• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN EMISI CO

DARI TANAH PEKARANGAN

UNTUK WILAYAH PERKOTAAN

ANNA FARIDA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Anna Farida

(4)

ABSTRAK

ANNA FARIDA. Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan. Dibimbing oleh Satyanto K Saptomo dan Yudi Chadirin.

Emisi CO₂ yang dihasilkan dari bawah permukaan tanah berasal dari respirasi akar tanaman dan aktivitas organismee di dalam tanah. Jumlah CO₂antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur emisi CO₂ dari tanah pekarangan untuk wilayah perkotaan dan membandingkan kadar emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah bervegetasi dengan tanah non vegetasi pada tanah mineral. Hasil pengukuran menunjukkan emisi CO₂ yang dihasilkan sebelum perlakuan dari tertinggi sampai terendah pada plot tanah diurutkan yaitu plot 1, plot 4, plot 2 dan plot 3. Namun setelah perlakuan dilakukan menunjukkan emisi CO₂ dari tertinggi sampai terendah diurutkan adalah plot 2 (PO dan GM) , plot 3 (PO), plot 1 (Tanah biasa) dan plot 4 (PO dan JP). Faktor yang mempengaruhi perubahan Emisi sebelum dan setelah perlakuan adalah suhu tanah, kelembaban tanah, kandungan organik, umur tanaman dan jenis tanaman penutupan lahan.

Kata kunci: Emisi CO₂, Suhu tanah, kelembaban tanah, kandungan organik tanah, jenis dan keragaman tanaman

ABSTRACT

ANNA FARIDA. Measurement of CO₂ Emissions from Garden Soil For Urban Areas. Supervised by Satyanto K Saptomo and Yudi Chadirin.

CO₂ emissions generated from below the ground surface is derived from plant root respiration and activity of organismes in the soil. The amount of CO₂

emissions between different fields, depends on the diversity and density of

existing vegetation, soil type and managed. The purpose of this study was to measure the CO₂ emissions from garden soil for urban areas and compare the levels of CO₂ emissions generated by land vegetated with non-vegetation land on mineral soil. The measurement results indicate CO₂ emissions generated before treatment from highest to lowest sorted plot 1, plot 4, plot 2 and plot 3. But after the treatment, CO₂ emissions are sorted from highest to lowest is the plot 2 (PO and GM), plot 3 (PO), plot 1 (soil) and plot 4 (PO and JP). Emission factors affecting changes before and after treatment is soil temperature, soil moisture, organic content, plant age and land cover type.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PENGUKURAN EMISI CO

DARI TANAH PEKARANGAN

UNTUK WILAYAH PERKOTAAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan

Nama : Anna Farida NIM : F44090074

Bogor, September 2013 Disetujui,

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Tanggal Lulus:

Pembimbing Akademik I

Dr. Satyanto K Saptomo, S. TP., M.Si NIP. 19730411 200501 1 002

Pembimbing Akademik II

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret-Agustus 2013 dengan judul Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Dr. Satyanto K Saptomo, S. TP., M.Si selaku dosen pembimbing akademik I, Dr. Yudi Chadirin, S. TP., M. Agr selaku dosen pembimbing akademik II dan Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M. T selaku dosen penguji ujian akhir, kedua orang tua dan keluarga besar penulis dan rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2009.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga ide yang disampaikan dalam skripsi ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Emisi CO₂ pada Tanah Pekarangan (Tanah Mineral) 6 Pengukuran Pada Tanah Mineral Alami (Sebelum Perlakuan) 6 Pengukuran Pada Hari Pertama Setelah Perlakuan 9 Pengukuran Pada Hari Ke 12 Setelah Perlakuan 11 Pengukuran Pada Hari Ke 42 Setelah Perlakuan 13 Total Emisi CO₂ Harian dan Emisi CO₂ Rata-rata Per jam 15

Pengukuran Emisi CO₂ Pada Malam Hari 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

DAFTAR PUSTAKA 20

(10)

DAFTAR TABEL

1. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ per jam 16 2. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ per jam (24 jam) 18

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir pelaksanaan kegiatan 4

2. Plot pengukuran Emisi CO₂ tanah pekarangan 5 3. Grafik fluks CO₂ pengukuran sebelum perlakuan 7

4. Suhu tanah (sebelum perlakuan) 7

5. Kelembaban tanah (sebelum perlakuan) 8

6. Fluks CO₂ pengukuran hari pertama setelah perlakuan 9 7. Suhu tanah pada hari pertama setelah perlakuan 10 8. Kelembaban tanah hari pertama setelah perlakuan 10 9. Fluks CO₂ pengukuran hari ke 12 setelah perlakuan 11 10. Suhu tanah pada hari 12 setelah perlakuan 11 11. Kelembaban tanah hari pertama setelah perlakuan 12 12. Skematis pohon sebagai penyerap CO₂ melalui proses fotosintesis 13 13. Fluks CO₂ pengukuran hari ke 42 setelah perlakuan 14 14. Suhu tanah pada hari 42 setelah perlakuan 14 15. Kelembaban tanah hari pertama setelah perlakuan 14

16. Total emisi CO₂ harian 16

17. Rata-rata emisi CO₂ perjam 17

18. Total emisi CO₂ harian pengukuran pada hari ke 12 setelah

perlakuan 18

19. Rata-rata emisi CO₂ harian pengukuran pada hari ke 12 setelah

perlakuan pada hari 12 setelah perlakuan 18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Foto plot tanah pada saat pengukuran 21

2. Hasil analisis tanah di laboratorium 22

3. Hasil kalibrasi alat 22

4. Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan sebelum perlakuan 23 5. Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan hari pertama setelah perlakuan 24 6. Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan hari ke 12 setelah perlakuan 25 7. Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan hari ke 42 setelah perlakuan 26 8. Grafik emisi CO₂, suhu tanah, dan kelembaban tanah pada

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global dan perubahan iklim adalah sebuah fenomena meningkatnya suhu udara karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer sebagai akibat dari berbagai aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan hutan, serta kegiatan pertanian dan peternakan. Salah satu GRK yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim adalah CO₂. Emisi CO₂ yang dihasilkan dapat berasal dari atas permukaan tanah maupan dari bawah permukaan tanah. Emisi dari atas permukaan tanah berasal dari sumber alamiah seperti letusan gunung berapi dan kebakaran hutan. Namun emisi CO₂ yang paling besar dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia. Berdasarkan sumbernya, emisi CO₂ yang dihasilkan dari kegiatan manusia dapat dibagi menjadi sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Emisi CO₂yang dihasilkan dari sumber bergerak dihasilkan dari transportasi seperti sepeda motor, bus, dan kendaraan lain yang menggunakan bahan bakar fosil. Sedangkan untuk sumber tidak bergerak, dihasilkan dari berbagai kegiatan industri dan rumah tangga.

Emisi CO₂ yang dihasilkan dari bawah permukaan tanah berasal dari respirasi akar tanaman dan aktivitas organisme didalam tanah. Dalam siklus karbon, gas CO₂ yang dilepas dilepaskan ke udara bebasdiserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat dan oksigen oleh tanaman melalui proses fotosintesis. Reaksi ini akan terjadi dengan bantuan klorofil dan sinar matahari. Karbohidrat yang dihasilkan merupakan sumber untuk pembentukan senyawa organik lain seperti protein dan lignin pada tanaman. Tanaman teroksidasi melalui dekomposisi alami, dibakar atau dikonsumsi oleh hewan, oksigen diabsorpsi dari udara dan CO₂akan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai emisi karbon (Tan 2009).

Jumlah emisi CO₂antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomasa pohon meningkat, atau dengan kata lain di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya di dalam tanah (bahan organik tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu dilakukan.

Saat ini sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengukur kadar CO₂ pada lahan gambut. Banyak penelitian (Hairiah dan Rahayu 2007) mengungkapkan bahwa emisi CO₂ tanah paling besar dihasilkan dari lahan gambut karena proses pelapukan yang terus terjadi sehingga mengeluarkan banyak emisi CO₂. Sedangkan penelitian tentang pengukuran emisi CO₂ pada

(12)

2

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur emisi CO₂ dari tanah pekarangan untuk wilayah perkotaan. Ide penelitian muncul Banyak penelitian mengungkapkan bahwa emisi CO₂ tanah paling besar dihasilkan dari lahan gambut karena proses pelapukan yang terus terjadi sehingga mengeluarkan banyak emisi CO₂. Sedangkan penelitian tentang pengukuran emisi CO₂ pada

lahan biasa atau tanah mineral dalam hal ini lahan Pekarangan masih jarang dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah mineral

2. Perbedaan emisi yang dikeluarkan oleh tanah biasa (tanpa pupuk dan vegetasi) dengan tanah mineral yang telah ditambahkan pupuk dan vegetasi.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari karakteristik emisi CO₂ dari tanah pekarangan untuk wilayah perkotaan

2. Membandingkan kadar emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah bervegetasi dengan tanah non vegetasi pada tanah mineral.

Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini:

1. Memberikan informasi mengenai besarnya emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah mineral baik yang bervegetasi maupun yang non vegetasi. 2. Sebagai Acuan untuk menghitung jumlah emisi CO₂ dari tanah

pekarangan untuk wilayah perkotaan.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam memantau dan menangani kondisi lingkungan akibat emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah pekarangan.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini:

1. Penelitian dilakukan pada 4 plot tanah dengan perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan tanah pekarangan di wilayah perkotaan. 2. Penelitian ini membahas tentang pengukuran emisi CO₂ yang dihasilkan

(13)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-Agustus 2013. Pengukuran ini dilakukan di beberapa tempat yaitu

1. Laboratorium Teknik sumberdaya air, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor.

2. Laboratorium mekanika tanah, Departemen Teknik Mesin Dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor.

Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan:

1. Bahan yang digunakan adalah petak tanah sebesar 1 m x 1 m x 0.3 m, pupuk Organik, vegetasi dengan jenis rumput gajah mini dan rumput jepang untuk ditanam, dan sampel tanah.

2. Alat-alat yang digunakan adalah collar, CO analyzer LI-800, sensor suhu dan kelembaban tanah (5TE, Decagon), Em50 data logger, timbangan, oven, ring sample.

Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran emisi CO₂ pada tanah pekarangan, kelembapan dan suhu tanah serta uji karakteristik tanah (kadar organik tanah). Pengukuran emisi CO₂ dari tanah dilakukan dengan membuat 4 plot yang selanjutnya disebut plot 1, plot 2 dan plot 3 dan plot 4, masing-masing seluas 1 m2. Kemudian disetiap plot akan diletakkan collar yang nantinya akan dihubungkan pada CO analyzer LI-800 pada saat pengukuran dilakukan. Konsentrasi gas CO₂ yang keluar dari tanah yang terperangkap didalam collar

akan terukur oleh COanalyzer LI-800.

Untuk langkah pertama, emisi CO₂ diukur pada keadaan normal tanpa tambahan pupuk dan vegetasi pada setiap plot. Pengukuran ini dilakukan selama 2 hari dengan lama pengukuran yang dilakukan adalah 12 jam per hari. Interval pengukuran yang dilakukan adalah 1 jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan perlakuan yang berbeda setiap plotnya. Plot 1 berisi tanah kosong tanpa vegetasi, plot 2 diisi dengan pupuk organik dan rumput gajah mini (PO dan GM), plot 3 akan diisi dengan pupuk organik (PO) dan plot 4 diisi dengan pupuk organik dan rumput jepang (PO dan JP). Pengukuran emisi dilakukan pada sebelum perlakuan, awal perlakuan,12 hari setelah perlakuan dan 42 hari setelah perlakuan.

(14)

4

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan kegiatan Pengujian

karakteristik tanah

Pengolahan data dan studi literatur Pengukuran emisi CO₂ tanah, kelembapan dan

suhu tanah Penelitian pendahuluan a. Persiapan alat dan bahan b. percobaan alat

(15)

5

Gambar 2. Plot pengukuran emisi CO₂ tanah pekarangan.

Perubahan konsentrasi Gas CO₂ didalam collar selanjutnya dapat dikonversi menjadi fluks gas CO₂ (gCO₂m-2s-1) dengan rumus berikut :

……… (1)

Ket :

V= Volume udara dalam collar (m3)

= perubahan konsentrasi gas (m

3

m-3 h-1) A = Luas area collar (m2)

1 ppmV (CO₂) = 10-6(m3 CO₂/ m3 Air)

1 mol (CO₂) = 0,0224 (m3 CO₂) pada kondisi standar ( 0°C dan 1 atm ) 1 mol (CO₂) =

(m

3

CO₂) pada kondisi T (°C) 1 mol (CO₂) = 44 (g CO₂)

1(m3 CO₂) =

(g CO₂)

1 meter

1 meter

pipa kecil

Plot II. Rumput GM

Rumput GM

Plot I. Tanah tanpa vegetasi

collar

CO Analyzer

dan filter

Rumput JP

Plot IV. Rumput JP

(16)

6

Kalibrasi kelembaban tanah dilakukan di laboratorium mekanika tanah dengan cara mengukur kadar air pada sampel tanah berbasis volume (Dhalhar et al 1990) yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Sampel tanah basah dan kering dari ke empat plot diambil dengan menggunakan ring sample.

2. Sampel tanah tersebut di bawa ke laboratorium dan ditimbang.

3. Setelah ditimbang, sampel tanah dimasukkan ke oven dan dikeringkan selama 24 jam pada suhu 110°C.

4. Setelah selesai, diamkan sampel tanah didalam desikator sampai suhunya sama dengan suhu ruangan lalu timbang kembali.

5. Kadar air didapat dengan menggunakan rumus :

………(2)

Dalam persen volume :

………(3)

Keterangan : = berat wadah dan tanah (gram) = berat wadah dan tanah kering (gram) = berat wadah (gram)

= kadar air tanah = bulk density tanah = densitas air

HASIL DAN PEMBAHASAN

Emisi CO₂ pada Tanah Pekarangan (Tanah Mineral)

LULUCF IPCC GPG 2003 dan GL 2006, membagi kategori lahan kedalam 6 kategori yaitu: (1) Forest land, (2) Grassland, (3) Cropland, (4) Wetland, (5)

Settlement, and (6) Other land. Setiap kategori tersebut memiliki potensi GRK dalam hal ini CO₂, masing-masing tergantung dari kegiatan yang terjadi pada masing-masing penggunaan lahan. Untuk wilayah pemukiman (perkotaan), CO₂ dapat dihasilkan dari semua lahan yang dikembangkan, termasuk infrastruktur transportasi dan pemukiman manusia dari berbagai ukuran (Masripatin et al 2010). Namun pada penelitian ini dilakukan pengukuran emisi CO₂ dari tanah mineral dengan beberapa perlakuan yaitu ditambahkan pupuk dan dua jenis tanaman yang berbeda.

Pengukuran pada Tanah Mineral Alami (Sebelum Perlakuan)

Pada pengukuran pertama dilakukan pengukuran selama 12 jam. Namun, data yang terukur hanya selama 10 jam dikarenakan kondisi hujan yang terjadi pada jam 4 sore sampai jam 6 sore. Pengukuran emisi CO2 tidak dapat dilakukan

(17)

7

digunakan untuk pengukuran ini menggunakan suatu rangkaian listrik sehingga pada saat hujan bisa terjadi hubungan arus pendek. Berdasarkan grafik (Gambar 3) pengukuran sebelum perlakuan (tanah alami sebelum penambahan pupuk dan tanaman) dapat dilihat bahwa Emisi CO₂ yang dihasilkan setiap plot berbeda - beda. Untuk plot 1 dan 4, CO₂ tertinggi diproduksi pada jam 9 dengan produksi CO₂ masing-masing sebesar 2.92x10-4 gCO₂/m2/s dan 3.06x10-4 gCO₂/m2/s. sedangkan pada plot 2 dan 3, produksi CO₂ tertinggi terjadi pada jam 8 dengan produksi CO₂ masing-masing sebesar 2.30x10-4 gCO₂/m2/s dan 8.24x10-4 gCO₂/m2/s. Secara keseluruhan, CO₂ tertinggi dihasilkan pada plot 1 dan terendah terukur pada plot 3.

Gambar 3. Grafik Fluks CO₂ pengukuran sebelum perlakuan

Gambar 4. Suhu tanah (sebelum perlakuan)

0.00000 0.00010 0.00020 0.00030 0.00040

6 8 10 12 14 16 18

CO

2

fl

u

x(g

CO

2

/m

2/s)

jam

CO

2

flux(gCO

2

/m

2

/s)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

23.0 25.0 27.0 29.0 31.0 33.0 35.0 37.0 39.0 41.0

6 8 10 12 14 16 18

su

h

u

(

°C)

jam

Suhu Tanah (°C)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

(18)

8

Gambar 5. Kelembaban tanah (sebelum perlakuan)

Hasil pengukuran suhu dan kelembaban menunjukkan suhu pada jam 9 yaitu 26.9 °C dan 25.4 °C untuk plot 1 dan plot 4 dengan kelembaban masing-masing plot sebesar 0.336 m3/m3 VWC dan 0.446 m3/m3 VWC. Sedangkan suhu yang terbaca pada jam 8 untuk plot 2 dan 3 adalah 26.2 °C dan 24.5 °C dengan kelembabannya sebesar 0.410 m3/m3 VWC dan 0.462 m3/m3 VWC. Suhu tertinggi pada hari tersebut terjadi pada jam 2 dengan lokasi di plot 1 yaitu sebesar 34.7 °C dengan kelembaban sebesar 0.340 m3/m3 VWC namun tidak menunjukkan CO₂ yang paling besar.

Dari pengukuran yang dilakukan pada tanah kosong (sebelum perlakuan), emisi CO₂ yang dihasilkan dari tertinggi sampai terendah pada plot tanah diurutkan yaitu plot 1, plot 4, plot 2 dan yang terendah plot 3. Plot 1 dan 2 mendapatkan pencahayaan yang penuh selama pengukuran (terpapar matahari secara langsung). Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa plot 3 dan 4 tidak terpapar matahari secara langsung karena terhalang atap sehingga menyebabkan suhu yang rendah dengan kelembaban yang tinggi. Namun plot 3 merupakan plot yang paling dekat dengan atap sehingga plot 3 medapatkan penyinaran yang paling sedikit. Pengukuran pada plot 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa paparan sinar matahari mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah secara langsung sehingga berpengaruh pada Emisi CO₂ yang dikeluarkan ke atmosfer.

Pencahayaan dari matahari dapat meningkatkan suhu tanah dan menurunkan kelembaban tanah akibat penguapan sehingga tanah menjadi lebih kering (Tan 2009, 2000 ; Hanafiah, 2007). Beberapa literatur (Jassal et al 2005; Jackie et al

2011; Irawan 2009; Hanafiah 2007) juga mengungkapkan bahwa emisi CO₂ mempunyai korelasi yang positif terhadap suhu tanah dan mempunyai korelasi negative terhadap kelembaban tanah yang berarti emisi CO₂ yang akan tinggi apa bila suhu tinggi dengan kelembaban rendah. Namun, Tang (2006) mengungkapkan bahwa kelembaban tanah mempunyai korelasi yang positif terhadap respirasi tanah. Fakta ini mendukung pengukuran yang dilakukan pada plot 4 yang menghasilkan emisi CO₂ yang besar walaupun suhu yang terjadi lebih kecil dengan kelembaban yang hampir sama besar dengan plot 3.

0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55

6 8 10 12 14 16 18

K

e

le

m

b

ab

an

Tan

ah

(

m

³/

m

³)

jam

Kelembaban Tanah (m³/m³)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

(19)

9

Pengukuran Pada Hari Pertama Setelah Perlakuan

Pada pengukuran yang ketiga yang dilakukan pada hari pertama setelah perlakuan ini, dilakukan pada 4 plot tanah yaitu plot 1, 2, 3, dan 4 dengan perlakuan yang berbeda namun pada kondisi penyinaran yang sama dengan pengukuran pertama. Plot 1 adalah tanah biasa yaitu tanah mineral alami (tanah kosong) tanpa penambahan tanaman dan pupuk. Pada plot tanah 2 diberikan pupuk Organik dan ditambahkan tanaman dengan jenis rumput gajah mini (PO dan GM). Plot 3 hanya ditambahkan pupuk organik (PO) sedangkan plot 4 ditambahkan pupuk dan tanaman (rumput) namun dengan jenis yang berbeda dengan plot 2 yaitu rumput jepang (PO dan JP). Pupuk yang ditambahkan pada plot 2, 3 dan 4 berjumlah sama. Pengukuran ini dilakukan hari pertama setelah pupuk organik dan tanaman ditambahkan sehingga tanaman tersebut masih beradaptasi dengan lingkungan baru dan belum tumbuh dengan sempurna. Pada awal penanaman, tanaman belum menutupi lahan secara sempurna dan terlihat masih banyak ruang tanah yang tidak terisi tanaman ( Lampiran 1) .

Pengukuran ini dilakukan selama 12 jam. Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa fluks CO₂ tertinggi dihasilkan pada plot 2 sebesar 2.94x10-4 gCO₂/m²/s pada jam 10 pagi. Suhu pada keadaan ini terukur sebesar 25.8°C dengan Kelembaban yang terukur sebesar 0,436 m3/m3. Data suhu dan kelembaban diambil pada plot 4 karena sensor suhu pada plot 2 tidak terukur dengan baik dengan pertimbangan kondisi penutupan lahan yang terjadi sama. Sedangkan fluks CO₂ terendah terukur pada plot 4 sebesar 1.01x10-5 gCO₂/m²/s pada jam 5 sore. Suhu dan kelembaban yang terukur masing-masing sebesar 27.4 °C dan 0.438 m3/m3. Grafik emisi fluks CO₂ menunjukkan bahwa pada plot 2 terjadi kenaikan yang sangat besar pada jam 10 pagi. Fakta ini mungkin dipengaruhi oleh kenaikan suhu yang terjadi sehingga organisme tanah terpacu untuk beraktivitas optimum akibat adanya energi yang diperlukan. Namun terlihat bahwa terjadi penurunan setelahnya yang mungkin dikarenakan oleh proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman tersebut sehingga CO₂ yang dikeluarkan diserap kembali oleh tanaman.

Gambar 6. Fluks CO₂ pada hari pertama setelah perlakuan

0.00000 0.00005 0.00010 0.00015 0.00020 0.00025 0.00030 0.00035 0.00040

6 8 10 12 14 16 18

CO

2

fl

u

x

(gCO

2

/m

2/s)

jam

CO

2

flux(gCO

2

/m

2

/s)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

(20)

10

Gambar 7. Suhu tanah pada hari pertama setelah perlakuan

Gambar 8. Kelembaban tanah pada hari pertama setelah perlakuan Secara keseluruhan, dilihat dari grafik diatas pada masing-masing plot tanah, pengukuran ini menunjukkan bahwa plot 2 mengeluarkan emisi yang paling banyak dibandingkan dengan plot lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya penambahan pupuk organik dan rumput gajah mini. Penambahan pupuk organik kedalam tanah dapat menambah unsur hara atau kandungan organik bagi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Nasir, 2013). Pada keadaan ini, terjadi perbedaan Emisi yang cukup besar antar plot 2 dan plot 4 yang mempunyai perlakuan yang sama yaitu ditambahkan dengan pupuk organik dan tanaman namun dengan jenis yang berbeda. Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT) (Hairiah et al 2007).

23.0 25.0 27.0 29.0 31.0 33.0 35.0 37.0 39.0 41.0

6 8 10 12 14 16 18

su h u ( °C) jam

Suhu Tanah (°C)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

plot 4 (PO dan JP)

0.30 0.35 0.40 0.45 0.50

6 8 10 12 14 16 18

ke le m b ab an (m ³/ m ³) jam

Kelembaban Tanah (m³/m³)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

(21)

11

Pengukuran Pada Hari Ke 12 Setelah Perlakuan

Pengukuran ini dilakukan dengan kondisi tanah dan paparan matahari yang sama dengan pengukuran sebelumnya. namun dengan umur tanaman pada plot 2 dan 4 sudah mencapai 12 hari. Pada umur 12 hari, tanaman sudah tumbuh dengan baik dan mulai mengisi bagian tanah. Lama pengukuran yang dilakukan adalah 13 jam. Namun data yang terukur hanya 12 jam dikarenakan hujan pada jam 5 sore.

Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa fluks CO₂ tertinggi dihasilkan pada plot 2 sebesar 3.53 x 10-4 gCO₂/m2/s pada jam 2 siang. Suhu pada keadaan ini terukur sebesar 31.2 °C dengan Kelembaban yang terukur sebesar 0.410 m3/m3. Sedangkan fluks CO₂ terendah terukur juga pada plot 4 sebesar 6.02x10-6 gCO₂/m2/s pada jam 12 siang. Suhu dan kelembaban yang terukur masing-masing sebesar 27.3 °C dan 0.437 m3/m3. Pada pengukuran ini terjadi kenaikan emisi yang tinggi pada jam 2 siang di plot 2 sedangkan pada plot lain cenderung menurun atau lebih sedikit. Hal ini dapat terjadi karena respirasi tanaman dan aktivitas organisme yang terjadi sangat besar dengan meningkatnya suhu pada keadaan tersebut. Berikut ini adalah grafik fluks CO₂, kelembaban tanah dan suhu tanah :

Gambar 9. Fluks Emisi CO₂ pada hari ke 12 setelah perlakuan

Gambar 10. Suhu tanah pada hari ke 12 setelah perlakuan

0 0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025 0.0003 0.00035 0.0004

6 8 10 12 14 16 18 20

CO 2 fl u x(g CO 2 /m 2/s) jam

CO

2

flux(gCO

2

/m

2

/s)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

plot 4 (PO dan JP)

23.0 25.0 27.0 29.0 31.0 33.0 35.0 37.0 39.0 41.0

6 8 10 12 14 16 18

su

h

u

°C

jam

Suhu Tanah (°C)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

(22)

12

Gambar 11. Kelembaban tanah pada hari ke 12 setelah perlakuan Dari grafik fluks CO₂ terlihat bahwa terjadi hujan pada jam 5 sore, namun Emisi CO₂ yang dihasilkan pada pengukuran setelah hujan terlihat meningkat dibandingkan sebelum terjadi hujan (jam 4 sore). Jassal et al (2005) didalam jurnalnya mengungkapkan bahwa peningkatan kadar air tanah akibat hujan, terutama ketika tanah awalnya kering, mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO₂ tanah. Fenomena ini terjadi karena adanya penurunan difusivitas dengan meningkatnya kadar air dan meningkatnya respirasi heterotrofik akibat mikroba. Namun konsentrasi CO₂ tanah segera turun setelah terjadi hujan.

Pengukuran ini mendukung hasil pengukuran yang dilakukan pada awal perlakuan. Total CO₂ tertinggi dihasilkan oleh plot tanah 2 dengan perlakuan diberikan pupuk dan tanaman rumput gajah mini, sedangkan total CO₂ terendah dihasilkan oleh plot 4 dengan perlakuan yang sama yaitu di berikan pupuk dan tanaman namun dengan jenis rumput yang berbeda yaitu rumput jepang. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan jenis penutupan lahan atau perbedaan jenis tanaman sangat berpengaruh terhadap emisi yang dikeluarkan oleh tanah. Setiap jenis tanaman mempunyai daya penyimpanan dan daya penyerapan CO₂ yang berbeda-beda bergantung pada jenis dan ukuran tanaman (Hairiah et al 2007). Pengukuran ini menunjukkan bahwa rumput jepang mengeluarkan CO₂ yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan rumput gajah mini.

Kemampuan fotosintesis dan respirasi tanaman dapat mempengaruhi emisi CO₂ yang dikeluarkan ke atmosfer secara langsung. Siklus karbon dimulai saat CO₂ di atmosfer diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat dan oksigen oleh proses fotosintesis, hal Ini dapat ditunjukkan dengan reaksi :

CO₂ + H2O  karbohidrat + O2

Reaksi ini akan terjadi dengan bantuan klorofil dan sinar matahari. Karbohidrat yang dihasilkan merupakan sumber untuk pembentukan senyawa organik lain seperti protein dan lignin pada tanaman. Tanaman teroksidasi melalui dekomposisi alami, dibakar atau dikonsumsi oleh hewan, oksigen diabsorpsi dari

0.40 0.45 0.50

6 8 10 12 14 16 18

ke

le

m

b

ab

an

(m

3/m 3)

jam

kelembaban tanah (m

3

/m

3

)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

(23)

13

udara dan CO₂akan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai emisi karbon (Tan 2009).

Penanaman vegetasi rumput dapat meningkatkan populasi mikroorganismee tanah hingga 70 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah biasa pada hari ke 16 setelah ditanam. Hal ini disebabkan oleh senyawa eksudat akar yang bermanfaat yang bermanfaat sebagai sumber C, N dan energi bagi mikroorganisme tanah (Ma’shumet al 2003).

Gambar 12. Skematis pohon sebagai penyerap CO₂ melalui proses fotosintesis (Hairiah dan Rahayu 2007).

Pengukuran Pada Hari Ke 42 Setelah Perlakuan

Pengukuran pada hari ke 42 setelah perlakuan dilakukan dengan kondisi tanah dan pencahayaan yang sama dengan pengukuran sebelumnya. Namun dengan umur tanaman pada plot 2 dan 4 sudah mencapai 42 hari. Pengukuran ini dilakukan dengan lama pengukuran adalah 12 jam. Dari hasil pengukuran dan grafik dapat dilihat bahwa fluks CO₂ yang terjadi pada pengukuran kali ini cenderung stabil dengan grafik yang dihasilkan hampir sama antara plot 1, 2, 3, dan 4. Namun terjadi peningkatan dan penurunan yang fluktuatif yang terjadi setiap jam untuk setiap plot. Fluks CO₂ tertinggi dihasilkan pada plot 2 sebesar 1.53x10-4 gCO₂/m2/s pada jam 6 pagi. Suhu pada keadaan ini terukur sebesar 26.7 °C dengan Kelembaban yang terukur sebesar 0.398 m3/m3. Sedangkan fluks CO₂ terendah terukur juga pada plot 4 sebesar 3.89 x10-6 gCO₂/m2/s pada jam 6 sore. Suhu dan kelembaban yang terukur masing-masing sebesar 26.6 °C dan 0.443 m3/m3. Suhu dan kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan aktivitas organisme.

(24)

14

Gambar 13. Fluks emisi CO₂ pada hari ke 42 setelah perlakuan

Gambar 14. Suhu tanah pada hari ke 42 setelah perlakuan

Gambar 15. Kelembaban tanah pada hari ke 42 setelah perlakuan

0.00000 0.00005 0.00010 0.00015 0.00020 0.00025 0.00030 0.00035 0.00040

6 8 10 12 14 16 18

CO 2 fl u x(g CO 2 /m 2/s) jam

CO

2

flux(gCO

2

/m

2

/s)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

plot 4 (PO dan JP)

23.0 25.0 27.0 29.0 31.0 33.0 35.0 37.0 39.0 41.0

6 8 10 12 14 16 18

su h u ( °C) jam

suhu (°C)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

plot 4 (PO dan JP)

0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50

6 8 10 12 14 16 18

ke le m b ab an (m ³/ m ³) jam

Kelembaban Tanah (m³/m³)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

(25)

15

Total Emisi CO₂ Harian dan Rata-Rata Emisi CO₂ Perjam Sebelum dan Setelah Perlakuan

Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ perjam diperlukan untuk melihat secara pasti perubahan emisi CO₂ yang dikeluarkan ke atmosfer baik yang terjadi setelah perlakuan maupun sebelum perlakuan dilakukan. Pada plot 1 (tanah kosong) terlihat perubahan yang signifikan antar sebelum dan setelah perlakuan. Sebelum perlakuan CO₂ yang dihasilkan tinggi kemudian turun sampai hari ke 12 setelah perlakuan, kemudian naik kembali pada hari ke 42 setelah pengukuran. Keadaan pada plot ini sama, baik sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan. Plot ini digunakan sebagai kontrol untuk mengetahui perubahan emisi yang terjadi antar tanah biasa, bervegetasi dan berpupuk.

Untuk plot 2 menunjukkan adanya penurunan emisi yang terjadi pada hari pertama setelah perlakuan. Hal ini dapat terjadi karena rumput gajah mini belum tumbuh dengan sempurna sehingga respirasi akar tanaman pun menjadi terhambat namun fotosintesis tetap terjadi. Penurunan CO₂ ini juga dapat dipengaruhi oleh pupuk organik yang ditambahkan belum tercampur sempurna dengan tanah. Namun emisi yang terjadi naik secara signifikan pada pengukuran hari ke 12 setelah perlakuan. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pada hari ke 12 setelah pengukuran, tanaman sudah mulai tumbuh dan menyebar memenuhi ruang tanah yang kosong. Pertumbuhan tanaman yang baik dipengaruhi oleh penyinaran matahari, kelembaban tanah dan kandungan organik tanah sebagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis dan respirasi tanaman.

Pada plot 3 menunjukkan adanya kenaikan emisi yang terjadi setelah perlakuan dalam hal ini penambahan pupuk organik. Penambahan pupuk organik ke dalam tanah dapat menambah kandungan C dan N pada tanah tersebut. Penambahan pupuk organik ke dalam tanah tidak hanya jutaan mikroorganismee yang bertambah akan tetapi mikroorganismee yang ada didalam tanah juga ikut terpacu untuk berkembang sehingga proses dekomposisi akan terus berlangsung (Nasir 2013). Kandungan organik didalam tanah merupakan sumber energi karbon bagi mikroorganismee. Mikroorganisme tanah memecah Senyawa C sebagai sumber energi karbon dan menggunakan N untuk sintesis protein (Mansur 2003). Aktivitas mikroorganisme didalam tanah mengoksidasi kandungan organik tanah dan menghasilkan CO₂ yang kemudian diemisikan ke atmosfer melalui respirasi tanah (Rochette et al 1997 didalam Ade Irawan 2009).

(26)

16

Tabel 1. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata Emisi CO₂ perjam waktu

perlakuan

total emisi CO₂ per hari rata-rata emisi CO₂ per jam plot 1 (tanah kosong) plot 2 (PO dan GM) plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) plot 1 (tanah kosong) plot 2 (PO dan GM) plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) sebelum

perlakuan 5.7049 4.6335 1.2657 4.7161 0.5705 0.4634 0.1266 0.4716 hari

pertama setelah perlakuan

2.2043 4.1505 2.0176 1.1143 0.1696 0.3193 0.1552 0.0857 hari ke 12

setelah perlakuan

1.5817 7.2990 3.5783 1.6634 0.1318 0.6083 0.2982 0.1386 hari ke 42

setelah perlakuan

3.1844 4.2878 2.0286 1.0438 0.2450 0.3298 0.1560 0.0803

Gambar 16. Total emisi CO₂ harian

0 2 4 6 8 10 plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) E m isi CO 2 (gCO 2 /m 2/h ar i) Plot tanah

Total Emisi CO

2

Harian (gCO

2

/m

2

/hari)

sebelum perlakuan

hari pertama setelah perlakuan

hari ke 12 setelah perlakuan

(27)

17

Gambar 17. Rata-rata emisi CO₂ per jam

Rata – rata CO₂ tertinggi yang dihasilkan oleh tanah adalah sebesar 0.608 gCO₂/m2/jam. Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rumbang et al (2009) yang menghasilkan emisi CO₂ di lahan gambut Kalimantan barat adalah 1.19 gCO₂/m2/jam pada lahan sawit dan pada tanaman semusim seperti jagung, emisi yang dikeluarkan sebesar 0.69 gCO₂/m2/jam. Fakta ini membuktikan bahwa Emisi yang dikeluarkan oleh tanah mineral ke atmosfer lebih kecil jika dibandingkan dengan lahan gambut.

Hasil Analisis tanah yang dilakukan setelah perlakuan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kandungan C tertinggi terjadi pada plot 2 sebesar 3.47 % dan kandungan N tertinggi terjadi pada plot 3 sebesar 0.35 %. Rasio C/N untuk setiap plot yang dihasilkan adalah plot 1 sebesar 6, plot 2 sebesar 13, plot 3 sebesar 4 dan plot 4 sebesar 16. Nisbah C/N kurang dari 20 merupakan indikator yang menunjukkan mineralisasi N oleh mikroorganisme dekomposer bahan organik. Pada Kandungan C-organik dalam tanah digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon sedangkan N digunakan sebagai sintesa protein (Hanafiah 2007).

Pengukuran Emisi CO₂ Pada Malam Hari

Pengukuran CO₂ pada malam hari dilakukan pada hari ke 12 setelah perlakuan. Dari hasil ini menunjukkan bahwa emisi CO₂ yang dikeluarkan pada malam hari lebih besar dari pada sing hari. hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2009) yang menyatakan bahwa emisi yang dikeluarkan pada malam hari cenderung turun dibandingkan siang hari. Pada malam hari tanaman hanya melakukan proses respirasi tanaman dan tidak terjadi fotosintesis akibat tidak adanya cahaya matahari. Sedangkan pada siang hari, emisi CO₂ sebelum dikeluarkan ke atmosfer, dimanfaatkan terlebih dahulu oleh tanaman untuk proses fotosintesis sehingga emisi yang dikeluarkan menjadi lebih sedikit. Respirasi tanaman optimum yang terjadi pada malam hari dan aktivitas mikroba kemotroph pada malam hari membuat emisi CO₂ yang dikeluarkan oleh tanah menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari. Grafik pengukuran selama 24 jam dapat dilihat pada lampiran 8.

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) E mi si C O2 ( g C O2 /m 2/jam ) Plot tanah

Rata-rata emisi CO

2

perjam

(gCO

2

/m

2

/jam)

sebelum perlakuan

hari pertama setelah perlakuan

hari ke 12 setelah perlakuan

(28)

18

Tabel 2. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ per jam (24 jam) waktu

pengukuran

total Emisi CO₂ Harian (gCO₂/m2/hari)

rata-rata emisi CO₂ per jam (gCO₂/m2/jam) plot 1 (tanah kosong) plot 2 (PO dan GM) plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) plot 1 (tanah kosong) plot 2 (PO dan GM) plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) Siang

(jam 6 - jam 18)

1.3975 7.1870 4.1497 1.1165 0.1271 0.6534 0.3772 0.1015 Malam

(jam 19 - jam 5)

2.1463 9.3548 5.7829 2.6623 0.2146 0.9355 0.5783 0.2662

Gambar 18. Total emisi CO₂ pada pengukuran siang dan malam pada hari ke 12 setelah perlakuan

Gambar 19. Rata-rata emisi CO₂ pada pengukuran siang dan malam di hari ke 12 setelah perlakuan.

0 2 4 6 8 10 plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) E m isi CO 2 (gCO 2 /m 2/h ar i) Plot tanah

Total Emisi CO

2

harian

siang (jam 6 - jam 18)

malam (jam 19 - jam 6)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO) plot 4 (PO dan JP) E m isi CO 2 (gCO 2 /m 2/jam ) Plot tanah

Rata-rata Emisi CO

2

per jam

siang (jam 6 - jam 18)

(29)

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah tanpa tanaman lebih kecil dibandingkan tanah dengan penambahan pupuk organik dan vegetasi rumput gajah mini namun lebih besar dari tanah dengan penambahan pupuk organik dan rumput jepang.

2. Plot 4 dengan perlakuan penambahan pupuk organik dan rumput jepang mengemisikan CO₂ dalam jumlah paling sedikit dibandingkan plot-plot lainnya.

3. Suhu tanah,kelembaban tanah dan kandungan organik tanah sangat berpengaruh terhadap Emisi yang keluarkan tanah ke atmosfer. Berdasarkan hasil pengukuran dalam penelitian ini, peningkatan suhu tanah, kelembaban tanah dan kandungan organik tanah akan meningkatkan emisi CO2 yang dihasilkan dari tanah.

4. Emisi CO₂ yang dihasilkan pada siang hari lebih kecil jika dibandingkan dengan malam hari. Hal ini disebabkan oleh respirasi tanaman yang terjadi tanpa adanya fotosintesis pada malam hari.

Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang hubungan antara suhu tanah, kelembaban tanah, dan kandungan organik tanah dengan emisi CO₂ yang dikeluarkan ke atmosfer.

2. Perlu dilakukan pengukuran biomassa tanaman untuk mengetahui penyerapan CO₂ oleh tanaman sehingga dapat mendukung data yang dihasilkan.

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Agus F, Hairiah K, Mulyani A. 2011. Buku Praktis Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. World Agroforesty Centre dan Pengembangan Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Batson J, Noe GB, Hupp CR, Krauss KW, Rybicki NB, Schenk ER. [tahun terbit tidak diketahui]. Soil CO and CH4 Emissions and Carbon Budgeting

in Dry Floodplain wetlands.

Dariah A, Susanti E, Agus F. [tahun terbit tidak diketahui]. Simpanan Karbon dan Emisi CO Lahan Gambut [Internet]. Pengembangan Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. hlm 57-72; [diunduh 2013 agustus 30]. Tersedia pada: a a ah a a um as a a a 2 a ah Dhalhar AS, Fujii MA, Miyauchi K, Sudou. 1990. Pengukuran Sifat-sifat Fisik

dan Mekanik Tanah. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Petunjuk praktis Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia. ISBN979-3198-35-4. 77p.

Hanafiah, A K. 2007. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Irawan, Ade. 2009. Hubungan Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah Dengan

Emisi CO dari Permukaan Tanah (studi kasus Hutan Alam Babahaleka Taman National Lore Lindu, Sulawesi Tengah ).

Departemen geofisika dan Meteorologi, Institur Pertanian Bogor. Bogor.

Jassal R, Black A, Novak M, Morgenstern K, Nesic Z, Guay DG. 2005.

Relationship Between Soil CO concentrations and forest-floor COefflux. Faculty of Agricultural Sciences, University of British Columbia, Vancouver, BC, Canada V6T 1Z4.

Ma’shum M, Soedarsono J, Susilowati LE. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP, Bagpro PKSDM. Jakarta.

Masripatin N, Ginoga K, Wibowo A, Dharmawan WS, Siregar CA, Lugina M, Indartik, Wulandari W, Sakuntaladewi N, Maryani R, et al . 2010.

Pedoman pengukuran karbon untuk mendukung penerapan REDD+ di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Nasir, M. 2013. Karakteristik Pengomposan Limbah Padat Pasar Traditional dengan Sistem Natural static pile. IPB.

Rumbang N, Radjagukguk B, Prajitno D . 2009. Emisi Karbon Dioksida (CO) dari Beberapa Tipe Penggunaan Lahan Gambut Di Kalimantan. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2 p : 95-102.

Tan, K H. 2009. Environmental Soil Science (Third Edition). CRC Press. New York.

(31)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto plot tanah pada saat pengukuran

Plot 1 dan plot 3

Plot 2 dan plot 4 pada awal perlakuan

(32)

22

Kondisi pencahayaan pada siang hari pengukuran 12 hari setelah perlakuan

Lampiran 2. Hasil analisis tanah di laboratorium

Lampiran 3. Hasil Kalibrasi Alat

port Terbaca

Sensor

Hasil lab kalibrasi Keadaan Kering

1 0.211 0.309 0.308

2 0.298 0.433 0.433

3 0.307 0.464 0.463

4 0.284 0.454 0.453

Keadaan basah

1 0.328 0.439 0.438

2 0.401 0.521 0.521

3 0.397 0.469 0.468

4 0.324 0.516 0.515

Sampel tanah

Bahan Organik Walkiey &

Black Kjeldahl

C (%) N (%) C/N

Plot 1 1.32 0.21 6

Plot 2 3.47 0.26 13

Plot 3 1.24 0.35 4

(33)

23

Lampiran 4. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan sebelum perlakuan

jam

CO₂ flux (gCO₂/m²/s) CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun) plot 1 plot 2 plot 3 plot 4 plot 1 plot 2 plot 3 plot 4 6 2.70 x10-4 1.61 x10-4 3.03 x10-5 7.40 x10-5 85.27 50.73 9.56 23.32 7 2.65 x10-4 1.55 x10-4 3.99 x10-5 1.22 x10-4 83.53 49.01 12.57 38.37 8 9.95 x10-5 2.30 x10-4 8.2 x10-5 1.45 x10-4 31.39 72.60 25.87 45.82 9 2.92 x10-4 1.40 x10-4 5.93 x10-5 3.06 x10-4 92.07 44.02 18.71 96.45 10 1.32 x10-4 1.29 x10-4 2.08 x10-5 9.19 x10-5 41.66 40.62 6.56 28.98 11 7.88 x10-5 1.02 x10-4 1.29 x10-5 1.08 x10-4 24.84 32.19 4.07 34.18 12 1.46 x10-4 1.35 x10-4 3.26 x10-5 1.07 x10-4 45.92 42.42 10.30 33.75 13 1.77 x10-4 1.29 x10-4 3.61 x10-5 9.62 x10-4 55.79 40.68 11.39 30.33 14 1.26 x10-4 9.19 x10-5 2.09 x10-5 8.87 x10-4 39.78 28.99 6.59 27.98 15 1.34 x10-4 9.51 x10-5 3.18 x10-5 2.08 x10-4 42.13 30.00 10.04 65.62

16 0 0 0 0 0 0 0 0

17 0 0 0 0 0 0 0 0

18 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0.5 1

6 8 10 12 14 16 18

cu

rah

h

u

jan

(

m

m

)

jam

Curah hujan

(34)

24

Lampiran 5. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan hari pertama setelah perlakuan

jam

CO₂ flux (gCO₂/m²/s) CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun) plot 1

(tanah)

plot 2 (rumput GM)

plot 3 (pupuk organik)

plot 4 (rumput JP)

plot 1 (tanah)

plot 2 (rumput GM)

plot 3 (pupuk organik)

plot 4 (rumput JP) 6 2.63 x10-5 4.99 x10-5 7.74 x10-5 1.10 x10-5 8.28 15.73 24.40 3.47 7 2.57 x10-5 5.00 x10-5 5.11 x10-5 1.06 x10-5 8.09 15.76 16.12 3.36 8 1.79 x10-5 4.57 x10-5 6.95 x10-5 4.72 x10-5 5.64 14.42 21.92 14.90 9 8.59 x10-5 1.08 x10-4 5.18 x10-5 2.58 x10-5 27.10 33.96 16.34 8.13 10 8.12 x10-5 2.94 x10-4 8.91 x10-5 1.74 x10-5 25.61 92.57 28.11 5.50 11 6.97 x10-5 9.84 x10-5 5.30 x10-5 2.79 x10-5 21.97 31.02 16.73 8.79 12 3.13 x10-5 1.20 x10-4 3.92 x10-5 3.30 x10-5 9.88 37.83 12.36 10.40 13 7.44 x10-5 8.80 x10-5 2.46 x10-5 2.54 x10-5 23.47 27.76 7.76 8.00 14 6.37 x10-5 1.36 x10-4 2.95 x10-5 4.08 x10-5 20.10 42.82 9.32 12.87 15 4.37 x10-5 6.51 x10-5 4.89 x10-5 2.79 x10-5 13.77 20.53 15.42 8.79 16 5.89 x10-5 4.57 x10-5 2.78 x10-5 1.47 x10-5 18.57 14.41 8.78 4.63 17 3.82 x10-5 3.61 x10-5 2.16 x10-5 1.01 x10-5 12.06 11.37 6.81 3.18 18 1.72 x10-5 8.41 x10-5 3.10 x10-5 4.65 x10-5 5.41 26.53 9.76 14.67

0 0.5 1

6 8 10 12 14 16 18

Cu

rah

h

u

jan

(m

m

)

jam

Curah hujan (mm)

(35)

25

Lampiran 6. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan hari ke 12 setelah perlakuan

jam

CO₂ flux (gCO₂/m²/s) CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun) plot 1

(tanah)

plot 2 (rumput

GM)

plot 3 (pupuk organik)

plot 4 (rumput

JP)

plot 1 (tanah)

plot 2 (rumput

GM)

plot 3 (pupuk organik)

plot 4 (rumput

JP) 6 9.01 x10-5 2.35 x10-4 1.12 x10-4 7.01 x10-5 28.40 74.18 35.35 22.11 7 5.53 x10-5 3.04 x10-4 1.79 x10-4 9.60 x10-5 17.43 95.97 56.54 30.27 8 3.12 x10-5 1.63 x10-4 1.26 x10-4 2.81 x10-5 9.83 51.30 39.84 8.87 9 2.57 x10-5 1.21 x10-4 6.86 x10-5 1.64 x10-5 8.10 38.19 21.63 5.16 10 3.38 x10-5 1.68 x10-4 9.61 x10-5 2.77 x10-5 10.67 52.87 30.29 8.74 11 3.11 x10-5 1.36 x10-4 3.59 x10-5 7.61 x10-5 9.82 42.75 11.32 24.01 12 3.76 x10-5 1.17 x10-4 6.17 x10-5 6.02 x10-6 11.87 36.88 19.46 1.90 13 6.56 x10-5 1.49 x10-4 6.08 x10-5 1.50 x10-5 20.67 47.12 19.16 4.74 14 4.12 x10-5 3.53 x10-4 5.81 x10-5 2.70 x10-5 12.99 111.36 18.33 8.51 15 4.42 x10-5 1.54 x10-4 4.65 x10-5 3.56 x10-5 13.93 48.66 14.67 11.24 16 1.31 x10-5 1.49 x10-4 9.93 x10-5 4.41 x10-5 4.12 47.14 31.31 13.90

17 0 0 0 0 0 0 0 0

18 3.12 x10-5 1.91 x10-4 2.11 x10-4 1.10 x10-4 9.84 60.15 66.47 34.61

0 0.5 1

6 8 10 12 14 16 18

Cu

rah

h

u

jan

(m

m

)

jam

Curah hujan (mm)

(36)

26

Lampiran 7. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan hari ke 42 setelah perlakuan

jam

CO₂ flux (gCO₂/m²/s) CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun) plot 1

(tanah)

plot 2 (rumput

GM)

plot 3 (pupuk organik)

plot 4 (rumput

JP)

plot 1 (tanah)

plot 2 (rumput

GM)

plot 3 (pupuk organik)

plot 4 (rumput

JP) 6 5.19 x10-5 1.53 x10-4 3.40 x10-5 2.34 x10-5 16.36 48.21 10.72 7.38 7 5.97 x10-5 8.10 x10-5 5.38 x10-5 2.17 x10-5 18.83 25.53 16.97 6.85 8 5.82 x10-5 1.17 x10-4 2.72 x10-5 1.85 x10-5 18.35 36.81 8.57 5.82 9 5.28 x10-5 9.40 x10-5 5.40 x10-5 2.62 x10-5 16.64 29.63 17.03 8.27 10 6.98 x10-5 1.13 x10-4 4.19 x10-5 1.15 x10-5 22.00 35.68 13.21 3.62 11 8.89 x10-5 6.85 x10-5 5.57 x10-5 2.98 x10-5 28.03 21.59 17.57 9.39 12 1.02 x10-4 8.33 x10-5 4.75 x10-5 2.73 x10-5 32.10 26.26 14.98 8.61 13 8.95 x10-5 1.02 x10-4 5.53 x10-5 4.61 x10-5 28.21 32.10 17.44 14.54 14 1.08 x10-4 8.85 x10-5 5.59 x10-5 2.37 x10-5 34.16 27.91 17.64 7.48 15 6.42 x10-5 1.22 x10-4 5.89 x10-5 2.70 x10-5 20.24 38.36 18.56 8.51 16 6.24 x10-5 8.85 x10-5 5.50 x10-5 1.97 x10-5 19.67 27.91 17.35 6.21 17 6.92 x10-5 1.12 x10-4 3.52 x10-5 2.48 x10-5 21.84 35.33 11.10 7.82 18 6.79 x10-5 9.13 x10-5 1.24 x10-5 3.89 x10-6 21.43 28.80 3.90 1.23

0 0.5 1

6 8 10 12 14 16 18

Curah hujan (mm)

(37)

27

Lampiran 8. Grafik emisi CO₂, suhu tanah dan kelembaban tanah pada pengukuran siang dan malam.

0.00000 0.00005 0.00010 0.00015 0.00020 0.00025 0.00030 0.00035 0.00040

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

CO 2 fl u x(g CO 2 /m 2/s) jam

CO

2

flux(gCO

2

/m

2

/s)

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

plot 4 (PO dan JP)

23.0 25.0 27.0 29.0 31.0 33.0

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

su h u ° C jam

suhu °C

plot 1 (tanah kosong)

plot 2 (PO dan GM)

plot 3 (PO)

plot 4 (PO dan JP)

0.30 0.35 0.40 0.45 0.50

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

ke le m b ab an (m 3/m 3) jam

kelembaban tanah

kelembaban plot 1 (tanah kosong)

kelembaban plot 2 (PO dan GM)

kelembaban plot 3 (PO)

kelembaban plot 4 (PO dan JP)

2 4 6

2 4 6

(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Cot Puuk, Kec. Gandapura, Kab. Bireuen, Aceh, pada tanggal 15 Maret 1992 dari ayah Fadli Ali dan ibu Mursyidah. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara, Adik dari Dzul Hatta Fadsy, kakak dari Achyar Fadsy dan Dinda Vazilla. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMPN 1 Gandapura dan diterima di SMAN 1 Gandapura. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan kegiatan
Gambar 2. Plot pengukuran emisi CO₂ tanah pekarangan.
Gambar 4. Suhu tanah (sebelum perlakuan)
Gambar 5. Kelembaban tanah (sebelum perlakuan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari 50 citra, 49 citra teridentifikasi sebagai citra dengan jenis kerusakan retak, sementara 1 citra teridentifikasi sebagai lubang. Sementara 2 citra

ASPÉK SOSIAL DINA NOVÉL KABANDANG KU KUDA LUMPING KARYA AHMAD BAKRI PIKEUN BAHAN PANGAJARAN MACA NOVÉL DI SMP (ULIKAN STRUKTURAL JEUNG SOSIOLOGI SASTRA) Universitas

Hal ini menunjukkan bahawa kepekatan ekstrak yang tinggi mengandungi bahan aktif yang banyak untuk merencatkan pertumbuhan bakteria dengan lebih besar berbanding dengan

Pola korelasi hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian Singh dan Acharya (1969) yang menduga korelasi genetik produksi kumulatif bulanan dengan produksi 305

Dari data pengamatan diperoleh hasil bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis nutrisi dan ukuran polybag pada parameter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah

Begitu juga dengan onomatopeau yang digunakan oleh anak muda Jepang pada umumnya terbentuk dari penggulangan (reduplikasi) baik penggulangan fonologis, morfemis dan

Bagi belia yang telah keciciran daripada sistem pendidikan dan menyertai pasaran buruh, Kerajaan akan memastikan mereka mendapat peluang dan akses untuk mengikuti

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan