dan pH tanah. Tanah

diambil di daerah perakaran Mucuna dengan kedalaman kurang lebih 0-20

cm sebanyak 250 gr per plot sampel dengan cangkul. Selanjutnya, tanah per

sampel pada setiap ulangan dicampurkan (komposit) lalu dianalisis di

(30)

Pengamatan kelapa sawit

1. Analisis kadar hara

Pengamatan kadar hara daun kelapa sawit diambil pada akhir pengamatan.

Pengamatan dilakukan dengan mengambil enam helai anak daun dari pelepah

ke-9 untuk diamati unsur hara N, P dan K pada kelapa sawit.

Pelaksanaan Penelitian

Pendederan

Pendederan diawali dengan pemilihan benih yang seragam. Benih yang

akan dideder kemudian dilukai bagian punggung benih untuk mempermudah

perkecambahannya. Pendederan dilakukan dengan mendederkan biji Mucuna

pada media tanam pasir selama 1 minggu.

Pembibitan

Pembibitan dilakukan 1 minggu setelah pendederan. Pembibitan dilakukan

dengan memindahkan kecambah yang tumbuh normal dan seragam ke plastik

yang berukuran ½ kg.

Aplikasi rhiphosant dan bioteks di pembibitan

Perlakuan diberikan saat Mucuna dipindah tanam ke plastik pembibitan.

Aplikasi pupuk hayati dilakukan dengan cara tabur di permukaan tanah sesuai

(31)

Penanaman di Lapangan

Mucuna yang telah dibibitkan dan diberi perlakuan selanjutnya akan di

pindah tanam ke lapangan 6-7 minggu setelah tanam. Penanaman dilakukan di

tiap baris tanaman kelapa sawit dengan jarak 3 m. Sehingga diantara dua tanaman

kelapa sawit didapat 3 Mucuna.

Pembuatan plot

Pembuatan plot dilakukan secara acak setelah penanaman dilakukan. Plot

ditandai dengan pacak yang dibuat dengan ukuran plot 150 cm x 150 cm. dibuat 3

buah plot dalam tiap ulangan.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan dimulai dari pendederan. Penyiraman disesuaikan

dengan kondisi lapangan setiap harinya. Penyiraman tidak dilakukan lagi setelah 2

minggu pindah tanam ke lapangan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan di lapangan sesuai rotasi oleh pihak perkebunan.

Penyiangan ini dilakukan pada awal pindah tanam ke lapangan dan sekitar 5-6

bulan setelah penanaman.

Pemupukan di lapangan

Pemupukan Mucuna dilakukan setelah 2 minggu pindah tanam. Pemberian

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Basah (kg)

Dari data pengamatan bobot basah pada Lampiran 5 dan sidik ragam pada

Lampiran 6 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba berpengaruh tidak nyata

terhadap bobot basah.

Data rataan bobot basah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bobot basah Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba

Perlakuan Rataan

(kg) R1 = Kontrol TBM I (100% pupuk kebun) 2,39 R2 = Rhiphosant + 50% pupuk kebun TBM I 2,59 R3 = Bioteks + 50% pupuk kebun TBM I 2,92 R4 = Kontrol TBM II (100% pupuk kebun) 1,91 R5 = Rhiphosant + 50% pupuk kebun TBM II 1,83 R6 = Bioteks + 50% pupuk kebun TBM II 1,59

Uji Kontras : Keterangan

C1 : R1, R2, R3 vs R4, R5, R6 *

C2 : R1, R4 vs R2, R3, R5, R6 tn

C3 : R2, R5 vs R3, R6 tn

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba berpengaruh

tidak nyata terhadap bobot basah tetapi berpengaruh nyata pada uji kontras antar

TBM (C1), dengan rataan tertinggi pada R2 (2,59) dan terendah pada R5 (1,83).

Jumlah air mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman yang dapat tercermin

pada bobot basah. Namun bobot basah cenderung lebih banyak dipengaruhi oleh

status air pada tubuh tumbuhan itu sendiri dibanding dengan perlakuan yang

diberikan. Hal ini juga didukung oleh Salisbury dan Ross (1995) yang

(33)

cepat-cepat sebelum air pada bahan tidak terlalu banyak menguap dinilai sangat

beragam, bergantung pada status air tumbuhan.

Bobot Kering (kg)

Dari data pengamatan bobot kering pada Lampiran 7 dan sidik ragam pada

Lampiran 8 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba berpengaruh nyata terhadap

bobot kering.

Data hasil uji beda rataan bobot kering dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot kering (kg) Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba

Perlakuan Rataan Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba berpengaruh

nyata terhadap bobot kering dan uji kontras antar TBM (C1), dengan rataan

tertinggi pada R3 (1,29) dan terendah pada R6 (0,52). Dari tabel 2 dan 3 dapat

dilihat bahwa bobot kering dan bobot basah pada TBM II cenderung lebih rendah

jika dibandingkan dengan TBM I. Penurunan bobot basah dan bobot kering

tanaman pada TBM II ini diduga akibat semakin besarnya tajuk kelapa sawit yang

akan meningkatkan naungan terhadap Mucuna pula. Peningkatan naungan inilah

(34)

didukung oleh Struik dan Deinum (1982) dalam Junaidi (1999) bahwa naungan dapat menurunkan respirasi gelap, titik jenuh dan titik kompensasi cahaya,

kerapatan stomata, bobot kering tanaman. Subronto dan Harahap (2002) juga

menyatakan bahwa jumlah serasah yang dihasilkan Mucuna bracteata sebanyak 8,7 ton jika ternaungi tetapi, jika di daerah terbuka bisa mencapai 19,6 ton.

Kadar hara Mucuna (%)

Dari data pengamatan kadar hara Mucuna pada Lampiran 9, 13, 17 dan sidik

ragam pada Lampiran 10, 13, 18 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba

berpengaruh nyata terhadap kadar N dan K namun berpengaruh tidak nyata

terhadap kadar P Mucuna.

Data hasil uji beda rataan kadar N, P, K Mucuna dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar N, P dan K (%) Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi

Keterangan : Angka – angka pada kelompok kolom yang sama yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba berpengaruh

nyata terhadap kadar N dan K Mucuna dan berpengaruh tidak nyata terhadap

kadar P Mucuna. Rataan kadar N tertinggi pada R6 (4,79) dan terendah pada R1

(35)

Rataan kadar K tertinggi pada R5 (2,58) dan terendah pada R3 (2,11). Hal ini

disebabkan karena rhiphosant mengandung bradyrhizobium yang dapat menambat N bebas di udara dan bakteri pelarut fosfat serta dapat meningkatkan kelarutan

kalium di tanah. Ini alasan rhiphosant menyediakan N, P dan K lebih baik

daripada bioteks (Uji kontras C3). Hal ini sesuai dengan http://www.ibriec.org

(2007b) yang menyatakan bahwa rhiphosant berbahan aktif bakteri penambat N

dan pelarut P unggul hasil isolasi dan seleksi dari mikroba indigenous Indonesia

yang dapat berfungsi membantu menambat nitrogen (N) dari udara dan

melarutkan senyawa fosfat (P) sukar larut di dalam tanah serta dapat

meningkatkan kelarutan kalium dalam tanah.

Serapan hara Mucuna (g/tanaman)

Dari data pengamatan serapan hara Mucuna pada Lampiran 11, 15, 19 dan

sidik ragam pada Lampiran 12, 16 dan 20 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba

berpengaruh nyata terhadap serapan hara N, P dan K Mucuna.

Data rataan serapan hara Mucuna dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Serapan hara (g/tanaman) Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba

Perlakuan serapan N serapan P serapan K (g/tanaman)

R1 = Kontrol TBM I (100% pupuk kebun) 37,6 ab 3,90 ab 21,56 bc R2 = Rhiphosant + 50% pupuk kebun TBM I 50,5 bc 5,20 b 25,19 bc R3 = Bioteks + 50% pupuk kebun TBM I 59,2 c 5,14 b 27,31 c R4 = Kontrol TBM II (100% pupuk kebun) 32,7 ab 3,07 a 16,47 ab R5 = Rhiphosant + 50% pupuk kebun TBM II 33,8 ab 3,02 a 17,05 ab

(36)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba

berpengaruh nyata terhadap serapan hara N, P dan K Mucuna. Rataan serapan N

tertinggi pada R3 (59,2) dan terendah pada R6 (24,9). Rataan serapan P tertinggi

pada R2 (5,20) dan terendah pada R6 (2,27). Rataan serapan K tertinggi pada R3

(27,31) dan terendah pada R6 (12,03). Hal ini disebabkan akibat penggunaan

bioteks yang mengandung mikroba penghasil fitohormon yang dapat membantu

dan mengefisienkan penyerapan hara Mucuna. Hal ini didukung oleh

http://www.ibriec.org (2007a) yang menyatakan bahwa dengan mengaplikasikan

pupuk bioorganik seperti bioteks yang mengandung mikroba penghasil

fitohormon, yaitu hormon perangsang pertumbuhan tanaman yang dapat

membantu penyerapan hara dan pupuk. Bahan organik juga akan membantu

memperbaiki struktur tanah sehingga penyerapan hara akan lebih efisien.

Serapan hara N, P dan K berpengaruh nyata pada uji kontras C1. Serapan

hara tanaman dipengaruhi oleh kadar hara dan bobot keringnya. Dari tabel dapat

dilihat bahwa serapan pada TBM II cenderung lebih rendah jika dibandingkan

dengan TBM I. Hal ini disebabkan akibat menurunnya bobot kering Mucuna

akibat penaungan tajuk kelapa sawit yang membesar pada TBM II yang telah

dijelaskan pada parameter bobot kering (Tabel 3).

Kadar klorofil Mucuna (mg/gr jaringan)

Dari data pengamatan kadar klorofil Mucuna pada Lampiran 21 dan sidik

ragam pada Lampiran 22 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba berpengaruh

nyata terhadap kadar klorofil Mucuna.

(37)

Tabel 6. Kadar klorofil (mg/g jaringan) Mucuna bracteata pada perlakuan Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba berpengaruh

nyata terhadap kadar klorofil Mucuna, dengan rataan tertinggi pada R6 (1,335)

dan terendah pada R5 (0,893). Kadar klorofil pada daun erat hubungannya dengan

kadar dan serapan nitrogen daun tanaman karena nitrogen merupakan salah satu

unsur pembentukan klorofil di daun. Sehingga dengan kadar nitrogen yang lebih

tinggi, Mucuna yang diberi perlakuan bioteks menunjukkan kadar klorofil lebih

banyak dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini sesuai dengan

http://myadenium.com/memelihara/memelihara.php (2006) yang menyatakan

bahwa nitrogen berperan dalam pembentukan sel, jaringan, dan organ tanaman

dan berfungsi sebagai bahan sintetis klorofil, protein, dan asam amino. Hal ini

didukung oleh penelitian Hapsari (2010) yang menyatakan bahwa perlakuan

pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada parameter kadar klorofil.

Kadar klorofil berpengaruh nyata pada uji kontras C3 yaitu antar kombinasi

mikroba. Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh ketersediaan unsur N dan Mg

(38)

mengandung asam humat yang dapat membantu untuk mengatasi permasalahan

pada ketersediaan Fe. Sehingga bioteks menunjukkan hasil yang lebih baik pada

parameter jumlah klorofil. Hal ini didukung oleh Prasetyo dan Herviyanti (2006)

yang menyatakan bahwa upaya atau teknologi yang dapat dilakukan untuk

mengatasi masalah ketersedian Fe dengan penggunaan asam humat yang

diperoleh dari berbagai jenis bahan organik.

Analisis tanah

1. pH tanah

Dari data pengamatan pH tanah pada Lampiran 23 dan sidik ragam pada

Lampiran 24 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba berpengaruh tidak nyata

terhadap pH tanah.

Data rataan pH tanah Mucuna dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. pH tanah Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba

Perlakuan Rataan

R1 = Kontrol TBM I (100% pupuk kebun) 6,1875 R2 = Rhiphosant + 50% pupuk kebun TBM I 6,1525 R3 = Bioteks + 50% pupuk kebun TBM I 6,2642 R4 = Kontrol TBM II (100% pupuk kebun) 6,0025 R5 = Rhiphosant + 50% pupuk kebun TBM II 6,2342 R6 = Bioteks + 50% pupuk kebun TBM II 6,1117

Uji Kontras : Keterangan

C1 : R1, R2, R3 vs R4, R5, R6 tn

C2 : R1, R4 vs R2, R3, R5, R6 tn

C3 : R2, R5 vs R3, R6 tn

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba berpengaruh

tidak nyata terhadap pH tanah dan seluruh uji kontras, dengan rataan tertinggi

pada R3 (6,2642) dan terendah pada R4 (6,003). Walaupun tidak berpengaruh

(39)

penelitian yang tanahnya merupakan tanah podsolik merah kuning yang

cenderung bereaksi masam. Pemberian asam humat yang terkandung pada Bioteks

dan aplikasi pupuk hayati dapat membantu peningkatan pH tanah tersebut. Hal ini

sesuai dengan Karti (2010) yang menyatakan untuk mengatasi tanah masam dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan penambahan pembenah tanah

seperti kapur dan asam humat dan penggunaan mikroorganisme tanah yang

potensial dan ramah lingkungan yang sering disebut sebagai pupuk hayati.

2. Kadar hara tanah

Dari data pengamatan kadar hara tanah pada Lampiran 25, 27, 29 dan sidik

ragam pada Lampiran 26, 28 dan 30 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba

berpengaruh nyata terhadap kadar P, C dan N tanah.

Data hasil uji beda rataan kadar hara tanah dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kadar hara tanah (%) pada perlakuan kombinasi mikroba

Perlakuan kadar P

Keterangan : Angka – angka pada kelompok kolom yang sama yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba berpengaruh

nyata terhadap kadar C, N dan P tanah. Rataan kadar P tertinggi pada R5 (477,4)

(40)

dan terendah pada R4 (1,26). Rataan kadar nitrogen tanah tertinggi pada R5 (0,20)

dan terendah pada R4 dan R6 (0,17). Kadar hara yang terkandung di dalam tanah,

sangat dipengaruhi oleh aktivitas mikroba di dalam tanah. Mikroba tanah dapat

membantu dalam penyediaan berbagai unsur hara. Hal ini didukung oleh Lembaga

Riset Perkebunan Indonesia (2005) yang menyatakan bahwa mikroba-mikroba

tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara

bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P),

dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Selain itu Mucuna dapat

menghasilkan lebih banyak serasah, yang kemudian akan menambah jumlah

nitrogen pada tanah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Subronto dan Harahap

(2002) yang menunjukkan terjadi penambahan unsur hara dalam tanah seperti

kandungan karbon, total P, K tertukar dan KTK dalam tanah yang ditumbuhi

Mucuna bracteata.

Kadar hara C, P dan N pada tanah berpengaruh nyata pada uji kontras C3,

yaitu antara kombinasi mikroba yang digunakan. Dari tabel dapat dilihat bahwa

penggunaan rhiphosant lebih unggul pada semua jenis hara tanah. Hal ini terjadi

karena rhiphosant mengandung Aeromonas punctata yang merupakan bakteri pelarut P tanah dan dapat memperbaiki aerasi dan agregasi tanah sehingga dapat

menjamin ketersediaan hara di tanah. Hal ini sesuai dengan Khudori (2006) yang

menyakan bahwa Aeromonas Punctata adalah mikroba pelarut P yang sangat efektif guna melepaskan ikatan senyawa P yang sukar larut dan bisa memperbaiki

(41)

Kadar hara kelapa sawit (%)

Dari data pengamatan kadar hara kelapa sawit pada Lampiran 31, 33, 35 dan

sidik ragam pada Lampiran 32, 34 dan 36 dapat dilihat bahwa kombinasi mikroba

berpengaruh nyata terhadap kadar hara N, P dan K kelapa sawit.

Data rataan kadar hara kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kadar hara kelapa sawit (%) pada perlakuan kombinasi mikroba

Perlakuan

Keterangan : Angka – angka pada kelompok kolom yang sama yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi mikroba berpengaruh

nyata terhadap kadar hara N, P dan K kelapa sawit. Rataan kadar N tertinggi pada

R2 (3,03) dan terendah pada R6 (2,76). Rataan kadar P tertinggi pada R1 (0,38)

dan terendah pada R6 (0,31). Rataan kadar K tertinggi pada R2 (1,56) dan

terendah pada R6 (1,32). Hal ini disebabkan oleh penambahan mikroba ke dalam

tanah yang banyak berperan dalam penyediaan dan penyerapan unsur hara penting

seperti N, P dan K. Hal ini didukung oleh pernyataan Lembaga Riset Perkebunan

Indonesia (2005) yang menyatakan bahwa mikroba-mikroba tanah banyak yang

(42)

unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K)

seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba.

Kadar hara kelapa sawit berpengaruh nyata pada uji kontras C1, yaitu antara

TBM. Kadar hara kelapa sawit cenderung menurun pada TBM II. Hal ini diduga

perbedaan umur dan fase pertumbuhan antara kedua TBM. Pada TBM I, kelapa

sawit masih berada pada fase vegetatif sedangkan pada TBM II, kelapa sawit

mulai memasuki fase reproduktifnya. Kelapa sawit mulai menghasilkan bunga

pada umur 12-14 bulan dan hal ini terjadi pada TBM II. Sebagai akibatnya,

sebagian jumlah hara yang terkandung pada tubuh tanaman akan dialihkan ke

bagian pembungaan. Hal ini didukung oleh Goldsworthy dan Fisher (1992) yang

menyatakan bahwa pembungaan mengakibatkan pembentukan

pengguna-pengguna baru dan persaingan internal untuk asimilat lebih besar.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar P pada kelapa sawit tidak

menunjukkan peningkatan pada perlakuan dengan menggunakan kombinasi

mikroba. Hal ini diduga akibat pH tanah yang berada pada keadaan optimum pada

ketersediaan unsur P, yaitu sekitar 6 (Tabel 7). Nilai pH yang optimum inilah

yang kemudian diduga sebagai penyebab tidak meningkatnya kadar P kelapa

sawit yang diaplikasikan pupuk hayati, karena P di tanah tetap tersedia meski

tanpa bakteri pelarut P. Hal ini didukung oleh Salisbury dan Ross (1995) yang

menyatakan bahwa fosfat umumnya terserap dalam bentuk H2PO4--, lebih segera

terserap dari larutan tanah dengan nilai pH 5,5-6,5 dibanding nilai pH yang lebih

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kombinasi mikroba meningkatkan 4,9% bobot basah dan 9,7% bobot kering,

9,4% kadar N, 5,88%kadar P, 6,6% kadar K, 19,66% serapan N, 17,93%

serapan P, dan 11,1% serapan K Mucuna.

2. Kombinasi mikroba meningkatkan 22,3% kadar P, 22,2% kadar C dan 5,6%

kadar N tanah.

3. Kombinasi mikroba meningkatkan 5% kadar N dan 1,4% kadar K kelapa

sawit.

4. Pemberian kombinasi mikroba dapat menghemat penggunaan pupuk kimia

sekitar 50%.

5. Bioteks unggul meningkatkan pada bobot basah, bobot kering, kadar N dan

kadar klorofil Mucuna, sedangkan rhiphosant unggul pada kadar N, P,

Serapan N, P, K Mucuna, kadar P, C, N tanah dan kadar N, P, K kelapa sawit.

Saran

Pemupukan Mucuna bracteata di perkebunan kelapa sawit dapat digantikan sekitar 50% dengan penggunaan bioteks atau rhiphosant (dosis dapat

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian Proyek Penyuluhan Pertanian. 1983. Petunjuk Teknis Pengapuran Dan Penggunaan Legin. Departemen Pertanian. Jakarta

Erningpraja, L., L. Buana, Satyoso, A. Suyatno dan Z. Poeloengan. 1995. Kontribusi Pemupupukan pada Masa TBM terhadap Produksi dan Pertumbuhan Kelapa Sawit pada Tanah Dystropepts. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 3(2): 101-118.

Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Diterjemahkan oleh: Tohari dan Soedharoedjian. Gadjah mada university press. Yogyakarta.

Hapsari, M. 2010. Pertumbuhan, Perangkat Fotosintetik dan Kadar Polifenol Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.) pada Variasi Naungan dan Pemberian Pupuk Nitrogen.

Harahap, I. Y., Taufik, C. H., G. Simangunsong, Edy G. S., Yusran, P., Listia, E., dan S. Rahutomo. 2008. Mucuna bracteata Pengembangan dan Pemanfaatannya di Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

http://ditjenbun.deptan.go.id/benihbun/benih. 2009. Mensiasati Kelangkaan Pupuk pada Tanaman Perkebunan Karet. Diakses tanggal 17 April 2009.

http://myadenium.com/memelihara/memelihara.php. 2006. Pemupukan dan Penyiraman. Diakses tanggal 2 Februari 2010.

http://www.litbang.deptan.go.id., 2009. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Kelapa Sawit. Diakses tanggal 17 Januari 2009

http://www.ibriec.org, 2007a. Bioteks. Diakses tanggal 28 April 2009.

__________________, 2007b. Rhiphosant. Diakses tanggal 28 April 2009.

Junaidi. 1999. Studi Genetik Pewarisan Toleran Naungan Padi Gogo (Oryza sativa L.). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Karti, D. P. M. H., 2010. Penambahan Mikroorganisme Potensial dan

Pembenahan tanah pada Tanah Podsolik Merah Kuning Tinggi Al Terhadap Produktivitas dan Serapan P dan N pada Rumput Toleran dan

Peka Alumunium. Dikutip dari:

(45)

Khairul, U. 2001. Pemanfaatan Bioteknologi untuk Meningkatkan Produksi Pertanian. Dikutip dari: http://rudyct.com/PPS702-ipb/03112/u_khairul.htm. Diakses tanggal 2 Februari 2009.

Khudori. 2006. Teknologi Pupuk Hayati. Dikutip dari: http://nasih.staff.ugm.ac.id. Diakses tanggal 7 Maret 2010.

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2005. Bioteknologi untuk Pertanian Organik. Dikutip dari: http://www.ipard.com/art_perkebun/feb21-05_isr-I.asp. Diakses tanggal: 2 Februari 2010.

Mathews, C., 1998. The Introduction and Establishment of a New Leguminous Cover Crop, Mucuna bracteata under Oil Palm in Malaysia. The Planter, Kuala Lumpur :359-368.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Jakarta.

Prasetyo, T. B. dan Herviyanti. 2006. Upaya Pengendalian Keracunan besi (Fe) dengan Asam Humat dan pengelolaan Air untuk Meningkatkan Produktivitas. Dikutip dari: http://lp.unand.ac.id. Universitas Andalas.

Risza, S. 2008. Kelapa Sawit dan Upaya Peningkatan Produktivitas. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Diterjemahkan oleh: Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB. Bandung.

Sastrosayono, S., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sebayang, S. Y., E. S. Sutarta dan I. Y. Harahap., 2004. Penggunaan Mucuna bracteata pada Kelapa Sawit: Pengalaman di Kebun Tinjowan Sawit II, PT. Perkebunan Nusantara IV. Warta PPKS 2004, Vol. 12(2-3) 15-22.

Subronto dan I. Y. Harahap. 2002. Penggunaan Kacangan Penutup Tanah Mucuna

bracteata Pada Pertanaman Kelapa Sawit. Warta PPKS 2002, Vol 10(1):1-6

(46)

Lampiran 1. Teknik Pengambilan Parameter Kadar Klorofil

1. Cara pengamatan perhitungan kadar klorofil dalam daun Mucuna

a. Ambil sampel daun Mucuna lalu potong-potong kecil. Timbang potongan kecil

daun tersebut sampai beratnya mencapai 2 gram

b. Gerus sampel daun tersebut menggunakan pestel. Kemudian tambahkan dengan

Aceton p.a. sebanyak 10 ml.

c. Gerus lagi daun tersebut kemudian tambahkan akuades kurang lebih 0,8 ml

sampai konsentrasi akhir aceton menjadi 80% (satu helaian daun mengandung

sedikitnya 80% air). Tambahkan aceton 80 % secukupnya ke dalam ekstrak

jaringan daun sambil digerus sehingga ekstrak menjadi homogen

d Diamkan ekstrak (dekantasi), lalu saring supernatan menggunakan kertas saring

ke dalam gelas ukur berukuran 100 ml ulangi sampai 5 kali.

e. Tambahkan aceton 80% ke dalam residu daun yang masih tersisa di mortar dan

ulangi proses ekstraksi seperti poin sebelumnya

f. Lalu setarakan volume hasil ekstraksi pada gelas ukur tersebut dengan aceton

80%

g. Pindahkan hasil ekstraksi tersebut sebanyak 5 ml ke dalam tabung volumetrik

berukuran 50 ml dan setarakan volume ekstraksi dengan aceton 80%

h. Ukur nilai absorbansi hasil ekstrak tersebut pada panjang gelombang 663 µm

dan 645 µm

i. Diukur kadar klorofil dengan rumus :

C= (20,2 x D645) + (8,02 x D663) x 50/1000 x 100/5 x 1/bobot cth per daun

Keterangan :

C = kadar konsentrasi klorofil daun (mg klorofil/gr jaringan).

20,2 dan 80,2 = koefisien absorbansi klorofil

D645 dan D663 = nilai absorbansi ekstrak

50/1000 x 100/5 = faktor pengenceran

(47)

Lampiran 2. Perhitungan Konversi Dosis Pupuk

1. Perlakuan R1 dan R4

675 kg NPK/Ha

Lapangan = --- = ± 1,68 kg NPK/Mucuna 400 Mucuna/Ha

2. Perlakuan R2 dan R5

500 g Rhiposant/Ha

Pembibitan = --- = 1,25 g Rhiposant/Mucuna 400 Mucuna/Ha

337,5 kg NPK/Ha + 4 kg Rhiposant/Ha Lapangan = ---

400 Mucuna/Ha

= 0,84 kg NPK/Mucuna + 10 g Rhiposant/Mucuna

3. Perlakuan R3 dan R6

800 g Bioteks/Ha Pembibitan = ---

400 Mucuna/Ha

= 2 g Bioteks/Mucuna

337,5 kg NPK/Ha + 213 kg Bioteks/Ha

Lapangan = --- 400 Mucuna/Ha

(48)
(49)
(50)

Lampiran 5. Data pengamatan bobot basah Mucuna bracteata

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

R1 4,58 3,44 3,50 3,34 1,48 2,22 2,36 2,30 0,90 0,74 1,24 2,54 28,64 2,39 R2 2,92 2,78 2,20 1,64 4,38 4,56 2,58 1,58 3,66 1,36 1,70 1,72 31,08 2,59 R3 6,76 3,96 4,08 1,08 2,88 2,96 1,08 1,44 2,24 4,04 2,48 2,00 35,00 2,92 R4 1,37 1,77 1,83 2,77 1,97 1,57 2,50 2,33 0,87 2,30 1,93 1,73 22,93 1,91 R5 3,43 4,43 3,70 0,97 1,10 1,30 1,40 1,00 0,57 2,13 1,13 0,83 22,00 1,83 R6 1,83 1,53 1,53 1,90 1,90 0,50 0,53 0,93 0,26 0,68 1,43 6,10 19,12 1,59 Total 20,89 17,91 16,84 11,69 13,71 13,11 10,45 9,58 8,49 11,25 9,92 14,93 158,77 Rataan 3,48 2,99 2,81 1,95 2,28 2,18 1,74 1,60 1,42 1,88 1,65 2,49 2,21

Lampiran 6. Analisis sidik ragam bobot basah Mucuna bracteata

SK db JK KT Fhit F.05

Blok 11 26,243 2,386 1,667 tn 2,38

Perlakuan 5 15,436 3,087 2,157 tn 2,38

C1 1 13,062 13,062 9,125 * 2,38

C2 1 0,114 0,114 0,080 tn 2,38

C3 1 0,023 0,023 0,016 tn 2,38

Galat 55 78,733 1,432

Total 71 120,412

Keterangan :

(51)

Lampiran 7. Data pengamatan bobot kering Mucuna bracteata

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

R1 1,48 1,43 1,40 1,38 0,61 0,89 1,12 0,98 0,34 0,27 0,39 1,00 11,29 0,94 R2 1,25 1,07 0,81 0,69 2,08 2,12 1,21 0,74 1,48 0,50 0,60 0,73 13,28 1,11 R3 2,68 1,86 1,86 0,47 1,23 1,43 0,57 0,48 1,08 1,98 1,02 0,86 15,52 1,29 R4 0,38 0,53 0,60 1,13 0,70 0,47 1,00 0,90 0,32 0,93 0,83 0,70 8,50 0,71 R5 1,37 1,80 1,47 0,30 0,38 0,33 0,53 0,40 0,23 0,75 0,40 0,30 8,27 0,69 R6 0,73 0,60 0,56 0,80 0,83 0,16 0,15 0,35 0,08 0,43 0,63 0,93 6,25 0,52 Total 7,89 7,29 6,70 4,77 5,83 5,40 4,58 3,85 3,53 4,86 3,87 4,52 63,11 Rataan 1,32 1,22 1,12 0,80 0,97 0,90 0,76 0,64 0,59 0,81 0,65 0,75 0,88

Lampiran 8. Analisis sidik ragam bobot kering Mucuna bracteata

SK db JK KT Fhit F.05

Blok 11 3,628 0,330 1,516 tn 2,38

Perlakuan 5 5,051 1,010 4,643 * 2,38

C1 1 4,049 4,049 18,614 * 2,38

C2 1 0,097 0,097 0,446 tn 2,38

C3 1 0,001 0,001 0,005 tn 2,38

Galat 55 11,965 0,218

Total 71 20,644

Keterangan :

(52)

Lampiran 9. Data pengamatan kadar nitrogen (N) Mucuna bracteata

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

R1 4,36 3,95 3,98 3,86 3,90 4,36 3,95 4,20 3,80 3,52 3,36 3,82 47,06 3,92 R2 5,12 4,59 5,05 3,95 3,83 4,43 4,90 4,82 5,00 4,67 3,75 4,97 55,08 4,59 R3 4,43 3,90 4,51 5,35 4,82 5,35 4,59 4,46 4,78 4,46 4,44 4,78 55,87 4,66 R4 4,21 4,97 4,66 4,70 4,28 4,62 4,60 4,82 4,85 4,78 4,20 4,70 55,39 4,62 R5 4,97 5,24 5,27 4,85 4,35 4,64 4,44 4,37 4,70 4,59 4,43 4,97 56,82 4,74 R6 4,59 4,97 4,97 4,36 4,59 4,93 4,34 4,89 4,85 4,89 5,16 4,89 57,43 4,79 Total 27,7 27,6 28,4 27,1 25,8 28,3 26,8 27,6 28,0 26,9 25,3 28,1 327,65

Rataan 4,61 4,60 4,74 4,51 4,30 4,72 4,47 4,59 4,66 4,49 4,22 4,69 4,55

Lampiran 10. Analisis sidik ragam kadar N Mucuna bracteata

SK db JK KT Fhit F.05

Blok 11 1,741 0,158 1,382 tn 2,38

Perlakuan 5 6,021 1,204 10,515 * 2,38

C1 1 1,879 1,879 16,402 * 2,38

C2 1 2,862 2,862 24,986 * 2,38

C3 1 0,041 0,041 0,357 tn 2,38

Galat 55 6,299 0,115

Total 71 14,06

Keterangan :

(53)

Lampiran 11. Data pengamatan serapan hara N Mucuna bracteata

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

R1 64,5 56,5 55,7 53,3 23,8 38,8 44,2 41,2 12,9 9,5 13,1 38,2 451,7 37,6 R2 64,0 49,1 40,9 27,3 79,7 93,9 59,3 35,7 74,0 23,4 22,5 36,3 606,0 50,5 R3 118,7 72,5 83,9 25,2 59,3 76,5 26,2 21,4 51,6 88,3 45,3 41,1 710,0 59,2 R4 16,1 26,5 28,0 53,3 30,0 21,6 46,0 43,4 15,4 44,6 35,0 32,9 392,6 32,7 R5 67,9 94,3 77,3 14,6 16,7 15,5 23,7 17,5 11,0 34,4 17,7 14,9 405,4 33,8

R6 33,5 29,8 27,8 34,9 38,1 7,9 6,5 17,1 3,9 21,0 32,5 45,5 298,6 24,9

Total 364,8 328,8 313,6 208,4 247,5 254,1 205,9 176,2 168,8 221,2 166,1 208,9 2864,2 Rataan 60,8 54,8 52,3 34,7 41,2 42,4 34,3 29,4 28,1 36,9 27,7 34,8 39,8

Lampiran 12. Analisis sidik ragam serapan hara N Mucuna bracteata

SK db JK KT Fhit F.05

Blok 11 7866,620 715,147 1,589 tn 2,38

Perlakuan 5 9637,064 1927,413 4,282 * 2,38

C1 1 6255,398 6255,398 13,896 * 2,38

C2 1 761,852 761,852 1,692 tn 2,38

C3 1 0,163 0,163 0,000 tn 2,38

Galat 55 24758,068 450,147

Total 71 42261,752

Keterangan :

(54)

Lampiran 13. Data pengamatan kadar fosfor (P) Mucuna bracteata

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

R1 0,40 0,41 0,40 0,44 0,49 0,44 0,38 0,42 0,38 0,40 0,42 0,40 4,98 0,42 R2 0,52 0,46 0,40 0,44 0,42 0,59 0,40 0,49 0,50 0,42 0,41 0,42 5,47 0,46 R3 0,34 0,41 0,37 0,44 0,43 0,46 0,48 0,40 0,41 0,40 0,39 0,37 4,90 0,41 R4 0,44 0,39 0,45 0,46 0,45 0,39 0,45 0,47 0,36 0,39 0,43 0,44 5,12 0,43 R5 0,41 0,45 0,44 0,44 0,44 0,40 0,45 0,48 0,46 0,43 0,45 0,42 5,27 0,44 R6 0,44 0,46 0,46 0,42 0,40 0,42 0,44 0,41 0,40 0,40 0,46 0,46 5,17 0,43 Total 2,55 2,58 2,52 2,64 2,63 2,70 2,60 2,67 2,51 2,44 2,56 2,51 30,91 Rataan 0,43 0,43 0,42 0,44 0,44 0,45 0,43 0,45 0,42 0,41 0,43 0,42 0,43

Lampiran 14. Analisis sidik ragam kadar P Mucuna bracteata

SK db JK KT Fhit F.05

Blok 11 0,0105 0,0010 0,652 tn 2,38

Perlakuan 5 0,0175 0,0035 2,380 tn 2,38

C1 1 0,0006 0,0006 0,417 tn 2,38

C2 1 0,0026 0,0026 1,761 tn 2,38

C3 1 0,0094 0,0094 6,374 * 2,38

Galat 55 0,0807 0,0015

Total 71 0,1087

Keterangan :

(55)

Lampiran 15. Data pengamatan serapan hara P Mucuna bracteata

Lampiran 16. Analisis sidik ragam serapan hara P Mucuna bracteata

Gambar

Tabel 2. Bobot basah Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba Rataan
Tabel 3. Bobot kering (kg) Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba Rataan
Tabel 4. Kadar N, P dan K (%) Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba
Tabel 5. Serapan hara (g/tanaman) Mucuna bracteata pada perlakuan kombinasi mikroba serapan N serapan P serapan K
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter total luas daun, umur berbunga, bobot basah akar, bobot kering akar dan jumlah polong

Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk kalibrasi hara adalah panjang pelepah, luas daun dan rataan jumlah pelepah yang terlebih dahulu dilakukan peneraan dengan data

Hasil penelitian pada TBM I menunjukkan bahwa untuk pemberian pupuk tunggal nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, lingkar batang, luas daun, kadar

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan beberapa varietas berpengaruh nyata terhadap parameter bobot kering akar (Tabel 8) dan berpengaruh tidah nyata

Perlakuan H3 yaitu inokulum Penicillium (PF LSK 1b) + 50% pupuk menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan bobot segar dan kering akar tanaman lada dibanding

Serapan Hara Nitrogen, Posfor dan Kalium Tanaman Kedelai di Rumah Kaca Pada Tiga Taraf Intesitas Radiasi Surya dan Kadar Air Tanah latosol, Jurnal Tanah dan Iklim Pusat

Pemberian Kompos TKKS dengan Bakteri Pereduksi Sulfat (66,50) merupakan kombinasi perlakuan terbaik pada tinggi tanaman karena pada tanaman kelapa sawit membutuhkan hara yang

Hasil analisis sidik ragam bobot kering akar Mucuna bracteata menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi berpengaruh nyata sedangkan perlakuan zat pengatur