• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Diuretik Ekstrak Etanol daun Senduduk (Melastoma malabathricum Linn.) Terhadap Tikus Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Efek Diuretik Ekstrak Etanol daun Senduduk (Melastoma malabathricum Linn.) Terhadap Tikus Jantan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2. Tumbuhan senduduk

(3)

Lampiran 3. Simplisia daun senduduk

Simplisia daun senduduk

(4)

Lampiran 4.Hasil mikroskopik

Keterangan:

1. Rambut penutup 2. Parenkim

3. Stomata tipe anomositik

4. Kristal kalsium oksalat tipe roset 1

2

(5)

Lampiran 5.Perhitungan karakterisasi simplisia daun senduduk

Perhitungan penetapan kadar air dari serbuk simplisia daun senduduk

No Berat Sampel (g) Volume Awal (ml) Volume Akhir (ml) 1

2 3

5,013 5,021 5,032

0,6 0,8 1,0

0,8 1,0 1,2 % Kadar Air = Volume air

Berat sampel × 100%

1. % Kadar Air I = 0,8−0,6

5,013 × 100% = 3,99%

2. % Kadar Air II =1,0−0,8

5,021 × 100% = 3,98%

3. % Kadar Air III = 1,2−1,0

5,032 × 100% = 3,98%

% Kadar Air Rata-Rata = 3,99+3,98+3,98

(6)

Perhitungan penetapan kadar sari larut air dari serbuk simplisia daun senduduk No Berat Sampel (g) Berat Sari (g)

1 2 3

5,034 5,016 5,020

0,3 0,27 0,28

% Kadar Sari Larut Air = Berat Sari

Berat Sampel × 100

20 ×100%

1. % Kadar Sari I = 0,3

5,034× 100

20 ×100% = 29,79%

2. % Kadar Sari II = 0,27

5,016× 100

20 ×100% = 26,91%

3. % Kadar Sari III = 0,28

5,020× 100

20 ×100% = 27,89%

% Kadar Sari Larut Air Rata-Rata = 29,79+26,91+27,89

(7)

Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol dari serbuk simplisia daun senduduk No Berat Sampel (g) Berat Sari (g)

1 2 3

5,046 5,040 5,032

0,3 0,34 0,29

% Kadar Sari Larut Air = Berat Sari

Berat Sampel × 100

20 ×100%

1. % Kadar Sari I = 0,3

5,046× 100

20 ×100% = 29,72%

2. % Kadar Sari II = 0,34

5,040× 100

20 ×100% = 33,73%

3. % Kadar Sari III = 0,29

5,032× 100

20 ×100% = 28,81%

% Kadar Sari Larut Air Rata-Rata = 29,72+33,73+28,81

(8)

Perhitungan penetapan kadar abu total dari serbuk simplisia daun senduduk No Berat Sampel (g) Berat Abu (g)

1 2 3

2,002 2,005 2,005

0,087 0,138 0,092

% Kadar Abu Total = Berat Abu

Berat Sampel × 100%

1. % Kadar Abu Total I = 0,087

2,002× 100% = 4,34%

2. % Kadar Abu Total II = 0,138

2,005× 100% = 6,88%

3. % Kadar Abu Total III = 0,092

2,005× 100% = 4,58%

% Kadar Abu Total Rata-Rata = 4,34+6,88+4,58

(9)

Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam dari serbuk simplisia daun senduduk

No Berat Sampel (g) Berat Abu (g) 1

2 3

2,002 2,005 2,005

0,008 0,014 0,010

% Kadar Abu tidak Larut Asam = Berat Abu

Berat Sampel × 100%

1. % Kadar Abu Total I = 0,008

2,002× 100% = 0,39%

2. % Kadar Abu Total II = 0,014

2,005× 100% = 0,69%

3. % Kadar Abu Total III = 0,010

2,005× 100% = 0,49%

% Kadar Abu tidak Larut Asam Rata-Rata = 0,39+0,69+0,49

(10)

Lampiran 6. Alat yang digunakan

Modifikasi alat penampung urin

(11)

Lampiran 7. Data volume urin (ml), kadar natrium, dan kadar kalium (meq/l)

No Parameter Kontrol CMC Na

0,5%

(12)

Lampiran 8. Contoh perhitungan dosis kontrol CMC-Na 0,5%

- Pembuatan CMC 0,5% = 500 mg/ 100 ml = 5 mg/ml

- Perhitungan CMC-Na 0,5% pada tikus 200

= 1

100× 200 g

(13)

Lampiran 9. Contoh perhitungan dosis furosemid

Dosis penggunaan furosemid 10 mg/kg bb pada tikus

- Menurut FI edisi III, penetapan kadar tablet = 20 tablet, maka diambil 20 tablet furosemid, digerus dan ditimbang berat totalnya = 3384,8 mg - Berat bahan aktif furosemid dalam 20 tablet furosemid adalah

= 40 mg/tab x 20 tab = 800 mg.

- Serbuk tablet furosemid yang digunakan :

10 800 mg

=

X

3384 ,8 mg x = 42,31 ≈ 42 mg

- Volume yang diberikan = 1

100 x BB

Misal BB tikus = 200 g

Maka volume suspensi furosemid yang diberikan 1

(14)

Lampiran 10.Contoh perhitungan dosis dari ekstrak etanol daun senduduk

1. Untuk dosis 400 mg/kg bb pada tikus 153,2 g

= 153,2 g

1000 g × 400 mg/kg bb = 61,28 mg

Volume yang diberikan = 61,28 mg

400 mg × 10 ml = 1,53 ml

2. Untuk dosis 500 mg/kg bb pada tikus 158,2 g

= 158,2 g

1000 g × 500 mg/kg bb = 79,1 mg

Volume yang diberikan = 79,1 mg

500 mg × 10 ml = 1,58 ml

3. Untuk dosis 600 mg/kg bb pada tikus 162,1

= 162,1 g

1000 g × 600 mg/kg bb = 97,26 mg

Volume yang diberikan = 97,26 mg

(15)

Lampiran 11.Hasil pengujian aas dari volume urin untuk kadar Na+ dan K+

No Kelompok pengujian Tikus Konsentrasi

(16)

Lampiran 12. Contoh perhitungan kadar elektrolit

Kadar Na =

Konsentrasi (mcg ml )

volume pemipetan sampel (ml )× volume sampel × fp

Ket: fp = faktor pengenceran

Pembacaan pada AAS = 0,2566 mcg/ml

Kadar Na = 0,2566 mcg /ml

1 ml × 100 × 25 = 641,5 mcg/ml

= 0,6415 mg/ml

meq/l =

Kadar Na (mg ml)

BM Na × 1 meq

= 0,6415 mg /ml

23 × 1 meq = 0,02789 meq/ml

(17)

Lampiran 13. Data kalibrasi natrium dengan aas, perhitungan persamaan garis

regresi dan koefisien korelasi No Konsentrasi (µ g/ml) Dengan nilai r sebagai berikut :

(18)

Lampiran 14.Data kalibrasi kalium dengan AAS, perhitungan persamaan garis

= 8,5262−(30,0000)(1,173)/6

220,0000−(30,0000 )2/6 = Dengan nilai r sebagai berikut :

(19)

Lampiran 15.Skema pembuatan ekstrak etanol daun senduduk dan uji aktivitas

diuretik

Serbuk simplisia daun senduduk

Direndam dengan pelarut etanol 96% selama 3 jam

Dipindahkan kedalam perkolator Didiamkan selama 24 jam

Dibuka kran dan dibiarkan ekstrak menetes dari perkolator

Ampas Perkolat

Dipekatkan dengan

rotary evaporator

Ekstrak etanol daun senduduk Uji aktivitas diuretik

Tikus

Dikondisikan selama 1 minggu Dipuasakan selama ± 18 jam

Diberi ekstrak etanol daun senduduk (EEDS) dengan dosis berbeda Urin

Volume Elektrolit

Diukur dengan AAS

Kadar Na+ dan K+ (meq/l)

(20)

Lampiran 16.Hasil Data Statistik ANAVA dengan Uji Tukey

Data statistik volume urin per jam

ANOVA

Subset for alpha = 0.05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

(21)

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

ANOVA

(22)

Sig. .089 .609 .052

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

ANOVA

(23)

Data statistik volume urin total

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Data statistik kadar natrium pada urin tikus jantan

(24)

kadar_Na

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Data statistik kadar kalium pada urin tikus jantan

ANOVA

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Arliani, R.L., Bodhi, W., Wullur, A.C. (2015). Uji Efek Diuretik Infusa Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Blume) Miq.) Pada Tikus Putih jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus). PHARMACONJurnal Ilmiah

Farmasi. Manado: Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT. Vol. 4 No.

4.

Asif, M., Qaiser, J., Atif, M., Amin, M., dan Muhammad, Q. (2014). Diuretic Activity of Achyranthes aspera Linn. Crude Aqueous Extract in Albino Rats. University Of Benin, Benin City, Nigeria. Tropical Journal of

Pharmaceutical Research. 13(12): 2039-2045.

Badan POM. (2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: KOPERPOM. Halaman 137.

Balamurugan, K., Nishanthini, A., Lalitharani, S., dan Mohan, V.R. (2012). GC-MS Determination of Component of Melastoma malabathricum L. India.

International Journal of Current Pharmaceutical Research. 4(4): 24-26.

Barasi, M.E. (2007). At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga. Halaman 52.

Dalimartha, S. (1999). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Jilid I. Jakarta: Trubus Agriwidya. Halaman 130-131.

Dalimartha, S. (2008). 1001 Resep Herbal. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 5-6.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: DepartemenKesehatan Republik Indonesia. Halaman 321-337.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: DepartemenKesehatan RI. Halaman 32-33.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1-6.

Dowling, T.C. (2008). Renal Disorder. Editor: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., et al. Pharmacotherapy: A

Pathophysiologic Approach. Seventh edition. United States of America:

The McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman 706.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screenning of Plants.

Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 257.

(26)

Guyton dan Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. Jakarta: EGC. Halaman 331-359.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun cara Modern

MenganalisaTumbuhan.Edisi II. Bandung: ITB. Halaman 152.

Harris, D.C. (2007). Quantitative Chemical Analysis. Seventh edition. New York: W.H. Freeman and Company. Halaman 455.

Jackson, E.K. (2007). Diuretik. Dalam: Goodman and Gilman. Dasar

Farmakologi Terapi. Edisi X. Jakarta: EGC.Halaman 735-741.

Junior, A.G., Gasparotto, F.M., Boffo, M.A., Emerson, L.B.L., Maria, E.A.S., et al. (2010). Diuretic and Potassium-Sparing Effect of Isoquercitrin-An active Flavonoid of Tropaeolum majus L. Brazil. Journal of

Ethnopharmacology. 134: 210-215.

Kebamo, S., Eyasu, M., Asfaw, D., dan Bekesho, G. (2015). Evaluation of Diuretic Activity of Different Solvent Fractions of Methanol Extract of

Carissa edulis Root Bark in Rats. Ethiopia. Medicinal Chemistry. 5(11):

472-478.

Kusuma,F.R dan Muhammad, Z. (2005). Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat.Jakarta: Agro Media Pustaka. Halaman 31.

Mutschler. E. (1991). Dinamika Obat. Edisi V. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Halaman 565.

Nafrialdi. (2007). Diuretik dan Antidiuretik. Dalam: Gunawan, S.G. Edisi V.

Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Halaman 389.

Neal, M.J. (2006). At Glance Farmakologi Medis. Edisi V. Jakarta: Erlangga.Halaman 34.

Nugroho, A.E. (2012). Farmakologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 110-112.

Parmar, N.S., dan Prakash, S. (2006). Screening Methods in

Pharmacology.Kawali: Institute of Pharmacheutical Science and

Technology. Halaman241-245.

Permadi, A. (2006). Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Cetakan I. Jakarta:Penebar Swadaya.Halaman 16-20.

(27)

Rahmatullah, M., Israt, J. M., Fahmidul, H., Ariful, H. M., Kanta, P., Rownak, J., et al. (2009). An ethnobotanical survey and pharmacological evaluation of medicinal plants used by the Garo tribal community living in Netrakona district, Bangladesh. Advances in Natural and Applied Sciences. 3(3): 402–418.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi VI. Alih Bahasa: Brahm U. Jakarta: EGC. Halaman 554-598.

Siswandono., dan Soekardjo, B. (2008). Kimia Medisinal. Edisi II. Surabaya:Airlangga University Press. Halaman 222.

Suratman., Listyawati, S., Sutomo. (2003). Sifat Fisik Kandungan NaCl UrinTikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan Setelah Pemberian EkstrakRimpang Alang-Alang (Imperata Cylindrica L.) Secara Oral.

JurnalBiofarmasi. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA. UNS. 1(1): 7-12.

SNI. (2004). Air dan Air Limbah: Cara Uji Kalsium (Ca) dengan

metodetitrimetri. Bagian 13: Badan Standardisasi Nasional. Halaman 4.

WHO. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant

Materials.Switzerland: Geneva press. Halaman 31-33.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksperimental yang terdiri dari beberapa tahapan meliputi: pengumpulan daun senduduk, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, karakteristik simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol daun senduduk, dan pengujian efek diuretik. Data yang diperoleh di analisis secara ANAVA dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Tukey menggunakan program statistical and product service solution (SPSS).

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca listrik, timbangan hewan, rotary evaporator (Heidolph vv-2000), mortir dan stamper, oral sonde, seperangkat alat pengujian diuresis berupa modifikasi kandang metabolik, AAS (Shimadzu AA 6200).

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun senduduk, etanol 96%, karboksi metil selulosa natrium (CMC-Na), tablet furosemid (kimia farma) dan larutan-larutan pereaksi untuk skrining fitokimia.

3.2 Pengumpulan Daun Senduduk

(29)

penelitianini adalah daun senduduk yang diperoleh dari Dusun 2 desa Buntu Maraja Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan.

3.3 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor.

3.4 Pembuatan Simplisia

Daun senduduk yang baru dipetik, dibersihkan dari kotoran dicuci dengan air bersih, ditiriskan lalu ditimbang. Kemudian daun-daun tersebut dikeringkan di lemari pengering sampai daun menjadi kering. Daun yang telah kering di blender menjadi serbuk, ditimbang dan diperoleh berat simplisia.

3.5 Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam.

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, rasa, bau, dan warna dari simplisia daun senduduk.

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik

(30)

3.5.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabungpenyambung dan tabung penerima 10 ml. Caranya:

a. penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu lalu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO,1998).

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

(31)

selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut di dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut di dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam kurs porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.5.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

(32)

dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan menurut Depkes RI (1995), dan Farnsworth (1966), untuk mengetahui golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, glikosida antrakuinon, saponin, tanin, dan steroida/triterpenoida. Di mana skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak etanol daun senduduk.

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida

Simplisia atau ekstrak etanol daun senduduk ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling,dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalamannya dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi: 1. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer 2. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat 3. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendroff

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Depkes, RI., 1995).

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida

(33)

pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika warna merah atau kuning atau jingga padalapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.3 Pemeriksaan Glikosida

Simplisia dan ekstrak etanol daun senduduk ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropil dan kloroform (2:3), dilakukan berulang kali sebanyak 3 kali. Sari airdikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50ºC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan ini digunakan untuk percobaan berikut : 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Depkes, RI., 1995).

3.6.4 Pemeriksaan Saponin

(34)

3.6.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak bewarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.6.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g simplisia atau ekstrak etanol daun senduduk dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Lieberman-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Senduduk (EEDS)

Metode: Perkolasi

(35)

3.8 Penyiapan Bahan Uji, Obat Pembanding dan Kontrol

Ekstrak etanol 96% simplisia daun senduduk dibuat dalam bentuk suspensi menggunakan CMC-Na 0,5%. Obat pembanding furosemid dibuat dalam bentuk suspensi menggunakan CMC-Na 0,5%. Kontrol negatif yang digunakan adalah suspensi CMC-Na 0,5%.

3.8.1 Pembuatan Suspensi CMC-Na 0,5%

Sebanyak 0.5 g CMC-Na ditaburkan dalam lumpang yang berisi 10 ml air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml .

3.8.2 Pembuatan Suspensi Furosemid dosis 10 mg/kg bb

Tablet furosemid digerus dan diambil sebanyak 42 mg dimasukkan kedalam lumpang dan ditambahkan suspensi CMC-Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 ml.

3.8.3 Pembuatan Larutan Induk Dosis 400 mg/kgbb, dosis 500 mg/kgbb, dan Dosis 600 mg/kgbb Suspensi Ekstrak Etanol Daun Senduduk

Dalam lumpang yang masing-masing berisi 400, 500, 600 mg ekstrak etanol daun senduduk ditambahkan suspensi CMC-Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil terus digerus, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 ml.

3.9 Persiapan Hewan Percobaan

(36)

Sebelum pengujian dikondisikan terlebih dahulu selama satu minggu dengan kondisi lingkungan, makanan, dan minuman yang sama. Setelah satu minggu, dipilih tikus yang sehat ditandai dengan berat badan yang stabil atau meningkat.

3.10 Pengujian Efek Diuretik Ekstrak Etanol Daun Senduduk (EEDS)

Hewan dibagi menjadi 5 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.masing-masing kelompok diberi perlakuan antara lain:

Kelompok I : kontrol negatif (CMC 0,5%)

Kelompok II : diberi suspensi EEDS dengan dosis 400 mg/kg bb Kelompok III : diberi suspensi EEDS dengan dosis 500 mg/kg bb Kelompok IV : diberi suspensi EEDS dengan dosis 600 mg/kg bb Kelompok V : pembanding (furosemid dosis 10 mg/kg bb)

Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu hewan dipuasakan dari makan dan minum selama ± 18 jam kemudian bobot tikus ditimbang, dan selanjutnya tikus diberikan NaCl 0,9% secara oral dengan dosis 20 ml/kgbb. Tikus diletakkan di dalam kandang metabolik yang telah dimodifikasi. Volume urin yang diekskresikan dicatat setiap jam dan akumulasinya selama 5 jam sebagai urin total serta ditentukan kadar elektrolit natrium dan kalium dalam urin (Parmar dan Prakash, 2006).

3.11 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalium (konsentrasi 1000 μg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 20 μg/ml).

(37)

10; dan 12,5) ml dari larutan baku 20 μg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabideslarutan ini mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10,0) μg/ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.12 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Larutan baku natrium (konsentrasi 1000 μg/ml) dipipet sebanyak 1 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 μg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet (0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5) ml dari larutan baku 10 μg/ml (LIB), masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung (0,20; 0,40; 0,60; 0,80; 1,00)) μg/ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara asetilen.

3.13 Penentuan Kadar Natrium dan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom

(38)

3.14 Analisis Data

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti adalah Melastoma malabathricum L. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 46.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia diawali dengan pemeriksaan makroskopik. Hasil pemeriksaan makroskopik daun senduduk bewarna hijau, berbentuk bundar memanjang, ujungnya meruncing, tidak berbau, dan rasa pahit. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia daun senduduk dijumpai adanya rambut penutup pada permukaan daun, kristal kalsium oksalat berbentuk roset, dan stomata tipe anomositik. Hasil karakterisasi simplisia daun senduduk dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun senduduk

No Parameter Hasil Persyaratan MMI

(VI)

1 Kadar air 3,98% < 10%

2 Kadar sari larut dalam air 28,19% >7% 3 Kadar sari larut dalam etanol 30,75% >3%

4 Kadar abu total 5,27% < 15%

5 Kadar abu yang tidak larut asam 0,52% < 1%

(40)

memenuhi persyaratan karakterisasi simplisia yaitu tidak lebih dari 10%, hal ini baik karena apabila kadar air yang diperoleh pada serbuk simplisia melebihi persyaratan maka akan mendorong terjadinya pertumbuhan mikroba dan jamur.

Penetapan kadar sari dilakukan dengan menggunakan perlarut air dan etanol. Hasil karakterisasi menunjukkan kadar sari yang larut dalam air sebesar 28,19% dan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 30,75% , hasil yang diperoleh menurut Materia Medika edisi VI (1995) memenuhi persyaratan karakterisasi simplisia yang masing-masing tidak kurang dari 7% dan 3%.

Hasil penetapan kadar abu serbuk simplisia daun senduduk menunjukkan nilai sebesar 5,27%, berdasarkan hasil yang diperoleh menurut Materia Medika edisi VI (1995) memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 15%.

Penetapan kadar abu tidak larut asam menunjukkan nilai sebesar 0,52%, berdasarkan hasil yang diperoleh menurut Materia Medika edisi VI (1995) memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 1%.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Senduduk (EEDS)

(41)

Tabel 4.2Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun

senduduk

No Parameter Daun senduduk

Serbuk simplisia Ekstrak etanol

1 Alkaloid - -

2 Flavonoid + +

3 Tannin + +

4 Saponin + +

5 Glikosida + +

6 Triterpenoid/Steroid + +

Keterangan : + = memberikan hasil ; - = tidak memberikan hasil

Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang diperoleh pada Tabel 4.2 maka golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun senduduk adalah flavonoid, glikosida, tanin, saponin dan steroida/triterpenoid.

4.4 Hasil Pengujian Efek Diuretik

Pengujian efek diuretik ekstrak etanol daun senduduk dilakukan terhadap beberapa kelompok yaitu kelompok uji dengan dosis 400, 500, 600 mg/kg bb, kelompok kontrol negatif CMC Na 0,5%, dan pembanding furosemid dosis 10 mg/kg bb dengan parameter volume urin, kadar natrium dan kadar kaliumdalam urin pada tikus jantan.

4.4.1 Hasil Pengukuran Volume Urin

Parameter yang digunakan pada penelitian ini, salah satunya adalah volume urin. Volume urin berkaitan erat dengan penggunaan diuretik karena dapat menyebabkan diuresis. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam urin (Suratman, 2003).

(42)

rata setiap jam dan mengukur volume urin total selama 5 jam pada masing-masing kelompok. Hasil pengukuran volume urin total dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1

Tabel 4.3 Hasil pengukuran volume urin rata-rata setiap jam selama 5 jam

Kelompok pengujian

Rata-rata volume urin setiap jam ke ± SD (ml)

1 P 2 P 3 P 4 P 5 P

Keterangan: Nilai p pada baris I dibandingkan dengan kontrol positif Nilai p pada baris II dibandingkan dengan kontrol negatif (p) = signifikansi

0

(43)

Hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1, dapat diketahui bahwa EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb mengalami peningkatan volume urin pada setiap jam hingga jam ke- 5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua sediaan uji pada jam ke- 5 telah memberikan efek sebagai diuretik. Efek diuretik yang paling baik dihasilkan oleh EEDS dosis 600 mg/kg bb. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3, bahwa pada jam ke- 3 EEDS dosis 600 mg/kg bb telah menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kontrol negatif dengan nilai signifikansi 0,008 (p < 0,05), tetapi tidak memberikan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok pembanding dengan nilai signifikansi 0,280 (p ≥ 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa EEDS dosis 600 mg/kg bb pada jam ke- 3 memberikan efek yang mendekati furosemid dalam peningkatan pembentukan volume urin, tetapi efek diuretik yang dihasilkan oleh EEDS dosis 600 mg/kg bb lebih lama bila dibandingkan dengan furosemid. Hal ini disebabkan karena pada jam ke- 2 furosemid telah menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kontrol negatif dengan nilai signifikansi 0,001 (p < 0,05), sedangkan EEDS dosis 600 mg/kg bb belum menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kontrol negatif dengan nilai signifikansi 0,159 (p ≥ 0,05).

(44)

awal kerja terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh biologis kurang lebih 2 jam. Pada EEDS dosis 400 dan 500 mg/kg bb hingga jam ke -3 belum menunjukkan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan terhadap kontrol negatif dengan nilai signifikansi masing-masing 0,154 (p ≥ 0,05) dan 0,061 (p ≥ 0,05), akan tetapi volume rata-rata yang dihasilkan tetap mengalami peningkatan bila dibandingkan terhadap kontrol negatif, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Ekstrak etanol daun senduduk mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, terpenoid/steroid, dan glikosida. Menurut Arliani(2015), menyatakan bahwa senyawa flavonoid memiliki efek sebagai diuretik dengan cara menghambat reabsorpsi Na+, K+ dan Cl- sehingga menyebabkan peningkatan Na+ dan air dalam tubulus.

Pengukuran volume urin pada jam ke-5 dikatakan sebagai urin total yang dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2

Tabel 4.4 Hasil pengukuran volume total urin tikus pada kelompok uji

No. Kelompok pengujian

Volume total urin (ml) Rata-rata ±

(45)

Nilai p pada baris II dibandingkan dengan kontrol negatif (p) = signifikansi

Gambar 4.2 Volume urin total pada tikus jantan

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 diperoleh volume urin rata-rata untuk kontrol negatif 1,34 ± 0,18 ml; furosemid 3,88 ± 0,22 ml; EEDS dosis 400 mg/kg bb 2,2 ± 0,30 ml; EEDS dosis 500 mg/kg bb 2,7 ± 0,25 ml; EEDS 600 mg/kg bb 3,18 ± 0,21 ml. Pemberian EEDS dengan dosis 400, 500, 600mg /kg bb mempunyai pengeluaran volume urin yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian CMC-Na 0,5% sebagai kontrol negatif, tetapi tidak lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian furosemid. Hal ini dikarenakan kontrol negatif tidak memberikan efek sebagai diuretik sedangkan furosemid merupakan obat diuretik kuat yang dapat menghambat reabsorpsi dari natrium dan kalium sehingga menghasilkan peningkatan volume urin yang lebih besar bila dibandingkan dengan sediaan uji lainnya.

(46)

Berdasarkanhasil dari ketiga sediaan uji, dosis 600 mg/kg bb mempunyai efek diuretik yangpaling baik terhadap volume urin dengan nilai signifikansi 0,001 (p<0,05) terhadap kelompok pembanding. Dosis 500 mg/kg bb memiliki efek diuretik yang lebih besar dibandingkan dengan 400 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,00 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa dengan meningkatnya pemberian dosis EEDS dapat meningkatkan pengeluaran volume urin terhadap tikus jantan.

Selanjutnya peningkatan volume urin yang dihasilkan oleh pengujian ekstrak etanol daun senduduk dievaluasi dengan melihat nilai indeks diuretik yang merupakan hasil perbandingan volume urin kelompok uji terhadap kelompok kontrol, dan melihat aktivitas diuretik yang merupakan hasil perbandingan volume urin kelompok uji terhadap volume urin pembanding.

Tabel 4.5 Indeks diuretik dan aktivitas diuretik ekstrak etanol daun senduduk

Kelompok Pengujian

Volume Total Urin ± SD (ml)

Indeks Diuretik Aktivitas Diuretik Kontrol CMC-Na

0,5%

1,34 ± 0,18 1 0,34

EEDS dosis 400 mg/kg bb

2,2 ± 0,30 1,64 0,56

EEDS dosis 500 mg/kg bb

2,7 ± 0,25 2,01 0,69

EEDS dosis 600 mg/kg bb

3,18 ± 0,21 2,37 0,82

Furosemid dosis 10 mg/kg bb

3,88 ± 0,22 2,89 1

(47)

besar dari 1,5 dinyatakan memiliki aktivitas diuretik kuat, nilai indeks diuretik 1-1,5 memiliki aktivitas diuretik sedang, dan nilai indeks diuretik 0,72-1 memiliki aktivitas diuretik lemah.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 4.5 ketiga sediaan uji memiliki nilai indeks diuretik yang lebih besar dari 1,5, hal ini menunjukkan bahwa ketiga sediaan uji memiliki aktivitas diuretik kuat. EEDS dosis 600 mg/kg bb memiliki aktivitas diuretik yang paling kuat bila dibandingkan dengan sediaan uji lainnya dengan nilai aktivitas diuretik 82% mendekati furosemid sebagai pembanding.

4.4.2 Hasil Pengukuran Kadar Natrium

Pengukuran kadar natrium merupakan parameter yang digunakan pada penelitian ini. Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh, tekanan darah dan keseimbangan asam – basa. Natrium merupakan salah satu elektrolit yang dikeluarkan melalui urin. Kadar natrium dalam plasma bergantung pada keseimbangan antara ekskresi dan absorpsi natrium di ginjal, yang diregulasi oleh mekanisme neural dan hormonal. Salah satu hormon yang berperan dalam mengatur pengeluaran natrium dalam urin adalah aldosteron (Barasi, 2007).

(48)

Tabel 4.6 Kadar natrium dalam urin tikus pada kelompok uji

No Kelompok Pengujian

Kadar Natrium (meq/l) Rata-rata ±

Nilai p pada baris I dibandingkan dengan kontrol positif Nilai p pada baris II dibandingkan dengan kontrol negatif (p) = signifikansi

Gambar 4.3 Kadar natrium pada urin tikus jantan

0

CMC-Na 0,5% EEDS dosis 400 mg/kg bb

EEDS dosis 500 mg/kg bb

(49)

Hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.3 diperoleh rata-rata kadar natrium untuk kontrol negatif 31,97 ± 3,78 meq/l; furosemid 96,81 ± 3,96 meq/l; EEDS dosis 400 mg/kg bb 50,32 ± 3,06 meq/l; EEDS dosis 500 mg/kg bb 58,30 ± 5,24 meq/l; EEDS dosis 600 mg/kg bb 77,74 ± 3,91 meq/l.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemberian sediaan uji EEDS dosis 400 mg/kg bb, 500 mg/kg bb, dan 600 mg/kg bb menunjukkanefek terhadap peningkatan kadar natrium dalam urin yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian CMC 0,5% sebagai kontrol negatif, tetapi tidak lebih besar bila dibandingkan dengan furosemid. Hal ini sesuai dengan prinsip kerja diuretik dimana diuretik adalah obat-obat yang dapat meningkatkan laju aliran urin, dan meningkatkan laju ekskresi natrium (natriuresis) (Jackson, 2007).

Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb memberikan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol negatif dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) dan memberikan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok pembanding dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan dengan meningkatnya pemberian dosis EEDS dapat meningkatkan kadar natrium dalam urin.

4.4.3 Hasil Pengukuran Kadar Kalium

(50)

Tabel 4.7 Kadar kalium dalam urin tikus pada kelompok uji

No Kelompok Pengujian

Kadar Kalium (meq/l) Rata-rata ±

Nilai p pada baris I dibandingkan dengan kontrol positif Nilai p pada baris II dibandingkan dengan kontrol negatif (p) = signifikansi

Gambar 4.4 Kadar kalium pada urin tikus jantan

0

CMC-Na 0,5% EEDS dosis 400 mg/kg bb

EEDS dosis 500 mg/kg bb

(51)

Hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.4 diperoleh rata-rata kadar kalium untuk kontrol negatif 19,42 ± 2,53 meq/l; furosemid 51,29 ± 4,11 meq/l; EEDS dosis 400 mg/kg bb 27,82 ± 1,76 meq/l; EEDS dosis 500 mg/kg bb 33,83 ± 4,70 meq/l; EEDS dosis 600 mg/kg bb 39,25 ± 2,25 meq/l.

Berdasarkan hasil yang tertera pada Gambar 4.4 kadar kalium pada sediaan uji EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya dosis, akan tetapi peningkatan kadar kalium yang terjadi tidak memberikan perbedaan yang bermakna. Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa EEDS dosis 400 mg/kg bb tidak memberikan perbedaan yang bermakna terhadap EEDS dosis 500 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,060 (p ≥ 0,05), dan memberikan perbedaan yang bermakna terhadap EEDS dosis 600 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). EEDS dosis 500 mg/kg bb tidak memberikan perbedaan yang bermakna terhadap EEDS dosis 600 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,104 (p ≥ 0,05).

Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb memberikan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol negatif dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) dan memberikan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok pembanding dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05).

(52)

menyebabkan peningkatan ekskresi K+ dalam urin, meningkatnya ekskresi K+dapat disebabkan oleh meningkatnya penghantaran Na+ ke tubulus distal (Jackson, 2007).

Pemberian ekstrak etanol daun senduduk menyebabkan peningkatan dalam pengeluaran volume urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin, hal ini sesuai dengan fungsi diuretik dimana ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air (Neal, 2006).

Selanjutnya berdasarkan pengukuran kadar natrium dan kadar kalium pada urin tikus maka dapat diketahui rasio Na+/K+. Rasio Na+/K+ dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8 Rasio kadar natrium dan kalium dalam urin tikus

Kelompok Pengujian

Elektrolit (meq/l) ± SD

Na+ K+ Na+/K+

Kontrol CMC-Na 0,5%

31,97 ± 3,78 19,42 ± 2,53 1,65 EEDS dosis 400

mg/kg bb

50,32 ± 3,06 27,82 ± 1,76 1,81 EEDS dosis 500

mg/kg bb

58,30 ± 5,24 33,83 ± 4,70 1,72 EEDS dosis 600

mg/kg bb

77,74 ± 3,91 39,25 ± 2,25 1,98 Furosemid dosis

10 mg/kg bb

96,81 ± 3,96 51,29 ± 4,11 1,89

Hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 4.8 diperoleh rasio Na+/K+ kontrol negatif 1,65, EEDS dosis 400 mg/kg bb 1,81, EEDS dosis 500 mg/kg bb 1,72, EEDS dosis 600 mg/kg bb 1,98 dan pembanding furosemid 1,89.

(53)

Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengeluaran natrium pada EEDS dosis 600 mg/kg bb lebih banyak dibandingkan pengeluaran kalium pada urin tikus.

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun senduduk dosis 400, 500, 600 mg/kg bb memiliki aktivitas diuretik dengan meningkatkan volume urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin tikus jantan.Hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kontrol negatif dengan nilai signifikansi (p < 0,05). Aktivitas diuretik yang paling baik dihasilkan oleh ekstrak etanol daun senduduk dosis 600 mg/kg bb.

5.2 Saran

(55)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar pada tempat-tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari, seperti di lereng gunung, semak belukar, lapangan yang tidak terlalu gersang, atau di daerah objek wisata sebagai tanaman hias. Tumbuh sampai ketinggian 1.650 m di atas permukaan laut, merupakan tumbuhan perdu, tegak, tinggi 0,5-4 m, bercabang, bersisik, dan berambut. Senduduk memiliki daun tunggal, helai daun bundar telur memanjang sampai lonjong, tepi rata, permukaan berambut pendek. Berbunga majemuk yang bewarna ungu kemerahan, buah masak akan merekah dan bewarna ungu. Buah dapat dimakan, daun muda juga dapat dimakan sebagai lalap atau disayur (Dalimartha, 1999).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Tumbuhan senduduk memiliki sistematika sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Myrtales

Suku : Melastomataceae Marga : Melastoma

(56)

2.1.2 Sinonim

Nama lain dari senduduk (Melastoma malabathricum L.) adalah

Melastoma affine G. Don., Melastoma polyanthum (Dalimartha, 1999).

2.1.3 Nama Daerah

Nama daerah tumbuhan ini di Sumatera adalah senduduk, sedangkan di Jawa dikenal dengan nama senggani, sengganen, kluruk, harendong dan kemanden (Depkes, RI., 1995).

2.1.4 Sifat dan Khasiat

Senduduk memiliki rasa yang pahit. Berkhasiat sebagai pereda demam (antipiretik), penghilang nyeri (analgesik), peluruh kencing (diuretik), menghilangkan pembengkakan, melancarkan aliran darah, dan penghentian perdarahan (hemostatis) (Dalimartha, 1999).

2.1.5 Kandungan Kimia

Daun senduduk mengandung flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid, dan tanin (Depkes, RI., 1995).

2.2 Ekstraksi

(57)

2.2.1 Metode Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Cara dingin i. Maserasi

Maserasi adalah penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

ii.Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000).

b. Cara panas i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

ii. Sokletasi

(58)

demikian berulang-ulang (Ditjen POM, 2000). iii.Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50ºC (Ditjen POM, 2000).

iv.Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit (Ditjen POM, 1979).

v. Dekok

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dengan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Ginjal

Ginjal adalah organ yang berperan dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa. Ginjal juga mengeluarkan produk sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, dan asam urat. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin yang penting untuk mengatur tekanan darah (Price, 2005).

(59)

2.4 Mekanisme pembentukan urin

Proses pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorbsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus (Guyton dan Hall, 2007).

Filtrat hasil dari glomerulus saat memasuki tubulus ginjal akan melalui bagian-bagian tubulus sebagai berikut; tubulus proksimal, ansa Henle, tubulus distal, tubulus kolingentes, dan akhirnya duktus kolingentes, sebelum akhirnya diekskresikan sebagai urin. Disepanjang perjalanannya, beberapa zat direabsorbsi kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang lain disekresikan dari darah ke dalam lumen tubulus (Guyton dan Hall, 2007).

Hasil dari urin yang terbentuk dan semua zat yang terdapat dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal yaitu:

a. filtrasi glomerulus, perpindahan plasma bebas protein dari darah ke dalam tubulus

b. reabsorpsi tubulus, pemindahan selektif konstituen tertentu di filtrat kembali ke dalam darah kapiler peritubulus

(60)

Urin yang terbentuk akan mengalir ke pelvis ginjal, kemudian disalurkan ke dalam ureter menuju kandung kemih, selanjutnya urin dikosongkan dari kandung kemih dengan menggunakan saluran yang disebut uretra (Sherwood, 2011). Organ – organ yang membentuk saluran urin dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1Organ-organ yang membentuk saluran urin (Dowling, 2008).

2.5 Diuretik

Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik (Neal, 2006).

(61)

Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting, artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penggunaan suatu diuretik (Nafrialdi, 2007).

Penggolongan diuretik berdasarkan mekanisme kerja dan tempat kerjanya menurut Nugroho, (2012) yaitu :

a. Golongan diuretik kuat (loop diuretics)

Mekanisme kerja golongan obat ini adalah dengan menghambat symporter Na+/K/+2Cl-pada ascending limblengkung ansa Henle sehingga menghambat reabsorbsi Na+, dan Cl-. Peningkatan Na+dalam filtrat nefron ketika berada bagian tubulus kolingentes akan mengakibatkan sekresi K+ dan H+sehingga menyebabkan hipokalemia. Obat ini termasuk dalam golongan diuretik kuat. Obat yang termasuk golongan ini adalah furosemid, bumetanid, piretanid, torasemid, dan asam etakrinat.

b. Golongan diuretik tiazid

Mekanisme kerja golongan obat ini adalah dengan menghambat

symporterNa+/Cl-pada tubulus distal sehingga menghambat reabsorbsi Na+dan Cl-. Obat ini termasuk first line untuk pengobatan hipertensi. Contoh obat yang termasuk

pada golongan ini adalah kloritiazid, hidroklortiazid, klorthalidon dan metozalon. c. Golongan diuretik hemat kalium

(62)

triamteren menghambatkanal ion natrium pada lumen nefron, sehingga menghambat reabsorbsi Na+dan menurunkan sekresi K+.

d. Golongan diuretik osmotik

Obat ini dapat difiltrasi melalui glomerulus namun tidak mengalami reabsorbsi pada nefron. Ketika melintasi nefron golongan obat ini mempengaruhi osmolaritas dalam nefron sehingga menghambat reabsorbsi air pada bagian tubulus proksimal, descending limb lengkung Henle, dan tubulus kolingentes sehingga menghasilkan efek diuresis. Namun, ekskresi elektrolit hanya ditingkatkan sedikit saja. Contoh obat ini adalah manitol, gliserol, urea.

e. Golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Obat ini bekerja pada tubulus proksimal, beraksi menghambat enzim karbonat anhidrase sehingga mencegah reabsorbsi bikarbonat, dan diiringi penghambatan Na+, K+, dan air sehingga meningkatkan volume urin. Contoh obat golongan ini adalah asetazolamid. Bagian – bagian nefron dapat dilihat pada Gambar 2.2

(63)

2.6 Furosemid

Furosemid adalah turunan sulfonamida yang termasuk kedalam golongan diuretik loop, memiliki aktivitas diuretik kuat dengan cara menghambat symporter Na+/K+/2Cl-di lengkung henle bagian menaik.

Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform, larut dalam 75 bagian etanol (95%) dan dalam 850 bagian eter, larut dalam larutan alkali hidroksida (Depkes, RI.,1979).

Mula kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja ± 6-8 jam. Furosemid diabsorbsi di dalam saluran cerna secara cepat, terikat oleh plasma protein 91-99% dan memiliki ketersediaan hayati 60-69%. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian secara oral, dengan waktu paruh biologis ± 2 jam (Siswandono,2008).

Efek sampingnya hipokalemia, hipotensi, hiperurisemia, dan dapat menyebabkan ketulian yang biasanya terjadi akibat pemberian secara parenteral dengan dosis yang besar dan cepat (Ditjen POM, 2008).

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom

(64)

Alat – alat spektrofotometer serapan atom: a. Sumber sinar (hallow cathode lamp)

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hallowcathode lamp). Fungsi dari hallow cathode lampadalah sebagai sumber energi radiasi. Energi radiasi merupakan karakterisasi dari elemen katoda dan neon. Ion-ion neon yang dipercepat mempengaruhi permukaan katoda yang menyebabkan atom – atom logam mendidih pada permukaan katoda. Banyak dari atom – atom dihamburkan ke fase gas yakni pada tingkat pertama tereksitasi (Gandjar dan Abdul, 2007).

b. Burner dan nyala

Nyala, burner dan nebulizer pada alat AAS menyebabkan kation – kation logam dalam larutan menghasilkan atom – atom logam. Alat AAS membuat penyerapan pada keadaan dasar. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asitilen – udara suhunya sebesar 2200ºC. Sumber nyala asetilen – udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Abdul, 2007).

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Abdul, 2007).

d. Detektor

(65)

listrik,yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Detektor digunakan sebagai alat untuk mengukur intensitas cahaya yangmelaluitempat pengatoman (Gandjar dan Abdul, 2007).

e. Sistem Pengolah (Amplifier)

Sistem pengolah atau Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil atau

Readout.

f. Alat penunjuk (Readout Device)

Readout device merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan

sebagaipencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yangmenggambarkan absorbansi atau emisi (Gandjar dan Abdul, 2007). Bagan alat spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.3

(66)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara terbesar kedua di dunia setelah Brasil yang kaya akan keanekaragaman hayati. Tersedia sekitar 30.000 spesies tanaman, di antaranya tanaman obat yang berjumlah sekitar 2.500 jenis. Sebagai negara kepulauan yang terdiri berbagai macam suku bangsa dan adat istiadat, Indonesia juga mewariskan keanekaragaman budaya, yang terkait dengan tradisi dalam pemanfaatan tanaman obat dan memiliki beragam pengobatan tradisional (Dalimartha, 2008).

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman obat untuk mengobati berbagai penyakit sebagai salahsatu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan (Wijayakusuma,1996).

Salah satu cara meningkatkan kesehatan tubuh dengan menjaga kelancaran pengeluaran urin, tindakan ini dianjurkan dalam dunia kesehatan. Urin merupakan campuran air dengan senyawa-senyawa polar yang harus dikeluarkan oleh tubuh. Pengeluaran urin yang tidak lancar pada kandung kemih atau ginjal dalam waktu yang lama akan menimbulkan pengkristalan dari zat-zat yang akan dibuang. Peningkatan pembuangan urin mampu mengobati beberapa penyakit seperti hipertensi (Permadi,2006).

(67)

berfungsisebagai peluruh urin atau diuretik, banyak tanaman yang sudah lama dikenal oleh

nenek moyang kita yang digunakan sebagai peluruh urin(Permadi, 2006).

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat, dikenal dan digunakan oleh masyarakat adalah tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricumLinn.) dari suku Melastomataceae. Tumbuhan ini mempunyai khasiat sebagai pereda demam (antipiretik), penghilang nyeri (analgesik), peluruh urin (diuretik), menghilangkan pembengkakan, pelancar aliran darah, dan menghentikan perdarahan (Kusuma, 2005).

Senduduk merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi mencapai 4 m yang dikenal dengan nama harendong (Sunda), senggani (Jawa Tengah). Memiliki daun tunggal yang berbentuk bulat telur, dan berbulu. Kandungan kimia dari daun senduduk antara lain saponin, flavonoid, dan tanin (Dalimartha, 1999).

Senduduk sering digunakan sebagai obat herbal di berbagai negara antara lain Indonesia, Malaysia, India, dan di wilayah negara bagian Asia lainnya. Berbagai macam ulasan mengenai manfaat senduduk sebagai obat herbal, salah satunya pucuk daun senduduk dikatakan mampu menurunkan tekanan darah dan juga dapat digunakan sebagai pengobatan diabetes. Di Indonesia daun senduduk sering digunakan sebagai obat luka, diabetes, dan obat sakit gigi.

(68)

Hasil analisis daun senduduk dengan menggunakan alat GC-MS diperoleh senyawa 2-(3,5-Diphenyl-pyrazol-1-yl)-benzothiazole yang salah satu aktivitasnya adalah sebagai diuretik (Balamurugan, 2012).

Selain manfaat yang disebutkan diatas menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmatullah (2009), bahwa komunitas Garo tribal yang tinggal di

Netrakonadistrict Bangladesh, menggunakan sari daun senduduk sebagai obat

dalam mengatasi masalah saluran kemih dan juga sebagai diuretik.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menguji lebih lanjut efek diuretik dari ekstrak etanol daun senduduk terhadap tikus jantan dan sebagai pembanding digunakan furosemid.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol daun senduduk mempunyai efek diuretik terhadap tikus jantan?

1.3Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ekstrak etanol daun senduduk mempunyai efek diuretik terhadap tikus jantan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek diuretik dari ekstrak etanol daun senduduk dengan parametervolume urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin tikus jantan.

(69)

Manfaat penelitian ini adalah

a. sebagai sumber informasi mengenai efek diuretik dari ekstrak etanol daun senduduk

b. menambah inventaris tanaman obat yang memiliki khasiat sebagai diuretik.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1

variabel bebas variabel terikat parameter

Daun

(70)
(71)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN SENDUDUK (Melastoma malabathricum Linn.)

TERHADAP TIKUS JANTAN

ABSTRAK

Salah satu cara meningkatkan kesehatan tubuh adalah dengan menjaga kelancaran pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang tidak lancar pada kandung kemih atau ginjal dalam waktu yang lama akan menimbulkan pengkristalan dari zat-zat yang akan dibuang. Secara medis sudah banyak obat kimia yang digunakan sebagai diuretika, selain obat kimia banyak tumbuhan yang digunakan sebagai diuretik, salah satunya tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum Linn.).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek diuretik ekstrak etanol daun senduduk (EEDS) dengan parameter volume urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin tikus jantan.

Hewan yang digunakan adalah tikus jantan sebanyak 25 ekor. Sebelum dilakukan percobaan tikus terlebih dahulu dipuasakan selama ± 18 jam kemudian diberikan NaCl 0,9% secara oral sebanyak 20 ml/kg bb sebagai loadingdose. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol negatif diberi CMC-Na 0,5%, pembanding digunakan furosemid dosis 10 mg/kg bb, dan sediaan uji dengan variabel dosis 400, 500, 600 mg/kg bb. Tikus diletakkan dalam kandang metabolik. Volume urin yang diekskresikan dicatat setiap jam dan akumulasinya selama 5 jam sebagai urin total, selanjutnya diukur kadar natrium dan kalium dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb meningkatkan volume urin, kadar natrium dan kalium. Diperoleh rata-rata volume urin total kontrol negatif, EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb, dan pembanding masing-masing 1,34 ± 0,18 ml; 2,2 ± 0,30 ml; 2,7 ± 0,25 ml; 3,18 ± 0,21 ml; 3,88 ± 0,22 ml; dengan nilai signifikansi (p < 0,05) terhadap kontrol negatif dan pembanding. Kadar natrium rata-rata masing-masing 31,97 ± 3,78 meq/l; 50,32 ± 3,06 meq/l; 58,30 ± 5,24 meq/l; 77,74 ± 3,91 meq/l; 96,81 ± 3,96 meq/l; dengan nilai signifikansi (p < 0,05) terhadap kontrol negatif dan pembanding. Kadar kalium rata-rata masing-masing 19,42 ± 2,53 meq/l; 27, 82 ± 1,76 meq/l; 33,83 ± 4,70 meq/l; 39,25 ± 2,25 meq/l; 51,29 ± 4,11 meq/l ; dengan nilai signifikansi (p < 0,05) terhadap kelompok kontrol negatif dan pembanding.

Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg memberikan efek diuretik dalam meningkatkan volume urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin tikus jantan dengan efek yang paling baik ditunjukkan oleh dosis 600 mg/kg bb.

(72)

TEST DIURETIC EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF SENDUDUK LEAVES (Melastoma malabathricum Linn.)

ON MALE RATS

ABSTRACT

One way to improve the health of the body is to maintain the smooth passage of urine, urine output is not smooth in the bladder or kidneys in a long time will cause crystallization of substance to be scrapped. In the medical world has many chemical drugs produced as a diuretic, other than chemical drugs many medicinal plants that are used as a diuretic, one of which is senduduk (Melastomamalabathricum Linn.).

The purpose of this study was to determine the diuretic effect of ethanol extract of leaves senduduk parameters urine volume, sodium and potassium levels in the urine of male rats.

Animals used were male rats. Rats were fasted for ± 18 hours and then given 0.9% NaCl administrated orally at a dose of 20 ml/kg bw. Rats were divided into 5 groups: negative control group given 0.5% CMC-Na, the positive control was given furosemide 10 mg/kg bw, and the administration of the ethanol extract of the leaves ingredients senduduk doses of 400, 500, 600 mg/kg bw. Rats placed in metabolic cages that have been modified. Excreted urine volume and accumulation recorded every hour for 5 hours as the total urine, and determined the levels of electrolytes sodium and potassium in the urine using by Atomic Absorption Spectrophotometer.

The results showed that administration of a dose EEDS 400, 500, 600 mg/kg bw increase urine volume, sodium and potassium. Gained an average total urine volume negative control, EEDS doses of 400, 500, 600 mg/kg bw, and comparison respectively 1,34 ± 0,18 ml; 2.2 ± 0.30 ml; 2.7 ± 0.25 ml; 3.18 ± 0.21 ml; 3.88 ± 0.22 ml, with a value of significance (p < 0.05) to the negative control and comparison. Average sodium levels respectively 31.97 ± 3.78 meq/l; 50.32 ± 3.06 meq/l; 58.30 ± 5.24 meq/l; 77.74 ± 3.91 meq/l; 96.81 ± 3.96 meq/l, with a value of significance (p < 0.05) to the negative control and comparison. Average potassium levels respectively 19.42 ± 2.53 meq/l; 27.82 ± 1.76 meq/l; 33.83 ± 4.70 meq/l; 39.25 ± 2.25 meq/l; 51.29 ± 4.11 meq/l, with a value of significance (p < 0.05) to the negative control and comparison.

Based on the above results EEDS doses of 400, 500, 600 mg/kg bw gives a diuretic effect in increasing urine volume, sodium and potassium levels in the urine of male rats to the most well demonstrated by a dose of 600 mg/kg bw. Key words: senduduk’s leaf (Melastoma malabathricum Linn.), diuretics, urine

(73)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOLDAUN

SENDUDUK (Melastoma malabathricum Linn.)

TERHADAP TIKUS JANTAN

SKRIPSI

OLEH :

RAYYA SAFIRA

NIM 101501154

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(74)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOLDAUN

SENDUDUK (Melastoma malabathricum Linn.)

TERHADAP TIKUS JANTAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

RAYYA SAFIRA

NIM 101501154

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(75)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOLDAUN

SENDUDUK (Melastoma malabathricum Linn.)

TERHADAP TIKUS JANTAN

OLEH : RAYYA SAFIRA

NIM 101501154

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 25Januari 2016

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing I Panitia Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195103261978022001 NIP 195301011983031004

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Dosen Pembimbing II NIP 195103261978022001

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si.,Apt. NIP 198005202005012006 NIP 197806032005012004

Dr. Poppy Anjelisa Z. H., S.Si., M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Medan, Maret 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan

(76)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Uji Efek Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma

malabathricum Linn.) Pada Tikus Jantan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian, kepada Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si.,Apt., dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. H., S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini serta kepada Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu membimbing selama masa pendidikan.

(77)

penulis selama perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini, dan juga terima kasih kepada sahabat-sahabat semua atas motivasi dan segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Januari 2016 Penulis,

(78)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN SENDUDUK (Melastoma malabathricum Linn.)

TERHADAP TIKUS JANTAN

ABSTRAK

Salah satu cara meningkatkan kesehatan tubuh adalah dengan menjaga kelancaran pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang tidak lancar pada kandung kemih atau ginjal dalam waktu yang lama akan menimbulkan pengkristalan dari zat-zat yang akan dibuang. Secara medis sudah banyak obat kimia yang digunakan sebagai diuretika, selain obat kimia banyak tumbuhan yang digunakan sebagai diuretik, salah satunya tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum Linn.).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek diuretik ekstrak etanol daun senduduk (EEDS) dengan parameter volume urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin tikus jantan.

Hewan yang digunakan adalah tikus jantan sebanyak 25 ekor. Sebelum dilakukan percobaan tikus terlebih dahulu dipuasakan selama ± 18 jam kemudian diberikan NaCl 0,9% secara oral sebanyak 20 ml/kg bb sebagai loadingdose. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol negatif diberi CMC-Na 0,5%, pembanding digunakan furosemid dosis 10 mg/kg bb, dan sediaan uji dengan variabel dosis 400, 500, 600 mg/kg bb. Tikus diletakkan dalam kandang metabolik. Volume urin yang diekskresikan dicatat setiap jam dan akumulasinya selama 5 jam sebagai urin total, selanjutnya diukur kadar natrium dan kalium dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb meningkatkan volume urin, kadar natrium dan kalium. Diperoleh rata-rata volume urin total kontrol negatif, EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg bb, dan pembanding masing-masing 1,34 ± 0,18 ml; 2,2 ± 0,30 ml; 2,7 ± 0,25 ml; 3,18 ± 0,21 ml; 3,88 ± 0,22 ml; dengan nilai signifikansi (p < 0,05) terhadap kontrol negatif dan pembanding. Kadar natrium rata-rata masing-masing 31,97 ± 3,78 meq/l; 50,32 ± 3,06 meq/l; 58,30 ± 5,24 meq/l; 77,74 ± 3,91 meq/l; 96,81 ± 3,96 meq/l; dengan nilai signifikansi (p < 0,05) terhadap kontrol negatif dan pembanding. Kadar kalium rata-rata masing-masing 19,42 ± 2,53 meq/l; 27, 82 ± 1,76 meq/l; 33,83 ± 4,70 meq/l; 39,25 ± 2,25 meq/l; 51,29 ± 4,11 meq/l ; dengan nilai signifikansi (p < 0,05) terhadap kelompok kontrol negatif dan pembanding.

Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa EEDS dosis 400, 500, 600 mg/kg memberikan efek diuretik dalam meningkatkan volume urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin tikus jantan dengan efek yang paling baik ditunjukkan oleh dosis 600 mg/kg bb.

Gambar

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun senduduk
Tabel 4.2Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun       senduduk
Tabel 4.3 Hasil pengukuran volume urin rata-rata setiap jam selama 5 jam
Tabel 4.4 Hasil pengukuran volume total urin tikus pada kelompok uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol pecut kuda dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb memiliki aktivitas diuretik dengan meningkatkan volume

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua dosis ekstrak etanol herba anting- anting memberikan efek antihiperurisemia, tetapi hanya dosis 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol herba putri malu (Mimosa pudica L.) dengan dosis 400 mg/kg BB, 600 mg/kg BB dan 900 mg/kg BB tidak

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.. Hasil ekstraksi disebut dengan

Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat.Jakarta: Agro Media Pustaka.. Bandung: Institut Teknologi

Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa CEEPK dengan dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb dapat meningkatkan volume urin, kadar natrium dan kalium terhadap urin tikus

Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa EnHPK dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb memberikan aktivitas diuretik dengan meningkatkan volume urin, pH urin, kadar natrium

Hasil pengujian efek diuretik menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak mulai dosis 25mg/kg bb memiliki aktivitas diuretik yang lebih lemah dibandingkan