• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

87

Buku

Amidjojo, Sri Badini. Perlindungan Hukum Terhadap Pengungsi Berdasarkan Konvensi Jenewa 1951. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI. Jakarta. 2004

Aziz, Aminah. Aspek Hukum Perlindungan Anak. USU Press. Medan. 1998

Hamid, Sulaiman. Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional. Rajagrafindo Persada. 2002

Hutauruk, M. Kenallah PBB. Erlangga. Jakarta. 1989

Ima Susilowati, dkk. Pengertian Konvensi Hak Anak. UNICEF. Jakarta. 2003 Istanto, F. Sugeng. Hukum Internasional. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. 1998 Joni, Muhammad, dan Zulchaina Z. Tanamas. Aspek Hukum Perlindungan Anak

Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1999 Nowak, Manfred. Pengantar Pada Rezim HAM Internasional. 2003

Parthiana, I Wayan. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 2. Mandar Maju. Bandung. 2005

Roisah, Kholis. Hukum Perjanjian Internasional Teori dan Praktek. Setara Press. Malang. 2015

Romsan, Ahmad, dkk. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional : Hukum Internasional dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional. Sanic Offset. Bandung.2003

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1997

Wagiman. Hukum Pengungsi Internasional. Sinar Grafika. Jakarta. 2012 Waluyadi. Hukum Perlindungan Anak. Mandar Maju. Bandung. 2009

Internet

(2)

(3)

43

PENGATURAN HAK-HAK ANAK

DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A.

Instrumen Penting Hukum Internasional dalam Perlindungan

Anak

1. Perlindungan Anak dalam Sistem Hukum Internasional

PBB secara khusus menyusun traktat, yaitu sebuah Konvensi atau Kesepakatan. Konvensi yang disusun khusus tentang perlindungan terhadap kesehjahteraan anak-anak disebut Konvensi Hak Anak. Ketika negara-negara di dunia menandatangani sebuah konvensi, mereka saling mengikat janji. Janji ini mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban yang bersifat mengikat baik secara yuridis maupun politis. Sampai tanggal 3 Maret 1995 sudah terdapat 175 negara termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi ini.

(4)

Hak Anak. Ratifikasi Konvensi Hak Anak ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.52

a. Penyuluhan Hukum Terhadap Orangtua/Keluarga

Usaha perlindungan anak ditujukan kepada:

Perlu adanya kesadaran bagi orang tua untuk mengetahui akan hak-hak anak, hal ini karena sebenarnya yang paling bertanggungjawab dalam pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri adalah orangtuanya. Sejak dini, orang tua harus memberikan perhatian dan kasih sayang yang murni kepada anak, dan membekali si anak dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan yang baik, agar kelak si anak dapat memiliki pekerti dan watak yang baik. b. Penyadaran Hukum Masyarakat

Masyarakat sebagai kumpulan dari keluarga perlu mendapatkan informasi-informasi tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan peraturan-peraturan perundang-undangan tentang anak khususnya yang melindungi kepentingan anak terhadap berbagai bentuk tindakan yang dapat merugikan anak baik secara fisik dan mental. Perilaku masyarakat yang menganggap setiap anak adalah anak saya, akan sangat membantu perkembangan kondisi anak khususnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. c. Penyadaran Hukum bagi Pengusaha/Dunia Usaha

Penyuluhan hukum kepada penguasaha memberi kesempatan kepada anak untuk bekerja karena alasan ekonomi, agar timbul kesadaran bagi mereka untuk tidak memperkerjakan tenaga anak, atau kalaupun ada anak yang terpaksa bekerja karena suatu keharusan dalam membantu menyokong kehidupan keluarganya, haruslah diperhatikan pekerjaan-pekerjaan yang

52

(5)

layak dilakukan oleh anak, dan tidak membahayakan kesehatan, dan perkembangannya.

d. Penyuluhan Hukum tentang Hak-Hak Anak

Kepada si anak perlu diberi pengarahan dan penjelasan hak-hak dan kewajibannya selaku anggota keluarga dan anggota masyarakat. Tugas utama seorang anak adalah belajar untuk mencapai pendidikan yang setinggi-tingginya dan mendapat fasilitas-fasilitas lainnya yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Instrumen Penting Hukum Internasional dalam Perlindungan Anak

Ada beberapa Instrumen Internasional yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap remaja (anak) antara lain:

a. Peraturan-Peraturan Minimum standar PBB mengenai administrasi peradilan bagi remaja (Beijing Rules) yang disahkan melalui resolusi Majelis PBB no.43/35 tanggal 29 Nopember 1985

(6)

bahwa pada usia yang terlalu rendah, seseorang belum dapat dikatakan dewasa serta emosional, dewasa secara mental, dan dewasa secara intelektual, sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. 53

b. Peraturan PBB bagi perlindungan remaja (anak) yang kehilangan kebebasannya yang disahkan melalui resolusi Majelis no. 45/133 tanggal 14 Nopember 1990

Beberapa hal perlu diketahui dalam peraturan-peraturan PBB bagi perlindungan anak yang kehilangan kebebasannya, seperti :

1) Sistem Peradilan bagi remaja, harus menjunjung tinggi hak-hak dan keselamatan serta memajukan kesehjahteraan fisik dan mental remaja.

Berbicara sistem peradilan, akan mencakup keseluruhan komponen dan proses berjalannya hukum. Apabila PBB menghendaki kesehjahteraan sebagai akhir dari sistem peradilan, maka substansi hukum, struktur hukum, dan kultur hukum yang berkaitan dengan peradilan anak harus mempunyai visi dan misi yang sama, yaitu mengusahakan kesehjahteraan anak. 54

2) Penjara harus menjadi alternatif terakhir

Mendengar kata “penjara” yang telah mengalami penghalusan makna menjadi “Lembaga Pemasyarakatan”, tetap saja mengesankan “keangkeran”. Orang sering mengatakan bahwa “Pembalasan Lebih Kejam dari Perbuata”. Kalimat yang demikian, ternyata diadopsi mentah-mentah oleh hukum pidana. Akibatnya, sanksi-sanksi hukum pidana, selalu menempati urutan yang pertama. Membiarkan anak memasuki Lembaga

53 Waluyadi. Hukum Perlindungan Anak. 2009. Bandung. Penerbit Mandar Maju. Hal 41-42 54

(7)

Pemasyarakatan, berarti membiarkan pendidikan negatif kepada anak, sebab apabila di dalam Lembaga Pemasyarakatan penghuninya adala mereka yang diidentifikasikan sebagai yang jahat, maka anak tersebut akan mengimitasi tingkah laku yang jahat. E.H. Sutherland pernah mengemukakan bahwa perilaku kriminal dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain daam suatu proses komunikasi. Berangkat dari teori E.H. Sutherland tersebut, dapat dipahami bahwa adanya kemungkinan seseorang yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, lambat laun dapat berbekas pada anak itu untuk berperilaku jahat. 55

3) Peraturan bagi anak/remaja tidak boleh membedakan ras, warna kulit, usia, bahasa, agama, kebangsaan, pendapat politik, kepercayaannya, atau praktik-praktik budaya, kepemilikan, kelahiran atau status keluarga, asal-usul etnis atau sosial, cacat jasmani, agama serta konsep moral yang bersangkutan harus dihormati.

4) Para remaja yang belum diadili, harus dianggap tidak bersalah. Remaja yang masih dalam proses hukum, harus dipisah dengan remaja yang telah dijatuhi hukuman. Terhadap remaja yang belum diadili dan dalam proses hukum, ia berhak atas :

a) Didampingi penasihat hukum dengan Cuma-Cuma b) Disediakan kesempatan kerja dengan menerima upah c) Melanjutkan pendidikan

d) Memiliki dan tetap menyimpan barang yang menjadi hiburannya 5) Data yang berkaitan dengan remaja bersifat rahasia

55

(8)

Data yang harus dirahasiakan tentunya tidak hanya yang menyangkut penyingkatan nama, akan tetapi mencakup segala aspek yang berkaitan dengan kondisi sosial anak, seperti data pribadi maupun data keluarga, baik yang kuantitatif maupun kualitatif. Bahkan, hasil pertemuan dengan Pembimbing Kemasyarakatan, ahli pendidikan, psikolog, ahli agama, dan ahli-ahli yang lainnya harus dianggap data dan itu wajib dirahasiakan.

6) Anak/remaja yang ditahan berhak untuk memperoleh : a) Pendidikan

b) Latihan keterampilan dan latihan kerja c) Rekreasi

d) Memeluk agama

e) Mendapatkan perawatan kesehatan f) Pemberitahuan tentang kesehatan g) Berhubungan dengan masyarakat luas

c. Pedoman PBB dalam rangka pencegahan tindak pidana remaja/anak (pedoman Riyadh) “United Nations Guidelines for the prevention of juvenile deliquency (The Riyadh Guidelines)”, yang disahkan dan dinyatakan dalam

resolusi Majelis PBB no. 45/112 tanggal 14 Desember 1990 Beberapa hal yang perlu diketahui dalam pedoman ini antara lain : 1) Upaya pencegahan kejahatan oleh anak/remaja

(9)

b) Menciptakan dasar filosofis dan pendekatan-pendekatan yang bermuara pada peniadaan hal-hal yang mendorong terjadinya pelanggaran

c) Mencakup keseluruhan kebutuhan remaja berdasarkan keadilan dan kemerataan

d) Perlindungan kesehjahteraan, perkembangan, hak-hak dan kebutuhan seluruh remaja

e) Perilaku anak yang berlawanan dengan nilai, harus dianggap sebagai proses pendewasaan/menuju dewasa yang bersifat menyimpang dan kemudian juga akan hilang

f) Kesadaran bahwa sikap membangkang/deviant, perilaku pidana/deliquent atau perilaku pra pelaku pidana /pre-delinquent, merupakan perilaku yang sebetulnya tidak dikehendaki oleh remaja. 2) Pencegahan umum

3) Media massa 4) Kebijakan sosial56

3. Instrumen Hukum Internasional dalam Perlindungan Hak Anak

Konvensi Hak Anak merupakan sebuah Konvensi yang berisikan tentang hak-hak anak dan perlindungannya dalam Hukum Internasional. Secara ringkas Konvensi Hak Anak mengandung misi:

a. Penegasan hak-hak anak b. Perlindungan anak oleh negara

c. Peran serta berbagai pihak dalam menjamin penghormatan hak-hak anak.

56

(10)

Konvensi ini memperjelas gagasan bahwa suatu kualitas hidup yang mendasar harus menjadi hak semua anak, bukan menjadi hak istimewa yang hanya dinikmati oleh segelintir anak saja. Menurut Konvensi Hak Anak ini, maka negara berkewajiban untuk:

1) Memberikan perlindungan kepada anak terhadap perlakuan diskriminasi atau hukuman

2) Memberikan perlindungan dan perawatan seperti untuk kesehjahteraan,keselamatan dan kesehatan

3) Menghormati tanggung jawab hak dan kewajiban orang tua dan keluarga 4) Mengakui hak hidup anak, serta kewajiban negara menjamin

perkembangan dan kelangsungan hidup anak

5) Memberikan kepada anak haknya untuk memperoleh kebangsaan, nama serta untuk mengetahui dan diasuh oleh orangtuanya

6) Memberikan kepada anak haknya untuk memelihara jati diri termasuk kebangsaan, nama dan hubungan keluarga.

7) Memberikan kepada anak haknya untuk tinggal bersama-sama dengan orang tua

8) Memberikan kebebasan menyatakan pandangan/pendapat 9) Memberikan kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama

(11)

12) Orang tua bertanggung jawab untuk membesarkan dan membina anak, negara mengambil langkah membantu orang tua yang bekerja agar anak mendapatkan perawatan dan fasilitas

13) Memberikan perlindungan akibat kekerasan fisik, mental penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi) serta penyalahgunaan seksual

14) Memberikan perlindungan hukum terhadap gangguan kehidupan pribadi, keluarga surat menyurat atas serangan yang tidak sah

15) Memberikan perlindungan kepada anak yang tidak mempunyai orang tua menjadi kewajiban negara

16) Memberikan perlindungan kepada anak yang menjadi status pengungsi 17) Memberikan kepada anak cacat haknya mendapat perawatan khusus 18) Memberikan pelayanan kesehatan

19) Memberikan kepada anak haknya memperoleh manfaat jaminan sosial (asuransi pribadi)

20) Memberikan kepada anak haknya atas taraf hidup layak bagi pengembangan fisik, mental, dan sosial

21) Meberikan kepada anak haknya atas pendidikan

22) Meberikan kepada anak haknya untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam kegiatan bermain, berekreasi dan seni budaya

23) Memberikan kepada anak haknya atas perlindungan eksploitasi 24) Memberikan perlindungan dari penggunaan obat terlarang

(12)

26) Memberikan perlindungan terhadap penculikan dan penjualan atau perdagangan anak

27) Melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi terhadap segala aspek kesehjahteraan anak

28) Membuat larangan penyiksaan, hukuman yang tidak manusiawi 29) Memberikan suatu hukuman acara peradilan anak

30) Memberikan kepada anak haknya untuk memperoleh bantuan hukum baik di dalam atau di luar pengadilan.57

Selain Konvensi Hak Anak, ada beberapa instrumen Internasional lainnya yang materi hukumnya berkenaan tentang perlindungan hak asasi anak. Instrumen-Instrumen Internasional tersebut dijadikan dasar perlindungan hak-hak anak, yaitu:

a. The Universal Declaration of Human Right (1948)

Dalam Pasal 4 Deklarasi ini, disebutkan bahwa tidak seorang pun bisa berada dalam perbudakan (slavery) atau perhambaan (servitude). Dalam Pasal 5 disebutkan juga bahwa tidak seorang pun bisa menjadi korban pernyiksaan (torture), kekejaman (cruel), perbuatan tidak manusiawi dan penurunan derajat kemanusiaan.58

b. The Slavery Convention (1926) and Supplementary Convention on the Abolition of Slavery, the Slavery Trade and Practices Similiar to Slavery

(1956)

57 Aminah Aziz. Op.cit. hal. 61-63

58

(13)

Konvensi dan Suplemen Konvensi ini berisikan tentang perbudakan, dimana perbudakan termasuk praktek dan institusi perbudakan yang muncul dalam perkawinan dan eksploitasi anak-anak dan anak muda belia yang sedang tumbuh. Dalam Konvensi 1956, yang dikatakan anak adalah yang berumur dibawah 18 tahun (Pasal 1) dan negara-negara harus membuat batas-batas usia untuk kawin (Pasal 2).

c. The Convenstion on the Suppression of Traffic in Person and the Exploitation of the Prostitution of Others (1949)

Konvensi ini merupakan instrumen Internasional yang hanya menentukan perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran. Konvensi ini termasuk juga dalam konteks perlindungan anak dari perdagangan manusia dan pelacuran. d. The International Covenant on Civil and Political Rights (1966)

Merupakan Instrumen Internasional tentang hak-hak sipil dan hak-hak politik. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa tidak seorang pun bisa menjadi subjek penyiksaan, kekejaman, tindakan tidak manusia dan penurunan derajat manusia. e. The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against

Women (1981)59

Instrumen Internasional tentang perlindungan perempuan dewasa dan anak dari segala bentuk diskriminasi.

f. The Labour Convention of the International Labour Organitation

1) Konvensi Nomor 29 dan Nomor 105 tentang kerja paksa (force labour) dan penghapusan kerja paksa.

59

(14)

2) Konvensi Nomor 79 dan Nomor 90 tentang kerja malam hari bagi pekerja usia muda

3) Konvensi Nomor 138 tentang batas minimum bagi anak-anak bekerja. g. The Tourism Bill of Rights and the Tourist Code (1985) yang telah disahkan

WTO (World Tourism Organization)

Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa negara-negara peserta mencegah kemungkinan pariwisata untuk eksploitasi pelacuran dalam segala maksudnya.

h. Refugee and Humanitarian Law60

B.

Convention on the Right of Child Sebagai Acuan Internasional

Dalam Perlindungan Hak Anak

Convention on the Right of Child atau dalam bahasa Indonesia disebut

Konvensi Hak Anak, merupakan perjanjian Internasional yang memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak anak. Dalam Konvensi ini diatur tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak. Konvensi ini merupakan perjanjian yang mengikat di berbagai negara. Konvensi ini juga menegaskan berlakunya hak asasi manusia bagi semua usia, meningkatkan standar sesuai hak asasi manusia dengan anak-anak.

1. Latar Belakang dan Sejarah Konvensi Hak Anak

Gagasan mengenai Konvensi Hak Anak bermula setelah berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan

60

(15)

terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak, para aktifis perempuan dalam pawai protes mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang diantaranya adalah aktifis perempuan bernama Eglantyne Jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak-hak anak yang pada tahun 1923 diadopsi oleh Save The Children Fund International Union.

Pada tahun 1924, untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara Internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga dengan “ Deklarasi Jenewa ”. setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada tahun 1948, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia (10 Desember). Peristiwa yang setiap tahun diperingati sebagai “ Hari Hak Asasi Manusia Sedunia ” yang menandai perkembangan penting dalam sejarah HAM.

Pada tahun 1959, Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai Hak Anak, merupakan deklarasi Internasional kedua. Tahun 1979, saat dicanangkannya “ Tahun Anak Internasional”, pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar Internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvensi Hak Anak.

(16)

setelah tanggal diterimanya oleh Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa instrumen ratifikasi atau keikutsertaan yang keduapuluh.” 61

a. Prinsip Non-Diskriminasi

Ada 4(empat) prinsip hukum Internasional yang terdapat dalam Konvensi Hak Abak ini, yaitu :

Prinsip ini dimuat dalam Pasal 2, yang intinya menyatakan

“Negara-Negara Peserta harus memastikan bahwa semua anak dalam wilayahnya menikmati hak mereka. Tidak seorang anakpun akan menderita mengalami diskriminasi. Hal ini beraku untuk semua anak, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, dan asal-usul kebangsaan, sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran, atau status lain dari orang tua atau wali yang sah dari anak tersebut.”

Pesan penting dalam Pasal ini adalah persamaan kesempatan antara semua anak. Anak-anak perempuan harus diberikan kesempatan yang sama seperti halnya anak laki-laki. 62

b. Prinsip Kepentingan yang Terbaik bagi Anak

Prinsip ini dirumuskan dalam Pasal 3, yaitu jika penguasa suatu negara mengambil keputusan yang mempengaruhi anak-anak, perimbangan pertama haruslah didasarkan pada kepentingan yang terbaik bagi anak. Prinsip ini berkenaan dengan keputusan pengadilan, pejabat, pejabat administratif, badan-badan legislatif, dan juga lembaga-lembaga kesehjahteraan sosial pemerintah maupun swasta. Hal ini tentu merupakan pesan mendasar dari

61 Ima Susilowati. Op.Cit hal. 13 62

(17)

Konvensi ini, dan penerapan prinsip ini merupakan suatu tantangan yang besar.

Prinsip Kepentingan terbaik untuk anak, menjadi prinsip tatkala sejumlah kepentingan lainnya melingkupi kepentingan anak. Sehingga dalam hal ini, kepentingan terbaik untuk anak harus diutamakan dari kepentingan lainnya. Kepentingan terbaik bagi anak bukan dipahami sebagai memberikan kebebasan anak menentukan pandangan dan pendapatnya secara liberal. Peran orang dewasa justru untuk menghindari anak memilih suatu keadaan yang justru tidak adil dan tidak eksploitatif, walaupun hal itu tidak dirasakan lagi oleh anak.63

c. Prinsip Hak untuk Hidup, Kelangsungan Hidup dan Mengembangkan diri Prinsip ini diatur dalam Pasal 6 Konvensi Hak Anak. Pasal mengenai hak untuk hidup ini mencakup rumusan mengenai hak untuk bertahan dan hak untuk mengembangkan diri, yang harus dijamin semaksimal mungkin. Istilah mengembangkan diri dalam hal ini harus ditafsirkan secara luas, dengan menambahkan tidak hanya dimaksud untuk jasmani saja tetapi juga perkembangan mental, emosional kognitif, sosial dan budaya.

d. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak

Mengenai pandangan anak, dirumuskan dalam Pasal 12. Dalam Pasal 12 ini menekankan terhadap anak-anak yang mampu untuk mengeluarkan dan mampu untuk menyampaikan pendapat tersebut secara bebas, dan pendapat yang diberikan harus sesuai dengan umur, kemampuan, dan tingkat

63

(18)

kedewasaan anak tersebut. Termasuk juga dalam hak itu adalah hak untuk didengar dalam prosedur hukum dan administratif.64

2. Konvensi Hak Anak Sebagai Sumber Hukum

Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of Child) merupakan sumber hukum yang memberikan materi pada pembuatan hukum dan harmonisasi hukum tentang anak. Kaidah hukum yang terdapat dalam Konvensi Hak Anak ini sekaligus merupakan materi hukum yang memberi isi peraturan perundang-undangan mengenai hak anak. Hal ini karena Konvensi Hak Anak bagian integral dari hukum tentang anak. Konvensi Hak Anak yang kini telah diratifikasi oleh 191 Negara, tercatat sebagai dokumen atau konvensi tentang perlindungan hak asasi manusia yang paling banyak diratifikasi dan diikuti negara peserta. Program utama untuk menegakkan hak-hak anak pada dasarnya merupakan wujud keprihatinan terhadap kondisi anak di negara-negara di dunia. Banyak anak menderita akibat kemiskinan dan krisis ekonomi akibat kelaparan dan tuna wisma, epidemi, buta huruf, dan kerusakan lingkungan. Tidak sedikit juga dari antara anak-anak yang ada di dunia menjadi korban dari diskriminasi ras, apartheid, penduduk asing dan aneksasi, sebagai pengungsi anak, anak terlantar dan anak cacat, anak korban kekejaman dan eksploitasi. Realitas buram itu telah disadari oleh pemimpin dunia yang membuat komitmen dan seruan untuk memberikan perlindungan anak guna menata masa depan yang lebih baik bagi anak. 65

3. Masalah Penegakan hak-hak anak

64 Achmad Romsan. Op.Cit. hal 150 65

(19)

Dalam pelaksanaan atau integrasi hak-hak anak dalam kaidah hukum nasional menimbulkan sejumlah pertanyaan yang mengenai bagaimana hak-hak anak akan diterapkan dan masalah apa yang bakalan muncul.

a. Faktor-faktor masalah pengimplementasian Hukum Anak

Masalah penegakkan hak-hak anak dan hukum anak, pada dasarnya sama dengan masalah penegakkan hukum secara keseluruhan. Oleh karena itu, masalah pengimplementasian hukum anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1) Peraturan Hukumnya, yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah hukum tertentu. Dalam hal Konvensi Hak Anak, maka peraturan hukum tersebut merupakan perwujudan dari kaidah hukum tentang hak-hak anak. Dalam hal ini, masalah peraturan hukum tentang hak-hak anak berkenaan dengan :

a) Cara pembentukan dan persyaratan yuridis pembentukkannya

b) Materi hukum tersebut apakah telah sesuai dengan semangat, nilai, asas, dan kaidah hukumnya

c) Peraturan pelaksanaan yang dikehendaki perlu dipersiapkan untuk mencegah kekosongan hukum.

(20)

para penegak hukum yang memahami hukum anak dan hak-hak anak, kualitas, pendidikan dan keahlian masing-masing aparat penegak hukum, dan kemampuan organisasi dalam menegakkan hukum anak dan hak-hak anak. 3) Budaya hukum masyarakat, yakni struktur sosial dan pandangan kultural

yangberlangsung dan diyakini masyarakat dalam menegakkan hukum sebagai sebuah pedoman tingkah laku sehari-hari. Masalah budaya hukum merupakan masalah penting dalam menegakkan hukum di Indonesia yang menyangkut keyakinan masyarakat pada hukum dan para penegak hukum.

4) Masyarakat hukum, yakni tempat bergeraknya hukum dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup dengan sejauhmana kepatuhan masyarakat kepada hukum, kepedulian masyarakat untuk menegakkan hukum untuk menuju ketertiban dan kedamaian. Dalam hal penegakkan hak-hak anak dalam praktek kehidupan sehari-hari. Hukum anak hanya pedoman yang bisa dijadikan acuan untuk mengarahkan bagaimana masyarakat bertindak jika masalah anak ditemukan.

b. Masalah yang terkait dengan pelaksanaan Konvensi Hak Anak

Masalah umum yang terkait dengan pelaksanaan Konvensi Hak Anak lebih menunjukkan kepada kinerja bangsa dalam mengemban pembangunan hukum. Adapun permasalahannya, dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1) Penegakkan Hukum

(21)

3) Peraturan Perundang-undangan yang sangat dibutuhkan untuk perlindungan anak masih belum lengkap

4) Kurangnya pengetahuan masyarakat terutama orang tua tentang hak-hak anak

5) Kurangnya pemahaman dari instansi yang terkait dan masyarakat tentang ketentuan-ketentuan yang ada dalam Konvensi Hak Anak

6) Belum ada lembaga perlindungan anak yang khusus menangani masalah anak-anak yang diperlakukan salah seperti korban penganiayaan, pemerkosaan, dan eksploitasi anak

7) Kurangnya tenaga terdidik dan profesional dalam menangani masalah anak 8) Koordinasai antara organisasi sosial dan Pemerintah maupun antar

organisasi sosial relatif kurang

9) Kerjasama lintas sektoral dan Internasional kurang terjalin dengan baik.

Masalah khusus yang berkenaan dengan implementasi Konvensi Hak Anak ke dalam hukum nasional berkaitan dengan keserasian antara hak-hak anak dalam konvensi dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya di dalam negeri tempat berlakunya hukum anak.66

4. Hak-Hak Anak Dalam Konvensi Hak Anak

Konvensi Hak Anak terdiri dari 54 Pasal yang berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme Implementasi hak anak oleh negara peserta yang meratifikasi Konvensi Hak Anak. Materi hukum mengenai

66

(22)

hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak, dapat dikelompokkan dalam 4 kategori Hak Anak, yaitu: 67

a) Hak terhadap Kelangsungan Hidup (Survival Right), yaitu anak-anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya (the rights to the highest standart of health and medical care attainable)

b) Hak terhadap Perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi.

c) Hak untuk Tumbuh Kembang (develpoment rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non-formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.

d) Hak untuk berpartisipasi (participation rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang memperngaruhi anak (the rights of a child to express her/his views in all metters affecting that child)

C.

Pentingnya Perlindungan Hak Anak

Anak perlu dilindungi karena anak merupakan individu yng belum matang, baik secara fisik, mental maupun sosial. Hal tersebut dikarenakan kondisinya yang

67

(23)

rentan, tergantung dan berkembang. Anak dibandingkan dengan orang dewasa lebih beresiko terhadap tindak eksploiasi, kekerasan, penelantaran, dll. Anak juga sangat rawan sebagai korban dari kebijakan ekonomi makro atau keputusan politik yang salah arah, meskipun secara umum pandangan masyarakat, termasuk para politisi, terhadap anak bersifat naif dan politis. Secara umum anak perlu dilindungi dari :

1. Keadaan Darurat atau Keadaan yang Membahayakan 2. Kesewenag-wenangan Hukum,

3. Eksploitasi termasuk tindak kekerasan (abuse) dan penelantaran 4. Diskriminasi

Perhatian serius terhadap kehidupan anak-anak belum lama ada. Sebelumnya anak-anak tidak diperhatkan terutama pada saat Perang Dunia. Anak-anak terlantar, tidak mendapatkan makan, dan terserang penyakit. Sedangkan untuk saat ini, telah banyak tim yang dibentuk untuk memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak yang ada di dalam Konvensi Hak Anak. Hal ini telah menunjukkan mulai timbul kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan hak-hak anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan kasih sayang diantara sesama makhluk ciptaan Tuhan.

(24)
(25)

65

Perlindungan Pengungsi Anak dalam Konvensi Hak Anak

A.

Pengungsi Anak dan Berbagai Permasalahan yang Dihadapi

1. Kategori Masalah Anak

Masalah yang menyangkut hak-hak anak bukan hanya bagaimana mengintegrasikan hak-hak anak ke dalam hukum nasional negara peserta Konvensi Hak Anak, akan tetapi yang terpenting adalah mengimplementasikan hak-hak anak dan hukum anak dalam praktek kehidupan sehari-hari. Hak-hak anak dalam Konvensi Hak anak bukan sekedar hak-hak anak dalam keadaan yang sulit dan tertindas sehingga perlu dilindungi, akan tetapi juga kesejahteraan anak yang lebih luas, baik secara sosial, ekonomi sosial, dan budaya bahkan politik. Dalam kenyataan keseharian, masalah anak-anak yang paling mendesak dilakukan langkah intervensi dan intervensi itupun dilakukan secara khusus terhadap kategori anak-anak yang berada dalam situasi sulit. Anak-anak-anak yang tergolong dalam kategori situasi sulit dapat dikualifikasikan sebagai berikut : 68

a. Anak-anak yang berada dalam keadaan yang diskriminatif, yakni : 1) Larangan perlakuan diskriminasi anak

2) Nama dan kewarganegaraan anak 3) Anak cacat (disabled)

4) Anak suku terasing (children of indegeneous people)

68

(26)

b. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni: 1) Anak yang terpisah dengan keluarganya

2) Anak korban penyeludupan dan terdampar di luar negeri 3) Anak yang tergangu privasinya

4) Anak korban kekerasan dan penelantaran 5) Anak tanpa keluarga

6) Anak yang diadopsi

7) Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara berkala

8) Buruh anak

9) Anak korban eksploitasi seksual, penculikan anak

10) Anak korban perdagangan anak, penyuludupan anak dan penculikan anak 11) Anak yang di eksploitasi dalam lain-lain bentuk

12) Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan c. Anak-anak dalam situasi darurat dan kritis69

1) Anak yang perlu dipertemukan kembali dengan keluarganya 2) Pengungsi anak-anak

3) Anak yang terlibat dalam konflik bersenjata dan serdadu anak 4) Anak yang ditempatkan yang harus ditinjau secara berkala.

2. Pengungsi Anak dan Permasalahannya

Perlindungan hak-hak anak, yang diwujudkan sebagai gerakan global negara-negara di seluruh dunia dengan mensahkan Konvensi Hak Anak sebagai bagian dari

69

(27)

hukum nasional, merupakan sebuah kemajuan penting untuk meletakkan pembangunan sosial anak. Hal ini karena masa kanak-kanak merupakan masa dimana jiwa dan raga serta kepribadian sedang tumbuh, dan masa dimana kekurangan yang bersifat sementara pun dapat menimbulkan kerusakan sepanjang hidup serta kelainan pada tumbuh kembang manusia.70 Walaupun Konvensi ini telah banyak diratifikasi negara-negara, kondisi anak-anak dalam kondisi sulit, rentan, eksploitasi mengalami kekerasan, diskriminasi, serta penindasan, masih memerlukan perlindungan khusus.71

Berbagai permasalahan anak muncul di berbagai negara, salah satunya yang menjadi perhatian khusus adalah pengungsi anak. Pengungsi Anak adalah anak-anak yang hidup di pengungsian baik anak-anak-anak-anak yang dibawa oleh orang tuanya untuk mengungsi maupun anak-anak yang dilahirkan orang tuanya di tempat pengungsian.

Perlindungan Khusus juga perlu didapatkan bagi anak-anak yang berada ataupun dilahirkan di tempat pengungsian.

72

70Ibid hal 83 71 Ibid hal. 87 72

Acmad Romsan. Op.Cit. hal 153

(28)

Iraq, Syria, dan Sudan. Selain itu juga, 48%(empat puluh delapan persen) dari jumlah tersebut adalah perempuan dan sekitar 46% (empat puluh enam persen) adalah anak-anak.73

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pengungsi anak diantaranya kekurangan pangan

Jumlah yang tidak sedikit tentang data pengungsi anak sangat memprihatinkan.

74

, sanitasi yang buruk di tempat pengungsian, tempat pengungsian tidak layak, hingga terbatasnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.75

Tempat penungsian dan sanitasi yang buruk dapat memunculkan berbagai macam penyakit. Timbulnya masalah kesehatan menjadi awal perkembangan penyakit-penyakit menular dan lainnya. Dalam Pasal 24 ayat (1) Konvensi Hak Anak menyatakan, bahwa tak seorang anakpun yang akan dirampas haknya untuk Permasalahan pengungsi anak bukan hanya sebatas itu, ada juga anak-anak pengungsi disuruh bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Hal-hal tersebut sudah termasuk pelanggaran yang dilakukan terhadap pengungsi. Walaupun hal-hal tersebut merupakan pelanggaran yang dilakukan terhadap pengungsi dalam kajian Konvensi Hak Anak, sejauh ini masih belum ada sanksi yang diberikan kepada pelanggar atau Negara yang melangar Konvensi Hak Anak. Pengungsi anak yang kurang mendapatkan pangan bahkan cenderung kekurangan gizi dapat menyebabkan angka kematian anak meningkat. Akibat dari kekurangan pangan, proses tumbuh dan berkembang anak-anak akan mengalami masalah.

73

pada tanggal 16 April 2016 pukul 15:35

74

75

(29)

memperoleh pelayanan perawatan kesehatan. Dalam Pasal 24 ayat (2) Konvensi tersebut menerangkan bahwa negara-negara peserta akan mengusahakan pelaksanaan hak atas kesehatan dan akan mengabil langkah-langkah tepat untuk:

1. Memperkecil angka kematian bayi dan anak 2. Memastikan pengadaan bantuan medis 3. Memberantas penyakit dan kekurangan gizi 4. Memastikan perawatan kesehatan

5. Memastikan pemberian informasi tentang kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan

6. Mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan.

Masalah yang cukup serius adalah masalah kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Untuk kesempatan mendapatkan pendidikan, Konvensi Hak Anak telah mengatur di dalam Pasal 28, yaitu negara-negara peserta megakui hak anak atas pendidikan dan untuk mewujudkan hak ini secara bertahap dan berdasarkan kesempatan yang sama. Bagi para pencari suaka ataupun pengungsi, mendapat pendidikan dirasa sangat penting. Hal ini karena hak mendapatkan pendidikan merupakan hak mendasar untuk meningkatkan kualitas hidup. Hal yang sangat disayangkan, pendidikan bagi para pencari suaka ataupun pengungsi di negara-negara transi seperti halnya di Indonesia, umumnya tidak memadai ataupun tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.76

Selain itu juga, masalah anak-anak sebagai pengungsi adalah terpisahnya mereka dari orang tua atau keluarga mereka karena terpaksa keluar dari negaranya.

76

(30)

Dari data JRS (Jesuit Refugee Service) pada tahun 2014, ada sekitar 2652 pengungsi atau pencari suaka anak di Indonesia. Sebanyak 908 diantaranya merupakan anak-anak tanpa pendamping atau yang terpisah dari keluarganya.77

B.

Pengaturan Hukum Internasional Terhadap Pengungsi Anak

Pengungsi Anak sama halnya dengan pengungsi, yang membedakannya hanyalah usia dan keadaannya sebagai anak-anak yang digolongkan dalam kategori rentan. Oleh karena itu, pengaturan hukum Internasional terhadap Pengungsi Anak memiliki kesamaan. Adapun pengaturan yang berhubungan dengan Pengungsi antara lain:

1. Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 (The 1951 Convention Relating to the status of the Refugees)

Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi disahkan tanggal 28 Juli 1951 oleh United Nations Conference of Plenipotentiaries on the Status of Refugee and

Stateless Persons yang dikuatkan dengan Resolusi Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-Bangsa No. 429 (V) tanggal 14 Desember 1950. Konvensi tahun 1951 ini mulai berlaku pada tanggal 22 April 1954 sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Konvensi.

Secara garis besar Konvensi tahun 1951, terdiri dari 46 pasal dan 7 bab, merupakan perjanjian Internasional bersifat multilateral yang memuat prinsip-prinsip hukum Internasional penting. Konvensi ini lebih maju dibandingkan dengan instrumen-instrumen pengungsi lainnya, seperti:

77

(31)

a. Pasal 1 yang memuat tentang defini pengungsi. Defininya dirumuskan sangat umum sekali.

b. Konvensi ini memuat prinsip non-refoulement yang diatur dalam Pasal 23 c. Konvensi ini menetapkan standart minimum tentang perlakuan terhadap

pengungsi, termasuk hak-hak dasar yang harus dimiliki oleh pengungsi serta kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi seorang pengungsi.

d. Konvensi mengatur tentang status yuridis pengungsi, hak untuk mendapat pekerjaan dan kesehjahteraan lainnya

e. Konvensi ini mengatur tentang Kartu Tanda Pengenal (KTP), dokumen perjalanan, tentang naturalisasi serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah administrasi lainnya

f. Konvensi ini menghendaki agar Negara bekerja sama dengan UNHCR dalam melaksanakan fungsinya, serta memfasilitasi tugas supervisi dalam penerapan Konvensi.78

2. Protokol tentang Status Pengungsi (The 1967 Protocol Relating to the Status of Refugees)

Protokol tentang Status Pengungsi tahun 1967 ini dimaksudkan untuk mengatasi persoalan pengungsi yang terjadi setelah Perang Dunia II, terutama pengungsi yang timbul karena konflik politik di Afrika di Tahun 1950-an dan Tahun 1960-an. Kelompok pengungsi baru ini jelas tidak termasuk dalam pengertian pengungsi menurut Konvensi tahun 1951 yang lebih menekankan pada

78

(32)

kejadian sebelum 1 Januari 1951. Karena itu dirasakan perlu membuat Konvensi tahun 1951 dapat diterapkan untuk semua situasi pengungsi.

Protokol 1967 merupakan Independent instrument. Artinya Negara boleh ikut serta pada Protokol tanpa harus menjadi peserta pada Konvensi tahun 1951. Walaupun demikian bagi negara-negara yang telah menjadi peserta pada Konvensi atau Protokol tidak dapat mereservasi beberapa Pasal yang terdapat dalam:

a. Pasal 1 (definisi Pengungsi)

b. Pasal 3 (non-diskriminasi terhadap ras, agama, ataupun negara asal) c. Pasal 4 (kebebasan unutk menjalankan ajaran agama)

d. Pasal 33 (non-refoulement)

e. Pasal 36-46 (tentang informasi perundangan nasional; ketentuan hidup)79

3. The Convention Relating to the Status of Statelessness Person

Konvensi ini mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki warga negara ini disahkan melalui sebuah konperensi yang dihadiri oleh wakil berkuasa penuh negara-negara pada tanggal 28 September 1954 melalui sebuah Resolusi Dewan Sosial dan Ekonomi Nomor 526 (XVII) tanggal 26 April 1954 dan diberlakukan pada tanggal 6 Juni 1960, sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Konvensi.

Dasar perimbangan disahkannya Konvensi tahun 1954 ini adalah orang-orang yang tidak memiliki warga negara itu adalah manusia yang memiliki dan harus menikmati hak-haknya sebagai manusia. Kebanyakan dalam kasus ii yang banyak menjadi orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan adalah para pengungsi. Berdasarkan hal itulah maka perlu untuk mengaturnya dalam sebuah persetujuan

79

(33)

internasional sehingga status orang-orang yang tidak berkewarganegaraan ini dapat diperbaiki dan setidaknya memiliki hak yang sama dengan pengungsi.80

4. The Convention on the Reduction of Statelessness

Konvensi ini disahkan pada tanggal 30 Agustus 1961 melalui Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 896 (IX) tanggal 4 Desember 1954. Konvensi ini terdiri dari 21 Pasal. Secara garis besar mengatur tentang pengurangan terhadap jumlah orang yang tidak memiliki kewarganegaraan di dalam wilayah Negara Pihak dengan memberikan status kewarganegaraan terhadap anak-anak mereka yang lahir di Negara itu.81

5. The United Nations Declaration on Territorial Asylum

Deklarasi PBB ini tentang Suaka Teritorial disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 14 Desember 1967 melalui Resolusi2312 (XXII) dan hanya terdiri dari empat pasal sja. Pemberian Asylum oleh suatu negara, dalam rangka pelaksanaan kedaulatannya sebgai sebuah negara yang berdaulat. Namun hak untuk mendapatkan asylum itu tidak dapat diberikan apabila si pemohon (asylee) melakukan tindak pidana kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang, atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Bila negara mengalami kesulitan dalam memberikan suaka kepada pemohon, maka Negara baik secara individu ataupun secara bersama-sama ataupun melalui PBB akan mempertimbangkan,

80 Ibid hal 91 81

(34)

dalam semangat solidaritas Internasional, langkah-langkah untuk meringankan beban Negara tersebut.82

6. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM 1948)

Tidak semua hak-hak pengungsi dimuat dalam Instrumen HAM. Namun unsur utama dari perlindungan Internasional terhadap diri seorang pengungsi adalah mereka tidak untuk dipulangkan secara paksa ke negara dimana kehidupan dan kebebasan mereka akan terancam. 83

Akan tetapi, kadang kala kendala yang dihadapi oleh para pengungsi adalah banyak negara-negara belum menjadi peserta dari Instrumen HAM dan juga Konvensi 1951 ataupun Protokol tahun 1967. Sehingga tidak jarang kehadiran pengungsi di negara transit (persinggahan), atau negara tujuan, dipulangkan secara paksa. Perlakuan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Internasional yang telah diakui oleh bangsa-bangsa beradab. 84

7. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial

Konvensi ini disetujui berdasarkan resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965. Mulai berlaku 4 Januari 1969. Hingga tahun 2000 ada 157 negara yang menjadi peserta. Dalam Konvensi ini, istilah “diskriminasi ras” diartikan sebagai segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pengutamaan berdasarkan ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku bangsa, yang

82 Ibid hal 95 83 Ibid hal 140 84

(35)

mempunyai maksud atau dampak meniadakan atau merusak pengakuan, pencapaian atau pelaksanaan, atas dasar persamaan, hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau bidang kehidupan masyarakat lainnya. Perlindungan terhadap pengungsi dalam Konvensi ini berkenaan dengan hak sipil dan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak tersebut tercantum dalam Pasal 5.85

8. Konvensi Anti Penyiksaan

Konvensi ini secara lengkap berjudul “The Convention Agains Torture and Other Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984” dan telah diratifikasi

oleh 123 negara. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ini sejak tahun1998 melalui Undang-Undang No. 5 tahun 1998. Elemen inti dari perlindungan Internasional dalam Konvensi tentang anti kekerasan ini adalah hak untuk tidak dipulangkan secara paksa ketempat yang dapat mengancam jiwa atau kemerdekaan seseorang yang dalam Pasal 33 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi disebut dengan Prinsip non-refoulement, dalam Konvensi ini diatur dalam Pasal 3. 86

9. Konvensi tentang Hak Anak

Dalam kaitannya dengan pengungsi anak, ditentukan bahwa anak harus didaftarkan segera setelah kelahirannya, dan sejak kelahirannya berhak mendapatkan sebuah nama, kewarganegaraan, mengetahui orang tuana, dan dibesarkan oleh orang tuanya. Negara-negara peserta harus mengambil langkah-lamgkah yang layak untuk menjamin bahwa anak yang tengah mengusahakan status

85 Ibid hal. 143 86

(36)

pengungsi, atau yang dianggap sebagai pengungsi sesuai dengan prosedur dan hukum Internasional atau nasional yang berlaku, baik didampingi maupun tidak didampingi oleh orang tuanya atau orang lain, akan memperoleh perlindungan atau bantuan kemanusiaan yang layak untuk menikmati hak berlaku yang dinyatakan dalam Konvensi ini, dalam instrumen-instrumen Hak Asasi Manusia atau humaniter lainnya dimana Negara tersebut menjadi peserta. Untuk tujuan ini, Negara-Negara Peserta, bila mereka menganggap layak, harus bekerjasama dalam setiap upaya yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaga antar pemerintah yang berwenang atau organisasi-organisasi non pemerintah yang bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk melindungi dan membantu anak seperti itu dan melacak orangtuanya atau anggota keluarga lain dari pengungsi anak tersebut untuk memperoleh informasi yang diperlukan bagi menyatukan kembali dengan keluarganya.87

C.

Bentuk-Bentuk Perlindungan dalam Konvensi Hak Anak

Terhadap Pengungsi Anak oleh UNHCR

1. Bentuk Perlindungan Pengungsi Anak dalam Konvensi Hak Anak

Konvensi Hak Anak merupakan Perjanjian Internasional yang memberikan perlindungan terhadap anak diseluruh dunia termasuk pengungsi anak. Dalam Pasal 22 Konvensi Hak Anak menyatakan bahwa negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa seorang anak yang sedang mengusahakan status pengungsi atau yang dianggap sebagai pengungsi, yang

87

(37)

didampingi atau yang tidak didampingi oleh orang tuanya, memperoleh perlindungan yang layak dan bantuan kemanusiaan dalam menikmati hak-hak yang berlaku dalam Konvensi. Selain Pasal 22 ini, masih ada Pasal yang berhubungan dengan pengungsi anak, yaitu :

a. Pasal 7 dan Pasal 8

Dalam Pasal tersebut, seorang anak berhak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan, serta kewajiban negara untuk melindungi dan bilamana perlu, memulihkan kembali aspek dasar jati diri seorang anak (nama, kewarganegaraan dan ikatan keluarga). Anak yang berada di pengungsian, anak tersebut bisa jadi tidak memiliki kewarganegaraan yang sah. Hal ini karena pengungsi belum memiliki kewarganegaraan yang jelas dan belum berada di tempat yang sesuai bagi mereka.

b. Pasal 9 dan Pasal 10

(38)

berada di lingkungan barunya. Selain itu, anak-anak juga mempunyai kemungkinan untuk dimanfaatkan demi kepentingan orang-orang tertentu.

c. Pasal 20

Pasal ini tentang kewajiban negara untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak yang kehilangan keluarga mereka serta untuk menjamin tersedianya alternatif pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai bagi mereka dengan mempertimbangkan budaya anakSeorang anak yang kehilangan lingkungan keluarganya berhak memperoleh perlindungan khusus dari negara. Negara akan menjamin adanya perawatan alternatif untuk anak yang kehilangan anggota keluarganya. Perawatan tersebut antara lain:

1) Penempatan pada pengasuh pengganti 2) Kafalah dari hukum Islam

3) Adopsi

4) Anak asuh ditempatkan di lembaga yang sesuai dengan perawatan anak

(39)

d. Pasal 25

Pasal 25 berisikan tentang peninjauan secara periodik terhadap anak-anak yang ditempatkan dalam pengasuhan oleh negara karena alasan perawatan, perlindungan, atau penyembuhan. “negara-negara peserta mengakui hak anak yang ditempatkan oleh penguasa-penguasa yang berwenang untuk tujuan perawatan, perlindungan atau pengobatan kesehatan fisik atau mentalnya, atas tinjauan berkala dari perawatan yang diberikan kepada anak dan semua keadaan yang relevan dengan penempatan itu.”

e. Pasal 35 dan Pasal 36

(40)

f. Pasal 37

Dalam Pasal 37 tentang larangan terhadap penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, hukuman mati, penjara seumur hidup, dan penahanan semena-mena atau perampasan kebebasan terhadap anak. Negara akan memastikan:

1) Tidak seorangpun anak akan mengalami siksaan, kekejaman, perlakuan yang tidak manusiawi atau yang menurunkan harkat dan martabat.

2) Tidak seorag anak pun akan kehilangan kebebasannya secara tidak sah dan sewenang-wenang. Setiap anak yang dirampas kebebasannya akan diperlakukan secara manusiawi dan menghargai martabat seorang manusia. Anak tersebut juga akan segera mendapatkan haknya untuk mendapat bantuan hukum.

(41)

g. Pasal 39

Pasal 39 merupakan tentang kewajiban negara untuk menjamin agar anak yang menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan, penelantaran, salah perlakuan, atau eksploitasi, memperoleh perawatan yang layak demi penyembuhan dan re-integrasi sosial mereka. “Negara akan mengambil langkah yang tepat untuk pemulihan fisik maupun psikologis dan reintegrasi dalam masyarakat terhadap anak yang menjadi korban :

1) Penelantaran 2) Eksploitasi 3) Penyalahgunaan 4) Penyiksaan

5) Setiap bentuk kekejaman, tidak manusiawi, atau yang merendahkan martabat seorang manusia”

(42)

tidak meratifikasi Konvensi Status Pengungsi tidak berkewajiban untuk memenuhi hak pengungsi anak sebagaimana yang ana dalam Pasal 22 Konvensi Hak Anak.

Selain itu, penerapan Pasal 22 Konvensi Hak Anak dipandang masih belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan hukum pengungsi anak dan pencari suaka anak. Hal ini karena masih banyak permasalahan yang muncul yang dihadapi pengungsi anak. Bukan hanya banyak permasalahan yang muncul saja, tetapi juga belum ada upaya penyelesaian dan perlindungan hukum yang pasti bagi pengungsi anak dan pencari suaka anak.

2. Bantuk Perlindungan Pengungsi Anak berdasarkan Konvensi Hak Anak

oleh UNHCR

Perlindungan pengungsi anak yang diberikan oleh UNHCR, dimulai dengan memastikan bahwa pencari suaka terlindung dari refoulement (yakni perlindungan dari pemulangan kembali secara paksa ke tempat asal mereka dimana hidup atau kebebasan mereka terancam bahaya atau penganiayaan). Perlindungan pengungsi lebih jauh mencakup proses verifikasi identitas pencari suaka dan pengungsi agar mereka dapat terdaftar dan dokumentasi individual dapat dikeluarkan. 88

88

Perlindungan yang dilakukan UNHCR berkaitan dengan Pasal 22 Konvensi Hak Anak tentang status pengungsi bagi pengungsi anak. Anak-anak sebagai pengungsi atau pengungsi anak, akan lebih dahulu dibantu dalam pencarian status pengungsi

(43)
(44)

A.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Ada beberapa Insrumen Internasional yang mengatur standar baku terhadap perlakuan untuk para pengungsi. Pengaturan tersebut antara lain:

f. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol tahun 1967 tentang Status Pengungsi

g. Konvensi tahun 1954 (Convention Relating to the Status of stateless Person)

h. The Convention on the Reduction of Statelessness

i. The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War

j. The United Nations Declaration on Teritorial Asylum

2. Perlindungan hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi. Instrumen-Instrumen Internasional yang dijadikan dasar perlindungan hak-hak anak, yaitu:

i. The Universal Declaration of Human Right (1948)

j. The Slavery Convention (1926) and Supplementary Convention on the Abolition of Slavery, the Slavery Trade and Practices Similiar to Slavery

(45)

k. The Convenstion on the Suppression of Traffic in Person and the Exploitation of the Prostitution of Others (1949)

l. The International Covenant on Civil and Political Rights (1966)

m. The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (1981)

n. The Labour Convention of the International Labour Organitation o. The Tourism Bill of Rights and the Tourist Code (1985) yang telah p. Refugee and Humanitarian Law

3. Dalam Pasal 22 Konvensi Hak Anak menyatakan bahwa negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa seorang anak yang sedang mengusahakan status pengungsi atau yang dianggap sebagai pengungsi, yang didampingi atau yang tidak didampingi oleh orang tuanya, memperoleh perlindungan yang layak dan bantuan kemanusiaan dalam menikmati hak-hak yang berlaku dalam Konvensi. Selain Pasal 22 ini, masih ada Pasal yang berhubungan dengan pengungsi anak, yaitu :

h. Pasal 7 dan Pasal 8 i. Pasal 9 dan Pasal 10 j. Pasal 20

k. Pasal 25

l. Pasal 35 dan Pasal 36 m. Pasal 37

(46)

Perlindungan pengungsi lebih jauh mencakup proses verifikasi identitas pencari suaka dan pengungsi agar mereka dapat terdaftar dan dokumentasi individual dapat dikeluarkan. Perlindungan yang dilakukan UNHCR berkaitan dengan Pasal 22 Konvensi Hak Anak tentang status pengungsi bagi pengungsi anak. Anak-anak sebagai pengungsi atau pengungsi anak, akan lebih dahulu dibantu dalam pencarian status pengungsi nya.

B.

Saran

Saran yang saya berikan berkaitan penulisan ini, seperti:

1. Perlu adanya peningkatan perlindungan dan penanganan bagi para pengungsi, serta perlunya kerjasama yang lebih baik antara organisasi Internasional dengan Pemerintah, baik di Negara Penerima maupun Negara Pihak Ketiga untuk memberikan kenyamanan bagi Pengungsi Anak.

2. Perlu adanya sosialisasi lembaga atau organisasi Internasional secara menyeluruh sehingga prinsip dan asas serta bentuk-bentuk perlindungan terhadap hak-hak dapat dilaksanakan sebagaimana seharusnya, guna adanya perlakuan yang sama terhadap perlindungan anak.

(47)

16

Tinjauan Umum Pengungsi dalam Hukum Internasional

A.

Pengertian Pengungsi

Terdapat 3(tiga) istilah yang perlu dijelaskan lebih dahulu untuk menempatkan istilah pengungsi tepat pada tempatnya. Istilah-Istilah tersebut antara lain ; suaka, pencari suaka, dan pengungsi. Suaka adalah penganugrahan perlindungan dalam wilayah suatu negara kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara bersangkutan karena menghindari pengejaran atau bahaya besar. Pada draft yang dibuat oleh UNHCR suaka diartikan sebagai pengakuan secara resmi oleh negara bahwa seseorang adalah pengungsi dan memiliki hak dan kewajiban tertentu. Pada perlindungan suaka terdapat aspek penting yakni terdapatnya Prinsip non-refoulement. Prinsip tersebut merupakan aspek penting dan menjadi dasar hukum fundamental dari hukum pengungsi. Konsep dari prinsip tersebut intinya melarang negara-negara untuk memulangkan/ mengembalikan/ mengusir seseorang/ sekelompok orang diwilayahnya dimana nyawa ataupun kebebasan mereka terancam. 25

Dasar hukum permohonan suaka berdalih adanya rasa takut atau ancaman terhadap keselamatan diri dari penganiayaan/ penyiksaan. Alasan tambahan dari permohonan suaka adalah adanya cukup alasan/bukti bahwa yang bersangkutan terancam keselamatannya karena suatu alasan yang telah ditentukan hukum

25

(48)

Internasional, seperti hal-hal bersifat rasial, agama, kebangsaan, keanggotaanya dalam suatu kelompok sosial atau kelompok politik.

Seringkali pengungsi sekaligus merupakan pencari suaka, akan tetapi pencari suaka ada juga yang tidak mendapatkan status pengungsi. Hal tersebut terjadi karena mereka tidak mempunyai pilihan hidup lain selain keluar dari negaranya. Setiap manusia, memiliki hak inherent untuk hidup yang harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dengan sewenang-wenang dirampas haknya untuk hidup sehubungan dengan hal itu, orang-orang yang meninggalkan negaranya akibat tekanan yang mereka terima dari negaranya.

1. Pengertian Secara Umum

Refugee merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang dalam Bahasa

Indonesia disebut pengungsi. Pengungsi adalah satu status yang diakui oleh Hukum Internasional dan/atau nasional. Seseorang yang telah diakui statusnya sebagai pengungsi akan menerima kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta hak-hak dan perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui oleh Hukum Internsional dan/atau nasional. 26

26

Sulaiman Hamid. 2002. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 39

Pengertian pengungsi (refugee) yaitu : “The word refugee is frequently used by the media, politicians and the general public to

describe anyone who has been obliged to abandon his or her usual place of

residence. Normally, when the word is used in this general manner little effort is

made to distinguish between people who have had to leave their own country and

those who have been displaced whitin their homeland Nor is much attention paid

(49)

violence, communal conflict, ecological disaster or proverty, they are all assumed

to qualify for the title of refugee.” 27

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengungsi diartikan sebagai orang yang mencari tempat yang aman keteika daerahnya ada bahaya yang mengancam. Dalam terminologi bahasa Indonesia pengungsi tidak mencakup baik geografisnya maupun prasyarat penyebabnya. Dalam Black’s Law Dictionary pengungsi diartikan sebagai “A person who arrives in a country to settle there permanently; a person who immigrates.” Dalam The Concise Oxpord Dictonary,

pengungsi diartikan sebagai “A person taking refuge, esp. In a foreign country from war or persecution or natural disaster.” Sedangkan dalam Longman

Dictionary of Contemporary English mendefinisikan pengungsi dalam arti “A

person who has been driven from his country for political reason or during war.”

Sementara itu, pada Wedbster Ninth New Collegate Dictionary, pengungsi diartikan dengan “ One who flees to a foreign country or power to escape danger or persecution.” Jika merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia diatas, istilah

pengungsi berbeda.

28

Dari pengertian diatas, dapat kita ketahui bahwa pengungsi secara umum dapat diartikan pengungsi merupakan orang-orang yang keluar/melarikan diri dari tempat asal/negaranya karena beberapa alasan seperti ; penganiayaan, kekerasan politik, konflik komunal, bencana alam. Pada umumnya, pengungsi ini banyak akibat negara asalnya terjadi konflik. Orang-orang yang disebut pengungsi ini melarikan diri dari negara asalnya untuk mendapatkan keamanan dari negara lain

27 Ibid. Hal 40

28

(50)

yang tidak didapat di negaranya serta agar tidak terlibat dalam konflik yang sedang terjadi di negara asal. Lain hal dengan bencana alam, pengungsi yang diakibatkan bencana alam mengungsi karena mereka membutuhkan bantuan dari orang-orang ataupun negara-negara lain untuk membantu mereka. Pengungsi akibat bencana alam, misalnya tsunami sangat membutuhkan bantuan, hal tersebut karena banyak harta, pekerjaan, keluarga mereka yang bisa saja habis dihancurkan oleh ombak tersebut.

2. Pendapat Para Ahli

a. Malcom Proudfoot

Malcom memberikan pengertian pengungsi dengan melihat keadaan para pengungsi akibat perang Dunia II. Dari komentar Malcom, dapat ditarik suatu gambaran tenteng pengertian pengungsi sebagai berikut :

“ These forced movements, ...Were the result of the persecution, forcible deportation, or flight of Jews and the political opponent of the

authoritarians governments; the transference of ethnic population back to

their homeland or to the newly created provinces acquired by war or treaty;

the arbitrary rearrangement of prewar boundaries of sovereign state; the

mass flight of civilians under the terror of bombardment from the air and

under the threat or pressure of the advance or retreat of armies over

immense area of Europe; the forced removal of populations from coastal or

defense area under military dictation; and the deportations for forced

(51)

“ Gerakan-gerakan paksa , ... Apakah hasil penganiayaan , deportasi paksa , atau penerbangan dari Yahudi dan lawan politik pemerintah otoriter ;

pemindahan penduduk etnis kembali ke tanah air mereka atau ke provinsi baru

yang timbul akibat perang atau perjanjian ; penataan ulang sewenang-wenang

batas sebelum perang dari negara yang berdaulat ; perpindahan penduduk

secara besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya tekanan atau

ancaman dari para militer dibeberapa wilayah Eropa ; pemindahan paksa

penduduk dari daerah pesisir atau pertahanan di bawah perintah militer ; dan

deportasi tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang Jerman "29

b. Pietro Verri

Dari terjemahan pendapat yang dikemukakan oleh Malcom, pengungsi

adalah orang-orang yang terpaksa pindah dari tempat asalnya ke tempat lain.

Orang-orang yang terpaksa pindah ini, seperti yang sebelumnya sudah

dikemukakan mempunyai alasan untuk pindah agar mendapatkan keamanan dari

tempat yang baru.

Pengertian Pengungsi menurut Pietro Verri dikutip dari Pasal 1 UN Convention on The Status of Refugees tahun 1951 yang berbunyi “[It] applies to any person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the

threat of persecution.” Dari Pasal tersebut, pietro berpendapat bahwa pengungsi

adalah orang-orang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakkutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi

29

(52)

masih dalam lingkup wilayahnya/ wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi Tahun 1951.30

c. Enny Soeprapto

Pengungsi adalah suatu status yang diakui oleh hukum Internasional dan/atau nasional. Seseorang yang telah diakui statusnya sebagai pengungsi akan menerima kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta hak dan perlindungan atas hak-haknya yang diakui oleh Hukum Internasional dan/atau nasional. Sebelum seorang pengungsi diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia merupakan pencari suaka. Status sebagai pengungsi merupakan tahap berikut dari protes kepergian atau beradanya seseorang di luar negeri tempat tinggalnya dulu. Ia menjadi pengungsi setelah diakuinya status oleh instrumen internasional dan/atau nasional.31

3. Pengertian Pengungsi Dalam Instrumen Internasional dan Regional32

Berikut ini akan dijelaskan pengertian pengungsi (refugee) menurut instrumen-instrumen Internasional maupun regional.

a. Instumen Internasional

1) Menurut Statuta UNHCR

Instumen ini disahkan oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi 428(V), bukn Desember 1959. Secara garis besar Statuta UNHCR ini terdiri dari tiga bab yaitu :

30 Ibid hal. 37

31 Sri Badini Amidjojo. Perlindungan Terhadap Pengungsi Berdasarkan Konvensi Jenewa 1951.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manuisa RI. 2004

32

(53)

a) Ketentuan-ketentuan umum b) Fungsi UNHCR

c) Organisasi dan Keuangan

Dalam fungsi UNHCR yang disebutkan dalam Statuta, tercermin di definisi yang diberikan terhadap pengungsi dan juga tugas-tugas yang diemban oleh Badan ini, yaitu ; memberikan bantuan serta perlindungan secara Internasional terhadap orang-orang yang terpaksa pergi meninggalkan negara asalnya, karena adanya rasa ketakutan yang sangat akan persekusi. Ketakutan itu bisa didasarkan kepada ras, agama, kebangsaan, juga mungkin karena keanggotaan pada salah satu kelompok sosial ataupun karena pendapat politik. Juga mereka tidak dapat atau tidak bermaksud untuk melindungi diri dari perlindungan negara tersebut, atau untuk kembali, karena adanya rasa ketakutan akan persekusi.33

2) Menurut Konvensi Tahun 1951 Tentang Status Pengungsi (The 1951 Convention Relating to the Status of Refugees)

Secara umum pengertian pengungsi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal I A ayat (2) sebagai berikut :

“ As a result of events occuring before 1 January 1951 and owing to well founded fear of being persecuted for reason of race, religion, nationality,

membership of particular social group or political opinion, is outside the

country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is

unwilling to avail himself of protection of thet country; or who, not

having a nationality and being outside the country of his former habitual

33

(54)

residence as a result of such events, is unable or, owing to such fear, is

unwilling to return to it”

Jadi berdasarkan konvensi tersebut, pengungsi merupakan orang-orang yang berada diluar negaranya dan terpaksa meinggalkan negara mereka karena adanya peristiwa yang terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1951 dan adanya rasa takutakan penganiayaan, baik karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok tertentu maupun pendapat politik yang dianut mereka. Rasa takut akan adanya penganiayaan ini menjadi dasar UNHCR untuk menentukan apakah seseorang itu termasuk dalam kategori pengungsi atau tidak.34

3) Menurut Protocol Tanggal 31 Januari 1967 tentang Status Pengungsi (Protocol Relating to the Status of Refugees of 31 January 1967)

Dalam Pasal 1 ayat (2) Protokol tersebut, pengungsi dapat diartikan sebagai berikut :

“For the purpose of the present Protocol, the term ‘refugee’ shall, except as regards the application of paragraph 3 of this Article, mean any

person within the definition of Article 1 of the Convention as if the words

‘ as a result of events occuring before 1 January 1951 and ...’ and the

words ‘ ... a result of such events: in Article 1A (2) were comitted.”

Jadi, adanya perluasan mengenai definisi pengungsi dalam Konvensi 1951 sebagai akibat dari adanya pengungsi baru disepanjang 1950-1960 an. Karena itu, negara-negara yang ikut dalam protokol ini menerapkan definisi pengungsi menurut Konvensi 1951, namun tanpa adanya batasan waktu.35

34 Ibid hal 40-41

35

(55)

4) Menurut Deklarasi Perserikatan Bangs-Bangsa tahun 1967 tentang Asilum Teritorial ( UN Declaration on Territorial Asylum 1967)

Dalam deklarasi Suaka Teritorial tahun 1967 ini, memperluas efektifitas perlindungan Internasional terhadap para pengungsi. Perlindungan itu dimaksudkan untuk mengembangkan instrumen hukum Internasional untuk para pengungsi dan juga untuk memastikan bahwa mereka diperlakukan sesuai dengan instrumen-instrumen khususnya yang berkaitan dengan hak untuk bekerja, jaminan sosial, serta akses terhadap dokumen perjalanan. UN Declaration on Territorial Asylum 1967 ini hanya terdiri dari 4 Pasal. Deklarasi ini, di bagian Pembukaan, merujuk kepada Pasal 14 Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan bahwa :

a) Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum

from persecution.

b) This right may not be revoked in the case of prosecutions genuinely arising from non-political crimes or from acts contrary to the purpose

and principles of the United Nations.

Deklarasi tahun 1967 juga merujuk kepada Pasal 13 ayat (2) dari Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan: “Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country.”36

b. Instrumen Regional

Ada beberapa instrumen regional yang secara khusus mengatur tentang pengungsi :

36

(56)

1) Organization of African Unity (OAU) Convention

Definisi pengungsi menurut OAU masih tetap berpegang kepada definisi yang diberikan oleh Konvensi tahun 1951. Hal ini karena, pengesahan terhadap naskah Konvensi OAU dilakukan dalam tahun 1969 dengan merujuk kepada Konvensi Tahun 1951 tentang status pengungsi. Akan tetapi ada tambahan yang merupakan hal yang sesuai dengan karakteristik di Afrika yaitu orang-orang yang terpaksa meninggalkan negara-negara mereka karena : “owing to external aggression, occupation, foreign domination or events seriously disturbing public order in either part or

the whole of his country of origin or nationality”

Dengan demikian, orang-orang yang pergi meninggalkan negara tempat asal mereka karena adanya bencara perang saudara, kekerasan, dan juga adanya perang, berhak untuk mendapatkan status sebagai pengungsi.37 2) Menurut Negara-Negara Amerika Latin

Dalam Deklarasi Kartagena, memuat definisi sama dengan yang ada dalam Konvensi OAU. Deklarasi Kartagena ini sangat penting, disamping Konvensi 1951 dan Konvensi OAU, karena telah memberikan rekomendasi, bahwa definisi pengungsi yang dipergunakan di kawasan harus memasukkan orang-orang yang pergi meninggalkan negara mereka dengan alasan jiwanya terancam, keamanan, serta kebebasan karena adanya kekerasan, agresi pihak asing, konflik internal, pelanggaran HAM yang berat, ataupun karena adanya hal-hal lain sehingga ketertiban umum

37

(57)

terganggu. Secara lengkap rekomendasi itu dituangkan dalam poin berikut :

“To reiterate that, in view of the experience gained from the massive flows of the refugees on the Central American area, it is necessary to

consider enlarging the concept of the refugee, bearing in mind, as far as

appropriate and in the light of the situation prevaling in the religion, the

precedent of the OAU Convention (article 1, paragraph 2) and the

doctrine employed in the reports of the Inter-American Commission on

Human Right. Hence the definition or concept of a refugee to be

recommended for use in the region is one which, in addition to containing

the elements of the 1951 Convention and the 1967 Protocol, includes

among refugees person who have fled their country because their lives,

safety or freedom have been threatened by generalized violence, foreign

aggresion, internal conflicts, massive violation of Human Right or other

circumstances which have seriously disturbed public order”38

B.

Syarat Pengungsi

1. Pengaturan tentang Pengungsi

Ada beberapa Insrumen Internasional yang mengatur standar baku terhadap perlakuan untuk para pengungsi. Pengaturan tersebut antara lain:

a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol tahun 1967 tentang Status Pengungsi39

38 Ibid hal 46

39

(58)

Secara garis besar, Konvensi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967 mengandung 3(tiga) ketentuan, yaitu:

1) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan definisi, siapa saja yang tidak termasuk dalam pengertian pengungsi

2) Ketentuan yang mengatr tentang status hukum pengungsi termasuk hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengungsi di Negara mereka menetap

3) Ketentuan lain yang berkaitan dengan penerapan instrumen pengungsi baik dari sudut prosedur administratif maupun diplomatik

b. Konvensi tahun 1954 (Convention Relating to the Status of stateless Person)40

Konvensi ini mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraaan. Konvensi ini hanya berlaku terhadap orang-orang yang pada saat itu belum menerima bantuan perlindungan dari lembaga-lembaga atau badan-badan dan PBB. Konvensi ini tidak berlaku terhdap orang-orang yang telah diakui sebagai warga negara oleh sebuah badan yang berwenang dalam negara itu, sehingga orang itu memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan warga negara di negara itu. c. The Convention

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk menjelaskan dan menganalisis hak-hak para pengungsi Vietnam telah terpenuhi berdasrkan konvensi Wina 1951 tentang pengungsi baik dari UNHCR maupun

Hak-hak anak diatur didalam Konvensi Hak Anak yang menjadi acuan perlindungan hak anak secara internasional.Di Indonesia perlindungan terhadap hak-hak anak diatur dalam UU No 23

Dalam pemberntukan Hukum positif konvensi anak merupakan sumber kaidah yang berkenan dengan anak-anak artinya secara hukum pemerintah Republik Indonesia telah mengikat

Hak-hak anak diatur didalam Konvensi Hak Anak yang menjadi acuan perlindungan hak anak secara internasional.Di Indonesia perlindungan terhadap hak-hak anak diatur dalam UU No 23

Tindakan yang dilakukan oleh aparat Penegak Hukum khususnya penyidik dalam menangani persoalan lesbian oleh atau terhadap anak yang sesuai dengan kaidah Konvensi Hak-hak Anak

Menurut Konvensi Hak Anak yang juga telah dijabarkan dalam peraturan hukum yang berlaku untuk PRTA, maka anak-anak yang bekerja sebagai PRT termasuk dalam kriteria eksploitasi

(2) Salinan naskah asli Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Involvement of Children in Armed Conflict (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak

Oleh karena itu penulis memilih judul dalam skripsi ini , “ Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989 ”.