• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periode Kritis Kompetisi Gulma pada Dua Varietas Jagung (Zea mays L) Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Periode Kritis Kompetisi Gulma pada Dua Varietas Jagung (Zea mays L) Hibrida"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA

VARIETAS JAGUNG (

Zea mays

L) HIBRIDA

SKRIPSI

OLEH :

FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE 060301020

DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA

VARIETAS JAGUNG (

Zea mays

L) HIBRIDA

SKRIPSI

OLEH :

FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE 060301020/ BDP-AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Periode kritis kompetisi gulma pada dua varietas jagung (Zea mays L) hibrida

Nama : Fitri Susi Yanti Simaremare NIM : 060301020

Departemen : Budidaya Pertanian P. Studi : Agronomi

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. E. Purba, Ph. D) (Ir. Toga Simanungkalit, MP NIP. 19590105 198601 1 001 NIP. 19590728 198702 1 001

Ketua Anggota

)

Mengetahui,

Prof. Ir. E. Purba, Ph. D

(4)

ABSTRAK

FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE : Periode Kritis Kompetisi Gulma pada Dua Varietas Jagung (Zea mays L) Hibrida. Dibimbing oleh Prof. Ir. E. Purba, Ph.D dan Ir. Toga Simanungkalit, MP.

Persaingan gulma dengan tanaman utama dapat menyebabkan penurunan produksi. Waktu penyiangan yang tidak tepat menyebabkan kerugian. Periode kritis pada tanaman jagung varietas DK 979 dan P12 belum diketahui di daerah ini. Untuk itu telah dilakukan suatu penelitian di desa tanjung slamat, kecamatan sunggal, Medan (± 57 m dpl) pada bulan Maret sampai Juli 2010 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial dengan 12 perlakuan periode penyiangan (bersih gulma 1 minggu setelah tanam (1 MST) : W1, bersih gulma 3 MST : W2, bersih gulma 5 MST : W3, bersih gulma 7 MST : W4, bersih gulma 9 MST : W5, bergulma 1 MST : W6, bergulma 3 MST : W7, bergulma 5 MST : W8, bergulma 7 MST : W9, bergulma 9 MST : W10, bersih gulma sampai panen : W11 dan bergulma sampai panen : W12). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, bobot kering jagung pipil per plot, bobot 100 biji jagung, indeks panen, kerapatan gulma, tinggi gulma dominan dan berat kering gulma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu penyiangan hanya berpengaruh nyata pada parameter bobot kering jagung pipil per plot dan indeks panen. Periode kritis pada varietas jagung DK 979 dengan P12 tidak berbeda dan terdapat pada saat tanaman berumur 21 hari.

(5)

ABSTRACT

FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE : The critical period of weed competition of two hybrids maize variety (Zea mays L). Superviced by Prof. Ir. E. Purba, Ph. D and Ir. Toga Simanungkalit, MP.

The competition between weed and plant can influence the decreasing of production. The uncorrect weeding can make looses. Critical period of DK 979 maize and P12 wasn’t knew yet in this area. Therefore, a research was held in Tanjung Slamat village,Sunggal, Medan (± 57 m asl) on March until July 2010 that use non factorial randomized with 12 time weeding effects (clean weeding for a week after planting (1 MST) : W1, clean weeding for 3 weeks : W2, clean weeding for 5 weeks : W3, clean weeding for 7 weeks : W4, clean weeding for 9 weeks : W5, without weeding for 1 week : W6, without weeding for 3 weeks : W7, without weeding for 5 weeks : W8, without weeding for 7 weeks : W9, without weeding for 9 weeks : W10, clean weeding until harvest :W11, without weeding until harvest . The parameters observed were plant height, maize yield’s weight per plot, weight of 100 seed, harvest index, kind of weed, dominant weed height and weed’s weight.

The result of research show that time weeding just affect to maize yield’s weight per plot and harvest index. Critical period of DK 979 and P12 weren’t different and it begin in 21 days after planting.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Parluasan Balata pada tanggal 20 April 1988, anak ketiga dari empat bersaudara, ayahanda M. Simaremare (Alm) dan Ibunda L. Sinaga.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Dolok Panribuan dan pada tahun yang sama terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agronomi, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Budidaya Pertanian, sebagai anggota UKM KMK USU UP Fakultas Pertanian dan sebagai asisten Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan

Agronomi Tanaman Perkebunan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudu l “Periode Kritis Kompetisi Gulma pada Dua Varietas Jagung (Zea mays L) Hibrida.”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Prof. Ir. E. Purba, Ph. D selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. T. Simanungkalit, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga kepada Ibu dan seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya.

Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan mahasiswa BDP yang tak dapat disebutkan satu per satu dan teman-teman dari UKM KMK USU UP F. Pertanian yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ……….. 2

Hipotesis Penelitian ……….………. 3

Kegunaan Penelitian ……….…… 3

TINJAUAN PUSTAKA Periode Kritis ……… 4

Gulma Tanaman Jagung ………... 5

Pengendalian Gulma Tanaman Jagung ………...…………. 6

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 8

Bahan dan Alat ………. 8

Metode Penelitian ………. 8

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan …….……….. 10

Penanaman………...………. 10

Pemeliharaan Tanaman ……….………... 10

Penyiangan ………... 10

Pemupukan ………... 11

Pengendalian Hama dan Penyakit ………....… 11

Panen ………... 11

Peubah yang Diamati ………... 12

Tinggi Tanaman ………...…… 12

Bobot Kering Jagung Pipil per Plot ………. 12

(9)

Indeks Panen ………..… 13

Data Gulma ……….…... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ………14

Tinggi Tanaman ………. 14

Bobot Kering Jagung Pipil per Plot ………... 16

Bobot 100 Biji Jagung ………... 22

Indeks Panen ….………...…… 22

Data Gulma ….………...…. 23

Pembahasan ……….………..….... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ………... 30

Saran ………..….... 30

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Halaman

1. Rataan tinggi tanaman DK 979 pada pengukuran 2 s/d 9 MST

14 2. Rataan tinggi tanaman P12 pada

pengukuran 2 s/d 9 MST

15 3. Rataan bobot kering jagung pipil per

plot pada varietas DK 979 dan P12

16

4. Persentase produksi jagung pipil per plot pada DK 979 dan P12

18

5. Persentase penurunan produksi jagung pipil per plot pada DK 979 dan P12

20

6. Rataan bobot 100 biji jagung pada DK 979 dan P12

22 7. Rataan indeks panen pada DK 979 dan

P12

23 8. Nilai jumlah dominasi (NJD), tinggi

gulma, bobot kering gulma saat penyiangan (pada DK 979)

23

9. Nilai jumlah dominasi (NJD), tinggi gulma, bobot kering (pada P12)

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Halaman

1. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada jagung DK 979

17

2. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada jagung P12

17

3. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada DK 979

19

4. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada P12

19

5. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan persentase penurunan produksi jagung per plot pada DK 979

21

6. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan persentase penurunan produksi jagung per plot pada P12

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Halaman

1. Data rataan tinggi tanaman 2 MST pada plot P12 33 2. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 2 MST pada P12 33 3. Data rataan tinggi tanaman 4 MST pada plot P12 34 4. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada P12 34 5. Data rataan tinggi tanaman 6 MST pada plot P12 35 6. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada P12 35 7. Data rataan tinggi tanaman 9 MST pada plot P12 36 8. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 9 MST pada P12 36 9. Bobot kering jagung pipil per plot pada P12 37 10. Sidik ragam data bobot kering jagung pipil per plot pada P12 37 11. Bobot 100 biji jagung pada plot P12 38 12. Sidik ragam data bobot 100 biji jagung pada plot P12 38

13. Indeks panen pada plot P12 39

14. Sidik ragam data indeks panen pada plot P12 39 15. Data rataan tinggi tanaman 2 MST pada DK 979 40 16. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 2 MST pada DK 979 40 17. Data rataan tinggi tanaman 4 MST pada plot DK 979 41 18. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada DK 979 41 19. Data rataan tinggi tanaman 6 MST pada plot DK 979 42 20. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada DK 979 42 21. Data rataan tinggi tanaman 9 MST pada plot DK 979 43 22. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 9 MST pada DK 979 43 23. Bobot kering jagung pipil per plot pada DK 979 44 24. Sidik ragam data bobot kering jagung pipil per plot pada DK

979

44 25. Bobot 100 biji jagung pada plot DK 979 45 26. Sidik ragam data bobot 100 biji jagung pada plot DK 979 45

27. Indeks panen pada plot DK 979 46

28. Sidik ragam data indeks panen pada plot DK 979 46 29. Identifikasi Gulma pada Plot DK 979 47 30. Tinggi Gulma Dominan pada Plot DK 979 48 31. Bobot kering Gulma pada Plot DK 979 49

32. Identifikasi Gulma pada Plot P12 50

33. Tinggi Gulma Dominan pada Plot P12 51

34. Bobot kering Gulma pada Plot P12 52

35. Bagan penelitian 54

36. Denah lahan 55

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan bahan makanan pokok di Indonesia, yang memiliki kedudukan penting setelah beras. Selain itu, jagung sangat penting karena merupakan bahan pokok bagi industri pakan ternak. Kandungan jagung dalam pakan ternak mencapai 50% yang harus diimpor karena produksi dalam negeri tidak cukup sehingga menelan devisa yang tidak sedikit

Luas lahan pertanaman jagung di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 4.001.724 ha dengan produksi mencapai 16.317.252 ton. Di daerah Sumatera Utara luas lahan pertanaman jagung pada tahun 2008 mencapai 240.413 ha dengan produksi mencapai 1.098.969 ton

Dengan memperhatikan keadaan dan luas lahan serta keadaan lingkungan, impor jagung seharusnya bisa ditekan. Hal ini dapat tercapai apabila ada upaya yang mendorong petani memanfaatkan lahannya dengan baik untuk penanaman jagung. Salah satu faktor yang dapat mengurangi produksi jagung yaitu gulma. Biasanya gulma yang tumbuh di areal pertanian tidak hanya sejenis. Dalam hal ini, tanaman akan melakukan kompetisi dalam memenuhi kebutuhannya.

(14)

memperebutkan unsur hara dan cahaya matahari, sehingga mampu menurunkan produksi sebesar 48% (Tanveer et al, 1999).

Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati (Violic, 2000).

Penelitian tentang periode kritis telah banyak dilakukan terutama pada tanaman pangan dan sayuran. Jelas nampak bahwa beda spesies berbeda pula lama periode kritis tanaman tersebut karena gulma beragam dengan spesies tanaman, ketinggian tempat dan kondisi lingkungan (Moenandir, 2010).

Gulma harus dikendalikan dengan baik agar diperoleh hasil yang optimal. Waktu pengendalian gulma harus diketahui agar usaha pengendalian gulma lebih efisien dikerjakan. Namun, sampai saat ini belum ada publikasi tentang periode kritis persaingan gulma dengan jagung di Sumatera Utara sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui “Periode kritis kompetisi gulma pada dua jagung (Zea mays) hibrida.”

Tujuan Penelitian

(15)

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh waktu penyiangan gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman Jagung (Zea mays) DK 979 dan Pioneer 12.

Kegunaan Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Periode kritis

Kompetisi ialah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak. Kompetisi dalam suatu komunitas tanaman terjadi karena terbatasnya ketersediaan sarana tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh normal (Aldrich, 1984).

Sifat-sifat karakteristik yang dimiliki oleh gulma maupun tanaman budidaya sangat mempengaruhi derajat kompetisi dan dimodifikasi oleh faktor lingkungan seperti iklim, perilaku tanah, dan organisme pengganggu tanaman (Trenbath, 1976).

Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan mencapai klimaks kemudian akan menurun secara bertahap. Saat (periode) tanaman peka terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis. Di luar periode tersebut gulma tidak menurunkan hasil tanaman sehingga boleh diabaikan (Soejono, 2009).

(17)

Gulma tanaman jagung

Turunnya produksi beberapa varietas dapat dilihat dari gangguan yang bervariasi, biomassa, atau produksi biji gulma yang bersamaan dengan tanaman utama. Beberapa gejala serangan telah dilihat pada beberapa varietas tanaman (Callaway, 1990).

Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu sendiri yang ada di tanah. Jenis-jenis gulma yang mengganggu pertanaman jagung perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam kaitan dengan waktu pengendalian yang tepat. Jenis gulma tertentu juga perlu diperhatikan karena dapat mengeluarkan senyawa allelopati yang meracuni tanaman (Fadhly dan Fahdiana, 2009).

Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Menurut penelitian yang dilakukan di Mexico, tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu

stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih

besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang

tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar

(18)

Jenis gulma yang tumbuh pada lahan penelitian jagung yang dilaksanakan di daerah Malang dengan jenis tanah andosol coklat yaitu Cynodon dactylon

(Grinting), Echinocloa colona (Tuton), Commelina sp (Jleboran), Cyperus rotundus (Teki), Marselia crenata (Semanggi), Amaranthus spinosus (Bayam),

Ageratum conizoides (Wedusan), Eleusine indica (Lulangan), dan Protulaca oleraceae (Krokot). Periode kritis pada jagung pada penelitian tersebut antara hari ke-20 dan 45 (Moenandir, 2010).

Pengendalian gulma tanaman jagung

Pemahaman tentang periode kritis penting dalam menbentuk strategi usaha untuk meminimalkan gangguan gulma selama tanaman tumbuh. Kemiringan lahan, iklim, genetik tanaman dan budi daya seperti pengolahan lahan, kesuburan tanah, persemaian dan jarak tanam merupakan beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi periode kritis penanganan gulma yang dipicu oleh jenis gulma, kepadatan gulma, periode gulma merugikan tanaman dan pertumbuhan gulma (Evans et al, 2003).

Produksi menurun disebabkan oleh beberapa faktor, tapi kemungkinan besar yaitu kerapatan gulma yang diikuti dengan kondisi lahan di awal pertumbuhan. Berdasarkan informasi yang ada, harus dilakukan konservasi awal

pada saat post emergence sebelum tinggi gulma mencapai 10-12,5 cm (Hartzler, 1992).

(19)

tanaman, olah tanam dan penyiangan merupakan perpaduan sistem penanganan gulma (Regnier and Janke, 1990).

Pada beberapa tanaman, jarak tanam yang lebar bisa meningkatkan kompetisi tanaman karena bentuk kanopi dengan perbaikan lahan dan pengurangan jumlah dan frekuensi pemakaian herbisida. Dalam hal ini, jagung tidak dapat dikecualikan. Pada beberapa pengamatan, hal ini dapat meningkatkan

hail dan penyerapan cahaya sehingga biomassa gulma semakin sempit (Murphy et al, 1996).

(20)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Tanaman Pangan, Kecamatan Sunggal, Medan dengan ketinggian tempat 57 m dpl, mulai Maret 2010 sampai Juli 2010. Tanah lokasi percobaan memliki pH 5.83, kandungan nitrogren 0.11%, posfor 10.13%, kalium 0.43 me/100 g dan bahan organik 1.91%.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas DK 979 (dari Mosanto Indonesia) dan Pioner 12, pupuk UREA, SP-36, KCl, Deltamethrin 29 g/l (Decis 2.5 EC) dan fungisida Dithane M-45 dengan bahan aktif 800 g/kg Mancozeb (ion seng dan mangan).

Alat yang digunakan yaitu traktor, cangkul, garu, tugal, knapsack, beaker glass, ember, pisau, label, meteran, gembor, timbangan analitik, corn moisture meter, serta peralatan lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Setiap varietas (DK 979 dan Pioner 12) terdiri dari 12 periode penyiangan, sebagai berikut :

1. Bersih gulma 1 minggu setelah tanam (1 MST : disiang 0-1 MST) : W1

2. Bersih gulma 3 MST (disiang 0-3 MST) : W2

3. Bersih gulma 5 MST (disiang 0-5 MST) : W3

4. Bersih gulma 7 MST (disiang 0-7 MST) : W4

(21)

6. Bergulma 1 MST (tidak disiang 0-1 MST) : W6

7. Bergulma 3 MST (tidak disiang 0-3 MST) : W7

8. Bergulma 5 MST (tidak disiang 0-5 MST) : W8

9. Bergulma 7 MST (tidak disiang 0-7 MST) : W9

10.Bergulma 9 MST (tidak disiang 0-9 MST) : W10

11.Bersih gulma sampai panen (disiang 0-waktu panen) : W11

12.Bergulma sampai panen (tidak disiangi) : W12

Setiap perlakuan dilakukan dalam 3 ulangan dengan ukuran plot 2.7 m x 3 m. seluruh plot percobaan ada 72 plot dengan jarak antar plot 30 cm. Kedua varietas ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 30 cm, di mana jumlah tanaman per plot 32 tanaman sehingga jumlah tanaman keseluruhan 2304 tanaman dengan jumlah sampel per plot 12 tanaman.

Data yang diperoleh dianalisis dengan metode linear berikut :

Yij = µ + ρi + τj + εij

di mana :

Yij : data yang dihasilkan dari pengaruh ulangan pada taraf ke-I dan perlakuan ke-j

µ : nilai tengah

ρi : pengaruh ulangan ke-i

τj : pengaruh perlakuan ke-j

εij : pengaruh galat dari ulangan pada taraf ke-i dan perlakuan ke-j

(22)

PELAKSANAAN PERCOBAAN

Persiapan Lahan

Lahan digunakan adalah lahan pertanaman jagung. Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman yang terdapat pada lahan percobaan. Setelah itu, diolah dengan traktor dengan kedalaman olah 15-25 cm. pengolahan tanah dilakukan sampai tanah menjadi gembur. Kemudian diratakan dan dibentuk plot percobaan dengan ukuran 2,7 m x 3 m. Jarak antar plot 30 cm. dan dibuat saluran drainase sedalam 30 cm. Setelah itu, lahan dibiarkan selama seminggu. Namun sebelumnya dilakukan analisis tanah untuk mengetahui kandungan hara N, P dan K serta bahan organik dan pH tanah.

Penanaman

Sebelum benih ditanam, benih direndam dan dibiarkan selama 3 menit, guna mempercepat perkecambahan. Sebelumnya dibuat jarak tanamnya 70 cm X 30 cm. Jumlah benih per lubang tanam satu benih.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiangan

(23)

mencapai 28.16 cm, W12 mencapai 36.00 cm. Sedangkan pada P12, W1 mencapai 18.17 cm, W2 mencapai 42.17 cm, W3 mencapai 45.33 cm, W4 mencapai 35.33 cm, W5 mencapai 21.83 cm, W6 mencapai 3.92 cm, W7 mencapai 6.16 cm, W8 mencapai 18.17 cm, W9 mencapai 17.17 cm, W10 mencapai 25.20 cm dan W12 mencapai 105.92 cm.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada saat benih ditanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk N, P dan K. Dosis yang digunakan adalah 300 kg Urea/ha, 100 Kg SP-36/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pemberian pupuk P dan K dilakukan sekali saja yaitu pada saat penanaman benih. Sedangkan pupuk N diberikan bertahap yaitu pada saat tanam, 4 MST dan 8 MST. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara tugal dengan jarak 10 cm dari lubang tanam agar akar lebih efektif menyerap hara dalam pupuk.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan Deltamethrin 29 g/l (Decis 2.5 EC) dengan konsentrasi 0,5 cc/liter air dan untuk mengendalikan penyakit digunakan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 g/liter air. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sekali pada saat tanaman berumur 4 minggu dengan menggunakan knapsack.

Panen

(24)

kemudian dikumpulkan dalam plastik sesuai dengan perlakuan dan diberikan label.

Peubah yang Diamati

Tinggi Tanaman

Tanaman diukur mulai dari leher akar hingga ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran. Tinggi tanaman diukur pada saat 2 MST sampai terbentuk bunga jantan dengan interval sekali dua minggu. Tanaman yang diukur tingginya adalah tanaman sampel yang terdapat dalam dua baris di tengah plot sebanyak 12 tanaman per plot.

Bobot Kering Jagung pipil per plot.

Pengamatan ini dilakukan pada saat kadar air biji ± 15%. Untuk mengetahui kadar air benih jagung tersebut digunakan alat pengukur kadar air benih jagung (corn moisture meter). Jagung yang telah dipanen dikeringanginkan selama 5 hari, kemudian dipipil, setelah itu diukur kadar airnya dan ditimbang. Biji jagung yang diamati yaitu biji tanaman sampel yang terdapat dalam dua baris di tengah plot.

Bobot 100 biji jagung (g)

(25)

Indeks Panen

Indeks panen dihitung pada saat panen, yaitu dengan cara memisahkan tongkol dari tanaman lalu dihitung dengan cara membagi hasil tanaman (tongkol) dengan berat kering total seluruh tanaman. Dapat dihitung dengan rumus :

HI = H W

Di mana : HI = Indeks Panen

H = Hasil Pipilan Kering W = Berat Kering Total Tanaman.

Data Gulma

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi tanaman

Rataan tinggi tanaman Jagung varietas DK 979 pada 2 s/d 9 MST disajikan kan pada Tabel 1

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman DK 979 pada pengukuran 2 s/d 9 MST

Periode penyiangan

Tinggi Tanaman (cm)

2 4 6 9

W1 35.84 86.56 165.12 205.02

W2 33.74 82.32 167.17 209.58

W3 35.46 87.17 172.69 216.52

W4 35.01 86.92 174.10 217.54

W5 37.95 92.22 178.83 218.24

W6 35.27 83.44 170.56 214.04

W7 31.81 76.92 150.05 193.14

W8 35.71 87.11 164.73 201.67

W9 35.71 79.22 158.12 201.02

W10 33.64 80.40 160.38 200.37

W11 37.47 78.89 155.66 204.01

W12 35.05 71.78 147.65 191.36

(27)

Pada 9 MST, tinggi tanaman tertinggi 218.24 cm (W5) dan terendah 191.36 cm (W12).

Sedangkan rataan tinggi tanaman jagung Pioneer 12 pada 2 s/d 9 MST ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman P12 pada pengukuran 2 s/d 9 MST

Periode penyiangan

Tinggi Tanaman (cm)

2 4 6 9

W1 42.20 100.83 190.76 224.68

W2 40.28 99.71 193.98 231.56

W3 41.57 98.09 192.69 232.87

W4 43.57 103.56 199.73 235.54

W5 41.75 98.47 196.32 229.44

W6 41.56 89.88 183.73 224.25

W7 39.14 85.69 176.54 222.74

W8 37.15 80.64 166.60 212.06

W9 41.92 84.19 178.15 220.53

W10 40.61 90.00 185.45 225.84

W11 32.23 95.89 185.32 223.75

W12 36.59 77.24 162.24 210.47

(28)

Bobot Kering Jagung Pipil/Plot

Rataan bobot kering jagung pipil per plot pada varietas DK 979 dan P12 ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan bobot kering jagung pipil per plot pada varietas DK 979 dan P12

Periode penyiangan

Bobot kering Jagung Pipil per Plot (g)

DK 979 P12

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang disertai dengan huruf menyatakan waktu penyiangan berpengaruh nyata pada bobot kering jagung pipil per plot pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan (DMRT)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa periode penyiangan pada tanaman jagung variaetas DK 979 dan P12 berpengaruh nyata. Bobot kering jagung pipil per plot pada DK 979 yang tertinggi terdapat pada W11 yaitu 2014.38 g dan terendah pada W12 yaitu 1047.97 g, sedangkan pada P12, tertinggi pada W11 yaitu 1964.55 g dan terendah W12 yaitu 864.79 g.

(29)

Keterangan : W11 : Bebas gulma sampai panen W12 : Bergulma sampai panen W11 : Bebas gulma sampai panen W12 : Bergulma sampai panen W11 : Bebas gulma sampai panen W12 : Bergulma sampai panen

Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada jagung DK 979

Sedangkan pada plot P12 dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada jagung P12

(30)

Dari data produksi jagung per plot dapat diketahui persentase produksinya. Hal tersebut ditampilkan pada tabel 4.

Tabel 4. Persentase produksi jagung pipil per plot pada DK 979 dan P12

Periode penyiangan

Persentase Penurunan Produksi Jagung Pipil per Plot (%)

DK 979 P12

W1 82 79

W2 85 84

W3 89 88

W4 84 85

W5 81 79

W6 89 90

W7 76 71

W8 88 88

W9 83 82

W10 81 81

W11 100 100

W12 52 44

(31)

Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada jagung DK 979

Sedangkan pada plot P12 dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung pipil per plot pada jagung P12

(32)

Dari data produksi jagung per plot dapat diketahui besar penurunan produksi karena adanya perbedaan waktu penyiangan. Persentase penurunan produksi jagung pipil per plot pada varietas DK 979 dan P12 ditampilkan pada tabel 5.

Tabel 5. Persentase penurunan produksi jagung pipil per plot pada DK 979 dan P12.

Periode Penyiangan

Persentase Penurunan Produksi Jagung Pipil per Plot (%)

DK 979 P12

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa periode penyiangan pada tanaman jagung varietas DK 979 dan P12 berpengaruh nyata terhadap produksi jagung per plot. Penurunan produksi tertinggi terdapat pada perlakuan W12 yaitu 48% (pada DK 979) dan 56% (pada P12).

(33)

Gambar 5. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan persentase penurunan produksi jagung per plot pada DK 979

Sedangkan pada plot P12 dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan persentase penurunan produksi jagung per plot pada P12

(34)

Bobot 100 Biji Jagung

Rataan bobot 100 biji jagung varietas DK 979 dan P12 ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan bobot 100 biji jagung pada DK 979 dan P12

Periode Penyiangan

Bobot 100 Biji Jagung (g)

DK 979 P12

W1 28.82 28.46

W2 30.29 29.62

W3 29.96 29.86

W4 30.67 29.86

W5 29.54 29.40

W6 31.28 30.68

W7 28.19 27.44

W8 30.12 30.03

W9 29.05 28.87

W10 29.50 28.71

W11 30.66 30.06

W12 27.92 26.43

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu penyiangan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji jagung DK 979 dan P12. Bobot 100 biji jagung DK 979 tertinggi pada 31.28 g (W6) dan terendah pada 27.92 g (W12). Sedangkan bobot 100 biji jagung pada varietas P12 tertinggi pada 30.68 g (W6) dan terendah 26.43 g (W12).

Indeks Panen

(35)

Tabel 7. Rataan indeks panen pada DK 979 dan P12

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang disertai dengan huruf menyatakan waktu penyiangan berpengaruh nyata pada indeks panen pada varietas DK 979 dan P12pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan (DMRT)

Dari tabel di atas dapat diihat bahwa waktu penyiangan berpengaruh nyata terhadap indeks panen pada jagung DK 979 dan P12. Indeks panen tertinggi pada DK 979 terdapat pada W11 yaitu 0.79 dan terendah pada W12 yaitu 0.50, sedangkan pada P12 yang tertinggi pada W11 yaitu 0.79 dan terendah W12 yaitu 0.43.

Data Gulma

Jenis,kerapatan, tinggi dan bobot kering gulma pada plot jagung DK 979 ditampilkan pada Tabel 8.

(36)

Amaranthus spinosus 9.32 3.00 0.29

Mimosa pudica 9.32 8.66 0.15

Total 100

W2 Cyperus sp 44.70 30.92 8.7

Cleome rutidospermae 20.95 22.16 0.90

Paspalum commersonii 14.70 45.33 1.53

Mimosa pudica 13.10 12.17 0.58

Amaranthus spinosus 6.55 7.33 0.44

Total 100

W3 Cyperus sp 52.71 52.67 1.38

Paspalum commersonii 15.76 53.66 2.68

Ipomoea triloba 14.60 41.00 0.40

Cleome rutidospermae 6.93 22.17 0.62

Total 100

W4 Cyperus sp 66.65 39.16 0.86

Cleome rutidospermae 12.50 6.16 0.14

Ipomoea triloba 10.45 13.83 0.24

Mimosa pudica 10.40 2.33 0.14

Total 100

W5 Cyperus sp 72.64 14.16 0.8

Cleome rutidospermae 27.36 3.17 0.34

Total 100

Digitaria adscendens 5.72 19.42 0.78

Total 100

W8 Cleome rutidospermae 47.67 25.5 16.94

Paspalum commersonii 24.14 55.17 15.88

Ipomoea triloba 11.61 47.97 4.07

Amaranthus spinosus 10.77 15.83 4.22

Cyperus sp 5.81 12.00 0.29

Total 100

W9 Cleome rutidospermae 49.11 44.75 18.31

Paspalum commersonii 31.84 101.67 29.47

Cyperus sp 19.05 30.33 5.05

Total 100

(37)

Paspalum commersonii 24.10 57.33 41.11

Ipomoea triloba 12.30 50.33 1.06

Amaranthus spinosus 10.00 14.33 1.33

Cyperus sp 5.85 12.00 0.20

Total 100

Cleome rutidospermae 30.10 36.00 3.89

W12 Paspalum commersonii 25.55 142.33 28.96

Ipomoea triloba 21.23 98.50 1.34

Commelina diffusa 10.50 22.42 0.59

Cyperus sp 6.32 23.50 0.19

Themeda arguens 6.30 22.33 0.33

Total 100

Pada plot jagung DK 979, gulma yang terdapat pada setiap plot percobaan

berbeda-beda. Plot W1, gulma yang dominan tumbuh adalah

Paspalum commersonii dan Cyperus sp. Pada W2, gulma dominannya Cyperus sp

dan Cleome rutidospermae. Pada W3, gulma dominannya Cyperus sp dan

Paspalum commersonii. Pada W4, gulma dominannya Cyperus sp dan

Cleome rutidospermae. Pada W5, gulma dominannya Cyperus sp. Pada W6,

gulma dominannya Eleusine indica. Pada W7, gulma dominannya

Cleome rutidospermae dan Eleusine indica. Pada W8, gulma dominannya

Cleome ritudospermae dan Pasapalum commersonii. Pada W9, gulma

dominannya Cleome rutidospermae. Pada W10, gulma dominannya

Cleome rutidospermae dan Paspalum commersonii. Pada W12, gulma dominannya Cleome rutidospermae dan Paspalum commersonii.

Sedangkan jenis, kerapatan, tinggi dan bobot kering gulma pada plot jagung P12 ditampilkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Jumlah Dominasi (NJD), tinggi gulma, bobot kering gulma

(38)

Paspalum commersonii 26.66 96.42 7.10

Eleusine indica 23.89 25.17 4.40

Amaranthus spinosus 11.39 7.83 0.29

Mimosa pudica 11.39 3.33 0.16

Total 100

W2 Cyperus sp 41.42 42.17 10.43

Cleome rutidospermae 16.87 18.33 0.88

Paspalum commersonii 13.54 46.83 2.23

Mimosa pudica 12.42 21.37 0.48

Eleusine indica 10.01 31.67 0.12

Amaranthus spinosus 5.65 7.17 0.42

Total 100

W3 Cyperus sp 52.23 45.33 2.03

Cleome rutidospermae 17.78 23.83 0.66

Paspalum commersonii 17.77 58.00 2.78

Amaranthus spinosus 6.66 12.00 0.45

Mimosa pudica 6.66 6.83 0.83

Total 100

W4 Cyperus sp 41.37 35.33 0.90

Echinochloa colonum 41.37 67.17 8.01

Cleome rutidospermae 9.82 6.33 0.16

Mimosa pudica 7.44 2.00 0.14

Total 100

W5 Cyperus sp 70.83 21.83 0.90

Cleome rutidospermae 29.17 3.50 0.36

Total 100

Paspalum commersonii 19.88 39.08 7.76

Ipomoea triloba 17.79 127.00 4.88

Cyperus rotundus 13.94 13.67 0.38

Amaranthus spinosus 9.77 11.72 1.79

Total 100

W9 Cleome rutidospermae 43.02 17.17 6.73

Ipomoea triloba 25.89 53.17 1.01

(39)

Paspalum commersonii 8.20 20.67 6.79

Total 100

W10 Cleome rutidospermae 47.67 25.50 14.55

Paspalum commersonii 24.14 55.17 55.83

Ipomoea triloba 11.61 47.92 0.57

Amaranthus spinosus 10.77 15.83 1.96

Cyperus sp 5.81 12.00 0.21

Total 100

W12 Paspalum commersonii 25.00 105.92 32.19

Ipomoea triloba 18.52 75.17 1.32

Brachiaria distachya 10.18 37.25 2.32

Cyperus sp 7.40 23.17 0.18

Cleome rutidospermae 7.40 23.50 3.66

Themeda arguens 7.40 67.00 0.34

Commelina diffusa 7.40 22.70 0.73

Total 100

Gulma dominan pada tiap perlakuan berbeda. Pada W1, gulma dominannya Cyperus sp dan Paspalum commersonii. Pada W2, gulma dominannya Cyperus sp dan Cleome rutidospermae. Pada W3, gulma dominannya Cyperus sp dan Cleome rutidospermae. Pada W4, gulma dominannya Cyperus sp dan Echinochloa colonum. Pada W5, gulma dominannya

Cyperus sp. Pada W6, gulma dominannya Ipomoea triloba. Pada W7, gulma

dominannya Cleome rutidospermae. Pada W8, gulma dominannya Cleome rutidospermae dan Paspalum commersonii. Pada W9, gulma dominannya

Cleome rutidospermae dan Ipomoea triloba. Pada W10, gulma dominannya

Cleome rutidospermae dan Pasapalum commersonii. Pada W12, gulma dominannya Paspalum commersonii dan Ipomoea triloba.

Pembahasan

(40)

4 MST, 6 MST dan 9 MST, di mana kisaran tinggi tanaman pada plot DK 979 antara 191.36 cm sampai dengan 218.24 cm dan pada plot P12 antara 210.47 cm sampai dengan 235.54 cm. Hal ini mungkin terjadi karena pengaruh gulma berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, sehingga sulit melihat pengaruhnya dalam waktu dekat (selama pengamatan). Hal ini sesuai dengan pendapat Violic (2000) yang menyatakan bahwa kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati.

Dari analisis data menunjukkan bahwa waktu penyiangan pada jagung varietas DK 979 dan Pioneer 12 tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji akan tetapi berpengaruh nyata terhadap bobot kering jagung pipil/plot dan indeks panen. Hal ini mungkin disebabkan karena ukuran atau bentuk jagung tidak beragam. Namun, jika dilihat dalam produksi per plot akan menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan baik dari besarnya tongkol maupun jumlah biji yang terdapat dalam satu tongkol.

Waktu penyiangan berpengaruh nyata terhadap bobot kering jagung/plot. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh keberadaan gulma di setiap perlakuan. Misalnya pada perlakuan bersih gulma 1 minggu setelah tanam (W1), ada 4 jenis gulma yang tumbuh yaitu Paspalum commersonii, Cyperus sp, Amaranthus spinosusu, Mimosa pudica. Jika dibandingkan dengan perlakuan bergulma 1 minggu setelah tanam (W6), hanya terdapat 2 jenis gulma yaitu

Eleusine indica dan Ipomoea triloba. Keragaman gulma juga berpengaruh terhadap produksi tanaman. Karena gulma tersebut akan mengeluarkan senyawa allelopat yang akan meracuni tanaman. Pengaruh nyata akibat keberadaan gulma

(41)

Callaway (1990) yang menyatakan bahwa turunnya produksi beberapa varietas dapat dilihat dari gangguan yang bervariasi, biomassa, atau produksi biji gulma yang bersamaan dengan tanaman utama.

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Waktu penyiangan pada tanaman jagung DK 979 dan P12 berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot 100 biji namun, berpengaruh nyata terhadap bobot kering jagung pipil/plot dan indeks panen.

2. Periode kritis pada tanaman jagung DK 979 dan P12 tidak berbeda.

3. Periode kritis pada jagung DK 979 dan P12 terdapat pada umur 21 hari sampai 49 hari setelah tanam.

Saran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, R. J. 1984. Weed Crop Ecology. Principles in Weed Management.Breton Publishing. Massachustts. pp. 235

Callaway, M. B., 1990. Crop varietal tolerance to weeds: a compilation. Department of Plant Breeding and Biometry Publication Series Number 1990-1, Cornell University, Ithaca, New York, USA

Evans, S. P., Z. Knezevic, J. L. LindQuist, C. A. Shapiro and E. E. Blankership. 2003. Nitrogen application influences the critical period for weed control in corn. Weed Science. 51:408-417

Fadhly, A. F dan Fahdiana, T., 2009. Pengendalian gulma pada pertanaman jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros

Hartzler, B, 1992. Critical periods of competition in Corn extension weed management specialist, Department of Agronomy, Iowa State University

http://www.deptan.go.id/news/areal potensial untuk pengembangan Jagung di Indonesia

Ghosheh, H. Z., David L. Houlshouser, and James M. Chandler, 1996. The critical period of Johnsongrass control in Field corn. Weed Science, 44:944-947 Lafitte, H.R. 1994. Identifying production problems in tropical maize: a field

guide. CIMMYT, Mexico , D.F. p.76-84

Moenandir, J., 2010. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press, Malang

Murphy, S. D., Y. Yakubu, S. F. Weise, and C. J. Swanton. 1996. Effect of Planting pattern on intrarow cultivation and competition between corn and late emerging weeds. Weed Science, 44:865-870

Regnier, E. E., and R. R. Janke, 1990. Evolving strategies for managing weeds. Pages 174-202 in C. A. Edwards, R. Lal, P. Madden, R. H. Miller, and G. House, editors. Sustainable agricultural systems. Soil and Water Conservation Society, Ankeny, Iowa, USA

(44)

Tanveer, A. M. Ayub, A. A. R, Ahmad, 1999. Weed. Crop Competition in Maize Relation to Row Spacing and Duration. Pakistan Journal of Biological Sci. 2(2):363-364

Trenbath, B. R. 1976. Plant Interactions in Mixed Crop Communities. In: M. Stelly (Ed.). Multiple Cropping. Amer. Soc. Agron. Spec. Publ. 27: 129-169

Violic, A.D. 2000. Integrated crop menagement. In: R.L. Paliwal, G. Granados, H.R. Lafitte, A.D. Violic, and J.P. Marathee (Eds.). Tropical Maize Improvement and Production. FOA Plant Production and Protection Series, Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome, 28:237-282

(45)

Lampiran 1. Data rataan tinggi tanaman 2 MST pada plot P12

Lampiran 2. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 2 MST pada P12

(46)

Lampiran 3. Data rataan tinggi tanaman 4 MST pada plot P12

Lampiran 4. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada P12

(47)

Lampiran 5. Data rataan tinggi tanaman 6 MST pada plot P12

Lampiran 6. Sidik ragam data tinggi tanaman 6 MST pada P12

(48)

Lampiran 7. Data rataan tinggi tanaman 9 MST pada plot P12

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

W1 239.54 211.87 222.63 674.04 224.68 W2 242.28 220.04 232.34 694.67 231.56 W3 246.24 225.68 226.69 698.62 232.87 W4 245.88 230.01 230.74 706.63 235.54 W5 235.91 234.48 217.94 688.33 229.44 W6 225.43 228.06 219.27 672.75 224.25 W7 232.18 239.05 196.98 668.22 222.74 W8 212.17 219.08 204.92 636.17 212.06 W9 221.37 232.68 207.53 661.58 220.53 W10 219.33 238.79 219.41 677.53 225.84 W11 211.57 238.67 221.02 671.25 223.75 W12 193.37 216.38 221.67 631.42 210.47 Total 2725.26 2734.79 2621.14 8081.19

Rataan 227.10 227.90 218.43 224.48

Lampiran 8. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 9 MST pada P12

Db JK KT F. Hitung F.05

Blok 2 662.41 331.21 2.30 tn 3.44 Perlakuan 11 1917.58 174.33 1.21 tn 2.26 Error 22 3163.27 143.78

Total 35 5743.26 164.09

(49)

Lampiran 9. Bobot kering jagung pipil per plot pada P12

Rata-rata 1568.52 1542.98 1649.19 1586.89

Lampiran 10. Sidik ragam data bobot kering jagung pipil per plot pada P12

(50)

Lampiran 11. Bobot 100 biji jagung pada plot P12

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

W1 28.57 25.40 31.42 85.39 28.46 W2 30.68 29.50 28.68 88.86 29.62 W3 29.40 29.96 30.23 89.59 29.86 W4 31.41 29.72 28.46 89.59 29.86 W5 29.32 28.35 30.53 88.20 29.40 W6 33.71 27.51 30.83 92.05 30.68 W7 26.26 25.53 30.52 82.31 27.44 W8 31.55 28.71 29.82 90.08 30.03 W9 25.56 30.65 30.40 86.61 28.87 W10 26.17 29.85 30.10 86.12 28.71 W11 28.52 30.78 30.89 90.19 30.06 W12 26.34 24.21 28.75 79.30 26.43 Total 347.49 340.17 360.63 1048.29

Rata-rata 28.96 28.35 30.05 29.12

Lampiran 12. Sidik ragam data bobot 100 biji jagung pada P12

Db JK KT F. Hitung F.05 Blok 2 17.91 8.96 2.26 tn 3.44 Perlakuan 11 48.92 4.45 1.12 tn 2.26 Error 22 87.29 3.97

Total 35 154.13

(51)

Lampiran 13. Indeks panen pada plot P12

Lampiran 14. Sidik ragam data indeks panen pada plot P12

(52)

Lampiran 15. Data rataan tinggi tanaman 2 MST pada DK 979

Lampiran 16. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 2 MST pada DK 979

(53)

Lampiran 17. Data rataan tinggi tanaman 4 MST pada DK 979

Lampiran 18. Sidik ragam data rataan tingi tanaman 4 MST pada DK 979

(54)

Lampiran 19. Data rataan tinggi tanaman 6 MST pada DK 979

Lampiran 20. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 6 MST pada DK 979

(55)

Lampiran 21. Data rataan tinggi tanaman 9 MST pada DK 979

Lampiran 22. Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 9 MST pada DK 979

(56)

Lampiran 23. Bobot kering jagung pipil per plot pada DK 979

Rata-rata 1641.365 1601.6483 1744.052 5

1662.3553

Lampiran 24. Sidik ragam data bobot kering jagung per plot pada DK 979

(57)

Lampiran 25. Bobot 100 biji jagung pada DK 979

Lampiran 26. Sidik ragam data 100 biji jagung pada DK 979

(58)

Lampiran 27. Indeks panen pada plot DK 979

Lampiran 28. Sidik ragam data indeks panen DK 979

(59)
(60)

Cyperus sp 2 - - 2 1 3.7 11.11 7.40

Lampiran 30. Tinggi Gulma Dominan pada Plot DK 979

Minggu Nama Species Ulangan Total Rata-rata

(61)

W10 Paspalum commersonii 48 53 73 81 51 38 344 57.33

Lampiran 31. Bobot kering Gulma pada Plot DK 979

Minggu

Nama Species Ulangan Total Rata-rata

(62)

Cyperus rotundus - - 0.89 0.89 0.29

W9 Cleome rutidospermae 25.70 16.30 12.93 54.93 18.31

Paspalum commersonii 37.95 15.07 35.40 88.42 29.47

Cyperus rotundus - 4.14 11.02 15.6 5.05

Lampiran 32. Identifikasi Gulma pada Plot P12

(63)

Cleome rutidospermae 13 45 16 74 3 74.7 33.4 54.05

Lampiran 33. Tinggi Gulma pada Plot P12

Perlakuan Nama species Ulangan Total

(64)

Mimosa pudica - - - - 12 - 12 2.00

Lampiran 34. Bobot Kering Gulma pada Plot P12

Perlakuan

Nama Species Ulangan Total Rata-rata

(65)

Mimosa pudica - 2.50 - 2.50 0.83

Cleome rutidospermae 11.88 15.06 16.72 43.66 14.55

(66)
(67)
(68)

Gambar

Grafik hubungan
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman DK 979 pada pengukuran 2 s/d 9 MST
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman P12 pada pengukuran 2 s/d 9 MST
Tabel 3. Rataan bobot kering jagung pipil per plot pada varietas DK 979 dan P12
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan tingkat pemberian air berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, bobot kering tajuk, laju asimilasi bersih, umur berbunga, volume akar, bobot basah tongkol

Parameter yang diamati adalah luas daun, umur berbunga, umur panen, jumlah biji per tongkol, volume akar, bobot kering jagung pipil kering per tongkol, bobot basah tajuk, bobot

Dari hasil analisis statistik, menunjukan perbedaan waktu tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji per tongkol, volume akar, bobot kering jagung pipil kering

Pengaruh Penambahan Arang dan Abu Sekam Dengan Proporsi Yang Berbeda Terhadap Permeabilitas Dan Porositas Tanah Liat Serta Pertumbuhan Jagung Buletin Anatomi dan Fisiologi..

Periode penyiangan gulma memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, waktu berbunga, bobot kering tajuk tanaman, bobot kering

Rerata berat kering jagung yang tidak berkelobot dan bobot kering jagung yang memiliki kelobot pada perlakuan sistem olah tanah dan waktu penyiangan.. Perlakuan

Periode penyiangan gulma memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, waktu berbunga, bobot kering tajuk tanaman, bobot kering

Hasil analisis ragam panjang tongkol tanpa klobot, bobot kering tongkol tanpa klobot, bobot kering biji per tanaman dan bobot hasil biji akibat waktu dan metode