RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap Jenis Kelamin
Tempat Tanggal Lahir Warga Negara
Status Agama Alamat Mobile E-mail
: LAURA ASTRID
: Perempuan
: Jakarta, 17 Agustus 1993
: Indonesia
: Belum Menikah
: Kristen Protestan
: Karyawisata Medan Johor
: 082298389665
Latar Belakang Pendidikan
1998 – 1999 1999 – 2005 2005 - 2008 2008 - 2011 2011 - Sekarang
: TK Strada Nawar : SD Strada Nawar
: SMP Santo Markus II Jakarta : SMA Negeri 14 Jakarta
Pengalaman Organisasi :
1. OSIS SMAN 14 Jakarta 2. Paskibra SMAN 14
Pengalaman Kepanitiaan :
DAFTAR PUSTAKA
Bittikaka, T. 2011. Hubungan Karakteristik Keluarga, Balita, dan Kepatuhan Dalam Berkunjung ke Posyandu dengan Status Gizi Balita di Kelurahan
Kota Baru Abepura Jayapura
Oktober 2014]
Bumb, S. 2013. Renal Disease and Dialysis.
Canadian Society of Nephrology, 2013.
[Diakses pada: 23 April 2014].
Dairot, G. 2003. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 dan 2 Dializer Seri 0,90 dengan 1,20.
dairot%20gatot.pdf
Hardianti, 2014. Gambaran Psikologis Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Tindakan Hemodialisa di RSUD. Dr. M. M. Dunda Limboto Kab. Gorontalo
[Diakses pada: 23 April 2014]
Fauci, A. S., Braundwald, E., Kasper D. L. 2002. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 15th edn. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc, 660-665.
Griffith, C. 2007. First Exposure to Internal Medicine: Hospital Medicine. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc, 255-262.
Hermawan, G. 2006. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Surakarta: Sebelas Maret University Press, 75-78.
Hidayati, S. 2012. Efektifitas Konseling Analisis Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan IDWG Pasien GGK yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal. [Diakses pada: 2 November 2014].
Husna, A. 2014. Perbedaan Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa
Kota Medan. Dapat diakses pada:
April 2014].
Indonesian Renal Registr
inasn.org/Laporan/5th%20Annual%20Report%20Of%20IRR%202012.pdf
Kammerer, J. 2007. Adherence in Patients On Dialysis: Strategies for Success. [Diakses pada: 20 April 2014].
Kamaluddin, R., & Rahayu, E. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarto Purwokerto.
Kandarini, 2013. Peranan Ultrafiltrasi terhadap Hipertensi Interdialitik dan Hubungannya dengan Perubaha
&ie=UTF-8&lr&cites=758903796290452958
n Kadar: Endothelin-1, Asymmetric
Dimethylarginin, dan Nitric Oxide
Levey, A, 2011. Chronic Kidney Disease
[Diakses pada: 23 April 2014].
Marantika, NPD. 2014. Gambaran Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Hemodialisis di Kota
Medan
pada: 2 November 2014].
Mukerji, N. 2011. Dialysis Basics
April 2014].
National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC) kidney.niddk.nih.gov 2011
National Kidney Foundation, 2001. Guidelines For Hemodialysis Adequacy. Dapat diakses pada:
NHS Choices. 2011. Dialysis-How It Is Performed.
Niaudet P. Steroid-Sensitive Idiopathic Nephritic Syndrome. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric Nephrology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. h. 545-73
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Price, S. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: ECG, 971-975.
Pubmed. 2005. Interdialytic Weight Gain As A Marker of Blood Pressure, Nutrition, and Survival in Hemodialysis Patients.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15613071 [Diakses pada: 23 April 2014].
RISKESDAS. 2013.
as2013.pdf [Diakses pada: 15 April 2014].
Riyanto, W. 2011. Hubungan Antara Penambahan Berat Badan di AntaraWaktu Hemodialisis (IDWG) Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Unit Hemodialia IP2K RSUP Fatmawati Jakarta.
[Diakses pada: 26 April 2014].
Sapri, Akhmad. 2008. Asuhan Gagal Ginjal Kronik Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepatuhan dalam Mengurangi Asupan Cairan pada Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
KRONIK
Saran, R. 2003. Nonadherence in Hemodialysis. [Diakses pada 2 November 2014].
Sari, LK. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan dalam Pembatasan Asupan Cairan pada Klien GGK yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Ruang Hemodialisis.
[Diakses pada: 1 November2014].
Shoumah, A. 2013. IDWG Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik.
Siregar, F. 2014. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah
Hemodialisis
[Diakses pada: 23 April 2014].
Smeltzer SC, Bare BD, Hinkle JL, Cheever KH. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suwitra, K. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing, 1035-1040.
Syamsiah, T. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien CKD dengan Hemodialisis di RSPAU dr. Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Jakarta.
November 2014].
Tanagho EA, McAnnich JW, 2004. Smith’s General Urology, 16th edn. New York: Lange, 543-545.
Thadani R., Pascual M., Bonventre J.V., 1996. Acute Renal Failure. http://m-learning.zju.edu.cn/G2S/eWebEditor/uploadfile/20111216134747_555627 784412.pdf
The Renal Association, 2013. CKD Stages.
. [Diakses pada: 23 April 2014].
2014].
Togatorop, L. 2011. Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27526/7/Cover.pdf [Diakses pada: 23 April 2014]
Wicaksana, I. 2008. Penyakit Ginjal Kronik.
https://www.scribd.com/mobile/doc/241563189. [Diakses pada: 1 Oktober 2014]
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
IDWG Selisih jumlah
Usia Tahun kelahiran Rekam
medis
Angka (tahun) Rasio
Jenis
Pekerjaan Sumber pokok
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross-sectional, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler dalam menjaga
IDWG normal dengan cara pengumpulan data yang diambil dari rekam medis.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan September-Oktober 2014. Penelitian
ini akan dilakukan pada RSUP Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah penderita penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis pada RSUP Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara
selama 3 minggu pada bulan Juli tahun 2014.
4.3.2 Sampel
Kriteria Inklusi
Pasien yang terdiagnosis penyakit ginjal kronik yang sedang menjalani
hemodialisis reguler di RSUP Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.
Kriteria Eksklusi
1. Pasien menderita penyakit lain yang dapat mengganggu interpretasi
ataupun tidak mampu diukur berat badannya
2. Pasien rawat inap
3. Pasien pindah
4.3.3 Subjek yang Diteliti
Semua populasi terjangkau yang masuk kriteria inklusi.
4.3.4 Besar Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling,
dimana seluruh penderita gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisis
reguler di RSUP H. Adam Malik
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan observasi langsung saat pasien hemodialisis
dan wawancara dengan pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RSUP Haji
Adam Malik, Medan. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah catatan
medik dan wawancara dengan pasien GGK yang menjalani hemodialisis.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data telah diolah secara manual dan dilanjutkan dengan menggunakan
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan dari buku catatan rekam medis di RSUP H.
Adam Malik Medan periode September-Oktober 2014 diperoleh data seluruh
pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dalam menjaga IDWG normal
di instalasi rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 106 pasien. Data
yang didapatkan dari rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 62 orang sedangkan 44 orang tidak memenuhi syarat sebagai subjek
(eksklusi), sehingga total subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 62
orang yang terdiri pasien laki-laki sebanyak 37 orang dan pasien perempuan
sebanyak 25 orang. Didapati bahwa pasien laki-laki lebih banyak daripada pasien
perempuan. Karakteristik pasien dalam penelitian ini didominasi oleh kelompok
umur 41-60 tahun yaitu sebanyak 38 orang (n=62), dengan pendidikan terakhir
SLTA yaitu sebanyak 40 orang (n=62), yang memiliki mata pencaharian sebagai
wiraswasta sebanyak 24 orang (n=62), sudah menikah yaitu sebanyak 51 orang
(n=62), dan yang baru menjalani hemodialisis selama < 1 tahun yaitu sebanyak 45
orang (n=62). Pasien yang patuh menjaga IDWG normal sebanyak 36 orang dan
pasien yang tidak patuh menjaga IDWG normal sebanyak 26 orang.
Tabel 5.1 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan usia
Usia (Tahun) Patuh % Tidak Patuh %
< 20 0 0 1 3,8
20-40 11 30,6 4 15,4
41-60 20 55,6 19 73,1
> 60 5 13,9 2 7,7
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal lebih banyak daripada
yang tidak patuh. Dari tabel di atas pasien yang patuh menjaga IDWG normal
terbanyak pada kelompok usia 41-60 tahun yaitu sebanyak 20 orang (55,6%).
Sedangkan pasien yang tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada
kelompok usia 41-60 yaitu sebanyak 19 orang (73,1%).
Tabel 5.2 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Patuh % Tidak Patuh %
Perempuan 17 47,2 8 30,8
Laki-laki 19 52,8 18 69,2
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak adalah yang
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (52,8%). Pasien tidak patuh
menjaga IDWG normal terbanyak juga adalah yang berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 18 orang (69,2%).
Tabel 5.3 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Patuh % Tidak Patuh %
Tidak tamat 0 0 1 3,8
SD 2 5,6 1 3,8
SLTP 3 8,3 3 11,5
SLTA 25 69,4 15 57,7
PT 6 16,7 6 23,1
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak 25 orang (69,4%). Pasien
GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal
pun terbanyak pada kelompok orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu
sebanyak 15 orang (57,7%).
Tabel 5.4 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Patuh % Tidak Patuh %
Petani 2 5,6 1 3,8
IRT 8 22,2 4 15,4
Wiraswasta 15 41,7 9 34,6
PNS 4 11,1 4 15,4
Pegawai Swasta 1 2,8 3 11,5
Pelajar 1 2,8 3 11,5
Pensiunan 4 11,1 2 7,7
Tidak Bekerja 1 2,8 0 0
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan mata pencaharian sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 15 orang
(41,7%). Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh
menjaga IDWG normal pun terbanyak pada kelompok orang dengan mata
Tabel 5.5 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan status perkawinan
Status Perkawinan Patuh % Tidak Patuh` %
Menikah 29 80,6 22 84,6
Belum menikah 4 11,1 3 11,5
Janda/ duda 3 8,3 1 3,8
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada orang yang
sudah menikah yaitu sebanyak 29 orang (80,6%). Demikian pula halnya dengan
pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG
normal terbanyak pada kelompok orang yang sudah menikah yaitu sebanyak 22
orang (84,6%).
Tabel 5.6 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan lama hemodialisis
Lama Hemodialisis Patuh % Tidak Patuh %
> 1 tahun 10 27,8 7 26,9
< 1 tahun 26 72,2 19 73,1
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang yang baru menjalani hemodialisis < 1 tahun yaitu sebanyak 26 orang
(72,2%). Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh
menjaga IDWG normal terbanyak pada orang yang menjalani hemodialisis
5.2 Pembahasan
Dari 62 penderita GGK yang menjalani HD reguler di RSUP H. Adam
Malik Medan didapatkan 58,1% pasien yang patuh dan 41,9% pasien yang tidak
patuh dalam menjaga IDWG normal, angka ini lebih rendah dari penelitian
Kamaluddin dan Rahayu yang mengatakan 67,3% penderita tidak patuh menjaga
IDWG normal dengan tidak patuh mengurangi asupan cairan. Didapati bahwa
pasien patuh lebih banyak daripada pasien yang tidak patuh. Hal ini justru sejalan
dengan penelitian Akhmad Sapri (2008), yang mendapati bahwa dari 52
responden yang menjalani hemodialisis sebagian besar responden patuh dalam
membatasi asupan cairan yaitu sebesar (67,3%) dan sesuai pula dengan penelitian
I Gusti Agung Tresna Wicaksana yang mendapati bahwa sebanyak 58%
responden patuh.
Kepatuhan adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu
tindakan untuk pengobatan seperti diet, kebiasaan hidup sehat, dan kepatuhan
berobat (Sackett, dkk, 1979 dalam Bittikaka, 2011). Dalam penelitian ini peneliti
ingin meilihat tingkat kepatuhan berdasarkan cara pasien membatasi jumlah
asupan cairannya (diet) sehingga tidak berlebihan yang dihitung berdasarkan
IDWG (Interdyalitic Weight Gain). Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban
sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema, sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal (Suharyanto,
2009 dalam Hidayati, 2012). Kepatuhan pada pasien-pasien gagal ginjal kronik
sangat penting untuk diperhatikan karena ketidakpatuhan pasien justru dapat
memperberat penyakit pasien dan beban ginjal yang sudah hilang kemampuannya
untuk berfungsi secara normal serta dapat berujung dengan kematian.
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
usia 41-60 tahun yaitu sebanyak (55,6%). Sedangkan pasien GGK yang
menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak
pada kelompok usia 41-60 yaitu sebanyak (73,1%). Hal ini sejalan dengan
penelitian Baraz, Parvardeh, Mohammadi, & Braumand (2009) dalam Hidayati
hemodialisis dilihat dari kepatuhan dalam asupan cairan adalah berkisar 40-50
tahun. Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas, semakin
meningkat usia seseorang maka akan semakin meningkat pula tingkat kedewasaan
atau kematangannya baik secara teknis, psikologis, maupun spiritual, serta akan
semakin meningkatkan pula kemampuan dalam mengambil keputusan, berpikir
rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin terbuka terhadap pandangan
orang lain termasuk keputusannya untuk mengikuti program-program terapi yang
berdampak pada kesehatannya (Siagian, 2001 dalam Syamsiah, 2011). Pada
penelitian ini ditemukan bahwa pasien yang tidak patuh cenderung pada
kelompok dewasa madya (sekitar 41-60 tahun) dibanding kelompok usia lainnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Marantika (2014) yang mendapati bahwa lebih
banyak subjek dewasa madya yang tidak mematuhi anjuran medisnya dibanding
subjek dewasa awal maupun lansia.
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak adalah yang
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak (52,8%). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Syamsiah (2011) yang mana meneliti hubungan jenis
kelamin dengan tingkat kepatuhan dan didapati pria yang patuh sebanyak (62,4%)
dan wanita yang patuh sebanyak (54,2%). Pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak adalah
yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak (69,2%). Pasien ESRD pada
penelitian ini memang didominasi oleh kaum laki-laki. Pada penelitian di
Amerika pun menyatakan bahwa angka kejadian ESRD pada kaum laki-laki lebih
tinggi dibandingkan pada wanita (Schoolwerth, et al., 2006 dalam Hidayati,
2012). Begitu pula di Jepang angka kejadian ESRD pada kelompok laki-laki lebih
besar dibandingkan pada kelompok wanita (Wakai, et al., 2004 dalam Hidayati,
2012).
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak (69,4%). Pasien GGK
terbanyak pada kelompok orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak
(57,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Husna (2014) yang menilai tingkat
kepatuhan pasien hemodialisis terhadap diet yang mana pendidikan SLTA
terbanyak sebanyak (55,2%) dan sejalan pula dengan penelitian di RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta yang mendapati bahwan pendidikan SLTA yang mendominasi
yaitu sebanyak (77,1%).
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan
itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih
dewasa lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat (Notoadmodjo, 2003).
Pendidikan akan memengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam menjaga
IDWG tetap normal. Pada pasien dengan pendidikan lebih tinggi pengetahuannya
pun lebih luas sehingga memungkinkan pasien tersebut dapat mengontrol dirinya
dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana
mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan petugas
kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu
tersebut dalam membuat keputusan (Kamaluddin dan Rahayu, 2009). Hal ini
diperkuat oleh penelitian Sari (2009) dalam Husna (2014) tentang faktor-faktor
yang memengaruhi kepatuhan asupan cairan pasien hemodialisis didapatkan
bahwa pasien yang berpendidikan terakhir SLTA mempunyai peluang 3 kali lebih
patuh daripada pasien dengan pendidikan terakhir SD. Sarafino & Smith (2011)
dalam Marantika (2014) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang semakin
tinggi akan membuat pasien semakin mudah memahami dan mengingat anjuran
medis sehingga berdampak pada kepatuhan pasien.
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan mata pencaharian sebagai wiraswasta yaitu sebanyak (41,7%).
Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG
normal pun terbanyak pada kelompok orang dengan mata pencaharian sebagai
pada penelitian ini dijumpai karakteristik pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler di RSUP H. Adam Malik Medan didominasi oleh
orang-orang dengan mata pencaharian sebagai wiraswasta..
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada orang yang
sudah menikah yaitu sebesar (80,6%). Demikian pula halnya dengan pasien GGK
yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal
terbanyak pada kelompok orang yang sudah menikah yaitu sebesar (84,6%). Hasil
ini dapat disebabkan karena pada penelitian ini dijumpai karakteristik pasien GGK
yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP H. Adam Malik Medan didominasi
oleh orang-orang yang sudah menikah.
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang yang baru menjalani hemodialisis < 1 tahun yaitu sebesar (72,2%). Hal ini
sejalan dengan penelitian di RSUD Dr. M. M. Dunda Limboto pada tahun 2012
yang menyatakan bahwa sebanyak (71,4%) pasien hemodialisis yang patuh adalah
pada golongan yang telah menjalani hemodialisis < 1 tahun. Pasien GGK yang
menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak
pada orang yang menjalani hemodialisis reguler < 1 tahun yaitu sebesar (69,2%).
Menurut penelitian Haynes (1976) dalam Sari (2009) menyatakan bahwa
pengobatan jangka panjang yang memaksa untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan
seperti mengurangi kalori makanan atau komponen tertentu dalam diet sehari-hari
yang memberikan kesan atau sikap negatif bagi penderita untuk dilakukan
sehingga cenderung untuk tidak patuh. Hal ini bertentangan dengan apa yang
didapatkan dalam penelitian ini yang justru pasien tidak patuh merupakan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah pasien GGK yang patuh
menjalani hemodialisis reguler dalam menjaga IDWG normal lebih banyak
daripada jumlah pasien yang tidak patuh.
Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan patuh menjaga
IDWG normal didominasi pada kelompok usia 41-60 tahun (dewasa madya)
yaitu sebanyak 20 orang (n=36 atau 55,6%), mayoritas berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 19 orang (n=36 atau 52,8%), memilliki pendidikan terakhir SLTA
yaitu sebanyak 25 orang (n=36 atau 69,4%), pada umumnya memiliki mata
pencaharian wiraswasta yaitu sebanyak 15 orang (n=36 atau 41,7%), mayoritas
adalah mereka yang sudah menikah yaitu sebanyak 29 orang (n=36 atau 80,6%),
serta yang baru menjalani hemodialisis selama < 1 tahun yaitu sebanyak 26 orang
(n=36 atau 72,2%).
6.2 Saran
Dari semua proses yang telah dijalani oleh peneliti dalam terselesaikannya
penelitian ini maka berikut adalah saran dari peneliti
1. Bagi tempat dilaksanakannya penelitian agar lebih meningkatkan
kelengkapan data pasien pada rekam medik sehingga didapatkan hasil
yang lebih akurat.
2. Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler perlu diberi edukasi agar
lebih memahami pentingnya mematuhi dan melakukan anjuran medis yang
diberikan tenaga medis. Demikian halnya dengan keluarga pasien perlu
turut serta mendampingi pasien selama edukasi. Karena peran keluarga
pun sangat memengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam membatasi
penting dalam menentukan kepatuhan pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler untuk menjaga IDWG normal. Tenaga medis
hendaknya melatih cara berkomunikasi mereka kepada pasien dengan
memfokuskan proses komunikasi pada kebutuhan dan kondisi pasien
(patient-centered) dan berbicara dalam bahasa yang mudah dipahami oleh
pasien (Sarafino&Smith, 2011 dalam Marantika, 2014). Kepuasan pasien
terhadap proses komunikasi yang terjadi dengan tenaga medis juga
memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pasien (Kim, Evangelista, Phillips,
et.al., 2010 dalam Marantika, 2014).
3. Penyedia layanan rumah sakit perlu memperhatikan ketersediaan sarana
dan prasarana yang juga ikut memengaruhi tingkat kepatuhan pasien.
4. Pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis hendaknya selalu patuh
menjalani dan mengikuti prosedur yang diberikan pelayan kesehatan agar
tercapainya keberhasilan terapi dan memberikan efek yang baik.
5. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian
ini lebih lanjut dengan metode dan uji yang lebih kompleks sehingga dapat
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
IDWG Selisih jumlah
Usia Tahun kelahiran Rekam
medis
Angka (tahun) Rasio
Jenis
Pekerjaan Sumber pokok
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross-sectional, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler dalam menjaga
IDWG normal dengan cara pengumpulan data yang diambil dari rekam medis.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan September-Oktober 2014. Penelitian
ini akan dilakukan pada RSUP Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah penderita penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis pada RSUP Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara
selama 3 minggu pada bulan Juli tahun 2014.
4.3.2 Sampel
Kriteria Inklusi
Pasien yang terdiagnosis penyakit ginjal kronik yang sedang menjalani
hemodialisis reguler di RSUP Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.
Kriteria Eksklusi
1. Pasien menderita penyakit lain yang dapat mengganggu interpretasi
ataupun tidak mampu diukur berat badannya
2. Pasien rawat inap
3. Pasien pindah
4.3.3 Subjek yang Diteliti
Semua populasi terjangkau yang masuk kriteria inklusi.
4.3.4 Besar Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling,
dimana seluruh penderita gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisis
reguler di RSUP H. Adam Malik
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan observasi langsung saat pasien hemodialisis
dan wawancara dengan pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RSUP Haji
Adam Malik, Medan. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah catatan
medik dan wawancara dengan pasien GGK yang menjalani hemodialisis.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data telah diolah secara manual dan dilanjutkan dengan menggunakan
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan dari buku catatan rekam medis di RSUP H.
Adam Malik Medan periode September-Oktober 2014 diperoleh data seluruh
pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dalam menjaga IDWG normal
di instalasi rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 106 pasien. Data
yang didapatkan dari rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 62 orang sedangkan 44 orang tidak memenuhi syarat sebagai subjek
(eksklusi), sehingga total subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 62
orang yang terdiri pasien laki-laki sebanyak 37 orang dan pasien perempuan
sebanyak 25 orang. Didapati bahwa pasien laki-laki lebih banyak daripada pasien
perempuan. Karakteristik pasien dalam penelitian ini didominasi oleh kelompok
umur 41-60 tahun yaitu sebanyak 38 orang (n=62), dengan pendidikan terakhir
SLTA yaitu sebanyak 40 orang (n=62), yang memiliki mata pencaharian sebagai
wiraswasta sebanyak 24 orang (n=62), sudah menikah yaitu sebanyak 51 orang
(n=62), dan yang baru menjalani hemodialisis selama < 1 tahun yaitu sebanyak 45
orang (n=62). Pasien yang patuh menjaga IDWG normal sebanyak 36 orang dan
pasien yang tidak patuh menjaga IDWG normal sebanyak 26 orang.
Tabel 5.1 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan usia
Usia (Tahun) Patuh % Tidak Patuh %
< 20 0 0 1 3,8
20-40 11 30,6 4 15,4
41-60 20 55,6 19 73,1
> 60 5 13,9 2 7,7
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal lebih banyak daripada
yang tidak patuh. Dari tabel di atas pasien yang patuh menjaga IDWG normal
terbanyak pada kelompok usia 41-60 tahun yaitu sebanyak 20 orang (55,6%).
Sedangkan pasien yang tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada
kelompok usia 41-60 yaitu sebanyak 19 orang (73,1%).
Tabel 5.2 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Patuh % Tidak Patuh %
Perempuan 17 47,2 8 30,8
Laki-laki 19 52,8 18 69,2
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak adalah yang
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (52,8%). Pasien tidak patuh
menjaga IDWG normal terbanyak juga adalah yang berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 18 orang (69,2%).
Tabel 5.3 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Patuh % Tidak Patuh %
Tidak tamat 0 0 1 3,8
SD 2 5,6 1 3,8
SLTP 3 8,3 3 11,5
SLTA 25 69,4 15 57,7
PT 6 16,7 6 23,1
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak 25 orang (69,4%). Pasien
GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal
pun terbanyak pada kelompok orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu
sebanyak 15 orang (57,7%).
Tabel 5.4 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Patuh % Tidak Patuh %
Petani 2 5,6 1 3,8
IRT 8 22,2 4 15,4
Wiraswasta 15 41,7 9 34,6
PNS 4 11,1 4 15,4
Pegawai Swasta 1 2,8 3 11,5
Pelajar 1 2,8 3 11,5
Pensiunan 4 11,1 2 7,7
Tidak Bekerja 1 2,8 0 0
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan mata pencaharian sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 15 orang
(41,7%). Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh
menjaga IDWG normal pun terbanyak pada kelompok orang dengan mata
Tabel 5.5 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan status perkawinan
Status Perkawinan Patuh % Tidak Patuh` %
Menikah 29 80,6 22 84,6
Belum menikah 4 11,1 3 11,5
Janda/ duda 3 8,3 1 3,8
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada orang yang
sudah menikah yaitu sebanyak 29 orang (80,6%). Demikian pula halnya dengan
pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG
normal terbanyak pada kelompok orang yang sudah menikah yaitu sebanyak 22
orang (84,6%).
Tabel 5.6 Tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani hemodialisis
reguler dalam menjaga IDWG normal berdasarkan lama hemodialisis
Lama Hemodialisis Patuh % Tidak Patuh %
> 1 tahun 10 27,8 7 26,9
< 1 tahun 26 72,2 19 73,1
Total 36 100 26 100
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang yang baru menjalani hemodialisis < 1 tahun yaitu sebanyak 26 orang
(72,2%). Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh
menjaga IDWG normal terbanyak pada orang yang menjalani hemodialisis
5.2 Pembahasan
Dari 62 penderita GGK yang menjalani HD reguler di RSUP H. Adam
Malik Medan didapatkan 58,1% pasien yang patuh dan 41,9% pasien yang tidak
patuh dalam menjaga IDWG normal, angka ini lebih rendah dari penelitian
Kamaluddin dan Rahayu yang mengatakan 67,3% penderita tidak patuh menjaga
IDWG normal dengan tidak patuh mengurangi asupan cairan. Didapati bahwa
pasien patuh lebih banyak daripada pasien yang tidak patuh. Hal ini justru sejalan
dengan penelitian Akhmad Sapri (2008), yang mendapati bahwa dari 52
responden yang menjalani hemodialisis sebagian besar responden patuh dalam
membatasi asupan cairan yaitu sebesar (67,3%) dan sesuai pula dengan penelitian
I Gusti Agung Tresna Wicaksana yang mendapati bahwa sebanyak 58%
responden patuh.
Kepatuhan adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu
tindakan untuk pengobatan seperti diet, kebiasaan hidup sehat, dan kepatuhan
berobat (Sackett, dkk, 1979 dalam Bittikaka, 2011). Dalam penelitian ini peneliti
ingin meilihat tingkat kepatuhan berdasarkan cara pasien membatasi jumlah
asupan cairannya (diet) sehingga tidak berlebihan yang dihitung berdasarkan
IDWG (Interdyalitic Weight Gain). Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban
sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema, sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal (Suharyanto,
2009 dalam Hidayati, 2012). Kepatuhan pada pasien-pasien gagal ginjal kronik
sangat penting untuk diperhatikan karena ketidakpatuhan pasien justru dapat
memperberat penyakit pasien dan beban ginjal yang sudah hilang kemampuannya
untuk berfungsi secara normal serta dapat berujung dengan kematian.
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
usia 41-60 tahun yaitu sebanyak (55,6%). Sedangkan pasien GGK yang
menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak
pada kelompok usia 41-60 yaitu sebanyak (73,1%). Hal ini sejalan dengan
penelitian Baraz, Parvardeh, Mohammadi, & Braumand (2009) dalam Hidayati
hemodialisis dilihat dari kepatuhan dalam asupan cairan adalah berkisar 40-50
tahun. Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas, semakin
meningkat usia seseorang maka akan semakin meningkat pula tingkat kedewasaan
atau kematangannya baik secara teknis, psikologis, maupun spiritual, serta akan
semakin meningkatkan pula kemampuan dalam mengambil keputusan, berpikir
rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin terbuka terhadap pandangan
orang lain termasuk keputusannya untuk mengikuti program-program terapi yang
berdampak pada kesehatannya (Siagian, 2001 dalam Syamsiah, 2011). Pada
penelitian ini ditemukan bahwa pasien yang tidak patuh cenderung pada
kelompok dewasa madya (sekitar 41-60 tahun) dibanding kelompok usia lainnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Marantika (2014) yang mendapati bahwa lebih
banyak subjek dewasa madya yang tidak mematuhi anjuran medisnya dibanding
subjek dewasa awal maupun lansia.
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak adalah yang
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak (52,8%). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Syamsiah (2011) yang mana meneliti hubungan jenis
kelamin dengan tingkat kepatuhan dan didapati pria yang patuh sebanyak (62,4%)
dan wanita yang patuh sebanyak (54,2%). Pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak adalah
yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak (69,2%). Pasien ESRD pada
penelitian ini memang didominasi oleh kaum laki-laki. Pada penelitian di
Amerika pun menyatakan bahwa angka kejadian ESRD pada kaum laki-laki lebih
tinggi dibandingkan pada wanita (Schoolwerth, et al., 2006 dalam Hidayati,
2012). Begitu pula di Jepang angka kejadian ESRD pada kelompok laki-laki lebih
besar dibandingkan pada kelompok wanita (Wakai, et al., 2004 dalam Hidayati,
2012).
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak (69,4%). Pasien GGK
terbanyak pada kelompok orang dengan pendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak
(57,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Husna (2014) yang menilai tingkat
kepatuhan pasien hemodialisis terhadap diet yang mana pendidikan SLTA
terbanyak sebanyak (55,2%) dan sejalan pula dengan penelitian di RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta yang mendapati bahwan pendidikan SLTA yang mendominasi
yaitu sebanyak (77,1%).
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan
itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih
dewasa lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat (Notoadmodjo, 2003).
Pendidikan akan memengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam menjaga
IDWG tetap normal. Pada pasien dengan pendidikan lebih tinggi pengetahuannya
pun lebih luas sehingga memungkinkan pasien tersebut dapat mengontrol dirinya
dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana
mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan petugas
kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu
tersebut dalam membuat keputusan (Kamaluddin dan Rahayu, 2009). Hal ini
diperkuat oleh penelitian Sari (2009) dalam Husna (2014) tentang faktor-faktor
yang memengaruhi kepatuhan asupan cairan pasien hemodialisis didapatkan
bahwa pasien yang berpendidikan terakhir SLTA mempunyai peluang 3 kali lebih
patuh daripada pasien dengan pendidikan terakhir SD. Sarafino & Smith (2011)
dalam Marantika (2014) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang semakin
tinggi akan membuat pasien semakin mudah memahami dan mengingat anjuran
medis sehingga berdampak pada kepatuhan pasien.
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang dengan mata pencaharian sebagai wiraswasta yaitu sebanyak (41,7%).
Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG
normal pun terbanyak pada kelompok orang dengan mata pencaharian sebagai
pada penelitian ini dijumpai karakteristik pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler di RSUP H. Adam Malik Medan didominasi oleh
orang-orang dengan mata pencaharian sebagai wiraswasta..
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada orang yang
sudah menikah yaitu sebesar (80,6%). Demikian pula halnya dengan pasien GGK
yang menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal
terbanyak pada kelompok orang yang sudah menikah yaitu sebesar (84,6%). Hasil
ini dapat disebabkan karena pada penelitian ini dijumpai karakteristik pasien GGK
yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP H. Adam Malik Medan didominasi
oleh orang-orang yang sudah menikah.
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler dan patuh menjaga IDWG normal terbanyak pada kelompok
orang yang baru menjalani hemodialisis < 1 tahun yaitu sebesar (72,2%). Hal ini
sejalan dengan penelitian di RSUD Dr. M. M. Dunda Limboto pada tahun 2012
yang menyatakan bahwa sebanyak (71,4%) pasien hemodialisis yang patuh adalah
pada golongan yang telah menjalani hemodialisis < 1 tahun. Pasien GGK yang
menjalani hemodialisis reguler dan tidak patuh menjaga IDWG normal terbanyak
pada orang yang menjalani hemodialisis reguler < 1 tahun yaitu sebesar (69,2%).
Menurut penelitian Haynes (1976) dalam Sari (2009) menyatakan bahwa
pengobatan jangka panjang yang memaksa untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan
seperti mengurangi kalori makanan atau komponen tertentu dalam diet sehari-hari
yang memberikan kesan atau sikap negatif bagi penderita untuk dilakukan
sehingga cenderung untuk tidak patuh. Hal ini bertentangan dengan apa yang
didapatkan dalam penelitian ini yang justru pasien tidak patuh merupakan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah pasien GGK yang patuh
menjalani hemodialisis reguler dalam menjaga IDWG normal lebih banyak
daripada jumlah pasien yang tidak patuh.
Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan patuh menjaga
IDWG normal didominasi pada kelompok usia 41-60 tahun (dewasa madya)
yaitu sebanyak 20 orang (n=36 atau 55,6%), mayoritas berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 19 orang (n=36 atau 52,8%), memilliki pendidikan terakhir SLTA
yaitu sebanyak 25 orang (n=36 atau 69,4%), pada umumnya memiliki mata
pencaharian wiraswasta yaitu sebanyak 15 orang (n=36 atau 41,7%), mayoritas
adalah mereka yang sudah menikah yaitu sebanyak 29 orang (n=36 atau 80,6%),
serta yang baru menjalani hemodialisis selama < 1 tahun yaitu sebanyak 26 orang
(n=36 atau 72,2%).
6.2 Saran
Dari semua proses yang telah dijalani oleh peneliti dalam terselesaikannya
penelitian ini maka berikut adalah saran dari peneliti
1. Bagi tempat dilaksanakannya penelitian agar lebih meningkatkan
kelengkapan data pasien pada rekam medik sehingga didapatkan hasil
yang lebih akurat.
2. Pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler perlu diberi edukasi agar
lebih memahami pentingnya mematuhi dan melakukan anjuran medis yang
diberikan tenaga medis. Demikian halnya dengan keluarga pasien perlu
turut serta mendampingi pasien selama edukasi. Karena peran keluarga
pun sangat memengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam membatasi
penting dalam menentukan kepatuhan pasien GGK yang menjalani
hemodialisis reguler untuk menjaga IDWG normal. Tenaga medis
hendaknya melatih cara berkomunikasi mereka kepada pasien dengan
memfokuskan proses komunikasi pada kebutuhan dan kondisi pasien
(patient-centered) dan berbicara dalam bahasa yang mudah dipahami oleh
pasien (Sarafino&Smith, 2011 dalam Marantika, 2014). Kepuasan pasien
terhadap proses komunikasi yang terjadi dengan tenaga medis juga
memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pasien (Kim, Evangelista, Phillips,
et.al., 2010 dalam Marantika, 2014).
3. Penyedia layanan rumah sakit perlu memperhatikan ketersediaan sarana
dan prasarana yang juga ikut memengaruhi tingkat kepatuhan pasien.
4. Pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis hendaknya selalu patuh
menjalani dan mengikuti prosedur yang diberikan pelayan kesehatan agar
tercapainya keberhasilan terapi dan memberikan efek yang baik.
5. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian
ini lebih lanjut dengan metode dan uji yang lebih kompleks sehingga dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gagal Ginjal
2.2.1. Gambaran umum
Gagal ginjal adalah sebuah kondisi ketika ginjal gagal dalam proses
pembuangan produk akhir metabolisme dari darah dan dalam hal pengaturan
cairan, elektrolit, dan keseimbangan pH cairan ekstraseluler. Gagal ginjal dapat
terjadi secara akut dan kronik. Gagal ginjal akut adalah gagal ginjal dengan onset
yang secara tiba-tiba dan umumnya bersifat reversibel jika cepat didiagnosis dan
ditata laksana dengan baik. Sebaliknya, gagal ginjal kronik adalah hasil akhir dari
kerusakan ginjal yang tidak dapat diperbaiki lagi (Zhejiang University, 2013).
2.2.2 Patofisiologi
Penyebab umum gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut (Harrison,
2002):
Tabel 2.1. Penyebab Umum Gagal Ginjal Kronik (Harrison, 2002) Penyebab Umum Gagal Ginjal Kronik
Diabetik nefropati
Hipertensi nefrosklerosis
Glomerulonefritis
Penyakit renovaskular (iskemik nefropati)
Penyakit ginjal polikistik
Refluks nefropati dan penyakit ginjal kongenital lainnya
Interstisial nefritis, termasuk analgesik nefropati
Nefropati yang berhubungan dengan HIV
Kegagalan transplantasi allograft
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. Hal-hal yang berperan terhadap
terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia (IPD, 2009).
Terdapat 5 tingkatan penyakit ginjal kronik yang dibuat berdasarkan
perkiraan GFR (Glomerular Filtration Rate). Tingkatan penyakit ginjal
berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) adalah sebagai
berikut (The Renal Association, 2013).
Tabel 2.2. Tingkatan Penyakit Ginjal (The Renal Association, 2013)
Tahap LFG* Deskripsi Tata laksana
1 90+ Fungsi ginjal normal tetapi terdapat temuan
urin atau struktur abnormal atau sifat genetik
yang cenderung mengarah ke penyakit ginjal
Observasi, kontrol
tekanan darah
2 60-89 Penurunan fungsi ginjal ringan Observasi, kontrol
tekanan darah dan
Penurunan fungsi ginjal moderat Observasi, kontrol
tekanan darah dan
faktor risiko
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal berat Perencanaan untuk
gagal ginjal tahap
akhir
5 <15 atau
(dialisis)
Sangat berat, atau gagal ginjal tahap akhir
(atau disebut juga gagal ginjal)
Pilihan pengobatan
*Semua nilai LFG ditetapkan berdasarkan rata-rata permukaan tubuh yaitu 1,73
Patofisiologi penyakit ginjal kronik berdasarkan tahapannya (Andrew
Levey, 2011):
1. Faktor risiko
a. Rentan terhadap kerusakan ginjal. Faktor sosiodemografi: usia yang lebih
tua, ras.
b. Terpajan faktor pemicu. Faktor klinis: hipertensi, diabetes, riwayat
keluarga mengalami penyakit ginjal kronik, penyakit autoimun, infeksi
sistemik, kelainan saluran kemih (infeksi, obstruksi, batu, refluks
vesikouretra), keganasan, terpajan obat-obatan yang toksik terhadap
ginjal, gagal ginjal akut.
2. Kerusakan ginjal (tahap 1 dan 2)
a. LFG yang normal atau sedikit mengalami penurunan. Pada penderita
diabetes, LFG meningkat.
b. Dicetuskan oleh berbagai faktor seperti faktor imunologi (penyebab
terbanyak glomerulonefritis), hemodinamik (hipertensive
nephrosclerosis), iskemik (cortical necrosis), sindrom koagulasi
(hemolytic-uremic syndrome), metabolik (diabetes, batu), genetik
(polycystic kidney disease), dan faktor-faktor lainnya.
c. Fitur patologis dari kerusakan ginjal biasanya luas
d. Marker mencerminkan lokasi kerusakannya
e. Jika kerusakan awal berat dan bilateral, kerusakan ginjal akan semakin
buruk dan terjadi penurunan LFG.
3. Penurunan LFG (tahap 3-4 biasa disebut renal insufficiency)
Perubahan patologisnya merupakan proses yang heterogen seperti sklerosis
glomerular yang lokal menjadi menyeluruh, atropi tubular dan fibrosis
interstisial dapat ditemukan, hipertropi glomerular dan tubular berkembang,
dan hipertensi dan terjadinya adaptasi tubular. Adaptasi tubular dan adaptasi
dari organ lain adalah untuk mempertahankan zat terlarut karena penurunan
LFG. Jumlah dan tingkat keparahan dari komplikasi klinis berbanding
terbalik dengan nilai LFG. Risiko tinggi untuk menderita penyakit
4. Gagal ginjal (tahap 5 biasa disebut end stage renal disease)
LFG menurun sampai kurang dari 15 ml/menit/1,73m2, tanda dan gejala
sindrom uremia muncul. Risiko tinggi menderita penyakit kardiovaskular.
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi beberapa
tahapan (Bruner and Sudarth, 2001 dalam Hardianti, 2014):
1. Fungsi renal menurun. Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
memengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat.
2. Gangguan klinis renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat penurunan laju glomerulus yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan kliren substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomerulus) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
3. Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu mengonsentrasikan dan
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit, tidak
terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan risiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
4. Asidosis metabolik. Dengan berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan (H+) yang
berlebihan.
5. Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan mengalami perdarahan akibat status uremik pasien.
6. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas lain dari gagal ginjal
kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
2.2.3 Diagnosis
Manifestasi klinis dari gagal ginjal meliputi perubahan cairan, elektrolit,
dan keseimbangan asam basa; gangguan mineral dan tulang; anemia dan
gangguan koagulasi; hipertensi dan perubahan fungsi kardiovaskular; kelainan
gastrointestinal; komplikasi neurologis; kelainan kulit; dan gangguan sistem imun.
Uremia yang berarti “urin di dalam darah” merupakan manifestasi klinis dari
penyakit ginjal tahap akhir. Kadar urea dalam darah yang normalnya 20 mg/dl
dapat mencapai 800 mg/ dl. Uremia berbeda dengan azotemia, yang merupakan
akumulasi buangan nitrogen di dalam darah dan dapat terjadi tanpa gejala dan
merupakan tanda awal dari gagal ginjal (Zhejiang University, 2013). Sedangkan
menurut William et al. (2004) gejalanya berupa pruritus, malaise secara
keseluruhan, lesu, demensia, hilang libido, nausea, dan mudah lelah. Pasien
dengan gagal ginjal umumnya mengalami peningkatan tekanan darah karena
volume overload atau karena hiperreninemia. Namun tekanan darah ini dapat
menjadi normal atau menurun jika ginjal pasien cenderung mengeluarkan garam
seperti pada penyakit kista medularis. Tekanan nadi dan laju pernapasan yang
cepat adalah manifestasi dari anemia dan asidosis metabolik. Temuan klinis
seperti perikarditis, temuan neurologi asteriksis, perubahan status mental,
neuropati perifer sering ditemukan (William et al., 2004).
Menurut Pranay (2010) dalam Siregar (2014), manifestasi klinis gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut:
a. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia)
b. Edema pada tungkai dan sekitar mata (retensi air)
c. Hipertensi
d. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam
tubuh
e. Anoreksia, nausea, dan vomitus
f. Gatal pada kulit dan kulit pucat
g. Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru
h. Neuropati perifer. Perubahan status mental karena ensefalopati akibat
i. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung pasien
j. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah tidak berfungsi
k. Libido menurun dan gangguan seksual.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Komposisi urin
Volume urin benar-benar dikatakan rendah ketika LFG mengalami penurunan
di bawah 5% dari normalnya. Pembuangan garam yang terus menerus hingga
sampai pada keadaan rendah akan menyebabkan retensi natrium. Proteinuria
dapat bervariasi, protein uria yang berat (>3,5 g/ dl), hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia, dan edema cenderung mengarah ke sindrom nefrotik
(Harrison, 2002). Urinalisis dapat menunjukkan sel darah putih mononuklear
(leukosit) dan kadang-kadang ditemukan broad waxy casts, tetapi biasanya
urinalisis merupakan metode yang tidak spesifik dan tidak aktif (William et
al., 2004).
b. Darah
Beberapa abnormalitas pada serum elektrolit dan metabolisme mineral
muncul ketika LFG jatuh di bawah 30 ml/ menit. Hiperkalemia tidak selalu
nampak kecuali jika LFG di bawah 5 ml/ menit (William et al., 2004).
Hiperkalemia dan asidosis metabolik menonjol pada pasien-pasien dengan
penyakit ginjal interstisial (Harrison, 2002). Banyak faktor-faktor yang
mencetuskan peningkatan serum fosfat dan penurunan serum kalsium.
Hiperfosfatemia meningkat sebagai konsekuensi dari penurunan klirens
prosfat oleh ginjal. Ditambah, aktivitas vitamin D menurun karena penurunan
konversi vitamin D2 menjadi bentuk aktif vitamin D3 di ginjal.
Perubahan-perubahan ini dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder dengan Perubahan-perubahan
skeletal seperti osteomalasia dan kista fibrosa osteitis. Asam urat sering
meningkat yang dapat menyebabkan kalkuli atau gout selama uremia kronis
(William et al., 2004).
Pasien dengan penurunan fungsi ginjal tidak harus secara rutin melakukan
pemeriksaan dengan kontras. USG berguna untuk mengetahui ukuran ginjal
dan ketebalan korteks serta untuk melokalisasi jaringan untuk biopsi ginjal
secara perkutan (William et al., 2004).
d. Biopsi Renal
Biopsi renal tidak terlalu banyak menunjukkan temuan kecuali fibrosis
interstisial non spesifik dan glomerulosklerosis (William et al., 2004). Biopsi
renal lebih dipercaya untuk menentukan tingkat kronisitas (Harrison, 2002).
2.2.4 Penatalaksanaan
Tata laksana dilakukan secara konservatif ketika pasien sudah tidak
mampu lagi melakukan kegiatan sehari-harinya. Tata laksana konservatif meliputi
pembatasan asupan kalium, fosfor, dan pertahankan keseimbangan natrium. Berat
badan pasien harus dimonitor secara berkala. Bikarbonat dapat berguna pada
pasien dengan asidemia moderat. Anemia ditata laksana dengan eritropoietin
rekombinan. Pencegahan terjadinya uremik osteodistrofi dan hiperparatiroid
sekunder dengan mempertahankan jumlah kalsium dan fosfor (William et al.,
2004). Penatalaksanaan anemia dengan eritropoietin rekombinan, 2000-6000 unit
subkutan satu sampai dua kali per minggu dapat meningkatkan konsentrasi Hb
pasien menuju normal pada kebanyakkan pasien (Harrison, 2002).
Strategi untuk memperlambat progresi dari penyakit ginjal lebih
difokuskan pada kontrol tekanan darah secara optimum dan kontrol proteinuria
sampai < 500 mg/ hari. Tekanan darah yang menjadi target pada pasien penyakit
ginjal kronik adalah < 130/ 80 mmHg dan <125/ 75 mmHg untuk pasien dengan
proteinuria yang siknifikan (>1 g/ hari). Proteinuria menjadi penanda progresi dari
penyakit ginjal dan skrining rutin proteinuria diindikasikan untuk pasien yang
berisiko menderita penyakit ginjal kronik. Kontrol proteinuria dapan menunda
progresi penyakit ginjal kronik menjadi penyakit ginjal tahap akhir serta
menurunkan risiko kardiovaskular. Target proteinuria adalah < 500 mg/ hari (Lisa
2.2 Hemodialisis
Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan
mengeliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen dialisat melalui
membran semipermeabel (Gatot, 2003). Hemodialisis adalah cara terpilih pada
pasien yang mempunyai laju katabolisme tinggi dan secara hemodinamik stabil
(Stein, 2011 dalam Hardianti, 2014). Hemodialisis untuk pasien penyakit ginjal
tahap akhir dapat dilakukan dengan short daily (≥5 hari per minggu, <3 jam per
sesi), long (3-4 hari per minggu, ≥5,5 jam per sesi), atau long-frequent (≥5 hari
per minggu, ≥5,5 jam per sesi) (Canadian Society of Nephrology, 2013).
Tindakan hemodialisis dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi
bekerja purnawaktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala
klinis lainnya. Kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/ dl pada laki-laki (4
mg/ dl pada perempuan) dan GFR kurang dari 4 ml/ menit. (Lorraine M. Wilson,
Sylvia Price, 2006).
Komposisi cairan dialisis adalah Na+ (138-145 mEq/ L), K+ (0-4 mEq/ L),
Ca++ (2,5-3,5 mEq/ L), Mg++ (0,4-1 mEq/ L), Cl- (100-107 mEq/ L), asetat (30-37
mEq/ L), dan glukosa (100-250 mg/ dL) (Lorraine M. Wilson, Sylvia Price,
2006).
2.2.1 Prosedur Hemodialisis
Perawatan sebelum hemodialisis (Hardianti, 2014):
a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisis
b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan selang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya
b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda merah)
di atas dan posisi outset (tanda biru) di bawah
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset dari dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah
e. Set infus ke botol NaCl 0,9%, 500 cc
f. Hubungkan infus set ke selang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi selang arteri sampai ke ujung selang lalu klem
h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset di bawah dan outset di atas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara
i. Tutup klem dari selang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Bukalah klem dari infus set ABL, UBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/ menit,
l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
m. Memberikan tekanan secara intermiten pada UBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan
tidak lebih dari 200 mmHg)
n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kososng dengan kalf NaCl 0,9% yang baru
p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor
q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20
menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/ menit
r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana, inset di atas dan
outset di bawah
s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit
siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi KU
d. Observasi TTV (Transfusion Transmitted Virus)
e. Melakukan kamulasi/ fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
menggunakan salah satu jalan darah (blood access) seperti di bawah ini:
1. Dengan interval A-V Shunt/ fistula simino
2. Dengan eksternal A-V Shunt/ schungula
Akses yang digunakan untuk hemodialisis adalah sebagai berikut (Shalini
Bumb, 2013):
1. Arteriovenous fistula (AVF)
Akses yang paling poten. Risiko untuk terkena infeksi sangat rendah. Risiko
untuk terbentuknya trombus juga rendah. Lama maturasi 3-4 bulan.
Gambar 2.2. AVF (Mukerji, 2011)
2. Arteriovenous graft (AVG)
Mudah dibuat. Lama maturasi 3-6 minggu. Kurang poten (sering dilakukan
Gambar 2.3. AVG (Shalini Bumb, 2013)
3. Tunneled Catheter
Digunakan segera. Penghubung antara AFG/ AVG. Alirannya buruk
(menurunkan efisiensi hemodialisis). Risiko infeksi tinggi serta berisiko
untuk terbentuknya trombus.
2.2.2 Indikasi Hemodialisis
Canadian Society of Nephrology merekomendasikan pasien-pasien
penyakit ginjal kronik tanpa gejala untuk menunda dilakukannya hemodialisis
sampai laju filtrasi glomerulus (LFG) 6 mL/min/1,73m2 atau sampai onset awal
dari indikasi klinis (gejala uremia, kelebihan cairan, dan hiperkalemia atau
acidemia).
Indikasi hemodialisis dibagi menjadi hemodialisis segera dan hemodialisis
kronik.
A. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007 dalam
Kandarini, 2013):
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremia berat, overhidrasi
b. Oliguria (produksi urin <200ml/ 12 jam)
c. Anuria (produksi urin <50 ml/ 12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >
6,5 mmol/ l)
e. Asidosis berat (pH < 7,1 atau bikarbonat < 12 mEfq/ l)
f. Uremia (BUN > 150 mg/ dl)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/ miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na > 160 atau < 115 mmol/ l)
k. Hipertermia.
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
B. Indikasi hemodialisis kronik
Hemodialisis baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal-hal
berikut (Daurgirdas et al., 2007 dalam Kandarini, 2013):
a. LFG < 15 ml/ menit, tergantung gejala klinis
c. Adanya malnutrisi atau hilang massa otot
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
Hemodialisis diindikasikan pada keadaan gagal ginjal akut, gagal ginjal
kronik, intoksikasi obat dan zat kimia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
berat, serta sindrom hepatorenal (Hudakk, 2010 dalam Siregar, 2014).
2.2.3 Prinsip dan cara kerja hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2)
kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah
dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian
masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis,
darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di
dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas
et al., 2007 dalam Kandarini, 2013)
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel
(dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis.
Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan ultrafiltrasi (UF). Difusi
adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak,
ultrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute
berukuran kecil yang larut dalam air akan ikut berpindah secara bebas bersama
molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh
mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure)
atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsenstrasi larutan (Daurgirdas et al.,
2007 dalam Kandarini, 2013).
Dalam menjalani hemodialisis, jumlah cairan yang dapat dikonsumsi harus
dibatasi karena ginjal tidak dapat bekerja dengan baik. Cairan yang berlebihan
pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis akan menumpuk di dalam darah,
hipertensi, dan penyakit arteri koroner yang merupakan suatu kondisi ketika darah
ke jantung dibatasi. Jumlah cairan yang dapat dikonsumsi tergantung ukuran dan
berat badan pasien. Rata-rata pasien hemodialisis dianjurkan untuk mengonsumsi
1000-1500 ml cairan per hari (NHS, 2011).
Ginjal juga harus mengatur jumlah mineral dalam tubuh seperti natrium,
kalium, dan fosfor. Mineral-mineral ini dibuang selama hemodialisis, sehingga
asupan mineral tersebut harus dibatasi ataupun dihindiari.
2.2.4 Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi hemodialisis diuraikan sebagai berikut (Harrison, 2002):
Tabel 2.3. Komplikasi hemodialisis (Harrison, 2002) Komplikasi hemodialsis
Hipotensi
Penyakit vaskular dipercepat
Penurunan cepat residual fungsi ginjal
Access thrombosis
Access or catheter sepsis
Amiloidosis yang berhubungan dengan dialisis
Malnutrisi protein dan kalori
Perdarahan
Dispnea/ hipoksemiaa
Leukopeniaa
a
khususnya pada pasien yang pertama kali menggunakan dialiser selulosa
konvensional yang dimodifikasi
Sedangkan komplikasi akut yang biasanya didapatkan setelah hemodialisis