• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBERIAN PISANG AWAK (Musa paradisiaca var. Awak), STATUS GIZI DAN GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN PADA BAYI

USIA 0-12 BULAN DI DESA PALOH GADENG

KECAMATAN DEWANTARA KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2011

Oleh:

WINDA PUSPITA NIM. 071000111

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

POLA PEMBERIAN PISANG AWAK (Musa paradisiaca var. Awak), STATUS GIZI DAN GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN PADA BAYI

USIA 0-12 BULAN DI DESA PALOH GADENG

KECAMATAN DEWANTARA KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

WINDA PUSPITA NIM. 071000111

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul:

POLA PEMBERIAN PISANG AWAK (Musa paradisiaca var. Awak), STATUS GIZI DAN GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN PADA BAYI USIA 0-12 BULAN DI DESA PALOH GADENG KECAMATAN DEWANTARA

KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2011 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

WINDA PUSPITA NIM. 071000111

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Juni 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji:

Ketua Penguji Penguji I

Dra. Jumirah, Apt., M.Kes Ernawati Nasution, SKM., M.Kes NIP. 19580315 198811 2 001 NIP. 19700212 199501 2 001

Penguji II Penguji III

dr. Mhd. Arifin Siregar, MS Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si NIP. 19581111 198703 1 004 NIP. 19670613 199303 1 004

Medan, 27 Juni 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Pisang awak (Musa paradisiaca var. Awak) merupakan salah satu jenis pisang yang sering diberikan ibu pada bayi sebagai makanan pendamping ASI di daerah Aceh. Namun, sampai saat ini masih ditemukan pemberian pisang awak yang tidak tepat dan diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Pemberian makanan terlalu dini pada bayi dapat menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan seperti diare, muntah, dan sembelit.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pemberian pisang awak, status gizi dan kejadian gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian terdiri dari 54 bayi yang berusia 0-12 bulan dengan pengambilan sampel secara seluruh sampel. Data tentang pola pemberian pisang awak dan gangguan saluran pencernaan diperoleh melalui wawancara dengan ibu bayi. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang bayi dan panjang badan (PB) melalui pengukuran panjang badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi di Desa Paloh Gadeng diberikan makan pisang awak dengan pola pemberian yang paling banyak dilakukan meliputi pada waktu pagi dan sore hari (53,3%), frekuensi pemberian sebanyak 2 kali dalam sehari (64,4%), cara pemberian pisang awak dilumatkan dan dicampur nasi (60,0%), kuantitas pemberian sebanyak 1 buah (82,2%) dan umur pertama kali diberikan sejak 0 bulan (51,1%). Pola pemberian ASI yang paling banyak dilakukan terdiri dari waktu pemberian tidak terjadwal (89,4%), frekuensi pemberian < 8 kali (55,3%) dan durasi pemberian ≥ 15 menit (72,3%). Umumnya bayi memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB. Gangguan saluran pencernaan paling banyak terjadi pada bayi usia di bawah 6 bulan dengan gangguan sembelit (69,2%).

Disarankan kepada pihak puskesmas perlu meningkatkan penyuluhan tentang pemberian pisang awak untuk bayi usia di atas 6 bulan agar gangguan saluran pencernaan berkurang. Selain itu, perlu adanya penyuluhan tentang adat “peucicap” agar dilakukan sebagai isyarat saja agar pemberian ASI Eksklusif dapat tercapai.

(5)

ABSTRACT

Musa paradisiaca var. Awak is one species of banana which is often given by mothers to infants as a complementary feeding especially in Aceh Province. However, the feeding of Musa paradisiaca var. Awak is still inappropriate and it is given to infants under 6 months. Early feeding practices to infants can cause disorder on gastrointestinal such as diarrhea, vomiting and constipation.

The objective of the research is to know the Musa paradisiaca var. Awak feeding pattern, nutritional status and gastrointestinal disorder of infants aged 0-12 months old in Paloh Gadeng Village of Dewantara Subregency of North Aceh Regency. This research was descriptive with cross-sectional design. Samples consisted of 54 infants that aged 0-12 months old with the sampling was taken by total sampling. The data of Musa paradisiaca var. Awak feeding pattern and gastrointestinal disorder were gotten by interview with the mothers. The body weight was taken by weighting the infants, whereas the body length was taken by measuring the body length. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the research showed that majority of infants in Paloh Gadeng Village were given Musa paradisiaca var. Awak which the most feeding was done in the morning and evening (53,3%), the frequency of feeding are twice a day (64,4%), it was pulverized and mixed with rice when it served to the infants (60,0%), the quantity of feeding are one piece (82,2%) and the it was given since age of 0 month (51,1%). The most breastfeeding consisted of on demand/not schedule feeding (89,4%), the frequency of breastfeeding are < 8 times (55,3%) and the length time of breastfeeding in ≥ 15 minutes (72,3%). The majority of infants have normal nutritional status based on index of W/A, L/A and W/L. The most of gastrointestinal disorder were happened in under age of 6 months infants with constipation (69,2%).

It was suggested that the primary healthy center to increase health extension about Musa paradisiaca var. Awak feeding to infants on 6 months so that gastrointestinal disorder was decreased. Besides that, extension about indigenous “peucicap” should be signed so that exclusively breastfeeding can be achieved.

(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Winda Puspita

Tempat/ Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 26 November 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 3 (Tiga) Orang

Alamat : Jalan Peut Sagoe No. 19 Komplek PIM

Krueng Geukueh Kabupaten Aceh Utara

Riwayat Pendidikan

Tahun 1993-1995 : TK Swasta Tunas Harapan, Aceh Utara

Tahun 1995-2001 : SD Swasta Iskandar Muda, Aceh Utara

Tahun 2001-2004 : SMP Swasta Iskandar Muda, Aceh Utara

Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 1 Lhokseumawe

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

yang berjudul “Pola Pemberian Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak),

Status Gizi dan Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.

Jumirah, Apt., M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Ibu Ernawati Nasution, SKM,

M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan

bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah membimbing penulis selama mengikuti proses pembelajaran di FKM

USU.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dr. Mhd. Arifin Siregar, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian,

MSi selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam skripsi

ini.

5. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika FKM USU yang telah

membimbing dan membantu selama perkuliahan.

6. Bapak Abubakar H Usman selaku Kepala Desa Paloh Gadeng yang telah

(8)

7. Teristimewa kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda Suardi dan Ibunda

Nuraini, serta abang dan adik untuk cinta, kasih sayang dan semangat yang

tak tergantikan yang diberikan kepada penulis.

8. Muhammad Suheri Sastri, Amd yang senantiasa memberikan motivasi,

semangat dan doa kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat terbaik yang senantiasa memberikan semangat, doa dan

keceriaan yang indah.

10. Teman-teman seperjuangan di peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat dan

teman-teman Stambuk 2007 terima kasih atas semangat serta senyuman dalam

kenangan indah selama duduk di bangku perkuliahan.

11. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama

dan doanya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan

karunia-Nya kepada kita semua dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, Juni 2011

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ... 6

2.1. Pola Pemberian Makanan Bayi ... 6

2.1.1. Makanan Bayi Umur 0-6 Bulan ... 6

2.1.2. Makanan Bayi Umur 6-9 Bulan ... 6

2.1.3. Makanan Bayi Umur 9-12 Bulan ... 7

2.2. Jenis Makanan Bayi ... 8

2.2.1. Air Susu Ibu (ASI) ... 8

2.2.2. Susu Formula... 8

2.2.3. Makanan Pendamping ASI... 9

2.3. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi ... 11

2.4. Pisang ... 11

2.4.1. Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak) ... 13

2.5. Status Gizi ... 15

2.5.1. Pengertian Status Gizi ... 15

2.5.2. Penilaian Status Gizi ... 16

2.6. Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi ... 18

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Jenis dan Desain Penelitian ... 23

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 23

(10)

3.3. Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1. Populasi ... 24

3.3.2. Sampel ... 24

3.4. Instrumen Penelitian ... 24

3.5. Pengumpulan Data ... 24

3.5.1. Data Primer ... 24

3.5.2. Data Sekunder ... 25

3.6. Definisi Operasional ... 25

3.7. Aspek Pengukuran ... 26

3.8. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ... 29

3.9. Pengolahan dan Analisa Data ... 30

3.9.1. Pengolahan Data ... 30

3.9.2. Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 31

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

4.1.1. Geografis ... 31

4.1.2. Demografi... 31

4.2. Gambaran Umum Responden ... 32

4.2.1. Umur... 32

4.2.2. Pendidikan ... 32

4.2.3. Pekerjaan ... 33

4.3. Gambaran Umum Bayi ... 33

4.3.1. Usia dan Jenis Kelamin ... 33

4.4. Pola Pemberian Pisang Awak pada Bayi Usia 0-12 Bulan ... 34

4.4.1. Waktu Pemberian Pisang Awak ... 35

4.4.2. Frekuensi Pemberian Pisang Awak ... 36

4.4.3. Cara Pemberian Pisang Awak ... 36

4.4.4. Kuantitas Pemberian Pisang Awak ... 37

4.4.5. Umur Pertama Kali Diberikan Pisang Awak ... 38

4.4.6. Alasan Ibu Memberikan Pisang Awak ... 38

4.5. Pola Pemberian ASI ... 39

4.5.1. Waktu Pemberian ASI ... 40

4.5.2. Frekuensi Pemberian ASI ... 40

4.5.3. Durasi Pemberian ASI ... 41

4.6. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan ... 42

4.6.1. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur ... 42

4.6.2. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Panjang Badan Menurut Umur ... 43

4.6.3. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan ... 43

(11)

4.6.5. Status Gizi Bayi (PB/U) Berdasarkan Pemberian Pisang

Awak ... 46

4.6.6. Status Gizi Bayi (BB/PB) Berdasarkan Pemberian Pisang Awak ... 47

4.7. Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan ... 48

4.7.1. Jenis Gangguan Saluran Pencernaan ... 49

4.7.2. Frekuensi Gangguan Saluran Pencernaan ... 49

4.7.3. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Pemberian Pisang Awak ... 50

4.8. Kaitan Pola Pemberian Pisang Awak dan Gangguan Saluran Pencernaan ... 51

4.8.1. Waktu Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan ... 51

4.8.2. Frekuensi Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan ... 52

4.8.3. Cara Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan ... 52

4.8.4. Kuantitas Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan ... 53

4.8.5. Usia Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan ... 54

4.9. Kaitan Gangguan Saluran Pencernaan dan Status Gizi ... 55

4.9.1. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Status Gizi Bayi (BB/U) ... 55

4.9.2. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Status Gizi Bayi (PB/U) ... 55

4.9.3. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Status Gizi Bayi (BB/PB) ... 56

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.1. Pola Pemberian Pisang Awak pada Bayi Usia 0-12 Bulan ... 58

5.2. Pola Pemberian ASI ... 62

5.3. Status Gizi dan Pemberian Pisang Awak ... 64

5.4. Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan ... 66

5.5. Kaitan Pola Pemberian Pisang Awak dan Gangguan Saluran Pencernaan ... 67

5.6. Kaitan Gangguan Saluran Pencernaan dan Status Gizi ... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran ... 71

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan berbagai zat gizi dalam ASI ... 8 Tabel 2.2. Komposisi Nilai Zat Gizi Pisang Awak dan Beberapa Jenis Pisang

(setiap 100 gram daging buah) ... 15 Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paloh

Gadeng Tahun 2010 ... 31 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu di Desa Paloh Gadeng

Tahun 2011 ... 32 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di Desa Paloh

Gadeng Tahun 2011 ... 33 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Desa Paloh

Gadeng Tahun 2011 ... 33 Tabel 4.5. Distribusi Kelompok Usia Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi

Usia 0-12 Bulan ... 34 Tabel 4.6. Distribusi Bayi Usia 0-12 Bulan yang Diberikan Pisang Awak di

Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 34 Tabel 4.7. Distribusi Waktu Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia Bayi

Di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 35 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia

Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 36 Tabel 4.9. Distribusi Cara Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia Bayi

Di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 36 Tabel 4.10. Distribusi Kuantitas Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia

Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 37 Tabel 4.11. Distribusi Umur Pertama Kali Bayi Diberikan Pisang Awak di

Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 38 Tabel 4.12. Distribusi Alasan Ibu Memberikan Pisang Awak di Desa Paloh

Gadeng Tahun 2011 ... 38 Tabel 4.13. Distribusi Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh

Gadeng Tahun 2011 ... 39 Tabel 4.14. Distribusi Waktu Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi di Desa

Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 40 Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi di

Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 40 Tabel 4.16. Distribusi Durasi Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi di Desa

Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 41 Tabel 4.17. Distribusi Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks

Berat Badan Menurut Umur di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 42 Tabel 4.18. Distribusi Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks

Panjang Badan Menurut Umur di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 .. 43 Tabel 4.19. Distribusi Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks

Berat Badan Menurut Panjang Badan di Desa Paloh Gadeng

(13)

Tabel 4.20. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Status Gizi Bayi (BB/U) di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 45 Tabel 4.21. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Status Gizi

Bayi (PB/U) di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 46 Tabel 4.22. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Status Gizi

Bayi (BB/PB) di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 47 Tabel 4.23. Distribusi Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia

0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 48 Tabel 4.24. Distribusi Jenis Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia

0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 49 Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia

0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 50 Tabel 4.26. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Gangguan

Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh

Gadeng Tahun 2011 ... 50 Tabel 4.27. Tabulasi Silang antara Waktu Pemberian Pisang Awak dengan

Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 .. 51 Tabel 4.28. Tabulasi Silang antara Frekuensi Pemberian Pisang Awak dengan

Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 .. 52 Tabel 4.29. Tabulasi Silang antara Cara Pemberian Pisang Awak dengan

Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 .. 53 Tabel 4.30. Tabulasi Silang antara Kuantitas Pemberian Pisang Awak dengan

Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 .. 53 Tabel 4.31. Tabulasi Silang antara Usia Pemberian Pisang Awak dengan

Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 .. 54 Tabel 4.32. Tabulasi Silang antara Gangguan Saluran Pencernaan dengan

Status Gizi Bayi (BB/U) di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 55 Tabel 4.33. Tabulasi Silang antara Gangguan Saluran Pencernaan dengan

Status Gizi Bayi (PB/U) di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011 ... 56 Tabel 4.34. Tabulasi Silang antara Gangguan Saluran Pencernaan dengan

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Output Hasil

Lampiran 4. Gambar Pelaksanaan Penelitian Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

(16)

ABSTRAK

Pisang awak (Musa paradisiaca var. Awak) merupakan salah satu jenis pisang yang sering diberikan ibu pada bayi sebagai makanan pendamping ASI di daerah Aceh. Namun, sampai saat ini masih ditemukan pemberian pisang awak yang tidak tepat dan diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Pemberian makanan terlalu dini pada bayi dapat menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan seperti diare, muntah, dan sembelit.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pemberian pisang awak, status gizi dan kejadian gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian terdiri dari 54 bayi yang berusia 0-12 bulan dengan pengambilan sampel secara seluruh sampel. Data tentang pola pemberian pisang awak dan gangguan saluran pencernaan diperoleh melalui wawancara dengan ibu bayi. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang bayi dan panjang badan (PB) melalui pengukuran panjang badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi di Desa Paloh Gadeng diberikan makan pisang awak dengan pola pemberian yang paling banyak dilakukan meliputi pada waktu pagi dan sore hari (53,3%), frekuensi pemberian sebanyak 2 kali dalam sehari (64,4%), cara pemberian pisang awak dilumatkan dan dicampur nasi (60,0%), kuantitas pemberian sebanyak 1 buah (82,2%) dan umur pertama kali diberikan sejak 0 bulan (51,1%). Pola pemberian ASI yang paling banyak dilakukan terdiri dari waktu pemberian tidak terjadwal (89,4%), frekuensi pemberian < 8 kali (55,3%) dan durasi pemberian ≥ 15 menit (72,3%). Umumnya bayi memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB. Gangguan saluran pencernaan paling banyak terjadi pada bayi usia di bawah 6 bulan dengan gangguan sembelit (69,2%).

Disarankan kepada pihak puskesmas perlu meningkatkan penyuluhan tentang pemberian pisang awak untuk bayi usia di atas 6 bulan agar gangguan saluran pencernaan berkurang. Selain itu, perlu adanya penyuluhan tentang adat “peucicap” agar dilakukan sebagai isyarat saja agar pemberian ASI Eksklusif dapat tercapai.

(17)

ABSTRACT

Musa paradisiaca var. Awak is one species of banana which is often given by mothers to infants as a complementary feeding especially in Aceh Province. However, the feeding of Musa paradisiaca var. Awak is still inappropriate and it is given to infants under 6 months. Early feeding practices to infants can cause disorder on gastrointestinal such as diarrhea, vomiting and constipation.

The objective of the research is to know the Musa paradisiaca var. Awak feeding pattern, nutritional status and gastrointestinal disorder of infants aged 0-12 months old in Paloh Gadeng Village of Dewantara Subregency of North Aceh Regency. This research was descriptive with cross-sectional design. Samples consisted of 54 infants that aged 0-12 months old with the sampling was taken by total sampling. The data of Musa paradisiaca var. Awak feeding pattern and gastrointestinal disorder were gotten by interview with the mothers. The body weight was taken by weighting the infants, whereas the body length was taken by measuring the body length. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the research showed that majority of infants in Paloh Gadeng Village were given Musa paradisiaca var. Awak which the most feeding was done in the morning and evening (53,3%), the frequency of feeding are twice a day (64,4%), it was pulverized and mixed with rice when it served to the infants (60,0%), the quantity of feeding are one piece (82,2%) and the it was given since age of 0 month (51,1%). The most breastfeeding consisted of on demand/not schedule feeding (89,4%), the frequency of breastfeeding are < 8 times (55,3%) and the length time of breastfeeding in ≥ 15 minutes (72,3%). The majority of infants have normal nutritional status based on index of W/A, L/A and W/L. The most of gastrointestinal disorder were happened in under age of 6 months infants with constipation (69,2%).

It was suggested that the primary healthy center to increase health extension about Musa paradisiaca var. Awak feeding to infants on 6 months so that gastrointestinal disorder was decreased. Besides that, extension about indigenous “peucicap” should be signed so that exclusively breastfeeding can be achieved.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

keberhasilan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

memiliki sifat yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas.

Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini ditentukan oleh status gizi yang baik. Oleh

karena itu masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi

pangan dan penyakit infeksi serta tidak langsung oleh pola asuh, ketersediaan pangan,

faktor sosial ekonomi budaya dan politik, dapat menjadi faktor penghambat dalam

pembangunaan nasional (Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2006).

Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang

berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin yakni sejak manusia itu

masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

makanannya. Melalui makanan manusia mendapatkan zat gizi yang merupakan

kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berkembang. Ketidaktahuan tentang cara

pemberian makan pada bayi baik dari jumlah, jenis dan frekuensi makanan secara

langsung dan tidak langsung menjadi penyebab terjadinya masalah kurang gizi pada

bayi (Husaini, 1999).

Bayi adalah anak yang berusia 0 - 12 bulan dan merupakan salah satu

kelompok yang rawan gizi, oleh sebab itu bayi memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah

yang relatif besar, tidak saja cara perawatannya, namun pola pemberian makan juga

(19)

Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for

Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal

penting yang harus dilakukan yaitu: (1) Memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayi

segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir; (2) Memberikan hanya ASI saja atau

pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan; (3)

Memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan

sampai 24 bulan; (4) Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan.

Disamping itu juga MP-ASI disediakan berdasarkan bahan lokal bila memungkinkan,

MP-ASI harus mudah dicerna, harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan bayi

dan MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup (Depkes RI,

2006).

Meski demikian perkembangan pelaksanaan di lapangan menunjukan

banyaknya pelanggaran yang merenggut hak bayi atas ASI eksklusif enam bulan

tersebut yaitu dengan menjejali bayi yang baru lahir dengan produk makanan

pendamping ASI. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun

2002, terdapat 32% ibu yang memberikan makanan tambahan kepada bayi berumur 2

– 3 bulan, seperti bubur nasi, pisang, dan 69% terhadap bayi berumur 4 – 5 bulan.

Selain itu, dari penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo,

Provinsi Jawa Tengah, ditemukan bahwa praktek pemberian makan pada bayi

sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan pada usia tersebut didapatkan 66,7% jenis

makanan yang diberikan adalah pisang (Litbangkes, 2003).

Aceh Utara merupakan salah kabupaten yang ada di provinsi Nanggroe Aceh

(20)

MP-ASI kepada bayi yang terlalu dini. Bayi berumur tujuh hari dirayakan dengan

adat peucicap yaitu bayi diperkenalkan makanan dengan mencampur berbagai macam

rasa makanan seperti diberikan sari buah (pisang, apel, jeruk, anggur, nangka), gula,

garam, madu yang dioleskan pada bibir bayi disertai dengan doa dan pengharapan

dengan kata-kata agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti kepada

kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa. Setelah adat peucicap selesai berarti bayi

sudah boleh diberikan makanan (Norman, 2010).

Di Aceh Utara sendiri, selain ibu, nenek juga berperan memberikan makanan

kepada bayi. Biasanya bayi diberikan makanan berupa pisang awak yang dikerok

maupun yang dilumatkan dan dicampur dengan nasi. Alasan mengapa bayi diberikan

pisang awak karena mereka beranggapan bahwa pemberian ASI belum cukup

mengenyangkan bagi si bayi, terkadang bayi sering menangis dan dianggap lapar

serta ibu menginginkan bayinya cepat gemuk. Memberikan pisang awak ini sudah

menjadi tradisi turun temurun.

Hasil penelitian Sari (2010) yang dilakukan di Kabupaten Bireuen

menunjukkan bahwa 24 anak diberikan makanan tambahan pada usia di bawah 1

bulan dan 83,3% anak diberikan pisang yang dihaluskan. Jenis pisang yang sering

diberikan adalah pisang awak dan pisang ayam.

Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu

pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, cara pembuatannya. Kebiasaan

pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah pemberian makanan

yang terlalu dini. Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada

(21)

status gizi bayi (Hayati, 2009). Hasil penelitian Pardosi (2009) di Kelurahan Mangga

Perumnas Simalingkar Medan menunjukkan bahwa 26,1% bayi mengalami susah

buang air besar dan diare 15,2% akibat pemberian makanan tambahan di bawah usia

kurang enam bulan.

Menurut data dari Puskesmas Dewantara, cakupan pemberian ASI Eksklusif

di Desa Paloh Gadeng tahun 2010 hanya mencapai 8,2%. Hal ini menggambarkan

bahwa masih ada praktek pemberian MP-ASI dini pada bayi usia di bawah 6 bulan.

Angka kejadian diare pada bayi di Desa Paloh Gadeng setiap bulannya rata-rata

mencapai 10 kasus (Laporan Bulanan Pustu Dewantara, 2010).

Desa Paloh Gadeng adalah salah satu desa di antara 15 desa yang ada di

wilayah Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Menurut hasil survei

pendahuluan yang peneliti lakukan, di Desa Paloh Gadeng dijumpai masih banyak

ibu-ibu yang memberikan makanan berupa pisang awak yang dilumatkan pada bayi

sejak usia dini. Secara teoritis diketahui bahwa pemberian makan yang terlalu dini

pada bayi dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi seperti diare,

sembelit/konstipasi, muntah, dan alergi.

Mengacu dari uraian latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui pola

pemberian pisang awak, status gizi dan gangguan saluran pencernaan pada bayi usia

0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

(22)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Bagaimana pola pemberian pisang awak, status gizi dan gangguan saluran

pencernaan pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara

Kabupaten Aceh Utara tahun 2011”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola pemberian pisang awak, status gizi dan gangguan

saluran pencernaan pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan

Dewantara Kabupaten Aceh Utara tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui pola pemberian ASI pada bayi yang meliputi waktu pemberian,

frekuensi pemberian, dan durasi pemberian di Desa Paloh Gadeng.

1.4. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di Puskesmas Dewantara

tentang gambaran pola pemberian pisang awak, status gizi dan gangguan pencernaan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi 2.1.1. Makanan Bayi Umur 0-6 Bulan

Berikan hanya ASI saja sampai berumur enam bulan (ASI Eksklusif). Kontak

fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama 30 menit pertama

setelah lahir. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi.

Berikan ASI dari kedua payudara, berikan ASI dari satu payudara sampai kosong

kemudian pindah ke payudara lainnya (Depkes RI, 2005).

Kolostrum jangan dibuang tetapi harus segera diberikan pada bayi. Walaupun

jumlahnya sedikit, namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari

pertama. Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun. Waktu dan

lama menyusui tidak perlu dibatasi dan frekuensinya tidak perlu dijadwal (diberikan

pagi, siang dan malam hari). Serta sebaiknya jangan memberikan makanan atau

minuman (air kelapa, air tajin, air teh, madu, pisang, dan lain-lain) pada bayi sebelum

diberikan ASI karena sangat membahayakan kesehatan bayi dan mengganggu

keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2005).

2.1.2. Makanan Bayi Umur 6-9 Bulan Hal-hal yang harus diperhatikan:

a. Pemberian ASI diteruskan.

b. Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi

sudah memiliki refleks mengunyah. Contoh MP-ASI berbentuk halus antara

(24)

dilumatkan. Berikan untuk pertama kali satu jenis MP-ASI dan berikan sedikit

demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2 sendok makan, 1-2 kali sehari. Berikan

untuk beberapa hari secara tetap, kemudian baru diberikan jenis MP-ASI yang

lain.

c. Perlu diingat tiap kali berikan ASI lebih dulu baru MP-ASI, agar ASI

dimanfaatkan seoptimal mungkin.

d. Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Kalau bayi sulit

menerima, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit

dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut.

2.1.3. Makanan Bayi Umur 9-12 Bulan Hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Pemberian ASI diteruskan.

b. Bayi mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa nasi tim/

saring bubur saring dengan frekuensi dua kali sehari.

c. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi

sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa/ margarin.

Bahkan makanan ini dapat menambah kalori bayi, disamping memberikan

rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat gizi lain yang

larut dalam lemak. Nasi tim bayi harus diatur secara berangsur. Lambat laun

mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga.

d. Berikan makanan selingan 1 kali sehari. Dipilih makanan yang bernilai gizi

tinggi, seperti bubur kacang hijau, buah dan lain-lain. Diusahakan agar

(25)

2.2. Jenis Makanan Bayi 2.2.1. Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar mamae wanita melalui

proses laktasi. ASI juga mengandung sejumlah zat penolak bibit penyakit antara lain

laktoferin, immunoglobulin, dan zat lainnya yang melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi.

Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa

tambahan cairan/ makanan. Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka

waktu setidaknya selama 6 bulan. ASI dapat diberikan sampai berusia 2 tahun

(Moehyi, 2008).

Tabel 2.1. Kandungan berbagai zat gizi dalam ASI Macam zat gizi Kadar gizi dalam 100 ml ASI

Protein 1,2 g

Lemak 3,8 g

Laktose 7,0 g

Kalori 75,0 kal

Besi 0,15 mg

Vitamin A 53,0 Kl

Vitamin B1 0,11 mg

Vitamin C 4,3 mg

Sumber: Moehyi, S., 2008

2.1.2. Susu Formula

Menurut Husaini (1999), susu formula adalah susu komersil yang dijual

dipasar atau ditoko, biasanya terbuat dari susu sapi atau susu kedelai diperuntukkan

khusus untuk bayi.

Susu formula dapat diberikan sebagai pengganti ASI dalam keadaan sebagai

(26)

a. ASI tidak keluar sama sekali sebagai pengganti ASI adalah susu formula.

b. Ibu meninggal sewaktu melahirkan.

c. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Selain susu bayi yang diberikan kepada bayi sehat, produsen susu bayi juga

membuat formula-formula khusus untuk diberikan kepada bayi dengan kelainan

metabolisme tertentu agar bayi tersebut tetap dapat tumbuh normal, baik fisik atau

kejiwaanya. Susu formula semacam ini dikenal dengan formula diit atau special

formula (Moehyi, 2008).

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002

menunjukkan bahwa pemberian susu formula kerap kali dilakukan pada bayi kurang

dari 2 bulan. Hal ini terjadi karena ibu bekerja kembali saat bayi berusia 6-8 minggu.

Oleh sebab itu, cakupan pemberian susu formula meningkat tiga kali lipat dalam

kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% di tahun 2002 (Susanto,

2010).

2.1.4. Makanan Pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2006), makanan pendamping ASI adalah makanan atau

minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan

guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI.

Selain itu, WHO (2003) menegaskan bahwa MP-ASI harus diberikan setelah

anak berusia 6 bulan karena pada masa tersebut produksi ASI semakin menurun

sehingga supply zat gizi dan ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang

(27)

Makanan pendamping ASI untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan,

seperti memenuhi kecukupan gizi, susunan hidangan memenuhi pola menu seimbang

dan memperhatikan selera terhadap makanan, bentuk dan porsi disesuaikan dengan

daya terima, toleransi, dan keadaan faali anak, serta memperhatikan sanitasi/ higiene

(Pudjiadi, 2005).

Penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo,

Provinsi Jawa Tengah, dimana praktek-praktek pemberian makan pada bayi

sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan 66,7% jenis makanan yang

diberikan adalah pisang (Widodo, 2003). Dari hasil penelitian Sulastri (2004)

di Kecamatan Medan Marelan mengenai pemberian MP-ASI dimana 80

responden terdapat 2,5% pemberian MP-ASI baik dan 97,5% dengan

pemberian MP-ASI yang tidak baik.

Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (2008) di Kelurahan

PB Selayang Medan menunjukkan bahwa tidak ada satu orang pun ibu yang memberi

MP-ASI setelah bayi usia lebih dari 6 bulan. Sebagian besar bayi sudah mendapat

MP-ASI pada usia 1-3 bulan bahkan ada yang sudah memberi MP-ASI begitu lahir.

Tujuan memberikan makanan pendamping ASI adalah melengkapi zat gizi

yang kurang terdapat dalam ASI/ susu formula, mengembangkan kemampuan bayi

untuk menerima bermacam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa,

mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, dan melakukan

adaptasi terhadap makanan yang mengandung kalor energi yang tinggi (Persagi,

(28)

2.3. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi

Setiap bayi memerlukan nutrisi yang baik dan seimbang. Artinya, setiap bayi

memerlukan nutrisi dengan menu seimbang dan porsi yang tepat, tidak berlebihan

dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuhnya. Jika pemberian nutrisi pada bayi kurang

baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya maka pertumbuhan dan

perkembangannya akan berjalan lambat. Sebaliknya, jika pemberian nutrisi melebihi

kapasitas yang dibutuhkan akan menyebabkan kegemukan yang mengakibatkan

pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi terganggu.

Energi atau kalori sangat berpengaruh terhadap laju pembelahan sel dan

pembentukkan struktur organ-organ tubuh. Apabila energi berkurang maka proses

pembelahan sel akan terganggu dapat mengakibatkan organ-organ tubuh dan otak

bayi mempunyai sel-sel yang lebih sedikit dari pada pertumbuhan normal.

Protein sebagai zat pembangun sangat diperlukan bayi untuk pembuatan

sel-sel baru dan merupakan unsur pembentukkan berbagai struktur organ tubuh

(Asydhad, 2006).

2.4. Pisang

Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara.

Tanaman pisang menyukai daerah alam terbuka yang cukup sinar matahari, cocok

tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 meter lebih diatas permukaan

laut. Pada dasarnya tanaman pisang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki batang

sejati. Batang pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan

pelepah-pelepah yang mengelilingi poros lunak panjang. Batang pisang yang sebenarnya

(29)

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan

atas tiga macam, yaitu:

1. Pisang serat

Pisang serat adalah tanaman pisang yang tidak untuk diambil buahnya, tetapi

diambil seratnya. Serat pisang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

pakaian.

2. Pisang hias

Seperti halnya pisang serat, pisang hias juga tidak dimanfaatkan untuk

diambil buahnya. Jenis pisang ini memiliki morfologi daun yang indah

sehingga cocok dijadikan tanaman penghias halaman rumah atau pinggir

jalan.

3. Pisang buah

Pisang jenis ini sudah tidak asing lagi karena paling banyak dijumpai. Pisang

buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah dapat

dibedakan menjadi 4 golongan.

a. Golongan pertama adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah

masak, misalnya pisang susu, pisang barangan, pisang mas, dan pisang

raja.

b. Golongan kedua adalah pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih

dahulu, misalnya pisang tanduk, pisang uli, pisang kapas, dan pisang

(30)

c. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah

masak maupun diolah terlebih dahulu, misalnya pisang kepok, pisang raja,

dan pisang awak.

d. Golongan keempat adalah pisang yang dapat dikonsumsi sewaktu masih

mentah, misalnya pisang klutuk atau pisang batu yang sering dijadikan

bahan untuk membuat rujak (Supriyadi dan Suyanti, 2008).

Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan

energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya

akan vitamin dan mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor, dan kalsium. Oleh

karena itu, buah pisang kerap digunakan sebagai makanan pemula yang diberikan

pada bayi.

Hasil penelitian Widodo (2003), mengungkapkan bahwa di Indonesia jenis

MP-ASI yang umum diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang

57,3%. Hal yang sama juga diperoleh dari penelitian Saragih (2008) yang dilakukan

di Kabupaten Nias Selatan sebanyak 87,0% jenis MP-ASI yang diberikan kepada

bayi adalah dalam bentuk bubur dan buah. Bubur yang diberikan berupa nasi tim dan

ditambah dengan lauk-pauk, dan buah yang sering diberikan adalah pisang.

2.4.1. Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak)

Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak

maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm

dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang masing-masing

(31)

kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak dari saat

[image:31.612.204.440.139.314.2]

berbunga adalah 5 bulan (Supriyadi dan Suyanti, 2008).

Gambar 2.1. Pisang Awak

Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu provinsi yang banyak

menghasilkan pisang. Menurut data BPS tahun 2009, jumlah produksi pisang

mencapai 611.328 kuintal. Di Aceh, pisang awak yang sudah masak dimanfaatkan

oleh ibu-ibu sebagai makanan pendamping ASI untuk bayi. Biasanya sejak bayi baru

berumur tujuh hari sudah diberi makan pisang awak. Beberapa alasan mengapa bayi

diberikan pisang awak karena mereka beranggapan bahwa pemberian ASI belum

cukup mengenyangkan bagi si bayi, terkadang bayi sering menangis dan dianggap

lapar serta ibu menginginkan bayinya cepat gemuk. Memberikan pisang awak ini

sudah menjadi tradisi turun temurun. Selain dimanfaatkan sebagai MP-ASI, pisang

ini juga sering diolah menjadi makanan cemilan seperti pisang sale dan keripik.

Harga pisang ini relatif murah. Setiap 1 sisir pisang dijual dengan harga Rp. 3.000,00.

Berdasarkan hasil penelitian Sari (2010) yang dilakukan di Kabupaten

(32)

bawah 1 bulan dan 83,3% anak diberikan pisang yang dihaluskan. Jenis pisang yang

sering diberikan adalah pisang awak dan pisang ayam.

Pisang awak yang masih hijau kulitnya tetapi cukup tua dagingnya

mengandung 21-25% zat tepung. Bila mengalami pemeraman atau masak sendiri di

pohon, zat tepung itu sebagian besar berubah menjadi beberapa jenis gula yaitu

dextrose, levulose dan sucrose. Komposisi nilai gizi pisang awak dan beberapa jenis

[image:32.612.114.526.308.448.2]

pisang lainnya (setiap 100 gram daging buah) dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut:

Tabel 2.2. Komposisi Nilai Zat Gizi Pisang Awak dan Beberapa Jenis Pisang (setiap 100 gram daging buah)

Zat Gizi Jenis Pisang

Awak Ambon Mas Raja Raja Sereh

Protein (g) 1,2 1,2 1,4 1,2 1,2

Lemak (g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Karbohidrat (g) 22,2 25,8 33,6 31,8 31,1

Kadar air (g) 75,6 72 64,2 65,8 67

Kalsium (mg) 8 8 10 10 7

Besi (mg) 0,8 0,5 0,8 0,8 0,3

Vitamin A (IU) 126 146 79 950 112

Energi (kal) 95 99 127 120 118

Sumber: Munizar, 1998

2.5. Status Gizi

2.5.1. Pengertian Status Gizi

Menurut Supariasa (2002) status gizi adalah ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam

bentuk variabel tertentu.

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok

orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan utilitas zat gizi makanan.

(33)

apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak

(Riyadi dalam Fauziati, 2007).

2.5.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan

gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif

maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia

(Arisman, 2004).

Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu:

1. Penilaian status gizi secara langsung, dapat dibagi menjadi empat penilaian

yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan

adalah antropometri gizi. Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur

dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit.

Pemantauan status gizi pada bayi menggunakan metode antropometri sebagai

cara untuk menilai status gizi. Penggunaan indeks antropometri gizi pada bayi antara

lain berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U) dan

(34)

Dari berbagai jenis indeks tersebut diatas, untuk menginterprestasikannya

dibutuhkan ambang batas yang dapat disajikan ke dalam 3 cara yaitu persen terhadap

median, persentil dan standar deviasi unit. Dalam penelitian penulis akan

menggunakan cara Standar Deviasi (SD).

Standar Deviasi (SD) disebut juga Z-Score. WHO memberikan gambaran

perhitungan SD unit terhadap baku 2005. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi

dinyatakan dalam positif dan negative 2 SD unit (Z-Score) dari median.

Rumus perhitungan Z-Score adalah:

a. Indeks BB/U:

1. Normal : ≥ -2 SD s/d < 1 SD

2. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

3. Sangat Kurang : < -3 SD

4. Bila Z-Score > +1 tidak ada kategori, langsung gunakan BB/PB

b. Indeks PB/U :

1. Sangat Tinggi : > 3 SD

2. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 3 SD

3. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

(35)

c. Indeks BB/PB :

1. Sangat Gemuk : > 3 SD

2. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD

3. Resiko Gemuk : > 1 SD s/d ≤ 2 SD

4. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 1 SD

5. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

6. Sangat Kurus : < -3 SD

2.6. Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi

Bayi yang terlalu cepat diberi makanan padat akan menanggung sejumlah

risiko masalah kesehatan pada usia dini maupun usia dewasa kelak. Hal tersebut

dapat memicu terjadinya sejumlah penyakit, salah satunya terjadi gangguan saluran

pencernaan pada bayi. Biasanya bayi siap untuk makan makanan padat, baik secara

pertumbuhan maupun secara psikologis, pada usia 6-9 bulan. Tubuh bayi belum

memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada

saat kelahiran dan baru dalam 4 sampai 6 bulan terakhir jumlahnya meningkat

mendekati jumlah untuk orang dewasa. Amilase, enzim yang diproduksi oleh

pankreas belum mencapai jumlah yang cukup untuk mencernakan makanan kasar

sampai usia sekitar 6 bulan. Dan enzim pencernaan karbohidrat seperti maltase,

isomaltase, dan sukrase belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 7 bulan.

Bayi juga memiliki jumlah lipase dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan

lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan (Edwards, 1998).

(36)

untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan

dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan. Beberapa gangguan saluran

pencernaan pada bayi seperti:

a. Diare

Dalam makanan tambahan bayi biasanya terkandung konsentrasi tinggi

karbohidrat dan gula yang masih sukar untuk dicerna oleh organ pencernaan bayi

apabila diberikan terlalu dini, karena produksi enzim-enzim khususnya amilase pada

bayi masih rendah. Karena produksi enzim-enzim pencernaan masih rendah maka

akan terjadi malabsorpsi di dalam organ pencernaan bayi. Akibatnya akan terjadi

gangguan pencernaan pada bayi yang salah satunya adalah kejadian diare.

Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja

yang encer dan frekuensinya lebih sering dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare

bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berusia

lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali

sehari (Masri, 2004).

Diare masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi di Indonesia

sampai saat ini. Menurut survei pemberantasan penyakit diare tahun 2000 bahwa

angka kesakitan atau insiden diare terdapat 301 per 1000 penduduk di Indonesia.

Angka kesakitan diare pada balita adalah 1,0 – 1,5 kali per tahun. Dalam data statistik

menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan

dua pertiganya adalah bayi dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Widjaja,

(37)

menunjukkan bahwa bayi yang diberi makanan tambahan sebelum berumur 6 bulan

mengalami diare.

Gejala klinis terjadinya diare adalah mula-mula bayi menjadi cengeng,

gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, dan nafsu makan berkurang atau tidak ada.

Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah

menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah

sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai

akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat

diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare

dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak

cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor

kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan

mulut serta kulit tampak kering (Hasan dan Alatas, 1998).

Ada dua jenis diare menurut lama hari terjadinya yaitu diare akut dan diare

kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak

yang sebelumnya sehat serta berlangsung antara 3-5 hari. Sedangkan diare kronik

adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai kehilangan berat badan atau

tidak bertambahnya berat badan (Widjaja, 2002).

b. Sembelit

Sembelit merupakan kesulitan untuk buang air besar yang berhubungan

dengan kekerasan tinja dan frekuensi buang air besar. Gangguan susah buang air

(38)

pembentukan enzim pencernaan belum sempurna. Susah buang air besar pada bayi

bisa disebabkan karena susu formula yang diolah terlalu kental. Biasanya susu

formula memiliki kandungan lemak tinggi dan protein rendah. Pada bayi yang

menerima ASI cenderung memiliki feses lembek karena kandungan lemak dan

protein yang sesuai fisiologinya. Gangguan buang air besar ini juga dapat disebabkan

karena makanan (Arty dan Nagiga, 2009). Bayi berumur 6 bulan yang sudah diberi

makanan pendamping sebaiknya diberi asupan buah-buahan yang diolah menjadi cair

dan halus. Hindari buah pisang dan apel yang memiliki kadar serat tinggi. Apel

memiliki daya serap air tinggi dalam saluran pencernaan sehingga dapat

menyebabkan kotoran mengeras.

Bayi dinyatakan sembelit apabila dalam dua hari tidak buang air besar dengan

konsistensi tinja keras dan liat (Nadesul, 2006). Untuk kasus sembelit yang cukup

berat atau fase akut, sembelit terjadi 1 sampai 4 minggu. Sedangkan untuk sembelit

yang sudah kronik terjadi hingga lebih dari 1 bulan (Arty dan Nagiga, 2009).

c. Muntah

Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung

yang terjadi setelah agak lama makanan masuk ke dalam lambung (Djitowiyono dan

Kristiyanasari, 2010). Umumnya bayi sering mengalami muntah. Banyak hal

penyebabnya, salah satunya susu formula. Fungsi pencernaan peristaltik (gelombang

kontraksi pada dinding lambung dan usus) pada bayi belum terbentuk sempurna,

sehingga jika ada asupan makanan seperti susu, yang terlalu kental maka akan

dikeluarkan kembali. Muntah juga bisa terjadi karena bayi kekenyangan atau bayi

(39)

reflek menelan baru sempurna dilakukan oleh bayi berumur 6 bulan ke atas. Agar

bayi tidak muntah, sebaiknya makanan dibuat lebih lunak sehingga dapat mudah

dicerna (Arty dan Nagiga, 2009).

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Untuk mengetahui gambaran pola pemberian pisang awak, status gizi dan

gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng dapat

disajikan dalam kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan bahwa pola pemberian ASI dan

pola pemberian pisang awak akan menentukan status gizi bayi, pola pemberian

pisang awak menentukan ada atau tidaknya gangguan saluran pencernaan, serta status

gizi bayi dan gangguan saluran pencernaan saling mempengaruhi. Pola Pemberian ASI

- Waktu Pemberian - Frekuensi Pemberian - Durasi Pemberian

Gangguan Saluran Pencernaan Status Gizi Bayi

Pola Pemberian Pisang Awak

- Waktu Pemberian - Frekuensi Pemberian - Cara Pemberian - Kuantitas Pemberian

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang pola

pemberian pisang awak, status gizi dan gangguan saluran pencernaan pada bayi usia

0-12 bulan. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, yaitu penelitian

yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara

Kabupaten Aceh Utara. Adapun pertimbangan peneliti memilih lokasi tersebut karena

berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa

umumnya perilaku ibu-ibu di Desa Paloh Gadeng memberikan pisang awak kepada

bayi sejak bayi masih berusia dini. Selain itu, berdasarkan data Laporan Bulanan

Puskesmas yang peneliti peroleh diketahui rata-rata setiap bulannya terdapat 10 kasus

diare pada bayi, dimana diare pada bayi dapat disebabkan oleh kebiasaan

memberikan MP-ASI yang tidak tepat.

3.2.2. Waktu Penelitian

(41)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi usia 0-12

bulan yang ada di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

tahun 2011 sebanyak 54 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) yaitu

sebanyak 54 orang.

3.4. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner

2. Alat ukur panjang badan bayi dengan tingkat ketelitian 0,1 cm

3. Timbangan bayi dengan tingkat ketelitian 0,1 kg

4. Baku Rujukan WHO 2005

3.5. Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang

berisi daftar pertanyaan dan pilihan jawaban yang dilakukan dengan metode

wawancara. Data primer meliputi identitas responden, pola pemberian pisang awak

(mengenai waktu pemberian, frekuensi pemberian, cara pemberian, kuantitas

pemberian, dan umur pertama kali diberikan), pola pemberian ASI (mengenai waktu

pemberian, frekuensi pemberian, dan durasi pemberian), berat badan dan panjang

(42)

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data demografi penduduk yang diperoleh dari kantor

kepala Desa Paloh Gadeng Kabupaten Aceh Utara.

3.6. Definisi Operasional

1. Pola pemberian pisang awak adalah tindakan ibu dan/atau keluarga dalam

memberikan pisang awak kepada bayi, yang meliputi: waktu pemberian,

frekuensi pemberian, cara pemberian, kuantitas pemberian, dan umur pertama

kali diberikan.

a. Waktu pemberian pisang awak adalah jadwal pemberian pisang awak

kepada bayi dalam sehari.

b. Frekuensi pemberian pisang awak adalah keacapan pemberian pisang

awak kepada bayi dalam satu hari.

c. Cara pemberian pisang awak adalah tindakan ibu dalam mengolah pisang

awak sebelum diberikan kepada bayi (dikerok, dilumat, atau disaring).

d. Kuantitas pemberian pisang awak adalah banyaknya pisang awak yang

diberikan kepada bayi dalam 1 kali pemberian.

e. Umur pertama kali diberikan adalah usia bayi pada saat pertama kali

diberikan pisang awak.

2. Pola pemberian ASI adalah tindakan ibu dalam memberikan ASI kepada bayi

yang meliputi: waktu pemberian, frekuensi pemberian, dan durasi pemberian.

a. Waktu pemberian ASI adalah jadwal pemberian ASI kepada bayi.

b. Frekuensi pemberian ASI adalah keacapan pemberian ASI kepada bayi

(43)

c. Durasi pemberian ASI adalah lamanya pemberian ASI kepada bayi setiap

kali menyusui.

3. Status gizi bayi adalah suatu keadaan yang dapat memberikan petunjuk

tentang keadaan gizi yang diukur secara antropometri dengan indeks BB/U,

PB/U, dan BB/PB.

4. Gangguan saluran pencernaan adalah suatu keadaan terinfeksinya saluran

pencernaan yang pernah diderita bayi seperti: diare, muntah, dan sembelit.

a. Diare adalah bayi buang air besar dengan konsistensi tinja yang lembek

atau cair yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (Neonatus

dikatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali,

sedangkan untuk bayi berusia lebih dari satu bulan dikatakan diare bila

frekuensinya lebih dari 3 kali dalam sehari).

b. Muntah adalah keluarnya kembali seluruh atau sebagian makanan yang

masuk ke lambung melalui mulut.

c. Sembelit adalah keadaan dimana bayi mengalami kesulitan untuk buang

air besar dalam waktu 2 hari yang berhubungan dengan konsistensi tinja

yang keras dan liat.

5. Bayi adalah anak yang berusia 0-12 bulan pada saat penelitian.

3.7. Aspek Pengukuran

1. Pola pemberian pisang awak dilihat dari waktu pemberian, frekuensi

pemberian, cara pemberian, kuantitas pemberian, dan umur pertama kali

(44)

a. Waktu pemberian, dikategorikan pagi hari, siang, sore/malam hari.

b. Frekuensi pemberian, dikategorikan:

- ≥ 3 kali sehari

- < 3 kali sehari

c. Cara pemberian, dikategorikan:

- Pisang awak dikerok dan langsung diberikan kepada bayi

- Pisang awak dilumatkan

- Pisang awak dilumatkan dan disaring

- Pisang awak dilumatkan dan dicampur dengan nasi

d. Kuantitas pemberian, dikategorikan:

- 1 buah pisang awak setiap 1 kali pemberian

- 2 buah pisang awak setiap 1 kali pemberian

- ≥ 3 buah pisang awak setiap 1 kali pemberian

e. Umur pertama kali bayi diberikan pisang awak.

2. Pola pemberian ASI dilihat dari waktu pemberian, frekuensi pemberian, dan

durasi pemberian.

a. Waktu pemberian, dikategorikan:

- Terjadwal

- Tidak terjadwal/sesuka bayi

b. Frekuensi pemberian, dikategorikan:

- ≥ 8 kali sehari

(45)

c. Durasi pemberian, dikategorikan:

- ≥ 15 menit

- < 15 menit

3. Status gizi bayi diperoleh melalui pengukuran antropometri berat badan

menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan

menurut panjang badan (BB/PB) dengan menggunakan standar WHO 2005

dalam skor simpangan baku (standart deviation score = Z-Score) dengan

rumus:

a. Kategori berdasarkan indeks BB/U:

1. Normal : ≥ -2 SD s/d < 1 SD

2. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

3. Sangat Kurang : < -3 SD

4. Bila Z-Score > +1 tidak ada kategori, langsung gunakan BB/PB

b. Kategori berdasarkan indeks PB/U :

1. Sangat tinggi : > 3 SD

2. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 3 SD

3. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

4. Sangat Pendek : < -3 SD

c. Kategori berdasarkan indeks BB/PB :

1. Sangat Gemuk : > 3 SD

(46)

3. Resiko Gemuk : > 1 SD s/d ≤ 2 SD

4. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 1 SD

5. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

6. Sangat Kurus : < -3 SD

4. Gangguan saluran pencernaan dilihat dari:

a. Ada gangguan saluran pencernaan, jika bayi pernah mengalami salah satu

dari gangguan saluran pencernaan seperti diare, muntah, dan sembelit

dalam 1 bulan terakhir.

b. Tidak ada gangguan saluran pencernaan, jika bayi tidak pernah mengalami

salah satu dari gangguan saluran pencernaan seperti diare, muntah, dan

sembelit dalam 1 bulan terakhir.

3.8. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-30 April 2011 di Desa Paloh

Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara dengan mekanisme sebagai

berikut:

1. Setiap hari peneliti akan mendatangi 5 orang sampel, dimulai dari pukul 09.00

WIB hingga siang hari. Peneliti akan dibantu oleh seorang kader posyandu untuk

mendatangi setiap rumah yang memiliki bayi berusia 0-12 bulan yang diberikan

makan pisang awak. Kemudian, peneliti akan meminta kesediaan dari responden

untuk memberikan keterangan mengenai pola pemberian pisang awak dan

kejadian gangguan saluran pencernaan yang pernah dialami oleh bayinya dalam 1

bulan terakhir. Setelah itu, peneliti akan melakukan wawancara kepada responden

(47)

2. Setelah pengisian kuesioner, peneliti akan mengukur berat badan bayi dengan

timbangan dan mengukur panjang badan bayi dengan alat ukur panjang badan.

3.9. Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan data yang telah dikumpulkan.

2. Tabulating, mempermudah analisis data dan pengambilan kesimpulan dimana

data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.9.2. Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi

dengan melihat persentase dari data tersebut dengan bantuan program komputer SPSS

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis

Desa Paloh Gadeng merupakan salah satu desa yang ada di wilayah

Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara yang memiliki luas wilayah 750 Ha

dengan batas wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Tambon Tunong,

sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Cot Dua Blang Karieng, sebelah timur

berbatasan dengan Sungai Muara Satu Ujong Pacu, dan sebelah barat berbatasan

dengan Dusun Glee Madat Palda. Desa Paloh Gadeng terdiri dari empat dusun yaitu

Dusun I Paloh Gadeng, Dusun II Alue Puntong, Dusun III Glee Baroe, dan Dusun IV

Munawwarah.

4.1.2. Demografi

Desa Paloh Gadeng mempunyai jumlah penduduk sebanyak 4375 jiwa, terdiri

dari 2550 jiwa laki-laki dan 1825 jiwa perempuan serta jumlah kepala keluarga

[image:48.612.120.526.539.656.2]

sebanyak 975 KK.

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paloh Gadeng Tahun 2010

Kelompok Umur Jumlah Persentase (%)

0 – 5 227 5,2

6 – 11 1120 25,6

12 – 17 1135 26,0

18 – 45 1291 29,5

46 – 60 483 11,0

≥ 61 119 2,7

Total 4375 100,0

(49)

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sebaran umur penduduk paling

banyak terdapat pada kelompok umur 18-45 tahun yaitu sebesar 29,5% dan paling

sedikit pada kelompok umur 61 tahun ke atas yaitu sebesar 2,7%.

4.2. Gambaran Umum Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan 54 responden, maka diperoleh

karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan dan pekerjaan.

4.2.1. Umur

Gambaran distribusi responden berdasarkan umur ibu dari usia 20 tahun

[image:49.612.109.527.360.464.2]

sampai 45 tahun di Desa Paloh Gadeng dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011

Umur Ibu (Tahun) Jumlah Persentase (%)

20-24 13 24,1

25-29 23 42,6

30-34 7 13,0

35-39 10 18,5

40-45 1 1,9

Total 54 100,0

Berdasarkan hasil wawancara dengan 54 responden, diperoleh sebagian besar

ibu (42,6%) berumur 25-29 tahun dan hanya 1,9% berumur 40-45 tahun.

4.2.2. Pendidikan

Gambaran distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu di Desa Paloh

(50)
[image:50.612.111.529.113.197.2]

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011

Pendidikan Ibu Jumlah Persentase (%)

SD 14 25,9

SMP 22 40,7

SMA 10 18,5

Perguruan Tinggi 8 14,8

Total 54 100,0

Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, sebagian besar

ibu (40,7%) menamatkan pendidikannya pada jenjang SMP dan hanya 14,8%

pendidikan ibu di jenjang perguruan tinggi.

4.2.3. Pekerjaan

Gambaran distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan ibu di Desa Paloh

[image:50.612.109.536.408.494.2]

Gadeng dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011

Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase (%)

Ibu Rumah Tangga 44 81,5

Pegawai Negeri 7 13,0

Pegawai Swasta 1 1,9

Buruh 2 3,7

Total 54 100,0

Dari hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar ibu (81,5%)

pekerjaannya adalah sebagai ibu rumah tangga. Artinya sebagian besar ibu tidak

bekerja dan hanya 1,9% ibu yang pekerjaannya adalah pegawai swasta.

4.3. Gambaran Umum Bayi 4.3.1. Usia dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilakukan pengelompokan usia bayi

(51)

Tabel 4.5. Distribusi Kelompok Usia Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011

Usia Bayi

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

n % n % n %

0-6 bulan 12 38,7 19 61,3 31 100,0

7-12 bulan 13 56,5 10 43,5 23 100,0

Total 25 46,3 29 53,7 54 100,0

Berdasarkan Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa jumlah bayi paling banyak pada

kelompok usia 0-6 bulan yaitu sebanyak 31 bayi. Distribusi bayi berdasarkan jenis

kelamin yaitu laki-laki sebanyak 25 bayi (46,3%) dan perempuan sebanyak 29 bayi

(53,7%).

4.4. Pola Pemberian Pisang Awak pada Bayi Usia 0-12 Bulan

Gambaran distribusi bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng yang

[image:51.612.109.524.436.519.2]

diberikan makan pisang awak dapat dilihat pada berikut:

Tabel 4.6. Distribusi Bayi Usia 0-12 Bulan yang Diberikan Pisang Awak di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011

Usia Bayi

Diberikan Pisang Awak

Jumlah

Ya Tidak

n % n % n %

0-6 bulan 30 96,8 1 3,2 31 100,0

7-12 bulan 15 65,2 8 34,8 23 100,0

Total 45 83,3 9 16,7 54 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi di Desa Paloh Gadeng yang

diberikan makan pisang awak yaitu sebanyak 45 bayi (83,3%) dan bayi yang tidak

diberikan makan pisang awak sebanyak 9 bayi (16,7%). Kelompok umur bayi yang

paling banyak diberikan pisang awak adalah kelompok umur 0-6 bulan yaitu

sebanyak 30 bayi (96,8%). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa bayi

(52)

diberikan makan pisang awak dahulunya memilki riwayat pernah diberikan makan

pisang awak. Namun, pemberian itu sudah berhenti karena bayi mulai bosan dan ibu

menggantikan makanannya dengan menu yang lain seperti n

Gambar

Tabel 2.1. Kandungan berbagai zat gizi dalam ASI Kadar gizi dalam 100 ml ASI  1,2 g
Gambar 2.1. Pisang Awak
Tabel 2.2. Komposisi Nilai Zat Gizi Pisang Awak dan Beberapa Jenis Pisang   (setiap 100 gram daging buah)
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paloh Gadeng Tahun 2010 Kelompok Umur Jumlah Persentase (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “SUBTITUSI TEPUNG PISANG AWAK (Musa Paradisiaca Var Awak) dan IKAN LELE DUMBO (Clarias Garipinus) DALAM

Uji daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dilakukan terhadap 30 ibu balita dan balita di posyandu Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana daya terima biskuit yang di formulasi dengan substitusi tepung pisang awak (Musa paradisiaca var. awak )

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pemberian ASI, MP-ASI (pisang awak), status gizi, dan kejadian gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-6 bulan di Desa Sungai

dapat dilakukan dengan pemberian MP-ASI kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan.. Pisang awak (Musa Paradisiaca Var. Awak) merupakan salah satu jenis

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang

Dalam penelitian ini yang divariasiakan adalah suhu dan waktu hidrolisa untuk menentukan pengaruh konsentrasi kandungan glukosa pada kulit pisang awak yang dihasilkan dan orde serta