UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM SI EKSTENSI
MEDAN
S K R I P S I
PENERAPAN METODE PENYUSUTAN AKTIVA
TETAP MENURUT SAK DAN UU PERPAJAKAN
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA PADA
PT. XL AXIATA MEDAN
DIAJUKAN OLEH :
NOVI TANIA
NIM
: 080522133
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:
“Penerapan Metode Penyusutan Aktiva Tetap Menurut SAK dan UU Perpajakan Serta Pengaruhnya Terhadap Laba Pada PT. XL AXIATA Medan”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain. Dalam konteks penulisan skripsi program S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan jelas dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, Januari 2011
Yang membuat pernyataan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Penerapan Metode Penyusutan Aktiva
Tetap Dan Pengaruhnya Terhadap Laba Pada PT. XL AXIATA Medan”.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1 Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
2 Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si,Ak, dan Ibu Dra. Mutia Ismail MM, Ak, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
3 Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak, selaku Dosen pembimbing yang telah bersedia
memberi bimbingan dan masukan serta arahan kepada penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
4 Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak, selaku Dosen Penguji I beserta Bapak Drs.
Zainal A.T. Silangit, Ak, selaku Dosen Penguji II.
5 Bapak Tirta Perdana Purba, SE, M.Si selaku General HRD PT. XL AXIATA Medan
6 Tersayang buat keluarga, ayahanda Rawin S, dan ibunda Saniah serta abang-abang
yang penulis sayangi Hendra, Suwandi serta kakak penulis Sartika Hana, yang tidak
pernah lelah memberikan doa dan dukungan baik secara moril maupun materil
dengan penuh keikhlasan.
Kepada Allah SWT penulis panjatkan doa dan semoga amal dan kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari-Nya dan ilmu yang diperoleh
bermanfaat untuk agama, bangsa, dan Negara.
Akhir kata, penulis juga mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat semua.
Amin.
Medan, Januari 2011
Penulis
(Novi Tania) NIM. 080522133
ABSTRAK
Aktiva tetap merupakan aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau di bangun lebih dahulu, yang digunakan dalam aktivitas perusahaan, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Aktiva tetap adalah salah satu faktor produksi dimana dana yang diinvestasikan perusahaan untuk memperolehnya sangat besar, oleh karena itu dibutuhkan perencanaan dan pengawasan yang baik oleh manajemen yaitu pertimbangan-pertimbangan yang tepat, misalnya kebijakan penentuan cara perolehan, metode penyusutan, dan pengeluaran-pengeluaran saat pemakaian aktiva tetap tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur akuntansi yang diterapkan perusahaan dalam memperlakukan aktiva tetapnya. Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Jenis data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder.
Penulis telah menganalisa aktiva tetap perusahaan dan tepat diambil suatu kesimpulan bahwa perusahaan telah menggolongkan aktiva tetapnya secara baik, harga perolehan aktiva tetap dicatat sesuai faktur dimana telah disepakati bersama pemasok harga tersebut termasuk biaya-biaya yang dibutuhkan sampai aktiva tetap dapat dipergunakan. Perusahaan memakai metode garis lurus untuk menyusutkan aktiva tetapnya. Hal ini telah sesuai dengan PSAK No.17. Perusahaan akan menghentikan pemakaian aktiva tetapnya karena umur ekonomis aktiva tetap telah habis atau aktiva tetap rusak karena bencana alam atau kerusuhan.
Kata Kunci : Aktiva Tetap, Perolehan Aktiva Tetap, Pengeluaran Atas Aktiva
ABSTRACT
Plant asset is extant asset which obtained in the form of ready for use or in awaking up in advance, which used in corporate activity, having a period of the benefit more than one year, and don’t be meant to be resold. Plant asset is one of the factors of production where invested fund is company to get that, is therefore required by observation and planning which either by management that is correct considerations, for example policy of determination of acquirement way, decrease method, and expenditures of moment usage of plant asset.
This research aim to know applied by accounting procedure is company in treating plant asset him. To get needed by data is writer use data collecting technique in the form of documentation and interview. Data type the utilized is primary data and data of secondary..
Writer have analyzed company plant asset and is precisely taken by a conclusion that company have classified the plant asset of well, price acquirement of plant asset noted according to invoice where have agreed on with of price was including required costs until plant asset can be utilized. Company wear straight line method to shrink plant asset him. This matter have as according to PSAK No.17. Company will discontinue the usage of plant asset of because economic of plant asset have to finished or damage plant asset because natural disaster or riot.
Key Word : Plant Asset, Acquirement Of Plant Asset, Expenditure Of Plant
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Tinjauan Teoritis ... 6
1. Pengertian Aktiva ... 6
2. Jenis Aktiva Tetap ... 8
B. Pengertian Dan Tujuan Penyusutan Aktiva Tetap ... 10
C. Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Standar Akuntansi Keuangan ... 15
D. Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Undang-Undang Perpajakan ... 32
E. Koreksi Terhadap Perbedaan Perhitungan Laba Usaha Dan Laba Fiskal Karena Perbedaan Penerapan Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap ... 42
F. Tinjauan Penelitan Terdahulu ... 48
BAB III : METODE PENELITIAN ... 51
A. Jenis Data... 51
B. Teknik Pengumpulan Data ... 51
C. Metode Analisis Data ... 52
D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52
BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 54
A. Data Penelitian ... 54
1.Gambaran Umum Perusahaan ... 54
1.1.Sejarah Singkat Perusahaan ... 54
1.2.Struktur Organisasi Perusahaan ... 56
2. Akuntansi Aktiva Tetap Pada PT. XL AXIATA Medan ... 63
2.1. Penggolongan Aktiva Tetap Perusahaan... 63
2.2. Kebijakan Akuntansi Dalam Perencanaan Pajak .... 65
2.3. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial ke Laporan Keuangan Fiskal ... 67
B. Analisis Hasil Penelitian ... 68
1. Analisis Dan Evaluasi Struktur Organisasi... 68
2. Analisis Dan Evaluasi Penggolongan Aktiva Tetap ... 69
3. Analisis Perencanaan Penyusutan Terhadap Penghematan Pajak ... 70
4. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial Dengan Laporan Keuangan Fiskal Dalam Kebijakan Akuntansi 73 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Perhitungan Beban Penyusutan
Menurut Metode Garis Lurus ... 19 Tabel 2.2 : Perhitungan Beban Penyusutan
Menurut Metode Jumlah Angka Tahun ... 20 Tabel 2.3 : Perhitungan Beban Penyusutan
Menurut Metode Saldo Menurun ... 22 Tabel 2.4 : Perhitungan Beban Penyusutan
Menurut Metode Saldo Menurun Ganda... 23 Tabel 2.5 : Perhitungan Beban Penyusutan
Berdasarkan Metode Jam Jasa ... 25 Tabel 2.6 : Perhitungan beban Penyusutan
Menurut Metode Jumlah Unit Produksi ... 26 Tabel 2.7 : Perhitungan Beban Penyusutan
Menurut Metode Berdasarkan Jenis ... 28 Tabel 2.8 : Perhitungan Beban Penyusutan
Menurut Metode Berdasarkan Kelompok ... 29 Tabel 2.9 : Perhitungan Beban Penyusutan
Berdasarkan Metode Anuitas ... 31 Tabel 2.10 : Perhitungan Penyusutan
Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan ... 39 Tabel 2.11 : Tarif Penyusutan Aktiva Tetap Berdasarkan Undang-Undang
PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 11 Ayat 6 ... 40 Tabel 2.12 : Perbedaan Biaya Penyusutan Menurut Akuntansi Komersial Dan
Akuntansi Fiskal ... 46 Tabel 2.13 : Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 48 Tabel 4.1 : Besarnya Biaya Penyusutan Pertahun Dihitung Dengan
Menggunakan Metode Garis Lurus Dan Saldo Menurun ... 71 Tabel 4.2 : Besarnya Biaya Penyusutan Dan Present Valuenya Dengan
Dicount Factor 20% ... 72 Tabel 4.3 : Besarnya Penghematan Pajak Antara Metode Garis Lurus
ABSTRAK
Aktiva tetap merupakan aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau di bangun lebih dahulu, yang digunakan dalam aktivitas perusahaan, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Aktiva tetap adalah salah satu faktor produksi dimana dana yang diinvestasikan perusahaan untuk memperolehnya sangat besar, oleh karena itu dibutuhkan perencanaan dan pengawasan yang baik oleh manajemen yaitu pertimbangan-pertimbangan yang tepat, misalnya kebijakan penentuan cara perolehan, metode penyusutan, dan pengeluaran-pengeluaran saat pemakaian aktiva tetap tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur akuntansi yang diterapkan perusahaan dalam memperlakukan aktiva tetapnya. Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Jenis data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder.
Penulis telah menganalisa aktiva tetap perusahaan dan tepat diambil suatu kesimpulan bahwa perusahaan telah menggolongkan aktiva tetapnya secara baik, harga perolehan aktiva tetap dicatat sesuai faktur dimana telah disepakati bersama pemasok harga tersebut termasuk biaya-biaya yang dibutuhkan sampai aktiva tetap dapat dipergunakan. Perusahaan memakai metode garis lurus untuk menyusutkan aktiva tetapnya. Hal ini telah sesuai dengan PSAK No.17. Perusahaan akan menghentikan pemakaian aktiva tetapnya karena umur ekonomis aktiva tetap telah habis atau aktiva tetap rusak karena bencana alam atau kerusuhan.
Kata Kunci : Aktiva Tetap, Perolehan Aktiva Tetap, Pengeluaran Atas Aktiva
ABSTRACT
Plant asset is extant asset which obtained in the form of ready for use or in awaking up in advance, which used in corporate activity, having a period of the benefit more than one year, and don’t be meant to be resold. Plant asset is one of the factors of production where invested fund is company to get that, is therefore required by observation and planning which either by management that is correct considerations, for example policy of determination of acquirement way, decrease method, and expenditures of moment usage of plant asset.
This research aim to know applied by accounting procedure is company in treating plant asset him. To get needed by data is writer use data collecting technique in the form of documentation and interview. Data type the utilized is primary data and data of secondary..
Writer have analyzed company plant asset and is precisely taken by a conclusion that company have classified the plant asset of well, price acquirement of plant asset noted according to invoice where have agreed on with of price was including required costs until plant asset can be utilized. Company wear straight line method to shrink plant asset him. This matter have as according to PSAK No.17. Company will discontinue the usage of plant asset of because economic of plant asset have to finished or damage plant asset because natural disaster or riot.
Key Word : Plant Asset, Acquirement Of Plant Asset, Expenditure Of Plant
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak penghasilan merupakan salah satu pajak yang langsung dipungut oleh
Pemerintah Pusat dari wajib pajak bersangkutan. Sistem pemungutan pajak diterapkan
menurut Undang RI No 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas
Undang-Undang No 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan menganut sistem Self Assessment.
Akuntansi penyusutan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu
perusahaan untuk mengalokasikan sebagian biaya perolehan atas aktiva yang dimiliki
perusahaan menjadi beban dalam periode akuntansi yang bersangkutan, sehingga dapat
ditentukan besarnya beban penyusutan periode tersebut. Dalam menghitung besarnya
penyusutan yang dibebankan dalam suatu periode akuntansi dapat menggunakan
metode-metode penyusutan berdasarkan ketentuan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku umum secara konsisten sehingga laporan keuangan yang disajikan adalah wajar.
Untuk memenuhi kebutuhan penerapan akuntansi penyusutan aktiva tetap Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) telah mengeluarkan standar akuntansi khusus untuk akuntansi
penyusutan aktiva tetap sebagai pedoman yang harus diikuti berkaitan dengan
penyusutan aktiva tetap perusahaan.
Untuk kepentingan pembayaran pajak, para wajib pajak harus menyelenggarakan
pembukuan sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
dalam Standar Akuntansi Keuangan. Namun pembukuan yang dilakukan sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan harus dapat digunakan untuk menghitung besarnya pajak
penghasilan. Perusahaan dalam menyusun laporan keuangan dimaksudkan untuk
menyediakan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai
dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan dituntut untuk dapat memilih dan
menentukan metode-metode yang paling sesuai bagi situasi dan kondisi perusahaannya.
Akuntansi komersial memperbolehkan memilih metode penyusutan seperti garis
lurus, metode jumlah angka tahun, dan metode saldo menurun/saldo menurun ganda,
serta metode-metode yang lainnya. Dalam fiskal pemilihan metode penyusutan lebih
terbatas, meliputi metode garis lurus dan saldo menurun untuk kelompok harta
berwujud jenis non-bangunan, sedangkan untuk harta berwujud bangunan dibatasi pada
metode garis lurus saja. Dalam akuntansi komersial, manajemen dapat menaksir sendiri
umur ekonomis atau masa manfaat suatu aktiva, sedangkan dalam fiskal umur ekonomis
diatur atau ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Demikian pula dalam
akuntansi komersial diperbolehkan mengakui nilai residu sedangkan dalam fiskal tidak
diperbolehkan memperhitungkan nilai residu dalam menghitung penyusutan.
Dari sekian banyak produk telekomunikasi yang ditawarkan ke masyarakat, PT. XL
AXIATA, Tbk telah memasarkan produk unggulan yang diharapkan dapat memenuhi
dan memuaskan pelanggan yang menjadi tujuan dari pada bisnis jasa telekomunikasi
dan salah satunya adalah kartu XL bebas. Penjualan merupakan aktivitas utama dalam
setiap perusahaan, karena dari aktivitas inilah tujuan perusahaan yang paling utama
kesempatan untuk melakukan kecurangan yang akan mengakibatkan kerugian sangat
besar, karena itulah dalam aktivitas ini diperlukan suatu pemeriksaan yang memadai
untuk menilai keefektifan kinerja penjualan. Dalam kegiatan penjualan untuk mencapai
laba yang maksimum, perusahaan harus mempunyai prosedur penjualan yang
mendukung tujuan perusahaan tersebut, mengingat begitu banyaknya persaingan dengan
menawarkan berbagai kemudahan dalam penjualan. Oleh karena itu, perusahaan harus
dapat menetapkan alat pengelola dan pengendalian yang tepat sebagai alat bantu
manajemen untuk mengadakan pemeriksaan dimana pengendalian intern yang memadai
akan dapat menekan terjadinya kecurangan dan penyelewengan. Kalaupun terjadi maka
hal itu akan dapat diketahui secepat mungkin dan selanjutnya dilakukan
tindakan-tindakan perbaikan.
Dalam penyajian laporan keuangan perusahaan, aktiva tetap berpengaruh secara
signifikan, hal ini menyangkut posisi keuangan dalam neraca dan di laporan laba rugi
perusahaan. Salah satu kendala informasi yang relevan yang andal dalam penyajian
laporan keuangan adalah keseimbangan antara biaya dan manfaat. Namun adakalanya
dalam kegiatan operasional, manajemen harus membeli dahulu peralatan yang
diperlukan seperti gedung, mesin, kendaraan, dan lain-lain. Pengeluaran kas untuk hal
tersebut memberikan manfaat lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak,
perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam pajak
penghasilan.
Dengan alasan untuk mengetahui sejauhmana perusahaan telah menerapkan
untuk membahas lebih jauh bentuk skripsi dengan memberi judul “Penerapan Metode
Penyusutan Aktiva Tetap Menurut SAK Dan UU Perpajakan Serta Pengaruhnya
Terhadap Laba pada PT. XL AXIATA Medan”
B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah yang akan
dibahas sebagai berikut:
Bagaimana tindakan manajemen dalam mengoreksi laba karena perbedaan perhitungan
laba menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan peraturan perpajakan?
C. Tujuan Penelitan
Tujuan Penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui bagaimana tindakan manajemen dalam mengoreksi laba perusahaan
menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan peraturan perpajakan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Penulis, untuk memahami berbagai metode penyusutan dan penerapannya dalam
praktik dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Ekonomi
2. Perusahaan, untuk dapat menjadi sumbangan penulisan berupa saran atau usul
bagi pihak manajemen dan sebagai bahan masukan untuk pencatatan lebih lanjut
atas aktiva dan sebagai bahan evaluasi aktiva tetap yang selama ini dijalankan.
3. Pembaca, sebagai informasi untuk penelitian lebih lanjut dan menambah
pengetahuan serta bahan kepustakaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Aktiva Tetap
Untuk mengoperasikan kegiatan usahanya, perusahaan menggunakan berbagai
macam peralatan, atau alat-alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional.
Peralatan yang digunakan itu dapat berupa peralatan, mesin-mesin, bangunan, tanah,
dan sebagainya yang disebut sebagai aktiva tetap. Untuk mengetahui aktiva tetap lebih
jauh disini akan diuraikan mengenai pengertian aktiva tetap.
Pengertian aktiva tetap yang dikemukakan oleh para pakar berbeda-beda, tetapi
mempunyai tujuan yang sama. Berikut ini pengertian aktiva tetap dari beberapa pakar,
yaitu menurut Niswonger (2000 : 400), adalah :
“Aktiva tetap merupakan aktiva jangka panjang atau aktiva yang relatif permanen yang
merupakan aktiva berwujud (tangible assets) yang dimiliki dan digunakan oleh
perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual sebagai bagian dari operasi normal”.
Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : hal 02), menyatakan bahwa:
“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau
dengan dibangun lebih dahulu, yang digumakan dalam operasi perusahaan, tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai
Sesuai dengan defenisi menurut SAK di atas, maka aktiva tetap harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Berwujud, artinya mempunyai bentuk fisik, dengan kata lain dapat dilihat maupun
dapat diraba oleh manusia.
b. Digunakan dalam operasi perusahaan, artinya aktiva tetap tersebut benar-benar
dipergunakan dalam operasi perusahaan. Oleh sebab itu aktiva yang mempunyai
bentuk aktiva tetap, tetapi tidak dipergunakan dalam kegiatan normal perusahaan
tidak dapat dikategorikan sebagai aktiva tetap. Misalnya, perusahaan memiliki
sebidang tanah yang telah beberapa tahun belum dimanfaatkan (masih dalam
keadaan kosong), dan dalam waktu dekat juga belum ada rencana untuk
memanfaatkannya, maka tanah tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai aktiva
tetap, tetapi dikelompokkan sebagai aktiva lain-lain.
c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan, artinya
bahwa aktiva tersebut dimaksudkan tidak untuk dijual kembali. Misalnya, membeli
mobil untuk dijual kembali dengan tujuan memperoleh keuntungan, maka mobil
tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai aktiva tetap, tetapi rumah yang dimiliki
oleh perusahaan “real estate”, yang dipakai sebagai kantor merupakan aktiva tetap,
dan rumah yang telah selesai dibangun tetapi belum terjual bukan kelompok aktiva
tetap melainkan sebagai persediaan.
d. Mempunyai masa manfaat lebih darin satu tahun, artinya berwujud tersebut
Aktiva tetap adalah jenis aktiva yang digunakan dalam operasi, namun keterlibatan
atau peranan dari tiap-tiap perusahaan tidak sama. Keterlibatan aktiva tetap tergantung
dari jenis dan sifat usahanya. Misalnya bangunan bagi perusahaan yang bergerak dalam
bidang perhotelan, merupakan aktiva tetap yang langsung berperan aktif dalam
memberikan pendapatan. Tetapi bagi perusahaan angkutan, bangunan merupakan aktiva
tetap yang bersifat sebagai sarana penunjang. Sebaliknya bagi perusahaan angkutan
(bus, taksi, dan lain-lain) merupakan aktiva tetap yang berperan aktif (terlibat langsung)
dalam rangka memperoleh pendapatan.
2. Jenis Aktiva Tetap
Aktiva tetap sesuai dengan jenisnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Aktiva tetap tidak dapat disusutkan.
Aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan adalah aktiva yang mempunyai umur atau
masa kegunaannya yang tidak terbatas. Termasuk dalam aktiva jenis ini misalnya,
tanah untuk bangunan kantor, atau untuk bangun pabrik. Harga perolehan tanah ini
tidak perlu disusutkan karena masa penggunaanya tidak terbatas dan fungsi tanah ini
untuk kegiatan perusahaan dimasa mendatang tidak akan mengalami penurunan
dalam keadaan normal.
2. Aktiva tetap dapat disusutkan.
Aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah aktiva tetap yang umur atau masa
penggunaannya terbatas. Jenis aktiva tetap yang dapat disusutkan terdiri dari 2 (dua)
a. Aktiva tetap yang bila masa penggunaannya atau umurnya telah berakhir dapat
diganti dengan aktiva sejenis. Aktiva semacam ini harga perolehannya dapat
dialokasikan dengan cara menyusutkan (depresiasi). Jenis aktiva ini misalnya:
bangunan, kendaraan, mesin-mesin pabrik, alat-alat perbengkelan, peralatan
kantor, dan sebagainya.
b. Aktiva tetap yang bila masa penggunaannya atau umurnya telah berakhir tidak
dapat diganti dengan aktiva sejenis. Jenis aktiva tetap ini harga perolehannya
dapat dialokasikan dengan cara menyusutkan (depletion). Misalnya: tanah,
tambang, hutan, dan lain sebagainya.
Selanjutnya untuk melengkapi pernyataan Ikantan Akuntan Indonesia (2004:16.3)
menyatakan “suatu aktiva dapat digolongkan sebagai aktiva tetap harus memenuhi
kriteria-kriteria berikut:
1. Besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian dimasa yang akan
datang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir kedalam perusahaan.
2. Biaya perolehan aktiva dapat diukur secara andal.
Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan bermacam-macam jenisnya, tergantung dari
kegiatan dan luas operasi perusahaan tersebut. Untuk tujuan akuntansinya, maka aktiva
tetap perlu digolongkan berdasarkan suatu aturan tertentu. Harahap (2002:22)
mengelompokkan aktiva tetap berdasarkan jenisnya sebagai berikut:
1. Lahan
meningkatkan nilai gunanya, seperti roil, jalan dan lain-lain maka dapat digabungkan dalam nilai lahan.
2. Bangunan Gedung
Bangunan adalah bangunan yang berdiri diatas bumi ini baik diatas lahan/air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung itu.
3. Mesin
Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan.
4. Kendaraan
Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkutan, truk, grader, tractor, mobil, kendaraan roda dua, dan lain-lain.
5. Perabot
Dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboraturium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan.
6. Inventaris/peralatan
Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboraturium, inventaris gudang dan lain-lain.
7. Prasarana
Di Indonesia adalah kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus prasarana seperti jalan, jembatan, riol, pagar dan lain-lain.
B. Pengertian Dan Tujuan Penyusutan Aktiva Tetap
Bersamaan dengan berlalunya waktu, semua aktiva tetap kecuali tanah akan
kehilangan kemampuan menghasilkan jasa. Dengan demikian harga perolehan aktiva ini
harus dipindahkan keperkiraan biaya secara teratur selama umur manfaatnya yang
diharapkan. Biaya yang timbul akibat penggunaan aktiva tetap tidak boleh dibebankan
langsung ke dalam periode akuntansi bersangkutan, tetapi harus dialokasikan selama
periode pemakaian aktiva tersebut. Alokasi biaya yang di taksir karena berkurangnya
kemampuan aktiva dalam suatu jangka waktu tertentu dalam akuntansi disebut dengan
Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 17.1) menyatakan bahwa “Penyusutan adalah
alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang
diestimasi”.
Peraturan pajak tidak memberikan pengertian yang jelas tentang penyusutan.
Penjelasan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan hanya
merujuk pada pengertian penyusutan menurut akuntansi, sehingga disimpulkan bahwa
pengertian penyusutan menurut pajak diambil sesuai dengan pengertian penyusutan
menurut Standar Akuntansi.
Selanjutnya menurut IKAPI (2000 : 148) mengenai penyusutan menyatakan bahwa:
“penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan
untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 11 atau pasal 11 A”.
Tujuan penyusutan menurut perpajakan ada persamaan dengan konsep akuntansi
keuangan yaitu untuk mengukur atau menentukan besarnya biaya atau beban
penyusutan aktiva tetap, guna menentukan pendapatan kena pajak atas penghasilan pada
suatu perusahaan didasarkan pada penghasilan bruto perusahaan dikurangi dengan biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta biaya-biaya yang
diperkenankan dipotong menurut Undang-Undang pajak penghasilan tahun 2000.
Jadi akuntansi penyusutan bertujuan untuk mendistribusikan biaya atau nilai lainnya
dan harta tetap berwujud dikurangi dengan nilai sisa (jika ada), selama masa manfaat
Dari beberapa defenisi di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa penyusutan
merupakan alokasi yang sistematis dan rasional dalam membebankan biaya dan bukan
merupakan pengumpulan dana untuk menggantikan aktiva tersebut, yang berarti bahwa
seiring dengan jasa yang diberikan suatu aktiva terhadap proses produksi maka sangat
perlu untuk mengalokasikan harga perolehannya melalui metode perhitungan yang
sistematis.
Menurut Baridwan (2004;309) cara pengalokasian harga perolehan aktiva dikenal
dengan istilah-istilah sebagai berikut:
1. Depreciation (penyusutan)
2. Depletion (deplesi)
3. Amortization (amortisasi)
Ad 1. Depreciation (penyusutan)
Istilah penyusutan digunakan sebagai alokasi periodik biaya atas aktiva tetap
yang digunakan oleh manusia berulang kali untuk pendapatan periodik yang
dihasilkan.
Ad 2. Depletion (deplesi)
Istilah deplesi digunakan sebagai alokasi periodik dari biaya sumber daya alam,
seperti cadangan minyak dan kayu, terhadap pendapatan periodik yang
dihasilkan. Aktiva ini tidak digunakan berulang-ulang karena sifat alamiahnya
Ad 3. Amortization (amortisasi)
Istilah amortisasi digunakan sebagai alokasi periodik dari aktiva tak berwujud
terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. Istilah amortisasi juga digunakan
pada aktiva keuangan dan kewajiban, misalnya: patent, copyright, goodwill, dan
biaya yang ditangguhkan.
Ada 4 (empat) faktor yang relevan dalam menentukan beban penyusutan periodik,
yaitu:
1. Biaya Akuisisi Dan Biaya Setelah Akuisisi Yang Dikapitalisasikan.
Biaya akuisisi (cost) suatu aktiva meliputi seluruh pengeluaran yang berkaitan
dengan perolehan dan penyiapannya untuk dapat digunakan. Biaya akuisisi ini
dikurangi nilai residu (jika ada) kemudian ditambahkan pengeluaran-pengeluaran
yang dikapitalisasi setelah perolehan aktiva tetap tersebut. Ada beberapa cara
perolehan aktiva tetap menurut Harahap (2002 : 25), yaitu:
- pembelian kontan;
- pembelian secara kredit jangka panjang; - pembelian dengan surat berharga;
- diterima dari sumbangan atau diketemukan sendiri; - dibangun sendiri;
- tukar tambah.
2. Estimasi Nilai Residu.
Estimasi nilai residu adalah nilai taksiran realisasi (penjualan tunai) bila aktiva
tersebut telah berakhir masa manfaatnya. Nilai residu ini dipakai sebagai
turut dialokasikan. Estimasi nilai residu aktiva tetap tergantung pada kebijakan
penghentian penggunaan yang diterapkan perusahaan. Dalam menentukan besarnya
nilai residu ini perlu diperhatikan:
a. Lama masa penggunaan aktiva.
b. Harga aktiva tersebut di pasar bila masa penggunaan berakhir.
c. Kebijaksanaan manajemen berdasarkan pengalaman atas penggunaan aktiva
tersebut.
3. Estimasi Umur Manfaat
Aktiva tetap, selain tanah memiliki umur manfaat. Menurut Ikatan Akuntan
Indonesia (2002 : 17.1) masa manfaat atau umur ekonomis dari aktiva tetap adalah:
a. Periode suatu aktiva diharapkan digunakan oleh perusahaan,
Atau
b. Jumlah produksi serupa yang diharapkan diperoleh dari aktiva oleh perusahaan.
Umur aktiva tetap dapat dipengaruhi oleh cara, sifat, dan pola pemakaian aktiva
tetap tersebut. Ketepatan pemakaian umur tergantung pada kecermatan dalam
melakukan estimasi atas penggunaan dimasa yang akan datang. Dalam penggunaan
aktiva tetap ada 2 (dua) jenis umur, yaitu:
a. Umur teknis, adalah umur potensial dari kondisi aktiva tetap atau kemampuan
untuk dapat dipakai.
b. Umur ekonomis atau umur produktif, adalah umur sesuai dengan kemampuan
lama dari umur ekonomis, tapi untuk keperluan penyusutan yang dipakai sebagai
dasar adalah umur ekonomis.
4. Metode Penyusutan
Penentuan metode penyusutan berhubungan dengan pola pemakaian aktiva tetap
suatu perusahaan harus mempertimbangkan suatu metode penyusutan yang cocok
dan sesuai dengan pola pendapatan yang bervariasi yang dihasilkan oleh suatu
aktiva. Untuk menerapkan suatu metode penyusutan, diperlukan adanya
pertimbangan yang rasional dalam pemilihan salah satu metode. Penerapan suatu
metode berhubungan dengan prinsip konsistensi, yaitu terus menerus dari suatu
periode ke periode selanjutnya. Dengan adanya konsistensi metode maka dapat
diukur peningkatan/penurunan pendapatan operasi.
C. Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Standar Akuntansi Keuangan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur tentang aktiva
tetap mencakup kerangka dasar penyusunan dan menyajikan laporan keuangan adalah
PSAK No. 16, sedangkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang
mengatur tentang pembebanan penyusutan aktiva yang dapat disusutkan terdapat pada
PSAK No. 17 tentang akuntansi penyusutan.
Tujuan PSAK tentang penyusutan ini adalah mengatur tentang pembebanan
penyusutan aktiva yang dapat disusutkan. Masalah utama dalam penyusutan suatu
aktiva adalah menetukan jumlah yang dapat disusutkan, metode penyusutan, dan
Aktiva yang dapat disusutkan seringkali merupakan bagian signifikan aktiva
perusahaan. Penyusutan yang terjadi karena hal ini dapat berpengaruh dalam
menentukan dan menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Jumlah yang
dapat disusutkan (depreciable) suatu aktiva tetap harus dialokasikan secara sistematis
sepanjang masa manfaatnya. Manfaat keekonomian yang diwujudkan dalam suatu pos
aktiva tetap dipergunakan oleh perusahaan sepanjang masa manfaat. Tetapi faktor lain
seperti keusangan teknis dan aus serta rusak saat suatu aktiva menganggur juga dapat
mengurangi manfaat keekonomian.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 16.9), faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat suatu aktiva adalah:
1. Penggunaan aktiva yang diharapkan oleh perusahaan.
Penggunaan dinilai dengan pedoman kapasitas aktiva yang diharapkan atau output fisik.
2. Keusangan fisik yang diharapkan, yang tergantung pada operasional seperti jumlah penggantian dari perusahaan, dan perawatan aktiva pada saat menganggur (idle)
3. Keusangan teknis yang timbul dari perubahan atau perbaikan produksi, atau dan perubahan permintaan pasar untuk produk atau jasa yang dihasilkan oleh aktiva, dan
4. Pembatasan hukum atau yang serupa atas penggunaan aktiva, seperti habisnya waktu dari sewa guna usaha yang berkaitan.
Tanah dan bangunan harus diperlakukan sebagai aktiva yang terpisah untuk tujuan
akuntansi, walaupun diperoleh secara sekaligus. Tanah biasanya memiliki usia tidak
terbatas oleh karena itu tidak disusutkan, sedangkan bangunan memiliki usia terbatas,
oleh karena itu disusutkan. Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aktiva ditentukan
Jumlah yang dapat disusutkan dialokasikan ke setiap periode akuntansi masa
manfaat aktiva dengan berbagai metode. Metode manapun yang dipilih, konsistensi
dalam penggunaannya adalah perlu tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan
dan pertimbangan perpajakan, sebagai penyedia daya banding hasil operasi perusahaan
dari periode ke periode. Walaupun prinsip konsistensi tidak melarang adanya perubahan
metode penyusutan apabila adanya perubahan ke metode yang baru dapat menghasilkan
laporan keuangan yang lebih wajar dan dapat diandalkan.
Metode penyusutan yang lazim digunakan dalam praktek akuntansi seperti halnya
menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 17.1) menyatakan metode penyusutan dapat
dikelompokkan menurut kriteria berikut:
(a) Berdasarkan Waktu
(i). Metode garis lurus (straight line method) (ii). Metode pembebanan yang menurun
a) Metode jumlah angka tahun (sum-of-the-years-digit-method)
b) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double
Declining method)
(b) Berdasarkan penggunaannya.
(i). Metode jam-jasa (service-hours method)
(ii). Metode jumlah unit produksi (productive-output method) (c) Berdasarkan kriteria lainnya.
(i). Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method) (ii). Metode anuitas (annuity method)
Ad 1. Berdasarkan Waktu.
Adapun metode penyusutan berdasarkan waktu dapat dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu:
− Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Metode penyusutan aktiva ini merupakan metode yang paling sederhana dan paling
umum dipakai. Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa sebuah aktiva tetap
menurun kegunaannya dengan tingkat yang konstan. Dalam metode garis lurus,
beban penyusutan setiap tahunnya merupakan fungsi dari lewatnya waktu dan bukan
fungsi penggunaan aktiva. Juga dalam metode penyusutan ini, beban penyusutan
tiap periodenya adalah sama tanpa memperdulikan tingkat penggunaan aktiva yang
bersangkutan. Rumus untuk menghitung besarnya penyusutan menurut metode garis
lurus adalah
Beban penyusutan =
Atau n
n ,
% 100
= taksiran umur manfaat
Contoh:
Tanggal 1 September 2005 perusahaan membeli sebuah mesin dengan harga
Rp 6.600.000,-. Diperkirakan nilai residu mesin ditaksir Rp 600.000,- dan taksiran
umur penggunaannya 5 tahun. Hitunglah penyusutan mesin tersebut.
Diketahui :
Biaya akuisisi = Rp 6.600.000,-
Biaya akuisisi – nilai residu
Umur aktiva (n) = 5 tahun, maka
Beban penyusutan =
Tahun
6.600.000-600.000 5
= Rp 1.200.000,-
Atau 100%: 5 = 20%, maka tarif yang digunakan untuk menghitung biaya
penyusutannya adalah 20%.
Untuk melihat penyusutannya tiap tahun dapat dilihat dari table berikut.
Tabel 2.1: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Garis Lurus Harga
perolehan
Beban penyusutan Akumulasi
penyusutan 12/12x1.200.000 = 1.200.000 12/12x1.200.000 = 1.200.000 12/12x1.200.000 = 1.200.000 12/12x1.200.000 = 1.200.000 8/12x1.200.000 = 800.000
− Metode Pembebanan Yang Menurun
Metode beban yang menurun seringkali disebut juga dengan metode penyusutan
dipercepat untuk menyediakan biaya penyusutan yang lebih tinggi pada tahun-tahun
awal dan beban yang lebih rendah pada periode mendatang. Secara umum ada
metode beban menurun yang digunakan, yaitu:
- Metode jumlah angka tahun (sum-of-the-years-digit-method)
Metode ini menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan
pecahan menggunakan jumlah angka tahun sebagai penyebut, misalnya umur
ekonomis 5 tahun maka (5+4+3+2+4=15) 15 sebagai penyebut, atau n (n + 1)/2.
Dan jumlah tahun estimasi umur yang tersisa pada awal tahun sebagai
pembilang.
Contoh :
Seperti pada kasus terdahulu, harga perolehan Rp 6.600.000,- Nilai sisa
Rp 600.000,-, dan umur penggunaan aktiva 5 tahun. Untuk menghitung
penyusunan tiap tahunnya dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 2.2: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Jumlah Angka Tahun
Tahun Harga
perolehan
Beban penyusutan Akumulasi
penyusutan
(4/15x4/12x6.000.000) = 1.866.667 (4/15x8/12x6.000.000)+
(3/15x4/12x6.000.000) =1.466.667 (3/15x8/12x6.000.000)+
(2/15x4/12x6.000.000) =1.066.667 (2/15x8/12x6.000.000)+
(1/15x4/12x6.000.000) = 666.667 1/15x8/12x6.000.000 = 266.667 Sumber : Harahap (2002)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa beban penyusutan pada periode awal taksiran umur
manfaat tinggi dan periode selanjutnya menurun. Pandangan yang dianut metode ini
adalah bahwa aktiva pada umur awalnya dianggap memberikan performance yang lebih
- Metode saldo menurun (declining-balance method)
Metode ini sama halnya seperti metode jumlah angka tahun, dalam metode saldo
menurun beban penyusutan secara periodik akan menurun selama taksiran umur
aktiva. Hanya saja beban penyusutan dihitung dengan cara mengalikan suatu
tariff persentase tertentu dengan nilai buku aktiva, Persentase tarif penyusutan
dapat dihitung dengan rumus :
C S r−n
Dimana :
r (ratio) = tarif penyusutan
S (solvage value) = nilai residu
C (cost) = harga perolehan aktiva
n = taksiran umur manfaat
Contoh :
Seperti kasus terdahulu, dimana:
Beban penyusutan tiap tahunnya dapat dilihat melalui table berikut :
Tabel 2.3: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Saldo Menurun
Tahun Harga
perolehan
Beban penyusutan Akumulasi
penyusutan 38,09%x8/12x6.600.000 = 1.675.960 38,09%x4/12x4.086.060 = 518.793 38,09%x8/12x4.086.060 = 1.037.587 38,09%x4/12x2.529.680 = 321.185 Sumber : Harahap (2002)
- Metode saldo menurun ganda (double-declining-balance method)
Metode saldo menurun ganda menghasilkan beban penyusutan secara periodik
semakin menurun sepanjang umur manfaat aktiva. Beban penyusutan diperoleh
dengan mengalikan tarif penyusutan yang tiap periodenya tetap dengan nilai
buku aktiva yang semakin menurun. Sama seperti perhitungan untuk
menentukan beban penyusutan menurut metode saldo menurun, dalam metode
ini nilai residu juga tidak diperhitungkan. Cara yang paling umum dan mudah
untuk mendapatkan beban penyusutan dengan metode saldo menurun ganda
adalah dengan melipatgandakan tarif penyusutan garis lurus.
Misalnya, umur aktiva ditaksir adalah 4 tahun, beban penyusutan dasar garis
lurus adalah 100% : 4 = 25%. Maka tarif beban penyusutan metode saldo
Contoh:
Seperti kasus terdahulu, maka depresiasi untuk hal diatas adalah:
Depresiasi = 2x 100%
Beban penyusutan tiap tahunnya dihitung melalui table berikut:
Tabel 2.4: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Saldo Menurun Ganda
Harga perolehan
Beban penyusutan Akumulasi
penyusutan 40%x8/12x6.600.000 = 1.760.000 40%x4/12x3.960.000 = 528.000 40%x8/12x3.960.000 = 1.056.000 40%x4/12x2.376.000 = 316.800 Sumber : Harahap (2002)
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai residunya tidak sama dengan yang
diperkirakan yaitu Rp 600.000,-. Ini dapat dialihkan penggunaan metode saldo menurun
ganda ke metode garis lurus atau metode jumlah angka tahun, karena jumlah nilai
residualnya melebihi dari penyusutan yang dihitung. Tujuan diubahnya metode adalah
untuk mencapai nilai residual yang sama seperti taksiran pada awal perolehan aktiva
Ad 2. Berdasarkan Penggunaan.
Metode yang digunakan atas dasar penggunaan lebih memandang faktor
berlalunya waktu daripada faktor penggunaan sebagai dasar penyusutan. Metode
penyusutan berdasarkan faktor penggunaan memandang faktor teknis aktiva yang
sangat berhubungan dengan tingkat pemakaian aktiva tersebut. Penyusutan berdasarkan
penggunaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
(i). Metode Jam Jasa (Service-hours method)
Metode jam jasa didasarkan suatu anggapan bahwa pembelian aktiva tetap adalah
merupan pembelian sejumlah jam pemakaian/penggunaan jam kerja aktiva dikalikan
dengan tarif penyusutan. Harga perolehan dikurangi dengan nilai residu (jika ada)
dibagi dengan taksiran jam kerja produktif seluruhnya adalah merupakan tarif
penyusutan. Dalam rumus dapat ditulis:
Penyusutan perjam =
n s c−
Dimana:
C (cost) = harga perolehan aktiva
S (solvage value) = nilai residu
n = taksiran total jamkerja
Contoh:
Seperti kasus terdahulu, harga perolehan mesin adalah Rp 6.600.000,-, nilai residu
Rp 600.000,- bila estimasi umur pemakaiannya adalah 25.000 jam, maka penyusutan
Penyusutan per jam =
Untuk penyusutan berdasarkan metode jam jasa dapat disajikan melalui table berikut:
Tabel 2.5: Perhitungan Beban Penyusutan Berdasarkan Metode Jam Jasa.
Tahun Jam
Pemakaian
Penyusutan Akumulasi
Penyusutan
Nilai Buku
Perhitungan Jumlah
2005
Sumber : Harahap (2002)
(ii). Metode Jumlah Unit Produksi (Productive-Output Method)
Dengan metode ini beban penyusutan dihitung berdasarkan jumlah unit yang
diproduksi dalam periode tersebut. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan
membagi nilai perolehan dikurangi nilai residu (jika ada) dengan taksiran total unit
yang diproduksi aktiva untuk periode tersebut. Rumus untuk menghitung
Jika dalam contoh kasus sebelumnya ditaksir bahwa mesin tersebut akan dapat
menghasilkan 500.000 unit, maka penyusutan per unit produksi dihitung sebagai
berikut:
Penyusutan per unit =
000
Misalkan selama tahun pertama mesin tersebut diharapkan akan menghasilkan
produksi 75.000 unit, tahun kedua 125.000 unit, tahun ketiga 100.000 unit, tahun
keempat 150.000 unit dan tahun kelima 50.000 unit, maka daftar penyusutan
untuk mesin tersebut dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.6 : Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Jumlah Unit Produksi
Tahun Harga Perolehan
Penyusutan Akumulasi Penyusutan
Sumber : Harahap (2002)
Metode jumlah unit produksi sebaiknya dipakai bila aktiva tetap tersebut kondisinya
menjadi menurun karena banyaknya pemakaian dan bukannya karena untuk
memproduksi suatu barang, semakin banyak barang yang dihasilkan, semakin besar
Ad 3. Metode Berdasarkan Kriteria Lainnya.
Dalam menentukan beban penyusutan dengan metode ini dapat dibedakan atas:
(i). Metode berdasarkan jenis dan kelompok (Group And Compisite Method)
- Metode berdasarkan jenis (group depreciation method)
Untuk menghitung penyusutannya terlebih dahulu harus ditentukan tarif
rata-rata dari sekelompok aktiva tetap yang mempunyai jenis dan manfaat yang
sama, sehingga biaya penyusutan adalah hasil kali antara tarif rata-rata
tersebut dengan harga perolehan sekelompok aktiva tetap tersebut setelah
dikurangi nilai sisanya.
Contoh:
Sepuluh buah peralatan sejenis mempunyai cost total Rp 15.000.000,-
ditaksir mempunyai masa manfaat rata-rata 5 tahun. Tiga buah peralatan
tersebut akan berhenti dari operasinya pada akhir tahun ke-4, dan empat
buah pada akhir tahun ke-5, dan sisanya akhir tahun ke-6. Dengan
menggunakan group depreciation method, berdasarkan rata-rata umur
tersebut 20% dari cost akan dibebankan sebagai penyusutan, ikhtisar
Tabel 2.7: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Berdasarkan Jenis
Harga perolehan Akumulasi penyusutan Nilai Buku
Sumber : Harahap (2002)
Maka pada akhir tahun ke-1, 2, 3, dan 4 dicatat penyusutan sebagai berikut:
Beban penyusutan peralatan Rp 400.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan Rp 400.000,-
Pada akhir tahun ke-5 dan ke-6 akan dicatat biaya penyusutan masing-masing sebesar
Rp 280.000,- dan Rp 120.000,-
- Metode berdasarkan kelompok (Composite Depreciation Method)
Jika dalam metode jenis aktiva yang dikelompokkan adalah sejenis, maka dalam
metode ini aktiva yang dikelompokkan itu tidak sejenis, penyusutannya dihitung
dengan cara mencari rate terlebih dahulu. Penyusutan harus dicatat dalam perkiraan
tersendiri untuk setiap aktiva. Jika terjadi penarikan salah satu aktiva yang
perkiraan akumulasi penyusutan sebesar perbedaan harga pokok dengan nilai residu.
Untuk menghitung tarif (rate) tersebut diperlihatkan melalui contoh berikut:
Tabel 2.8: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Berdasarkan Kelompok
Peralatan Harga Perolehan
Sumber : Harahap (2002)
Tarif penyusutan dihitung sebagai berikut:
Tarif penyusutan = 100%
arg
Tarif penyusutan tersebut dikenakan terhadap total harga perolehan untuk memperoleh
biaya penyusutan setiap tahunnya yaitu: 81,11% x Rp 450.000,- = Rp 365.000,-
Biaya penyusutan dicatat sebagai berikut:
Biaya penyusutan peralatan Rp 365.000,-
(ii). Metode Anuitas (Anuity Method)
Dalam metode ini aktiva tetap dianggap sebagai aktiva yang memberikan kontribusi
selama umur teknisnya. Harga perolehanya dianggap sebagai present value yang
didiskontokan dari jasa yang akan diberikannya secara merata selama umur
teknisnya. Dalam metode ini, penyusutan dianggap sebagai angka bunga yang
diperhitungkan atas harga pokok aktiva yang belum disusutkan ditambah akumulasi
penyusutan. Rumus untuk mencari beban penyusutan dengan metode anuitas adalah:
Penyusutan (d) =
ni
PVIF NS C−
Dimana:
C = harga perolehan
N = present value
S = nilai residu
n = umur aktiva
i = bunga
Contoh:
Dalam contoh kasus sebelumnya, yaitu:
C = Rp 6.600.000,-
S = Rp 600.000,-
n = 5 tahun
i = 10%
%
Beban penyusutan pertahun adalah Rp 1.642.782,-. Angka tersebut akan didistribusikan
sebagai Implicit Interest Revenue dan penyusutan, Interest revenue adalah 10% dari
nilai buku.
Tabel 2.9 : Perhitungan Beban Penyusutan Berdasarkan Metode Anuitas
Tahun Penyusutan Implicit
interest Rp 8.213.910 Rp2.213.925 Rp5.999.485
Sumber : Harahap (2002)
(iii). Sistem Persediaan (Inventory System)
Sistem persediaan adalah tipe sistem yang digunakan dalam situasi dimana jumlah
aktiva itu besar dengan harga perolehan yang kecil-kecil, seperti peralatan untuk
sebuah perusahaan industri atau perkakas untuk sebuah restauran. Metode ini
penafsiran yang dilakukan dalam perhitungan penyusutan, disamping itu juga sulit
untuk menentukan nilai aktiva tersebut pada akhir periode.
Dalam metode ini, penyusutan dihitung dengan menambahkan persediaan awal
aktiva tetap yang tersedia dengan perolehan aktiva tetap selama periode berjalan,
kemudian dikurangi dengan persediaan akhir aktiva tetap tersebut.
D. Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Undang-Undang Perpajakan
Pengaturan penyusutan menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan diatur
dalam pasal 11 Undang-Undang No.17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas
Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan. Ketentuan tersebut
menegaskan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus
Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai yang dimiliki dan
digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar
selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
Menurut Waluyo (2000 : 94) syarat aktiva tetap yang dapat disusutkan menurut
ketentuan perpajakan meliputi :
1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud ;
2. Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun ;
3. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
Undang-undang pajak penghasilan secara khusus menetapkan saat dimulainya
penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan harus dilakukan sebulan
penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi karena hal-hal berikut :
a. Harta / aktiva dalam pengerjaan
b. Harta / aktiva dalam usaha leasing
c. Wajib pajak yang mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Ad a. Harta / Aktiva Dalam Pengerjaannya
Untuk Harta / aktiva tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada
tahun selesainya pekerjaan tersebut. Jadi walaupun pada umumnya penyusutan atas
harta / aktiva dimulai pada tahun perolehan tetapi untuk harta / aktiva yang
pengerjaannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun, perhitungan penyusutan
dimulai saat selesainya harta / aktiva yang bersangkutan.
Ad b. Harta / Aktiva Dalam Usaha Sewa Guna Usaha (Leasing)
Penyusutan terhadap dalam usaha sewa guna (leasing) khususnya sewa guna
usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewa-guna-usahakan.
Ad c. Persetujuan Direktur Jenderal Pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderalm Pajak,
apabila tidak mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan
Dalam sistem penyusutan menurut undang-undang PPh, semua aktiva tetap
berwujud yang mempunyai syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih
dahulu menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
a. Harta berwujud kelompok bukan bangunan
b. Harta berwujud kelompok bangunan.
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) undang-undang PPh bahwa
pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara dibebankan melalui
penyusutan, hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip
penandingan antara pengeluaran dan penerimaan. Dalam ketentuan ini pengeluaran
untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada
tahun pengeluarannya. Namun demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif
penyusutan untuk keperluan pajak perlu diperhitungkan dasar hukum penyusutan fiskal,
karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi (komersial).
Dalam arti metode dan dasar penyusutan yang dipakai tetap sama, sebagaimana
tertera pada berikut ini menurut IKAPI (2000 : 148)
Pasal 11
1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau pengubahan harta berwujud kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
3. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
4. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, wajib pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai dihasilkan.
5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
6. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut :
Kelompok harta berwujud Masa
Manfaat
Tariff penyusutan sebagaimana dimaksud
dalam
Ayat 1
Ayat 2
1) Bukan Bangunan
Kelompok 1
7. Menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1), ketentuan tentang penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu, ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
8. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah sisa buku tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
9. Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti dimasa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dibukukan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
10.Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dengan huruf b, yang berupa harta yang berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
Dalam ayat 1 pasal 11 UU Pajak No.17 tahun 2000 dijelaskan
pengeluaran-pengeluaran yang dialokasikan melalui penyusutan yaitu pengeluaran-pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat
tersebut melalui penyusutan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah
berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai pertama kali tidak boleh
disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki
untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena
penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk
perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bara.
Yang dimaksud dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan,
hak guna dan hak pakai yang pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak
guna bangunan. Hak guna usaha dan hak pakai diamortisasi selama jangka waktu
hak-hak tersebut.
Dalam ayat 1 dan 2 pasal 11 UU Pajak No.17 tahun 2000 dijelaskan metode
penyusutan menurut fiskal. Metode penyusutan yang dibolehkan dalam ketentuan ini
adalah :
1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan dalam bagian-bagian yang
Contoh :
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,- dan masa manfaatnya 20
(dua puluh) tahun, penyusutan setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000,- (Rp
100.000.000,- : 20)
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun
selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas
nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan dengan
syarat dilakukan secara taat azas.
Contoh penggunaan metode saldo menurun adalah ;
Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga
perolehan sebesar Rp 150.000.000,- masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4
(empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%, maka perhitungan
penyusutan adalah sebagai berikut :
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
2000 Harga Perolehan Rp 150.000.000,-
2000 50 % Rp 75.000.000,- Rp 75.000.000,-
2001 50 % Rp 37.500.000,- Rp 37.500.000,-
2002 50 % Rp 18.750.000,- Rp 37.500.000,-
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas. Harta
berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta
berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode
saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih penggunaan metode saldo menurun,
nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan
pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat
disusutkan dalam satu golongan.
Ayat 3 dan 4 pasal 11 UU Pajak No.17 tahun 2000 menjelaskan kapan dimulainya
penyusutan. Penyusutan dimulai pada bulan pertama dilakukannya pengeluaran, atau
pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama
dihitung secara pro rata. Wajib Pajak diperbolehkan melakukan penyusutan mulai pada
bulan harta digunakan dalam proses produksi atau untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, atau pada saat harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Yang dimaksud menghasilkan dalam ketentuan fiskal ini dikaikan dengan saat dimulai
berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Untuk memberikan penjelasan yang lebih baik ada tiga contoh dari UU yang dikutip
yaitu:
Contoh 1.
Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp 100.000.000,-
Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2000 dan selesai untuk digunakan pada
bulan Maret 2001. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai
Contoh 2.
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2000 dengan harga
perolehan sebesar Rp 100.000.000,- masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat)
tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka
perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.10: Pehitungan Penyusutan Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan.
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
2000
Sumber : IKAPI (2000)
Contoh 3.
PT. X yang bergerak dibidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2000.
Perusahaan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2000. Dengan persetujuan
Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2001.
Ayat 5 menyebutkan wajib pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan
ketentuan pemerintah, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan
penilaian kembali aktiva tersebut. Misalnya karena adanya perkembangan harga yang
mencolok atau perubahan kebijakan dibidang moneter dapat menyebabkan
kekurangserasian antara pembiayaan dan penghasilan, yang dapat mengakibatkan
diberi wewenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva tetap
(revaluasi) atau indeksasi biaya dan penghasilan.
Untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan
atas pengeluaran harta berwujud, ayat 6 dari pasal 11 ini mengatur kelompok masa
manfaat dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun.
Table 2.11 : Tarif Penyusutan Aktiva Tetap Berdasarkan UU PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 11 Ayat 6
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat Tarif penyusutan sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) Ayat (2)
I. Bukan Bangunan Kelompok 1
Sumber : IKAPI (2000)
Bangunan tidak permanen maksudnya yang bersifat sementara dan terbuat dari
bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa
manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu
untuk karyawan.
Ayat 7 menyebutkan dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik
bidang-bidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman
keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang
digunakan dalam usaha tersebut yang ketentuannya ditetapkan dengan keputusan
Ayat 8 dan 9 menjelaskan bahwa pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena
peralihan atau penarikan harta menurut UU No.17 tahun 2000 pasal 4 ayat (1) huruf d
adalah karena :
a. Penjualan;
b. Pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
c. Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
d. Pengalihan karena likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambilalihan usaha;
e. Pengalihan karena hibah, bantuan atau sumbangan.
Apabila terjadi pengalihan harta atau penarikan harta maka jumlah nilai sisa buku
harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian
asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun
terjadinya pengalihan harta dikenakan pajak dalam tahun harta tersebut diahlikan.
Apabila harta wajib pajak dijual, penerimaan netto dari penjualan harta tersebut
dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan. Penerimaan netto
adalah selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan
penjualan. Nilai sisa buku dari harta wajib pajak dibebankan sebagai kerugian dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
Ayat 10 menyebutkan jika menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, nilai sisa bukunya tidak boleh
dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan.
Ayat 11 menyebutkan dalam rangka memberikan keseragaman kepada wajib pajak
untuk melakukan penyusutan, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan
jenis-jenis harta yang termasuk dalam setiap kelompok masa manfaat yang harus diikuti oleh
wajib pajak. Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana yang
dimaksud diatas ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan No.
520/KMK.04/2000, tanggal 14 Desember 2000 (terlampir).
E. Koreksi Terhadap Perhitungan Laba Usaha Dan Laba Fiskal Karena
Perbedaan Penerapan Akuntansi Penyusutan Aktiva tetap
Adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya antara akuntansi komersial
dengan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena
pajak. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal wajib pajak harus mengacu kepada
peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan
standar akuntansi keuangan harus disesuaikan/koreksi terlebih dahulu sebelum
menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Menurut Gunadi dalam ketentuan dasar pajak penghasilan (2001:128), menyebutkan
bahwa ada 2 koreksi yang ada, yaitu :
a. Koreksi Fiskal Positif
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
3. Pembentukan atau penumpukan dana cadangan, kecuali;
a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi.
b) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan (Wajib Pajak yang dipotang PPh pasal 21)
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali;
1) Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara
bersama-sama.
2) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah terpencil.
3) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah.
8. Pajak Penghasilan.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang menjadi tanggungannya.
10.Gaji yang dibayarkan kepada anggota Persekutuan, Firma, atau Perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11.Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.
12.Pajak masukan atau perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
(BKJ/JKP) yang tidak dapat dikreditkan, kecuali :
1) Faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang PPN (faktur pajak standar cacat)
2) Pajak masukan atas perolehan BKP/JKP yang termasuk dalam Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan.