PERANAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM
MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN
TEKSTIL DAN ALAS KAKI YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK
JAKARTA
(Periode Penelitian 2003 – 2006)
TESIS
Oleh
DAULAT SIHOMBING
037017037/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
PERANAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM
MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN
TEKSTIL DAN ALAS KAKI YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK
JAKARTA
(Periode Penelitian 2003 – 2006)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ilmu Akuntansi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DAULAT SIHOMBING
037017037/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERANAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN TEKSTIL DAN ALAS KAKI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA
Nama Mahasiswa : Daulat Sihombing Nomor Pokok : 037017037
Program Studi : Ilmu Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) Ketua
(Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada :
Tanggal 24 Juni 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak
Anggota : 1. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak
2. Dr. Agusni Pasaribu, MBA, Ak
3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
ABSTRACT
Fundamental analysis is used to appraise the investment on stocks due to its ability to produce the determinant variables of the future stocks price. Analysis fundamental concept is to appraise the information about the stocks, then decide which stocks are worth buying and unworth buying. This research focused on the analysis of fundamental factors affecting on the manufacture listed emitens in Jakarta Stock Exchange.
The research was conducted the manufacture listed emittens in Jakarta Stock Exchange by employed 51 samples data used is time series data from 2004 – 2006. The indepent variables are return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), net book value (NBV), divident payout ratio (DPR), dividend growth (GTH) and expected profit (KSS), and the stck price as dependent variable, and then estimated with multiple linear regression to see the impact of the independent variables on the dependent variable partially and simultaneously.
The estimation result shows that Net Book Value (NBV) had dominantly impact on stock manufacture listed emitters partially; it meant that NBV was the most important factor in appraising the stocks price. Moreover, all the independent variables simultaneously affected on the stock price of the manufacture listed emitters in Jakarta Stock Exchange.
ABSTRAK
Analisis fundamental digunakan untuk menilai kelayakan investasi pada saham karena dapat menghasilkan variabel-variabel yang menentukan harga saham di masa mendatang. Konsep penilaian saham dengan analisis fundamental akan menghasilkan informasi tentang apakah saham tertentu layak dibeli atau tidak layak, dalam penelitian ini difokuskan pada analisis pengaruh faktor-faktor fundamental terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian dilakukan terhadap 51 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan data time series dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006. Variabel yang digunakan adalah return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), net book value (NBV), dividend payout ratio (DPR), dividend growth (GTH) dan tingkat keuntungan yang diharapkan (KSS) sebagai variabel independen dan harga saham perusahaan (CLP) sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda untuk melihat besarnya kontribusi masing-masing variabel secara individu dan secara simultan dalam mempengaruhi harga saham
Hasil pengujian menunjukkan bahwa net book value (NBV) mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap harga saham perusahaan manufaktur. Hal ini berarti bahwa net book value (NBV) merupakan tolok ukur yang lebih baik dalam menilai harga saham perusahaan. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa keenam variabel independen yaitu return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), net book value (NBV), dividend payout ratio (DPR), dividend growth (GTH) dan tingkat keuntungan yang diharapkan (KSS) berpengaruh secara simultan terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta.
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan
menyelesaikan tesis ini, yang berjudul ”Analisis Pengaruh Faktor-Faktor
Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak
mungkin tesis dapat terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Rahim Matondang selaku
direktur dan pembantu direktur 1 sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera
Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa program magister akuntansi
pada sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak selaku ketua program studi
Magister Ekonomi Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara
atas kesempatan kami untuk menyelesaikan pendidikan program magister
akuntansi.
4. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Bapak Syahyunan, SE,
M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui
bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Drs.Rasdianto, MA, Ak, Bapak Drs.Idhar Yahya, MBA, Ak dan Ibu
Dra.Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku dosen penguji. Terima kasih atas
saran dan masukannya atas kesempurnaan Tesis ini.
7. Sembah sujud penulis kepada Ibunda tercinta, yang selalu memberikan semangat
kepada penulis, dan Ayahanda tercinta, yang terus mendukung untuk
menyelesaikan studi. Doa dan kasih sayang penulis selalu untuk papi dan mami.
8. Abanganda Mangatas Manurung SE, M.Si dan Roy Rahmatsyah, SP, atas segala
bantuan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.
9. Adik – adikku yang tercinta Ade dan Arif, terima kasih atas bantuannya pada abangda.
10.Terima kasih juga kepada staf administrasi Sekolah Pascasarjana : Bang Ari,
Kak Dori, Kak Yuli, Bang Dedi dan teman – teman seangkatan di Sekolah
Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
11.Khusus Rekan – rekan di Badan Pemeriksa Keuangan dan teman – teman lainnya
yang pada kesempatan ini tidak dapat penulis cantumkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan penulis, maka hasil
penelitian ini masih perlu disempurnakan. Karena itu dengan segala kerendahan
hati penulis memohon segala kritik dan saran demi perbaikan hasil penelitian ini.
Terima kasih.
Medan, Maret 2008
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. NAMA : AMIN MOZANA
2. TEMPAT / TGL LAHIR : AEK SONGSONGAN/03 MEI 1980
3. PEKERJAAN : AUDITOR BPK-RI
4. AGAMA : ISLAM
5. ORANG TUA :
a. AYAH : SUDARMAN
b. IBU : ELLYANA
6. ALAMAT : JL. EKAWARNI NO.19 MEDAN
7. PENDIDIKAN :
a. SD : SD NEGERI 016397 TANJUNG GADING
b. SMP : SMP NEGERI 1 MEDAN
c. SMA : SMU NEGERI 5 MEDAN
d. S1 : UNIVERSITAS GADJAH MADA
DAFTAR ISI
1.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
2.3. Kerangka Konseptual... 39
2.4. Hipotesis Penelitian ... 43
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
3.2. Populasi dan Sampel ... 44
4.7. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64
4.7.2. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ke-2 ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Implikasi ... 68
5.3. Keterbatasan Penelitian ... 69
5.3. Saran ... 69
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu ... 19
3.1. Definisi Operasional Variabel ... 25
4.1. Statistik Deskriptif ... 35
4.2. Statistik Deskriptif Menurut Jenis Usaha ... 36
4.3. Uji Normalitas ... 40
4.4. Uji Multikolinearitas ... 41
4.5. Uji Autokorelasi ... 42
4.6. Uji Heteroskedastisitas ... 43
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik di
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Sampel Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta dan
Perkembangan Harga Saham, Tahun 2004-2006... 59
2. Sampel Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta dan Perkembangan ROE, DER dan DPR, Tahun 2004-2006... 64
3. Sampel Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta dan Perkembangan GTH dan KSS, Tahun 2004-2006 ... 69
4. Uji Normalitas ... 74
5. Regresi Utama Penelitian ... 75
6. Regresi Antar Variabel Bebas ... 76
B A B I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pendirian perusahaan mempunyai tujuan umum untuk memperoleh laba,
meningkatkan penjualan, memaksimumkan nilai saham, dan meningkatkan
kesejahteraan pemegang saham. Persaingan bisnis yang ketat seiring dengan
perkembangan perekonomian mengakibatkan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk
terus mengembangkan inovasi, memperbaiki kinerjanya, dan melakukan perluasan
usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing.
Tingkat kemampuan suatu perusahaan untuk dapat bersaing sangat ditentukan
oleh kinerja perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang tidak mampu bersaing untuk
mempertahankan kinerjanya lambat laun akan tergusur dari lingkungan industrinya
dan akan mengalami kebangkrutan, agar kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat
tercapai, maka pihak manajemen harus dapat meningkatkan kinerjanya. Secara umum
kinerja suatu perusahaan ditunjukkan dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.
Kinerja perusahaan dapat diketahui dari hasil analisis laporan keuangan. Hasil
analisis laporan keuangan yang menunjukkan kinerja perusahaan tersebut dipakai
sebagai dasar penentu kebijakan bagi pemilik. manajer dan investor. Analisis atas
laporan keuangan dan interpretasinya pada hakekatnya adalah untuk mengadakan
perusahaan melalui laporan keuangan tersebut, dan dari laporan keuangan tersebut
dapat dilakukan analisis berdasarkan rasio keuangan. Analisis rasio keuangan
merupakan alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan bermanfaat untuk
melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kondisi keuangan suatu perusahaan.
Rasio keuangan penting untuk dianalisis karena rasio keuangan mempengaruhi
kinerja keuangan perusahaan yang terbentuk dari unsur-unsur laporan keuangan yang
bila di interpretasikan dapat diperoleh informasi tentang kondisi keuangan
perusahaan pada suatu periode tertentu sehingga dapat memberikan masukan dan
saran bagi perusahaan. Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan
keuangan dari suatu perusahaan.
Rasio menggambarkan suatu hubungan pertimbangan antara suatu jumlah
tertentu dan jumlah yang lain. Ukuran yang lazim dipakai dalam analisis laporan
keuangan adalah dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Analisis rasio
keuangan merupakan analisis yang sering dipakai karena merupakan metode yang
paling tepat untuk diterapkan dalam penilaian kinerja perusahaan. Penggunaan alat
analisis berupa rasio dapat menunjukkan atau memberi gambaran tentang baik atau
buruknya posisi keuangan perusahaan yang berakibat pada kegagalan, sehat atau
tidaknya suatu perusahaan, apabila dibandingkan dengan rasio tahun sebelumnya atau
dengan perusahaan sejenis yang lainnya.
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu
posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan
keputusan yang tepat. Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam
pengambilan keputusan, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Hal ini ditempuh dengan cara
melakukan analisis laporan keuangan.
Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah
dalam bentuk rasio-rasio keuangan. Foster (1986, dalam Almilia, 2003) menyatakan
empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio
keuangan yaitu:
1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau
antar waktu.
2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang
digunakan.
3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan dengan rasio keuangan.
4. Untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau
prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress )
Ada dua macam kegagalan, yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan
keuangan. Kegagalan ekonomi suatu perusahaan dikaitkan dengan ketidak
seimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran. Sementara itu, sebuah
perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan tersebut tidak mampu
kewajibannya (Aryati dan Manao, 2000). Salah satu dari kebanyakan penyebab
kebangkrutan perusahaan dimulai dari kegagalan keuangan. Indikator keuangan
inilah yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mengetahui tingkat kebangkrutan suatu
perusahaan.
Studi mengenai rasio keuangan dalam menilai kinerja perusahaan dengan
prediksi kebangkrutan dimulai oleh Beaver (1967, dalam Lisetyati, 2000) yang
membuktikan bahwa secara empiris rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat
untuk memprediksi kegagalan perusahaan. Dalam studinya, Beaver membuat lima
kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu menghubungkan
tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai
prediktor. Kelima kelompok rasio tersebut terdiri dari cash flows to total debt ratio,
net income to total assets ratio, current assets to current liabilities ratio, total debt to
total assets ratio, dan working capital to total assets ratio. Kelima rasio keuangan
tersebut kemudian diuji tingkat kesalahannya yang menunjukkan kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian suatu perusahaan. Penelitian ini terlihat
bahwa rasio-rasio keuangan memiliki kemampuan dalam memprediksi terjadinya
kebangkrutan pada suatu perusahaan. Penelitian lainnya yang ditemukan juga
buktinya dilakukan oleh Altman (1968), Altman, et al. (1977), dan Gilbert, et al.
(1990).
Penelitian yang dilakukan oleh Altman (1968, dalam Aryati dan Manao 2000)
Altman menggunakan multiple discriminant analysis untuk menguji manfaat lima
rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Kelima rasio keuangan tersebut
adalah working capital to total assets, retained earnings to total assets, earnings
before interests taxes to total assets, market value of equity to book value of total
debts, dan sales to total assets. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan
kekuatan prediksi rasio-rasio keuangan untuk periode waktu yang lama. Altman juga
menemukan bahwa rasio-rasio tertentu terutama likuiditas dan leverage memberikan
sumbangan terbesar dalam mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan.
Dan beliaulah yang memunculkan formula Z Score untuk menentukan tingkat
kesehatan perusahaan. Menurut Almilia (2003). Model kebangkrutan Altman tidak
dapat digunakan dewasa ini karena beberapa alas an yaitu:
1. Dalam membentuk model ini hanya memasukkan perusahaan manufaktur
saja, sedangkan perusahaan yang memiliki tipe lain memiliki hubungan
yang berbeda antara total modal kerja dan variabel lain yang digunakan
dalam analisis rasio.
2. Penelitian yang dilakukan Altman pada tahun 1946 sampai dengan 1965,
yang tentu saja berbeda dengan kondisi sekarang. Sehingga proporsi untuk
setiap variabel sudah tidak tepat lagi untuk digunakan.
Penelitian lain yang mengembangkan rasio keuangan dalam industri
perbankan sebagai prediktor tingkat kesehatan dan kegagalan bank dibuktikan oleh
Penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi perkembangan laba
perusahaan dilakukan oleh Machfoedz (1994), dan Zainuddin dan Hartono (1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Aryati dan Manao (2000) bertujuan untuk
mengetahui apakah laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank-bank di
Indonesia dapat digunakan sebagai prediktor tingkat kesehatan dan kemungkinan
kebangkrutannya melalui rasio CAMEL dan rasio keuangan lainnya, serta dapat di
identifikasi rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kesehatan
perbankan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan tujuh variabel independen
dengan tingkat signifikansi = 5%. Model analisis yang digunakan adalah univariat
analisis dan multivariat diskriminan analisis
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lisetyati (2000) dengan
menganilisis laporan keuangan sebagai alat prediksi kebangkrutan bank, variable
penelitian dipilih 11 rasio keuangan dengan menggunakan metode CAMEL sebagai
alat analisis terhadap kebangkrutan. Bank yang dipilih sebanyak 161 Bank dalam
tahun 1993 – 1997. Pengujian multivariate dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
rasio keuangan yang dipilih melalui prosedur backward stepwise (conditional)
bersama-sama mampu memprediksi dengan benar bank yang akan bangkrut.
Penelitian berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia
dilakukan oleh Wilopo (2001). Hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan
model CAMEL, besaran (size) bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat
Penelitian lain juga dilakukan oleh Eva Rianti (2003) yang meneliti kinerja
keuangan perusahaan sebelum dan selama masa krisis ekonomi Indonesia serta
prediksi kebangkrutan perusahaan yang mengambil sample perusahaan automotive
and component yang go public di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian ini digunakan
model multiple discriminant analysis (MDA) untuk memprediksi kebangkrutan
dengan menghitung rasio aktiva lancar terhadap total aktiva, laba ditahan terhadap
total asset, laba opersional terhadap total asset, total nilai saham dibursa terhadap
total hutang, dan penjualan terhadap total asset
Berdasarkan uraian dan berbagai penelitian di atas, dari bukti empiris yang
mendukung analisis rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan
yang sudah ada sebelumnya memberikan hasil yang beragam. Penelitian ini
menindak lanjuti penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode analisis yang
sama yaitu Univariate dan Multivariate Discriminant Analysis, namun sampel,
periode penelitian dan variabel independen yang digunakan berbeda. Penelitian
sebelumnya menggunakan sampel perusahaan perbankan, otmotive dan manufacture
dan periode tahun sampel berkisar di masa krisis ekonomi Indonesia yaitu sebelum,
semasa atau sesudahnya. Variabel independent lebih banyak menggunakan rasio
CAMEL (Capital Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin,
Return on Assets, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Kewajiban
Bersih call money terhadap Aktiva Lancar, Kredit terhadap Dana yang Diterima).
tahun sampel setelah terjadinya krisis ekonomi (2003-2006), dan variabel
independennya menggunakan rasio likuiditas (Current Ratio), solvabilitas (Debt To
Asset Ratio, Debt To Equity Ratio, Equity Multiplier), profitabilitas (Gross Profit
Margin, Net Profit Margin, Return On Investment, Return On Equity), dan aktivitas
(Inventory Turn Over, Total Assets Turn Over).
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah analisis rasio keuangan mampu untuk mengukur tingkat kesehatan
pada perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di Bursa Efek Jakarta
(BEJ) pada periode 2003-2006?
2. Rasio manakah yang paling dominan dalam memprediksi tingkat kesehatan
perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di BEJ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penggunaan analisis rasio keuangan dalam penilaian
tingkat kesehatan perusahaan guna memprediksi kebangkrutan pada
perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di BEJ.
2. Untuk mengetahui, di antara rasio-rasio keuangan dalam analisis laporan
tingkat kesehatan perusahaan guna memprediksi tingkat kebangkrutan
perusahaan pada perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di BEJ.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti
Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam penggunaan analisis rasio
keuangan dalam memprediksi tingkat kesehatan perusahaan.
2. Pihak perusahaan
Dapat digunakan sebagai acuan, bahan pertimbangan dan penilaian tingkat
kesehatan atau kebangkrutan perusahaan, serta dapat dijadikan bahan
evaluasi perusahaan untuk penentuan kebijakan perusahaan di masa yang
akan datang.
3. Dunia penelitian dan akademis
Dapat menambah perbandingan atau literatur dan bahan referensi untuk
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Laporan Keuangan
Dalam Darsono dan Ashari (2005), laporan keuangan adalah informasi yang
memuat tentang posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas
perusahaan. Laporan keuangan menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang
ditunjukkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan
sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.
Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan
memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan-keputusan
investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan dalam SFAC No. 1 bahwa laporan
keuangan harus memberikan informasi: (1) untuk keputusan investasi dan kredit, (2)
mengenai jumlah dan timing arus kas, (3) mengenai aktiva dan kewajiban, (4)
mengenai kinerja perusahaan, (5) mengenai sumber dan penggunaan kas, (6)
penjelasan dan interpretif, serta (7) untuk menilai stewardship. Ketujuh tujuan ini
terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan
pengungkapan laporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,
misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain
serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan
laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta
pengungkapan pengaruh perubahan harga (IAI, 2004).
Laporan keuangan juga dapat menurunkan asimetri informasi yaitu kondisi
dimana informasi yang dimiliki oleh satu pihak lebih banyak dibandingkan dengan
pihak lainnya. Informasi dalam laporan keuangan dapat menurunkan perbedaan
informasi dengan menurunkan: (a) adverse selection, dengan cara memindahkan
informasi privat yang dimiliki oleh manajer menjadi informasi publik. Adverse
selection adalah ketidakyakinan pada manajer atau pemilik karena salah satu pihak
memiliki informasi yang lebih banyak dari lainnya, sehingga menguntungkan pihak
tertentu; (b) moral hazard yang dilakukan oleh manajer, karena perilaku manajer
dapat dilihat dari pengaruhnya pada laba perusahaan atau aset perusahaan. Moral
hazard adalah sikap tidak melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan, atau
tidak melaksanakan kondisi ideal. Untuk melihat apakah perusahaan memenuhi
perjanjian kredit atau tidak dapat dilihat dari laporan keuangan (Darsono dan Ashari,
2005).
2.1.2 Analisa Rasio Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan pada dasarnya mengkonversikan data yang berasal
beragam, lebih mendalam dan lebih akurat bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk
pengambilan keputusan. Analisis atas laporan keuangan dan interpretasinya pada
hakekatnya adalah untuk mengadakan penilaian atas keadaan keuangan dan potensi
suatu perusahaan melalui laporan keuangan tersebut.
Tujuan dari analisis laporan keuangan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Investasi pada saham.
2. Pemberian kredit, dimana tujuan pokoknya adalah untuk menilai
kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman yang diberikan
beserta bunga yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.
3. Kesehatan pemasok (supplier). Mengetahui kondisi keuangan pemasok
sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam melakukan negosiasi dengan
pemasok.
4. Kesehatan pelanggan (customer), yang tujuannya adalah untuk mengetahui
informasi mengenai kemampuan pelanggan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya.
5. Kesehatan perusahaan ditinjau dari karyawan, bertujuan untuk memastikan
apakah perusahaan yang akan dimasuki mempunyai prospek keuangan
yang bagus.
6. Pemerintah, untuk menentukan besarnya pajak yang dibayarkan.
7. Analisis internal, tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi keuangan
8. Analisis pesaing, untuk menentukan sejauh mana kekuatan keuangan
pesaing yang dapat dipakai untuk penentuan strategi perusahaan.
9. Penilaian kerusakan.
Analisis laporan keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan
oleh laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan tidak akan bermakna jika tidak
dilakukan analisis lebih jauh terhadap angka-angka yang terkandung didalamnya.
Angka-angka itulah yang kemudian dapat membentuk rasio-rasio keuangan.
Rasio Keuangan dapat digunakan untuk mengidentifikasi beberapa kekuatan
dan kelemahan keuangan perusahaan . Rasio yang digunakan untuk membahas
kinerja atau kegiatan operasi perusahaan hendaknya dapat memenuhi pertanyaan
berikut ini : 1. Seberapa jauh likuiditas perusahaan; 2. Apakah manajemen
menghasilkan laba operasi yang cukup atas aktiva perusahaan ; 3. Bagaimana
perusahaan untuk mendanai aktivanya ; 4. Apakan para pemegang saham
mendapatkan pengembalian yang cukup atas investasi mereka. ?
Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengetahui atau menggambarkan posisi kinerja keuangan perusahaan, yang
merupakan perbandingan dari dua unsur yang sistematis. Analisis dan interpretasi
dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik tentang
kondisi keuangan dan prestasi perusahaan dibandingkan analisis yang hanya
didasarkan atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio (Van Horne,
penginterpretasian informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam artian relatif maupun
absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka
yang lainnya dari suatu laporan keuangan.
Dalam analisis rasio, ada dua jenis perbandingan yang digunakan yaitu
perbandingan internal dan perbandingan eksternal. Perbandingan internal yaitu
membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dan rasio yang akan datang
untuk perusahaan yang sama. Sedangkan perbandingan eksternal adalah
membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan rasio perusahaan lainnya yang
sejenis atau dengan rata-rata industri pada satu titik yang sama. Perbandingan ini
memberikan gambaran relatif dan pemahaman yang mendalam tentang kondisi dan
kinerja perusahaan, serta membantu mengidentifikasi penyimpangan dari rata-rata
atau standar industri (Darsono dan Ashari, 2005).
Manfaat analisis rasio bagi manajer digunakan untuk menganalisis,
mengendalikan dan memperbaiki operasional perusahaan, bagi analisis kredit
digunakan untuk menentukan kemampuan perusahaan membayar hutangnya, bagi
analisis sekuritas atau analisis saham yang berkepentingan atas efisiensi dan prospek
pertumbuhan perusahaan dan analisis obligasi yang berkepentingan atas kemampuan
perusahaan dalam membayar bunga dan pokok obligasi serta nilai likuidasi aktiva
apabila terjadi kepailitan.
Kelebihan analisis rasio keuangan dibandingkan teknik analisis lainnya adalah
1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang mudah dibaca
dan ditafsirkan.
2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan
oleh laporan keuangan yang rumit.
3. Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.
4. Sangat bermanfaat untuk mengambil bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).
5. Menstandari ukuran perusahaan.
6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau
melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series.
7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa
yang akan datang.
Teknik analisis rasio keuangan juga memiliki kelemahan sebagai berikut :
a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat dapat digunakan untuk
kepentingan pemakainya.
b. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi
keterbatasan teknik ini seperti:
1) Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak
mengandung taksiran yang dapat dinilai bias atau subyektif.
2) Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah
3) Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka
rasio.
4) Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa
diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan
kesulitan menghitung rasio.
d. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
e. Jika dua perusahaan yang dibandingkan, bisa saja teknik dan standar
akuntansi yang dipakai tidak sama sehingga jika dilakukan perbandingan
bisa menimbulkan kesalahan.
Selain itu, terdapat juga keterbatasan analisis rasio antara lain adalah (Sawir,
2005) :
a) Kesulitan dalam mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang
dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha.
b) Rasio disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara
penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi.
c) Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda,
misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.
Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan
Keterbatasan analisis rasio yakni apabila dibandingkan rasio satu perusahaan
dengan perusahaan lain bisa berakibat interpretasi yang berbeda karena penggunaan
metode yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi, tidak bisa
dikatakan bahwa suatu rasio perusahaan lebih bagus dari perusahaan lainnya tanpa
adanya analisis yang mendalam, sulit mengidentifikasi kategori perusahaan dari
perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang
usaha. Namun, walaupun demikian analisis rasio tetap merupakan alat yang dapat
dipakai sebagai pedoman untuk membantu mengevaluasi kondisi keuangan
perusahaan.
2.1.3. Pengelompokkan Rasio Keuangan
Pengelompokkan rasio keuangan yang digunakan adalah sebagai berikut
(Darsono dan Ashari, 2005) :
1. Rasio Likuiditas
Terdiri dari Rasio Lancar ( total aktiva lancar : total utang lancar) dan
rasio cair ((total aktiva lancar – persediaan) ; utang lancar). Rasio
likuiditas yang umum digunakan adalah current ratio. Current ratio (rasio
lancar), yaitu kemampuan aktiva lancar perusahaan dalammemenuhi
kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Rasio lancar
merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui
menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi
oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang
sama dengan jatuh tempo utang. Rasio lancar yang rendah biasanya
dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas, namun
sebaliknya apabila rasio lancarnya terlalu besar menunjukkan bahwa
pengelolaan aktiva lancar kurang bagus karena menunjukkan banyaknya
dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba
perusahaan (Sawir, 2005).
2. Rasio Solvabilitas
Solvabilitas adalah kemampuan untuk membayar utang jangka panjang,
baik utang pokok maupun bunganya (Kuswadi, 2006). Rasio-rasio yang
dapat digunakan untuk mengukur solvabilitas adalah :
a. Debt to Asset Ratio (DAR = total utang : total aktiva), atau disebut juga
leverage atau debt ratio. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan
hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang
didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang
kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan
aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada
kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko
pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar
akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada
akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen.
b. Debt to Equity Ratio (DER = total utang : total ekuitas), menunjukkan
persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi
pinjaman. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas
dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal
sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
Semakin kecil angka rasio, semakin baik solvabilitas perusahaan.
c. Equity Multiplier (EM = total aktiva : total ekuitas), menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan ekuitas pemegang
saham. Rasio ini juga bisa diartikan sebagai besarnya porsi dari aktiva
perusahaan yang dibiayai oleh pemegang saham. Semakin kecil rasio
ini, berarti porsi pemegang saham akan semakin besar sehingga
kinerjanya semakin baik karena persentase untuk pembayaran bunga
semakin kecil.
3. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas (kemampulabaan) merupakan hasil akhir bersih dari
berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan
memberikan gambaran tentang efektivitas manajemen perusahaan dan
tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan (Sawir,2005). Rasio
a. Gross Profit Margin (GPM = laba kotor : penjualan bersih). Rasio ini
mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya,
mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara
efisien. Semakin tinggi angka rasio, semakin baik karena
menunjukkan peningkatan presentase laba bersih operasi terhadap
hasil penjualannya. Kegunaan rasio ini adalah mutu pengelolaan harga
pokok produksi (yang berarti kinerja bagian produksi) dapat dimonitor
dari waktu ke waktu dan untuk meramalkan besarnya laba kotor pada
waktu yang akan datang atas dasar estimasi penjualan (Kuswadi,
2006).
b. Net Profit Margin (NPM = laba bersih : penjualan bersih).
Rasio ini digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dari waktu ke
waktu dalam hal profitabilitas dan juga dapat dipakai untuk
memperkirakan atau meramalkan laba bersih perusahaan pada masa
yang akan datang atas dasar estimasi penjualannya (Kuswadi, 2006).
c. Return On Investment (ROI = laba bersih : total aktiva).
Rasio ini juga sering disebut Return On Asset (ROA). Rasio ini
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang digunakan, dan juga
memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan
aktiva untuk memperoleh pendapatan dan dapat menilai apakah
perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan
operasional perusahaan. Rasio ini memberikan indikasi kepada kita
tentang baik buruknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya
ataupun pengelolaan hartanya. Semakin besar rasio ini semakin baik
karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba (Kuswadi, 2006).
d. Return On Equity (ROE = laba bersih ; total ekuitas).
Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola
modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari
investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang
saham perusahaan. Rasio ini membuat manajemen dapat melihat
secara fokus besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan dari jumlah
modal yang ditanam oleh para pemegang saham. ROE menunjukkan
rentabilitas modal sendiri atau yang sering disebut sebagai rentabilitas
usaha (Sawir, 2005). Dari perspektif pemegang saham, rasio ini
menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat
pengembalian kepada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan
semakin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih
4. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan
semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Rasio-rasio aktivitas
yang umum digunakan adalah :
a. Inventory Turn Over (ITO = harga pokok penjualan : persediaan) atau
rasio perputaran persediaan. Rasio ini berguna untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti
berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan
(dalam bentuk produk jadi). Rasio ini juga menggambarkan perputaran
persediaan–semakin besar rasio ini akan semakin baik. Semakin tinggi
perputaran persediaan ini, semakin singkat atau semakin baik waktu
rata-rata antara penanaman modal dalam persediaan dan transaksi
penjualan. Ini menunjukkan semakin tingginya tingkat permintaan
atau penjualan produk perusahaan, semakin efisiennya kerja tim
manajemen persediaan, dan (mungkin) semakin tingginya laba yang
diperoleh. Walaupun demikian, tingkat perputaran persediaan yang
tinggi juga dapat memberikan indikasi tentang kekurangan stok
persediaan, yang dapat menyebabkan kehilangan order penjualan
(Kuswadi, 2006:110). Rasio perputaran persediaan yang terlalu rendah
menunjukkan lambatnya penjualan atau terlalu banyaknya persediaan
b. Total Assets Turn Over (TATO = penjualan bersih : total aktiva).
Kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh aktiva yang
dimiliki untuk menghasilkan penjualan atau berapa rupiah
penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang di
investasikan dalam bentuk harta perusahaan digambarkan dalam
rasio ini sehingga kita dapat mengetahui efektifitas penggunaan
seluruh aktiva perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Rule of
thumb rasio ini bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1,
kalau perputarannya lambat menunjukkan bahwa aktiva yang
dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk
menjual.
2.1.4. Kebangkrutan atau Kegagalan Usaha
Kebangkrutan telah digunakan sebagai istilah umum untuk menerangkan
keadaan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (Karel & Prakash, 1987
dalam Lisetiaty). Para peneliti telah menggunakan istilah failure (kegagalan) dan
bankruptcy (kebangkrutan) secara bergantian.
Prediksi kebangkrutan usaha berfungsi untuk memberikan panduan bagi
pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan
keuangan atau tidak di masa mendatang. Salah satu indikator yang dipakai untuk
penyebab kebangkrutan dimulai dari adanya kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan
dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban
keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan.
Untuk menilai kesulitan keuangan yang akan diderita oleh perusahaan
terdapat beberapa indikator yang dapat dijadikan panduan. Indikator pertama adalah
informasi arus kas sekarang dan arus kas untuk periode mendatang. Informasi arus
kas memberikan gambaran sumber-sumber dan penggunaan kas perusahaan. Sumber
yang kedua adalah dari analisis posisi dan strategi perusahaan dibandingkan dengan
pesaing. Informasi ini memberikan gambaran posisi perusahaan dalam persaingan
bisnis yang merujuk pada kemampuan perusahaan dalam menjual produk atau
jasanya untuk menghasilkan kas (Darsono dan Ashari, 2005).
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat bagi beberapa pihak sebagai berikut :
1. Pemberi pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa
bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman,
dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
2. Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya
kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat
berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan
kebangkrutan sedini mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan
tersebut.
3. Pihak pemerintah. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah
mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut
(misalnya pada sektor perbankan). Pemerintah juga mempunyai
badan-badan usaha (BUMN) yang harus melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih
awal supaya tindakan-tindakan yang diperlukan bisa dilakukan lebih awal.
4. Akuntan, yang mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan
suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu
perusahaan.
5. Manajemen. kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan
dengan kebangkrutan dan biaya tersebut cukup besar. Apabila manajemen
bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-tindakan
penghematan bisa dilakukan misalnya dengan melakukan merger atau
restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.
Dalam Darsono dan Ashari (2005), secara garis besar penyebab kebangkrutan
bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan
faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan
Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan
meliputi :
a. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus
yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar
kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam
biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.
b. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah
piutang-hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan
biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa
menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan
karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak
menghasilkan pendapatan.
c. Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini
akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya
membangkrutkan perusahaan. Kecurangan dapat berupa manajemen yang
korup atau memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau
investor. Kasus bank yang melakukan pelanggaran batas maksimum
pemberian kredit adalah contoh kasus moral hazard dimana manajemen
Kasus Enron adalah salah satu kasus dimana manajemen melakukan
kecurangan dengan menyembunyikan kerugian yang besar.
Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan
adalah sebagai berikut :
1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah sehingga
terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut
perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan
menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan
bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier
dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu supplier
sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.
3. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak
melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada
debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan
mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan
penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi
memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor agar dapat
melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
4. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal
terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam Undang-Undang
No.4 tahun 1998 yang dirubah dengan Undang-Undang No 37 tahun 2004,
kreditor bisa mempailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga
membina hubungan baik dengan kreditor.
5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu
memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut
perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan
nilai tambah yang lebih baik lagi kepada pelanggan.
6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh
perusahaan. Kasus perkembangan pesat ekonomi Cina yang
mengakibatkan tersedotnya kebutuhan bahan baku ke Cina dan
kemampuan Cina memproduksi barang dengan harga yang murah adalah
contoh kasus perekonomian global yang harus diantisipasi oleh
perusahaan. Tingginya kebutuhan baja di Cina yang mengakibatkan harga
daerah Klaten bangkrut karena biaya yang mengalami kenaikan sehingga
produknya menjadi tidak kompetitif.
2.2. Peneliti Terdahulu
Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari
suatu perusahaan. Dengan analisis rasio keuangan dapat diprediksi tingkat kesehatan
perusahaan guna memprediksi kebangkrutan perusahaan. Rasio keuangan ini
bertujuan untuk mengukur kinerja perusahaan dari berbagai aspek kinerja, apakah
kinerja perusahaan mengalami kemajuan atau bahkan mengalami kemunduran yang
akan berakibat pada kebangkrutan. Ukuran kinerja pertama yang diukur adalah
ukuran likuiditas, dimana ukuran ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Ukuran kinerja kedua
adalah solvabilitas yang mengukur kinerja perusahaan dalam memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo dalam jangka panjang. Ukuran ketiga adalah profitabilitas yang
mengukur kinerja perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan sumber daya
yang dimiliki. Ukuran berikutnya adalah aktivitas yang mengukur efektifitas dan
efisiensi dalam menggunakan aktiva.
Beberapa peneliti terdahulu telah banyak melakukan penelitian mengenai
kebangkrutan perusahaan. Studi kali pertama dilakukan oleh Beaver (1966) dalam
Aryati dan Manao (2000) yang membandingkan masing-masing rasio-rasio
tahun sebelum terjadi kebangkrutan. Beaver melakukan pengamatan terhadap
perkembangan rasio-rasio tersebut dengan menggunakan sampel 158 perusahaan
yang terdiri dari 79 perusahaan yang mengalami kegagalan dan 79 perusahaan yang
sukses selama lima tahun sebelum terjadi kebangkrutan. Dalam studinya, Beaver
membuat lima kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu
menghubungkan tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik
digunakan sebagai prediktor. Kelima kelompok rasio tersebut terdiri dari cash flows
to total debt ratio, net income to total assets ratio, current assets to current liabilities
ratio, total debt to total assets ratio, dan working capital to total assets ratio. Beaver
menemukan sampel perusahaan yang gagal dengan perusahaan yang tidak gagal
kemudian meneliti rasio keuangan selama lima tahun sebelum perusahaan gagal dan
menemukan bahwa terdapat rasio keuangan perusahaan yang tidak gagal berbeda
dengan yang gagal. Pada perusahaan yang gagal, cash flows to total debt lebih
rendah, cadangan aktiva lancar untuk melunasi kewajibannya lebih kecil dan
hutangnya lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak gagal. Kelima rasio
keuangan yang digunakan sebagai prediktor tersebut kemudian diuji tingkat
kesalahannya yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pengklasifikasian suatu perusahaan.
Selanjutnya hasil pengujian rasio tersebut diranking dimana tingkat persentase
kesalahan terkecil dipertimbangkan sebagai “Best Predictor”, berikutnya “Second
Beaver menemukan bahwa analis rasio keuangan terbukti sangat berguna untuk
memprediksi kebangkrutan dan dapat digunakan untuk membedakan secara akurat
perusahaan yang akan jatuh bangkrut dan yang tidak.
Altman (1968) dengan judul “Financial Ratios, Discriminant Analysis and
The Prediction of Corporate Bankruptcy” yang dalam penelitiannya mencoba satu
penilaian atas kualitas analisis rasio sebagai satu teknik analisis dan prediksi
kebangkrutan perusahaan digunakan sebagai kasus ilustrasi. Altman menggunakan
analisis multiple diskriminan dengan menyusun suatu model untuk memprediksi
kebangkrutan perusahaan, yang mana terbukti sangat akurat dalam memprediksi
kebangkrutan secara benar. Data yang digunakan adalah perusahaan manufaktur.
Analisis diskriminan menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari
suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat a priori.
Untuk menyelidiki kinerja perusahaan menggunakan rasio profitabilitas, likuiditas
dan solvabilitas sebagai indikasi yang paling efektif dari masalah yang akan datang.
Altman menemukan lima rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan
antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut (Sawir, 2006:23). Lima jenis
rasio yang digunakan Altman
adalah working capital to total assets, retained earnings to total assets, EBIT to total
assets, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total assets.
Dalam penelitiannya, rasio working capital to total assets digunakan untuk
retained earnings to total assets digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif.
Rasio EBIT to total assets digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya
dari aktiva perusahaan. Rasio market value of equity to book value of total debts
digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya
sebelum jumlah hutang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi
insolvable. Rasio sales to total assets digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.
Dari rasio-rasio tersebut (Darsono dan Ashari, 2005), Altman
memformulasikan dalam bentuk persamaan yang kemudian dikenal dengan formula
Z-score yang merupakan kombinasi dari beberapa rasio keuangan yang dianggap
dapat memprediksi terjadinya kebangkrutan perusahaan. Fungsi diskriminan Z (Zeta)
yang ditemukannya adalah:
Z = 1,2 WCTA + 1,4 RETA + 3,3 EBITTA + 0,6 MVEBVL + 1 STA
dimana,
WCTA : Working Capital to Total Assets (modal kerja dibagi total aset)
RETA : Retained Eearnings to Total Assets (laba ditahan dibagi total aset)
EBITTA : Earnings Before Interests and Taxes to Total Assets (laba sebelum
pajak dan bunga dibagi total aset)
MVEBVL : market value of equity to book value of total debt (nilai pasar ekuitas
dibagi dengan nilai buku hutang)
Hasil perhitungan Z-score dapat di interpretasikan sebagai berikut :
Z>2,99 : perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi
keuangan.
2,7<Z<2,99 : perusahaan mempunyai sedikit masalah keuangan (meskipun
tidak serius).
1,8<Z<2,69 : perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika
tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen
maupun struktur keuangan.
Z<1,88 : perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius.
Versi ini dapat dipergunakan untuk perusahaan publik maupun perusahaan
pribadi, dan untuk perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Z-score yang
pertama kali dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan dapat
juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan.
Menurut Almilia (2003) Model kebangkrutan Altman tidak dapat digunakan
dewasa ini karena beberapa alasan yaitu:
1. Dalam membentuk model ini hanya memasukkan perusahaan manufaktur
saja, sedangkan perusahaan yang memiliki tipe lain memiliki hubungan
yang berbeda antara total modal kerja dan variabel lain yang digunakan
dalam analisis rasio.
2. Penelitian yang dilakukan Altman pada tahun 1946 sampai dengan 1965,
variabel sudah tidak tepat lagi untuk digunakan. Tahun 1984, Altman melakukan
penelitian kembali di berbagai negara. Penelitian ini memasukkan dimensi
internasional, sehingga Z scorenya diubah menjadi formula:
Indeks kebangkrutan = 0.717 WC/TA + 0.847 RE/TA + 3.107 EBIT/TA + 0.420 MVE/BVD + 0.998 S/TA.
Deakin (1972) mencoba untuk mengembangkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh pendahulunya Beaver (1966) dan Altman (1968). Sampel yang
digunakan sebanyak 32 perusahaan yang gagal, dan dibandingkan dengan perusahaan
yang tidak gagal selama periode antara tahun 1964 sampai dengan 1970 atas dasar
klasifikasi industri, ukuran aset dan tahun data. Dalam penelitiannya, Deakin
menggunakan analisis multiple discriminant dan 14 rasio keuangan yang diuji Beaver
guna menemukan kombinasi variabel-variabel yang mempunyai keakuratan prediksi
yang baik. Deakin menemukan bahwa rasio cash flow to total debts adalah variabel
yang paling baik dalam memprediksi kebangkrutan.
Penelitian Zmijewski (1983) menambah validitas rasio keuangan sebagai alat
deteksi kegagalan perusahaan. Zmijewski menelaah ulang studi di bidang
kebangkrutan hasil riset sebelumnya selama dua puluh tahun. Rasio keuangan dipilih
dari rasio-rasio keuangan penelitian terdahulu dan diambil sampel sebanyak 75
perusahaan yang bangkrut serta 3573 perusahaan sehat periode 1972 sampai dengan
1978. Indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok: rate of return, liquidity,
leverage, turnover, fixed payment coverage, trends, firm size, dan stock return
volality; menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang
Peneliti lainnya di Indonesia dilakukan oleh Machfoedz (1999) yang
melakukan penelitian terhadap seluruh perusahaan go public di ASEAN (Thailand,
Singapura, Malaysia, dan Indonesia), yang meliputi seluruh perusahaan maufaktur
yang listing di pasar modal tiap negara yang dipilih tersebut. Rasio-rasio keuangan
yang digunakan adalah liquidity, solvency, profitability total, dan profitability
internal. Machfoedz menggunakan prosedur dan metode statistik parametrik dan
non-parametrik berupa t-test uji beda dua sampel, Wilcoxon Sign Rank Test, Wilks’
Lambda MANOVA, dan Friedman K-Independent Samples.
Untuk memprediksi tingkat kesulitan keuangan perusahaan digunakan analisis
Z- score dalam menilai kesehatan perusahaan. Dari hasil penelitiannya, dapat
disimpulkan bahwa informasi keuangan dalam bentuk rasio dapat digunakan untuk
mendeteksi kesehatan perusahaan.
Aryati dan Manao (2000) melakukan penelitian untuk menguji apakah
terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan tingkat kesehatan bank yang diukur
menurut rasio CAMEL antara bank yang sehat dengan bank yang gagal di Indonesia
dan untuk melihat rasio keuangan mana saja yang mendiskriminankan antara bank
yang sehat dengan bank yang gagal. Dengan penelitian ini dapat diidentifikasi
rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kesehatan perbankan di
Indonesia. Data penelitian meliputi laporan keuangan bank-bank dari tahun 1993
sampai tahun 1997. Ada tujuh variabel independen yang digunakan yaitu capital
return on assets (ROA), rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional
(BOPO), rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit
terhadap dana yang diterima.
Model penelitian ini adalah univariate analysis dan multivariate discriminant
analysis. Hasil dari uji univariat menunjukkan bahwa dua variabel, yaitu NPM dan
BOPO, tidak signifikan dengan sehat atau bangkrutnya bank-bank dalam sampel.
Tidak adanya perbedaan rata-rata NPM yang signifikan antara bank yang sehat
dengan bank yang gagal mungkin disebabkan adanya proporsionalitas antara net
income dengan operating income. Begitu juga dengan BOPO, adanya
proporsionalitas mungkin merupakan penyebab tidak adanya perbedaan rata-rata
BOPO antara bank yang sehat dengan bank yang gagal. Sedangkan, hasil uji
multivariat menunjukkan dua variabel lain yaitu NPM dan CAR ternyata tidak
menunjukkan hubungan signifikan dengan kesehatan bank. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian sebelumnya (Altman, 1968; Deakin, 1972; Ohlson, 1980)
tentang kegagalan bisnis. Pengujian diskriminan menunjukkan variable ROA dan
rasio kredit terhadap dana yang diterima yang merupakan ukuran profitabilitas
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan bank.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lisetyati Eni (2000) dengan
menganilisis laporan keuangan sebagai alat prediksi kebangkrutan bank, variable
penelitian dipilih 11 rasio keuangan dengan menggunakan metode CAMEL sebagai
tahun 1993 – 1997. Pengujian multivariate dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
rasio keuangan yang dipilih melalui prosedur backward stepwise (conditional)
bersam-sama mampu memprediksi dengan benar bank yang akan bangkrut.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Eva Rianti (2003) yang meneliti kinerja
keuangan perusahaan sebelum dan selama masa krisis ekonomi Indonesia serta
prediksi kebangkrutan perusahaan yang mengambil sample perusahaan automotive
and component yang go public di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian ini digunakan
model multiple discriminant analysis (DMA) untuk memprediksi kebangkrutan
dengan menghitung rasio aktiva lancer terhadap total aktiva, laba ditahan terhadap
total asset, laba opersional terhadap total asset, total nilai saham dibursa terhadap
total hutang, dan penjualan terhadap total asset. Disimpulkan bahwa model MDA
hanya dapat digunakan memprediksi kebangkrutan dalam jangka pendek yaitu 1 dan
2 tahun ke depan.
Penelitian berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia
dilakukan oleh Wilopo (2001). Penyampelan dalam penelitian ini dilakukan secara
cluster yaitu 235 bank pada akhir tahun 1996 dibagi menjadi 16 bank terlikuidasi dan
219 bank yang tidak
dilikuidasi, selanjutnya diambil 40% sebagai sampel estimasi, terdiri atas 7 bank
terlikuidasi dan 87 bank yang tidak dilikuidasi. Kemudian dari 215 bank pada akhir
1997 yang terdiri atas 38 bank terlikuidasi dan 177 bank pada tahun 1999 yang tidak
dilikuidasi, diambil 40% sebagai sampel validasi yang terdiri atas 16 bank terlikuidasi
dan 70 bank yang tidak dilikuidasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
untuk memprediksikan kebangkrutan bank adalah rasio keuangan model CAMEL (13
rasio), besaran (size) bank yang diukur dengan log. assets, dan variabel dummy
(kredit lancar dan manajemen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara
keseluruhan tingkat prediksi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
tinggi (lebih dari 50% sebagai cutoff value-nya). Tetapi jika dilihat dari tipe
kesalahan yang terjadi tampak bahwa kekuatan prediksi untuk bank yang dilikuidasi
0% karena dari sampel bank yang dilikuidasi, semuanya diprediksikan tidak
dilikuidasi. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang
diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL, besaran (size) bank serta kepatuhan
terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksikan kegagalan bank di
Indonesia. Simpulan ini diambil didasarkan atas tipe kesalahan yang terjadi, khusus
kasus di Indonesia ternyata rasio CAMEL serta variabel-variabel independen lain
yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat memprediksikan kegagalan bank.
Dengan demikian perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap variabel lain di luar rasio
keuangan agar diperoleh model yang lebih tepat untuk memprediksikan kegagalan
bank.
Simpulan teori dan bukti empiris yang telah dipaparkan sebelumnya dapat
kebangkrutan perusahaan dan secara signifikan dapat membedakan status
pengelompokan perusahaan. Hasil dari analisis juga membuktikan bahwa ukuran
profitabilitas perusahaan menjadi ukuran yang dominan dalam memprediksi
kebangkrutan. Rasio-rasio keuangan dianalisis untuk dapat mengelompokkan apakah
perusahaan bangkrut atau sehat (tidak bangkrut). Dari rasio-rasio keuangan tersebut,
kemudian, dianalisis untuk menentukan rasio yang paling dominan mengukur tingkat
kebangkrutan masing-masing kelompok dan membedakan rasio tersebut antara
kategori pengelompokan perusahaan.
2.3. Kerangka Konseptual
Sudah banyak dilakukan penelitian khususnya di Indonesia untuk
menunjukkan manfaat rasio keuanagan yang dianalisis dari laporan keuangan.
Penelitian Machfoedz (1999) menunjukkan ada tiga dari sembilan rasio yang
signifikan digunakan untuk memprediksi perobahan laba perusahaan pada periode
yang akan datang di Indonesia. Rasio tersebut yaitu; laba kotor terhadap penjualan,
laba bersih terhadap penjualan, dan laba bersih terhadap modal sendiri, dimana
ketoga rasio ini dikatagorikan sebagai rasio probabilitas.
Rerangka pemikiran teoritis untuk menganalisa kinerja perusahaan dapat
dilihat pada gambar 2.1. Berdasarkan rerangka pemikiran teoritis tersebut bahwa
2004 dan sesudahnya yaitu laporan keuangan 2005 dan 2006. Selanjutnya dilakukan
analisa kinerja keuangan perusahaan untuk memprediksi tingkat kesehatan
perusahaan dengan menggunakan studi yang dilakukan Altman dengan Z score.
Rasio Keungan Perusahaan Tahun 2003 dan 2004 :
CR,DAR,DER,EM,GPM, NPM,ROI,ROE,ITO,TATO
Informasi Keuangan untuk Pengambilan Keputusan Investasi
NPM,ROI,ROE,ITO,TATO Rasio Keungan Perusahaan Tahun
2005 dan 2006 : CR,DAR,DER,EM,GPM,
Sumber : Machfoedz (1999) yang dimodifikasi
Gambar 2.1. Analisa Rasio Keuangan Perusahaan Untuk Mengukur Kinerja Keuangan
Pengujian prediksi tingkat kesehatan perusahaan digunakan rerangka
X1
X3
X5
X8 X6 X4
Model Prediksi P = Status Emiten akan
bangkrut atau tidak
X7
X10 X9
X2
RASIO
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian kuantitatif dikembangkan dari telaah teoritis
sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan
pengujian secara empiris. Rasio-rasio keuangan dianalisis untuk dapat
mengelompokkan apakah perusahaan SEHAT atau TIDAK SEHAT. Dari rasio-rasio
keuangan tersebut, kemudian dianalisis untuk menentukan rasio yang paling dominan
mengukur tingkat kesehatan masing-masing kelompok dan membedakan rasio
tersebut antara kategori pengelompokan perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai
berikut :
H1 :rasio keuangan yang terdiri dari CR, DAR, DER, EM, GPM, NPM, ROI, ROE, ITO, dan TATO secara signifikan dapat membedakan
status tingkat kesehatan perusahaan
H2 : rasio keuangan ROE yang merupakan ukuran profitabilitas perusahaan merupakan faktor dominan dalam membedakan status
B A B III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini tergolong sebagai hypotesis testing. Menurut Sekaran (2003:124)
hypotesis testing merupakan suatu penelitian yang sudah memiliki kejelasan dan
gambaran, pengujian hipotesis dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan kausal
antara variabel-variabel penelitian. Penelitian ini mengidentifikasi fakta atau
peristiwa sebagai variabel yang dipengaruhi (variabel dependen) dan melakukan
penyelidikan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi (variabel independen).
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan tekstil dan alas kaki
yang go public yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada periode tahun 2003
sampai dengan 2006. Periode tahun tersebut dipilih untuk mengurangi pengaruh
krisis. Pemilihan perusahaan di BEJ dikarenakan pertimbangan kemudahan akses
data dan informasi, serta biaya dan waktu penelitian. Pemilihan sampel perusahaan
tekstil dan alas kaki karena jenis industri ini tergolong industri yang stabil dan tahan
terhadap krisis dibandingkan dengan jenis industri lainnya. Selain itu juga
dimaksudkan untuk menspesialisasi jenis industri sehingga dapat difokuskan untuk