• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2009"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH (PEMDA)

TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PIDIE

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

MOHD RIZA FAISAL

077013018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH (PEMDA) TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PIDIE TAHUN 2009

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MOHD RIZA FAISAL 077013018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2010

(3)

Judul Tesis

:

PENGARUH ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH (PEMDA) TERHADAP

PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN PIDIE TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Mohd Riza Faisal

Nomor Induk Mahasiswa : 077013018

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof.Dr.Rismayani, S.E, M.Si) Ketua

(Drs.Amru Nasution, M.Kes) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr.Drs.Surya Utama, M.S)

Dekan

(dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Januari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

( PEMDA) TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KABUPATEN PIDIE

TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 20 Februari 2010

(6)

ABSTRAK

Rumah Sakit harus memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu pelayanan yang baik. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie belum optimal. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh: standar pelayanan medis, ketersediaan alat medis, obat-obatan, serta dukungan Pemda dalam hal pembiayaan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh anggaran yang terdiri dari sumber daya manusia, dana, sarana dan struktur organisasi terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional

study. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota DPRD, pejabat struktural

bidang anggaran di Sekretariat Daerah, pejabat struktural bidang anggaran di Bappeda dan Pejabat struktural di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie yang berjumlah 76 orang sedangkan sampel yang diambil sebanyak 66 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner; dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Sumber daya manusia (β = 0,205, p = 0,002), dana (β = 0,145, p = 0,037), sarana (β = 0,532, p = 0,000) dan struktur organisasi (β = 0,102, p = 0,045) berpengaruh secara signifikan terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie.

Direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie dan Pejabat stukturak di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie untuk : (1) melakukan peningkatan dan pengadaan sarana baru serta canggih sesuai kebutuhan, (2) peningkatan sumber daya manusia, (3) penambahan jumlah dana sesuai kebutuhan, dan (4) tatanan struktur organisasi yang baik.

Kata kunci : anggaran, pelayanan kesehatan

(7)

ABSTRACT

Hospitals must provide health services with good service quality. Quality of health services at the Pidie District Hospital are not optimal yet. The condition is thought influence by: a standard of medical services, availability of medical devices, pharmaceuticals, and government support in terms of health financing.

This study aimed to analyze the influence of budget such as human resources, fund, facilities and organizational structure on the health services at the Pidie District Hospital. Kind of research was quantitative research with cross sectional approach. Population were members of parliament, structural officers in the budget field District Secretary, structural officers in the budget field District Planning and Development Board, and structural officers at the Pidie District Hospital, amount to 76 people while the sample taken as many as 66 people. Data were collected by using questionnaires; were analyzed using multiple linear regression test.

The results showed that the variables of human resources (β = 0.205,

p = 0.002), fund (β = 0.145, p = 0.037), facilities (β = 0.532, p = 0.000) and

organizational structure (β = 0.102, p = 0.045 ) significantly influence on the

quality of health services at the Pidie District Hospital.

It is recommended to the Government of Pidie District and structural officials at the Pidie District Hospital to: (1) make improvements and

procurement of new facilities as well as sophisticated as needed,(2) improvement of human resources,(3) increase the amount of funds as needed, and (4) order a good organizational structure.

Keywords: budget, health services

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABCTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan penelitian ... 5

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pembiayaan Kesehatan ... 7

2.2. Sumber –Sumber Pembiayaan Kesehatan ... 11

2.3. Anggaran (budget) ... 14

2.4. Pelayanan Kesehatan ... 29

2.5. Landasan Teori ... 32

2.6. Kerangka konsep ... 33

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.6. Metode pengukuran ... 43

3.7. Metode analisis data ... 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Gambaran Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... 48

4.2. Kerakteristik Responden ... 52

4.3. Analisis Univariat ... 54

4.4. Uji Normalitas ... 61

4.5. Analisis Bivariat ... 62

(9)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 70

5.1. Pengaruh Sumber Daya Manusia Terhadap Pelayanan Kesehatan ... .. 70

5.2. Pengaruh Dana Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan ... 71

5.3. Pengaruh Sarana Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan ... 73

5.4. Pengaruh Struktur Organisasi Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan ... 74

5.5. Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kab Pidie ... 75

5.6. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1. Kesimpulan ... 77

6.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Kunjungan pasien di RSUD Kab. Pidie ... 4

1.2. Anggaran Pemda dan RSUD Kab. Pidie ... 5

3.1. Populasi Setiap Institusi Tahun 2009 ... 35

3.2. Sampel Setiap Institusi Tahun 2009 ... 36

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ... 40

4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

4.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 53

4.3. Distribusi Karakteristik Responden Pendidikan ... 53

4.4. Distribusi Jawaban Responden Tentang Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... 54

4.5. Distribusi Jawaban Responden Tentang Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... .... 55

4.6. Distribusi Jawaban Responden Tentang Jumlah Dana Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... 55

4.7. Distribusi Jawaban Responden Tentang Jumlah Dana Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... 56

4.8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Sarana pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... 57

4.9. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kelengkapan Sarana pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... .... 58

4.10. Distribusi Jawaban Responden Tentang Struktur Organisasi pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... ... 58

(11)

4.12. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pelayanan Kesehatan

di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... 60

4.13. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie ... 61

4.14. Hubungan Antara Sumber Daya Manusia Dengan Pelayanan Kesehatan RSUD Kabupaten Pidie ... 62

4.15. Hubungan Antara Dana Dengan Pelayanan Kesehatan RSUD Kabupaten Pidie ... 63

4.16. Hubungan Antara Sarana Dengan Pelayanan Kesehatan di RSUD Kabupaten Pidie ... 64

4.17. Hubungan Antara Struktur Organisasi Dengan Pelayanan Kesehatan di RSUD Kabupaten Pidie ... 64

4.18. Nilai Koefisien determinasi ... 65

4,19. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Serempak ... 66

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan berkahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pengaruh Anggaran Pemerintah Daerah (PEMDA) terhadap Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2009”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, Sp.AK atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, dr. Ria Masniari Lubis, M.Si atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(14)

Terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Dr. Rismayani,S.E, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan tesis dan Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku pembimbing kedua yang juga telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran. Dr. Muslich Lutfi, Drs, M.B.A, I.D.S dan Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si selaku komisi pembanding yang telah membantu memberikan arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie, Sekda Kabupaten Pidie, Kepala BAPPEDA Kabupaten Pidie, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Pidie yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian diwilayah kerjanya.

Terima kasih kepada keluarga tercinta Ayahanda H.Hasbalah Amin dan ibunda Dra.Hj.Arzita serta seluruh keluarga besar tercinta yang telah membantu memberikan dorongan dan dukungan moril maupun materil yang tak terbatas.

Teristimewa buat istri tercinta Drg. Rini Herawati yang selalu setia memberikan motivasi selama pendidikan, serta anak-anak tersayang Mohd.Fahkriza Naufal, Mohd Fathurriza Ardana dan Mohd Fathan Syahriza yang selalu menjadi penyemangat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Angkatan 2007 yang telah menyumbangkan masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini

(15)

Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi bahasa maupun isinya, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan guna kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap tesis ini bisa berguna dan bermanfaat bagi semua pihak .

Medan, 20 Februari 2010

Penulis

(16)

ABSTRAK

Rumah Sakit harus memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu pelayanan yang baik. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie belum optimal. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh: standar pelayanan medis, ketersediaan alat medis, obat-obatan, serta dukungan Pemda dalam hal pembiayaan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh anggaran yang terdiri dari sumber daya manusia, dana, sarana dan struktur organisasi terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional

study. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota DPRD, pejabat struktural

bidang anggaran di Sekretariat Daerah, pejabat struktural bidang anggaran di Bappeda dan Pejabat struktural di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie yang berjumlah 76 orang sedangkan sampel yang diambil sebanyak 66 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner; dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Sumber daya manusia (β = 0,205, p = 0,002), dana (β = 0,145, p = 0,037), sarana (β = 0,532, p = 0,000) dan struktur organisasi (β = 0,102, p = 0,045) berpengaruh secara signifikan terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie.

Direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie dan Pejabat stukturak di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie untuk : (1) melakukan peningkatan dan pengadaan sarana baru serta canggih sesuai kebutuhan, (2) peningkatan sumber daya manusia, (3) penambahan jumlah dana sesuai kebutuhan, dan (4) tatanan struktur organisasi yang baik.

Kata kunci : anggaran, pelayanan kesehatan

(17)

ABSTRACT

Hospitals must provide health services with good service quality. Quality of health services at the Pidie District Hospital are not optimal yet. The condition is thought influence by: a standard of medical services, availability of medical devices, pharmaceuticals, and government support in terms of health financing.

This study aimed to analyze the influence of budget such as human resources, fund, facilities and organizational structure on the health services at the Pidie District Hospital. Kind of research was quantitative research with cross sectional approach. Population were members of parliament, structural officers in the budget field District Secretary, structural officers in the budget field District Planning and Development Board, and structural officers at the Pidie District Hospital, amount to 76 people while the sample taken as many as 66 people. Data were collected by using questionnaires; were analyzed using multiple linear regression test.

The results showed that the variables of human resources (β = 0.205,

p = 0.002), fund (β = 0.145, p = 0.037), facilities (β = 0.532, p = 0.000) and

organizational structure (β = 0.102, p = 0.045 ) significantly influence on the

quality of health services at the Pidie District Hospital.

It is recommended to the Government of Pidie District and structural officials at the Pidie District Hospital to: (1) make improvements and

procurement of new facilities as well as sophisticated as needed,(2) improvement of human resources,(3) increase the amount of funds as needed, and (4) order a good organizational structure.

Keywords: budget, health services

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan pusat layanan masyarakat di tingkat lanjutan. Hal yang paling mendasar yang harus dilakukan oleh rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu pelayanan yang terbaik. Pelayanan yang baik sangat diharapkan oleh semua pihak, baik tenaga kesehatan, pemerintah atau pemilik, terutama adalah masyarakat yang ada didaerah tersebut.

Namun banyak fakta menunjukkan bahwa pelayanan rumah sakit menjadi salah satu masalah paling mendasar yang dihadapi sebagian besar rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan data Departemen kesehatan RI (2006), dapat diketahui bahwa di Indonesia terdapat 1268 rumah sakit dengan berbagai tipe dan klas, Sedangkan di Propinsi Nanggro Aceh Darusalam ( N A D ) terdapat 28 Rumah Sakit (Depkes RI, 2006).

UU No. 25/2004 mengulas tentang sistim pembangunan nasional yang didefinisikan sebagai suatu proses dalam menentukan tindakan masa depan yang tepat berdasarkan urutan pilihan dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Hal ini sesuai dengan sektor kesehatan dimana selalu kekurangan sumber daya . Keterbatasan ini tidak saja soal finansial, tetapi juga meliputi sumber daya manusia dan kompleksitas teknis itu sendiri ( Gericke, et al. 2005 ).

Desentralisasi sistim kesehatan di Indonesia ( UU No. 22/1999, UU No 25/1999 dan PP No. 25/2000 ) telah memicu perubahan besar-besaran

(19)

Dalam hal ini pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan dan standar sedangkan pembiayaan sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah setempat. Dengan demikian pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kemampuan daerah setempat. Pembiayaan kesehatan akan berbeda dimasing-masing daerah sesuai dengan kemampuan daerah tersebut ( Bhisma, et al. 2006 ).

Dalam sistim desentralisasi, alokasi anggaran kesehatan didapat dari : (a). Anggaran Pemerintah Daerah atau APBD, dan (b). Anggaran Pemerintah

Pusat atau APBN (Depkes RI, 2008). Besarnya alokasi dana untuk kesehatan tergantung pada beberapa kondisi : (1) Besarnya pendapatan daerah, seperti DAU (dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan PAD (Penghasilan Asli Daerah); (2) Kemampuan bidang kesehatan menyusun program dan anggaran yang realistis; (3) Visi PEMDA dan DPRD TK II tentang sektor kesehatan; dan (4) Tergantung bidang kesehatan dalam melakukan advokasi kepada PEMDA dan DPRD ( Bhisma, 2006).

Masalah-masalah yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan antara lain (Depkes,2007) :

(1) Alokasi Anggaran Kesehatan,

(2) Pemanfaatan dana yang tidak efisien,

(3) Beban biaya kesehatan semakin meningkat, dan (4) Pengelolaan dana yang belum baik.

(20)

kenyataannya masih hanya sekedar wacana saja, dimana alokasi anggaran kesehatan daerah di Indonesia masih berkisar antara 2.5% sampai 4% atau maksimal 7% (Hendartini dan Mukti, 2004).

Proses penentuan anggaran diputuskan melalui beberapa tahap,

stakeholder utama adalah Bupati kemudian tim anggaran PEMDA yang diketuai

oleh SEKDA. Stakeholder kedua adalah ketua dan anggota komisi yang membidangi kesehatan di DPRD TK II. Pada tahap ini diharapkan kepada pihak manajemen kesehatan harus mampu memberikan penjelasan tentang pentingnya program yang diusulkan, kaitan dengan hasil, manfaat dan dampak yang diharapkan kepada stakeholder (Bisma, et al. 2006). Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan tingkat kabupaten/kota, hal ini menjadi tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah.

Rumah sakit merupakan pusat rujukan dari unit pelayanan dasar (puskesmas) dan rumah sakit lainnya. Dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatannya tergantung sejauh mana implikasi kepada biaya finansial, penggunaan sumber daya non finansial, kapasitas institusional, dan penerimaan masyarakat. Mengingat sumber daya dan kapasitas pemerintah di Negara berkembang terbatas sehingga perlu dibuat perencanaan, penganggaran, dan penentuan prioritas masaalah yang tepat ( Bhisma, et al, 2006 ).

(21)

seorang kepala , seorang kepala tata usaha, 3 kepala bidang, 9 sub bidang (kepala seksi), staff struktural, komite Medis dan Komite para medis. Fasilitas Pelayanan kesehatan yang tersedia pada Rumah Sakit Umum Sigli antara lain : (1) Pelayanan Rawat Jalan, (2) Pelayanan Rawat Inap, (3) Pelayanan Gawat Darurat, (4) Pelayanan Penunjang Medik, (5) Pelayanan Rekam Medis, (6) Pelayanan Rujukan (Profil RSUD Kab. Pidie, 2008).

Tenaga Medis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie terdiri : Dokter Sp Bedah, Sp Penyakit Dalam, Sp Anak, Sp Kandungan, Sp syaraf, Sp THT , Sp Mata, Dokter Umum, Dokter Gigi dan Apoteker. Selain itu ada juga tenaga Sarjana Keperawatan, Sarjana Kesehatan Masyarakat, Sarjana Psikologi dan Akademi Keperawatan lainnya ( Profil RSUD Kab. Pidie, 2008).

Adapun jumlah kunjungan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie dari tahun 2006 – 2008 seperti terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1 Kunjungan Pasien di RSUD Kab. Pidie

T A H U N

2006 2007 2008

Rawat Jalan (Orang) 64.605 52.342 76.653 Rawat Inap (Orang) 8.975 10.19 9.325 Hari Rawatan (Hari) 37.401 83.279 71.635 B O R ( % ) 73,68 87,62 78,43 Sumber : RSU Sigli, 2009 (Data diolah)

(22)

Tabel 1.2 Anggaran Pemda dan RSUD Kab. Pidie

Jumlah Anggaran (Rp)

Tahun PEMDA RSUD

Persentase (%)

2006 Rp 603,332,298,850 Rp 8,989,303,539 1,47 % 2007 Rp 636,799,127,332 Rp 10,451,147,537 1,64 % 2008 Rp 537,165,894,198 Rp 13,371,047,534 2,48 % Sumber : Pemerintah Daerah, 2009 (Data diolah)

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan (wawancara dengan pejabat Rumah Sakit umum Daerah Kabupaten Pidie), masalah pelayanan kesehatan sangat terkait dengan:

(1) standar pelayanan medik,

(2) ketersediaan alat, bahan habis pakai dan obat-obatan,

(3) dukungan Pemda dalam hal pembiayaan.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh Anggaran yang disediakan untuk Sumber Daya Manusia, Dana , Sarana, Struktur organisasi terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie.

1.3. Tujuan peneltian

1. Untuk menganalisis pengaruh Anggaran yang terdiri dari Sumber Daya Manusia, Dana, Sarana, Struktur organisasi terhadap pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie.

(23)

1.4. Hipotesis

Anggaran Pemerintah Daerah (PEMDA) yang terdiri dari Sumber Daya Manusia, dana, sarana dan struktur organisasi berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie.

1.5. Manfaat penelitian

1. Sebagai masukan kepada Pemda tentang prinsip anggaran dalam kontek penyusunan anggaran kesehatan.

2. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit dalam penyusunan anggaran harus disesuaikan kebutuhan .

3. Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam hal pengaruh anggaran terhadap pelayanan kesehatan sehingga dapat lebih dikembangkan.

4. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

5. Bagi Akademis dan peneliti lainnya sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian tentang kebutuhan anggaran guna peningkatan pelayanan.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan (WHO, 2002), Merupakan sekumpulan dana dan penggunaan dana tersebut untuk membiayai kegiatan kesehatan yang dilakukan secara langsung serta memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat baik itu dalam lingkup Kabupaten, Provinsi maupun Negara.

Azwar (1996) mendefinisikan pembiayaan kesehatan yaitu besarnya dana yang harus disediakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat guna menyediakan dan memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan baik itu oleh perorangan, keluarga. Kelompok maupun masyarakat.

Dari pengertian di atas, maka tampak bahwa pembiayaan kesehatan terdiri dari dua jenis biaya yaitu:

a. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang tujuan utamanya untuk mengobati dan memulihkan kesehatan penderita.

b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni untuk pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan serta kegiatan pencegahan penyakit.

(25)

1. Jumlah

Merupakan syarat utama dari pembiayaan kesehatan yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dalam art! Dapat membiayai pcnyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat untuk mendapatkannya.

2. Penyebaran

Penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan jika dana yang tersedia tidak dapat dialokasikan dengan baik. Niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.

3. Pemanfaatan

Pemanfaatan yang kurang baik atau kurang terarah dapat menimbulkan masalah yang mana dana yang diaiokasikan tersebut harus tepat sasaran dan membuat masyarakat dapat merasakannya.

Menurut Brotowasisto (2000), WHO memberikan batasan standar untuk pembiayaan kesehatan suatu negara adalah 5% dari PDB masing-masing negara. Sedangkan berdasarkan hasil pertemuan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia dihasilkan suatu komitmen untuk mengalokasikan 15% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau 5% Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota untuk mendukung program dan layanan kesehatan.

(26)

(2) mutu pelayanan kesehatan yang ternyata tidak sesuai dengan pembiayaan kesehatan (Sulastomo, 2000).

Masaalah pembiayaan kesehatan yang dihadapi antara lain :

a. Alokasi anggaran kesehatan

Dalam sistim desentralisasi, alokasi anggaran kesehatan didapat antara lain: (1) Anggaran Pemerintah Daerah (APBD), (2) Anggaran Pemerintah Pusat (APBN), (3) Bantuan luar negeri. Besarnya alokasi dana untuk kesehatan tergantung beberapa kondisi :

1). Besarnya pendapatan daerah (DAU, DAK dan PAD),

2). Kemampuan Rumah Sakit dalam menyusun program dan anggaran yang realistis,

3). Visi Pemda dan DPRD tentang kedudukan sektor kesehatan dalam konteks pembangunan daerah relatif terhadap kesehatan,

4). Kemampuan Rumah Sakit dalam melakukan advokasi kepada Pemda dan DPRD (Gani,2001).

(27)

Dalam kaitannya dengan desentralisasi, sesuai dengan potensi suatu daerah, sedikitnya ada dua skenario yang mungkin terjadi dalam pembiayaan kesehatan. Untuk daerah kaya anggaran pembangunan kesehatan mungkin akan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan, sedangkan untuk daerah miskin tentu sebaliknya. Daerah miskin diperkirakan akan memberi prioritas lebih tinggi pada sektor yang memberikan “ return of investment” (ROI) dalam jumlah besar dan dalam jangka pendek. “Celakanya”, investasi dibidang kesehatan tidak akan memberikan ROI dalam jangka pendek dalam bentuk penerimaan riel dalam PAD ataupun PDRB daerah (Gani, 2001 ).

b. Pemanfaatan Dana yang Tidak Efisien

Di Indonesia pembiayaan kesehatan yang terbatas, dimanfaatkan secara kurang efisien, hal ini dapat dilihat dari alokasi yang timpang antar program kesehatan. Ketidakefisienan juga kelihatan dimana dana yang dicarikan melalui rangkaian birokrasi yang panjang sehingga nilai dana menurun ketika sampai pada tingkat operasional (Brotowasisto, 2000).

c. Beban Pembiayaan Kesehatan yang Semakin meningkat

Beban pembiayaan kesehatan Indonesia semakin hari semakin

berat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu : (1) Meningkatnya jumlah penduduk, (2) Meningkatnya jumlah penduduk

(28)

d. Pengelolaan Dana yang Belum Baik

Untuk sumber dana yang berasal dari pemerintah, keluhan yang banyak didengar adalah tidak sesuainya perencanaan anggaran yang dibuat oleh pusat dengan kebutuhan daerah.

2.2. Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan

2.2.1 Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan (Sebelum Desentralisasi)

Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam Undang-undang Rl nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada bagian ke 5 mengenai pembiayaan kesehatan pasal 65 ayat 1, menyebutkan bahwa upaya kesehatan dibiayai .oleh pemerintah dan atau masyarakat. Pada ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang bertaku, terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan.

a. Sumber Dana Pemerintah

(29)

pertambangan, hasil hutan dan perikanan, (4) Pinjaman daerah dalam negeri dan atau luar negeri (Gani, 2001).

Sebelum desentralisasi, alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model) negosiasi ke propinsi-propinsi. Ketika sifat Big-Bang kebijakan desentralisasi mengenai sektor kesehatan, tiba-tiba terjadi apa yang disebut sebagai alokasi anggaran pembangunan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang berbasis pada formula dan ditetapkan berbasis pada potensi penerimaan dan kebutuhan fiskal oleh sebuah daerah (Sidik, 2002).

Ada hal yang menarik dalam masalah peran pemerintah dalam alokasi anggaran kesehatan. Di luar DAU, masih banyak sumber anggaran pemerintah pusat untuk kesehatan, misalnya melalui dana kompensasi BBM, Dana Alokasi Khusus, sampai Anggaran Belanja Tambahan. Sementara itu, fungsi pemerintah pusat belum mantap dalam alokasi anggaran. Hal ini terlihat dari masih kentalnya kultur negosiasi dalam alokasi anggaran, serta menjadi semakin rumit dengan kuatnya pengaruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat pasca kebijakan desentralisasi. Akibatnya terjadi berbagai ketidakadilan, diantaranya ketika daerah-daerah yang miskin mendapat alokasi anggaran yang bobotnya sama dengan daerah kaya (Trisnantoro & Harbianto, 2004).

b. Sumber Dana Swasta dan Masyarakat

1. Asuransi Kesehatan Swasta

(30)

asuransi swasta dan dapat dibeli oleh konsumen dalam pasar swasta yang berorientasi laba ataupun nirlaba (Murti, 2000).

2. Pembiayaan Asuransi oleh Perusahaan

Perusahaan secara langsung membiayai keperluan pelayanan kesehatan para pekerjanya. Masalah yang timbul dalam jenis pembiayaan ini adalah kaitan dengan kualitas pelayanan yang disediakan, dan kesulitan untuk memberlakukan kewajiban kepada karyawannya (Mills & Gilson, 1990).

3. Pengeluaran Langsung dari Rumah Tangga

Yang tergolong dalam pembayaran ini adalah setiap pembayaran yang dilakukan konsumen kepada penyedia pelayanan kesehatan kesehatan (Mills & Gillson, 1990).

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

JPKM merupakan pengembangan sistem pembiayaan dan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan secara paripurna dan berjenjang dengan pembayaran pra upaya berdasarkan azas kekeluargaan dan azas gotong royong yang mencerminkan peran serta masyarakat (Depkes Rl, 2000).

c. Pinjaman Luar Negeri

(31)

2.2.2 Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan (Setelah Desentralisasi)

Pada masa desentralisasi pembiayaan kesehatan terdiri dari : 1. Pembiayaan pusat dan dana dekonsentrasi

2. Pembiayaan melalui dana propinsi

3. Pembiayaan melalui dana kabupaten/kota

2.3 Anggaran (budget)

Munandar (2000) mengatakan bahwa, anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistimatis meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam kesatuan moneter untuk periode tertentu yang akan datang. Christina,dkk (2001) menyatakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistimatis dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan pada priode tertentu dimasa yang akan datang.

Menurut Asri dan Adisaputro (1996), anggaran adalah suatu pendekatan yang formal dan sistimatis dari pelaksanaan tanggungjawab manajemen didalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan. Anggaran merupakan suatu rencana, uraian tentang kegiatan yang dilaksanakan yang dinyatakan dalam bentuk uang (Azwar, 1996). Sedangkan Munandar (2000) menyatakan anggaran mempunyai tiga kegunaan pokok, yaitu :

(32)

b. Sebagai alat pengkoordinasi kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat didalam perusahaan dapat saling menunjang, saliang bekerja sama dengan baik guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

c. Sebagai alat pengawasan kerja yaitu alat pembanding guna menilai realisasi kegiatan perusahaan.

Menurut Christina (2001), tujuan penyusunan anggaran adalah: (1) Untuk menyatakan sasaran dari perusahaan secara jelas dan formal sehingga dapat menghindari kerancuan dan memberikan arah terhadap apa yang hendak dicapai manajemen, (2) untuk mengkomunikasikan harapan manajemen kepada

pihak-pihak terkait sehingga anggaran dimengerti didukung dandilaksanakan, (3) untuk menyediakan rencana terinci mengenai aktifitas dengan maksud mengurangi ketidakpastian dan memberikan pengarahan yang jelas bagi individu dan kelompok untuk mencapai tujutan perusahaan (5) untuk menyediakan alat pengukur dan pengendalian kinerja individu dan kelompok serta informasi yang mendasari perlu tidaknya tindakan koreksi.

Menurut Nafarin (2004), beberapa hal terkait dengan prilaku pelaksanaan anggaran yang perlu diperhatikan :

1. Anggaran harus dibuat serealistis dan secermat mungkin, artinya tidak terlalu rendah atau tinggi. Anggaran yang terlalu rendah tidak menggambarkan kondisi yang dinamis, sedangkan anggaran yang terlalu tinggi hanyalah angan-angan belaka.

(33)

3. Anggaran yang dibuat harus mencerminkan prinsip keadilan, sehingga pelaksana anggaran tidak merasa tertekan, tetapi termotivasi untuk mencapai tujuan anggaran.

4. Laporan realisasi anggaran perlu disajikan secara akurat dan tepat waktu, sehingga bila terdapat penyimpangan yang bersifat merugikan dapat diantisipasi sejak dini.

Backer and Green (2003) menjelaskan bahwa partisipasi anggaran akan memberikan kemungkinan bagi bawahan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan atasan mereka dan untuk mempengaruhi target anggaran.

Partisipasi anggaran yang tinggi tidak hanya meningkatkan pemahaman bawahan mengenai bagaimana target anggaran berasal, tetapi juga menghasilkan target anggaran yang lebih realistis yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh bawahan.

Langkah-langkah yang harus diikuti dalam penganggaran adalah : (1) penetapan tujuan, (2) mengevaluasi sumber-sumber daya yang tersedia, (3) negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat mengenai angka anggaran, (4) persetujuan akhir, (5) pendistribusian anggaran yang disetujui (Slim dan

Siegel, 2000).

Pendekatan penyusunan anggaran (Depkes, 2002) adalah sebagai berikut :

1. Top Down Approach

(34)

2. Patisipatory Approach

Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) Perspektif tugas dan tanggungjawab pada unit terkait, (2) belief-Ownership-bertanggungjawab, menyiapkan anggaran sendiri, (3) sangat melibatkan semua staf, ada komunikasi dan komitmen, (4) Waktu sangat relatif lama.

3. Fixed Budget

Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) Total anggaran di asumsikan tetap satu setelah disetujui, (2) tidak ada penyesuaian (adjusment)

4. Fleksibel Budget

Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) Total anggaran dapat direvisi apabila kegiatan berubah, (2) Pada prinsipnya total anggaran mangacu pada jumlah kegiatan yang dilakukan.

5. Zero-Based Budgeting (Prospektif)

Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) susun anggaran dari nol, sesuai dengan goal dan objektif, (2) sulit, list semua kegiatan, estimasi volume, dan cari standar biaya, (3) cerminan kebutuhan yang ada.

6. Historical budget (retrospektif)

(35)

7. Target based budgeting

Anggaran disusun berdasarkan target yang akan dicapai. Target dulu disusun, baru anggaran dibuat. Budget dibuat setelah program disusun, mengikuti siklus perencanaan ideal.

8. Budget based targeting

Besar anggaran telah di tetapkan dahulu, baru setelah itu target dan jenis kegiatan sesuai dengan besarnya anngaran yang tersedia.Digunakan untuk penyusunan anggaran yang platfonnya sudah ditetapkan.

Menurut Hasbullah (2005), saat ini ada lima faktor yang menentukan prioritas dan kecukupan alokasi anggaran daerah bidang kesehatan, yaitu :

1. Jumlah penerimaan daerah berasal dari pemerintah pusat dan daerah yang tercantum dalam jumlah APBD.

2. Skala prioritas terhadap bidang kesehatan dimata pemerintah daerah. 3. Kemampuan Rumah Sakit dalam melakukan advokasi.

4. Kemampuan Rumah Sakit dalam menyusun anggaran yang baik.

5. Mampu menyajikan informasi alur pendanaan kesehatan termasuk informasi sumber-sumber dana yang ada sampai bagaimana menggunakan dana tersebut terhadap pencapaian program-program kesehatan.

2.3.1 Sumber Daya Manusia

(36)

untuk proses produksi. Sumber daya manusia salah satu faktor yang penting didalam suatu organisasi. Agar organisasi dapat bertahan dalam lingkungan persaingan harus melakukan repotioning peran SDM dengan cara pengembangan SDM melalui kegiatan pelatihan dan melatih kembali sumber daya manusia. Permasaalahan birokrasi publik perlu dibenahi melalui pendekatan kompetensi yang berbasis kompetisi (Gomes, 2002).

Manusia merupakan faktor terpenting dari manajemen, gagal atau tidaknya tujuan organisasi tergantung dari banyak faktor, namun tak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan faktor yang paling dominan (Syamsi, 1988). Menurut Dickey (2001), ketrampilan membuat perencanaan yang baik serta kepekaan terhadap faktor-faktor non teknis yang berpengaruh, sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan. SDM sebagai operator dari sistim sudah diketahui menjadi kunci sukses dalam pelaksanaan desentralisasi (Trisnantoro, 2005).

Perencanaan sumber daya manusia adalah merupakan fungsi yang pertama-tama yang harus dilaksanakan dalam organisasi. Perencanaan sumber daya manusia adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna menjamin bahwa organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat, kesemuanya untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah dan akan ditetapkan (Sutiono et al., 2004).

(37)

pola perencanaan dan pengelolaan SDM kesehatan yang tadinya sangat top down menjadi bottom up, (3) Terjadinya transfer otoritas yang tadinya pusat sangat powerful! Menjadi sharing power dengan daerah, (4) Terjadinya tuntutan perubahan regulasi SDM kesehatan yang tadinya otoritas sangat terpusat menjadi lebih diwarnai otoritas daerah. Status tenaga dipekerjakan dan diperbantukan mungkin perlu ditinjau ulang, untuk memberikan otoritas lebih besar kepada

daerah untuk mengelola SDM kesehatan sesuai dengan kebutuhan mereka, (5) Terjadinya perubahan jelas teriihat fungsi dan tanggungjawab pusat dengan

daerah secara jelas (llyas, 2000).

Lebih lanjut menurut Sampoerno (1999), dapat tidaknya kebutuhan tenaga kesehatan terpenuhi dalam suatu kabupaten sangat tergantung dari kaya atau miskinnya propinsi atau kabupaten yang bersangkutan setelah terjadi desentralisasi. Untuk implementasi paradigma sehat, disamping tenaga kesehatan yang telah ada masih diperlukan tenaga-tenaga kesehatan jenis lain yang memiliki keterampilan untuk menangani upaya preventif dan protektif yang tertuang dalam program sanitasi lingkungan, pencegahan dan sebagainya. Pada era desentralisasi, untuk tingkat kabupaten diperlukan juga beberapa tenaga kesehatan yang dapat melakukan perencanaan, implementasi dan evaluasi program-program kesehatan.

a. Kemampuan Untuk Melakukan Advokasi

(38)

Secara nasional advokasi kesehatan adalah meningkatkan perhatian publik terhadap kesehatan, dan meningkatkan advokasi sumberdaya untuk kesehatan. Indikator keberhasilan advokasi yang paling utama adalah meningkatnya anggaran kesehatan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (Notoatmodjo, 2001 ).

Hal yang penting dalam proses advokasi adalah proses sosialisasi dan mobilisasi. Proses ini diperlukan untuk mempercepat agar pemerintah dapat segera mengeluarkan/ membuat instrumen kebijakan yang diinginkan. Oleh karena itu pelaksanaan advokasi (dalam hat ini Dinas Kesehatan) perlu mengenali

dan membina kerjasama dengan pembuat opini dan media massa (Depkes Rl, 2000).

Departemen Kesehatan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan alokasi dana kesehatan, pada bulan Juli 2000 yang lalu telah melakukan advokasi melalui suatu pertemuan nasional di Jakarta. Dengan hasil kesepakatan adalah komitmen untuk mengalokasikan 15% APBD atau 5% Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota untuk mendukung program dan pelayanan kesehatan (Depkes Rl, 2000).

Advokasi dapat terwujud dalam berbagi bentuk kegiatan antara lain : (1) Lobi politik, (2) Seminar dan atau presentasi, (3) Media, (4) Perkumpulan asosiasi peminat (Notoatmodjo, 2001).

b. Penyusunan Perencanaan dan Anggaran yang baik

(39)

(3) penyusunan program, (4) penyusunan anggaran. Proses penyusunan anggaran merupakan suatu proses sejak dari tahap persiapan yang diperlukan sebelum dimulainya penyusunan rencana, pengumpulan berbagai data dan informasi yang perlu, pembagian tugas perencanaan, penyusunan rencana, implementasi rencana sampai pada tahap evaluasi hasil pelaksanaan rencana tersebut.

Menurut Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (2000), sebelum desentralisasi, perencanaan dan penganggaran kesehatan di Indonesia merupakan proses top down dan terkotak-kotak. Dinas kesehatan kabupaten membuat perencanaan kesehatan berdasarkan arahan dan panduan yang diberikan pusat. Pelatihan kurang diberikan terhadap kebutuhan daerah.

Desentralisasi akan menghasilkan kebutuhan baru terhadap pelayanan kesehatan kabupaten, khususnya dalam hat administrasi, manajemen keuangan dan perencanaan kesehatan. Dinas kesehatan kabupaten diharapkan mampu melakukan kegiatan berikut :

1. Perencanaan dan penganggaran terpadu, mengintegrasikan segala sumber dana dalam bentuk paket block grant dan menggunakannya untuk memecahan masalah kabupaten.

2. Dalam proses perencanaan, atau analisis situasi, harus berdasarkan hasil survailans, atau data yang berbasis masyarakat.

(40)

Dalam desentralisasi, penting sekali untuk mendapatkan perencana program yang terlatih dengan baik pada tingkat kabupaten. Dinas kesehatan idealnya mempunyai sumber daya manusia yang menguasai teknik perencanaan (Puslit Kesehatan Ul, 2001).

2.3.2 Dana

Pembiayaan kesehatan pada dasarnya adalah sekumpulan dana dan penggunaan dana untuk pembiayaan secara langsung dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada era desentralisasi, semua pembiayaan kesehatan (kecuali yang bersifat khusus) dipusatkan pada kepala daerah bersama sektor lain dalam bentuk DAU dan DAK. Dalam plot anggaran bersama tersebut, alokasi ke bidang kesehatan akan ditentukan oleh kepala daerah bersama DPRD disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah (Budiarto, 2003).

Konsekuensi dari diterapkannya otonomi daerah adalah perubahan sistem administratif yang berlaku. Daerah dituntut lebih otonom baik dalam menjalankan pemerintahannya maupun dalam mendanai keuangan daerahnya. Sedangkan kemampuan satu daerah dengan daerah lain tidaklah sama. Untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah tersebut, maka pemerintah pusat memberikan kebijakan transfer kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Alokasi dana ini sangat tergantung dari kebutuhan dan lobi, negosiasi, serta argumentasi antara pihak eksekutif, unit-unit teknis di daerah dengan pihak legislatif (Sidik et al., 2002).

(41)

dana APBD. Namun didalam realisasinya persentase anggaran kesehatan di banyak daerah di Indonesia tidak bergeser dari yang sebelumnya yaitu berkisar antara 2,5% sampai dengan 4% dan maksimal 7% (Hendartini dan Mukti, 2004).

Dalam konteks pembiayaan kesehatan di era otonomi daerah, tidak lepas dari keadaan pemerintah daerah dan masyarakat. Sebagai contoh, bila pemerintah daerah miskin sementara masyarakat kaya, maka dimungkinkan biaya pelayanan kesehatan sebagian besar akan ditanggung oleh masyarakat dan subsidi Pemda untuk pelayanan kesehatan bisa ditekan dan akan diprioritaskan untuk membiayai program-program yang sifatnya public good. Pada masyarakat yang kaya, maka sistem pelayanan kesehatan akan cenderung bergeser ke arah mekanisme pasar yang sesuai dengan need dan demand masyarakat tersebut. Sebaliknya pada pemerintah daerah yang miskin dan masyarakatnya miskin, maka peranan Pemda setempat akan cenderung kecil karena dalam situasi ini kemungkinan diperlukan peranan pemerintah pusat yang lebih besar (Trisnantoro, 2002 ).

Sektor kesehatan juga mendapat alokasi dana khusus yang dipakai untuk membiayai peningkatan daya jangkau dan kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten/Kota. Dana ini diprioritaskan untuk daerah-daerah yang mempunyai kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata. Untuk efektifitas pelaksanaan DAK, masing-masing pemerintah daerah membentuk tim koordinasi yang bersifat fungsional yang bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan DAK (Sidik et al., 2002).

(42)

Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) bidang kesehatan, dan anggaran biaya tambahan. Dana dekonsentrasi adalah dana pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai tugas-tugas pemerintah pusat di daerah. Pemerintah

daerah wajib melaporkan dan membuat laporan pertanggungjawaban ke pemerintah pusat. Sedangkan dana PKPS-BBM adalah dana yang diberikan

oleh pemerintah pusat kepada daerah sebagai dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk membantu masyarakat miskin. Dalam rangka pelaksanan otonomi daerah, maka pemerintah daerah diharapkan dapat menyediakan anggaran melalui APBD untuk orang miskin sesuai dengan kemampuan rnasing-masing. (Trisnantoro, 2004).

Ada beberapa kriteria dalam pengalokasian anggaran kesehatan, diantaranya adalah adekuasi dan equity. Pemakaian kriteria tersebut dapat dilakukan untuk mencapai standar pelayanan minimal. Dalam hal ini, dapat diberikan conditional non-matching block transfer (DAK tanpa dana pendamping) berbasis pada standar pelayanan minimal yang ada. Prinsip adekuasi diperlukan untuk mendukung daerah agar mampu melakukan pelayanan minimal yang standarnya ditetapkan oleh pusat (Harbianto & Trisnantoro, 2004).

2.3.3 Sarana

(43)

adanya sarana yang baik dalam arti cukup dalam jumlah dan efisien, efektif, serta praktis dalam penggunaannya (Kaho, 1997).

Sarana tersebut dikatakan cukup dalam jumlah (kuantitasnya) apabila sarana yang tersedia sebanding dengan volume kerja yang ada, atau sebanding dengan jumlah tenaga yang akan menggunakannya, atau sebanding dengan kebutuhan organisasi. Sarana disebut efisien, penggunaannya dari sudut output haruslah maksimal, sedangkan dari sudut input haruslah minimal. Selain itu, sarana prasarana harus efektif dalam penggunaannya, artinya apabila pengguanaannya menghasilkan efek (akibat, pengaruh, keadaan), seperti yang diharapkan (Kaho, 1997).

Menurut Dwiyanto (2002), kinerja pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai indikator fisik. Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui aspek fisik yang diberikan, seperti tersedianya gedung pelayanan yang representatif, fasilitas pelayanan berupa ruang tunggu yang nyaman, peralatan pendukung yang memiliki teknologi canggih, misalnya komputer, serta berbagai fasilitas kantor pelayanan yang memudahkan akses pelayanan bagi masyarakat.

(44)

2.3.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan infrastruktur yang mendasari konsep dan implementasi strategi. Struktur adalah kerangka organisasi yang merupakan visualisasi dari tugas, fungsi, garis wewenang dan tanggung jawab, jabatan dan jumlah pejabat serta batas-batas formal dalam hal apa organisasi itu beroperasi. Konsep struktur mengacu kepada cara bagaimana departemen atau unit diatur di dalam suatu sistem, menggambarkan keterkaitan antara bagian-bagian dan cara mengatur posisi di dalam sistem (Sulistiani, 2004).

Menurut Siagian (2004), perhatian pada struktur terletak pada kenyataan bahwa :

1. Dalam struktur tergambar hierarki kekuasaan dan kewenangan yang berlaku meskipun dewasa ini para pakar makin menonjolkan pentingnya penciptaan struktur yang lebih datar bukan yang hierarki piramidal.

2. Dalam struktur tergambar hubungan antara satu satuan kerja dengan satuan-satuan kerja yang lain, sekaligus menunjukan bentuk dan jenis interaksi dan interelasi yang harus terjadi.

3. Struktur organisasi memaparkan jaringan informasi yang ada dan dapat dimanfaatkan.

4. Dalam struktur organisasi terlihat berbagai saluran komunikasi yang tersedia.

(45)

Tugas dan wewenang Kabupaten/Kota dalam PP 25 Tahun 2000 adalah kegiatan yang belum dilaksanakan di Pusat dan Propinsi, diantaranya adalah pengembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dan atau sistem lain dalam lingkup kota, pengelolaan tenaga kesehatan daerah, dan perencanaan dan pengendalian upaya kesehatan dalam penyehatan lingkungan hidup kota.

Tujuan strategis desentralisasi kesehatan menurut KepMenkes Rl Nomor : 004/MENKES/SK/I/2003 adalah (1) Upaya membangun komitmen Pemda, legislatif, masyarakat, dan stakeholder lain dalam kesinambungan pembangunan kesehatan, (2) Upaya peningkatan kapasites sumber daya manusia, (3) Upaya perlindungan kesehatan masyarakat khususnya terhadap penduduk miskin, kelompok rentan dan daerah miskin, (4) upaya pelaksanaan komitmen nasional dan global dalam program kesehatan, (5) Upaya penataan manajemen kesehatan di era desentralisasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diatur tentang pedoman organisasi perangkat daerah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan : kewenangan daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan sumberdaya aparatur; dan pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga.

(46)

perumus kebijakan teknis, diharapkan Dinas Kesehatan dapat mengelola sistem pembiayaan kesehatan daerah (Trisnantoro, 2004).

Struktur yang terdesentralisasi bisa menciptakan birokrasi profesional, sehingga terbentuklah kombinasi antara tuntutan standarisasi dengan desentralisasi. Struktur bisa menangani tugas- tugas khusus (terspesialisasi) yang mensyaratkan kualifikasi keahlian sebagai hasil pelatihan tenaga profesional (Sutiono et al. 2004).

2.4 Pelayanan kesehatan

Menurut Boy (2004) masalah pelayanan kesehatan Rumah Sakit terkait dengan: Medis, perawatan, program, keuangan, logistik, keamanan pasien, keselamatan pasien, kenyamanan, prilaku melayani, kecepatan dan ketepatan, biaya, nama baik, keuntungan, pengembangan, asuransi, kontraktor, pemerintah, ikatan profesi, strategi, program, manajemen, pangsa pasar.

2.4.1 Pengertian pelayanan kesehatan

Pengertian pelayanan kesehatan meliputi empat aspek (Boy, 2005): 1. Klinis

(47)

2.4.2. Ciri pelayanan kesehatan yang baik

Berdasarka dari pengamatan ternyata pelayanan kesehatan yang baik adalah (Boy, 2005):

a. Tersedia dan terjangkau b. Tepat kebutuhan

c. Tepat sumber daya

d. Tepat standar profesi/etika profesi e. Wajar dan aman

f. Memuaskan bagi pasien yang dilayani

Sedangkan pelayanan medis yang bermutu seperti berikut :

1. Praktek medis yang rasional dan didasari oleh ilmu kedokteran. 2. Mengutamakan pencegahan

3. Terjadi kerja sama antara masyarakat dan petugas medis 4. Mengobati seseorang sebagai keseluruhan

5. Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis

6. Mengaplikasikan pelayanan medis moderen yang dibutuhkan masyarakat.

2.4.3. Kepentingan pelayanan kesehatan 1. Bagi rumah sakit

(48)

2. Bagi pasien

Pasien pada era sekarang sudah sangat kritis sehingga tuntutan pelayanan kesehatan yang baik sangat utama. Selain itu pasien juga mengutamakan tingkat keselamatan yang tinggi. Kemudian mereka berhak memilih rumah sakit yang dianggap memiliki pelayanan kesehatan dan tingkat keamanannya baik.

3 Bagi dokter

Selama ini tuntutan hukum makin gencar dan asumsi masyarakat akan pelayanan rumah sakit semakin beragam sehingga diperlukan standar pelayanan kesehatan yang jelas. Kesembuhan pasien tidak semata-mata dengan obat akan tetapi ada faktor –faktor lain yang mempengaruhinya.

4 Bagi Pemerintah

Pemerintah sekarang terus berusaha atas standar minimal pelanggaran, dengan demikian pemantauan pelayanan kesehatan yang baik akan sangat bermanfaat dalam memutuskan salah benarnya tindakan medis.

2.4.4. Model pelayanan kesehatan

Sumber: Boy Sabarguna, (2005)

Identifikasi Nilai

Melakukan Tindakan

Memilih Tindakan

Identifikasi Standar

Melakukan Penilaian

Pembentukan Tindakan

(49)

2.5. Landasan Teori

Alokasi dana merupakan salah satu unsur stategis dalam pembangunan kesehatan.Tersedianya alokasi dana yang memadai dan pemamfaatan yang efisien serta pemerataan (equity) akan dapat mendukung suksesnya pembangunan kesehatan (Brotowasisto, 2000).

Salah satu kebijakan tentang pembiayaan kesehatan didaerah yang pernah disepakati oleh para Bupati/Walikota dalam era-desentralisasi adalah 15% dari dana APBD. Namun didalam realisasinya persentase anggaran kesehatan di banyak daerah di Indonesia tidak bergeser dari yang sebelumnya yaitu berkisar antara 2,5% sampai dengan 4% dan maksimal 7% (Hendartini dan Mukti, 2004).

Besarnya alokasi dana kesehatan sangat tergantung pada: besarnya pendapatan daerah, kemampuan rumah sakit dalam menyususn program dan anggaran, visi Pemda dan DPRD tentang sektor kesehatan, serta kemampuan rumah sakit dalam melakukan advokasi (Gani, 2001).

Dalam era-otonomi daerah, anggaran Rumah Sakit dipengaruhi oleh empat faktor : (1) Sumber daya manusia dimana kemampuan manusia yang dikembangkan untuk suatu proses, (2) Dana adalah biaya yang digunakan untuk pembiayaan kesehatan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat, (3) Sarana merupakan alat bantu untuk memperlancar dan mempermudah kerja, dan (4) struktur organisasi adalah visualisasi dari tugas, fungsi, wewenang, dan tanggugjawab (Bisma, et al ).

(50)

ini diperlukan oleh teknik alokasi anggaran yang menggunakan formula (Trisnantoro, 2004).

Pelayanan kesehatan Rumah Sakit dapat diukur dari beberapa aspek : (1) Klinis, (2) Efisien dan efektifitas, (3) Keamanan pasien, (4) Kepuasan pasien. Dasar penetapan faktor mutu pelayanan adalah aman, memuaskan dan sesuai standar profesi ( Boy, 2005).

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian landasan tiori diatas, maka kerangka fikir pada penelitian ini adalah :

Variable Independen, X Variabel Dependen, Y

(Anggaran)

[image:50.595.161.463.395.601.2]

Sumber : Bisma, et al (2006), Boy, S (2005)

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

Sumber Daya Manusia

Pelayanan

Kesehatan

Dana

Sarana

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian.

Rancangan penelitian ini menggunakan metode ekplanatori dengan pendekatan cross sectional study karena berupaya menguji pengaruh antara variabel anggaran terdiri dari : sumber daya manusia, dana, sarana,dan struktur organisasi terhadap variable pelayanan kesehatan.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian. 3.2.1 Lokasi Penelitian.

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie di Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, konsultasi, penyusunan proposal, kolikium dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan, pengumpulan data, analisa data dan penyusuran lapangan penelitian serta seminar hasil.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan April - Juni pada tahun 2009.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(52)
[image:52.595.108.515.138.237.2]

Tabel 3.1. Populasi setiap institusi tahun 2008

No Institusi Jumlah (orang) (%)

1 DPRD 45 59,23

2 Kantor Bupati 14 18,42

3 Bappeda 5 6,57

4 RSUD 12 15,78

J U M L A H 76 100%

Sumber : Qanun Kab Pidie, 2008 (Data diolah)

3.3.2 Sampel

Dalam menentukan jumlah sampel menggunakan rumus :

N n = --- 1+ N(d)2

Keterangan : n = jumlah sampel yang dibutuhkan N = Jumlah populasi

d = Derajat kepercayaan (0,05)

Dengan menggunakan rumus diatas sampel yang didapat adalah :

45

1. DPRD Kab Pidie : n = --- 1 + 45 (0.05) 2 = 40 orang

14 2. Kantor Bupati : n = --- 1 + 14 (0.05) 2 = 10 orang

5

(53)

12

4. RSUD Kab. Pidie : n = --- 1 + 12 (0.05)2 = 11 orang

[image:53.595.105.519.255.356.2]

jumlah sampel didapat adalah seperti terlihat pada Tabel 3.2 dibawah ini.

Tabel 3.2. Sampel setiap institusi tahun 2008

No Institusi N n (%)

1 DPRD 45 40 60,62 2 Kantor Bupati 14 10 15,15

3 Bappeda 5 5 7,57 4 RSUD 12 11 16,66

J U M L A H 76 66 100 Sumber : Qanun Kab Pidie, 2008 (Data diolah)

3.4 Metode Pengumpulan Data.

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah: 1) Kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar

pertanyaan (angket) atau daftar isian terhadap objek yang diteliti (populasi dan sampel). Pertanyaan berbentuk tertutup karena pilihan jawaban pertanyaan sudah tersedia.

2) Observasi yaitu cara pengumpulan data dengan terjun dan mengamati secara langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti ( populasi dan sampel). 3) Dokumentasi yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan sebagian

(54)

3.4.1 Jenis - jenis Data

3.4.1.1 Sumber pengambilan Data

a). Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapanganoleh orang yang melakukan penelitian.

Contoh : data kuesioner, data survey, data observasi dan sebagainya. b). Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

peneliti dari sumber – sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau darilaporan – laporan penelitian terdahulu.

3.4.1.2 Sifat Data

Sifat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data yang berbentuk bilangan.

3.4.2 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 3.4.2.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan dan kesahihan suatu alat ukur (Arikunto, 2005). Untuk mengetahui validitas intrumen penelitian digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor setiap pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah skor setiap pertanyaan. Azwar (1992) menyatakan bahwa item yang mempunyai korelasi positif dengan skor total serta korelasinya tinggi menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas tinggi. Syarat minimal untuk dianggap memenuhi adalah apabila probabilitas lebih kecil dari α = 0,05. Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan analisis

(55)

r = ) ) ( )( ) (

(ΣΧ 2 − ΣΧ 2 ΣΥ 2 − ΣΥ 2

ΣΧΣΥ −

ΣΧΥ

n n

dimana: r = Koefisien korelasi n = Jumlah sampel

X = Skor item setiap butir pertanyaan Y = Total Skor

Nilai koefisien korelasi ( r hitung) masing-masing item pertanyaan dibandingkan dengan nilai korelasi tabel ( r = 0,250 ) pada taraf α = 0,05 jika r hitung > r tabel maka item pertanyaan dinyatakan valid.

3.4.2.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah seberapa jauh konsistensi alat ukur untuk dapat memberikan hasil yang sama dalam mengukur hal dan sabjek yang sama. Reabilitas mengandung 3 makna, yaitu :

1. Tidak berubah-ubah (stabilitas) 2. Konsisten

3. Dapat diandalkan (Hasan, 2004).

Teknik yang digunakan dalam pengujian reliabilitas instrumen adalah menggunakan Alpha Cronbach (Notoadmojo, 2002), dengan rumus sebagai berikut :

r =

⎢⎣

⎥⎦

(56)

dimana: r = Koefisien reliabilitas k = Jumah butir pertanyaan

σi2 = varian butir pertanyaan

σ2 = varian skor tes

(57)
[image:57.595.109.516.147.738.2]

Tabel 3.3.

 

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Variabel Sumber Daya Manusia, Dana, Sarana Dan Struktur Organisasi Serta Variabel Mutu Pelayanan Kesehatan

Variabel Butir Pernyataan

Corrected Item-Total Correlation

Status Cronbach’s

Alpha Status

1 0.82 Valid

2 0.884 Valid

3 0.945 Valid

4 0.835 Valid

Sumber Daya Manusia

5 0.617 Valid

0,847 Reliabel

1 0.714 Valid

2 0.907 Valid

3 0.828 Valid

4 0.797 Valid

5 0.808 Valid

Dana

6 0.439 Valid

0,842 Reliabel

1 0.794 Valid

2 0.866 Valid

3 0.785 Valid

4 0.827 Valid

5 0.749 Valid

Sarana

6 0.926 Valid

0,911 Reliabel

1 0.885 Valid

2 0.887 Valid

3 0.755 Valid

4 0.774 Valid

5 0.804 Valid

Struktur Organisasi

6 0.932 Valid

0,952 Reliabel

1 0.731 Valid

2 0.868 Valid

3 0.578 Valid

4 0.899 Valid

5 0.835 Valid

6 0.738 Valid

7 0.482 Valid

8 0.756 Valid

9 0.941 Valid

10 0.868 Valid 11 0.892 Valid 12 0.866 Valid 13 0.691 Valid

Mutu Pelayanan Kesehatan

14 0.881 Valid

(58)

3.5 Variabel Dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel anggaran (Independen, X).

Variable anggaran pada penelitian ini menggunakan skala Likert.

a). sumber daya manusia Anggaran untuk sumber daya manusia (X1) adalah biaya yang diperlukan dalam peningkatan sumber daya manusia. 1. Sumber daya manusia (SDM) adalah seseorang yang bekerja aktif

baik yang memiliki pendidikan formal atau tidak untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan sesuatu upaya.

2. Sumber daya manusia adalah potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi.

b). Dana (X2) adalah biaya yang harus disiapkan/dibutuhkan untuk pembiayaan disektor kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat atau pelayanan kesehatan.

c). Anggaran untuk sarana (X3) adalah biaya yang diperlukan/dibutuhkan untuk kelengkapan sarana. Sarana adalah setiap alat yang digunakan untuk memperlancar aktifitas atau mempermudah kerja. Sarana dan prasarana tersebut dikatakan cukup dalam jumlah (kuantitasnya) apabila sarana prasarana yang tersedia sebanding dengan volume kerja yang ada, atau sebanding dengan jumlah tenaga yang menggunakannya. d). Anggaran untuk Struktur Organisasi (X4) adalah dana yang dibutuhkan

(59)

jabatan dan jumlah pejabat serta batas-batas formal didalam organisasi tersebut.

3.5.2 Variabel pelayanan kesehatan (dependen,Y)

Pelayanan Kesehatan adalah Proses pengukuran derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan dibanding dengan standar dan sumber daya yang tersedia. Kepuasan adalah persepsi pasien, terhadap mutu pelayanan yang diterima atau yang diberikan oleh rumah sakit.

Aspek pelayanan pada penelitian ini menggunakan skala Likert, dengan variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel, kemudian sub variabel dijabarkan menjadi komponen yang dapat diukur dalam bentuk item pertanyaan. Item pertanyaan ( 1 pertanyaan ) terdiri dari 5 ( lima) pilihan jawaban, misalnya seperti dibawah ini :

1. Sangat Baik sekali adalah bentuk penilaian yang diberikan karena perasaan senang dan kebutuhan yang diinginkan relatif terpenuhi dengan sangat baik.

2. Sangat baik adalah adalah bentuk penilaian yang diberikan karena perasaan senang dan kebutuhan yang diinginkan relatif terpenuhi dengan baik.

3. Baik adalah bentuk penilaian yang diberikan karena perasaan agak senang dan kebutuhan yang diinginkan terpenuhi sebagian saja.

(60)

5. Sangat Tidak Baik adalah bentuk penilaian yang diberikan karena perasaan sangat tidak senang dan kebutuhan yang diinginkan sangat sedikit atau secara keseluruhan tidak tidak terpenuhi dengan baik.

3.6 Metode Pengukuran

Metode pengukuran data dari masing-masing indikator variabel menggunakan skala likert dengan cara memberikan skor antara 1 – 5 pada masing masing pilihan jawaban. Semakin tinggi skor yang dipilih maka makin baik peringkat kualitasnya.

3.7 Metode analisis data

Dalam menganalisa data dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu

3.7.1 Analisis Univariat

a. Variabel Independen.

Analisa univariat dilakukan dengan mengnklarifikasikan masing-masing sub variabel dari kerakteristik anggaran dengan rumus sebagai berikut :

a) Katagori baik bila X ≥ X

b) Katagori kurang baik bila X < X

Dengan : ∑x X = --- n

Keterangan : X = Nilai rata-rata

(61)

b.Variabel Dependen

Analisa univariat dilakukan untuk mengkalsifikasikan masing-masing sub variabel dari mutu pelayanan kesehatan dengan rumus :

a. Katagori sangat puas bila X ≥ X b. Katagori sangat tidak puas X < X

Kemudian hasil pengkatagorian tersebut akanditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan dihitung persentase dari masing-masing katagori dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ƒ

1

P = --- x 100% n

Keterangan : P = Persentase

ƒ

1 = Frekwensi teramati n = Jumlah responden

3.7.2 Analisis Bivariat

Untuk mengukur hubungan anggaran dengan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Sigli digunakan analisa silang dengan menggunakan Tabel silang baris kali kolom ( B x K ) dengan derajat kebebasan (df) yang sesuai dan tingkat kemaknaan 95% (

α

= 0,05). Skor diperoleh dengan menggunakan metode statistik Chisquare Test (

χ

2) yang dikutip dari Hasan (2004) dengan rumus sebagai berikut :

( O – e )2

χ

2
(62)

Keterangan : O = Nilai – nilai observasi

e = Nilai – nilai frekwensi harapan total baris x total kolam

e = --- grend total

Bila pada tabel 3 x 3 terdapat nilai frekwensi harapan (expected frekwensi) < 5 lebih dari 20% maka dilakukan merger sel (grouping) mejadi 3 x 2 atau 2 x 2 dengan derajat kebebasan yang sesuai. Jika setelah dilakukan penggabungan sel sehingga membentuk sel contigency 2 x 2 terdapat nilai frekwensi harapan kurang dari 5, maka akan dilakukan koreksi dengan memakai formula yate’s correction

for continuity, dengan rumus :

[

( O – e ) – ( 0,5 )

]

2

χ

2

=

--- e

3.7.3 Analisis Multivariat

. Dalam menganalisis data pada penelitian ini digunakan teknis analisis regresi linier berganda yaitu guna mengetahui besarnya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Uji statistik regresi linier berganda dengan taraf uji nyata 0,05 digunakan untuk mencari besarnya pengaruh anggaran berupa sumber daya manusia, dana, sarana, struktur organisasi dan terhadap mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit umum Sigli.

(63)

Dimana , Y : variabel terikat X : variabel bebas α : konstanta b : koefisien regresi

Maka rumus regresi berganda adalah :

Y = α + b1 X 1 + b2 X 2 + b3 X3 + b4 X 4 + e

Dimana : Y = Variabel Dependen ( Mutu Pelayanan Kesehatan)

α = Konstanta

X1 = Sumber Daya Manusia X2 = Dana

X3 = Sarana

X4 = Struktur Organisasi

Selanjutnya untuk menguji signifikasi parameter regresi secara bersama-sama

Gambar

Tabel 1.2 Anggaran Pemda dan RSUD Kab. Pidie
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
Tabel 3.1. Populasi setiap institusi tahun 2008
Tabel 3.2. Sampel setiap institusi tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sumber daya manusia kesehatan (pengetahuan dan pelatihan) terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis ketersediaan tenaga kesehatan, ketersediaan obat- obatan dan kelengkapan fasilitas kesehatan di Puskesmas terkait dengan rujukan

Kesimpulan bahwa ketersediaan tenaga kesehatan, obat-obatan, sarana prasarana fasilitas di puskesmas yang merujuk pelayanan kesehatan JKN ke RSUD Tgk Abdullah Syafii masih

Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan terpenuhinya fasilitas, sarana dan prasarana pada saat ini sangatlah dibutuhkan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, sebagai

Pada tahun 1993 standar pelayanan rumah sakit yang terdiri dari 20 kegiatan.. pelayanan dan standar pelayanan medik ditetapkan berlaku di seluruh rumah

(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit digolongkan pada jenis dan klasifikasi pelayanan sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan

Rasidin Padang sebagai Rumah Sakit tingkat Kabupaten dan Kota berperan memberikan pelayanan kesehatan juga menerima rujukan Puskesmas dan Rumah Sakit lainnya dari

Manfaat Praktis Bagi Rumah Sakit Umum Daerah hasil penelitian dapat jadi bahan masukan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan kinerja petugas kesehatan dan sarana