PERBEDAAN TIPE KOMITMEN ORGANISASI
ANTARA PEKERJA TETAP DENGAN PEKERJA KONTRAK
TERHADAP PERUSAHAAN
SKRIPSI
Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
OLEH :
LAWINA M. SITOMPUL
031301045
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iii
BAB I. Pendahuluan ... 1
I.A. Latar Belakang Masalah ... 1
I.B. Tujuan Penelitian ... 11
I.C. Rumusan Masalah ... 11
I.D Manfaat Penelitian ... 11
I.E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II. Landasan Teori ... 14
II.A. Komitmen Organisasi ... 14
II.A.1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 14
II.A.2. Tipe Komitmen Organisasi ... 18
II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi ... 22
II.B. Pekerja Tetap ... 24
II.C. Pekerja Kontrak ... 25
II.D. Perbedaan Komitmen Pekerja Tetap Dengan Pekerja Kontrak Terhadap Perusahaan ... 25
BAB III. Metode Penelitian ... 31
III.A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31
III.B. Definisi Operasional ... 31
III.B.1. Variabel Bebas : Status Pekerja ... 31
III.B.2. Variabel Tergantung : Komitmen Organisasi ... 32
III.C. Subjek Penelitian ... 34
III.C.1. Populasi ... 34
III.C.2. Sampel ... 34
III.C.3. Metode Pengambilan Sampel ... 35
III.D. Metode Pengambilan Data ... 35
III.E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 37
III.E.1. Validitas ... 38
III.E.2.Reliabilitas Alat Ukur ... 38
III.E.3.Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 39
III.F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 42
III.F.1. Persiapan Penelitian ... 42
III.F.2.Pelaksanaan Penelitian ... 43
III.F.3.Pengolahan Hasil Penelitian ... 44
III.G.Metode Analisis Data ... 44
BAB.IV. Analisa dan Interpretasi Data ... 46
IV.A.Gambaran Subjek Penelitian ... 46
IV.A.1. Usia Subjek Penelitian ... 46
IV.A.3.Masa Kerja Subjek Penelitian ... 48
IV.A.4.Pendapatan Perbulan Subjek Penelitian ... 50
IV.A.5.Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 51
IV.A.6.Status Pekerja Subjek Penelitian... 52
IV.B. Hasil Utama Penelitian ... 53
IV.B.1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 53
IV.B.1.a.Uji Normalitas ... 53
IV.B.1.b.Uji Homogenitas ... 54
IV.B.2. Uji Hipotesis ... 55
IV.C. Analisa Tambahan ... 57
IV.C.1. Gambaran Mean Hipotetik dan Mean Empirik Tipe-Tipe Komitmen Organisasi ... 57
IV.C.2. Pengkategorisasian Subjek Penelitian Berdasarkan Tipe-Tipe Komitmen Organisasi ... 58
IV.D. Hasil Tambahan Penelitian ... 69
IV.D.1.Gambaran Tipe-Tipe Komitmen Organisasi Berdasarkan Usia ... 70
IV.D.2.Gambaran Tipe-Tipe Komitmen Organisasi Berdasarkan Status Pernikahan ... 73
IV.D.3.Gambaran Tipe-Tipe Komitmen Organisasi Berdasarkan Masa Kerja ... 76
IV.D.5.Gambaran Tipe-Tipe Komitmen Organisasi
Berdasarkan Jenis Kelamin ... 83
BAB.IV. Kesimpulan, Diskusi, Dan Saran ... 87
V.A.Kesimpulan ... 87
V.B. Diskusi ... 89
V.C. Saran ... 96
BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini konsep komitmen terhadap perusahaan telah menduduki
tempat yang sangat penting dalam penelitian tentang perilaku organisasi. Hal ini
dilakukan karena banyak perilaku kerja yang dipengaruhi oleh tingkat komitmen
yang dimiliki oleh karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja (Oktorita,
Rosyid, dan Lestari, 2001). Pada masa sekarang, masih banyak perusahaan di
Indonesia yang memiliki karyawan yang berkomitmen rendah. Komitmen yang
rendah terhadap perusahaan tercermin dari tindakan-tindakan pemogokan,
sabotase, pengunduran diri dan pindah kerja yang dilakukan oleh karyawan
(Kartono dalam Rifani, 2003).
Komitmen seseorang terhadap organisasi/ perusahaan seringkali menjadi
isu yang sangat penting dalam dunia kerja. Saking pentingnya hal tersebut,
sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai
salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/ posisi yang ditawarkan dalam
iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum
namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti
komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah
penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat
Perusahaan akan berkembang dan beruntung jika dapat memiliki karyawan
yang mempunyai komitmen tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat Steers dan
Porter (dalam Rifani, 2003) menyatakan bahwa perusahaan akan mendapatkan
dampak positif dari adanya karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi
terhadap perusahaan karena karyawan tersebut akan menunjukkan keinginan yang
kuat untuk tetap bekerja pada perusahaan dan akan berusaha mencapai apa yang
menjadi tujuan perusahaan. Komitmen yang tinggi akan menunjukkan
performance dan produktivitas yang lebih tinggi, tingkat absenteisme dan
keterlambatan karyawan yang rendah. Disamping pengaruhnya pada perilaku
penting tersebut, tingkat perhatian akan ketekunan karyawan dalam menjalankan
tugas lebih tinggi, inilah yang merupakan sumber potensi yang integratif, dan
karyawan lebih mudah dikelola. Hal tersebut ditambahkan oleh Mathieu dan Zajac
(dalam Rifani, 2003), dimana mereka menyatakan bahwa dengan adanya
komitmen yang tinggi dari karyawan maka perusahaan akan mendapatkan dampak
positif. Dampak positif tersebut antara lain, meningkatnya produktivitas, kualitas
kerja dan kepuasan kerja karyawan serta menurunnya tingkat keterlambatan,
absensi dan turnover dari karyawan.
Katz dan Khan (dalam Rifani, 2003) menyatakan bahwa komitmen yang
tinggi akan membuat perusahaan lebih kompetitif karena karyawan yang
berkomitmen tinggi biasanya lebih kreatif dan inovatif. Selain itu mereka juga
menambahkan bahwa karyawan yang berkomitmen tinggi mau bekerja keras,
membuat perusahaan mampu lebih kompetitif karena kemungkinan perusahaan
akan lebih tinggi produktivitas dan kualitas kerjanya.
Mowday, Porter, dan Steers (dalam Luthans, 2006) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota
organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi,
serta keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata
lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi
dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan
perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang
berkelanjutan.
Allen dan Meyer (dalam Luthans, 2006) membedakan komitmen
organisasi atas tiga tipe, yaitu : affective commitment, continuance commitment,
dan normative commitment. Affective commitment adalah keterikatan emosional
karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalm organisasi. Continuance
commitment adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan
keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas
atas promosi atau benefit. Normative commitment adalah perasaan wajib untuk
tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut
merupakan hal yang benar yang harus dilakukan. Pekerja dengan affective
commitment yang kuat tetap bekerja pada organisasi tersebut karena mereka ingin
melakukannya, pekerja dengan continuance commitment yang kuat tetap bekerja
pada organisasi tersebut karena mereka butuh, dan pekerja dengan normative
melakukannya. Oleh karena itu, tiga tipe dari komitmen organisasi mencerminkan
perbedaan keadaan psikologis yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman
berbeda dan akan mengarah pada perilaku yang berbeda, mencakup konsekuensi
berbeda terhadap perilaku dalam bekerja. (Meyer, Allen, dan Smith dalam
Dahesihsari, 2002).
Penyebab dari affective commitment lebih berhubungan kepada kebutuhan
psikologis pekerja untuk merasa nyaman dalam perannya dan kompeten dalam
tugasnya (Dunham, Grube, Castaneda, Hacket, Bycio, Hausdorf, Meyer, Allen,
dan Smith dalam Dahesihsari, 2002). Di samping itu, affective commitment
dipengaruhi oleh karakteristik organisasi seperti desentralisasi dalam pengambilan
keputusan (Brooke dkk dalam Prabowo, 2004), maupun karakteristik
disposisional seperti locus of control yang dikemukakan Luthans, dkk (dalam
Prabowo, 2004). Cropanzo, dkk; Mathieu dan Zajac, Wanous, dkk (dalam
Prabowo, 2004) menyebutkan bahwa affective commitment berkorelasi positif
dengan kesesuaian harapan antara karyawan dengan imbalan yang diberikan
organisasi, keterlibatan kerja, dorongan sosial dari: pasangannya, orang tua, dan
teman-temannya.
Di sisi lain, penyebab dari continuance commitment dan normative
comitment tidak berhubungan dengan pengalaman kerja. Allen dan Meyer (dalam
Dahesihsari, 2002) menyatakan bahwa komitmen pekerja, ketergantungan
terhadap organisasi, dan partisipasi manajemen yang diperoleh merupakan
penyebab munculnya normative commitment, ketika organisasi memberikan
tanggung jawab pekerja untuk tetap bekerja pada organisasi tersebut. Weiner
(dalam Prabowo, 2004) mendefinisikan hal ini sebagai tekanan normatif yang
terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu, sehingga
memenuhi tujuan dan keinginan organisasi. Hal ini berkaitan dengan moral dan
yang benar. Weiner juga menyatakan bahwa normative commitment dapat
berkembang akibat investasi organisasi pada karyawannya, misalnya adanya
pelatihan, subsidi kuliah atau sosialisasi pengalaman yang menekankan nilai
loyalitas. Continuance commitment di sisi lain, dapat berkembang sebagai hasil
dari berbagai tindakan atau peristiwa yang meningkatkan biaya jika meninggalkan
organisasi. Usia, jabatan, kepuasan karir, dan pengorbanan diri adalah hal-hal
yang lebih berhubungan kepada continuance commitment ( Allen dan Meyer
dalam Dahesihsari, 2002). Stebbins (dalam Prabowo, 2004) menyebutkan bahwa
continuance commitment adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih
identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku yang lain karena adanya
ancaman akan kerugian.
Steers, Porter, dan Mowday (dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001)
membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi menjadi
empat kategori, yaitu : karakteristik personal, mencakup: usia, masa jabatan,
motif berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian; karakteristik
pekerjaan, meliputi: kejelasan serta keselarasan peran, umpan balik, tantangan
pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan;
karakteristik struktural, mencakup: derajat formalisasi, ketergantungan
fungsi kontrol dalam perusahaan; serta pengalaman kerja yang dipandang sebagai
kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis
karyawan terhadap perusahaan.
Kuntjoro (2002) mengemukakan, mengingat bahwa seringkali di dalam
suatu organisasi terdiri dari pegawai tetap dan juga pegawai kontrak, maka
masalah komitmen seringkali menjadi pertanyaan pihak organisasi terhadap
pegawai kontrak. Secara psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen
organisasi, munculnya lebih psikologis dibanding kebutuhan sosial-ekonomi yang
bersumber dari gaji atau upah. Orang mencari kerja awalnya agar memperolah
status sebagai pegawai dan mendapatkan imbalan berupa gaji atau upah. Namun
setelah bekerja tuntutannya cenderung menjadi meningkat, misalnya apakah
suasana kerjanya menyenangkan atau tidak, apakah ia merasa sejahtera atau tidak,
merasa puas dengan pekerjaan dan apa yang didapat, dan sebagainya. Semua
faktor tersebut akan memberikan andil terhadap munculnya komitmen organisasi.
Pada pegawai kontrak, umumnya masa 6 (enam) bulan pertama adalah periode
dimana karyawan baru menyesuaikan diri dengan tugas, dan biasanya pada saat
tersebutlah ia baru terlihat efisien dalam menjalankan tugas-tugasnya. Namun
sayangnya jika ia ternyata cuma dikontrak 1 (satu) tahun, maka dalam bulan-bulan
berikutnya ia sudah harus berpikir bahwa akhir tahun masa kontrak habis dan
harus memperpanjang, itupun masih meragukan apakah dapat diperpanjang atau
tidak; jika secara kebetulan ternyata tidak dapat diperpanjang maka secara
disadari atau tidak ketentraman dalam menjalankan tugas terganggu. Begitu juga
sudah terlihat gelisah karena setelah tahun kedua kemungkinan untuk
diperpanjang sangat kecil (terbentur peraturan, dan lain-lain), sehingga efisiensi
kerjanya menjadi kurang, karena perhatiannya pasti lebih tercurah untuk mencari
kerja di tempat lain.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jenis
perjanjian (kontrak) kerja dapat dibagi 2 (dua), yaitu : Perjanjian (kontrak) kerja
waktu tertentu (PKWT) dan Pekerjaan (kontrak) kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT). Perjanjian (kontrak) kerja waktu tertentu adalah perjanjian tentang
pekerjaan yang menurut jenis, sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap (kontrak). Perlu
diperhatikan bahwa yang termasuk jenis pekerjaan ini adalah: pekerjaan yang
sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3
(tiga) tahun, pekerjaan yang sifatnya musiman, pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan. Perjanjian kerja waktu tertentu dapat diadakan paling
lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1(satu) kali untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun. Pekerjaan waktu tidak tertentu adalah pekerjaan yang bersifat
tetap, pekerjaannya tidak dibatasi waktu. Dengan kata lain, jika pekerjaannya
adalah di luar jenis pekerjaan waktu tertentu sebagaimana tersebut di atas, maka
status pekerja tersebut adalah pekerja tetap. Terhadap pekerja tetap dapat
Fitriana (2004) mengemukakan bahwa sebelumnya, pemerintah
menerbitkan penunjang UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan sehubungan
sistem PKWT, yakni Kepmen No. 100/MEN/ VI/2004 tentang Ketentuan
Pelaksanaan PKWT yang ditandatangani pada tanggal 21 Juni 2004. Selain itu,
ditetapkan Kepmen No. 101/MEN/ VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan
Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh yang ditandatangani pada tanggal 21
Juni 2004 sebagai peraturan pendukung Pasal 59, 65 dan Pasal 66 UU
Ketenagakerjaan. Dalam Kepmen itu dijelaskan PKWT untuk pekerjaan yang
sekali selesai/ sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun.
Peraturan itu juga mengatur sistem PKWT untuk pekerjaan yang bersifat
musiman, PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru dan
tentang perjanjian kerja harian/ lepas.
Siregar mengemukakan bahwa dalam perusahaan umumnya menggunakan
empat sistem pembayaran yang berbeda: status sebagai pekerja harian lepas, status
sebagai pekerja dengan upah per potong/ satuan hasil atau status sebagai pekerja
kontrak, status sebagai pekerja tetap harian, dan status sebagai pekerja tetap. Dari
kategori tersebut hanya status sebagai pekerja tetap yang memberikan jaminan
kerja yang secara hukum bersifat mengikat. Dari temuan diketahui bahwa dua
pertiga dari buruh tersebut dipekerjakan berdasarkan kontrak kerja yang tidak
memberikan kepastian untuk dapat terus bekerja, yang menyebabkan mereka
dapat dengan mudah diberhentikan, dan banyak pekerja tidak menerima upah jika
Siregar juga mengemukakan bahwa di sektor formal terdapat sekitar 60 %
pekerja yang dipekerjakan berdasarkan kontrak kerja yang tidak memberikan
jaminan untuk terus bekerja sehingga tidak akan memperoleh kompensasi berupa
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja pada saat terjadinya PHK.
Secara umum, pekerja kontrak hanya dibayar untuk setiap hari masuk kerja dan
tidak berhak atas sejumlah tunjangan yang dapat diharapkan oleh pekerja tetap
yang dibayar bulanan, termasuk perlindungan dari Jamsostek. Untuk pensiun dan
asuransi kecelakaan. Dewasa ini semakin banyak perusahaan mempekerjakan
karyawan secara harian, berdasarkan kontrak untuk tertentu atau
mensubkontrakan pekerjaan ke badan pemasok tenaga kerja. Dengan latar
belakang ini pertanyaan tentang status pekerjaan sering kali diajukan oleh serikat
pekerja sewaktu negosiasi dilakukan dan hal ini dapat menjadi penyebab
perselisihan.
Zulkifli (2006) selaku koordinator lapangan salah satu elemen buruh
menjelaskan bahwa pekerja kontrak dengan pekerja tetap berbeda dalam hal
mendapatkan keuntungan dan fasilitas. Pernyataan ini didukung oleh Simanjuntak
(sumber : Informasi Hukum Vol. 5 Tahun VI, 2004) yang membedakan pekerja
kontrak dengan pekerja tetap dari sistem pengupahan dan fasilitas yang diperoleh.
Upah perjam sering diberlakukan untuk pekerjaan yang sifatnya temporer atau
yang dapat dilakukan pekerja tidak tetap atau kontrak. Misalnya pekerjaan
bangunan, pekerja panen pertanian dan perkebunan. Upah perminggu biasanya
diberlakukan juga untuk pekerjaan yang sifatnya temporer. Upah perbulan
ikatan kerja dalam waktu yang relatif lama atau tetap sehingga disebut pekerja
atau pegawai tetap. Disamping upah, biasanya diberikan juga beberapa jenis
tunjangan seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan keahlian dan lain-lain.
Selain penjelasan di atas, peneliti menemukan beberapa hasil penelitian
tentang komitmen organisasi pada pekerja kontrak dan pekerja tetap yang
dirangkum oleh Biggs dan Swailes (2006). Di Netherlands, De Gilder (2003)
menemukan bahwa pekerja kontrak memiliki komitmen organisasi lebih rendah
daripada pekerja tetap. Di United Kingdom (Inggris), Coyle-Shapiro dan Kessler
(2002) juga menemukan bahwa pekerja kontrak memiliki komitmen organisasi
lebih rendah daripada karyawan tetap di sektor publik. Demikian juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gardner dan Jackson (1996) yang mengukur
perbedaan komitmen organisasi antara pekerja tetap dan pekerja kontrak bidang
perakitan dengan menggunakan British Organizational Scale. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa komitmen organisasi para pekerja kontrak secara signifikan
lebih tinggi dari pada komitmen organisasi para pekerja tetap. Studi lain pada
pekerja kontrak di Amerika Serikat (McClurg, 1999), pekerja kontrak di Amerika
Serikat (Smith, 1998), dan guru kontrak di Australia (Feather dan Rauter, 2004)
menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara tingkat
komitmen organisasi pekerja tetap dengan tingkat komitmen organisasi pekerja
kontrak.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melihat apakah tipe
komitmen yang dimiliki pekerja tetap terhadap perusahaan berbeda dengan tipe
I.B. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tipe
komitmen organisasi yang dimiliki antara pekerja tetap dengan pekerja kontrak
terhadap perusahaan.
I.C. Rumusan Masalah
1. Apakah ada perbedaan tipe komitmen pekerja tetap terhadap perusahaan?
2. Apakah ada perbedaan tipe komitmen pekerja kontrak terhadap
perusahaan?
3. Apakah ada perbedaan komitmen tipe Affective antara pekerja tetap
dengan pekerja kontrak?
4. Apakah ada perbedaan komitmen tipe Normative antara pekerja tetap
dengan pekerja kontrak?
5. Apakah ada perbedaan komitmen tipe Continuance antara pekerja tetap
dengan pekerja kontrak?
I.D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana
pengetahuan di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya
mengenai komitmen pekerja baik pekerja tetap maupun kontrak terhadap
2. Secara praktis penelitian ini dapat membantu para pengusaha melihat
bagaimana perbedaan komitmen pekerja tetap dengan pekerja kontrak
yang bekerja pada mereka sehingga para pengusaha tersebut dapat
mempertimbangkan cara-cara untuk meningkatkan komitmen pekerja tetap
dan pekerja kontrak yang bekerja pada mereka.
I.E. Sistematika Penulisan
Proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab, dan masing-masing bab dibagi
atas beberapa subbab. Adapun sistematika penulisan dalam proposal penelitian ini
adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang yang membuat peneliti tertarik
untuk meneliti topik ini, tujuan penelitian yaitu merupakan hal yang
menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini, rumusan masalah
penelitian yaitu merupakan hal-hal yang akan dibahas dalam
penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang digunakan untuk
mendukung penelitian, meliputi teori mengenai komitmen
organisasi, teori mengenai pekerja tetap dan pekerja kontrak, serta
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam
penelitian yaitu identifikasi variabel-variabel penelitian, definisi
operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian,
teknik pengambilan sampel, dan metode pengumpulan data
penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisis
data penelitian.
Bab IV : Analisa Dan Interpretasi Data
Terdiri atas beberapa subbab meliputi gambaran subjek penelitian,
uji asumsi penelitian, deskripsi data penelitian berdasarkan mean
empirik dan mean hipotetik, gambaran kesepian pada narapidana,
gambaran kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan, serta
perbedaan kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. Komitmen Organisasi
II.A.1. Pengertian Komitmen Organisasi
Penelitian tentang komitmen terhadap perusahaan sering dilakukan melalui
pendekatan operasional dan dikonseptualisasikan dengan cara yang bervariasi
sehingga banyak kajian literatur dengan definisi yang berbeda yang diberikan oleh
para ahli tentang konsep dari komitmen itu sendiri (Dunham, dkk; Meyer dan
Allen, dalam Rifani, 2003).
Berikut ini peneliti akan mengulas bermacam-macam definisi yang
berbeda yang diberikan oleh para ahli tentang konsep dari komitmen itu sendiri.
“Organizational commitment is a variable refelcting the degree of connection an individual perceives himself or herself to have with the particular organization in wich he or she is employed.”(Jewel, 1998, hal.256)
Sesuai dengan pernyataan di atas, Jewel (1998) menyebutkan bahwa
komitmen organisasi merupakan suatu variabel yang mencerminkan tingkat
hubungan pengamatan individu untuk menjadi bagian dari organisasi tempatnya
bekerja.
Sheldon (dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001) juga menyatakan
bahwa komitmen sebagai atau orientasi terhadap perusahaan yang
menghubungkan identitas seseorang pada perusahaannya. Robins (dalam Oktorita,
Rosyid, dan Lestari, 2001) menambahkan pengertian komitmen sebagai suatu
Miner (dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001) menyatakan bila ditinjau dari
segi sikap, pengertian komitmen adalah kekuatan relatif dari keterlibatan
karyawan dan identifikasi karyawan terhadap perusahaan dimana ia bekerja.
Selain itu, Welsch dan La Van (dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001)
menyatakan komitmen pada perusahaan adalah sebuah dimensi perilaku yang
penting dan dapat digunakan untuk menilai keterikatan karyawan pada
perusahaan. Hal ini didukung oleh Davis dan Newstrom (dalam Oktorita, Rosyid,
dan Lestari, 2001) yang menyatakan bahwa komitmen terhadap perusahaan adalah
tingkat kemauan karyawan untuk mengidentifikasikan dirinya pada perusahaan,
dan keinginannya untuk melanjutkan partisipasi secara aktif dalam perusahaan
tersebut.
Mowday, Porter, dan Steers (dalam Luthans, 2006) juga mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai: keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota
organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi,
serta keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata
lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi
dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan
perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang
berkelanjutan. Kemudian ditambahkan lagi oleh Mowday, Porter, Steers, dan
Desler (dalam Oktorita, Rossyid, Lestari, 2001) dengan memberi pengertian
komitmen karyawan terhadap perusahaan sebagai hubungan antara karyawan
dengan perusahaan yang merupakan orientasi karyawan pada perusahaan sehingga
keterlibatan dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Griffin dan
Bateman (dalam Prabowo, 2004) memiliki pendapat yang sama dengan pendapat
Mowday, Porter, dan Steers di atas, dimana Griffin dan Bateman menyebutkan
bahwa komitmen organisasi adalah: (1) dambaan pribadi untuk mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi, (2) keyakinan dan penerimaan terhadap nilai
dan tujuan organisasi, dan (3) kemauan secara sadar untuk mencurahkan usaha
demi kepentingan organisasi. Demikian juga dengan Prabowo (2004) yang
mendefinisikan komitmen organisasi adalah hubungan antara karyawan dengan
organisasi yang ditunjukkan dengan adanya keinginan untuk mempertahankan
keanggotaan organisasi, menerima nilai dan tujuan organisasi serta bersedia untuk
berusaha keras demi tercapainya tujuan dan kelangsungan organisasi.
Mathias dan Jakson (dalam Silitonga, 2006) menyatakan bahwa komitmen
organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap
tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi
tersebut. Ditambah lagi, Muchinsky (2003) menyatakan bahwa komitmen
organisasi adalah tingkatan dimana pekerja memiliki perasaan setia kepada orang
yang mempekerjakannya. Meyer (dalam Muchinsky, 2003) menyatakan bahwa
secara umum komitmen organisasi mencerminkan hubungan pekerja dengan
organisasi tempat ia bekerja dan berdampak terhadap keputusannya untuk tetap
menjadi anggota organisasi tersebut. Pekerja yang memiliki komitmen lebih
memilih untuk tetap di dalam organisasi daripada pekerja yang tidak memiliki
Sementara itu Becker (dalam Oktorita, Rossyid, Lestari, 2001)
menyatakan bahwa komitmen adalah sebagai akibat adanya taruhan sampingan
(side bets), berwujud waktu, uang, status, keterampilan, maupun fasilitas dari
perusahaan. Pada pengertian ini seorang karyawan terikat untuk melakukan
sesuatu yang konsisten karena bila tidak, maka ia akan kehilangan semua investasi
yang telah diberikan.
Komitmen terhadap perusahaan tercermin dalam kinerja karyawan,
semakin tinggi komitmen karyawan, maka kinerjanya akan semakin baik. Di
samping itu, komitmen karyawan juga akan terkait dengan masa kerja karyawan,
absensi, turn over, prestasi kerja, dan produktivitas kerja (Steers dan Porter, dalam
Oktorita, Rossyid, Lestari, 2001). Oktorita, Rossyid, Lestari (2001) menyatakan
bahwa komitmen tumbuh didahului dengan adanya niat untuk bekerja dalam
organisasi. Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi ditandai dengan tingkat
kehadiran tinggi, keterlibatan aktif, keterikatan yang kuat dan berorientasi pada
pencapaian tujuan.
Brooks (dalam Dahesihsari, 2002) menggambarkan komitmen organisasi
dalam konteks attachment, identification, dan involvement. Selain itu, Brooks juga
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu sikap, suatu perilaku, dan
sebagai suatu proses. Berdasarkan teori Kelman, O’Reilly dan Chatman (dalam
Caldwell, Chatman, dan O’Reilly, 1990) berpendapat bahwa komitmen kepada
organisasi dinyatakan dalam tiga dasar kelekatan yang terpisah: compliance,
identification, dan internalization. Compliance mengarah kepada kelekatan
berdasarkan keinginan untuk bergabung dengan organisasi; dan internalization
mengarah kepada kesamaan antara nilai individu dan organisasi. O’Reilly dan
Chatman lebih jauh menunjukkan bahwa konsekuensi dari komitmen tergantung
kepada dasar kelekatan individu.
Sementara itu, Steers dan Porter (dalam Oktorita, Rossyid, Lestari, 2001)
membagi komitmen ke dalam dua pendekatan utama, yaitu: (1) attitudinal
commitment, yang mengandung komitmen sebagai sikap. Karyawan mengadakan
identifikasi dengan tujuan dan nilai perusahaan dan berkeinginan untuk tetap
menjadi anggota perusahaan guna memudahkan pencapaian tujuan. (2) behavioral
commitment, yang memandang komitmen sebagai perilaku. Karyawan akan
mempunyai komitmen terhadap perusahaan karena tergantung pada aktivitas masa
lalunya, atau jika karyawan telah mempunyai banyak tabungan di perusahaan
yang sulit atau tidak mungkin ditinggalkan.
II.A.2. Tipe Komitmen Organisasi
Allen dan Meyer (dalam Luthans, 2006) membedakan komitmen
organisasi atas tiga tipe, yaitu : affective commitment, continuance commitment,
dan normative commitment.
1. Affective commitment adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi,
dan keterlibatan dalm organisasi.
2. Continuance commitment adalah komitmen berdasarkan kerugian yang
berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin
3. Normative commitment adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam
organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal
yang benar yang harus dilakukan.
Allen dan Meyer (dalam Dahesihsari, 2002) mengusulkan
bermacam-macam definisi komitmen yang mencerminkan tiga hal umum, yaitu sebuah
orientasi afektif terhadap organisasi (affective commitment), pertimbangan tentang
biaya jika meninggalkan organisasi (continuance commitment), dan tanggung
jawab moral untuk tetap dalam organisasi (normative commitment). Untuk
membenarkan bahwa masing-masing merepresentasikan konsep-konsep yang
berbeda dari konstruk komitmen organisasi, Allen dan Meyer (dalam Dahesihsari,
2002) mengembangkan model tiga komponen dari komitmen organisasi.
Walaupun tiap komponen mencerminkan hubungan anggota dengan
organisasinya, hubungan tersebut bermacam-macam. Komitmen mengarah pada
kelekatan seseorang terhadap organisasi tempatnya bekerja, namun kelekatan
tersebut muncul karena bermacam-macam alasan. Pekerja dengan affective
commitment yang kuat tetap bekerja pada organisasi tersebut karena mereka ingin
melakukannya, pekerja dengan continuance commitment yang kuat tetap bekerja
pada organisasi tersebut karena mereka butuh, dan pekerja dengan normative
commitment tetap bekerja pada organisasi tersebut karena mereka merasa harus
melakukannya. Oleh karena itu, tiga komponen dari komitmen organisasi
mencerminkan perbedaan keadaan psikologis yang berkembang sebagai hasil dari
konsekuensi berbeda terhadap perilaku dalam bekerja. (Meyer, Allen, dan Smith
dalam Dahesihsari, 2002).
Penyebab dari affective commitment lebih berhubungan kepada kebutuhan
psikologis pekerja untuk merasa nyaman dalam perannya dan kompeten dalam
tugasnya (Dunham, Grube, Castaneda, Hacket, Bycio, Hausdorf, Meyer, Allen,
dan Smith dalam Dahesihsari, 2002). Karyawan yang memiliki affective
commitment yang kuat akan mengidentifikasikan diri, terlibat mendalam, dan
menikmati keanggotaannya dalam organisasi (Mayer, dalam Prabowo, 2004).
Irving dan Meyer (dalam Prabowo, 2004) menyatakan bahwa komitmen ini
berkaitan dengan pengalaman kerja. Di samping itu, affective commitment
dipengaruhi oleh karakteristik organisasi seperti desentralisasi dalam pengambilan
keputusan (Brooke dkk dalam Prabowo, 2004), maupun karakteristik
disposisional seperti locus of control yang dikemukakan Luthans, dkk (dalam
Prabowo, 2004). Cropanzo, dkk; Mathieu dan Zajac, Wanous, dkk (dalam
Prabowo, 2004) menyebutkan bahwa affective commitment berkorelasi positif
dengan kesesuaian harapan antara karyawan dengan imbalan yang diberikan
organisasi, keterlibatan kerja, dorongan sosial dari: pasangannya, orang tua, dan
teman-temannya. Di sisi lain, penyebab dari continuance commitment dan
normative comitment tidak berhubungan dengan pengalaman kerja. Allen dan
Meyer (dalam Dahesihsari, 2002) menyatakan bahwa komitmen pekerja,
ketergantungan terhadap organisasi, dan partisipasi manajemen yang diperoleh
merupakan penyebab munculnya normative commitment, ketika organisasi
perasaan tanggung jawab pekerja untuk tetap bekerja pada organisasi tersebut.
Weiner (dalam Prabowo, 2004) mendefinisikan hal ini sebagai tekanan normatif
yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu, sehingga
memenuhi tujuan dan keinginan organisasi. Hal ini berkaitan dengan moral dan
yang benar. Weiner juga menyatakan bahwa normative commitment dapat
berkembang akibat investasi organisasi pada karyawannya, misalnya adanya
pelatihan, subsidi kuliah atau sosialisasi pengalaman yang menekankan nilai
loyalitas. Continuance commitment di sisi lain, dapat berkembang sebagai hasil
dari berbagai tindakan atau peristiwa yang meningkatkan biaya jika meninggalkan
organisasi. Usia, jabatan, kepuasan karir, dan pengorbanan diri adalah hal-hal
yang lebih berhubungan kepada continuance commitment ( Allen dan Meyer
dalam Dahesihsari, 2002). Stebbins (dalam Prabowo, 2004) menyebutkan bahwa
continuance commitment adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih
identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku yang lain karena adanya
ancaman akan kerugian. Becker (dalam Prabowo, 2004) menyatakan bahwa
continuance commitment berkaitan dengan akibat investasi organisasi pada
anggotannya maupun kurangnya alternatif kerja yang dirasakan. Allen, Meyer,
dan Becker (dalam Prabowo, 2004) menyebutkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi continuance commitment, yaitu self invesment, general training,
dukungan sosial (dari atasannya, rekan kerja, pasangannya, orang tua, dan teman),
II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi terbagi menjadi lima
kategori, yaitu :
1. Karakteristik personal, mencakup: usia, (Steers,Porter, Mowday, Welsch
dan La Van dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001), lama kerja sebagai
pekerja profesional (Welsch dan La Van dalam Oktorita, Rosyid, dan
Lestari, 2001), masa jabatan, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, faktor
kepribadian (Steers, Porter, dan Mowday dalam Oktorita, Rosyid, dan
Lestari, 2001), sifat karyawan itu sendiri (Miner dalam Oktorita, Rosyid,
dan Lestari, 2001), persepsi pekerja tentang bagaimana perusahaan
tersebut percaya kepada mereka dimana semakin tinggi kepercayaan yang
diperoleh dari organisasi, maka akan semakin tinggi pula harapan pekerja
bahwa semakin banyak usaha yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan
organisasi maka akan diupah secara adil (Hutchison dan Sowa, dalam
Schultz & Schultz, 1990), sikap positif terhadap kelompok kerja, rencana
pensiun, jumlah anak yang bersekolah, dan pertemanan dalam komunitas
di organisasi (Schultz dan Schultz, 1990).
2. Karakteristik pekerjaan, meliputi: kejelasan serta keselarasan peran,
umpan balik, tantangan pekerjaan, kesempatan berinteraksi, dimensi inti
pekerjaan (Steers, Porter, dan Mowday dalam Oktorita, Rosyid, dan
Lestari, 2001), otonomi (Steers, Porter, Mowday, Schultz dan Schultz
dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001), karakteristik organisasi
enrichment, serta kesempatan untuk menunjukkan keahlian dan
kemampuan dalam pekerjaan (Schultz dan Schultz, 1990).
3. Karakteristik struktural, mencakup: derajat formalisasi, ketergantungan
fungsional, desentralisasi, tingkat partisipasi dalam pengambilan
keputusan, fungsi kontrol dalam perusahaan (Steers, Porter, dan Mowday
dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001), kekuasaan, kesempatan
promosi, suasana partisipatif, tingkat pekerjaan, dan jabatan (Welsch dan
La Van dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001).
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan
sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis
karyawan terhadap perusahaan. Pengalaman kerja terbukti berkorelasi
positif dengan komitmen terhadap perusahaan sejauh menyangkut taraf
seberapa besar karyawan percaya bahwa perusahaan memperhatikan
minatnya, merasakan adanya kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan
seberapa besar harapan-harapan karyawan dapat terpenuhi dalam
pelaksanaan pekerjaannya (Steer dan Porter, dalam Oktorita, Rossyid,
Lestari, 2001).
5. Fasilitas yang diberikan perusahaan seperti keamanan pekerjaan,
tunjangan (Robbins dalam Oktorita, Rossyid, Lestari, 2001), dan
lingkungan kerja (Robbins; Oktorita, Rosyid, dan Lestari dalam Oktorita,
Rossyid, Lestari, 2001).
Selanjutnya, Steers (dalam Oktorita, Rossyid, Lestari, 2001) menyebutkan
peningkatan prestasi kerja, motivasi kerja, masa kerja, produktivitas kerja, dan
karyawan lebih rajin masuk kerja sehingga mengurangi absensi dan menurunkan
turn over.
Wiener (dalam Oktorita, Rossyid, Lestari, 2001) menyebutkan komitmen
terhadap perusahaan dipengaruhi oleh dua hal yaitu personal predisposition dan
corporate intervention. Personal predisposition mengandung pengertian
kemampuan perusahaan menyeleksi orang-orang yang lebih mempunyai
komitmen, sementara corporate intervention mengandung arti sejauh mana
perusahaan mampu melakukan sesuatu yang membuat karyawan memiliki
komitmen.
Studi terhadap 119 pekerja bank di New Guinea menunjukkan bahwa
komitmen organisasi berkembang secepat-cepatnya enam bulan setelah bergabung
dengan perusahaan dan komitmen tersebut berhubungan positif dengan kepuasan
kerja (O’Driscoll dalam Schultz & Schultz, 1990).
II.B. Pekerja Tetap
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian
kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) adalah perjanjian tentang pekerjaan yang
memiliki jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya selain jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja kontrak. Pekerjaan waktu tidak
tertentu adalah pekerjaan yang bersifat tetap, pekerjaannya tidak dibatasi waktu.
maka status pekerja tersebut adalah pekerja tetap. Terhadap pekerja tetap dapat
disyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
II.C. Pekerja Kontrak
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian
(kontrak) kerja waktu tertentu adalah perjanjian tentang pekerjaan yang menurut
jenis, sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Status
pekerjanya adalah pekerja tidak tetap (kontrak). Perlu diperhatikan bahwa yang
termasuk jenis pekerjaan ini adalah: pekerjaan yang sekali selesai atau yang
sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam jangka
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun, pekerjaan yang
sifatnya musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Perjanjian kerja waktu tertentu dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan
dapat diperpanjang 1(satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
II.D. Perbedaan Tipe Komitmen Organisasi Pekerja Tetap Dengan Pekerja
Kontrak Terhadap Perusahaan
Mowday, Porter, dan Steers (dalam Luthans, 2006) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai: keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota
organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi,
Allen dan Meyer (dalam Luthans, 2006) membedakan komitmen
organisasi atas tiga komponen, yaitu : affective commitment, continuance
commitment, dan normative commitment.Affective commitment adalah keterikatan
emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalm organisasi. Continuance
commitment adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan
keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas
atas promosi atau benefit. Normative commitment adalah perasaan wajib untuk
tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut
merupakan hal yang benar yang harus dilakukan.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jenis
perjanjian (kontrak) kerja dapat dibagi 2 (dua), yaitu : Perjanjian (kontrak) kerja
waktu tertentu (PKWT) dan Pekerjaan (kontrak) kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT). Perjanjian (kontrak) kerja waktu tertentu adalah perjanjian tentang
pekerjaan yang menurut jenis, sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap (kontrak). Perlu
diperhatikan bahwa yang termasuk jenis pekerjaan ini adalah: pekerjaan yang
sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3
(tiga) tahun, pekerjaan yang sifatnya musiman, pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan. Perjanjian kerja waktu tertentu dapat diadakan paling
lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1(satu) kali untuk jangka waktu paling
tetap, pekerjaannya tidak dibatasi waktu. Dengan kata lain, jika pekerjaannya
adalah di luar jenis pekerjaan waktu tertentu sebagaimana tersebut di atas, maka
status pekerja tersebut adalah pekerja tetap. Terhadap pekerja tetap dapat
disyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
Kuntjoro (2002) mengemukakan, mengingat bahwa seringkali di dalam
suatu organisasi terdiri dari pegawai tetap dan juga pegawai kontrak, maka
masalah komitmen seringkali menjadi pertanyaan pihak organisasi terhadap
pegawai kontrak. Secara psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen
organisasi, munculnya lebih psikologis dibanding kebutuhan sosial-ekonomi yang
bersumber dari gaji atau upah. Pada pegawai kontrak, umumnya masa 6 (enam)
bulan pertama adalah periode dimana karyawan baru menyesuaikan diri dengan
tugas, dan biasanya pada saat tersebutlah ia baru terlihat efisien dalam
menjalankan tugas-tugasnya. Namun sayangnya jika ia ternyata hanya dikontrak 1
(satu) tahun, maka dalam bulan-bulan berikutnya ia sudah harus berpikir bahwa
akhir tahun masa kontrak habis dan harus memperpanjang, itupun masih
meragukan apakah dapat diperpanjang atau tidak; jika secara kebetulan ternyata
tidak dapat diperpanjang maka secara disadari atau tidak ketentraman dalam
menjalankan tugas terganggu. Begitu juga jika diperpanjang untuk tahun kedua,
maka pada akhir tahun pegawai umumnya sudah terlihat gelisah karena setelah
tahun kedua kemungkinan untuk diperpanjang sangat kecil (terbentur peraturan,
dan lain-lain), sehingga efisiensi kerjanya menjadi kurang, karena perhatiannya
Siregar mengemukakan bahwa dalam perusahaan umumnya menggunakan
empat sistem pembayaran yang berbeda: status sebagai pekerja harian lepas, status
sebagai pekerja dengan upah per potong/ satuan hasil atau status sebagai pekerja
kontrak, status sebagai pekerja tetap harian, dan status sebagai pekerja tetap. Dari
kategori tersebut hanya status sebagai pekerja tetap yang memberikan jaminan
kerja yang secara hukum bersifat mengikat. Dari temuan diketahui bahwa dua
pertiga dari buruh tersebut dipekerjakan berdasarkan kontrak kerja yang tidak
memberikan kepastian untuk dapat terus bekerja, yang menyebabkan mereka
dapat dengan mudah diberhentikan, dan banyak pekerja tidak menerima upah jika
sakit atau tidak masuk karena alasan apapun.
Siregar juga mengemukakan bahwa di sektor formal terdapat sekitar 60 %
pekerja yang dipekerjakan berdasarkan kontrak kerja yang tidak memberikan
jaminan untuk terus bekerja sehingga tidak akan memperoleh kompensasi berupa
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja pada saat terjadinya PHK.
Secara umum, pekerja kontrak hanya dibayar untuk setiap hari masuk kerja dan
tidak berhak atas sejumlah tunjangan yang dapat diharapkan oleh pekerja tetap
yang dibayar bulanan, termasuk perlindungan dari Jamsostek, untuk pensiun dan
asuransi kecelakaan.
Zulkifli (2006) selaku koordinator lapangan salah satu elemen buruh
menjelaskan bahwa pekerja kontrak dengan pekerja tetap berbeda dalam hal
mendapatkan keuntungan dan fasilitas. Pernyataan ini didukung oleh Simanjuntak
(sumber : Informasi Hukum Vol. 5 Tahun VI, 2004) yang membedakan pekerja
Upah perjam sering diberlakukan untuk pekerjaan yang sifatnya temporer atau
yang dapat dilakukan pekerja tidak tetap atau kontrak. Misalnya pekerjaan
bangunan, pekerja panen pertanian dan perkebunan. Upah perminggu biasanya
diberlakukan juga untuk pekerjaan yang sifatnya temporer. Upah perbulan
biasanya diberlakukan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap. Pekerja mempunyai
ikatan kerja dalam waktu yang relatif lama atau tetap sehingga disebut pekerja
atau pegawai tetap. Disamping upah, biasanya diberikan juga beberapa jenis
tunjangan seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan keahlian dan lain-lain.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Robbins (dalam Oktorita, Rossyid,
Lestari, 2001) menyebutkan bahwa komitmen karyawan dipengaruhi oleh fasilitas
yang diberikan perusahaan seperti keamanan pekerjaan, tunjangan, dan
lingkungan kerja. Lebih jauh, Welsch dan La Van (dalam Oktorita, Rossyid,
Lestari, 2001) juga menjelaskan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan
yang positif dengan suasana partisipastif, kekuasaan, kesempatan promosi, usia,
tingkat pekerjaan, jabatan, dan lama kerja sebagai pekerja profesional.
Pekerja dengan pendidikan lebih tinggi dan yang bekerja sebagai ilmuwan,
ahli mesin, atau spesialis tertentu telah terbukti memiliki komitmen organisasi
yang rendah. Demikian juga dengan yang menginginkan karir lebih tinggi-yang
menduduki posisi yang sama selama lima tahun dan merasa bahwa mereka tidak
dapat dipromosikan dan tidak memiliki kesempatan dipromosikan-menunjukkan
penurunan komitmen organisasi yang signifikan (Staut, Slocum, dan Cron dalam
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tipe komitmen pekerja tetap
terhadap perusahaan akan berbeda dengan tipe komitmen organisasi pekerja
kontrak terhadap perusahaan.
II.E. Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Ada perbedaan tipe komitmen organisasi pada pekerja tetap.
2. Ada perbedaan tipe komitmen organisasi pada pekerja kontrak.
3. Ada perbedaan komitmen organisasi tipe Affective antara pekerja tetap
dengan pekerja kontrak.
4. Ada perbedaan komitmen organisasi tipe Normative antara pekerja
tetap dengan pekerja kontrak.
5. Ada perbedaan komitmen organisasi tipe Continuance antara pekerja
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian, karena
menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan
pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian
meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian,
prosedur penelitian, dan metode analisis data (Hadi, 2000). Penelitian yang
dilakukan adalah penelitian kausal komparatif, yang bertujuan untuk menyelidiki
kemungkinan hubungan sebab akibat berdasarkan pengamatan terhadap akibat
yang ada, mencari kembali fakta yang mungkin menjadi penyebab melalui data
tertentu (Narbuko dan Achmadi, 1997).
III.A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung.
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini yaitu :
Variabel bebas : Status Pekerja (Pekerja Tetap dan Pekerja Kontrak)
Variabel tergantung : Komitmen Organisasi
III.B. Definisi Operasional
III.B.1. Variabel Bebas: Status Pekerja (Pekerja Tetap dan Pekerja Kontrak) Yang dimaksud dengan pekerja tetap adalah pekerja yang melakukan
tertentu, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak memiliki jangka
waktu tertentu, dan pekerja tersebut mengalami masa percobaan paling lama tiga
bulan. Yang dimaksud dengan pekerja kontrak adalah pekerja yang melakukan
pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang
diperkirakan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dan
paling lama 3 (tiga) tahun, pekerjaan yang sifatnya musiman, pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan atau penjajakan. Pekerja kontrak menandatangani kontrak
kerja yang disebut Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang diadakan paling lama
dua tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu
tahun.
III.B.2. Variabel Tergantung : Komitmen Organisasi
Komitmen Organisasi diukur dengan menggunakan skala yang disusun
berdasarkan pada tiga tipe Komitmen Organisasi yang dikemukakan oleh Allen
dan Meyer ( dalam Luthans, 2006) yaitu : (1) Affective Commitment; (2)
Continuance Commitment; (3) Normative Commitment.
Definisi operasional dari masing-masing komponen tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Affective Commitment adalah perasaan pekerja terhadap perusahaan yang
terikat secara emosional sehingga akan mengidentifikasikan dirinya
keanggotaannya dalam perusahaan tersebut karena merasa nyaman dalam
perannya dan kompeten dalam tugasnya.
2. Continuance Commitment adalah perasaan pekerja terhadap perusahaan
untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut karena merasa butuh agar
menghindari ancaman kerugian jika keluar dari perusahaan tersebut.
Kerugian yang dimaksud dapat berupa kehilangan pekerjaan, kehilangan
senioritas, ketidakpastian akan mendapatkan pekerjaan yang baru,
kehilangan kesempatan untuk meningkatkan karir, kehilangan kesempatan
untuk mendapatkan pelatihan dari perusahaan, dan kerugian lainnya.
3. Normative Commitment adalah perasaan pekerja untuk wajib tetap bekerja
di perusahaan karena tumbuhnya rasa tanggung jawab untuk tetap bekerja
pada perusahaan tersebut. Tindakan tersebut dianggap sebagai sesuatu hal
yang benar yang harus dilakukan.
Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari skala Komitmen Organisasi pada
masing tipe komitmen organisasi berarti semakin tinggi tingkat
masing-masing tipe komitmen pekerja terhadap perusahaan dan sebaliknya semakin
rendah nilai yang diperoleh dari skala Komitmen Organisasi pada masing-masing
tipe komitmen organisasi menunjukkan semakin rendah pula tingkat
masing-masing tipe komitmen pekerja terhadap perusahaan. Kategorisasi tingkat
komitmen subjek penelitian terhadap perusahaan dibagi berdasarkan tiga kategori
III.C. Subjek Penelitian
II.C.1. Populasi
Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari
semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel
penelitian itu hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini
adalah pekerja tetap dan pekerja kontrak di perusahaan “X” yang berada di kota
Medan.
III.C.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi (Hadi 2000). Sampel juga harus dapat
mencerminkan keadaan populasinya dengan karakteristik populasi yang akan
digunakan dalam penelitian adalah :
1. Berstatus sebagai pekerja tetap atau pekerja kontrak.
2. Sedang bekerja di salah satu perusahaaan minimal selama enam bulan.
O’Driscoll (dalam Schultz & Schultz, 1990) menyatakan bahwa komitmen
organisasi berkembang secepat-cepatnya enam bulan setelah bergabung
dengan perusahaan dan komitmen tersebut berhubungan positif dengan
kepuasan kerja
3. Memiliki tingkat pekerjaan yang setara antara sesama pekerja tetap dan
antara sesama pekerja kontrak.
4. Mendapatkan fasilitas yang relatif sama antara sesama pekerja tetap dan
III.C.3. Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling
secara incidental yang berarti pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada
faktor kebetulan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan
karakteristik subjek penelitian (Hadi, 2000).
Adapun teknik incidental sampling ini memiliki kelebihan dan kelemahan
di dalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian (Hadi, 2000). Hadi (2000)
menyatakan bahwa kelebihan dari teknik ini adalah kemudahannya dalam
menemukan sampel, menghemat biaya, waktu, tenaga, dan adanya keterandalan
subyektifitas peneliti yaitu kemampuan peneliti untuk melihat bahwa subjek yang
dipilih sudah sesuai dengan karakteristik yang telah ditetapkan. Akan tetapi,
kelemahan dari teknik ini yaitu tidak dapat memberikan taraf keyakinan yang
tinggi sehingga sulit untuk ditarik kesimpulan ataupun digeneralisasikan ke
populasi lainnya. Selain itu, karena teknik ini mengandalkan subyektifitas dari
peneliti mengakibatkan adanya kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan
sampel.
III.D. Metode Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologis.
Penelitian ini menggunakan metode skala mengingat data yang ingin diungkap
berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak
butir-butir pernyataan. (Azwar, 2000). Hadi (2000) menyatakan bahwa skala
dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Subjek adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada penyidik adalah benar dan
dapat dipercaya
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh penyidik
Skala Komitmen Organisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala psikologis yang terdiri dari butir pernyataan yang disusun oleh peneliti
berdasarkan indikator-indikator perilaku dari ketiga tipe Komitmen Organisasi
yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer (dalam Luthans, 2006) yaitu affective
commitment, continuance commitment, dan normative commitment.
Skala ini menggunakan skala model Likert. Skala terdiri dari pernyataan
dengan lima pilihan jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk
pernyataan Favourable (mendukung) dan Unfavourable (tidak mendukung). Nilai
setiap pilihan bergerak dari 1 - 5, bobot penilaian untuk pernyataan Favorable
yaitu SS = 5, S = 4, N = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk bobot pernyataan
Unfavorabel yaitu SS = 1, S = 2, N = 3, TS = 4, STS = 5.
Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala Komitmen Organisasi yang
Tabel 1
Cara Penilaian Skala Tipe-Tipe Komitmen Organisasi
BENTUK
Skala Komitmen Organisasi butir-butirnya disusun berdasarkan
indikator-indikator perilaku dari ketiga tipe Komitmen Organisasi yang dikemukakan oleh
Allen dan Meyer (dalam Luthans, 2006). Skala ini terdiri dari 70 aitem dengan
komponen sebagai berikut :
Tabel 2
Blue Print Skala Tipe-Tipe Komitmen Organisasi Sebelum Uji Coba
No. Tipe-Tipe Terlibat mendalam 11, 12, 18,
40, 47
17, 39, 48, 68, 69
Menikmati keanggotaan 9, 10, 19, 20, 37 Menghindari kerugian 5, 23, 33, 34,
53
6, 24, 54, 63, 64
3.
Normative Commitment
Merasa tanggung jawab
1, 25, 31, 55,
III.E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian
sangat menentukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan.
yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes ini
(Azwar, 2000).
III.E.1. Validitas
Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang
seharusnya diukur. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi (content validity) yaitu berkaitan dengan apakah aitem mewakili
pengukuran dalam area sasaran yang diukur. Validitas isi merupakan hal yang
utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan
pakar (Azwar, 2000). Setelah aspek-aspek yang diukur ditentukan, peneliti akan
menyusun aitem-aitem mengacu pada blue print yang telah dibuat sebelumnya.
Selanjutnya peneliti meminta pertimbangan professional judgement, dalam hal ini
dosen pembimbing peneliti sebelum aitem-aitem dijadikan alat ukur. Kemudian
dilakukan seleksi aitem untuk memilih aitem-aitem mana yang dapat dijadikan
alat ukur sesuai dengan blue print yang ada. Seleksi aitem dilakukan dengan
menghitung koefisien korelasi Pearson Product Moment yang dianalisis dengan
menggunakan SPSS versi 12 for windows. Prosedur pengujian ini menghasilkan
koefisien aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem dimana setiap
butir aitem pada skala dikorelasikan dengan skor total skala (Azwar, 2000).
III.E.2. Reliabilitas alat ukur
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dari suatu alat ukur
menunjukkan derajat keajegan atau konsisitensi alat ukur yang bersangkutan bila
diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).
Pengujian reliabilitas untuk skala dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan konsistensi internal (Internal consistency). Dalam pendekatan
konsistensi internal prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah
tes kepada sekelompok individu sebagai subjek (single trial administration), oleh
karena itu pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi
(Azwar, 2000).
Teknik analisis yang digunakan untuk menghitung reliabilitas dari alat
ukur dalam penelitian ini adalah tehnik koefisien alpha cronbach formula.
Penghitungan selanjutnya diolah dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS
versi12forwindows.
III.E.3. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur penelitian Skala Tipe Komitmen Organisasi dilakukan
terhadap 62 orang pekerja dimana 32 orang berstatus pekerja kontrak dan 30
orang berstatus pekerja tetap. Dalam uji daya beda aitem, peneliti menggunakan
kriteria pemilihan aitem yang diungkapkan oleh Azwar (1999) yaitu ≥ 0,30
dimana aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi aitem ≥ 0,30 daya
pembedanya dianggap memuaskan.
Pada Skala Loneliness diujicobakan sebanyak 70 aitem dan pada awalnya
diperoleh alpha sebesar 0,956. Dari hasil uji coba didapat sebanyak 57 aitem yang
dipakai pada skala yang sebenarnya. Setelah 13 aitem tersebut dikeluarkan maka
diperoleh alpha sebesar 0,974 yang berarti terjadi peningkatan reliabilitas sebesar
0,018.
Pada tabel 3 berikut ini disajikan distribusi aitem Skala Tipe Komitmen
Organisasiyang digunakan dalam penelitian setelah dilakukan uji coba :
Tabel 3
Blue Print Skala Tipe-Tipe Komitmen Organisasi Setelah Uji Coba
No. Tipe-Tipe
Menikmati keanggotaan 9, 10, 19, 20, 37
Merasa tanggung jawab
1, 25, 31, 55,
Penebalan : Aitem yang gugur.
Selanjutnya, dari 57 item yang diperoleh, dilakukan penyusunan kembali
nomor-nomor aitem untuk kemudian digunakan dalam pengambilan data
Tabel 4
Perubahan Nomor Skala Tipe-Tipe Komitmen Organisasi Setelah Uji Coba
Nomor Butir Pernyataan Skala
Favorable Unfavorable
Nomor Aitem Lama Nomor Aitem Baru Nomor Aitem Lama Nomor Aitem Baru
Tabel 5
Blue Print Skala Tipe-Tipe Komitmen Organisasi Yang Digunakan Dalam Penelitian
No. Tipe-Tipe
Menikmati keanggotaan 14, 24, 32, 42,
52 1, 17, 30, 47
III.F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
III.F.1. Persiapan Penelitian
Dalam tahap persiapan ini yang dilakukan oleh peneliti adalah:
1. Pembuatan alat ukur
Pada tahap ini, alat ukur yang dibuat oleh peneliti adalah Skala Tipe-Tipe
Komitmen Organisasi. Skala tersebut dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan
defenisi operasional yang telah diuraikan sebelumnya. Pada Skala Tipe-Tipe
Komitmen Organisasi, peneliti membuat sebanyak 70 aitem, yang terdiri dari
30 aitem tipe Affective, 20 aitem tipe Continuance, dan 20 aitem tipe
Normative. Persiapan alat ukur ini dilakukan sejak 16 Agustus – 24 September
2. Permohonan Ijin Melakukan Pengambilan Data Penelitian
Sebelum melakukan uji coba alat ukur, peneliti terlebih dahulu meminta ijin
kepada pihak perusahaan untuk melakukan pengambilan data di perusahaan
tersebut dengan membawa surat permohonan ijin mengambil data penelitian
yang diperoleh dari pihak kampus.
3. Uji coba alat ukur
Uji coba skala dilaksanakan pada tanggal 26 September – 14 November 2007
kepada 56 orang pekerja tetap dan 58 pekerja kontrak di salah satu kantor
cabang sebuah perusahaan di Medan. Uji coba dilakukan dengan memberikan
skala tersebut kepada subjek penelitian dengan dibantu oleh teman yang
bekerja di perusahaan tersebut.
4. Evaluasi alat ukur
Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang diberikan kepada 114
orang pekerja, peneliti kemudian melakukan pengujian dan evaluasi terhadap
validitas dan reliabilitas skala penelitian dengan menggunakan teknik analisa
korelasi koefisien Product Moment dan Koefisien Alpha Cronbach yang
dibantu dengan aplikasi komputer SPSS versi 12 for windows. Aitem-aitem
yang dianggap memuaskan kemudian disajikan kembali ke dalam skala
penelitian yang sesungguhnya yang terdiri dari 57 aitem Skala Tipe-Tipe
Komitmen Organisasi dimana terdapat 27 aitem tipe Affective, 13 aitem tipe
III.F.2. Pelaksanaan Penelitian
Setelah alat ukur diujicobakan dan dievaluasi, maka dilakukan
pengambilan data penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 22 – 27 November
2007 di perusahaan yang sama dengan tempat dilakukan uji coba alat ukur namun
di kantor cabang yang berbeda untuk menghindari terjadinya pengisian skala oleh
subjek penelitian yang sama dengan skala uji coba . Penyebaran skala dilakukan
dengan membagikan skala secara langsung kepada pekerja yang kebetulan
ditemui dan sebelumnya telah diminta kesediaannya untuk mengisi skala tersebut.
Skala yang disebarkan berjumlah 80 skala dan diberikan kepada 40 orang pekerja
tetap dan 40 orang pekerja tetap yang telah memenuhi kriteria subjek penelitian.
Dari 80 skala yang telah dibagikan hanya 62 skala yangg kembali yaitu 32 skala
dari 32 orang pekerja kontrak dan 30 skala dari 30 orang pekerja tetap dan semua
datanya dapat diolah.
III.F.3. Pengolahan Hasil Penelitian
Setelah diperoleh hasil skor Skala Tipe-Tipe Komitmen Organisasi dari 62
orang pekerja, maka selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 12 for windows. Sebelum
dilakukan pengolahan data, peneliti melakukan analisa reliabilitas dan diperoleh
III.G. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik,
dengan bantuan program aplikasi komputer SPSS versi 12 for windows. Alasan
yang mendasari dipakainya analisis statistik adalah karena statistik dapat
menunjukkan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang
mendasari adalah : statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan
universal (Hadi, 2000). Menurut Nazir (2003) statistik dapat digunakan sebagai
alat untuk mengetahui apakah hubungan kausalitas antara dua atau lebih variabel
benar-benar terkait secara benar dalam suatu kausalitas empiris. Selain itu,
statistik dapat menolong peneliti untuk menyimpulkan apakah suatu perbedaan
yang diperoleh benar-benar berbeda secara signifikan.
Metode analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik deskriptif untuk dapat
menggambarkan skor masing-masing tipe komitmen organisasi, lalu
menggunakan statistik uji-t untuk pengujian ketiga tipe di antara dua sampel
(Hadi, 2000).
Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
penelitian yaitu :
1. Uji Normalitas sebaran variabel penelitian, yaitu mengetahui apakah data
dari variabel dalam penelitian ini sebarannya normal. Normalitas dapat
diuji dengan menggunakan kolmogorov-smirnovtest dengan bantuan SPSS
normal apabila p>0.05 dan sebaliknya sampel tidak terdistribusi dengan
normal apabila p<0.05.
2. Uji Homogenitas yaitu untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal
dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dihitung dengan
independent t-test melalui levene test dengan bantuan SPSS versi 12 for
windows. Menurut Hadi (2000), suatu populasi dinyatakan homogen
apabila p>0.05 dan sebaliknya populasi dinyatakan tidak homogen apabila
BAB IV
ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian. Pembahasan akan
dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan
dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian. Analisa dan
interpretasi data pada bab ini berkaitan dengan dengan masalah yang akan dijawab
maupun variabel yang akan diteliti oleh peneliti serta berkaitan dengan analisa
tambahan.
IV.A. Gambaran Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah individu berusia 24 – 57 tahun yang
bekerja baik sebagai pekerja tetap maupun pekerja kontrak di perusahaan asuransi
”X”. Subjek didalam penelitian ini berjumlah 62 orang. Berdasarkan jumlah
tersebut didapatkan gambaran subjek penelitian menurut usia, status pernikahan,
masa kerja di perusahaan tersebut, tingkat pendapatan perbulan, jenis kelamin,
dan status pekerja.
IV.A.1. Usia Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berada pada usia 24 - 57 tahun, baik untuk
pekerja pria dan pekerja wanita. Berikut ini merupakan tabel penyebaran subjek
Tabel 6
Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Pekerja
Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60
Berdasarkan data pada tabel 6 dan grafik 1 di atas, diketahui bahwa jumlah
subjek penelitian paling banyak berada pada rentang usia 31 - 40 tahun yaitu 27
orang (43,55 %). Kemudian diikuti dengan subjek yang berusia 41 - 50 tahun
sebanyak 15 orang (24.19 %). Berada diurutan ketiga adalah subjek yang berusia
21 - 30 tahun sebanyak 13 orang (20,97 %), dan jumlah yang paling sedikit berada