• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tuntutan Kerja dan Hubungan Atasan -Bawahan terhadap Stres Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Tuntutan Kerja dan Hubungan Atasan -Bawahan terhadap Stres Kerja"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TUNTUTAN KERJA DAN HUBUNGAN ATASAN -BAWAHAN TERHADAP STRES KERJA

(The Influence of Job Deman ds and Leader Member Exchange on Job Stress)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Magister Profesi dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara

Oleh

MEITY KURNIATI

107029012

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh

Nama : Meity Kurniati

NIM : 107029012

Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi

Judul Tesis : Pengaruh Tuntutan Kerja dan Hubungan Atasan -Bawahan terhadap Stres Kerja

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, pada hari Jumat, 30 Mei 2014.

DEWAN PENGUJI

Penguji I/ Pembimbing : Siti Zahreni, M.Psi, Psikolog [ ]

Penguji II : Emmy Mariatin, MA, Ph.D, Psikolog [ ]

Medan, 24 Juni 2014

Koordinator Magister Psikologi Profesi Dekan Fakultas Psikologi USU Fakultas Psikologi USU

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguh -sungguhnya bahwa Tesis saya yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikolog dari Program Pendidikan Profesi Psikologi Jenjang Magist er Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah hasil karya saya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Tesis saya yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan kaidah dan etika pe nulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam Tesis ini, saya bersedia menerima sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2014

Meity Kurniati

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberkati dan memberikan jalan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi -tingginya untuk bantuan dan dukung an dari banyak pihak yang telah memungkinkan selesainya penyusunan maupun penyajian laporan tesis ini, yaitu kepada :

1. Orang tua saya yang tercinta, ucapan terimakasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada Bpk. Zakaria Gurusinga, BE (Alm) dan Ibu Nursalam br Ginting atas kasih sayang, memberikan semangat, serta bimbingan yang diberikan sejak dari kecil. Semoga Papa bisa tersenyum di sorga dan semoga saya bisa memberikan yang terbaik kepada kalian. 2. Ibu Siti Zahreini, M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbi ng. Terimakasih

atas segala bimbingan, semangat, perhatian serta kesabaran yang begitu besar terhadap penulis selama penyusunan tesis ini. Terima kasih karena selalu bersedia meluangkan waktu dan energi untuk membantu penulis. Dengan itu semua proses yang sulit ini terasa jauh lebih mudah.

3. Ibu Emmy Mariatin, MA. Ph.D, Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesedian Ibu dalam meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan serta saran agar tesis ini menjadi lebih baik lagi.

4. Bapak H. Zul Fikar Amri, Bapak Husni S.H, Bapak H. Muthalib S.E, dan Bapak Ahmad Yani, selaku Komisaris PT. PD. X dan Pimpinan yang telah memberikan izin, kemudahan, pengarahan serta saran maupun dukungan kepada penulis selama melakukan penelitian di Perkebuna n ini.

5. Ibu Prof.Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

(5)

7. Aswin P. Ginting SH Adv dan Mayke D. Friska, M. Psi, Psikolog, sahabat-sahabat saya yang banyak memberikan dukungan selama penulisan tesis ini. Terima kasih telah memberikan memotivasi saya dalam menyusun tesis ini, terima kasih menemani saya menunggu bimbingan, menemani ke kantor, memberikan masukan, akhirnya saya bisa menyelesaikan tesis teman -teman!.

8. Teman-teman Magister Profesi lainnya Ka Rara, Ka Ning, Ka Evi, ka Reni, Rosya, Tata, Ayu, Linda, Yustian terima kasih telah sal ing mendukung satu sama lain, serta Devi dan Susi segeralah kalian mengambil magister.

9. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat dikembangkan lagi sebagai dasar oleh para peneliti ke depan dalam bidang penelitian psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi. oleh karena itu, penulis mohon maaf atas semua kekurangan dalam tesis ini dan menerima dengan senang hati segala bentuk kritik maupun saran yang me mbangun.

Medan, Juni 2014 Penulis

(6)

Pengaruh Tuntutan Kerja dan Hubungan Atasan -Bawahan terhadap Stres Kerja

Meity Kurniati dan Siti Zahreni

ABSTRAK

Stres kerja merupakan masalah yang sering dijumpai karyawan, stres kerja yang berkepanjangan menghasilkan respon maladaptif seperti kelelahan, penyakit, produktivitas rendah, kecelakaan kerja dan penurunan prestasi kerja (Burke & Greenglass, 1991; Rivera, 2013). Penelitian ini berfokus pada dua sumber stres kerja yaitu tuntutan kerja dan hubungan atasan-bawahan. Adapun dimensi-dimensi tuntutan kerja yang diteliti yaitu beban kerja yang berlebih (workload), beban emosional (emotional load) dan beban kognitif (cognitive load). Sedangkan diimensi hubungan atasan-bawahan yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan profesional respek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh tuntutan kerja dan hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja dan bagaimana pengaruh dimensi tuntutan kerja dan dimensi hubungan atasan-bawahan terhadap stres kerja di PT. X. Penelitian ini mengunakan metode kuantitatif yang dilakukan pada 140 orang karyawan PT. X. Alat ukur yang digunakan adalah skala tuntutan kerja (job demands), skala hubungan atasan -bawahan (leader member exchange) dan skala stres kerja. Hasil analisa dengan menggunakan regresi linear berganda menunjukkan adanya pengaruh positif tuntutan kerja dan hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja (R = 0,433; R2 = 18,7%; F = 15,776; p = 0,000), serta ada pengaruh positif dimensi tuntutan kerja dan dimensi hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja ( R= 0,369; R2 = 13,6%; F = 21,735; p = 0,000) dengan dimensi afeksi dan dimensi workload yang paling memberikan kontribusi terhadap tingkat stres kerja karyawan. Hasil penelitian ini selanjutnya akan menjadi dasar untuk menetapkan intervensi perusahaan yaitu berupa pelatihan supervisor.

(7)

The Influence of Job Demands and Leader -Member Exchange on Job Stress

Meity Kuniati and Siti Zahreni

ABSTRACT

Job stress is frequently undergone by employees, and continuous job stress can cause maladaptive responses such as tiredness, illness, low productivity, job accident, and decrease in job performance (Burke & Greenglass, 1991; Rivera, 2013). The research was focused on two sources of job stress: job demands and leader -member exchange. The studied dimensions of job demands were workload, em otional load, cognitive load, while the dimensions of leader -member exchange were contribution, loyalty, affection and profesional respect. The purpose of the research was to find out the influence of job demands and leader -member exchange on job stress an d the influence of the dimensions of job demands and leader-member exchange on job stress at PT. X. The research used quantitative method an 140 employees at PT. X. The instrument for the parameter was scales of job demands, leader -member exchange, and job stress. The result of the analysis, using multiple linear regression, showed that there was positive influence of job demand and leader -member exchange on job stress (R = 0.433; R2= 18.87 %; F = 15.776; p = 0.000). There was positive influence of the dim ensions of job demands and leader -member exchange on job stress (R = 0.369; R2= 13.6 %; F = 21.735; p = 0.000) with the dimensions of affection and workload which had the most contribution to employees on job stress. The result of the research would be the basis for determining the company’s intervention such as training

for supervisors.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... . 12

E. Sistematika Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Stres Kerja 1. Definisi Stres Kerja ... 13

2. Gejala Stres Kerja ... 16

3. Dampak Stres Kerja ... 18

4. Sumber Penyebab Stres Kerja ... ... 19

(9)

C. Hubungan Atasan-Bawahan

1. Definisi Hubungan Atasan -Bawahan ... 28

2. Dimensi Hubungan Atasan -Bawahan ... 30

D. Pengaruh Tuntutan Kerja Terhadap Stres Kerja ... . 32

E. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel ... 37

B. Definisi Operasional 1. Stres Kerja ... 38

2. Tuntutan Kerja ... 39

3. Hubungan Atasan-Bawahan ... 40

C. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian ... 41

D. Metode Pengambilan Data 1. Skala Stres Kerja ... ... 43

2. Skala Tuntutan Kerja ... 44

3. Skala Hubungan Atasan-Bawahan ... 45

E. Uji Coba Alat Ukur 1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 48

3. Uji Beda Aitem ... ... 49

4. Hasil Coba Alat Ukur ... 50

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan ... 53

2. Pengolahan Data Penelitian ... 55

BAB IV ANALISA DATA A. Gambaran Subjek Penelitian ... 59

(10)

C. Kategorisasi Skor Penelitian

1. Kategorisasi Skor Penelitian Stres Kerja ... 75

2. Kategorisasi Skor Penelitian Tuntutan Kerja ... 77

3. Kategorisasi Skor Penelitian Hubungan Atasan -Bawahan ... 82

D. Pembahasan ... 86

E. Keterbatasan Penelitian ... ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 92

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional Stres Kerja ... 38

Tabel 3.2. Definisi Operasional Tuntutan Kerja ... 3 9 Tabel 3.3. Definisi Operasional Dimensi Leader Member Exchange ... 40

Tabel 3.4. Blue Print Aitem-aitem Skala Stres Kerja ... 44

Tabel 3.5. Blue Print Aitem-aitem Skala Tuntutan Pekerjaan ... 45

Tabel 3.6. Blue Print Aitem-aitem Skala Leader Member Exchange .... 46

Tabel 3.7. Skala Stres Kerja setelah Uji Coba ... 51

Tabel 3.8. Skala Tuntutan Kerja setelah Uji Coba ... ... 52

Tabel 3.9. Skala Leader Member Exchange setelah Uji Coba ... 53

Tabel 4.10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

Tabel 4.11. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... ... 60

Tabel 4.12. Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan ... 61

Tabel 4.13. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 61

Tabel 4.14. Hasil Uji Normalitas ... ... 63

Tabel 4.15. Hasil Uji Linearitas ... 64

Tabel 4.16. Hasil Uji Multikolinearitas ... 65

Tabel 4.17. Hasil Uji Korelasi ... 66

Tabel 4.18 Analisa Regresi Tuntutan Kerja dan Hubungan Atasan -Bawahan terhadap Stres Kerja ... ... 68

Tabel 4.19. Sumbangan Efektif Variabel Tuntutan Kerja dan Hubungan Atasan-Bawahan ... 69

Tabel 4. 20 Analisa Regresi Dimensi Tuntutan Kerja dan Dimensi Hubungan Atasan-Bawahan Terhadap Stres Kerja ... 70

Tabel 4.21 Sumbangan Efektif Variabel Dimensi Tuntutan Kerja dan Dimensi Hubungan Atasan-Bawahan ... 71

Tabel 4.22 Model Persamaan Regresi ... 72

Tabel 4.23 Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik Stres Kerja .... 74

(12)

Tabel 4.26. Kategorisasi Skor Tuntutan Kerja ... 77 Tabel 4.27. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik dalam Dimensi

Workload ... 78 Tabel 4.28. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik dalam Dimensi

Emotional Load ... 79 Tabel 4.29. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik dalam Dimensi

Cognitive Load ... 80 Tabel 4.30. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik Hubungan Atasan

-Bawahan ... 81 Tabel 4.31. Kategorisasi Skor Hubungan Atasan -Bawahan ... 82 Tabel 4.32. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik dalam Dimensi

Kontribusi ... 83 Tabel 4.33. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik dalam Dimensi Loyalitas ... 84 Tabel 4.34. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik dalam Dimensi

Afeksi ... 85 Tabel 4.35. Perbandingan Data Empirik dan Data Hipotetik dalam Dimensi

(13)

DAFTAR DIAGRAM

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

Pengaruh Tuntutan Kerja dan Hubungan Atasan -Bawahan terhadap Stres Kerja

Meity Kurniati dan Siti Zahreni

ABSTRAK

Stres kerja merupakan masalah yang sering dijumpai karyawan, stres kerja yang berkepanjangan menghasilkan respon maladaptif seperti kelelahan, penyakit, produktivitas rendah, kecelakaan kerja dan penurunan prestasi kerja (Burke & Greenglass, 1991; Rivera, 2013). Penelitian ini berfokus pada dua sumber stres kerja yaitu tuntutan kerja dan hubungan atasan-bawahan. Adapun dimensi-dimensi tuntutan kerja yang diteliti yaitu beban kerja yang berlebih (workload), beban emosional (emotional load) dan beban kognitif (cognitive load). Sedangkan diimensi hubungan atasan-bawahan yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan profesional respek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh tuntutan kerja dan hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja dan bagaimana pengaruh dimensi tuntutan kerja dan dimensi hubungan atasan-bawahan terhadap stres kerja di PT. X. Penelitian ini mengunakan metode kuantitatif yang dilakukan pada 140 orang karyawan PT. X. Alat ukur yang digunakan adalah skala tuntutan kerja (job demands), skala hubungan atasan -bawahan (leader member exchange) dan skala stres kerja. Hasil analisa dengan menggunakan regresi linear berganda menunjukkan adanya pengaruh positif tuntutan kerja dan hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja (R = 0,433; R2 = 18,7%; F = 15,776; p = 0,000), serta ada pengaruh positif dimensi tuntutan kerja dan dimensi hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja ( R= 0,369; R2 = 13,6%; F = 21,735; p = 0,000) dengan dimensi afeksi dan dimensi workload yang paling memberikan kontribusi terhadap tingkat stres kerja karyawan. Hasil penelitian ini selanjutnya akan menjadi dasar untuk menetapkan intervensi perusahaan yaitu berupa pelatihan supervisor.

(16)

The Influence of Job Demands and Leader -Member Exchange on Job Stress

Meity Kuniati and Siti Zahreni

ABSTRACT

Job stress is frequently undergone by employees, and continuous job stress can cause maladaptive responses such as tiredness, illness, low productivity, job accident, and decrease in job performance (Burke & Greenglass, 1991; Rivera, 2013). The research was focused on two sources of job stress: job demands and leader -member exchange. The studied dimensions of job demands were workload, em otional load, cognitive load, while the dimensions of leader -member exchange were contribution, loyalty, affection and profesional respect. The purpose of the research was to find out the influence of job demands and leader -member exchange on job stress an d the influence of the dimensions of job demands and leader-member exchange on job stress at PT. X. The research used quantitative method an 140 employees at PT. X. The instrument for the parameter was scales of job demands, leader -member exchange, and job stress. The result of the analysis, using multiple linear regression, showed that there was positive influence of job demand and leader -member exchange on job stress (R = 0.433; R2= 18.87 %; F = 15.776; p = 0.000). There was positive influence of the dim ensions of job demands and leader -member exchange on job stress (R = 0.369; R2= 13.6 %; F = 21.735; p = 0.000) with the dimensions of affection and workload which had the most contribution to employees on job stress. The result of the research would be the basis for determining the company’s intervention such as training

for supervisors.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi alamiah yang cocok untuk mengembangkan sektor pertanian khususnya tanaman perkebunan. Hal in i didukung dengan kondisi tanah dan lahan yang memadai untuk areal perkebunan (Loekman, 1998). Provinsi Sumatera Utara yang di dominasi areal perkebunan sebesar 57% tercatat sebagai salah satu penyumbang devisa nasional subsektor perkebunan, yang mana pengelolaannya di bagi dalam tiga kepemilikan yaitu perkebunan rakyat, pemerintah dan swasta (Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara, 2013).

(18)

Perusahaan perkebunan yang akan diteliti merupakan salah satu perusahaan swasta nasional, yang mulai berdiri sejak 15 Februari 1962. Perusahaan ini awalnya terdiri dari dua perusahaan yang berbeda, yaitu : perusa haan A dan perusahaan B. Perusahaan ini awalnya mengelola perkebunan karet yang merupakan kebun bekas swasta asing yang telah berakhir masa kontraknya. Seiringnya waktu perusahaan ini bergabung menjadi satu melalui proses merger, yang kemudian berganti na ma menjadi perusahaan PT. X yang saham -sahamnya dimiliki masing-masing 50%.

Perusahaan ini memiliki visi menjadi perusahaan agribisnis yang tangguh, mampu bersaing dan dapat dipercaya, sedangkan misinya adalah mengelola usaha secara profesional untuk meni ngkatkan nilai perusahaan dengan berpedoman kepada etika bisnis dan tata kelola perusahaan secara sehat. Adapun sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan X adalah menghasilkan laba yang berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan bersama bagi pemegang s aham, direksi, staf/ karyawan dan stakeholder lainnya. Serta memberikan perhatian yang serius dalam membangun kemitraan dan tanggap terhadap tanggung jawab lingkungan (Profil Perusahaan X, 2013).

(19)

Strategi perusahaan adalah mengelola tanaman yang beragam terdiri dari tanaman karet, kelapa sawit dan kakao. Tujuan penanaman berbagai tanaman adalah untuk menjaga kestabilan perusahaan, jadi ketika harga salah satu tanaman rendah dipasaran dapat ditutupi dengan tanaman lain serta mendapatkan laba yang besar bila harga komoditas tersebut mahal di pasaran. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di kota Medan dan kantor operasional kebun di Tebing Tinggi, Kab. Deli Serdang, Kab. Batubara, Kab. Asahan, dan Kab. Padang Lawas. Penelitian akan dilakukan di kantor operasional kebun yang berada di Tebing Tinggi.

Kebun B yang berada di daerah Tebing Tinggi terjadi penurunan hasil produksi tanaman karet. Berikut ini merupakan tabel hasil produksi tanaman karet tahun 2013.

0 100 200 300 400 500 600 700 800

A B C D E F G

Target

Realisasi

Diagram 1. Hasil Produksi Tanaman Karet Tahun 2013

(20)

Bulan Sakit Izin Cuti Mangkir

Oktober 5 - 36

-November 6 - 15

-Desember 12 - 8 4

Tabel 1. Rekapitulasi Absen tahun 2013

Berdasarkan rekapitulasi absen unit kebun B terjadi penurunan kehadiran karyawan. Penurunan kehadiran kerja dikarenakan karyawan merasa kelelahan fisik terhadap pekerjaan. Karyawan yang pekerjaannya rutinitas dan melakukan akvititas fisik membuat karyawan merasa kelelahan.

Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam menjalankan roda perkembangan dan produktivitas perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia ujung tombak yang akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan.

(21)

penyakit jantung, depresi dan ditempat kerja mengalami kecelakaan kerja dianggap sebagai manisfestasi dari stres kerja (Rivera - Torres, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian, stres kerja yang berkepanjangan yang dialami oleh karyawan biasanya menghasilka n kelelahan, ditandai dengan respon maladaptif seperti kelelahan, agresi, penyakit, produktivitas rendah, emosional dan penarikan diri dari lingkungan kerja (Burke & Greenglass, 1991; Schaufeli, Maslach & Marek, 1993). Stres yang dialami oleh tenaga kerja dapat berkembang kearah positif yaitu stres dapat menjadi kekuatan positif bagi tenaga kerja. adanya dorongan yang tinggi untuk berprestasi membuat makin tinggi tingkat stresnya dan makin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya (Sunyoto, 2001). Tetapi s tres juga dapat berkembang kearah negatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stres yang dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demiki an pula jika banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami stres kerja maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu (Rini, 2002). Sumber -sumber penyebab stres kerja menurut Rice (1998) antara lain : kondisi ke rja, hubungan interpersonal, pengembangan karir dan struktur organisasi.

(22)

terjadi di lingkungan kerja dimana bentuk kualitas hubungan ant ara atasan -bawahan yang kualitasnya rendah.

Sumber penyebab stres di kebun B adalah tuntutan kerja yang melebihi kapasitas serta hubungan antara atasan dan bawahan yang kurang harmonis. Berikut ini merupakan hasil wawancara dengan karyawan :

Baru-baru ini ada perubahan pengawasan tanaman karet. Saya mendapat tugas tambahan dari atasan buat rekomendasi hasil sadap tanaman karet dari pusat badan penelitian perkebunan Medan yang ada di sungai putih, karena perkebunan AFD 1,2,3 sini khan hasil produksinya turun saya bertugas buat laporan rekomendasi karet ke ASKEP langsung, baru berjalan sekitar 2 bulanan lah. Sebenarnya awalnya ada dua orang Cuma yang satu orang itu dari orang luar kebun, cuman atas kebijakan Asst AFD cukup satu orang saja lah. Otomatis beba n kerja saya bertambah bu, badan saya rasanya capek. Saya sudah pegang TAP Kontrol di tanaman sawit, pegang TAP Kontrol di tanaman karet, sekarang bertambah jadi TAP rekomendasi karet 3 afedling. Jadinya saya tidak bisa fokus sama pekerjaan (wawancara informal, Juli 2013).”

“ uraian kerja gak jelas bu, nanti terkadang perkerjaan tidak sesuai

dengan prosedur. Nanti peraturannya berubah -ubah membuat saya menjadi bingung. Saya kurang paham tentang prosedur perkebunan, atasan si A punya pendapat seperti ini, n anti datang si B punya pendapatnya beda, jadi

nya saya bingung bu. Nanti si B ngomong “itu gak usah dijalankan”,

karena si B yang lebih tinggi jabatannya dari Si A, yah udah saya jalankan sesuai perkataan si B bu, terkadang peraturan yang berubah -ubah membuat

saya jadi bingung bu (Wawancara informal, Juli 2013)”.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat di ketahui tuntutan tugas yang melebihi kapasitas karyawan, job description dan kurangnya pengetahuan dapat menjadi salah satu sumber stres kerja.

(23)

sosial, maupun organisasi dari pekerjaan yang membutuhkan usaha terus menerus baik secara fisik maupun psikologis demi menca pai atau mempertahankannya.

Tuntutan kerja selama berjam -jam mengakibatkan stres bagi karyawan. Fox (dalam Love, Irani dan Standing, 2007) mengatakan tuntutan pekerjaan dan lingkungan kerja selain dapat menyebabkan kelelahan fisik bagi karyawan, juga dapat memicu timbulnya kelelahan psikologis karyawan. Tuntutan pekerjaan (job demands) mengacu pada aspek fisik, sosial atau organisasi dari pekerjaan yang memerlukan upaya fisik atau mental yang berkelanjutan (Demerouti, Bakker, Nachreiner & Schaufeli, 2001) . Sangat penting untuk mengetahui bentuk nyata tuntutan pekerjaan (job demands) di perusahaan antara lain, yaitu : tuntutan emosional (Tufte et al, 2008), sumber daya pekerjaan (Munir dan Nielsen, 2009), dan kecepatan kerja (Nielsen et al, 2009).

Disamping itu tuntuan pekerjaan (job demand) dapat mempengaruhi kesehatan psikologis karyawan. Sejumlah penelitian telah menyimpulkan bahwa tuntutan pekerjaan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kesejahteraan psikologis, seperti : kelelahan (Bakker et al, 2008), absensi (Demerouti et al, 2001) dan depresi (Hakanen et al, 2008). Dengan demikian tuntutan pekerjaan juga menjadi prediktor penting yang dapat mempengaruhi kesehatan psikologis karyawan.

(24)

tingkat kepercayaan, saling mendukung dan keinginan untuk saling mendengarkan atau empati. Hubungan dengan atasan yang buruk dapat membuat atasan kurang mendukung kerja karyawan, atasan berinteraksi hanya berdasarkan kontrak kerja yang membuat suasana kerja menjadi kurang me nyenangkan dan tidak adanya komunikasi yang dua arah. Dan pada hubungan dengan pelanggan dapat mempengaruhi dalam pemberian jasa kepada klien.

Hasil wawancara dengan karyawan, mengindikasikan bahwa hubungan karyawan dengan atasan kurang harmonis. Berikut i ni merupakan hasil wawancara :

“ Sedang kan, atasan melihat karyawan bekerja kurang maksimal.

Karena atasan melihat karyawan bekerja dengan santai, kurang berinisiatif membantu kerja buruh, kurang bertanggung jawab dalam mengawasi buruh, kurang mampu mengh adapi buruh, karyawan kurang berani menegur, karyawan meminta bonus yang tidak sesuai dengan performance kinerja. Dan atasan merasa target produksi kebun itu dapat dicapai oleh karyawan oleh karena itu tidak ada alasan untuk tidak memberikan teguran bila karyawan tidak mencapai target produksi, hal ini dilakukan oleh atasan

karena ia tidak mau mendapat teguran (wawancara informal, Juli 2013)” saya membatasi komunikasi dengan karyawan dan tidak segan untuk memberikan teguran -teguran meskipun di tempat umum (wawancara

informal, Juli 2013)”

“ saya coba terapkan disini jangan selalu mengharapkan gaji besar,

tapi coba pikirkan apa yang bisa diberikan sama perusahaan?, karakter saya termasuk orang yang kejam, mereka semua sudah tahu kok, saya ga segan-segan menegur mereka termasuk di depan umum (wawancara

informal, Juli 2013)”

(25)

komunikasi dengan bawahan. Dengan begitu, dapat diketahui hubungan atasan – bawahan yang kurang baik dapat menjadi salah satu sumber stres kerja terhadap bawahan.

Menurut Dansereau,Graen & Haga (1975) menyebutkan seorang atasan dapat membangun hubungan atasan – bawahan yang berkualitas rendah dengan karyawan dan hubungan yang berkualitas tinggi dengan beberapa karyawan yang lain. Hubungan yang berkualitas rendah adalah murni ekonomi biasanya berkaitan dengan gaji atau hanya berdasarkan kontrak kerja, sedangkan bila hubungan berkualitas tinggi ditandai dengan adanya tingkat kepercayaan yang tinggi, hubungan interpersonal yang baik dan adanya dukungan yang penuh (Dienesch & Liden, 1975)

Khan dkk (dalam Graen & Uhl Bien 1995) mengatakan hubungan atasan – bawahan mempengaruhi persepsi dan harapan karyawan di tempat kerja, dengan hubungan atasan – bawahan yang positif pemimpin dapat memberikan pe kerjaan yang sesuai dengan karyawan sehingga karyawan menganggap pekerjaan sebagai tantangan bukan sebagai stres, tetapi bila hubungan atasan – bawahan negatif pekerjaan yang diberikan oleh atasan cenderung menuntut sehingga karyawan menganggap pekerjaan sebagai tuntutan yang dapat menimbulkan stres.

(26)

Cropanzano, 2002) dan dapat menurunkan tingkat turnover karyawan (Liden & Maslyn, 1998; Harris & Brouer, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Culbertson dkk (2010) & Lawrence dkk (2012) menyebutkan kualitas hubungan atasan – bawahan dapat mempengaruhi tingkat stres karyawan. Lawrence menjelaskan hubungan atasan – bawahan yang tinggi membuat karyawan mendapat perhatian lebih dari atasan sehingga mendorong karyawan untuk mengambil k erja tambahan yang akhirnya karyawan bisa kewalahan untuk memenuhi permintaan atasan. Tapi dapat juga mengurangi tingkat stres, karena terjalinnya komunikasi dua arah sehingga karyawan bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Berdasarkan uraian di atas d apat disimpulkan bahwa stres kerja adalah hal yang penting bagi PT. X, karena dapat berpengaruh tehadap kinerja karyawan dan efisiensi PT. X dimana stres kerja berasal dari berbagai macam sumber, diantaranya adalah tuntutan pekerjaan dan kualitas hubungan atasan - bawahan. Perusahaan meminta karyawannya untuk menampilkan usaha lebih dan mampu bekerja sama dengan baik sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang harmonis. Hal ini berarti karyawan yang ideal adalah karyawan yang mampu menunjukan kinerja yang tinggi tapi juga mampu menangani stres yang ada ditempat kerja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh tuntutan kerja dan hubungan atasan - bawahan terhadap stres kerja.

(27)

2. Bagaimana tuntutan kerja karyawan PT. X ?

3. Bagaimana hubungan atasan -bawahan karyawan PT. X ?

4. Bagaimana pengaruh tuntutan kerja terhadap stres kerja karyawan PT. X ?

5. Bagaimana pengaruh hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja karyawan PT. X ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Mengetahui gambaran tingkat stres kerja pada karyawan PT. X 2. Mengetahui gambaran tuntutan kerja pada karyawan PT. X

3. Mengetahui gambaran hubungan atasan -bawahan pada karyawan PT. X

4. Mengetahui pengaruh tuntutan kerja terhadap stres kerja pada karyawan PT. X

5. Mengetahui pengaruh dimensi tuntutan kerja terhadap stres kerja pada karyawan PT. X

6. Mengetahui pengaruh hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja pada karyawan PT. X

(28)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi disiplin ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi ind ustri dan organisasi yang mengkaji tentang tuntuan pekerjaan, hubungan antara atasan bawahan dan stres kerja. Selain itu, penelitian diharapkan dapat menambah sumber kepustakaan atau informasi untuk penelitian Psikologi Industri dan Organisasi sehingga has il penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitan lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis hasil penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan informasi kepada organisasi mengenai gambaran tingkat stres kerja karyawan, gambaran t entang tuntutan kerja, gambaran tentang hubungan atasan -bawahan.

2. Memberikan informasi kepada organisasi mengenai pengaruh tuntutan kerja dan hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja.

(29)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan : yang menguraikan latar belakang penelitian, tu juan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan teori : menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori serta mengemukakan hipotesa penelitian.

Bab III Metode penelitian : menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas, uji daya beda item dan reliabelitas alat ukur, prosedur penelitian serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisa data dan pembahasan : menguraikan gambaran subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian dan pembahasan.

(30)

BAB I

LANDASAN TEORI

A. Stres Kerja

A.1. Definisi Stres Kerja

Sarafino (1998) stres merupakan kondisi yang dihasilkan ketika transaksi antara seseorang dengan lingkungan membuat individu tersebut mempersepsikan suatu kesenjan gan. Kesenjangan yang dimaksud adalah antara tuntutan dari suatu situasi dan sumber daya yang dimiliki seseorang tersebut baik dari segi biologis, psikologis atau sistem sosial. Lazarus dan Folkan (1990) mendefinisikan stres sebagai suatu kejadian dimana tuntutan lingkungan (eksternal) dan tuntutan internal (fisiologis, psikologis) melebihi sumber daya adaptif individu. Menurut Robbin (2006) stres adalah “kondisi dinamik yang didalamnya individu

menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting”.

(31)

kemampuan yang dimiliki oleh pekerja untuk menghadapinya. Sedangkan menurut Schultz & Schultz (1994) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu gejala psikologis yang dirasa mengganggu individu dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan Bunk et al (1998) mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu hasil dari ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan individu dan apa yang disediakan oleh pekerjaannya, atau ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan pekerja. Kemudian Rice (1999) mendefinisikan stres kerja sebagai stres yang terjadi pada individu meliputi gangguan psikologis, fisiologis, perilaku dan gangguan pada organisasi. Menurut Cartwright dan Cooper (2002), bahwa tuntutan yang ada melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres kerja oleh Riggio (2003) mendefinisikan sebagai interaksi antara seseorang dan situasi lingkungan ata u stressor yang mengancam atau menantang sehingga menimbulkan reaksi pada fisiologis maupun psikologis pekerja.

Stres dapat dipandang dalam dua cara, yakni sebagai stres positif dan stres negatif/ buruk. Stres positif yaitu suatu kondisi yang dapat memotivasi atau memberikan inspirasi. Sedangkan stres negatif/ buruk yaitu stres yang dapat menyebabkan marah, tegang, bingung, cemas, merasa bersalah atau kewalahan. Hans Selye membedakan antara distress (stres yang negatif) dan eustres (stres positif) (Munandar , 2001).

(32)

yang disebabkan adanya tuntutan baik eksternal maupun internal yang melebihi kemampuan sumber daya adaptif nya.

A.2. Gejala stres kerja

Terdapat berbagai gejala yang menandai adanya stres kerja. Beegr dan Newman (dalam Rice, 1999) mengemukakan gejala stres kerja : 1. Gejala psikologis, yaitu masalah emosi dan kognitif yang muncul dalam

kondisi stres kerja.

Bentuk gejala psikologis sebagai berikut ini :

- Kecemasan, ketegangan, rasa bingung dan mudah tersingung - Perasaan frustasi, rasa marah dan dendam

- Emosional hypersensitivity

- Memendam perasaan

- Komunikasi yang tidak efektif - Penarikan diri dan depresi - Perasaan terkucilkan dan terasing - Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

- Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual - Kurang konsentrasi

- Kehilangan spontanitas dan kreativitas

- Menurunnyaself esteemdan tidak bersemangat

(33)

- Peningkatan detak jantung (berdebar -debar), tekanan darah dan potensi terkena penyakit jantung

- Peningkatan hormon stres - Gangguan pencernaan

- Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan - Kelelahan fisik

- Masalah pada pernafasan - Gangguan pada kulit

- Sakit kepala, sakit pingang, sakit pada punggung bagian bawah dan ketegangan otot

- Gangguan tidur; rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk beresiko tinggi kemungkinan terkena kanker.

3. Gejala perilaku, yaitu perilaku yang timbul akibat adanya stres kerja. Bentuk gejala perilaku sebagai berikut ini :

- Menunda dan menghindari pekerjaan serta perilaku absen - Menurunnya prestasi dan produktivitas kerja

- Meningkatnya konsumsi minuman keras dan obat -obatan

- Makan berlebihan sebagai pelarian dari masalah yang berujung kepada obesitas

(34)

- Meningkatnya perilaku mengambil resiko bahaya, seperti dalam hal berkendara dan berjudi atau pun kecenderungan menimbulkan kesalahan dalam bekerja

- Meningkatnya agresivitas, vandalisme dan kriminialitas

- Menurunya hubungan dengan keluarga dan teman -teman, serta pekerja menjadi kurang perhatian terhadap rekan kerja dan organisasi

- Mencoba bunuh diri

Berdasarkan penjelasan tentang gejala stres kerj a dapat ditarik kesimpulan : bahwa gejala stres kerja terdiri dari tiga bentuk yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala perilaku. Dimana tiap gejala menunjukkan bentuk yang berbeda -beda.

A.3. Dampak stres kerja

(35)

Sedangkan menurut Luthans (2005), antara lain : 1. Kesehatan

Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi sistem kekebalan untuk mencegah serangan penyakit. Tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi sehingga orang yang terkena stres mudah pula terkena penyakit.

2. Psikologis

Stres akan menimbulkan kekhawatiran atau keteganagan secara terus menerus. Hal tersebut dapat membuat individu merasa hopeless dan helpless sehingga dapat mengarah kepada perasaan ingin bunuh diri atau kematian pada p enderita stres. 3. Interaksi Interpersonal

Karyawan yang bekerja di suatu perusahaan menunjukan bahwa stres kerja menyebabkan timbulnya ketegangan dan konflik antar pihak karyawan dengan pihak manajemen. Tingginya emosi berpotensi menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain.

A.4. Sumber-sumber penyebab stres kerja (stressor)

(36)

1. Sumber stres diluar organisasi, terdiri dari : adanya perubahan sosi al dan teknologi, keadaan ekonomi, pindah rumah, perbedaan ras dan kelas dan keadaan masyarakat daerah tempat tinggal.

2. Sumber stres dari organisasi, yaitu : (a) kebijakan organisasi yang meliputi penilaian kerjayang tidak adil, sistem pengajian yang tidak adil, peraturan yang kaku, prosedur yang tidak jelas, sering berpindah pekerjaan, serta deskripsi pekerjaan yang tidak realistis. (b) struktur yang berkurangnya kesempatan untuk mengembangkan diri, kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, situ asi yang sangat formal, departemen yang tidak memiliki otoritas, konflik atasan terhadap bawahan. (c) kondisi fisik, seperti : kurangnya privasi, cuaca yang tidak baik, kebisingan bahaya radiasi, situasi kerja yang berbahaya, pencahayaan yang kurang.

3. Sumber stres kelompok, seperti kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik interpersonal dan konflik kelompok

(37)

Stressor kerja bisa datang dari tempat kerja, sumber stres di tempat kerja menurut Rice (1992), yaitu :

1. Kondisi kerja

Adalah beban kerja yang berlebihan dapat be rsifat kuantitas dan kualitas. Secara kuantitatif, beban kerja dapat muncul ketika tuntutan fisik dari pekerjaan melebihi kemampuan yang dimiliki oleh pekerja. Secara kualitatif, beban muncul ketika pekerjaan terlalu kompleks dan keterampilan yang dimilik i oleh pekerja tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut. Selain itu, work underload dimana suatu kondisi pekerjaan dinilai tidak menantang dan tidak menarik minat perhatian pekerja.selaian itu, kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung, misalnya tempat kerja yang bising adalah salah satu contoh keadaan yang dapat memicu stres kerja, selain itu pengunaan teknologi yang terbatas juga dapat memicu timbulnya stres kerja (Ross & Altmaier, 1994). 2. Ambiguitas peran

Rice (1998) mengatakan ambiguitas peran ketika individu tidak mengetahui apa yang diharapkan oleh perusahaan dan dirinya. Selain itu ambiguitas peran dapat dialami ketika terdapat ketidakjelasan tujuan dari suatu pekerjaan atau batas -batas yang dimiliki oleh pekerja.

3. Hubungan interpersonal

(38)

individu dalam menghadapi stres (Rice, 1998). Terdapat tiga jenis hubungan interpersonal di tempat kerja (Ross & Altmaier, 1994), yaitu :

a. Hubungan dengan rekan kerja

Hubungan yang buruk dengan rekan kerja dapat memunculkan perasaan terancam pada individu. Hubungan yang buruk mempengaruhi tingkat kepercayaan, saling mendukung dan keinginan untuk saling mendengarkan atau bersifat empati. Dikatakan juga bahwa hubungan yang baik dengan rekan kerja dapat membantu individu dalam melakukan coping stres kerja. b. Hubungan dengan atasan

Selain hubungan dengan rekan kerja, hubungan individu dengan atasan juga memiliki pengaruh dalam stres kerja. sikap atasan yang melibatkan individu dalam mengambil keputusan dan atasan yang memberikan kesempatan untuk berkomunikasi dua arah dapat mengurangi stres kerja.

c. Hubungan dengan pelanggan atau klien

Kesulitan dalam berkomunikasi dengan klien atau pelanggan biasanya dialami oleh orang yang pekerjaannya melibatkan pemberian jasa kepada klien, misalnya praktisi kesehatan dan pekerja sosial.

4. Pengembangan karir

(39)

tetap, serta harapan akan pendapatan yang meningkat (Rice, 1999). Namun, terkadang hal tersebut tidak dapat tercapai oleh sebagian pekerja, sehingga dapat menyebabkan stres kerja. Rice juga menambahkan, ketika harapan seseorang tidak dapat dicapai, terkadang orang tersebut kehilangan kepercayaan dirinya. Dengan demikian, pengembangan karir dapat meningkatkan kinerja dan motivasi, sebaliknya jika tidak mendapat umpan balik, potensi dialaminya stres kerja lebih tinggi bagi karyawan (Ross & Almaiter, 1994).

5. Struktur organisasi

Keluhan pekerja tentang adanya struktur organisasi yang kaku, politik yang berlaku ditempat kerja, atau pengawasan yang kurang memadai dari manajemen sehingga dapat menimbulkan stres kerja (Rice, 1999). Rice juga me ngatakan bahwa kurangnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan serta kurangnnya dukungan atasan bagi kreativitas pekerja dapat menimbulkan stres kerja. Ross dan Altmaier (1994) mengatakan bahwa posisi atau tingkat yang diemban seseorang dalam organisasi juga berperan dalam proses timbulnya stres kerja. dalam hal ini, karyawan yang memiliki posisi rendah dalam hirarki organisasi, lebih tinggi kemungkinannya untuk mengalami stres kerja.

(40)

Sedangkan untuk stres kerja bersumber dari tuntutan pekerjaan, ambiguitas peran, hubungan interpersona l, pengembangan karir dan struktur organisasi. penelitian ini berfokus pada tuntutan kerja dan hubungan antara atasan dan bawahan.

A.5. Hubungan U terbalik antara Stres dan Kinerja Pekerjaan

(41)

B. Tuntutan Pekerjaan

B.1. Definisi Tuntutan Pekerjaan

Menurut Demerouti et al (2001, dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti & Schaufeli, 2007), tuntutan kerja merupakan aspek -aspek fisik, sosial, maupun organisasi dari pekerjaan yang membutuhkan usaha terus menerus baik secara fisik maupun psikologis demi mencapai atau mempertahankannya.

Sementara Robbins (2006) mengungkapkan bahwa job demand

merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang d an dapat memberi tekanan pada orang jika tuntutan tugas kecepatannya dirasakan berlebihan dan dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Pada dasarnya seseorang akan merasa tidak terbeban dengan tugasnya apabila memperoleh kenyamanan dan dapat bersinergi deng an lingkungan. Job demand akan dibentuk oleh karakter tugas yang bersangkutan misalnya : tingkat kesulitan, kondisi kerja, persyaratan kerja, tingkat keterampilan.

(42)

Penelitian sebelumnya oleh Gana, Lourel, Abdellaui dan Chevaleyre (2008) mengungkapkan bahwa job demand adalah elemen-elemen fisikal, sosial dan organisasional dalam aktivitas pekerjaan yang mempengaruhi kesehatan psikologis dari karyawan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan definisi tuntutan pekerjaan adalah merupakan tuntutan pekerjaan seseorang yang dapat berupa fisik, sosial maupun organisasi yang mana dapa t memberi tekanan / kelelahan psikologis kepada orang yang bersangkutan bila dirasakan terlalu berlebihan.

B.2. Dimensi Tuntutan Pekerjaan

Berikut ini merupakan dimensi -dimensi Tuntutan Pekerjaan menurut Demerouti et al, terdiri dari :

1. Work overload

Work overload atau kelebihan beban kerja oleh French & Caplan dalam John B. Arden (2006) dibedakan dalam quantitative overload dan

qualitative overload. Kuantitatif overload adalah “having too much to do”, sedangkan yang bersifat kualitatif overload disebut sebagai “too difficult” jadi karyawan merasa terlalu banyak pekerjaan yang harus

(43)

overload adalah jumlah atau beban pekerjaan yang harus dilakukan karyawan dalam waktu yang singkat ataupun pekerjaan yang komplek melebihi kemampuannya.

2. Emotional load

Beban kerja yang tinggi dan bekerja yang tidak mengenal waktu akan memicu timbulnya stres. Beban emosional biasanya berawal dari konflik dengan orang lain. Karyawan yang bekerja selalu berinteraksi dengan orang lain dapat memicu konflik. Ma ka, pekerjaan yang banyak berinteraksi dengan orang lain akan membutuhkan beban emosional yang lebih besar (Van Veldhoven, 2002). Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa emotional load adalah jumlah / beban yang dialami karyawan ketika berada pada si tuasi kerja yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan reaksi negatif seperti marah dan tersinggung.

3. Cognitive Load

(44)

peningkatan beban memori konkuren dan peningkatan apapun dar i kesulitan proses akan menyebabkan informasi hilang dari memori jangka pendek (Anderson et al, 1996; Case et al, 1982; Conway & Engle, 1994; Daneman & Carpenter, 1980; Just & Carpenter, 1992). Berdasarkan uraian di atas, cognitive load adalah jumlah kerja / beban yang dialami karyawan yang berupa kerja otak dalam memproses informasi yang membutuhkan daya konsentrasi, memori dan atensi.

Berdasarkan penjelasan yang ada diatas tentang dimensi job demand, dapat ditarik kesimpulan : bahwa bentuk dari tuntutan pekerjaan terdiri dari tiga dimensi yaitu beban kerja (work load), beban emosi (emotional load), beban kognitif (cognitive load).

C. Hubungan Antara Atasan Dengan Bawahan

C.1. Definisi Hubungan antara atasan dengan bawahan

Leader Member Exchange theory menjelaskan bagaimana pemimpin membangun suatu hubungan timbal balik secara terus menerus dengan masing-masing bawahan. Graen & Cashman (1975 dalam Yulk 2006) menyatakan bahwa hubungan pertukaran yang terjadi antara atasan dan bawahan dibentuk atas dasar kema mpuan, kompetensi dan ketergantungan bawahan terhadap atasan langsungnya.

(45)

(Dansereau, Graem & Haga, dalam Wu 2009). Dyad merupakan dua bagian yang berinteraksi sehingga merupakan suatu kesatuan. Dyad

tersebut terdiri atasmember (karyawan, supervisor) yang bertugas untuk melapor langsung pada leader (atasan, supervisor) (Dansereau, Graen & Haga; Graen & Chasman; Liden & Graen, dal am Mendez, 1999).

Graen dkk, mulai menganjurkan untuk melihat pentingnya kualitas hubungan timbal balik yang terjadi antara atasan dengan bawahan dimana kemudian hubungan timbal balik ini selanjutnya dikenal dengan

leader Member Exchange (LMX) (Graen, Novak & Sommerkamp, 1982 dalam Wu 2009).

(46)

sebagai dua pihak yang terlibat dalam suatu pembentukan peran yang sama (Graen & Uhl-Bien, dalam Wu 2009).

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpul kan definisi

Leader Member Exchange adalah kualitas hubungan timbal balik yang terjadi antara atasan dan bawahan dengan tujuan yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi, dimana atasan memiliki kualitas hubungan yang berbeda dengan masing -masing bawahannya.

C.2. DimensiLeader Member Exchange (LMX)

Dimensi Leader Member Exchange (LMX) menurut Dienesch & Liden, yang sudah disempurnakan oleh Liden & Maslyn (1998), terdiri atas 4 dimensi antara lain :

1. Kontribusi

Merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama (eksplisit atau implisit). Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang berorientasi pada tugas adalah sejauh mana anggota bawahan bertanggung jawab dan menyel esaikan tugas-tugas yang melebihi uraian kerja, begitu juga dengan pimpinan menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan tugas.

2. Affect(afeksi)

(47)

profesionalnya. Bentuk kasih sayang yang dimaksud disini adalah hubungan antar sahabat yang saling menguntungkan.

3. Loyalitas

Merupakan kecenderungan untuk mendukung penuh tujuan dan sifat individu lainnya dalam hubungan t imbal balik antara atasan -bawahan, termasuk di dalamnya kesetiaan terhadap seseorang secara konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya. Loyalitas dianggap penting karena membantu untuk menentukan apakah anggota dapat diberikan tanggung jawab terhadap tugas-tugas (Liden & Graen, 1980). Sebagai contoh anggota in-group memiliki tingkat loyalitas yang lebih tinggi dibandingkan out-group, sehingga dalam memberikan tanggung jawab diperlukan pertimbangan dan penilaian subyektif.

4. Profesional respect(respek profesional)

Merupakan persepsi terhadap reputasi dari pihak lain baik di dalam maupun di luar organisasi karena kemampuan dan pencapaian mereka dalam penguasaan pekerjaan. Reputasi ini dapat diperoleh dari riwayat dan pengalaman kerja seseorang, pendapat -pendapat orang lain baik di dalam dan di luar organisasi, serta prestasi atau penghargaan profesional yang pernah di raih. Dengan demikian, seseorang dapat memiliki respek profesional meski ia tidak pernah bertemu sebelumnya.

(48)

Dimana dimensi LMX ini menjelaskan bentuk hubungan antara atasan dengan bawahan yang terjadi di tempat kerja.

D. Pengaruh tuntutan kerja dan hubungan atasan -bawahan terhadap stres kerja

D. 1. Pengaruh tuntutan pekerjaan terhadap stres kerja

Stres kerja dipandang sebagai perasaan subyektif individu yang dimana tuntutan kerja melebihi kapasitas indivi du (Edward, 1992). Karyawan yang mengalami stres kerja menunjukkan sikap nervous dan merasakan kekhawatiran secara kronis, mudah menjadi marah, agresif , tidak relaks atau pun tidak menunjukkan sikap yang tidak kooperatif dimana semua itu merupakan gejala -gejala stes yang dapat dilihat. Sejumlah penelitian menghubungkan stres kerja dengan masalah kesehatan lain seperti gangguan jantung, burnout dan insomnia. Stres juga memiliki efek yang penting pada kinerja perusahaan, khususnya kreativitas, produktivitas, inovasi dan komitmen.

(49)

Menurut Cary L Cooper (1999) salah satu sumber stres kerja adalah beban kerja yang berlebihan, kondisi ini dib edakan secara kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian Jehangir, dkk (2011) yang melakukan penelitian terhadap perawat mengatakan bahwa kelebihan beban kerja pada perawat merupakan penyebab utama stres kerja. Beban kerja yang berlebihan dan kurangnya kendali atau kewenangan terhadap pekerjaan merupakan salah satu bentuk dimensi dari job demand

(tuntutan pekerjaan).

Tuntutan pekerjaan mengacu pada aspek fisik atau mental yang berkelanjutan (Demerouti, Bakker, Nachreiner & Shaufeli, 2001). Be ntuk nyata tuntutan pekerjaan diperusahaan antara lain : tuntutan emosional (Tufte et al, 2008), pemecahan masalah yang sederhana namun harus segera diselesaikan (Peter, 2007), serta beban kerja dan Kecepatan Kerja (Nielsen et al, 2009).

(50)

pekerjaan individu memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif (Loon, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Demerouti dkk (2009) terhadap perawat mengatakan seiring dengan waktu tuntutan pekerjaan dapat meningkatkan kelelahan emosi. Dengan kata lain beban kerja yang tinggi seiring waktu dapat menimbulkan stres kerja. Beban kognitif yang dikemukakan oleh Sweller (1998), merujuk pada konsep tentang beban pada memori kerja (working memory) dalam proses penyelesaikan masalah (problem solving), berpikir dan pendayagunaan pikiran lain (termasuk persepsi, memori, bahasa dan lain sebagainya). Selain itu, pekerjaan yang selalu berinteraksi dengan berbagai pihak dalam organisasi dapat memicu konflik sehingga akan membutuhkan beban emosional yang lebih besar (Van Veldhoven, 2002).

(51)

dipenuhi. Dengan kata lain pemimpin memainkan peran penting dalam stres kerja.

Disamping itu berdasarkan hasil penelitian Lagace et al dkk (1993) ; Culbertson (2011) mengatakan hubungan antara atasan dan bawahan yang berkualitas tinggi dapat memberikan dukungan emosional, meningkatkan komuniksi dan dapat memberikan peran yang jelas untuk bawahan mereka, mempengaruh i persepsi karyawan dan dapat menurunkan stres kerja. Dengan kata lain LMX dapat menurunkan tingkat stres melalui interaksi sosial yang baik. hubungan organisasi yang berdasarkan hubungan pribadi juga dapat memperkuat hubungan bisnis/ organisasi.

(52)

E. Hipotesis

Berdasarkan konsep dan kerangka teori tersebut yang ada diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:

H Mayor :

 Ada pengaruh yang positif antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja. Semakin tinggi tuntutan kerja maka semakin tinggi pula stres kerja dan begitu pula sebaliknya.

 Ada pengaruh yang negatif antara hubungan atasan -bawahan dengan stres kerja. Semakin negatif atau rendah hubungan atasan -bawahan maka semakin tinggi pula tingkat stres kerja karyawan begitu pula sebaliknya.

Hi minor :

 Ada pengaruh yang positif antara dimensi tuntutan kerja (workload, emotional load dancognitive load) dengan stres kerja

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai masalah penelitian, variabel penelitian, hipotesa penelitian, subjek penelitian, alat ukur penelitian, prosedur penelitian dan metode pengolahan data yang akan digunakan dalam menganalisis data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa penelitian. Terlebih dahulu perlu diidentifikasi variabel -variabel penelitian terdiri dari.

1. Variabel Tergantung : Stres Kerja

2. Variabel Bebas : - Tuntutan Pekerjaan

- Hubungan Atasan Dengan Bawahan

B. Definisi Operasional

(54)

B.1. Stres kerja

Stres kerja adalah sejauhmana kondisi psikologis & fisi ologis yang melebihi kemampuan adaptasi seseorang. Stres kerja akan diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan komponen yang dikemukakan Rice (1992), yang membagi gejala stres menjadi tiga, yaitu :

Tabel 1. Definisi Operasional Stres Kerja

Aspek Definisi Operasional

Gejala psikologis Suatu gejala yang muncul dalam bentuk masalah emosi dan kognitif dalam kondisi stres kerja.

Gejala fisik Suatu gejala yang muncul dalam bentuk penurunan kesehatan fisik.

Gejala perilaku Suatu gejala yang muncul dalam bentuk perilaku individu yang timbul akibat adanya stres kerja.

(55)

B.2. Tuntutan Pekerjaan

Tuntutan pekerjaan definisi operasionalnya adalah sejauh mana pengaruh tuntutan pekerjaan seseorang yang dapat menyebabkan kelelahan psikologis yang dilihat dari dimensi job demand, yaitu : work load, emotional loaddancognitive load.

[image:55.612.157.505.349.647.2]

Tuntutan pekerjaan ini akan diukur dengan menggunakan skala QEEW yang dikemukakan oleh Van Veldhoven (200 2).

Tabel 2. Definisi Operasional Tuntutan Pekerjaan

Dimensi Definisi Operasional

Work overload Jumlah atau beban pekerjaan yang harus dilakukan karyawan dalam waktu yang singkat ataupun pekerjaan yang komplek melebihi kemampuannya.

Emotional load Jumlah / beban yang dialami karyawan ketika berada pada situasi kerja yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan reaksi negatif seperti marah dan tersinggung.

Cognitive Load Jumlah kerja / beban yang dialami karyawan yang berupa kerja otak dalam memproses informasi yang membutuhkan daya konsentrasi, memori dan atensi.

(56)

pekerjaaan yang diperoleh pada karyawan, menunjukkan semakin tin ggi tingkat tuntutan pekerjaan karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor skala tuntutan pekerjaan yang diperoleh menunjukkan semakin rendah tuntutan pekerjaan karyawan.

B.3. Hubungan atasan dengan bawahan

Hubungan atasan dengan bawahan dalam penelitian ini didefinisikan sejauh mana hubungan kedekatan antara atasan dan bawahannya yang mempunyai implikasi bagi efektivitas dan kemajuan dalam organisasi yang dilihat dari skor total Leader Member Exchange yang terdiri dari empat dimensi, yaitu : afeksi, loyalita s, kontribusi dan respek profesional.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur hubungan atasan dengan bawahan diadaptasi dari alat ukur leader member exchange

multidimensional atau lebih dikenal dengan LMX MDM oleh Liden & Maslyn (1998), skala ini mengukur LMX dari 4 dimensi yang berbeda.

Tabel 3. Definisi Operasional Dimensi LMX

Dimensi Definisi Operasional

Kontribusi Persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk

(57)

dalam hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan.

Afeksi Hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain antara atasan dan bawah an berdasarkan pada daya tarik interpersonal tidak hanya dari nilai profesional pekerja (misalnya: persahabatan).

Profesional Respek

Persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam atau di luar organisasi, persepsi ini mungkin di dasarkan pada data historis mengenai orang tersebut.

Skor yang lebih tinggi yang diperoleh pada skala LMX menunjukkan adanya hubungan yang berkualitas tinggi antara atasan dengan bawahan. Sebaliknya semakin rendah skor skala LMX m enunjukkan adanya hubungan yang berkualitas rendah antara atasan dengan bawahan.

C. Populasi dan Sampel penelitian

(58)

diperlukan untuk menjamin homogenitas dari sampel penelitian. Adapun karakteristik subjek penelitian adalah sebagai berikut :

1. Karyawan tetap PT. X

2. Telah bekerja minimal 1 tahun

Adapun alasan dipilih karyawan yang telah bekerja minimal satu tahun karena diasumsikan bahwa karyawan telah mengetahui tujuan dan nilai organisasi, sudah memiliki pengalaman kerja serta tanggungjawab terhadap pekerjaan (Seniati, 2000).

D. Metode Pengumpulan Data

(59)

2. Hal-hal dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan -pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan yang dimaksudkan oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan tiga ska la yaitu skala stres kerja, skala tuntutan pekerjaan dan skala Leader Member exchange. Skala ini mengunakan skala Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu : Netral (N), Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

D.1. Skala Stres Kerja

Alat ukur/ skala tuntutan pekerjaan disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rice (1992) yang terdiri dari 3 aspek, yaitu : gejala psikologis, gejala fisik dan gejala perilaku. Peneliti membuat 30 ait em yang berupa pernyataan dengan lima pilihan jawaban.

Skala ini mengunakan skala Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu : Netral (N), Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala d isajikan dalam bentuk pernyataan favorable (mendukung aspek yang diukur) dan

(60)
[image:60.612.166.512.132.447.2]

Tabel 4. Blue Print Aitem -aitem Skala Stres Kerja

No Aspek Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Fisiologis Sakit kepala 1 7 10

Peningkatan tekanan darah/ detak jantung

2 21

Gangguan pencernaan 4 27

Gangguan tidur 22 3

Masalah pernafasan 23 30

2 Psikologis Timbul rasa bosan dan

ketidakpuasan terhadap pekerjaan

8 11 10

Kecemasan dan ketegangan meningkat

9 13

Penurunan konsentrasi kerja 14 10

Munculnya rasa frustasi dan marah

5 12

Kehilangan spontanitas dan kreativitas

dalam bekerja

29 24

3 Perilaku Menunda dan menghindari

pekerjaan

20 17 10

Menurunnya prestasi dan produktivitas kerja

18 15

Menurunnya hubungan dengan keluarga, teman-teman dan rekan kerja

16 19

Meningkatnya konsumsi

minuman keras dan obat-obatan

25 28

Meningkatnya selera makan atau menurunnya selera makan sebagai pelarian dari masalah

26, 6

Jumlah 30

D.2. Skala Tuntutan pekerjaan / Job Demand

(61)

masing-masing dimensi. Skor yang tinggi pada masing -masing dimensi menunjukkan seseorang memiliki tingkat beban kerja, beban kognitid dan beban emosional yang tinggi, begit u juga sebaliknya.

Skala ini mengunakan skala Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu : Selalu (SLL). Sering (SRG), Kadang -kadang (KDG), Jarang (JRG), Tidak Pernah (TP). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable (mendukung aspek yang diukur) dan

unfavorable(tidak mendukung aspek yang diukur).

Tabel 5. Blue Print Aitem -aitem Skala Tuntutan Pekerjaan

No Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Work load Memiliki pekerjaan yang sangat banyak 1,3 7 7 Menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang

terbatas

2 4

Mengerjakan pekerjaan yang komplek 6 5

2 Emotional load

Karyawan dituntut untuk menghadapi orang yang menyulitkan yang dapat menimbulkan reaksi negatif

10, 13 12 7

Berada pada situasi ker ja yang dapat membuat marah

8, 9, 11 14

3 Cognitive load

Pekerjaan yang membutuhkan ketepatan ingatan yang baik

15, 20 17 6

Pekerjaan yang membutuhkan atensi 16, 18 19

Jumlah 20

D.3. SkalaLeader Member Exchange

Alat ukur/ skala Leader Member Exchange disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Liden & Maslyn (2000) yang terdiri dari 4 dimensi, yaitu : kontribusi, loyalitas, perasaan dan profesional respek. Peneliti membuat 30 aitem yang berupa pernyataan dengan lima pilihan jawaban.

(62)

(S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable (mendukung aspek yang diukur) dan

[image:62.612.144.530.208.440.2]

unfavorable(tidak mendukung aspek yang diukur).

Tabel 6. Blue Print Skala Leader Member Exchange

No Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Kontribusi Mengerjakan pekerjaan melebihi uraian kerja

1,2 5 5

Kegiatan yang berorientasi pada pekerjaan

3 4

2 Loyalitas Atasan mendukung bawahan dalam

menghadapi berbagai situasi

6, 8 10 5

Atasan melindungi bawahan dari orang lain

7 9

3 Afeksi/ Perasaan Hubungan interpersonal yang menyenangkan

13, 14 12 5

Atasan memiliki kepribadian yang menyenangkan

11 15

4 Profesional respek

Pujian atas kerja atasan yang berkaitan dengan pengetahuan dan skill kerja yang diberikan baik dari dalam atau luar organisasi

16, 17 18 5

Prestasi yang pernah di raih 19 20

Jumlah 20

E. Uji Coba Alat Ukur E.1. Validitas

Validitas alat ukur adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas tinggi jika alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau dat a yang dihasilkan relevan dengan tujuan pengukurannya (Azwar, 2000).

(63)

yang akan diukur (Hadi, 2000). Hal ini berart i bahwa isi tes tidak hanya harus komprehensif akan tetapi harus pula hanya memuat aitem -aitem yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukurnya (Azwar, 2000). Validitas isi ditegakan dengan cara ditelaah dan direvisi butir pernyataan berdasarkan pendapat professional judgement yang dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing.

Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkapkan suatu trait atau konstruk teoritik yang hendak diukur (Azwar, 2000). Validitas konstruk yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melihat korelasi antar aitem dalam alat ukur yang dilakukan dengan analisis faktor.

Uji analisis faktor diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyer-Olkin

(KMO) yaitu mengukur apakah sampel sudah cukup memadai. Me nurut Kaiser (dalam Field, 2009) nilai KMO di atas 0,5 berarti sampel cukup memadai dan data dapat dianalisis lebih lanjut.

Kemudian dilihat nilai Measure of Sampling adequency / MSA

dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya. Menurut Santoso (2002) angka MSA berkisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya.

(64)

c. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka variabel tersebut tidak dapat dianalisis lebih lanjut atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

Selanjutnya validitas konstruk dilihat dari nilai bobot faktor yang menunjukkan besarnya korelasi antara variabel awal dengan faktor yang terbentuk.

E.2. Reliabilitas

Reliabelitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat diperca ya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2003).

Uji relibilitas yang digunakan dalam alat ukur ini adalah konsistensi internal dimana prosedurnya hanya memerlukkan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2003).

(65)

E.3. Uji Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisa aitem ini adalah dengan memilih aitem -aitem fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tersebut, dengan kata lain memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2009).

(66)

E.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Hasil uji coba skala tuntutan kerja, skala hubungan atasan -bawahan dan skala stres kerja dilakukan terhadap 60 orang karyawan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan.

1. Hasil uji coba skala stres kerja

Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 17 for Windows, kemudian nilaicorrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan

Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik (rix = 0,25). Jumlah item yang diuji cobakan adalah 30 item dan dari 30 item tersebut diperoleh 18 item yang memiliki koefisien indeks yang beda item di atas 0,25 dan sebanyak 12 aitem yang gugur dengan koefisien korelasi di bawah 0,25.

Kemudian dilakukan analisis faktor pada 18 item tersebut. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa dari 18 item diperoleh 18 item yang memiliki validitas konstruk yang cukup memuaskan dengan nilai K MO dan MSA di atas 0,5 dan faktor loading bergerak dari 0,628 sampai dengan 0,883.

<

Gambar

Tabel 1. Definisi Operasional Stres Kerja
Tabel 2. Definisi Operasional Tuntutan Pekerjaan
Tabel 3. Definisi Operasional Dimensi LMX
Tabel 4. Blue Print Aitem-aitem Skala Stres Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pretest menunjukkan bahwa gangguan perilaku yang menonjol pada anak-anak korban bencana tanah longsor di Kabupaten Banjarnegara adalah sembunyi jika mendengar

Jaminan kesehatan BPJS adalah hal yang tepat untuk dilakukan penelitian karena jaminan kesehatan saat ini adalah hal yang penting menyangkut kesehatan masyarakat

“Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI dengan fokus penelitian untuk menganalisis pengaruh strategi

c) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi

Strategi yang dilakukan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Ponorogo lebih mengutamakan strategi yang ramah remaja yaitu dengan pembentukan

Dalam hal dukungan keluarga koping yang dilakukan oleh partisipan seperti saya dan suami berkunjung ketempat anak saya hanya untuk sekedar cerita dan suami yang

Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Contoh Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Makalah Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Typus abdominalis adalah