• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Attachment Style Terhadap Kualitas Persahabatan Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Attachment Style Terhadap Kualitas Persahabatan Pada Remaja"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ATTACHMENT STYLE TERHADAP KUALITAS

PERSAHABATAN PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

ELIZA

051301107

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

Pengaruh Attachment Style Terhadap Kualitas Persabahatan Pada Remaja Eliza dan Ade Rahmawati Siregar

ABSTRAK

Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional (Baron & Bryne, 2006). Hubungan orang tua dengan remaja dapat mempengaruhi hubungan remaja dengan teman atau persahabatan atau fungsi psikososial remaja. Hubungan orang tua anak yang diteliti dalam penelitian ini adalah attachment style dari anak terhadap orang tuanya. Attachment adalah suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style dibagi menjadi 4 tipe yaitu secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment (Bartholomew, 2006).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kausal yang bertujuan mengetahui pengaruh attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment terhadap kualitas persahabatan pada remaja.

Penelitian ini melibatkan 185 siswa SMP Bodhicitta yang berusia 13-14 tahun (103 laki-laki dan 82 perempuan) sebagai subjek penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kualitas persahabatan yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek kualitas persahabatan dari Bukowski (2005) dan skala attachment style yang diadaptasi dari Attachment Style Questionnaire (ASQ) Feeney, Noller, dan Hanrahan (2006). Skala kualitas persahabatan memiliki nilai realibilitas (rxx) = 0.855 dan realibilitas

skala attachment style yang dibagi menurut tipe attachment yaitu skala secure attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.673, skala fearful attachment memiliki

realibilitas (rxx) = 0.526, skala dismissing attachment memiliki realibilitas (rxx) =

0.574 dan skala preoccupied attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.655.

Hasil analisa data penelitian menggunakan teknik analisa regresi sederhana menunjukkan y = 42.747 + 0.439x dengan p<0,05 untuk secure attachment, y = 42.620 + 0.579x dengan p<0,05 untuk fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x dengan p<0.05 untuk dismissing attachment dan y = 44.028 + 0.273x dengan p<0.05 untuk preoccupied attachment. Hal ini bermakna bahwa attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment memiliki pengaruh terhadap kualitas persahabatan.

(3)

The Influence of Attachment Style to Friendship Quality in Adolescence Eliza and Ade Rahmawati Siregar

ABSTRACT

Friendship is relationship for two peoples spend time together, interacted in few kind of situations dan gave emotional support (Baron & Bryne, 2006). Relationship between parent and adolescence can impact adolescent’s relationship with their friends or their friendship or adolencence psychosocial functioning. Relationship between parent and child in this research is child’s attachment style to their parent. Attachment is a strong emotional bonding that child developed from their interaction with their someone which had important meaning in their life, usually their parent (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style divided into 4 type that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment, and preoccupied attachment (Bartholomew, 2006)

This research is a causal research that aims to know the influence of attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment to friendship quality in adolescence.

This research took 185 students at SMP Bodhicitta aged 13-14 years (103 boys and 82 girls) as research participants. Measuring tools in this research is two scales that consists of friendship quality scale that created by researcher based on friendship quality aspect from Bukowski (2005) and attachment style scale that adapted from Attachment Style Questionnaire (ASQ) by Feeney, Noller, and Hanrahan (2006). Friedship quality scale has a value of realibility (rxx) = 0.855

and the value realibility of attachment style divided according to attachment type that are secure attachment scale has a value of realibility (rxx) = 0.673, fearful

attachment style has a value of realibility (rxx) = 0.526, dismissing attachment

scale has a value of realibility (rxx) = 0.574 and preoccupied attachment has a

value attachment (rxx) = 0.655.

The results of research data analyzed using simple regression analysis techniques indicate y = 42.747 + 0.439x with p<0,05 for secure attachment, y = 42.620 + 0.579x with p<0,05 for fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x with p<0.05 for dismissing attachment and y = 44.028 + 0.273x with p<0.05 for preoccupied attachment. This means that the attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment have influence to friendship quality.

(4)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Sanghyang Adi Buddha Tuhan Yang Maha Esa, Para Buddha dan Bodhisatva karena berkat pancaran cinta kasih dan berkah yang berlimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal penelitian berjudul ”Pengaruh Attachment Style terhadap Kualitas Persahabatan pada Remaja”. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini, maka sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel Sp.A (K) selaku dekan Fakultas Psikologi. 2. Ibu Ade Rahmawati Siregar, M.Psi sebagai dosen pembimbing skripsi dan

memberikan figur kakak kepada penulis yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmunya kepada penulis dalam membuat proposal penelitian ini.

(5)

4. Ibu Etti Rahmawati, M.Si yang telah membantu penulis mendapatkan solusi ketika penulis mengalami kebimbangan dan membantu menyelesaikan permasalahan yang penulis hadapai dalam proses penulisan skripsi ini.

5. Ibu Lili Garliah, M.Si., Psi dan Ibu Debby Anggraini Daulay, M,Psi selaku dosen penguji pada sidang seminar yang memberikan masukan yang sangat berguna dan bermanfaat untuk penelitian peneliti. Kepada Bu Lili yang memberikan peneliti figur ibu yang sabar dan baik, peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan kepada Kak Debby, kakak yang baik, pengertian, peneliti juga mengucapkan banyak terima kasih.

6. Kepada segenap teman-teman penulis di Fakultas Psikologi (Mayang, Vera, Julinda, Margaret, dan Frandawati) yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi masing-masing tapi tetap ada untuk penulis ketika penulis memerlukan bantuannya. Tanpa kalian, tiada kenangan berarti dan berharga di Fakultas Psikologi ini.

7. Kepada Manop, Gita, Nity, Pauyen, Ucup, Frendy, Ason, Herry, Eka, Ko Robin, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan kalian selama penyusunan skripsi ini. Thanks guys.

(6)

9. Bapak Alfian Salin selaku Kepsek SMP Bodhicitta, Bapak Drs P. Sinaga selaku Kepsek SMP Katolik Trisakti 2 dan Bapak Ir. Juni T. Surbakti, MA selaku Kepsek SMP Samuel saya mengucapkan banyak terima kasih karena telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna dan dengan kerendahan hati penulis mengaharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk menjadi masukan bagi penulis untuk perbaikan proposal ini di masa yang akan datang. Semoga proposal ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Mei 2009

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR. i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Pertanyaan Penelitian 8

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian 9

E. Sistematika Penulisan 10

BAB II LANDASAN TEORI 12

A. Persahabatan 12

1. Definisi Persahabatan 12

2. Perkembangan Persahabatan 13

3. Pentingnya Persahabatan 15

4. Karakteristik Persahabatan 16

5. Kualitas Persahabatan 17

6. Faktor yang Mempengaruhi Persahabatan 18

B. Attachment 18

(8)

2. Teori Attachment 19

3. Jenis-jenis Attachment 22

4. Dampak Attachment 29

C. Remaja 30

1. Pengertian Remaja 30

2. Pembagian Fase Remaja 31

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja 34

4. Ciri-ciri Masa Remaja 34

D. Hubungan Attachment Style dengan Persahabatan 35

E. Hipotesa Penelitian 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38

A. Identifikasi Variabel Penelitian 38 B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 38

C. Populasi 40

D. Metode Pengumpulan Data 40

1. Metode Skala 40

2. Skala Persahabatan 41

3. Skala Attachment Style 43

E. Uji Coba Alar Ukur 48

1. Validitas 49

(9)

F. Prosedur Penelitian 55

1. Persiapan Penelitian 55

2. Pelaksanaan Penelitian 57

3. Tahap Pengolahan Data 57

G. Metode Analisa Data 57

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 59 A. Gambaran Subjek Penelitian 59

1. Usia Subjek Penelitian 59

2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian 60 3. Tempat Tinggal Subjek Penelitian 60 4. Kedekatan Subjek Penelitian dengan Orang Tua 61 5. Status Orang Tua Subjek Penelitian 61

B. Hasil Penelitian 62

1. Hasil Uji Asumsi 62

2. Hasil Uji Analisa Data 65

C. Pembahasan 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 84

A. Kesimpulan 84

B. Saran 85

1. Saran Metodologis 86

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sebelum

Uji Coba 42

Tabel 2 Subskala Attachment Style Questionnaire, Feeney dkk (versi

asli) 43

Tabel 3 Distribusi Aitem-aitem Attachment Style Questionnaire sebelum

Uji Coba 47

Tabel 4 Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sesudah

Uji Coba 50

Tabel 5 Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan untuk

Penelitian 51

Tabel 6 Distribusi Aitem-aitem Skala Secure Attachment sesudah

Uji Coba 51

Tabel 7 Distribusi Aitem-aitem Skala Secure Attachment untuk Penelitian 52

Tabel 8 Distribusi Aitem-aitem Skala Fearful Attachment sesudah

Uji Coba 52

Tabel 9 Distribusi Aitem-aitem Skala Fearful Attachment untuk Penelitian 52

Tabel 10. Distribusi Aitem-aitem Skala Dismissing Attachment sesudah

Uji Coba 53

Tabel 11 Distribusi Aitem-aitem Skala Dismissing Attachment untuk

Penilitian 53

Tabel 12 Distribusi Aitem-aitem Skala Preoccupied Attachment sesudah

Uji Coba 54

Tabel 13 Distribusi Aitem-aitem Skala Preoccupied Attachment

untuk Penelitian 54

Tabel 14 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia 58

Tabel 15 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 59

Tabel 16 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tempat Tinggal 59

Tabel 17 Penyebaran Subjek Berdasarkan Kedekatan dengan Orang Tua 60

Tabel 18 Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Orang Tua 61

Tabel 19 Rangkuman Hasil Uji Normalitas dengan One Smaple

Kolmogorov-Smirnov 62

Tabel 20 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan

Uji F pada Secure Attachment dan Kualitas Persahabatan 62

Tabel 21 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan

Uji F pada Fearful Attachment dan Kualitas Persahabatan 63

Tabel 22 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan

Uji F pada Dismissing Attachment dan Kualitas Persahabatan 63

Tabel 23 Rangkuman Hasil Uji Linieritas dengan menggunakan

(12)

Tabel 24 Nilai Empirik dan Hipotetik Kualitas Persahabatan 67

Tabel 25 Nilai Empirik dan Hipotetik Secure Attachment 68

Tabel 26 Nilai Empirik dan Hipotetik Fearful Attachment 69

Tabel 27 Nilai Empirik dan Hipotetik Dismissing Attachment 70

Tabel 28 Nilai Empirik dan Hipotetik Preocccupied Attachment 71

Tabel 29 Rangkuman Kategorisasi Skor Kualitas Persahabatan 73

Tabel 30 Rangkuman Kategorisasi Data Kualitas Persahabatan 73

Tabel 31 Rangkuman Kategorisasi Skor Secure Attachment 75

Tabel 32 Rangkuman Kategorisasi Data Secure Attachment 75

Tabel 33 Rangkuman Kategorisasi Skor Fearful Attachment 76

Tabel 34 Rangkuman Kategorisasi Data Fearful Attachment 76

Tabel 35 Rangkuman Kategorisasi Skor Dismissing Attachment 78

Tabel 36 Rangkuman Kategorisasi Data Dismissing Attachment 78

Tabel 37 Rangkuman Kategorisasi Skor Preoccupied Attachment 79

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambaran Subjek Penelitian

Lampiran 2 Realibilitas

Lampiran 3 Skala Penelitian

Lampiran 4 Data Hasil Penelitian

Lampiran 5 Hasil Uji Asumsi

Lampiran 6 Hasil Analisa Data Penelitian

(15)

Pengaruh Attachment Style Terhadap Kualitas Persabahatan Pada Remaja Eliza dan Ade Rahmawati Siregar

ABSTRAK

Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional (Baron & Bryne, 2006). Hubungan orang tua dengan remaja dapat mempengaruhi hubungan remaja dengan teman atau persahabatan atau fungsi psikososial remaja. Hubungan orang tua anak yang diteliti dalam penelitian ini adalah attachment style dari anak terhadap orang tuanya. Attachment adalah suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style dibagi menjadi 4 tipe yaitu secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment (Bartholomew, 2006).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kausal yang bertujuan mengetahui pengaruh attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment terhadap kualitas persahabatan pada remaja.

Penelitian ini melibatkan 185 siswa SMP Bodhicitta yang berusia 13-14 tahun (103 laki-laki dan 82 perempuan) sebagai subjek penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kualitas persahabatan yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek kualitas persahabatan dari Bukowski (2005) dan skala attachment style yang diadaptasi dari Attachment Style Questionnaire (ASQ) Feeney, Noller, dan Hanrahan (2006). Skala kualitas persahabatan memiliki nilai realibilitas (rxx) = 0.855 dan realibilitas

skala attachment style yang dibagi menurut tipe attachment yaitu skala secure attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.673, skala fearful attachment memiliki

realibilitas (rxx) = 0.526, skala dismissing attachment memiliki realibilitas (rxx) =

0.574 dan skala preoccupied attachment memiliki realibilitas (rxx) = 0.655.

Hasil analisa data penelitian menggunakan teknik analisa regresi sederhana menunjukkan y = 42.747 + 0.439x dengan p<0,05 untuk secure attachment, y = 42.620 + 0.579x dengan p<0,05 untuk fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x dengan p<0.05 untuk dismissing attachment dan y = 44.028 + 0.273x dengan p<0.05 untuk preoccupied attachment. Hal ini bermakna bahwa attachment style yang terdiri dari secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment dan preoccupied attachment memiliki pengaruh terhadap kualitas persahabatan.

(16)

The Influence of Attachment Style to Friendship Quality in Adolescence Eliza and Ade Rahmawati Siregar

ABSTRACT

Friendship is relationship for two peoples spend time together, interacted in few kind of situations dan gave emotional support (Baron & Bryne, 2006). Relationship between parent and adolescence can impact adolescent’s relationship with their friends or their friendship or adolencence psychosocial functioning. Relationship between parent and child in this research is child’s attachment style to their parent. Attachment is a strong emotional bonding that child developed from their interaction with their someone which had important meaning in their life, usually their parent (Mc Cartney dan Dearing, 2005). Attachment style divided into 4 type that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment, and preoccupied attachment (Bartholomew, 2006)

This research is a causal research that aims to know the influence of attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment to friendship quality in adolescence.

This research took 185 students at SMP Bodhicitta aged 13-14 years (103 boys and 82 girls) as research participants. Measuring tools in this research is two scales that consists of friendship quality scale that created by researcher based on friendship quality aspect from Bukowski (2005) and attachment style scale that adapted from Attachment Style Questionnaire (ASQ) by Feeney, Noller, and Hanrahan (2006). Friedship quality scale has a value of realibility (rxx) = 0.855

and the value realibility of attachment style divided according to attachment type that are secure attachment scale has a value of realibility (rxx) = 0.673, fearful

attachment style has a value of realibility (rxx) = 0.526, dismissing attachment

scale has a value of realibility (rxx) = 0.574 and preoccupied attachment has a

value attachment (rxx) = 0.655.

The results of research data analyzed using simple regression analysis techniques indicate y = 42.747 + 0.439x with p<0,05 for secure attachment, y = 42.620 + 0.579x with p<0,05 for fearful attachment, y = 45.362 + 0.439x with p<0.05 for dismissing attachment and y = 44.028 + 0.273x with p<0.05 for preoccupied attachment. This means that the attachment style that are secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment and preoccupied attachment have influence to friendship quality.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya. Orang tua yang dimaksudkan adalah ibu dari anak. Seiring berjalannya waktu, bayi juga mengadakan kontak sosial dengan makhluk sosial lainnya seperti ayah, saudara ataupun figur penting lainnya seperti nenek.

Banyak ahli psikologi yang juga menekankan pentingnya hubungan awal antara orang tua dengan anak, salah satunya adalah Erikson (dalam Kaplan, 2000) yang menyatakan bahwa mengembangkan trust merupakan hal yang penting pada masa perkembangan anak karena trust adalah dasar untuk mengatasi krisis hidup dalam perkembangan psikososial selanjutnya. Anak kecil akan mengembangkan perasaan trust kepada orang tua ketika kebutuhan fisik dan emosi anak terpenuhi. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan perasaan mistrust, yang akan berpengaruh pada hubungan interpersonal selanjutnya. Hubungan awal antara orang tua dan anak yang akan membentuk hubungan interpersonal anak pada kehidupan selanjutnya.

(18)

attachment adalah hubungan emosional yang dekat antara dua orang, yang dikarakteristikkan dengan saling mengasihi dan adanya keinginan untuk menjaga kedekatan fisik, dimana dalam hal ini adalah hubungan emosional antara anak dan orang tua. Attachment pertama kali terbentuk pada saat anak berusia 6 atau 7 bulan dan attachment yang terbentuk adalah terhadap orang tua. Anak yang mempunyai attachment dengan orang tua dapat diketahui dari perilaku anak yang selalu ingin dekat dengan orang tua (Sigelman & Rider, 2003).

Seorang anak tidak terlahir dengan adanya daya tarik terhadap ibunya, tapi daya tarik ini dipelajari seiring dengan berjalannya waktu. Terbentuknya attachment itu memerlukan waktu, dan itu terbentuk sejalan dengan kemampuan kognitif anak. Attachment adalah bawaan biologis, tapi faktor pembelajaran dan kognitif juga berperan di dalamnya. Antara bayi dan ibu akan terbentuk attachment yang dekat ketika bayi yakin dia akan menerima perawatan, perlindungan yang mereka butuhkan untuk bisa bertahan hidup dan berkembang dengan baik. Hal ini dapat bayi ketahui ketika dia menunjukkan beberapa perilaku (seperti menangis, tersenyum, berbicara) dan orang tua merespon perilaku mereka dengan cara menyayanginya, bersama dengannya dan memenuhi kebutuhannya (Kaplan, 2000).

(19)

social responsiveness yang terjadi pada usia 2 atau 3 bulan sampai usia 6 atau 7 bulan. Bayi sudah mulai mengenal wajah orang yang familier baginya. Bayi suka berceloteh secara antusias jika melihat orang yang familier, tapi bayi masih ramah terhadap orang asing. Ketiga, active proximity seeking/true attachment, yang terjadi pada usia 6 atau 7 bulan sampai usia 3 tahun. Pada masa ini, bayi telah membentuk attachment pertamanya dengan ibu. Bayi akan selalu mengikuti ibu agar tetap dekat dengan ibu dan akan protes jika ibu meninggalkannya. Begitu sang ibu kembali, maka anak akan menyambut ibunya dengan penuh kehangatan. Fase keempat, goal-corrected partnership yang terjadi pada usia 3 tahun dan seterusnya. Pada usia 3 tahun, kemampuan sosial kognitif anak telah berkembang, sehingga anak dapat memahami tindakan orang tua yang meninggalkannya dan menunggu orang tua kembali untuk bisa dekat dengan orang tuanya lagi. Tahapan attachment keempat ini adalah tahap yang terus menetap pada diri individu sampai dewasa.

(20)

Attachment adalah konstruk yang berlangsung sepanjang rentang kehidupan, yaitu dari bayi, masa kanak-kanak, dan sampai dewasa, jadi attachment tidak hanya terjadi pada masa bayi (Bowlby dalam Doyle, Moretti, Voss, & Margolese 2000). Berjalannya waktu, pengalaman attachment bayi dikonsolidasi ke dalam internal working model terhadap diri sendiri, orang lain dan hubungan dirinya dengan orang lain.

(21)

Konsep internal working model yang dikemukakan oleh Bowlby yang menjadi patokan bagi para ahli lainnya untuk menetapkan adult attachment. Berdasarkan dua jenis working model ini terbagi empat kategori adult attachment style. Dua dimensi dari working model tersebut adalah (1) model of self yaitu harapan seseorang untuk diterima dan disayangi; dan (2) model of others yaitu harapan adanya aksesibilitas dan sikap responsif dari orang lain ketika itu dibutuhkan. Berdasarkan working model ini maka terbagi empat tipe attachment yaitu secure (positif dalam model of self dan other), preoccupation (negatif dalam model of self dan positif dalam model of other), dismissing (positif dalam model of self dan negatif dalam model of other), dan fearful (negatif dalam model of self dan other)

(22)

untuk memperoleh kemandirian dengan keinginan untuk tetap berhubungan dengan orang tua merupakan perwujudan dari attachment security (Alan, Moore, & Kuperminc dalam Doyle dkk 2000).

Jika bayi harus mempunyai secure base untuk bereksplorasi, maka remaja membutuhkan security berupa dukungan dari orang tua agar menjadi individu yang lebih mandiri dan otonomi (Kobak, Kenny & Rice dalam Sigelman dkk, 2003). Remaja yang secure attached dengan orang tua menunjukkan perilaku prososial (Stroufe dalam Anna dkk, 2000), penyesuaian sosial, psikologis yang lebih baik, mampu berpisah dengan orang tua dan membentuk hubungan romantika yang dekat dengan tetap menjaga komunikasi yang baik dengan orang tua (Sigelman dkk, 2003).

Remaja yang mempunyai secure attachment dengan orang tua mempunyai self identity yang kuat, self esteem yang tinggi, kompetensi sosial yang luar biasa dan penyesuaian emosional yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki secure attachment (Kenny & Rice dalam Sigelman dkk, 2003). Remaja yang secure juga menunjukkan simtom depresi dan kecemasan yang rendah (Vivona dalam Sigelman dkk, 2003). Ketika orang tua memberikan dukungan emosional, menjadi secure base untuk bereksplorasi yang juga disertai dukungan otonomi, maka remaja akan maju dengan pesat.

(23)

hubungan sosial (Buhrmester & Furman; Selman dalam Anna, 2000), transisi dari hubungan yang tergantung terhadap orang tua menjadi hubungan yang timbal balik atau resiprokal dengan orang lain, baik itu dengan orang tua, teman maupun pasangan karib. Seseorang yang mempunyai sahabat mempunyai tingkat kompetensi dimana kualitas persahabatan menjadi prediktor yang baik dalam melihat penyesuaian diri seorang individu (Hartup & Steven, dalam Bagwell, Bender, Andreassi, Kinoshita, Montarello & Muller, 2005).

Menurut Erikson, masa remaja adalah masa pencarian identitas diri dimana identitas diri ini dibentuk dari hubungan psikososial remaja dengan individu lain yaitu dengan teman dan sahabat. Hubungan psikososial antar sesama remaja disebut dengan istilah persahabatan. Hartup dalam Bowker (2004) mengartikan persahabatan sebagai hubungan sosial utama pada masa remaja awal. Hubungan persahabatan memberi kemampuan dalam keterampilan sosial, memberi informasi mengenai diri sendiri, orang lain, merupakan sumber penyelesaian masalah secara emosional dan kognitif, dan merupakan pelopor untuk hubungan berikutnya yang melibatkan hubungan timbal balik (mutuality) dan keakraban (intimacy). Persahabatan adalah sesuatu yang multidimensi.

(24)

permusuhan). Persahabatan yang positif dicirikan dengan hubungan remaja yang membangun dimana terdapat dukungan sosial yang baik dalam hubungannya seperti ketika menghadapi peristiwa tertekan (stres) dan adanya keahlian sosial yang diperoleh seperti kemampuan kerjasama dengan orang lain. Persahabatan yang positif akan memberi hasil pada prestasi akademik dan keterlibatan dalam kegiatan sekolah, sedangkan persahabatan yang negatif akan menimbulkan masalah perilaku. Masalah perilaku yang muncul pada remaja seperti terlibat dalam perkelahian, tawuran, penggunaan obat-obatan, seks bebas sampai pada kenakalan remaja (Laursen, dalam Ciariano, Rabaglietti, Roggero, Bonino & Beyers, 2007).

Berdasarkan pemaparan teori dan permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat tipe attachment dan peneliti ingin mengetahui apakah terdapat pengaruh dari tiap-tiap tipe attachment terhadap kualitas persahabatan pada remaja.

B. RUMUSAN MASALAH

(25)

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian yang dibuat oleh penulis yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh attachment style terhadap kualitas persahabatan yang dibina remaja.

2. Mengetahui dari keempat attachment style, tipe apa yang menyebabkan remaja mempunyai kualitas persahabatan yang positif dan kualitas persahabatan negatif.

D. MANFAAT PENELITIAN

Sedangkan manfaat dari penelitian yang penulis teliti yaitu: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu kepada masyarakat dan Fakultas Psikologi khususnya bidang perkembangan terhadap teori-teori yang berkaitan dengan masalah attachment dan persahabatan pada remaja.

b. Memberikan sumbangan ilmu yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi teoritis dan empiris yang dapat menjadi penunjang untuk penelitian di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

(26)

b. Bagi orang tua memiliki anak remaja, attachment orang tua dengan remaja akan menyebabkan remaja terlibat dalam persahabatan yang sehat atau malah ke persahabatan yang menyimpang seperti kenakalan remaja (menggunakan obat-obatan terlarang).

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab ini dipaparkan gambaran terbentuknya attachment dari anak sampai pada masa remaja. Selain itu, peneliti juga menguraikan pengaruh attachment pada hubungan psikososial.

Bab II Landasan teori

(27)

persahabatan. Dan pada bab ini, peneliti juga memaparkan hipotesa penelitian.

Bab III Metodologi penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, dan metode analisa data.

Bab IV Analisa data dan pembahasan

Bab ini berisi hasil penelitian yang disertai dengan intepretasi. Pada bab ini juga dipaparkan pembahasan hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan saran

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PERSAHABATAN

1. Definisi Persahabatan

Menurut Rubin (2004), persahabatan adalah multidimensi dalam sifat dan melayani manusia dalam berbagai cara (seperti kesenangan, harapan dan ketakutan, menyediakan afeksi, dukungan dan keamanan emosi).

Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional. (Baron & Bryne, 2006).

Teman dekat didefinisikan sebagai seseorang untuk berbicara, untuk bergantung, dan menyandarkan diri untuk mendapatkan pertolongan, dukungan, dan kepedulian, dan bersenang-senang dalam melakukan sesuatu (Rawlins, dalam Tillmann-Healy, 2003).

(29)

Dalam buku Child and Adolescent Development, Owens (2002) mengartikan persahabatan sebagai hal berkenaan dengan dibangunnya hubungan dyadic antara dua anak yang dikarakteristikkan dengan perasaan saling suka yang kuat.

Menurut Shaffer (2005), persahabatan diartikan sebagai sebuah hubungan yang kuat dan bertahan lama antara dua individu yang dikarakteristikkan dengan kesetiaan, kekariban, dan saling menyayangi.

Persahabatan adalah suatu bentuk hubungan yang dekat yang melibatkan kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, dan spontanitas (Santrock, 2002).

2. Perkembangan Persahabatan

(30)

sama lain, dan bersedia berbagi pemikiran dan perasaan mereka (Hartup dalam Shaffer, 2005).

Walaupun anak-anak mempunyai banyak teman, tapi sedikit dari pertemanan ini yang menjadi teman dekat. Dalam observasi Gottman (1983), beliau menemukan beberapa perbedaan penting ketika bermain antara eventual friends (sahabat) dan nonfriends (bukan teman). Pertama, walaupun sahabat tidak selalu setuju terhadap permainan mana yang akan dimainkan, tapi mereka dapat mengatasi konflik dengan lebih baik daripada yang bukan teman. Sahabat lebih berhasil dalam mengkomunikasikan sesuatu dan bertukar informasi satu sama lain. Beberapa informasi yang disampaikan sahabat bersifat personal, dan sahabat lebih mampu melibatkan self-disclosure (pengungkapan diri).

(31)

3. Pentingnya Persahabatan

Persahabatan mempunyai enam fungsi (Gottman dan Parker, 1987):

a. Companionship adalah persahabatan memberikan anak pasangan yang familier, seseorang yang mau menghabiskan waktu dengan mereka dan ikut dalam kegiatan yang memerlukan kerja sama.

b. Stimulation adalah persahabatan memberikan remaja informasi yang menyenangkan, kesenangan dan hiburan.

c. Physical support adalah persahabatan memberikan waktu, sumber, dan bantuan.

d. Ego support adalah persahabatan memberikan dukungan, dorongan, dan umpan balik yang dapat membantu anak-anak menjaga kesan mereka sebagai orang yang kompeten, menarik, dan individu yang berharga.

e. Social comparison adalah persahabatan memberikan informasi mengenai kapan mereka berhadapan sebagai lawan dan kapan mereka mengerjakan sesuatu dengan baik.

f. Intimacy/affection adalah persahabatan memberikan hubungan yang hangat, dekat, dapat mempercayai individu lain, sebuah hubungan yang mempunyai pengungkapan diri (self-disclosure).

Dalam buku Child and Adolescent Development (2002), disebutkan bahwa fungsi persahabatan adalah:

(32)

b. Persahabatan memberi pengetahuan mengenai diri sendiri seperti halnya memberi perngetahuan mengenai orang lain dan dunia.

c. Persahabatan memberi dukungan emosional ketika menghadapi stres

d. Persahabatan adalah awal untuk hubungan selanjutnya (percintaan, pernikahan, dan menjadi orang tua) dimana persahabatan memberikan pengalaman mengenai cara mengatasi kekariban dan saling mengatur (Hartup dalam Owens, 2002).

4. Karakteristik Persahabatan

Parlee (dalam Santrock, 2002) mengkarakteristikkan persahabatan sebagai berikut:

a. Kesenangan yaitu kita suka menghabiskan waktu dengan teman kita

b. Penerimaan yaitu kita menerima teman kita tanpa mencoba mengubah mereka c. Percaya yaitu kita berasumsi bahwa teman kita akan berbuat sesuatu yang

sesuai dengan kesenangan kita

d. Respek yaitu kita berpikiran bahwa teman kita membuat keputusan yang baik e. Saling membantu yaitu kita menolong dan mendukung teman kita dan mereka

juga melakukan hal yang demikian

f. Menceritakan rahasia yaitu kita berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman

g. Pengertian yaitu kita merasa bahwa teman kita mengenal dan mengerti kita dengan baik seperti apa adanya kita

(33)

5. Kualitas Persahabatan

Ciri-ciri persahabatan adalah atribut atau karakteristik dari persahabatan itu sendiri. Beberapa contoh ciri-ciri persahabatan adalah keakraban (intimacy), persahabatan (companionship) dan konflik. Setiap persahabatan memiliki ciri-ciri yang beragam. Pada teman yang sama terdapat keakraban, terdapat juga kebersamaan dalam aktivitas dan terdapat juga konflik di dalamnya. Contoh persahabatan tersebut memberi gambaran bahwa persahabatan mempunyai ciri-ciri positif dan negatif sekaligus (Bukowski, Newcomb, & Hartup)

Berikut ini adalah aspek dari kualitas persahabatan (Bukowski dalam Cillesses, Jiang, West, Laszkowski, 2005):

a. Companionship

Menghabiskan waktu bersama antar sahabat. b. Conflict

Seseorang berselisih dan berargumen dengan temannya, mereka merasa jengkel satu sama lain dan ada ketidaksepakatan dalam hubungan persahabatan mereka.

c. Help/aid

Saling membantu, menolong dan melindungi. d. Security

Kepercayaan bahwa mereka dapat mempercayai, bersandar pada temannya. e. Closeness

(34)

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persahabatan

Huyck (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mengatakan bahwa ada empat faktor yang dapat meningkatkan hubungan persahabatan, yaitu :

a. Kedekatan mereka satu sama lain (proximity) b. Kesamaan akan minat dan sikap mereka (similarity) c. Saling melengkapi kepribadian mereka (complementarity) d. Ketertarikan fisik (physical attractiveness)

B. ATTACHMENT

1. Definisi Attachment

Istilah attachment untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969. Attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, dalam Ervika 2005).

(35)

Dalam bahasa sehari-hari, attachment merujuk kepada hubungan antara dua individu yang mempunyai perasaan yang kuat terhadap satu sama lain dan melakukan beberapa hal untuk melanjutkan hubungan tersebut. Dalam bahasa psikologi perkembangan, attachment sering terbatas pada hubungan antara figur sosial yang penting dan sebagian fenomena yang diperkirakan akan menghasilkan karakteristik yang unik dari hubungan. Dalam kasus ini, periode perkembangan masa kecil, figur sosial adalah bayi dan satu atau lebih orang dewasa yang mengasuhnya, dan fenomena ini adalah suatu ikatan (Bowlby, dalam Santrock 1998). Ringkasnya, attachment adalah sebuah ikatan emosional yang dekat antara bayi dan pengasuh (Santrock, 1998).

Penelitian Bowlby (1969, 1973) mengenai ibu dan bayi membawa dia kepada konsep attachment style, yaitu tingkat keamanan yang dirasakan individu dalam hubungan interpersonalnya.

2. Teori Attachment

Terdapat empat teori yang mempengaruhi attachment, yaitu psychoanalytic theory, learning theory, cognitive-developmantal theory, dan ethological theory. Penjelasannya mengenai teori tersebut adalah sebagai berikut (dalam Shaffer, 2005):

a. Psychoanalaytic theory : ”Saya mencintai kamu karena kamu memberi makan kepada saya”

(36)

yang memberikan kenikmatan oral kepada bayi melalui menyusui, maka hal tersebut logis jika Freud menyebutkan bahwa ibu akan menjadi objek primer bayi dalam menunjukkan perasaan aman dan kasih sayang karena ibu yang paling baik dalam menyusui mereka.

Erik Erikson juga percaya bahwa kegiatan menyusui yang dilakukan ibu akan mempengaruhi kekuatan perasaan aman yang ditunjukkan bayi melalui attachment bayinya. Erikson mengatakan bahwa keseluruhan respon yang diberikan ibu kepada bayinya lebih penting daripada kegiatan menyusui itu sendiri. Menurut Erikson, seorang pengasuh yang konsisten dalam merespon kebutuhan bayi akan mengembangkan perasaan trust kepada orang lain, sedangkan pengasuh yang tidak responsif dan tidak konsisten akan menimbulkan perasaan mistrust. Erikson juga menambahkan bahwa anak-anak yang belajar untuk tidak trust kepada pengasuhnya selama masa bayi akan menghindari atau akan menjadi ragu-ragu dalam membangun hubungan yang harus saling mempercayai (close mutual-trust relationship) sepanjang hidupnya.

b. Learning theory : ”Pemberian reward mengarah kepada rasa cinta”

(37)

bayi seperti memberi makanan, kehangatan, sentuhan kasih sayang, kelembutan. Bayi mulai menghubungkan ibunya dengan sensasi yang menyenangkan, sehingga ibunya menjadi barang yang berharga baginya. Ketika sang ibu memperoleh status sebagai secondary reinforcer, maka bayi akan attach dengan ibunya sehingga bayi akan melakukan apapun (seperti tersenyum, bergumam, atau mengikuti) untuk menarik perhatian dari individu yang dianggap penting baginya.

c. Cognitive-Developmental theory : ” Untuk mencintai kamu, saya harus tahu kalau kamu ada di sana”

Teori cognitive-developmental jarang membahas orang dewasa seperti apa yang akan menarik bagi bayi, tapi teori cognitive-developmantal mengingatkan akan pentingnya karakter perkembangan dalam membentuk attachment karena hal ini tergantung pada tingkat perkembangan kognitif bayi. Sebelum terbentuknya attachment, bayi harus mampu membedakan orang yang dikenal dengan orang asing. Bayi juga harus mengetahui bahwa ibunya mempunyai ”permanence” terhadap dirinya, karena akan sulit untuk membentuk hubungan yang stabil dengan seseorang jika dia merasa orang tersebut tidak ada untuknya. Itulah sebabnya attachment pertama kali tebentuk pada usia 7 sampai 9 bulan dimana bayi telah memasuki tahap keempat dari sensori motorik berdasakan teori Piaget, yaitu tahap dimana bayi mulai mencari objek yang disembunyikan dari mereka.

(38)

dimana mereka melakukan protes ketika mereka dipisah dari ibu mereka, sedangkan anak dengan usia yang sama tapi skor object permanence yang lebih rendah tidak melakukan tidakan protes apapun ketika mereka dipisahkan dari siapapun. Kelihatannya hanya anak usia 9 bulan yang matang secara kognitif mempunyai kebutuhan akan attachment primer dengan ibunya.

d. Ethological theory : “ Mungkin saya lahir untuk dicintai”

Ahli etiologi lebih tertarik pada penekanan emotional attachment sebagai awal dari perkembangan. Asumsi utama dari pendekatan etiologi bahwa semua spesies, termasuk manusia dilahirkan dengan kecenderungan perilaku bawaan yang akan berkontribusi dalam kelangsungan hidupnya dari evolusi. Bowlby yang mendukung teori psikoanalitik Freudian yang percaya bahwa perilaku yang dibawa sejak lahir didesain untuk membentuk attachment antara bayi dengan pengasuhnya. Dikatakan bahwa hubungan attachment bersifat adaptif, memberikan perlindungan kepada bayi dan memenuhi kebutuhannya. Ahli etiologi berpendapat bahwa tujuan jangka panjang dari adanya attachment primer adalah untuk mempertahankan generasi selanjutnya untuk bertahan hidup, mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya.

3. Jenis-jenis Attachment

(39)

bahwa secure attachment pada tahun pertama kehidupan menyediakan fondasi penting untuk perkembangan psikososial dalam kehidupan selanjutnya. Sensitifitas pengasuh terhadap tanda-tanda yang ditunjukkan bayi meningkatkan secure attachment. Bayi yang merasakan ikatan yang aman dapat pergi meninggalkan ibunya dengan bebas tapi tetap memperhatikan keberadaan ibunya hanya dengan memandang sekilas. Bayi yang merasakan ikatan yang aman akan merespon positif apabila digendong oleh orang lain dan ketika diletakkan kembali, dan akan kembali bermain dengan bebas. Pada bayi yang merasakan ikatan yang tidak aman akan menghindar dari ibunya atau akan merasakan perasaan yang bertentangan terhadap ibunya, merasa asing, dan marah karena perpisahan yang sebentar setiap harinya. (Santrock, 1998).

Mary Ainsworth bekerja sama dengan Bowlby menemukan bahwa kualitas attachment akan mempengaruhi perkembangan anak. Maka Ainsworth melakukan observasi alami dengan mengembangkan struktur tertentu untuk mengukur perilaku attachment menggunakan strange situation, yaitu prosedur dimana pengalaman anak pada serangkaian perpisahan dan pertemuan dengan pengasuhnya dan reaksi anak diamati (dalam Kaplan, 2000).

(40)

a. Secure attachment

Bayi yang diklasifikasikan sebagai securely attached jika bertemu dengan ibunya, mereka menyapa ibunya dengan positif, berusaha untuk mendekatkan diri pada saat bertemu, dan hanya menunjukkan beberapa perilaku negatif terhadap ibunya. Bayi yang secure menggunakan ibunya sebagai dasar yang aman untuk menjelajahi lingkungannya. Ketika ibunya meninggalkannya, bayi akan protes atau menangis, tapi ketika ibu kembali, bayi akan menyapa dengan penuh kesenangan, dan anak ingin digendong dan dekat dengan ibunya. b. Anxious/avoidant attachment

Bayi yang diklasifikasikan dalam avoidant mengabaikan ibunya ketika ibunya memasuki ruangan pada saat reuni/bertemu kembali dan menghindar untuk melakukan kontak dengan ibunya. Mereka menjelajahi lingkungan tanpa menggunakan ibunya sebagai dasar untuk eksplorasi dan tidak peduli apakah ibunya ada atau tidak. Ketika ibunya meninggalkannya, anak tidak terpengaruh dan ketika ibunya kembali lagi, anak akan menghindari ibunya. Mereka tidak mau mengadakan kontak ketika sedang distress dan tidak mau dipegang.

c. Anxious /resistant attachment

(41)

menjadi bingung antara mencari atau menghindar untuk mengadakan kontak dengan ibunya. Bayi ini mencari kontak dengan ibunya dan pada saat yang sama juga menolak orang tuanya karena kemarahan mereka kepada orang tuanya.

d. Anxious/disorganized-disoriented attachment

Kelompok yang keempat, bayi disorganized/disoriented menunjukkan banyak perilaku yang berbeda. Kadang-kadang mereka mendekati pengasuhnya, kemudian menunjukkan penghindaran atau tiba-tiba menangis. Bayi juga menunjukkan perilaku yang bertentangan pada saat yang sama, seperti mendekati orang tuanya tanpa melihat kepada orang tuanya. Ada yang menunjukkan ketakutan terhadap pengasuhnya. Mereka menunjukkan kebingungan, kuatir dan depresi. Banyak anak yang diabaikan dan disiksa yang menunjukkan perilaku ini. Bayi juga menunjukkan tingkat hormon tinggi yang mengindikasikan stress.

Pengukuran secure dan insecure attachment pada remaja dan orang dewasa umumnya menggunakan Adult Attachment Interview (AAI). Pengukuran ini mengukur ingatan individu mengenai hubungan attachment yang penting. Berdasarkan dari respon terhadap AAI, individu diklasifikasikan sebagai berikut (dalam Santrock, 2002):

a. Secure-autonomous, dimana koresponden merespon bahwa masa bayinya mengalami secure attachment.

(42)

pengalaman penolakan yang konsisten dari pengasuhnya. Akibat yang mungkin terjadi dari dismissing/avoidant attachment adalah orang tua dan remaja saling menjauhi satu sama lain, dimana pengaruh orang tua terhadap remaja sedikit. Dismissing/avoidant attachment berhubungan dengan perilaku kekerasan dan agresif pada remaja.

c. Preoccupied/ambivalent attachment yaitu kategori insecure dimana remaja merasa pengalaman attachment-nya hypertuned (terlalu dijaga). Hal ini umumnya terjadi karena keberadaan orang tua tidak konsisten untuk remajanya. Hal ini akan memunculkan perilaku mencari attachment yang tinggi, bercampur dengan perasaan marah. Konflik antara orang tua dan remaja dalam tipe attachment ini dianggap berlebihan untuk kesehatan perkembangan.

d. Unresolved/disorganized attachment yaitu kategori insecure dimana remaja mempunyai ketakutan yang tinggi dan tidak jelas. Ini bisa disebabkan pengalaman traumatik karena kematian orang tua atau disiksa orang tua.

(43)
(44)

MODEL OF SELF

Positif Negatif

Positif

MODEL OF OTHER

[image:44.595.143.517.108.391.2]

Negatif

Gambar 1. Bartholomew’s Adult Attachment Style

Feeney, Noller, dan Hanrahan (dalam Stein, 2002) menciptakan Attachment Style Questionnaire (ASQ) berdasarkan 4 cluster utama dari adult attachment yang terdiri dari 40 aitem pernyataan. Dalam ASQ terdapat lima subskala yaitu: confidence, discomfort with closeness, relationship as secondary, need for approval, dan preoccupation with relationship. Pembagian subskala ini ke dalam cluster yaitu subskala confidence untuk mengukur secure attachment, subskala discomfort with closeness digunakan untuk mengukur fearful attachment, subskala relationship as secondary digunakan untuk mengukur dismissing attachment dan yang terakhir subskala need for approval dan preoccupation with relationship digunakan untuk mengukur preoccupied attachment.

SECURE

Nyaman dengan intimasi dan otonomi

PREOCCUPIED

Asyik dalam berhubungan

DISMISSING Menolak intimasi

Menolak untuk tergantung pada orang lain

FEARFUL

Takut akan intimasi

(45)

4. Dampak Attachment

Erikson (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) percaya bahwa attachment antara bayi dan orang tua pada hubungan sosial pertamanya akan menjadi dasar bagi semua hubungan sosial bayi nantinya. Bayi yang merasakan trust dan kasih sayang dari secure attachment akan berinteraksi dengan percaya diri dan sukses dengan teman sebayanya. Sebaliknya, jika bayi tidak berhasil dalam hubungan sosial pertamanya akan mengalami masalah dalam interaksi sosialnya.

Dugaan di atas diperkuat dengan penelitian yang hasilnya adalah sebagai berikut (dalam Kail & Cavanaugh, 2000):

a. Pada anak usia 11 tahun, teman baik lebih responsif satu sama lain (memberikan perhatian kepada satu sama lain), kurang dalam mengkritik teman dan lebih sering melakukan sesuatu hal bersama-sama.

b. Anak-anak prasekolah berperilaku dalam cara yang dianggap abnormal dimana tingkat permusuhannya berlebihan jika mereka memiliki disorganized attachment pada masa bayinya.

c. Pada saat kemah musim panas, anak usia 11 tahun yang mempunyai hubungan secure attachment pada masa bayi akan menunjukkan kemampuan mereka yang lebih baik dan berinterksi lebih baik dengan teman sebayanya daripada anak yang insecure attachment.

(46)

Attachment hanya merupakan awal dari banyak langkah sepanjang jalan perkembangan sosial. Bayi yang mempunyai secure attachment tidak selamanya buruk, tapi langkah yang salah ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial mereka (Kail & Cavanaugh, 2000).

C. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa.” Bangsa primitif memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. (Hurlock, 1999)

Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1999) dengan mengatakan

Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak…. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber….. Termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

(47)

masa remaja. Remaja umumnya ditandai dengan dimulainya pubertas, proses menuju ke kematangan seksual, atau kesuburan (kemampuan untuk bereproduksi). Masa remaja dimulai dari usia 11 atau12 tahun sampai akhir dari masa remaja atau awal usia dua puluhan, dan adanya perubahan yang saling bergantung dengan semua bidang perkembangan. Jadi, remaja adalah transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang memerlukan perubahan dalam fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 2004).

Masa remaja, menurut Mappiare (1982) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

2. Pembagian Fase Remaja

(48)

berbagai masalah. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja:

a. Remaja awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja madya (middle adolescence)

(49)

c. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu:

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public).

Menurut Anna & Moretti, 2000, remaja dibagi dalam tiga episode usia yaitu:

a. Remaja awal yaitu usia 13 – 14 tahun b. Remaja tengah yaitu usia 15 – 18 tahun c. Remaja akhir yaitu usia 19 tahun

Dalam buku Child & Adolescent Development, Owens membagi usia remaja menjadi 3 (tiga) fase juga, yaitu:

a. Remaja awal yang dikarakteristikkan dengan masa pubertas dan perubahan fisik lainnya yang biasanya terjadi pada usia 10 sampai 13 tahun

(50)

c. Remaja akhir, ditandai dengan masa transisi ke dewasa dan biasanya terjadi pada usia 17 sampai 20 tahun.

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991) adalah berusaha:

1. Mampu menerima keadaan fisiknya

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis

4. Mencapai kemandirian emosional 5. Mencapai kemandirian ekonomi

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan unutk melakukan peran sebagai anggota masyarakat

7. Memahami dan mengintegrasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua

8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

10.Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga

4. Ciri-ciri Masa Remaja

(51)

dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara singkat di bawah ini

a. Masa remaja sebagai periode yang penting b. Masa remaja sebagai periode peralihan c. Masa remaja sebagai periode perubahan d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

D. HUBUNGAN ATTACHMENT TERHADAP PERSAHABATAN

Pada masa kanak-kanak awal, anak-anak telah membangun hubungan yang penting pada anggota keluarga dan berjalannya pertambahan usia, maka hubungan tersebut juga dibangun dengan teman sebayanya. Aspek dari hubungan teman sebaya anak-anak dan persahabatannya juga berkaitan dengan fungsi psikososialnya (Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004).

(52)

persahabatan. Menurut Bowlby (dalam Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004), penyesuaian pada beberapa tahapan kehidupan adalah hasil interaksi individu pada masa sebelumnya dan kaitannya terhadap hubungan sekarang dengan lingkungan yang lebih luas. Seperti halnya hubungan awal antara orang tua dengan anak dan pengalaman bersahabat akan berinteraksi satu sama lain dan akan mempengaruhi fungsi psikososial pada tahapan kehidupan selanjutnya.

Aspek dari hubungan awal antara orang tua dengan anak, yaitu secure attachment digunakan untuk memprediksi kompetensi dalam membentuk persahabatan yang dekat pada anak usia 10 tahun. Anak yang mempunyai hubungan awal positif dengan orang tuanya akan mempunyai teman dekat pada usia 10 tahun (Freitag, Belsky, Grossmann, Grossmann, & Scheurer-Englisch, dalam Rubin, dkk 2004). Attachment antara ibu dan bayi juga dapat memprediksi kualitas persahabatan yang positif pada usia 5 tahun (Elicker dkk, Krollmann & Krappmann; Park & Waters, dalam Rubin, dkk 2004). Selain itu, attachment yang aman pada masa kanak-kanak akhir dan awal remaja berhubungan positif dengan jumlah persahabatan yang dimiliki anak di dalam kelas (Kerns dkk, dalam Rubin, dkk 2004) serta kualitas positif dari hubungan dengan teman sebaya yang dekat (Lieberman, Doyle, & Markiewicz, dalam Rubin, dkk 2004).

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan teori dan masalah yang peneliti uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesa sebagai berikut:

(53)
(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengukur pengaruh attachment style antara remaja dengan orang tua terhadap persahabatan yang dibina oleh remaja. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti merasa perlu untuk mengidentifikasi variabel yang akan diteliti, definisi operasional dari variabel tersebut, memaparkan populasi dan sampel yang akan diikutsertakan dalam penelitian, alat ukur yang akan digunakan dan metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel terikat : Kualitas Persahabatan

2. Variabel bebas : Attachment Style yang terdiri dari: a. Secure Attachment

b. Fearful Attachment c. Dismissing Attachment d. Preoccupied Attachment

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

(55)

keamanan, kesetiaan, pengertian, penerimaan, komitmen, dan perasaan saling suka.

2. Attachment style adalah afeksi yang kuat yang ditujukan pada orang tertentu (figur lekat, dalam hal ini orang tua), bersifat resiprokal, dan relatif bertahan secara terus menerus, yang ditandai dengan keinginan untuk memelihara kedekatan hubungan dengan orang tersebut, yang terdiri atas empat attachment style, yaitu secure, dismissing, preoccupied dan fearful.

Secure attachment adalah attachment style dengan karakteristik anak yang memandang dirinya positif, dimana dia adalah individu yang berharga, dicintai, disayang dan juga dia memandang orang lain itu dapat diandalkan ketika dibutuhkan, dapat dipercaya. Individu yang secure tidak khawatir akan kedekatan yang terbentuk dengan orang lain dan dia juga tidak khawatir kalau orang lain akan meninggalkannya.

Fearful attachment adalah attachment style dengan karakteristik anak yang takut dekat dengan orang lain, takut untuk terlibat dalam situasi yang banyak orang. Dia merasa orang lain tidak bisa diandalkan dan juga merasa dirinya bukanlah orang yang berharga.

(56)

Preoccupied attachment adalah attachment style dengan karakteristik anak yang suka dalam membangun hubungan dengan orang lain. Anak ini sangat tergantung pada orang lain tetapi dia merasa bahwa dirinya tidak berharga.

C. POPULASI

Menurut Hasan (2002), populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang akan diteliti. Objek atau nilai yang akan diteliti dalam populasi disebut unit analisis atau elemen populasi. Unit analisis dapat berupa orang, perusahaan, media, dan sebagainya. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja tepatnya remaja awal yang berusia 13-14 tahun.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Proses penyusunan instrumen disebut instrumentasi atau instrumentation. Menurut Issac dan Micheal (dalam Danim, 2007) instrumentation is the process of selecting or developing measuring devices and method appropriate to give evaluation problem. Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.

1. Metode Skala

(57)

Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu:

a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan

b. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item, maka skala psikologi selalu banyak berisi item-item c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua

jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda dinterpretasikan secara berbeda pula.

Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada laporan–laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dikatakan oleh subjek tentang kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan–pernyataan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala kualitas persahabatan dan skala attachment style.

2. Skala Persahabatan

(58)

a. Companionship

Menghabiskan waktu bersama antar sahabat. b. Conflict

Seseorang berselisih dan berargumen dengan temannya, mereka merasa jengkel satu sama lain dan ada ketidaksepakatan dalam hubungan persahabatan mereka.

c. Help/aid

Saling membantu, menolong dan melindungi. d. Security

Kepercayaan bahwa mereka dapat mempercayai, bersandar pada temannya. e. Closeness

Perasaan kasih sayang atau pengalaman spesial yang dialami olah seseorang dengan temannya dan memperkuat ikatan orang tersebut dengan temannya.

(59)
[image:59.595.103.519.188.451.2]

semakin rendah skor jawaban berarti semakin negatif kualitas persahabatan yang dimilki oleh remaja tersebut.

Tabel 1. Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sebelum Uji Coba

No Item Komponen

Favorable Unfavorable Total

Companionship 1, 2, 11, 30, 39, 40 12, 21, 22, 31 10

Conflict 3, 14, 23, 24, 32, 33, 41,

42 4, 13 10

Help/aid 5, 6, 16, 25, 34 15, 43 7 Security 7, 8, 17, 18, 27 26, 35, 36, 44 9 Closeness 9, 10, 19, 20, 29, 37, 38,

45, 46 28 10

Total 33 13 46

3. Skala Attachment

(60)
[image:60.595.110.514.134.760.2]

Tabel 2. Subskala Attachment Style Questionnaire, Feeney dkk (versi asli)

No. Subskala Aitem

1. Confidence a. Overall I am a worthwhile person

b. I am easier to get to know than most people

c. I fell confident that other people will be there for me when I need them

d. I find it relatively easy to get close to other people e. I feel confident about relating to others

f. If something is bothering me, others are generally aware and concerned

g. I am confident that other people will like and respect me

h. I often worry that I do not really fit in with other people

2. Discomfort a. I prefer to depend on myself rather than other people

b. I prefer to keep to myself

c. I find it hard to trust other people d. I find it difficult to depend on others e. I find it easy to trust others

f. I feel comfortable depending on other people g. I worry about people getting too close

(61)

i. While I want to get close to others, I feel uneasy about it

j. Other people have their own problems, so I don’t bother them with mine

3. Relationship as secondary

a. To ask for help is to admit that you’re a failure b. People’s worth should be judged by what they

achieve

c. Achieving things is more important than building relationships

d. Doing your best is more important than getting on with others

e. If you’ve got a job to do, you should do it no matter who gets hurt

f. My relationships with others are generally superficial

g. I am too busy with other activities to put much time into relationships

4. Need for approval a. It’s important to me that others like me

b. It’s important to me to avoid doing things that others won’t like

c. I find it hard to make a decision unless I know what other people think

(62)

e. I worry that I won’t measure up to other people f. I wonder why people would want to be involved

with me

g. When I talk over my problems with others, I generally feel ashamed or foolish

5. Preoccupation a. I find that others are reluctant to get as close as I would like

b. I worry that others won’t care about me as much as I care about them

c. It’s very important to me to have a close relationship

d. I worry a lot about my relationships

e. I wonder how I would cope without someone to love me

f. I often feel left out or alone

g. I get frustrated when others are not available when I need them

h. Other people often disappoint me

(63)

Dari kelima subskala tersebut, Feeney dkk memformulasikannya ke dalam 4 cluster adult attachment, yaitu secure attachment, fearful attachment, dismissing attachment, dan preoccupied attachment. Subskala confidence mengukur secure attachment, subskala discomfort with closeness mengukur fearful attachment, subskala relationship as secondary mengukur dismissing attachment, subskala need for approval dan preoccupation mengukur preoccupied attachment.

(64)
[image:64.595.107.512.140.487.2]

Tabel 3. Distribusi Aitem-aitem Attachment Style Questionnaire sebelum Uji Coba

No. Aitem Attachment Style

Favorable Unfavorable Jumlah

Secure

attachment

1, 6, 11, 16, 21, 26, 31

36 8

Fearful

attachment

2, 7, 12, 17, 22, 37, 39, 40

27, 32 10

Dismissing

attachment

3, 8, 13, 18, 23, 28, 33

- 7

Preoccupied

attachment

4, 5, 9, 10, 14, 15, 19, 20, 24, 25, 29,

30, 34, 35, 38

- 15

Total 37 3 40

E. UJI COBA ALAT UKUR

(65)

Apabila alat ukur ini tidak jelas, maka peneliti akan memperoleh data yang tidak jelas atau kurang akurat. Mengingat hal yang demikian, maka uji coba merupakan rangkaian kegiatan yang tidak boleh dihindari (Bungin, 2001).

Pelaksanaan uji coba alat ukur sama dengan pelaksaan penelitian sebenarnya. Hanya saja pelaksaan uji coba instrumen lebih bersifat simulasi. Oleh karena itu, ”sampel” uji coba alat ukur adalah orang-orang yang memiliki kemiripan yang sepadan dengan sunjek penelitian sebenarnya, walaupun besar jumlahnya tidak mesti sama. Alat ukur penelitian kemudian disebarkan kepada mereka. Setelah uji coba dilakukan, alat ukur penelitian direvisi berdasarkan pengalaman pada uji coba tersebut. Apabila telah direvisi, barulah secara metodologis, alat ukur penelitian dinyatakan layak pakai (Bungin, 2001).

1. Validitas

(66)

sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan subjek yang lain. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

2. Daya Beda Item dan Reliabilitas

Daya beda item adalah kemampuan item dalam membedakan antara responden yang mempunyai nilai tinggi dan responden yang mempunyai nilai rendah (Azwar, 2005).

Pengujian daya beda item menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda item. Bagi skala-skala yang setiap itemnya diberi skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 1999).

Menurut Azwar (2005), realibilitas diterjemahkan dari kata realibility. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Walaupun realibilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

(67)

Penghitungan daya diskriminasi item dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 15.0 For Windows.

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala kualitas persahabatan dan Attachment Style Questionnaire dilakukan pada 87 orang di SMP Katolik Trisakti dan 45 orang di SMP Samuel sehingga totalnya adalah 132 orang.

a. Hasil Uji Coba Skala Kualitas Persahabatan

Hasil uji coba skala kualitas persahabatan menghasilkan 23 aitem yang diterima dari 46 aitem yang diujicobakan. Indeks diskriminasi aitem rix ≥ 0.3

dengan koefisien realibilitas rxx = 0.855. Indeks aitem memiliki daya beda yang

[image:67.595.110.515.480.725.2]

berkisar dari rix = 0.312 sampai dengan rix = 0.578.

Tabel 4. Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sesudah Uji Coba

No Item Komponen

Favorable Unfavorable Total

Companionship 39 12, 21, 22, 31 5

Conflict 14, 24, 33, 41, 42 - 5

Help/aid - 15, 43 2

Security 8, 17, 18 26, 35, 44 6 Closeness 19, 20, 37, 46 28 5

(68)
[image:68.595.110.518.118.373.2]

Tabel 5. Distribusi Aitem-aitem Sk

Gambar

Gambar 1.  Bartholomew’s Adult Attachment Style
Tabel 1. Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Persahabatan sebelum Uji Coba
Tabel 2. Subskala Attachment Style Questionnaire, Feeney dkk (versi asli)
Tabel 3. Distribusi Aitem-aitem Attachment Style Questionnaire sebelum Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka peneliti ingin menguji seberapa besar pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan dengan menggunakan salah satu maskapai penerbangan yaitu

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini memiliki beberapa temuan, pertama yaitu brand satisfaction berpengaruh signifikan terhadap brand attachment dan yang kedua

Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruh tiga elemen dari dimensi kualitas layanan yang dikembangkan oleh Brady dan Cronin (2001) yang terdiri dari

Pada temuan lainnya tiap dimensi dari organizational justice yaitu distributive justice, procedural justice dan interactional justice memiliki pengaruh terhadap kualitas pelayanan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: untuk menguji dan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari: tangibles, reliability, responsiveness,

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh signifikan antara moral disengagement, peer attachment dan faktor demografis

Peneliti melakukan pengukuran dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari kelekatan keluarga terhadap self control pada remaja yang menonton konten pornografi, dengan menggunakan